• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GELOMBANG UNTUK PERENCANAAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL KUALA TANJUNG, KABUPATEN BATU BARA, PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS GELOMBANG UNTUK PERENCANAAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL KUALA TANJUNG, KABUPATEN BATU BARA, PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 306 - 316 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose

ANALISIS GELOMBANG UNTUK PERENCANAAN PELABUHAN HUB

INTERNASIONAL KUALA TANJUNG, KABUPATEN BATU BARA,

PROVINSI SUMATERA UTARA

Andika B Candra, Denny Nugroho S, Purwanto*)

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H, Tembalang Semarang. 50275 Telp/fax (024)7474698 Email: andika.b.candra@gmail.com; dennysugianto@yahoo.com;purwantoirh@yahoo.co.id

Abstrak

Pelabuhan Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara merupakan salah satu dari 2 rencana pemerintah Indonesia dalam pembangunan pelabuhan hub internasional. Pembangunan pelabuhan perlu dilakukan studi perencanaan yang efektif dan efisien. Data gelombang laut menjadi faktor penting dalam perencanaan tata letak dan tipe bangunan pantai karena dipengaruhi oleh tinggi gelombang signifikan, tunggang pasang surut dan transformasi gelombang. Tujuan penelitian ini adalah mengalisis gelombang untuk perencanaan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif yang dilakukan dengan perhitungan statistik dan pemodelan dengan bantuan software MIKE 21 dengan modul hydrodinamic dan spectral wave untuk mengetahui arah penjalaran dan transformasi gelombang. Hasil dari data ECMWF selama 1999 – Juni 2014, diketahui tinggi gelombang signifikan (Hs) maksimum mencapai 1,69 meter dan periode maksimum 8,85 detik. Hasil dari data ECMWF tersebut digunakan untuk menghitung periode ulang gelombang dimana didapatkan periode untuk 100 tahun sebesar 1,567 meter untuk Hs - 1,28σr dan 2,147 meter untuk Hs + 1,28σr.Hasil simulasi model didapatkan nilai

efektifitas desain bangunan terminal di Pelabuhan Kuala Tanjung secara keseluruhan untuk sepanjang musim sebesar 79,86 % atau dapat dikatakan cukup efektif dalam meredam gelombang. Tinggi elevasi pemecah gelombang dengan lapis lindung berupa batu dan tetrapod berturut-turut adalah 20,8 meter dan 20,2 meter.

Kata kunci: Gelombang, Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara Abstract

Port of Kuala Tanjung in Batu Bara regency, North Sumatra is one of the two Indonesian government's plan of the international hub port development. Port development planning studies need to be done effectively and efficiently. Ocean wave data becomes an important factor in planning the layout and types of coastal structures as influenced by the significant wave height, tidal wave and wave transformation. The purpose of this study was to analyzed the wave for Planning International Hub Port of Kuala Tanjung, Batu Bara District. The method used is quantitative method performed with statistical calculations and modeling with MIKE 21 with the help of software modules and spectral wave hydrodinamic to determine the direction of wave propagation and transformation. Results of the data ECMWF during 1999 - June 2014, known significant wave height (Hs) reaches a maximum of 1.69 meters and a maximum period of 8.85 seconds. Results from the ECMWF data is used to calculate the return period in which the wave is obtained for the 100 year period amounted to 1.567 meters for Hs – 1.28σr and 2.147 meters for Hs + 1.28σr. The results of model simulations obtained effectiveness of the design value of the terminal building at the Port of Kuala Tanjung overall for the season amounted to 79.86% or it can be quite effective in reducing the wave. The elevation height of breakwater with layers protected as rock and tetrapod are 20.8 meters and 20.2 meters.

(2)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 307

1. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau, sebagai negara kepulauan dimana sebagian wilayah Indonesia adalah perairan dan terdiri dari ribuan pulau maka moda transportasi laut yaitu kapal masih merupakan moda transportasi laut yang paling baik dibandingkan moda transportasi udara ataupun moda transportasi daratUntuk menghubungkan antar pulau serta mengamankan pulau-pulau terluar NKRI, moda transportasi laut mempunyai kelebihan dibandingkan dengan moda transportasi udara maupun darat baik ditinjau dari faktor teknis maupun ekonomisnya(Wahyono, 2009).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Pelabuhan Kuala Tanjung di Provinsi Sumatera Utara sebagai pelabuhan pengumpul (hub port) internasional wilayah barat. Menurut Direktur Pengerukan dan Pelabuhan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Kemal Heryandri, untuk menetapkan hub port internasional dapat ditentukan dengan beberapa faktor antara lain letak geografis, berada pada alur pelayaran yang menguntungkan, potensi transshipment serta faktor hidro-oseanografi lainya (Investor Daily, 2012).

Menurut PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Kuala Tanjung, akan dibangun Terminal (Container Yard) yang terdiri dari beberapa sarana yaitu dermaga, reklamasi, dan

reventment. Terminal ini berfungsi untuk tempat bersandar kapal dan tempat penampungan peti kemas,

daerah perairan terminal harus terhindar dari gangguan gelombang dan agar kapal dapat melakukan bongkar muat dengan mudah. Pembangunan terminal yang berada di lepas pantai akan menyebabkan perubahan karakteristik gelombang yaitu arah penjalaran dan tinggi gelombang. Terminaljuga menyebabkan terjadinya proses refraksi dan difraksi gelombang, untuk itu diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk mendapatkan karakteristik gelombang yang berada di dalam kolam pelabuhan dan luar pelabuhan. Desain bangunan yang cocok untuk pelabuhan adalah desain yang dapat meredam tinggi gelombang yang besar (Kramadibrata, 1985).

Pembangunan bangunan pelabuhan akan rawan menimbulkan dampak alam seperti sendimentasi, erosi dan banjir rob di Kabupaten Batu Bara dan sekitarnya, untuk mengatasi atau mengurangi proses tersebut diperlukan suatu penelitian dan analisa agar pembangunan tersebut berjalan efektif dan efisien. Penelitian ini memerlukan data hidro-oseanografi khususnya gelombang laut dalam pelaksanaannya. Data gelombang laut menjadi faktor penting dalam perencanaan tata letak dan tipe bangunan pantai karena dipengaruhi oleh tinggi gelombang signifikan, tunggang pasang surut dan transformasi gelombang (Triatmodjo, 2008).

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gelombang untuk perencanaan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara sehingga diketahui proses karakteristik, pola penjalaran, refraksi dan difrasi serta untuk mengetahui tinggi elevasi bangunan pantai dan nilai efektifitas dari desain bangunan terminal. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 - 28 Juni 2014 di Pelabuhan Kuala Tanjung, Batu Bara, Sumatera Utara (Gambar 1).

(3)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 308

2. Materi dan Metode Penelitian A. Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini meliputi data lapangan (data primer) dan data pendukung (data sekunder). Data primer adalah data utama dari penelitian, yang digunakan yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan berupa data pengukuran gelombang laut meliputi data tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T) dan pasang surut. Data primer tersebut akan digunakan sebagai pembanding dengan hasil peramalan (verifikasi data).

Data sekunder merupakan data pendukung yang didapatkan dari instansi terkait. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) publikasi BIG tahun 2013 sebagai peta dasar, peta bathimetri publikasi DISHIDROS tahun 2003, Layout desain Pelabuhan Kuala Tanjung dan data angin dan gelombang selama 15 tahun (1999 - 2014) yang diperoleh dari European

Center for Medium range Weather Forecasting (ECMWF). B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2009) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Berdasarkan tujuan penelitian, metode penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian pengembangan (R&D). menurut Borg dan Gall (1988) dalam Sugiyono (2009) metode penelitian pengembangan (research and development /R&D), merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau menvalidasi hasil yang digunakan. Sedangkan berdasarkan tingkat kealamiahan tempat penelitian, metode yang digunakan yaitu metode survei. Metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan) (Sugiyono, 2009). Menurut Fathoni (2006) metode penelitian survei digunakan untuk mengadakan pemeriksaan dan melakukan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empirik yang diperiksa.

Metode Pengukuran

Dalampenelitianinialatpengukurgelombangditempatkandibawahpermukaanlaut.Pengukurangelombang lautdalampenelitianinimenggunakanADCP(Acoustic Doppler Current

Profiler)jenisSontekArgonout-XR.Cara

pengukurannyadenganmenggunakanmetodemooringdititiklokasipengukuran.PrinsipkerjaArgonaut-XRadalahmenggunakansuatusistem sensor

tekanandandapatdiaturuntukmengumpulkandanmerekamperkiraandari spectra gelombang.Spectra gelombangdiperkirakandari 1-Hz denganwaktu yang berkaladandikumpulkanmelebihi rata-rata interval.(Sontek/YSI, 2006).

Sedangkan untuk pengukuran pasangsurutdilakukandenganmenggunakantide recorder

dilakukanpadalokasi yang mewakiliperairanPelabuhan Kuala Tanjung di dermagapelabuhan. Sebelumdipasangtide

recorderdiperhatikanterlebihdahulusesuaikeperluandanharusdiketahuidaerahtersebuttidakkeringpadasaats

urutterendah, kemudianalatdipasang di lokasi yang terlindungtidakterpengaruholehgelombang, posisitegaklurus, kokohdantidakberubah (Triatmodjo, 2008).

Metode Analisis Data

Data gelombang hasil pengamatan dianalisis dengan metode penentuan gelombang representatif. Data yang telah didapatkan dari pengukurann lapangan diurutkan dari data tertinggi sampai terendah kemudian dihitung parameter gelombang representatif yaitu gelombang signifikan (Hs) (Triatmodjo, 2008).

n = 33,3 % x jumlah data

Hs (Tinggi Gelombang Signifikan)

n

h

h

h

H

n s

+

+

+

=

1 2

...

Ts ( Periode Signifikan )

n

T

T

T

T

n s

+

+

+

=

1 2

...

Pengolahan data pasang surut dimaksudkan untuk memperoleh nilai MSL (Mean Sea Level), dimana nilai tersebut akan menjadi parameter inputan dalam model. Nilai MSL diperoleh dari hasil analisa data pasang surut dengan menggunakan metode Admiralty dengan menghitung konstanta pasut melalui skema-skema dan tabel perhitungan. Metode Admiralty adalah metode perhitungan data pasang surut 15 atau 29 piantan (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).

(4)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 309

MSL = A (So)

2. Lowest Lower Water Level (LLWL)

LLWL = A(So)-{A(M2)+A(S2)+A(N2)+A(K1)+A(O1)+A(P1)+A(K2)+A(M4)+A(MS4)} 3. Highest High Water Level (HHWL)

HHWL = A(So)+{A(M2)+A(S2)+A(K1)+A(O1)+A(P1)+A(K2)} 4. Tipe Pasang, 2 2 1 1

S

M

O

K

F

+

+

=

Pemodelan Perangkat Lunak MIKE 21/3 Integrated Coupled

Proses pemodelan dimulai dengan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam pemodelan. Data-data tersebut disiapkan untuk digunakan sebagai input pemodelan. Untuk Data-data kondisi bathimetri digunakan peta yang diambil dari DISHIDROS berupa peta bathimetri perairan Batu Bara dan desain Terminal Pelabuhan Kuala Tanjung yang kemudian dilakukan digitasi terlebih dahulu pada software

Arcgis 10. Setelah itu dilakukan pengaturan konfigurasi model yaitu penyusunan mesh dan batimetri

pemodelan.

Tahap-tahp dalam pembentukan meshini adalah sebagai berikut: - Mengimpor batas-batas model

- Mengedit batas daratan - Spesisfikasi batas-batas - Pembentukan mesh

- Memperhalus batas-batas daratan - Interpolasi bathimetri terhadap mesh - Memperhalus mesh

Pada Gambar 2 berikut dibawah adalah meshsebelum pembangunan terminal dan setelah pembangunan terminal.

Gambar2.MeshSebelumPembagunan Terminal (kiri) dan Setelah Pembangunan Terminal (kanan). Tahap selanjutnya adalah persiapan input data hydrodynamic module dan spectral wave module. Data yang disiapkan untuk hydrodynamic module (HD) adalah syarat-syarat batas yang berupa data pasang surut dari data GlobalTide. Sedangkan untuk spectral wave module (SW) disiapkan data tinggi dan periode gelombang yang didapatkan dari lapangan yang sebelumnya dilakukan kalibrasi. Hasil dari modul HD berupa elevasi muka air dan arus dijadikan input di modul SW. Hasil dari pemodelan modul SW berupa tinggi, periode, arah gelombang serta dapat mengetahui penjalaran gelombang.

Verifikasi Hasil

Data hasil peramalan terdiri dari data tinggi gelombang (H), dan periode gelombang (T). Data dari ECMWF kemudian di verifikasi terhadap data lapangan. Verifikasi juga dilakukan terhadap hasil lapangan dengan hasil model berupa tinggi gelombang signifikan (Hmax) dan periode signifikaan (Tmax). Menurut riyanto (2004) koreksi kesalahan relative dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

| |

| | 100% (50)

∑ | || |

Menurut Rian M. Azhar (2012) nilai Root Mean Square Error (RMSE) dapat dihitung dengan persamaan:

(5)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4

3. Hasil dan Pembahasan Hasil Pengukuran Gelombang

Secara geografis, perairan lokasi penelitian merupakan perairan terbuka terhadap arah pembangkitan gelombang dari arah utara, timur laut, timur, tenggara dan barat laut. Secara umum laju gelombang yang terjadi di lokasi pengamatan sangat dipengaruhi oleh g

Selat Malaka. Secara lokal juga dipengaruhi oleh adanya angin darat dan angin laut yang mengakibatkan gelombang laut pada siang dan malam hari.Waktu survei gelombang di perairan Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara yang dilakukan pada koordinat 99°27'40.08" BT dan 3°22'59.628" LU pada tanggal 14 - 17 Juni 2014. Kedalaman perairan berkisar pada nilai 15 meter dengan jarak dari garis pantai Pelabuhan Kuala Tanjung adalah ± 3,00 km.

Hasil Plotting Raw Data gelombang pada stasiun ADCP tersaji pada Gambar

ini, dimana pada gambar tersebut ditampilkan tampak tinggi gelombang hasil perekaman data ADCP berkisar antara 0,21 meter – 0,823 meter dengan periode gelombang berkisar pada nilai 4,8

detik. Gelombang tertinggi terjadi pada hari kedua pengukuran. Tinggi dan periode gelombang yang didapatkan pada saat pengamatan relatif sedang. Gelombang tertinggi sebesar 0,823 meter dengan periode 5,5 detik dan periode terbesar adalah 6,2 de

Gambar3.Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) Pengukuran Lapangan Tabel 1. Tinggi dan Periode Gelombang Hasil Pengukuran Lapangan

Tanggal Tinggi Gelombang (cm)

Hmax

14-Jul-14 30.9

15-Jul-14 82.3

16-Jul-14 59.6

17-Jul-14 42.7

Hasil Pengukuran Pasang Surut

Berdasarkan pengamatan pasang surut di lokasi penelitian Pelabuhan Kuala Tanjung dan pengolahan analisa data elevasi air pada wilayah penelitian, selama 15 hari yang diamati pada tanggal

2014, diperoleh hasil seperti pada Gambar

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halama

Hasil Pengukuran Gelombang

Secara geografis, perairan lokasi penelitian merupakan perairan terbuka terhadap arah pembangkitan gelombang dari arah utara, timur laut, timur, tenggara dan barat laut. Secara umum laju gelombang yang terjadi di lokasi pengamatan sangat dipengaruhi oleh gerakan angin musim dan gelombang dari Perairan Selat Malaka. Secara lokal juga dipengaruhi oleh adanya angin darat dan angin laut yang mengakibatkan gelombang laut pada siang dan malam hari.Waktu survei gelombang di perairan Pelabuhan Kuala ten Batu Bara yang dilakukan pada koordinat 99°27'40.08" BT dan 3°22'59.628" LU 17 Juni 2014. Kedalaman perairan berkisar pada nilai 15 meter dengan jarak dari garis pantai Pelabuhan Kuala Tanjung adalah ± 3,00 km.

gelombang pada stasiun ADCP tersaji pada Gambar 3dan Tabel

ini, dimana pada gambar tersebut ditampilkan tampak tinggi gelombang hasil perekaman data ADCP 0,823 meter dengan periode gelombang berkisar pada nilai 4,8

detik. Gelombang tertinggi terjadi pada hari kedua pengukuran. Tinggi dan periode gelombang yang didapatkan pada saat pengamatan relatif sedang. Gelombang tertinggi sebesar 0,823 meter dengan periode 5,5 detik dan periode terbesar adalah 6,2 detik dengan tinggi gelombang 0,693 meter.

Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) Pengukuran Lapangan . Tinggi dan Periode Gelombang Hasil Pengukuran Lapangan

Tinggi Gelombang (cm) Periode Gelombang (detik)

Hmin Hrata-rata Tmax Tmin

19.2 23.6 5.8 4.6

13.9 38.8 6.2 4.5

9.7 26.1 5.7 4.5

10.3 21.0 5.4 4.5

Hasil Pengukuran Pasang Surut

Berdasarkan pengamatan pasang surut di lokasi penelitian Pelabuhan Kuala Tanjung dan pengolahan analisa data elevasi air pada wilayah penelitian, selama 15 hari yang diamati pada tanggal

, diperoleh hasil seperti pada Gambar 4 berikut.

, Tahun 2014, Halaman 310

Secara geografis, perairan lokasi penelitian merupakan perairan terbuka terhadap arah pembangkitan gelombang dari arah utara, timur laut, timur, tenggara dan barat laut. Secara umum laju gelombang yang erakan angin musim dan gelombang dari Perairan Selat Malaka. Secara lokal juga dipengaruhi oleh adanya angin darat dan angin laut yang mengakibatkan gelombang laut pada siang dan malam hari.Waktu survei gelombang di perairan Pelabuhan Kuala ten Batu Bara yang dilakukan pada koordinat 99°27'40.08" BT dan 3°22'59.628" LU 17 Juni 2014. Kedalaman perairan berkisar pada nilai 15 meter dengan jarak dari garis dan Tabel 1 dibawah ini, dimana pada gambar tersebut ditampilkan tampak tinggi gelombang hasil perekaman data ADCP 0,823 meter dengan periode gelombang berkisar pada nilai 4,8 detik – 6,2 detik. Gelombang tertinggi terjadi pada hari kedua pengukuran. Tinggi dan periode gelombang yang didapatkan pada saat pengamatan relatif sedang. Gelombang tertinggi sebesar 0,823 meter dengan periode

Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) Pengukuran Lapangan.

Periode Gelombang (detik) Trata-rata

5.1 5.1 4.9 4.8

Berdasarkan pengamatan pasang surut di lokasi penelitian Pelabuhan Kuala Tanjung dan pengolahan analisa data elevasi air pada wilayah penelitian, selama 15 hari yang diamati pada tanggal 13 – 28 Juni

(6)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4

Gambar4.Grafik Pengamatan Pasang Surut Pengukuran Lapangan

Dari data yang diperoleh melalui pengamatan pasang surut selama 15 hari, dianalisis dengan metode Admiralty sehingga diperoleh nilai konstanta harmonik yang disajikan dalam Tabel 10 berikut:

Tabel 1. KonstantaHarmonik Admiralty Konstanta S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 F (Formzahl) Tipe LLWL HHWL LWL HWL MSL

Berdasarkan hasil pengolahan data pasang surut dengan metode Admiralty diperoleh gambaran bahwa nilai muka laut rerata (MSL) adalah

adalah -152,01 cm dan nilai muka laut tinggi (HWL) adalah 134,43 cm.

(Nilai F = 0,19) maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di lokasi pengamatan adalah tipe pasang surut harian ganda, dimana dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.

Hasil Pengolahan Gelombang ECMWF

Pengolahan data gelombang ECMWF dilakukan selama 15 tahun yaitu dari tahun 1999 sampai Juni 2014. Hasil pengelompokan tinggi dan periode gelombang dari data ECMWF berdasarkan musim dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar5. Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) dari ECMWF Tahun 1999 JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halama

Grafik Pengamatan Pasang Surut Pengukuran Lapangan

Dari data yang diperoleh melalui pengamatan pasang surut selama 15 hari, dianalisis dengan metode Admiralty sehingga diperoleh nilai konstanta harmonik yang disajikan dalam Tabel 10 berikut:

armonik dan NilaiFormzahl dariHasilPengolahanDataPasangSurut denganMetode

A (cm) g (o) -0,25 0,00 82,62 147,65 29,50 190,80 15,81 298,54 18,99 162,23 2,33 235,07 1,37 95,49 2,04 132,38 5,63 292.85 2,33 191,78 0.19

Pasang Surut Harian Ganda -141,65 cm

141,15 cm -152,01 cm 134.43 cm -0.247 cm

Berdasarkan hasil pengolahan data pasang surut dengan metode Admiralty dari data pengukuran diperoleh gambaran bahwa nilai muka laut rerata (MSL) adalah -0,247 cm, muka laut rendah (LWL)

152,01 cm dan nilai muka laut tinggi (HWL) adalah 134,43 cm. Dari nilai bilangan Formzahl (Nilai F = 0,19) maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di lokasi pengamatan adalah tipe pasang surut harian ganda, dimana dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi

ng surut terjadi secara berurutan dan teratur.

Hasil Pengolahan Gelombang ECMWF

Pengolahan data gelombang ECMWF dilakukan selama 15 tahun yaitu dari tahun 1999 sampai Juni 2014. Hasil pengelompokan tinggi dan periode gelombang dari data ECMWF berdasarkan musim dapat

Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) dari ECMWF Tahun 1999 , Tahun 2014, Halaman 311

Dari data yang diperoleh melalui pengamatan pasang surut selama 15 hari, dianalisis dengan metode Admiralty sehingga diperoleh nilai konstanta harmonik yang disajikan dalam Tabel 10 berikut:

rut denganMetode

dari data pengukuran 0,247 cm, muka laut rendah (LWL) Dari nilai bilangan Formzahl (Nilai F = 0,19) maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di lokasi pengamatan adalah tipe pasang surut harian ganda, dimana dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi

Pengolahan data gelombang ECMWF dilakukan selama 15 tahun yaitu dari tahun 1999 sampai Juni 2014. Hasil pengelompokan tinggi dan periode gelombang dari data ECMWF berdasarkan musim dapat

(7)

1999-JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 312

Juni 2014.

Tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan maksimum terjadi pada musim timur dan peralihan II sebesar 1,69 meter dan 8,85 detik. Sedangkan tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan minimum terjadi pada musim peralihan II 0,06 meter dan 1,7 detik.

Hasil Simulasi Model

Gambaran pola penjalaran dan transformasi gelombang, serta proses terjadinya difraksi, refraksi konvergensi dan divergensi akibat efek shoaling pada musim barat dengan inputan angin dari arah barat laut, musim peralihan I dengan inputan angin dari arah utara, musim timur dengan inputan angin dari arah timur dan musim peralihan II dengan inputan angin dari arah tenggara untuk skenario sebelum pembangunan terminal (container yard)digambarkan dalam bentuk vektor seperti yang terlihat dalam Gambar 7 dan untuk setelah pembangunan terminal (container yard)digambarkan dalam bentuk vektor seperti yang terlihat dalam Gambar 8.

Perubahan kedalaman perairan atau keberadaan struktur bangunan pantai mempunyaipengaruh yang cukupbesarterhadaptinggidanarahpenjalaran gelombang. Hasil simulasi model penjalaran gelombang menunjukan bahwa gelombang menjalar dari perairan dalam menuju perairan dangkal, pada saat gelombang mendekati pantai terjadi refraksi karena perubahan kedalaman perairan dan difraksi ketika gelombang membentur ujung dari suatu penghalang (pulau dan struktur bangunan pantai).

Gambar2.ArahPenjalaranGelombangMusim Barat (kiri atas), Musim Peralihan I (kanan atas), Musim Timur (kiri bawah), Musim Peralihan II (Kanan bawah).

(8)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4

Gambar9.ArahPenjalaranGelombangMusim Barat Timur (kiri bawah), Mus

Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model

Berikut Gambar 6 yang menyajikan grafik perbandingan elevasi muka air atau pasang surut hasil simulasi dengan data pasang surut hasil pengukuran lapangan.

Gambar

Hasil perbandingan diatas merupakan perbandingan dengan nilai

21 dengan data lapangan hasil pengukuran lapangan sebesar 15% dengan demikian

digunakan untuk pemodelan penjalaran, transformas kalibrasi dengan menggunakan nilai tipe

Sedangkan untuk verifikasi dilakukan dengan menggunakan inputan tinggi dan periode maksimum dari pengolahan data gelombang lapangan dengan tinggi dan periode gelombang hasil simulasi model. Dengan demikian, dapat diketahui

maksimum yang akan terjadi. Inputan hasil pengolahan data gelombang lapangan adalah tinggi gelombang maksimum (Hmax) mencapai 0,823 meter dan periode gelombang maksimum (Tmax) 5,8 detik. Tinggi gelombang maksimum (Hmax) hasil simulasi adalah

maksimum (Tmax) adalah 6,06 detik.

Mean Relatif Error (MRE) yang diperoleh untuk tinggi gelombang maksimum adalah 34,67%

dan 4,56% untuk periode maksimum. Hasil menunjukan bahwa data hasil pemodelan hasilnya masih berdekatan dan dapat digunakan.

Gelombang Rencana dan Elevasi Bangunan

Hasil pengamatan dan pengolahan data diketahui bangunan terminal akan dibangun pada kedalaman yang bervariasi dari 5 meter sampai 16 meter. Pada perhitungan ini digunakan kedalaman 16 meter (paling dalam) yang terletak pada bagian bangunan sisi utara dengan kemiringan dasar laut 1:20. Dalam menghitung gelombang rencana digunakan tinggi gelombang periode ulang 100 taunan yaitu, tinggi gelombang sebesar 1,857 meter dan periode gelombang 10 deti

= 1,34 meter; MWL = 0 meter; LWL = dan LWL adalah :

DHWL = HWL – Kedalaman bangunan = 1,34

DLWL = LWL – Kedalaman bangunan =

DMWL = MWL – Kedalaman bangunan = 0

a. Penentuan kondisi di rencana lokasi pemecah gelombang.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halama

.ArahPenjalaranGelombangMusim Barat (kiri atas), Musim Peralihan I (kanan atas), Musim Timur (kiri bawah), Musim Peralihan II (Kanan bawah).

Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model

yang menyajikan grafik perbandingan elevasi muka air atau pasang surut hasil simulasi dengan data pasang surut hasil pengukuran lapangan.

Gambar 6.Grafik Perbandingan Elevasi Muka Air

Hasil perbandingan diatas merupakan perbandingan dengan nilai error terkecil antara simulasi dengan data lapangan hasil pengukuran lapangan sebesar 15% dengan demikian

digunakan untuk pemodelan penjalaran, transformasi gelombang, serta refraksi dan difraksi menggunakan kalibrasi dengan menggunakan nilai tipe bed resistance adalah manning number 28 m1/3/s.

erifikasi dilakukan dengan menggunakan inputan tinggi dan periode maksimum dari pengolahan data gelombang lapangan dengan tinggi dan periode gelombang hasil simulasi model. Dengan demikian, dapat diketahui relative error yang dihasilkannya untuk menggambar

maksimum yang akan terjadi. Inputan hasil pengolahan data gelombang lapangan adalah tinggi gelombang maksimum (Hmax) mencapai 0,823 meter dan periode gelombang maksimum (Tmax) 5,8 detik. Tinggi gelombang maksimum (Hmax) hasil simulasi adalah 0,54 meter dan periode gelombang maksimum (Tmax) adalah 6,06 detik.

(MRE) yang diperoleh untuk tinggi gelombang maksimum adalah 34,67% dan 4,56% untuk periode maksimum. Hasil menunjukan bahwa data hasil pemodelan hasilnya masih

tan dan dapat digunakan.

Gelombang Rencana dan Elevasi Bangunan

Hasil pengamatan dan pengolahan data diketahui bangunan terminal akan dibangun pada kedalaman yang bervariasi dari 5 meter sampai 16 meter. Pada perhitungan ini digunakan kedalaman 16 meter (paling dalam) yang terletak pada bagian bangunan sisi utara dengan kemiringan dasar laut 1:20. Dalam menghitung gelombang rencana digunakan tinggi gelombang periode ulang 100 taunan yaitu, tinggi gelombang sebesar 1,857 meter dan periode gelombang 10 detik. Dari data pasang surut didapatkan HWL = 1,34 meter; MWL = 0 meter; LWL = -1,53 meter. Kedalaman air dilokasi bangunan berdasarkan HWL

Kedalaman bangunan = 1,34 – (-16) = 17,34 m Kedalaman bangunan = -1,52 – (-16) = 14,48 m

Kedalaman bangunan = 0 – (-16) = 16 m a. Penentuan kondisi di rencana lokasi pemecah gelombang.

, Tahun 2014, Halaman 313

(kiri atas), Musim Peralihan I (kanan atas), Musim

yang menyajikan grafik perbandingan elevasi muka air atau pasang surut hasil

terkecil antara simulasi MIKE dengan data lapangan hasil pengukuran lapangan sebesar 15% dengan demikian setting yang i gelombang, serta refraksi dan difraksi menggunakan

/s.

erifikasi dilakukan dengan menggunakan inputan tinggi dan periode maksimum dari pengolahan data gelombang lapangan dengan tinggi dan periode gelombang hasil simulasi model. yang dihasilkannya untuk menggambarkan gelombang maksimum yang akan terjadi. Inputan hasil pengolahan data gelombang lapangan adalah tinggi gelombang maksimum (Hmax) mencapai 0,823 meter dan periode gelombang maksimum (Tmax) 5,8 0,54 meter dan periode gelombang (MRE) yang diperoleh untuk tinggi gelombang maksimum adalah 34,67% dan 4,56% untuk periode maksimum. Hasil menunjukan bahwa data hasil pemodelan hasilnya masih

Hasil pengamatan dan pengolahan data diketahui bangunan terminal akan dibangun pada kedalaman yang bervariasi dari 5 meter sampai 16 meter. Pada perhitungan ini digunakan kedalaman 16 meter (paling dalam) yang terletak pada bagian bangunan sisi utara dengan kemiringan dasar laut 1:20. Dalam menghitung gelombang rencana digunakan tinggi gelombang periode ulang 100 taunan yaitu, tinggi k. Dari data pasang surut didapatkan HWL 1,53 meter. Kedalaman air dilokasi bangunan berdasarkan HWL

(9)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 314

Diselidiki kondisi gelombang pada kedalaman air di rencana lokasi bangunan terminal, yaitu apakah gelombang pecah atau tidak. Dihitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah dengan menggunakan grafik penentuan gelombang pecah untuk kemiringan dasar laut 1: 20.

1,56 156 0,1026

Dari lampiran A di dapat : 0.1436 dan %& 0,93

Tinggi gelombang ekivalen : () %*( 0,905 1,857 1,6809

()

-1,6809

9,81 10 0,0017

Dari grafik penentuan didapat : ../0 1,6389 (1 1,6389 1,6809 2,7548

(1

- 9,81 102,7548 0,0028

Dari grafik didapat : /

./ 0,95 21 0,95 2,7548 2,617

Jadi gelombang pecah akan terjadi pada kedalaman 2,617 meter. Karena db< dLWL< dHWL, berarti di

lokasi bangunan pada kedalaman -16 meter gelombang tidak pecah.

b. Penentuan elevasi puncak pemecah gelombang

Elevasi puncak pemecah gelombang dihitung berdasarkan tinggi runup. Tipe bangunan pantai adalah

revetment sisi miring yang diilustrasikan dengan menggunakan 2 jenis lapis lindung yaitu batu dan

tetrapod. Kemiringan sisi pemecah gelombang ditetapkan 1:2.

1,56 1,56 10 156 ( %* %&( 0,905 0,93 1,857 1,5632 Bilangan Irribaren : 3* 4- 5 6.7 , 1/2 6 , 9 7 , 5

Dengan menggunakan grafikrunup. Dihitung nilai runup. Untuk lapis lindung dari batu pecah (quarry

stone): :

. 1,25 ; 1,25 1,5632 1,954 Untuk lapis lindung dari tetrapod:

<

. 0,875 ; 0,875 1,5632 1,3678

Wave-setup dihitung dengan persamaan berikut: => 0,19 ?1 @ 2,82 A- B ((1 1

=> 0,19 ?1 @ 2,82 A9,81 10 B 2,7548 0,4452 2,7548

Kenaikan air laut karena pemanasan global (sea lever rise / SLR) diperkirakan dengan menggunakan grafik diperhitungkan bahwa 100 tahun yang akan datang terjadi kenaikan muka air laut 0,56 meter.

Eleveasi muka air rencana (Design Water Level / DWL) ditetapkan berdasarkan ketiga faktor tersebut sehingga:

DWL = HWL + Sw + SLR = 1,34 + 0,4452 + 0,56 = 2,3452 m

Elevasi puncak pemecah gelombang dengan memperhitungkan tinggi kebebasan 0,5 meter:

CDEF.GEH IJ K ;K 4LM--L NOPOPQRQM

CDEF.GEH 2,3452 K 1,954 K 0,5 4,8 (Batu)

CDEF.GEH 2,3452 K 1,3678 K 0,5 4,2 (Tetrapod)

Tinggi pemecah gelombang dari dasar laut dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(DEF.GEH CDEF.GEH@ CST&T* T;U

(DEF.GEH 4,8 @ V@16W 20,8 m VBatuW

(DEF.GEH 4,2 @ V@16W 20,2 m VTetrapodW

Perkembangan Pola Aliran

Efektifitas desain bangunan terminal dapat dihitung dari tinggi gelombang sebelum dan setelah

(10)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 315

digunakansebagaipembandingtinggidanarahgelombangantarasebelumadanyabangunan

terminaldengansetelahadanyabangunan terminal.Nilai-nilai titik A, B dan CditunjukandalamTabel3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 2. Tinggi Gelombang pada Arah Penjalaran Musim Barat

Skema Ketinggian Gelombang (meter)

Titik A Titik B Titik C

Sebelum Pembangunan Terminal 0.58 0.49 0.20

Setelah Pembangunan Terminal 0.49 0.10 0.00

Nilai Efektifitas (%) 15.27 79.53 99.23

Rata - Rata (%) 64.67

Tabel 4. Tinggi Gelombang pada Arah Penjalaran Musim Peralihan I

Skema Ketinggian Gelombang (meter)

Titik A Titik B Titik C

Sebelum Pembangunan Terminal 0.73 0.62 0.28

Setelah Pembangunan Terminal 0.50 0.07 0.00

Nilai Efektifitas (%) 31.01 88.30 99.32

Rata - Rata (%) 72.88

Tabel 5. Tinggi Gelombang pada Arah Penjalaran Musim Timur

Skema Ketinggian Gelombang (meter)

Titik A Titik B Titik C

Sebelum Pembangunan Terminal 0.55 0.47 0.21

Setelah Pembangunan Terminal 0.08 0.01 0.00

Nilai Efektifitas (%) 85.72 97.51 99.04

Rata - Rata (%) 94.09

Tabel 6. Tinggi Gelombang pada Arah Penjalaran Musim Peralihan II

Skema Ketinggian Gelombang (meter)

Titik A Titik B Titik C

Sebelum Pembangunan Terminal 0.20 0.19 0.14

Setelah Pembangunan Terminal 0.03 0.01 0.02

Nilai Efektifitas (%) 83.10 96.80 83.53

Rata - Rata (%) 87.81

Dari hasil simulasi model dapat dihitung nilai efektifitas desain bangunan terminal. Pada musim barat arah datang gelombang dari barat laut dapat meredam gelombang yaitu 64,67%. musim peralihan I arah datang gelombang dari utara dapat meredam gelombang sebesar 72,88%. Sedangkan musim timur arah datang gelombang dari timur dapat meredam gelombang sebesar 94,09%. Dan musim peralihan II arah datang gelombang dari tenggara dapat meredam gelombang sebesar 87,81%.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data gelombang dari data ECMWF tahun 1999 - Juni 2014 didapatkan untuk musim barat tinggi gelombang maksimum di Perairan Kuala Tanjung mencapai 1,35 meter dengan periode 6,86 detik, pada musim peralihan I tinggi gelombang maksimum mencapai 1,3 meter dengan periode 7,47 detik, sedangkan pada musim timur tinggi gelombang maksimum mencapai 1,3 meter dengan periode 8,85 detik. Dan musim peralihan II tinggi gelombang maksimum mencapai 1,69 meter dengan periode 8,6 detik. Sedangkan perhitungan gelombang rencana untuk bangunan revetment dengan kedalaman 16 meter didapat tinggi elevasi pemecah gelombang dengan lapis lindung berupa batu adalah 20,8 meter sedangkan untuk lapis lindung berupa tetrapod tinggi elevasi pemecah gelombang adalah 20,2 meter

(11)

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 316

Azhar, R. M. 2012. Studi Pengamanan Pantai Tipe Pemecah Gelombang Tenggelam Di Pantai Tanjung

Kait. Magister Manajemen Pengelolaan Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung, Bandung

(abstrak).

Fathoni, A. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Kramadibrata, S. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Penerbit Ganesha Exact, Bandung.

Ongkosongko, O., S, R. 1989. Asean- Australia Cooperative Program on Marine Science Project I :

Tides And Tidal Phenomena: Pasang surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaPusat Penelitian

Dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta.

PT. Pelabuhan Indonesia I (persero). 2014. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Pengembangan

Pelabuhan Kuala Tanjung. Medan.

Riyanto, H. 2004. Model Numerik Pasang Surut di Pantai. Magister Manajemen Sumberdaya Air, Universitas Diponegoro, Semarang.

Sontek/YSI. 2006. SonTek/YSI Argonaut Acoustic Doppler Current Meter Technical Documentation. SonTek/YSI, San Diego.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. Triatmodjo, B. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta, 408 hlm.

Gambar

Gambar 1. Peta Area Penelitian.
Grafik Tinggi Gelombang (kiri) dan Periode Gelombang (kanan) Pengukuran Lapangan .  Tinggi dan Periode Gelombang Hasil Pengukuran Lapangan
Tabel 1. KonstantaHarmonik Admiralty  Konstanta  S0  M2  S2  N2  K1  O1  M4  MS4  K2  P1  F (Formzahl)  Tipe  LLWL  HHWL  LWL  HWL  MSL
Gambar 6.Grafik Perbandingan Elevasi Muka Air

Referensi

Dokumen terkait

Pada aspek sintesis siswa kesulitan dalam mengkombinasikan transaksi, yaitu kesulitan dalam membedakan akun yang masuk ke kolom kertas kerja, hal ini

Output , hanya ada satu output yaitu : kepuasan konsumen didapatkan bilangan riil sebesar 6,63 yaitu merupakan keanggotaan dari domain himpunan bilangan fuzzy puas [5 8] yang

Hasil penelitian ini juga sebanding dengan penelitian lain yang bertujuan untuk melihat faktor gaya hidup yang memengaruhi kelelahan pada pe- ngendara, yang menyatakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Loura Pokok Bahasan Persamaan Linear Satu Variabel melalui model Pembelajaran Think Pair

Kewenangan dalam pembuatan kebijakan publik adalah merupakan kewenangan eksekutif, dalamhal ini kebijakan publik yang timbul dan memberikan suatu aturan yang aplikatif

Proses ini menimbulkan dampak biologis terhadap tubuh perempuan, salah satunya adalah berkurangnya hormon estrogen dan progesteron yang berakibat pada perubahan

sebelah utara NTB berawal dari Selat Lombok arus bergerak ke barat dan timur namun begitu mendekati selat-selat yang ada selalu bergerak searah dengan bentuk selat yaitu ke