• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sanitasi Total Berbasis Masyarakat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Pelaksanaan

Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat

Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat

untuk Mengurangi Stanting (PKGBM)

Gedung MR21, Lantai 11. Jl. Menteng Raya No. 21, Jakarta 10340 Tel. +6221 39831971 | Fax: +6221 39831970

Millennium Challenge Account - Indonesia

Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi

(2)

Pedoman Pelaksanaan

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat

(PKGBM)

MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 2015 -

(3)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 2 -

Daftar

Isi

1. Latar Belakang ... 3 1.1. Stanting, Sanitasi dan Higiene ... 3 1.2. Permasalahan Sanitasi dan Higiene ... 3 1.3. Landasan Penyusunan Pedoman Pelaksanaan ... 4 1.4. Definisi Operasional ... 5 2. Tujuan ... 7 2.1 Tujuan Umum ... 7 2.2 Tujuan Khusus ... 7 2.3 Indikator* ... 7 3. Komponen STBM ... 8 3.1 Peningkatan Lingkungan yang Kondusif ... 8 3.2 Peningkatan kebutuhan sanitasi ... 10 3.2.1 Peningkatan kapasitas bidang STBM dan promosi paska pemicuan ... 10 3.2.2 Pelaksanaan pemicuan dan promosi paska pemicuan ... 13 3.3 Penyediaan suplai sanitasi ... 18 4. Koordinasi dan Pembelajaran ... 21 4.1 Koordinasi ... 21 4.2 Pembelajaran ... 21 5. Pemantauan dan Evaluasi ... 23 6. Matrik Kegiatan Rinci ... 26 7. Pendanaan ... 32 8. Penutup ... 33

(4)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 3 -

1. Latar Belakang

1.1. Stanting, Sanitasi dan Higiene

Kurang gizi, khususnya stanting1, merupakan agenda yang tak kunjung selesai dan menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia. Prevalensi stanting pada anak usia di bawah lima (5) tahun relatif tinggi dan tidak menunjukan penurunan berarti selama 10 tahun belakangan ini. Prevalensi stanting nasional dikalangan anak usia di bawah lima tahun sebesar 36,2%, 35,6% and 37,2% berturut-turut pada tahun 2007, 2010 and 2013 (Riskesdas 2013).

Permasalahan stanting dipengaruhi berbagai faktor yang saling terkait. Secara langsung, stanting dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas gizi yang tidak memadai dan kronis khususnya sejak masih janin sampai usia 2 tahun, dan/atau anak yang sakit-sakitan. Sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh keamanan pangan di rumah, penanganan kesehatan dan gizi serta perilaku sanitasi dan higiene, serta akses kualitas pelayanan kesehatan dan gizi.

Keadaan sanitasi dan higiene, khususnya kebiasaan buang air besar dan cuci tangan pakai sabun, telah terbukti secara meyakinkan berpengaruh terhadap stanting. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stanting keluarga dengan kondisi sanitasi memadai (menggunakan jamban sehat) sebesar 23,9%, sedangkan untuk keluarga dengan kondisi sanitasi buruk (tidak menggunakan jamban atau menggunakan jamban tidak sehat) sebesar 35,5%. Dari sisi perilaku pengolahan air di rumah tangga, prevalensi stanting keluarga yang menggunakan air minum diolah sebesar 27,3% sedangkan keluarga yang menggunakan air minum tidak diolah sebesar 38,0%.

1.2. Permasalahan Sanitasi dan Higiene

Indonesia masih menghadapi permasalahan higiene dan sanitasi. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan 25% masyarakat menggunakan jamban tidak sehat2 dan 17,7% masih melakukan Buang Air Besar

Sembarangan (BABS). Diare merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia, yaitu 42% dari total kematian bayi usia 0 – 11 bulan. Sekitar 162.000 bayi meninggal setiap tahun, atau 460 bayi per hari (Riskesdas 2010). Secara umum dikatakan, bayi usia di bawah 2 tahun yang menderita diare sedang sampai diare berat setiap tahun mengalami gangguan pertumbuhan dibandingkan dengan bayi usia dua tahun yang lain.

Dari sudut pandang ekonomi, studi yang dilakukan oleh Water and Sanitation Program (WSP)3

menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 6,3 milyar USD (Rp. 56,7 trilyun) setiap tahun sebagai akibat kondisi sanitasi dan higiene jelek (setara dengan 2,3% Gross Domestic Product/GDP). Laporan kemajuan Millennium Development Goals (MDGs) yang disusun Bappenas tahun 2010 menunjukkan bahwa perbaikan akses masyarakat pedesaan kepada jamban sehat (MDGs target 7.C) tergolong ke dalam kelompok target yang perlu memperoleh perhatian, karena kecepatan perbaikan tidak mencapai yang diharpkan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015 untuk pedesaan, pada tahun 2009 masyarakat yang mempunyai akses ke jamban sehat hanya 34%. Terdapat kesenjangan 21% yang harus dicapai selama tiga tahun. 1 Stanting didefinisikan sebagai gangguan pertumbuhan yang sangat serius, karena disertai dengan gangguan perkembangan kognitif dan kecerdasan. 2 Jamban sehat atau “improved latrines” menurut Joint Monitoring Program - MDGs didefinisikan sebagai jamban yang higienis memisahkan kotoran manusia dari kontak manusia. 3 WSP, Economic Impacts of Sanitation in Indonesia, Laporan Penelitian, Agustus 2008

(5)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 4 -

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan sasaran Indonesia STOP BABS (Stop Buang Air Besar Sembarangan) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai target MDGs tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses. Salah satu upaya mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah no 3 tahun 2013. Prinsip pendekatan STBM adalah keterpaduan antara komponen peningkatan kebutuhan (demand), perbaikan penyediaan (supply) sanitasi dan penciptaan lingkungan yang mendukung (enabling environment), namun pelaksanaannya perlu dipertimbangkan komponen pendukung lainnya seperti strategi pembiayaan, metoda pemantauan dan pengelolaan pengetahuan/informasi sebagai media pembelajaran.

1.3. Landasan Penyusunan Pedoman Pelaksanaan

Penyusunan Pedoman Pelaksanaan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

• Pembelajaran yang diperoleh dari Program sanitasi yang dikembangkan oleh Program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), Plan International, dan yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang.

• Berbagai diskusi dengan para pemangku kepentingan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, seperti Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, institusi nasional dan internasional seperti:

o Workshop Pemicuan STBM Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat MCA-I di Hotel Ibis Jakarta pada tanggal 11 Juni 2014 dengan Plan International Indonesia, WSP, Simavi, Dinkes Kabupaten Pacitan, Dinkes Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bima, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, WASH UNICEF, Direktorat Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Sekretariat Nasional STBM serta MCA-I.

o Pertemuan membahas pendekatan STBM di Kantor WSP dengan Tim WSP Jakarta, MCC, MCA-I, PSF pada 29 October 2014,

o Workshop tentang Design STBM di Gedung PPM Jakarta 12 Desember 2014 dengan Plan International Indonesia, WSP, IUWASH, Direktorat Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Simavi, URC, MCC, MCA-I, dan NST membahas design STBM Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat MCA-I,

o Workshop Persiapan Pelatihan TOT Pemicuan STBM di Hotel Clarity Bandung tanggal 3 – 6 Februari 2015 dengan Plan International Indonesia, WSP, IUWASH, Direktorat Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, CD Bathesda, USDP, YPCII-SPEAK Indonesia, WASH UNICEF, Konsultan, Sekretariat Nasional STBM, MCA-I, dan NST. Workshop bertujuan untuk menyelesaikan agenda dan materi pelatihan Fasilitator TOT Pemicuan STBM, Pre dan Pasca Uji, kriteria peserta, rencana pembelajaran, inventarisasi fasilitator dan MOT.

o Workshop Persiapan Pelatihan Wirausaha STBM di Hotel Clarity Bandung tanggal 21 – 24 April, 2015 dengan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Sekretariat Nasional STBM, PAPSIGRO (Paguyuban Pengusaha Sanitasi Grobogan), APPSANI (Asosiasi Pengusaha dan Pemberdaya Sanitasi Indonesia), Wirausaha STBM Kabupaten Sumedang, Konsultan, Advisory Pamsimas II Komponen Kesehatan, URC, WSP TDS(Training Development Services) Pamsimas II, MCC, MCA-I, and NST. Workshop bertujuan untuk menyelesaikan agenda dan

(6)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 5 -

materi pelatihan Wirausaha Pemicuan STBM, Pre dan Pasca Tes, kriteria peserta, rencana pembelajaran, inventarisasi fasilitator dan MOT.

o Mini Workshop Wirausaha di Jakarta tgl 29 April 2015 dengan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, WSP, APPSANI, PLAN-Internasional Indonesia, Konsultan, IUWASH, Yayasan Dian Desa, URC, MCA-I dan NST. Workshop bertujuan merumuskan design kegiatan wirausaha STBM.

1.4. Definisi Operasional

1) Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat. Pemicuan (menciptakan suatu keadaan atau kondisi) merupakan kegiatan stimulus dan inisiasi terjadinya reaksi. Dalam pendekatan STBM, pemicuan dikaitkan dengan kegiatan masyarakat yang berbeda, dilakukan oleh fasilitator yang trampil dengan cara memancing emosi masyarakat terhadap kebiasaan buang air besar sembarangan. Dampak dari hasil reaksi perilaku buang air besar sembarangan adalah tumbuhnya kebutuhan penyelesaian masalah sanitasi dan mobilisasi gerakan masyarakat

2) Paska pemicuan adalah kegiatan untuk mendukung dan membantu terjadinya keberlanjutan kebutuhan akibat pemicuan melalui kegiatan pemantauan, pendampingan, kegiatan promosi dan menyediakan fasilitas pembangunan sarana yang tepat guna menyelesaikan masalah sanitasi.

3) Stop Buang Air Besar Sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan dan menggunakan jamban ramah lingkungan (tidak dibuang permukaan tanah atau badan air).

4) Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun pada waktu yang tepat termasuk sesudah BAB.

5) Sanitasi dasar adalah akses kepada sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar sehat, sarana pengelolaan sampah dan air limbah rumah tangga.

6) Kegiatan berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam rangka menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya.

7) Jamban sehat adalah sarana pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit, termasuk kemudahan akses fasilitas cuci tangan.

8) Menciptakan lingkungan yang kondusif merupakan upaya untuk mendapatkan dukungan dan keterlibatan institusi pemerintah dan peraturannya, masyarakat sipil, lembaga keagamaan, pendidikan, LSM, dan sektor swasta untuk menciptakan kondisi sanitasi paripurna.

9) Meningkatkan kebutuhan sanitasi nerupakan upaya meningkatkan keinginan masyarakat dalam perbaikan sanitasi melalui sentuhan emosi, promosi dan pemasaran,

10) Meningkatkan akses sanitasi adalah upaya yang akhirnya meningkatkan akses keluarga terhadap fasilitas sanitasi dengan memperbaiki akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang tepat dan terjangkau.

11) STBM adalah sebuah pendekatan untuk memperbaiki kesehatan lingkungan masyarakat yang meliputi lima indikator kesehatan lingkungan (pilar): 1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS); 2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS); 3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT); 4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT); dan 5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).

(7)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 6 -

12) Kader dalam dokumen ini adalah promotor kesehatan desa. Seorang promotor kesehatan yang dipilih oleh desa. Biasanya kader adalah seorang wanita dengan kemampuan kepemimpinan / memberi pelayanan dengan keikhlasan dan keinginan untuk membantu masyarakat.

(8)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 7 -

2. Tujuan

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah suatu pendekatan untuk memobilisasi masyarakat guna membebaskan secara tuntas kebiasaan buang air besar sembarangan dengan pemberdayaan masyarakat melalui pemicuan.

2.1 Tujuan Umum

STBM dalam Program ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi sanitasi dalam rangka menurunkan prevalensi stanting di Indonesia melalui perubahan perilaku sanitasi dan higiene masyarakat. Perubahan perilaku sanitasi dan higiene dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi.

2.2 Tujuan Khusus

Lima (5) tujuan khusus pelaksanaan STBM adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan ketrampilan petugas provinsi/kabupaten melaksanakan pelatihan pemicuan dan pemantauan STBM, dan meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan kader desa melakukan pemicuan dan paska pemicuan,

2) Melakukan pemicuan dan kelanjutan paska pemicuan masyarakat dusun/RW sampai terjadi desa SBS,

3) Untuk mendapatkan dukungan dan komitmen pemerintah daerah serta SKPD diprovinsi, kabupaten dan kecamatan serta pemerintah desa untuk melaksanakan pemicuan dan paska pemicuan STBM, serta kegiatan pemasaran sanitasi,

4) Memperbaiki akses masyarakat terhadap pelayanan, peralatan dan material sanitasi serta pembiayaan, 5) Memperbaiki sistem dan penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi program STBM.

2.3 Indikator*

INDIKATOR SISTEM UTUK MELACAK 1) Indikator Luaran: a. Jumlah Training of Trainer (TOT) Pemicuan STBM dilatih Laporan STBM MCA-I b. Jumlah Tim Pemicu STBM Puskesmas dilatih Laporan STBM MCA-I c. Jumlah Tim Pemicu STBM Desa dilatih Laporan STBM MCA-I d. Jumlah Wirausaha Sanitasi dilatih Laporan STBM MCA-I e. Jumlah fasilitator pelatihan Pemantauan STBM dilatih Laporan STBM MCA-I f. Jumlah Sanitarian dilatih dalam Pemantauan STBM Laporan STBM MCA-I g. Jumlah Desa dipicu SMS Gateway h. Jumlah desa mempunyai Rencana Tindak Lanjut Laporan STBM MCA-I i. Jumlah Wirausaha aktif Laporan STBM MCA-I 2) Indikator Dampak a. Percentase keluarga di SBS di desa SMS Gateway b. Jumlah Dusun/RW SBS Laporan STBM MCA-I c. Jumlah Desa SBS SMS Gateway

(9)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 8 -

3. Komponen STBM

STBM mempunyai 3 komponen, yaitu enabling environment atau Peningkatan Lingkungan yang kondusif, demand creation atau Peningkatan kebutuhan sanitasi dan Supply improvement atau Peningkatan penyediaan suplai sanitasi. Keterkaitan ketiga komonen digambarkan sebabagi berikut:

Keseluruhan kegiatan dari tiga komponen dari tingkat pusat sampai tingkat desa diuraikan dalam matrik BAB 6 dari Pedoman ini.

3.1 Peningkatan Lingkungan yang Kondusif

a. Kegiatan

Peningkatan komponen Lingkungan yang kondusif memiliki dua tujuan yaitu: 1) menciptakan lingkungan yang kondusif di tingkat provinsi dan (ii) menciptakan lingkungan yang kondusif di tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan. Kegiatan komponen ini termasuk advokasi dan meningkatkan kesadaran berkelanjutan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan di tingkat provinsi dan kabupaten (sampai tingkat kecamatan) untuk mengembangkan dan membangun komitmen guna melembagakan pembangunan sanitasi.

Pemerintah Pusat dan Provinsi memfasilitasi peningkatan kapasitas yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan STBM di tingkat kabupaten (sebagai aktor utama dalam pelaksanaan

STBM). Hal ini penting untuk mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten dalam memperlancar keberhasilan pelaksanaan STBM. Kegiatan yang berkaitan dengan advokasi dan peningkatan kesadaran yang berkelanjutan untuk para pengambil keputusan di tingkat kabupaten (bupati dan kepala dinas terkait) pada prinsip-prinsip pelaksanaan STBM (tidak ada subsidi) adalah kunci keberhasilan. Pelaksanaan STBM di kabupaten dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui berbagai tahap yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Seluruh tahap persiapan pelaksanaan STBM di seluruh kabupaten harus memperhitungkan lintas sektoral dan koordinasi lintas pemangku kepentingan, termasuk koordinasi dengan program air minum dan sanitasi dan program lainnya yang

sedang berlangsung, sehingga tercapai integrasi dalam persiapan dan pelaksanaan STBM. Peningkatan lingkungan kodusif di tingkat provinsi meliputi:

1) Meningkatkan kesadaran dan komitmen pemerintah provinsi atas pencapaian target nasional bidang sanitasi,

(10)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 9 - 2) Memastikan instansi terkait sanitasi dan higiene terwakili dalam tim koordinasi provinsi, 3) Kabupaten terwakili dan berpartisipasi dalam pertemuan koordinasi provinsi. Peningkatan lingkungan kodusif di tingkat kabupaten meliputi: 1) Advokasi kepada pemerintah kabupaten dengan melibatkan SKPD terkait melalui peningkatan kesadaran dan menyelenggarakan lokakarya perencanaan, 2) Menyelenggarakan pertemuan peningkatan kesadaran yang berkelanjutan di kabupaten, 3) Menyusun strategi pengelolaan program STBM yang meliputi: komitmen, rencana aksi,

pentahapan rencana, strategi pelaksanaan, rencana pemantauan, dan memberikan rencana pengelolaan. Strategi ini harus sejalan dengan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota4.

Peningkatan lingkungan kodusif di tingkat kecamatan meliputi:

1) Advokasi dan sosialisasi program STBM kepada pemangku kepentingan di kecamatan, 2) Menyusun rencana dan melaksanakan program perubahan perilaku,

3) Membangun kapasitas penyediaan suplai jasa dan material sanitasi

4) Melaksanakan peran kecamatan dalam membina dan mendukung kegiatan peningkatan kapasitas kemampuan.

Peningkatan kesadaran, advokasi atau "road show" di tingkat kecamatan akan dihadiri oleh lintas sektoral di tingkat kecamatan dan wakil desa (kepala desa dan tokoh masyarakat). Tujuan dari peningkatan kesadaran ini adalah untuk mendapatkan dukungan dan komitmen dari sektor dan dari pemerintah desa dalam pelaksanaan pemicuan STBM. Munculnya kesadaran diharapkan menghasilkan sebuah kesepakatan yang menarik dari desa untuk melakukan pemicuan dan dilanjutkan dengan pemilihan desa.

b. Pemilihan desa dan dusun

Pemilihan desa didasarkan atas kriteria berikut (Kriteria berikut digunakan untuk menyeleksi desa yang akan dipilih dari 5.400 di 499 kecamatan daerah proyek PKGBM MCA-I):

• Hindari duplikasi dengan program STBM lain. Desa yang diusulkan tidak merupakan desa sedang mengikuti kegiatan pemicuan ataupun desa yang sudah mencapai desa SBS,

• Peningkatan kesadaran STBM di tingkat kecamatan dilakukan oleh sanitarian Puskesmas. Jika

puskesmas tidak memiliki sanitarian, kepala puskesmas harus menunjuk seorang anggota staf untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan STBM,

• Sanitarian mengundang perwakilan desa menghadiri pertemuan di kecamatan untuk meningkatan kesadaran STBM. Para wakil desa yang mengungkapkan paling tertarik dan berkomitmen untuk menjadikan desa SBS dipilih untuk berpartisipasi,

• Untuk mengkonfirmasi ketertarikan dan berkomitmen, surat kesediaan berpartisipasi

ditandatangani oleh kepala desa, surat disiapkan dan diserahkan ke Puskesmas,

• Jika banyak desa yang menyatakan berminat untuk berpartisipasi dalam program STBM melebihi target, dipilih desa terbaik, terletak dalam jangkauan aksesibilitas dan faktor 4 Menurut Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman - PPSP, program nasional pembangunan sanitasi 2010-2014, setiap kabupaten harus mempunyai Rencana Strategis dan mengembangkan Sanitasi District wide. Rencana strategis ini meliputi (i) komitmen pendanaan, (ii) memasukan sanitasi dalam pembangunan kabupaten dan, (iii) membentuk tim koordinasi sanitasi dan diterjemahkan ke dalam empat dokumen: 1) Studi EHRA, (2) Buku Putih Sanitasi, (3) Strategi City wide Sanitasi, (4) Memorandum Program Sanitasi. Keseluruhan dokumen disebut Rencana Strategis Sanitasi dan Higiene, STBM merupakan salah satu Program Nasional PPSP.

(11)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 10 - geografis, potensi menjadi desa SBS dalam waktu satu tahun. Sukses dalam menjadi desa SBS, penting untuk memicu desa-desa terdekat, • Empat dusun per desa dipilih untuk pelaksanaan pemicuan. Dusun dipilih berdasarkan minat yang diungkapkan oleh pemimpin dusun pada pertemuan tingkat desa,

• Desa terpilih ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Pemicu Desa, diikuti pelatihan pemicuan dan kegiatan pemicuan. Tim pemicu desa konsentrasi memicu empat dusun terpilih dan mendorong semua dusun yang ada di desa untuk memastikan seluruh dusun tertangani sehingga desa menjadi SBS.

c. Luaran kegiatan

Berikut adalah luaran yang diharapkan dapat dicapai setelah pelaksanaan kegiatan peningkatan lingkungan yang kodusif:

Tingkat provinsi

- Keputusan pemerintah provinsi tentang kesanggupan mencapai target sanitasi nasional, - Membentuk tim koordinasi provinsi.

Tingkat kabupaten:

- Meningkatnya kepedulian pemerintah kabupaten terhadap STBM dan terselenggaranya lokakarya perencanaan,

- Tim Kabupaten terbentuk,

- Kesepakatan pemerintah kabupaten atau keputusan bupati berkaitan terwujudnya komitmen sumber daya dari kantor kabupaten, - Mempunyai dokumen strategi pengelolaan program STBM. Tingkat kecamatan: - Lokakarya kick-off perencanaan kecamatan dilaksanakan, - Desa STBM PKGBM terpilih, - Empat dusun perdesa terpilih untuk dilakukan pemicuan awal STBM.

3.2 Peningkatan kebutuhan sanitasi

3.2.1 Peningkatan kapasitas bidang STBM dan promosi paska pemicuan a. Kegiatan

Serangkaian kegiatan pelatihan yang diperlukan untuk menimbulkan peningkatan kebutuhan sanitasi, salah satunya adalah pelatihan pemicuan STBM. Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan ketrampilan tenaga kesehatan, petugas sanitasi Puskesmas dan kader desa (promotor kesehatan) tentang pemicuan STBM. Pelatihan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu:

- Training of Trainers (TOT) diikuti oleh perugas dari dinas kesehatan kabupaten dan dinas kesehatan provinsi,

- Pelatihan tim pemicuan STBM puskesmas (tenaga sanitasi puskesmas ikut dalam pelatihan ini), dan

- Pelatihan bagi kader desa.

(12)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 11 -

Jenis TOT Fasilitator STBM Training Pemicuan STBM bagi tim Puskesmas Pemicuan STBM Training bagi tim desa Pelatih Dosen Politeknik Kesling yang pernah dilatih pemicuan STBM, fasilitator senior Direktorat Penyehatan Lingkungan atau dari organisasi mitra seperti WSP, PLAN, USDP dll. Peserta 2 orang dari dinas

kesehatan kabupaten 1 orang dari kantor kecamatan

2 orang kader/bidan desa

atau kombinasi 2 orang dari dinas

kesehatan provinsi 3 orang dari puskesmas 1 orang petugas kantor desa

Total target peserta [2 *11 provinsi + 2*64 150 kabupaten] 2.611 (1 * 499 kecamatan)+ (3 * 704 puskesmas) 4.800 (2 kaders/bidan * 1.600 desa + 1 staf kantor desa * 1.600 desa) Kurikulum Kurikulum dan modul pelatihan STBM terakreditasi (Kemenkes, 2014) Jumlah jam pelajaran 40 jam atau 5 hari kerja 4 hari kerja 4 hari kerja

Peserta per kelas 20 30 30 Total Jumlah kelas 8 87 160 Jumlah MT diperlukan 8 87 160 Jumlah Fasilitator diperlukan 16 174 320 • Training of Trainers (TOT):

Peserta TOT adalah 2 orang dari dinas kesehatan kabupaten dan 2 orang dari dinas kesehatan provinsi dengan persyaratan sebagai berikut: (1) mereka akan terus menerus berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan selama proyek PKGBM, (2) memiliki pengalaman melakukan pemicuan STBM, sebaiknya memiliki sertifikat pelatihan online STBM (www.belajarmandiristbm.com). Diperkirakan 150 orang akan mengikuti pelatihan ini.

Pelaksanaan TOT akan dilakukan oleh Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan. Pelatihan menggunakan Modul pelatihan yang akan mencakup dua dari lima pilar STBM dan akan memerlukan waktu 40 jam pelatihan selama 5 hari kerja. Kurikulum penuh modul ini meliputi 5 pilar, meliputi: 1) SBS 2) Mencuci tangan pakai sabun 3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT); 4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT); dan 5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT). Untuk menyampaikan keseluruhan diperlukan waktu 50 jam.

Pelaksanaan TOT akan dilakukan oleh Master Trainer (MT) tingkat National. Pelatih adalah Dosen Politeknik yang telah menerima pelatihan STBM, fasilitator senior dari Direktorat Penyehatan Lingkungan, atau fasilitator senior dari mitra sanitasi lain seperti WSP, PLAN dan USDP dll. TOT ini rencananya akan diadakan 8 kelas dengan 20 peserta untuk setiap kelas, sehingga memerlukan 8 MTs. Fasilitator pelatihan dari Direktorat Kesehatan Lingkungan, Mitra atau konsultan individu, enam belas fasilitator diperlukan.

(13)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 12 -

• Tim pemicu STBM puskesmas

Pelatihan ini akan diikuti oleh Tim Pemicu Puskesmas yang terdiri 3 orang staf puskesmas (termasuk sanitarian, promotor kesehatan dan ahli gizi) dan 1 orang dari wilayah kerja kantor kecamatan. Pelatihan ini akan diselenggarakan selama 4 hari kerja, dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaksanakan di kantor kesehatan kabupaten. Diperkirakan jumlah orang yang terlatih sebanyak 2.611 orang.

• Tim pemicu STBM desa

Pelatihan ini akan diselenggarakan di dinas kesehatan kabupaten, dibantu sanitarian dari Puskesmas. Untuk setiap desa dilatih 1 orang dari Kantor Desa dan 2 kader (promotor kesehatan). Diperkirakan jumlah kader desa (promotor kesehatan) dan petugas desa uang mengikuti pelatihan nerjumlah 4.800 orang. **

Ada dua jenis evaluasi terhadap kegiatan pelatihan, evaluasi terhadap peserta dan evaluasi terhadap fasilitator. Evaluasi untuk peserta meliputi: (a) pra dan paska tes, (b) mempersiapkan agenda, metode dan tujuan setiap sesi pelatihan, (c) menunjukkan bagaimana menjadi fasilitor/bermain peran (juga dikenal sebagai microteaching)

b. Luaran kegiatan

Jumlah orang yang mengikuti pelatihan di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa ditampilkan di dalam tabel berikut.

Jumlah pelatihan, peserta dan jumlah desa dipicu per provinsi

Provinsi kabupaten Jumlah Puskesmas Jumlah

Jumlah desa Jumlah peserta pelatihan (orang) TOT Pelatihan pemicuan STBM Provinsi/

kabupaten Puskesmas Desa*

Sumatra Selatan 5 47 141 12 171 423 Kalimantan Barat 9 70 210 20 264 630 Kalimantan Tengah 8 75 225 18 271 675 Jawa Barat 7 108 216 16 408 648 Jawa Timur 5 65 130 12 245 390 NTB 8 92 184 18 340 552 NTT 9 103 206 20 387 618 Sulawesi Utara 3 28 56 8 109 168 Gorontalo 4 33 66 10 121 198 Sulawesi Barat 3 33 66 8 122 198 Maluku 3 50 100 8 173 300 Total 64 704 1600 150 2.611 4.800 *Catatan – di tingkat desa 4 dusun akan dipilih untuk pemicuan STBM dan anggota tim pemicuan akan berasal dari 4 dusun tersebut. ** Catatan – 4,800 peserta pelatihan tingkat desa, terdiri dari 3 orang peserta per desa dari 1,600 desa target jumlah untuk bidang sanitasi dan higiene.

(14)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 13 - 3.2.2 Pelaksanaan pemicuan dan promosi paska pemicuan a. Kegiatan

Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk memperoleh perubahan perilaku sanitasi dan higiene dengan melakukan kegiatan-kegiatan berikut:

1) Pra-memicuan: melakukan penilaian awal kondisi desa. Penilaian tersebut dilaksanakan sebelum melaksanakan acara pemicuan. Dalam penilaian awal diharapkan akan menghasilkan informasi sebagai berikut: daftar keluarga dan status sanitasi; perkembangan sanitasi dan higiene desa; geologi kecamatan; peta yang sesuai; profil dan kapasitas bidang usaha bisnis; kepemimpinan dan orang-orang berpengaruh: kegiatan simpan pinjam, teknologi tepat guna dan segmen pasar yang berkembang, 2) Pemicuan dalam rangka perubahan perilaku masyarakat baik laki-laki, perempuan dan anak-anak, 3) Kegiatan paska pemicuan yang meliputi pemantauan, promosi dan kampanye untuk merubah perilaku, 4) Menyampaikan pesan melalui media masa dan mempergunakan media komunikasi lain5, 5) Membangun kesepakatan dengan masyarakat, khususnya dengan pemerintah desa berkaitan dengan perubahan perilaku, 6) Memfasilitasi pembentukan tim kerja masyarakat untuk menyusun rencana kerja masyarakat dan melaksanakan, yang meliputi keterlibatan laki dan perempuan, 7) Memberi dukungan pengakuan dan perayaan atas prestasi menjadi desa SBS. Pemicuan Pemicuan adalah pertemuan dengan masyarakat selama setengah hari, difasilitasi oleh tim pemicu desa terdiri dari lima (5) orang: lead fasilitator, co-fasilitator, perekam konten, proses fasilitator dan

pengatur situasi lingkungan yang disukung oleh tim puskesmas. Peserta pemicuan adalah semua kepala/anggota rumah tangga utamanya yang tidak mempunyai akses terhadap sanitasi/jamban atau anggota masyarakat yang terbiasa melakukan BABS, guru/anak sekolah SD terdekat,

Kader terlatih STBM (promotor kesehatan) dengan dukungan bidan desa, petugas pos kesehatan terpadu (posyandu) dan kader lainnya (promotor kesehatan), bersama juga dengan petugas pembina dan pengawas dari sanitasi Puskesmas serta kepala desa, akan menjadi bagian dari tim pemicu desa. Untuk mempererat hubungan antara peningkatan kebutuhan sanitasi dan penyediaan suplai jasa dan material sanitasi, pengusaha sanitasi menjadi bagian dari proses paska pemicuan. Di desa yang terpilih, akan dilakukan pemicuan kepada maksimum empat (4) dusun (RW). Peranan berbagai aktor selama pemicuan adalah sebagai berikut: - Kader desa: melakukan pemicuan dan mendampingi masyarakat membuat jamban, - Sanitarian: melakukan advokasi kepada kepala desa, mendukung kader melakukan pemicuan, mendampingi kader paska pemicuan dan menyiapkan pilihan teknologi, - Bidan desa: membantu sanitarian melakukan advokasi kepada kepala desa, membatu selama pemicuan dan selama paska pemicuan. Selama pemicuan aktif sebagai pengatur situasi lingkungan, aktif menyadarkan ibu hamil tentang perlunya jamban pada waktu pertemuan di

5 MCA Indonesia telah menandatangani kontrak dengan IMA World Health untuk melaksanakan kegiatan sebagai bagian dari kampanye nasional mencegah stanting.

(15)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 14 - posyandu, kunjungan rumah, membantu kader melakukan pemantauan paska pemicuan dan menjadi anggota verifikasi desa SBS.

Orang-orang yang telah terpicu adalah mereka yang spontan menjadi sadar dan bersedia untuk mengubah perilaku. Kriteria untuk orang-orang yang "terpicu" yaitu ketika mereka menyatakan kesediaan untuk berubah dan tidak melakukan buang air besar sembarangan lagi dan berjanji akan membangun jamban dalam jangka waktu tertentu, yang bisa dalam hitungan hari, minggu atau bulan. Biasanya mereka ini merupakan pelopor yang bisa disebut sebagai “Champion”, mereka berpotensi menjadi pemimpin alamiah atau pemimpin informal menuju desa SBS.

Pelaksanaan pemicuan mengikuti langkah sebagai berikut:

1) Memulai pemicuan dilakukan terhadap 1 dusun oleh kader dan tim pemicu desa yang didukung oleh tim pemicu puskesmas. Pada saat memicu, mengundang kepala desa, pemimpin informal dan kepala dusun setempat,

2) Membuat peta sanitasi sederhana dengan masyarakat termasuk wanita, pria dan anak muda yang difasilitasi oleh sanitarian / kader terlatih. Peta harus berisi informasi tentang batas dusun, rumah dengan dan tanpa jamban, jalan, sungai, sumber air untuk minum, mandi dan mencuci, masalah sanitasi yang ada. Dalam peta ditunjukkan/ditandai tempat yang biasanya digunakan untuk buang air besar, membuang sampah dan air limbah,

3) Mendiskusikan dan menanyakan isi peta kepada masyarakat tempat/RT/lokasi mana yang nomor satu paling kotor, kemudian kedua kotor dst.,

4) Melakukan transek berjalan kaki sepanjang desa yang dipimpin oleh fasilitator / sanitarian / tim pemicu desa, hal ini dilakukan sambil mengamati lingkungan, menanyakan dan mendengarkan, serta menandai lokasi tempat buang air besar, tempat membuang sampah dan air limbah, juga dilakukan kunjunjungan ke rumah-rumah yang sudah memiliki jamban.

Mengunjungi keluarga yang telah mempunyai sumur, menjadi penting untuk mempelajari apakah jamban dan sumur gali yang dibangun mempunyai jarak yang cukup, sehingga sumber air tidak terkontaminasi oleh bakteri dari jamban. Sangat penting untuk berhenti di lokasi

masyarakat buang air besar sembarangan, membuang sampah dan air limbah serta meluangkan waktu untuk diskusi dengan masyarakat di tersebut,

5) Mendiskusikan alur kontaminasi air dari kotoran tinja, dan penting juga menbahas air yang sehat dan membahas bagaimana cara memperoleh air minum sehat,

6) Menujuk6 peserta yang pertama kali menyatakan keinginan untuk tidak melakukan BAB

sembarangan sebagai pimpinan informal mereka atau sebagai “natural leader” untuk menggalang dan mempengaruhi masyarakat yang lain di sekitarnya,

7) Pemimpin informal bersama dengan masyarakat akan membuat rencana kerja, difasilitasi oleh kader desa (promotor kesehatan) dan petugas sanitasi dalam rangka meningkatkan sanitasi lingkungan mereka,

8) Kader (promotor kesehatan) dan tim pemicu desa kemudian memicu tiga Dusun/RW yang lain, satu per satu. Selama memicu, mereka diharap mengundang kepala desa, pemimpin informal dan kepala serta tokoh dusun/RW,

9) Mengundang 4 - 5 orang dari masing-masing dusun yang telah dipicu ke kantor desa untuk presentasi hasil pemicuan sebelumnya. Pemicuan ulang sering bermanfaat dilakukan untuk memperkuat semangat perubahan masyarakat. Dalam pertemuan tersebut, mengundang

6 Selama diskusi, sanitarian / kader akan menanyakan kepada masyarakat, "Siapa yang akan BERUBAH, dan tidak akan melakukan buang air besar sembarangan dan akan membangun jamban". Mengangkat tangan adalah indikator bahwa yang bersangkutan mempunyai kemauan dan komitmen untuk berubah. Ketika seseorang mengangkat tangan, menandakan ia / dia ingin berubah, fasilitator meminta peserta memberikan tepuk tangan hangat.

(16)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 15 -

kepala desa, pemimpin informal dan kepala dusun/RW. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membuat Rencana Aksi masing-masing dusun dan membentuk komite masyarakat. Panitia yang disebut "Tim Pemberantas Dusun BABS" untuk tingkat dusun dan sekaligus membentuk "Tim Pemberantas BABS Tingkat Desa " untuk menjadikan desa SBS. Tim Pemberantas BABS Dusun bekerja di dusun/RW mereka dan Tim Pemberantas BABS Desa

bekerja dibantu Tim Pemicu STBM Desa,

10) Kader dan Tim Pemicu Desa bersama dengan dukungan Tim Pemberantas BABS Desa memicu dusun selebihnya sampai menjadi ODF, mereka bisa berbagi pengalaman dan menunjukkan manfaat hidup dilokasi yang sudah SBS,

11) Ditargetkan dalam waktu satu tahun, desa yang sudah dipicu akan menjadi desa SBS, masyarakat tidak ada lagi yang BAB Sembarangan.

Pengalaman menunjukkan bahwa para kader (promotor kesehatan) bekerja secara sukarela untuk

masyarakatnya, demikian pula pada waktu mereka melakukan pemicuan, mereka tidak memperoleh pembayaran. Proyek hanya akan mengganti biaya transpor pada saat mereka melakukan pemicuan dan mengunjungi masyarakat untuk melakukan pendampingan saat paska pemicuan agar masyarakat mau membangun jamban. Agen perubahan desa adalah seseorang dari dusun yang telah dipicu, yang akan mau berubah dan tidak melakukan buang air besar sembarangan. Dalam proses

pemicuan umumnya muncul dua atau tiga orang terpicu, biasanya mereka secara sukarela akan bersedia membentuk panitia masyarakat. Panitia masyarakat akan membuat rencana aksi untuk membuat dusun mereka bebas dari buang air besar sembarangan

Paska pemicuan

Paska pemicuan merupakan tindak lanjut kegiatan pemicuan dan harus dilaksanakan segera setelah pemicuan. Penelitian di 80 kelompok masyarakat di Jawa Timur yang melaksanakan proyek Total

Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) tahun 2007 – 2010, mengungkapkan bahwa masyarakat

yang segera setuju untuk tidak BABS lebih berkesinambungan daripada individu yang membutuhkan waktu lama untuk setuju tidak BABS. Sembilan puluh lima persen dari mereka yang menjadi SBS dalam waktu 2 bulan tetap SBS setelah 4 - 28 bulan verifikasi. Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan menjadi SBS, kenyataan menunjukan bahwa SBS paling berkelanjutan di masyarakat yang dicapai dalam waktu dua bulan, hal ini memperkuat thesis mengenai perlunya untuk segera menindaklanjuti pemicuan dengan membuat rencana aksi masyarakat.

Tujuan dari kegiatan paska-pemicuan adalah untuk memastikan dlaksanakanya rencana kerja SBS masyarakat. Mengacu pada Modul Pelatihan STBM pada bab bimbingan lengkap tentang paska-pemicuan, beberapa hal yang perlu digaris bawahi sebagai berikut:

- Menyusun jadwal kunjungan, kepada mereka yang paling sangat berminat dilakukan pada minggu pertama,

- Selama pemicuan, memperhatikan seseorang yang menyatakan pertama secara sukarela untuk membangun jamban. Melakukan pertemuan untuk melihat jamban dan fasilitas cuci tangan, dan bersama dengan pelaku di desa mengundang anggota masyarakat lain untuk melihat-lihatnya,

- Rencana aksi SBS akan meliputi daftar keluarga dengan kondisi jamban dan peta dusun yang menunjukkan lokasi rumah memiliki jamban dan jang dengan fasilitas cuci tangan,

mendorong para kader dan tim pemicu desa untuk selalu memperbarui peta,

- Menyelenggarakan saling kunjungan antara dusun SBS dengan dusun yang baru dipicu, - Perlu diingat bahwa rasa malu, bangga dan martabat seringkali lebih memotivasi masyarakat

(17)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 16 - perhatian kepada aspek yang sering tidak nyata (non-tangible), prestise yang jelas bermanfaat kepada hasil advokasi dan mobilisai paska-pemicuan. Misalnya, orang tua bertanggung jawab kepada anak-anak mereka, - Berhati - hati dengan pemberian insentif atau subsidi yang mungkin menyebabkan ketergantungan masyarakat. Model pinjaman pendanaan untuk kontruksi jamban dengan sistem pendanaan yang dibangun pemerintah memberikan dampak positif dalam mempercepat pembangunan sanitasi, - Melakukan inisiatif menghubungkan pengusaha sanitasi (tukang batu, tukang yang membuat cetakan, tukang kayu, pemilik toko) dan lembaga kredit dan pinjaman dengan masyarakat dusun yang baru dipicu. Membantu keluarga dalam memilih teknologi yang tepat dan

terjangkau secara ekonomi, akses terhadap kredit di tingkat masyarakat atau pembiayaan lainnya, - Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Puskesmas harus mendapat perhatian khusus bagi Sanitarian dalam membangun kesadaran STBM dikalangan siswa, guru dan masyarakat sekolah paska pemicuan. Anak-anak diharapkan dapat ikut menganjurkan orang tua, kerabat dan teman untuk melakukan praktek buang air besar secara aman, membangun kakus dan melakukan cuci tangan pakai sabun. Peran berbagai pelaku selama paska pemicuan dijelaskan sebagai berikut:

- Kader Desa: melakukan pendampingan masyarakat dengan melakukan pemantauan, advokasi dalam rangka pembangunan fasilitas cuci tangan di jamban,

- Sanitarian: selalu melakukan advokasi ke kepala desa / sekolah, pendampingan kader selama paska-pemicuan dan memberikan pilihan teknologi yang tepat, menghubungkan masyarakat dengan pengusaha sanitasi dan / atau lembaga kredit mikro, melakukan verifikasi keluarga SBS dan pelaporan, membantu pemimpin desa dan upacara deklarasi SBS,

- Petugas gizi: bekerja sama dengan sanitarian melakukan kunjungan rumah atau lapangan memberi pendidikan tentang perbaikan perilaku gizi mengkaitkan dengan kegiatan pemicuan STBM,

- Bidan Desa: menjadi penghubung awal dan membantu sanitarian melakukan advokasi kepada kepala desa/sekolah, membantu kader dan sanitarian untuk memotivasi masyarakat membangun jamban yang dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan, menyadarkan secara aktif tentang STBM kepada ibu-ibu hamil di posyandu, melakukan kunjungan rumah dan membantu para kader melakukan pemantauan paska pemicuan, dan menjadi anggota verifikasi SBS,

- Tim Pemicuan Desa: mengatur pemicuan kepada dusun yang tidak menerima memicuan awal, melakukan kunjungan dusun di desanya yang belum SBS, melakukan advokasi kepada

pimpinan dusun dan mengajak membangun jamban dengan fasilitas cuci tangan dan membantu verifikasi SBS,

- Kepala desa: harus menjadi penghubung awal dan menegakkan aturan-aturan SBS yang disepakati selama pemicuan, mengadakan acara pertemuan dengan masyarakat dalam promosi SBS, dan mengundang wirausaha sanitasi untuk menawarkan jasa dan bangunan jamban dengan fasilitas cuci tangan kepada masyarakat, menghubungkan anggota masyarakat dengan lembaga-lembaga kredit mikro, mengatur deklarasi dan upacara SBS dengan pemimpin pemerintahan serta sanitarian,

- Keluarga SBS dan siswa sekolah SBS: Sekolah dan guru sekolah dapat mempengaruhi perilaku sanitasi orang tua melalui siswa dalam pengambilan keputusan. Ketika sekolah dipicu, anak-anak bisa menjadi sukarelawan untuk berperan aktif dalam masyarakat.

- Wirausaha Sanitasi: tukang batu, penjual cetakan jamban, tukang kayu dan lain-lain pelaku sektor swasta dapat menyediakan jamban murah yang terjangkau, fasilitas cuci tangan dan

(18)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 17 -

solusi pembuangan air limbah. Idealnya dengan kemampuan memasarkan barang dan jasa, mereka dapat bekerja secara efektif. Bisa juga menawarkan kredit atau rencana pembayaran yang menarik,

- Lembaga kredit mikro: menyediakan model khusus pinjaman hemat atau pinjaman peluang lain yang memungkinkan keluarga untuk bisa membeli produk sanitasi yang diperlukan untuk menjadikan mereka keluarga SBS.

Cuti Tangan Pakai Sabun (CTPS)

CTPS adalah tindakan membersihkan tangan untuk tujuan menghilangkan tanah, kotoran, dan/atau mikroorganisme. Tujuan kesehatan utama mencuci tangan adalah untuk membersihkan tangan dari patogen (termasuk bakteri atau virus) dan bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan tubuh atau penyakit. Hal ini penting terutama bagi orang-orang yang menjamah makanan atau bekerja di bidang medis, tetapi juga penting dilakukan oleh masyarakat umum. Orang dapat terinfeksi dengan penyakit seperti pernapasan, influenza atau flu, jika tidak mencuci tangan mereka sebelum menyentuh mata, hidung, atau mulut. Mencuci tangan dengan benar perlu dilakukan setidaknya setelah menggunakan jamban, membersihkan tinja bayi, memegang hewan dan sebelum serta sesudah menjamah makanan. Mencuci tangan membantu mencegah penyebaran berbagai bentuk

penyakit perut, diare, beberapa di antaranya dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Kegiatan masyarakat berkaitan dengan cuci tangan pakai sabun adalah: 1) Perilaku mencuci yangan pakai sabun dan air bersih, 2) Menyediakan fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan selalu tersedia sabun. Pemicuan dan promosi cuci tangan pakai sabun akan dilakukan setelah perkembangan pertambahan masyarakat yang tidak BAB sembarangan kelihatan bermakna. b. Luaran kegiatan

Luaran kegiatan yang diharapkan berupa jumlah desa yang akan dipicu dapat dilihat pada table berikut:

Provinsi kabupaten Jumlah Jumlah puskesmas Target desa yang dipicu* Jumlah dusun yang akan dipicu** Sumatera Selatan 5 47 141 564 Kalimantan Barat 9 70 210 840 Kalimantan Tengah 8 75 225 900 Jawa Barat 7 108 216 864 Jawa Timur 5 65 130 520 NTB 8 92 184 736 NTT 9 103 206 824 Sulawesi Utara 3 28 56 224 Gorontalo 4 33 66 264 Sulawesi Barat 3 33 66 264 Maluku 3 50 100 400 Total 64 704 1.600 6.400 Catatan: *Pemicuan STBM dan dilanjutkan dengan kegiatan paska pemicuan akan dilakukan di 1,600 desa selama 3 tahun, yang mengacu kepada hal berikut:

(19)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 18 -

- Di Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, rata-rata jumlah desa yang akan dipicu sebanyak 3 desa per puskesmas, - Di provinsi yang lain, rata-rata jumlah desa yang akan dipicu sebanyak 2 desa per puskesmas, - Dengan catatan, setiap desa akan dilakukan pemicuan di 4 dusun/RW. Tim pemicuan desa akan mendorong sampai terjadi SBS diseluruh desa.

3.3 Penyediaan suplai sanitasi

a. Kegiatan

Peningkatan masyarakat ke akses sanitasi sangat penting diprioritaskan meningkatkan dan mempercepat penyediaan akses jasa layanan sanitasi dan material, dengan demikian merupakan kesempatan membuka dan mengembangkan pasar sanitasi, termasuk:

1) Pengembangan produk,

2) Identifikasi produk sanitasi yang sesuai dan dapat diakses oleh masyarakat sasaran dan mengadopsi desain standar untuk keperluan produk ini,

3) Mengembangkan pendekatan keterjangkauan. Termasuk mengembangkan strategi yang produk sanitasinya dapat terjangkau masyarakat setempat, mengembangkan dan mengartikulasikan mekanisme pembiayaan yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat,

serta mengembangkan materi pemasaran keuangan untuk pembiayaan sanitasi,

4) Menghasilkan materi pemasaran sanitasi yang sesuai untuk proyek. Kegiatan ini terfokus pada pengembangan materi pemasaran sanitasi yang komprehensif yang disesuaikan dan digunakan oleh para pengusaha, toko material, tukang batu desa dan sanitarian,

5) Peningkatan kapasitas wirausaha sanitasi. Kegiatan peningkatan kapasitas mencakup pelatihan

wirausaha, memfasilitasi akses ke lembaga kredit, memperkuat peran asosiasi pengusaha sanitasi dan memberi dukungan yang berkelanjutan untuk pengusaha,

6) Peningkatan kapasitas suplai di kecamatan. Lokakarya untuk memperkenalkan dan menyesuaikan materi pemasaran sanitasi untuk digunakan puskesmas dan menghubungkan pengusaha sanitasi dan kegiatan pemicuan (pengusaha sanitasi dapat terlibat dalam kegiatan paska pemicuan).

Pelatihan wirausaha sanitasi

Dalam rangka memperkuat sisi pasokan suplai sanitasi dan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi, pelatihan wirausaha sanitasi dianggap sangat penting. Program lain seperti Program Sanitasi Masyarakat (Pamsimas), WSP dan Asosiasi Pengusaha Sanitasi (APPSANI) telah melakukan pelatihan wirausaha sanitasi. Dalam sebuah lokakarya pada tanggal 29 April 2015, bersama WSP, PLAN, Yayasan Dian Desa dan APPSANI, disebutkan bahwa sejumlah 1.600 peserta telah mengikuti pelatihan wirausaha sanitasi, walaupun hanya 265 yang sekarang aktif dan bahkan lebih sedikit yang sukses di bidang wirausaha sanitasi. Penyebab utama dari kondisi ini terutama diindikasikan karena kelemahan dalam mendapatkan calon peserta pelatihan atau proses seleksi peserta (meliputi persyaratan dan mekanisme seleksi). Berdasarkan pengalaman WSP dan APPSANI di atas, MCA-Indonesia disarankan untuk selektif dalam merekrut peserta pelatihan wirausaha sanitasi. Kriteria yang ditetapkan oleh MCA-Indonesia adalah sebagaiberikut: • Seorang yang telah menunjukkan ketrampilan sebagai wirausaha, ditunjukan oleh kegiatanya yang mampu merespon adanya peluang pasar, • Seorang yang menyatakan berminat menjadi wirausaha sanitasi yang aktif, • Seseorang atau kelompok yang direkomendasi oleh puskesmas atau dinas kesehatan,

• Seseorang dengan ketrampilan dan yang sedang menjalankan busnis seperti pemilik toko material bangunan, teknisi trampil, dan perusahaan teknik,

(20)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 19 - • Seorang yang berdomisili di daerah proyek, • Orang yang bersedia mengikuti latihan secara penuh, • Seorang yang telah mengisi lengkap lamaran menjadi peserta dan lulus tes.

Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan wirausaha adalah 499 orang atau satu peserta per kecamatan.

Master Trainer untuk pelatihan ini adalah fasilitator senior dari Direktorat Penyehatan Lingkungan atau dari Mitra atau asosiasi. Master Trainer adalah orang yang: (1) mengetahui Program STBM, (2) mengetahui materi pelatihan, (3) mendapat pelatihan TOT wirausaha sanitasi atau pelatihan TOT lainnya. Beberapa fasilitator termasuk pelaku wirausaha sanitasi akan mendukung pelatihan. Pelatihan ini direncanakan akan diadakan dengan 30 peserta untuk setiap kelas, jumlah semua 17 kelas, sehingga perlu 17 MTs. Fasilitator pelatihan dari Direktorat Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi, Mitra atau individu, dengan estimasi dibutuhkan 34 fasilitator.

Modul pelatihan menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, pelatihan ini mengurangi jumlah jam pelajaran 46 menjadi 30 jam. Penurunan materi pelatihan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan program PKGBM. Materi pelatihan meliputi: konsep dasar STBM; motivasi kewirausahaan sanitasi; konsep dasar pemasaran produk dan jasa sanitasi; jaringan untuk memasarkan produk dan jasa STBM; produk dan jasa STBM; proses produksi untuk produk dan jasa (misalnya jamban sehat) STBM; komunikasi dan teknik presentasi untuk produk dan jasa STBM; praktik penjualan dan produksi; administrasi pembukuan dan manajemen keuangan sederhana; rencana bisnis; pemantauan dan evaluasi untuk pengusaha sanitasi; Building Learning Komitmen (BLC); dan rencana tindak lanjut (RTL).

Pendampingan wirausaha sanitasi

Setelah mengikuti pelatihan wirausaha sanitasi, pengusaha sanitasi akan memperoleh panduan lebih lanjut untuk mengembangkan bisnis mereka, dan dengan demikian pendampingan akan diberikan kepada pengusaha tersebut. Tujuan pendampingan adalah sebagai berikut:

• Mengidentifikasi peluang yang dihadapi oleh wirausaha sanitasi dan menyediakan kemungkinan penyelesaian,

• Membantu para wirausaha terlatih dalam mengembangkan jajaring antar wirausaha dan dengan lembaga keuangan yang dapat membantu wirausaha untuk mengembangkan usahanya,

• Berbagi pengalaman pembelajaran antara wirausaha sanitasi.

Organisasi lain (APPSANI, pemerintah daerah, dll) bisa menjadi mentor mereka yang telah bekerja dengan dana mereka sendiri. MCA-I akan mengajak organisasi lain untuk melakukan pendampingan pengusaha sanitasi, dengan menyediakan biaya transportasi mereka. Kegiatan pendampingan ini harus dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan. b. Luaran kegiatan Secara umum luaran kegiatan suplai STBM adalah sebagai berikut: - Tersedianya pemecahan masalah sanitasi bagi keluarga yang terjangkau dan efektif, - Pelatihan wirausaha sanitasi dilaksanakan dan menghasilkan 499 wirausaha sanitasi,

- Dukungan berkelanjutan kepada wirausaha setempat. Termasuk dukungan untuk mempersiapkan materi pemasaran, mekanisme pembiayaan dan kesepakatan dengan lembaga

(21)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 20 -

pembiayaan lokal dan dukungan pada pilihan teknologi sanitasi (menuju suplai sanitasi yang terjangkau).

- Setidaknya satu pengusaha sanitasi per kecamatan akan aktif dalam menyediakan pilihan teknologi sanitasi termasuk jamban, fasilitas cuci tangan, dan sarana pembuangan air limbah

(22)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 21 -

4. Koordinasi dan Pembelajaran

4.1 Koordinasi

a. Kegiatan

Pelaksanaan STBM memerlukan dukungan dan koordinasi yang baik di antara pemangku kepentingan. Koordinasi merupakan hal penting yang harus dilaksanakan oleh sektor kesehatan kepada semua pemangku kepentingan terkait di berbagai tingkatan pemerintah. MCA Indonesia memfasilitasi dan mendukung pelaksanaan kegiatan koordinasi yang diperlukan yang diikuti oleh pemangku kepentingan terkait di semua tingkatan pemerintah sebagaimana disebutkan di bawah ini:

1) Tingkat pusat:

Kementerian Kesehatan mengkoordinasikan pelaksanaan STBM melalui lembaga-lembaga yang ada seperti Pokja AMPL, Tim Pengarah, Tim Teknis, Sekretariat STBM dan MCA Indonesia. 2) Tingkat provinsi:

Koordinasi di tingkat provinsi dilakukan melalui Pokja AMPL Provinsi. Dinas Kesehatan Provinsi sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan STBM menyampaikan kemajuan yang terkait pelaksanaan STBM ke forum Pokja AMPL. Kegiatan ini dilakukan setahun dua kali.

3) Tingkat kabupaten:

Koordinasi di tingkat kabupaten dilakukan melalui Pokja AMPL. Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab sebagai pelaksanaan kegiatan STBM dan menyampaikan kemajuan pelaksanaan STBM kepada Pokja AMPL dan forum kegiatan sosial kemasyarakatan dan kesehatan lainnya (contoh: Forum Kota/Kabupaten sehat). Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulanan.

4) Tingkat kecamatan:

Koordinasi di tingkat kecamatan dilakukan melalui forum koordinasi kecamatan. Kepala Puskesmas sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan STBM menyampaikan kemajuan pelaksanaan STBM kepada forum kecamatan yang dipimpin oleh Camat. Kegiatan ini dilakukan tiga bulanan, namun rapat koordinasi di tingkat Puskesmas dilakukan tiap bulan.

5) Tingkat desa:

Koordinasi di tingkat desa dilakukan melalui komite yang dibentuk oleh masyarakat dan menyampaikan hasil kemajuan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa dan Puskesmas. b. Luaran kegiatan Luaran kegiatan yang diharapkan dari kegiatan koordinasi ini adalah sebagai berikut: - Staf PKGBM secara rutin menghadiri dan berkontribusi ke kegiatan koordinasi di semua tingkatan (Pusat, Provinsi dan Kabupaten). - Dukungan terus menerus kepada masyarakat desa.

4.2 Pembelajaran

a. Kegiatan

Kegiatan pembelajaran penting dilakukan untuk berbagi pengalaman di dalam kegiatan pemicuan, paska pemicuan, pemantauan dan evaluasi, partisipasi sektor swasta, dan verifikasi SBS. Kegiatan

(23)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 22 -

pembelajaran ini akan dilakukan dalam bentuk kunjungan pembelajaran (contoh: kunjungan pembelajaran antar desa SBS dan antar desa yang menuju SBS) dan workshop pembelajaran.

b. Luaran kegiatan

Luaran utama dari kegiatan pembelajaran ini adalah pendokumentasian best practices dan berbagi pengalaman diantara masyarakat yang melaksanakan kegiatan STBM.

(24)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 23 -

5. Pemantauan dan Evaluasi

5.1 Peningkatan Kapasitas di dalam Pemantauan dan Evaluasi

a. Kegiatan

Sistem Pemantauan dan Evaluasi untuk pelaksanaan STBM akan menggunakan sistem Pemantaun dan Evaluasi berbasis web yang ada saat ini yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan. Sistem ini dapat diakses melalui www.stbm-indonesia.org/monev/. Tampilan layar dari laman tersebut diperlihatkan di gambar berikut ini. Mekanisme pelaporan Pemantauan dan Evaluasi hasil pelaksanaan STBM dilakukan mengikuti alur sebagai berikut:

1) Sanitarian puskesmas mengirimkan data ke server SMS di Kementerian Kesehatan. SMS tersebut akan diverifikasi oleh sistem berdasarkan data historis yang telah tersimpan sebelumnya. Apabila sistem menemukan error/input yang meragukan maka SMS akan dikirimkan kembali ke sanitarian untuk klarifikasi. Apabila tidak ada error/input yang meragukan maka data akan dikirim ke server website,

2) Staf pemantauan di tingkat Kabupaten akan masuk ke menu control panel Kabupaten melalui website STBM. Sistem akan mengenali data desa/kelurahan terhubung dengan database pengirim berdasarkan wilayah kerjanya sebagai penanggung jawab pemantauan,

3) Data dari dua sistem pemantauan akan disimpan di dalam server database melalui website dan sinkronisasi akan dilakukan melalui SMS di dalam dua database primer yang bernama data dasar dan data kemajuan.

Tujuan dari pelatihan Pemantauan dan Evaluasi adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan staf sanitasi dalam pemantauan, penyimpanan dan pelaporan kegiatan pemacuan

(25)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 24 - STBM. Pelatihan ini dibagi ke dalam dua tingkatan yaitu Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainer – TOT) dan Pelatihan untuk staf Puskesmas. • Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers – TOT): Peserta TOT adalah 1 orang dari Dinas Kesehatan Provinsi dan 1 orang dari Dinas Kesehatan Kabupaten dengan lama kegiatan pelatihan 4 hari. Total jumlah peserta pelatihan diperkirakan 75 orang. Pelaksanaan TOT akan dikoordinasikan oleh Direktorat Penyehatan Lingkungan – Kementerian Kesehatan. Master Trainer adalah fasilitator senior dari Direktorat Penyehatan Lingkungan atau dari Lembaga Mitra STBM. Pelatihan ini direncanakan diadakan dalam 4 kelas dengan masing-masing kelas diikuti oleh 20 peserta pelatihan, sehingga diperlukan 4 Master Trainer. Versi terakhir dari Modul Pelatihan disusun oleh Kementerian Kesehatan tahun 2014, pengalaman pelaksanan kegiatan STBM yang didukung oleh MCA Indonesia dapat digunakan untuk penyempurnaan Modul Pelatihan. • Pelatihan untuk staf Puskesmas Pelatihan akan diikuti oleh 1 orang staf sanitasi (Sanitarian) dari setiap Puskesmas. Pelatihan akan dilakukan selama 2 hari dengan jumlah total peserta pelatihan sebanyak 704 orang. Pelatihan akan dilakukan dalam 23 kelas dengan peserta tiap kelas adalah 30 orang sehingga diperlukan total 23 Master Trainer. Fasilitator pelatihan ini berasal dari Direktorat Penyehatan Lingkungan, Mitra atau fasilitator individu dengan perkiraan kebutuhan fasilitator sejumlah 46 orang. Modul Pelatihan yang digunakan adalah Modul yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan.

b. Output kegiatan

Jumlah peserta pelatihan, kelas dan fasilitator untuk setiap tingkatan Pelatihan dalam dilihat di dalam Tabel berikut:

Jumlah Peserta, kelas, dan fasilitator untuk setiap tingkatan pelatihan

No Tingkatan pelatihan peserta Jumlah Jumlah kelas Jumlah MT Fasilitator Jumlah Pelaksana

1 TOT Pemantauan

dan Evaluasi STBM 75 4 4 8 Kementerian Kesehatan 2 Pelatihan Pemantauan dan Evaluasi STBM 704 23 23 46 Dinas Kesehatan Provinsi Total 779 27 27 54 -

5.2 Pelaksanaan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi

Tujuan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi STBM adalah untuk mengukur perubahan yang terjadi dan mengidentifikasi pembelajaran selama pelaksanaan program. Sanitarian di Puskesmas bertanggung jawab untuk melaksanaan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dan melaporkannya melalui SMS Gateway ke Kementerian Kesehatan.

1) Pemantuan atas proses dan kemajuan pelaksanaan Program; 2) Melakukan kontrol terhadap kualitas pelaksanaan Program;

(26)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 25 -

3) Melakukan evaluasi dampak untuk menentukan kegiatan atau intervensi yang dilakukan terhadap penerima manfaat (beneficiary) dan pemangku kepentingan lainnya telah mencapai tujuan yang ditetapkan (dampak ini didefinisikan sebagai SBS tingkat rumah tangga dan Desa); 4) Dinas Kesehatan Provinsi memantau kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten untuk memastikan

keberhasilan Program;

5) Hasil Pemantauan ini menjadi baseline untuk perencanaan kegiatan STBM tahun berikutnya; 6) Menjadi bahan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Sistem Manajemen Informasi dari hasil kegiatan pemantauan yang akan dikembangkan dan dilembagakan di tingkat daerah harus memenuhi prinsip-prinsip berikut ini:

1) Keterlibatan masyarakat bersama dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan adalah sangat penting;

2) Akurasi: informasi yang disampaikan harus menggunakan data yang benar, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan;

3) Oleh sebab itu; kegiatan pemantauan dilakukan melalui sistem informasi satu pintu (SMS

Gateway). Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab untuk

memverifikasi data dan melaporkannya ke Provinsi dan Pusat;

4) Hasil informasi pemantauan harus tersedia secepatnya sehingga upaya perbaikan dapat dilakukan segera; 5) Umpan balik (feedback) adalah sangat penting sehingga manfaat dari sistem pemantauan dan pelaporan dapat dirasakan oleh semua pemangku kepentingan di setiap tingkatan.

5.3 Verifikasi SBS

Setelah seluruh rumah tangga memiliki akses ke jamban sehat dan tidak ada lagi perilaku Buang Air Besar Sembarangan atau di jamban tidak sehat maka Kader dan tokoh informal masyarakat akan menyampaikan laporan kepada Sanitarian bahwa wilayah mereka telah mencapai Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS). Karakteristik dari SBS adalah apabila semua orang telah melakukan Buang Air Besar di jamban sehat termasuk pembuangan tinja bayi, tidak ada lagi tinja yang mengkontaminasi lingkungan, dan ada komitmen masyarakat atau peraturan desa yang melarang Buang Air Besar Sembarangan.

Berdasarkan laporan tersebut, staf sanitassi dan Tim Pemicuan Kecamatan akan melakukan verifikasi. Verifikasi ini merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengkonfirmasi informasi yang dilaporkan dan memberikan pernyataan keabsahan dari laporan tersebut. Kegiatan verifikasi SBS dilakukan setelah diteriman laporan yang menyatakan 100% penduduk tidak lagi melakukan Buang Air Besar Sembarangan. Kegiatan verifikasi dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan, analisis laporan, dan diskusi mendalam dalam pencapaian pilar pertama STBM. Tim verifikasi akan berbeda-beda tergantung pada tingkatan verifikasi SBSnya.

Verifikasi desa ODF dilakukan oleh Tim Verifikasi Kecamatan yang terdiri dari 1) perwakilan masyarakat dari desa tetangga terdekat, 2) Kader dari desa tetangga terdekat, 3) Sanitarian dari Puskesmas lain. Verifikasi dilakukan dengan mengunjungi rumah tangga dari Rencana Kerja Desa dan mempelajari laporan kemajuan pembangunan jamban. Verifikasi merupakan prasyarat untuk Deklarasi SBS. Setidaknya satu desa per kecamatan akan diverifikasi untuk setiap tahunnya untuk memenuhi mandat dari Kementerian Kesehatan untuk setidaknya terdapat satu desa SBS per puskesmas setiap tahunnya. Verifikasi untuk dusun SBS akan dilakukan oleh Tim Verifikasi Desa yang terdiri dari 1) perwakilan masyarakat dari dusun tetangga, 2) Kader dari desa tetangga, dan 3) Staf Puskesmas.

(27)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) - 26 -

6. Matrik Kegiatan Rinci

DESKRIPSI KEGIATA/PERTIMBANGAN KEGIATAN/HASIL OUTPUT PENANGGUNGJAWAB DONOR/RENCANA ANGGARAN PENCIPTAAN LINGKUNGAN YANG KONDUSIF (ENABLING ENVIRONMENT) Penciptaan lingkungan yang kondusif di tingkat Provinsi7 Kegiatan peningkatan kepedualian – contoh: rapat, pertukaran kunjungan – untuk mendapatkan dan menjaga proses di provinsi komponen sanitasi di dalam program PKGBM Surat Keputusan/Edaran Provinsi mengenai pencapaoan target nasional STBM/Sanitasi - MCAI - Kementerian Kesehatan - MCA-I, sosialisasi dan workshop perencanaan di 11 provinsi Rapat koordinasi tengah tahunan di tingkat Provinsi8 Notulensi rapat - MCAI - Kementerian Kesehatan - MCA-I, lihat anggaran koordinasi di bawah. Penciptaan lingkungan yang mendukung di tingkat Kabupaten Advokasi ke Pemerintah Kabupaten dengan melibatkan dinas-dinas terkatit melalui workshop perencanaan dan peningkatan kepedulian. Yang termasuk pemangku kepentingan kunci adalah Forum kesehatan atau sanitasi, Kelompok Kerja Kesehatan. Workshop perencanaan dan peningkatan kepedulian di tingkat Kabupaten, terlaksana Strategi sanitasi dan higiene tersusun. - Dinas Kesehatan Kabupaten - NST - MCA-I, sosialisasi dan workshop perencanaan di 64 Kabupaten Melaksanakan rapat rutin untuk meningkatkan kepedulian dengan Pemerintah Kabupaten untuk menghasilkan Kesepakatan atau Keputusan/Peraturan Bupati terkait Sanitasi dan Higiene. Kesepakatan atau Keputusan mengenai Sanitasi dan Higiene tingkat kabupaten - Dinas Kesehatan Kabupaten - NST - MCA-I, kegiatan rutin, tidak diperlukan anggaran khusus. Menyusun Strateri Pengelolaan Program Sanitasi dan Higiene Kabupaten yang terdiri dari: target di tingkat kecamatan, komitmen, rencana tindak, rencana identifikasi pasar, rencana pentahapan, rencana pelaksanaan, rencana pemantauan dan rencana pengelolaan hibah. Strategi ini berlaku di tingkat Kabupaten dan Kecamatan dan harus sejalan dengan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) yang telah disusun. Dokumen Strategi Pengelolaan Program Sanitasi dan Higiene - Tim Nasional Strategi Sanitasi - Pokja Sanitasi Kabupaten - NST - Perwakilan Kecamatan - MCA-I, Workshop perencanaan penyusunan strategi sanitasi Kabupaten, 64 kegiatan tingkat Kabuapten Menyelenggarakan workshop perencanaan atau kick-off tingkat kecamatan – penyusunan tim pemicuan puskesmas, rencana Pemantauan dan Evaluasi, pemilihan desa mengacu pada kriteria, rencana pelatihan, jadwal pelatihan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Rencana kerja Puskesmas, Sistem Pemantauan dan Evaluasi - Semua Puskesmas di Kecamatan (dapat lebih dari 1) - Perwakilan desa - MCA-I, sosialisasn dan workshop perencanaan tingkat kecamatan, 499 kegiatan di tingkat 7 Catatan: koordinasi PKGBM ditingkat provinsi terjadi, tidak hanya sanitasi. Juga harus dipastikan agenda sanitasi dan higiene tertera dalam tim provinsi. 8 Juga harus diuraikan dalam bagian koordinasi di bawah

(28)

Pedoman Pelaksanaan STBM dalam Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)

- 27 -

DESKRIPSI KEGIATA/PERTIMBANGAN KEGIATAN/HASIL OUTPUT PENANGGUNGJAWAB DONOR/RENCANA ANGGARAN

kecamatan, Menerapkan pengawasan dan dukungan peningkatan kapasitas di tingkat kecamatan (dapat meliputi pelatihan, pendampingan – belajar sambil bekerja) untuk dukungan dan keberlanjutan Sanitasi dan Higiene. Hal ini meliputi manajemen, koordinasi dan administrasi kegiatan Sanitasi dan Higiene. Kegiatan Pelatihan Kegiatan pendampingan - NST - Kecamatan, Puskemas - MCA-I, pertemuan perumusan strategi dianggarkan di atas. Termasuk kegiatan rutin, tidak ada anggaran khusus. PENILAIAN LINGKUNGAN Penilaian lingkungan dilakukan di tingkat Kecamatan – contoh: Riset Pasar, status Sanitasi dan Higiene Kecamatan, status sektor swasta (CATATAN: penilaian ini direncanakan dilakukan di tingkat kabupaten dan dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas dan kegiatan pelatihan) Ringkasan kondisi Sanitasi dan Higiene di tingkat desa, sejarah Sanitasi dan Higiene, peta GIS dengan overlay informasi terkait: kapasitas sektor swasta, kepemimpinan dan tokoh yang berpengaruh, kredit mikro, kesesuaian teknologi, segmen pasar terbentuk9 - Sanitarian - Anggota Puskesmas lainnya - MCA-I, 9,600 kegiatan Penilaian awal dan pemicuan PENINGKATAN KEBUTUHAN (DEMAND CREATION) - - Meningkatkan kapasitas STBM dan paska pemicuan di semua tingkatan - - Merencanakan dan melaksanakan TOT Penilaian awal, Pemicuan dan Paska Pemicuan Sanitasi 150 staf tingkat kabupaten dilatih untuk memberikan pelatihan di tingkat Kecamatan (8 kegiatan) - Master trainer tingkat Provinsi dan Fasilitator - MCA-I, 4 kegiatan regional TOT pemicuan Merencanakan dan melaksanakan pelatihan penilaian awal, pemicuan dan paska pemicuan di tingkat Kabupaten – dilakukan oleh staf Kabupaten kepada pelaksana kegiatan di tingkat Kecamatan. 2.611 orang di tingkat Puskesmas dan Kecamatan dilatih dalam 89 kegiatan Pelatihan - Master trainer dan fasilitator tingkat Kabupaten - MCA-I, Pelatihan Pemicuan untuk Puskesmas, 89 kelas Merencanakan dan melaksanakan Pelatihan penilaian awal, pemicuan dan paska pemicuan sanitasi – dilakukan oleh Staf Kabupaten kepada pelaksana kegiatan di tingkat Desa. 4.800 Kader dan pemimpin desa dilatih dalam 152 kegiatan. - Master trainer dan fasilitator tingkat Kabupaten. - MCA-I, Pelatihan pemicuan tingkat desa, 152 kelas Pelaksanaan pemicuan dan paska pemicuan di berbagai tingkatan - - Dukungan pemicuan dan mentoring paska pemicuan, pemantauan dan promosi serta dukungan kegiatan di tingkat kecamatan dan desa. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan Dukungan rutin ke desa-desa melalui kunjungan mingguan. - Sanitarian - MCA-I, Dukungan paska pemicuan oleh Sanitarian dan 9 Empat fraksi pasar sanitasi: 1) belum terpicu; 2) terpicu tetapi gagal: 3) terpicu dan ingin berkembang; 4) SBS

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu untuk menumbuhkan kepercayaan pengguna terhadap warnet tersebut Pada penulisan ilmiah ini peulus mencoba membuat suatu aplikasi penghitungan biaya yang dikeluarkan

Kerusakan tanaman padi pada waktu bunting dan bermalai adalah yang sangat berpengaruh terhadap turunnya produksi (Brooks & Rowe 1979). Asosiasi tikus dengan manusia

Proses dan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan pada era globalisasi dapat dilakukan dengan cara (a)

PRleja prrjanjlan pinjara*rsemlnjara uanfl kedua belah pi- hak loluaaa untuk berjcnji bahva Junlah uang yan? harua dl* k*mbaliV*n bolch lebih feeaar darl jumlah yang temli dlbtrl-

[r]

ini. Ada beberapa agenda yang perlu diselesaikan kaum Muslimin pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, supaya Islam mampu bersaing dengan dunia

Taulukko 1: Avioliitossa olevien naisten työtuntien tarjonta Lähde: Meghir&Phillips 2009 Käytetty työn Kompensoimaton tarjonnan malli palkkajousto Arrellano &

Dalam literature review yang dipublikasikan oleh University of Northern Iowa (2008) terungkap bahwa riset telah membuktikan bahwa motivasi menjadi faktor penting