• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terkait Terdahulu

Penelitian ini, merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah penulis lakukan pada pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil, yaitu berupa skripsi yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi, 1996). Pada penelitian tersebut tidak direncanakan titik-titik lokasi tower dan dimensi pondasi dihitung secara manual. Penelitian ini selain digunakan sistem pakar, juga dibuat untuk merencanakan titik-titik lokasi dalam satu line transmisi dan dimensi pondasinya.

Selain penelitian tersebut, terdapat juga penelitian yang terkait dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Bagio (1996). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Bagio ruang lingkup penelitian adalah untuk mendisain satu buah struktur rangka tower untuk komunikasi, sehingga beban yang bekerja pun berbeda, seperti pada beban vertikal tidak adanya berat kawat penghantar dan berat isolator.

2.2 Saluran Transmisi

Jenis arus listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik, yaitu sistem arus bolak balik AC (alternating current) dan sistem arus searah DC (direct current). Penyaluran tenaga listrik dengan sistem arus searah baru dianggap ekonomis bila panjang saluran udara lebih dari 640 km atau saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km (Elektro Indonesia, 2000). Komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari :

- menara transmisi atau tiang transmisi beserta pondasinya; - isolator-isolator;

- kawat penghantar (conductor); - kawat tanah (ground wires).

(2)

Perencanaan saluran udara tegangan tinggi terdiri dari : - survey, pengukuran dan pemetaan rute dari saluran;. - pengujian tanah tempat menara-menara;

- perencanaan dari menara;

- penentuan dari jarak-jarak antara kawat-kawat; - pemilihan kawat (konduktor) yang ekonomis; - penentuan jumlah isolator;

- perhitungan tegangan tarik dan andongan.

Panjang saluran transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk mentransmisikan listrik. Panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya, dengan jarak gawang dasar 265 m (SPLN,1996). Untuk menghitung jumlah tower secara ideal, artinya berupa satu garis lurus dari pusat pembangkit ke pusat beban dalam satu saluran adalah sebagai berikut : 1 gawang panjang rencana saluran panjang rencana er Jumlah tow = + ... (1)

Koordinat titik yang didapat dalam koordinat cartesius, jika rencana panjang gawang di notasikan Y dan rencana panjang saluran dinotasikan L adalah (0,Y), (0,2Y), (0,3Y),..., (0,L), akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian, bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan.

2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Pembangunan pusat pembangkit dengan kapasitas produksi energi listrik yang besar : PLTA, PLTU, PLTGU, PLTG, PLTP memerlukan banyak persyaratan, terutama masalah lokasi yang tidak selalu bisa dekat dengan pusat beban seperti kota, kawasan industri dan lainnya. Akibatnya tenaga listrik tersebut harus disalurkan melalui sistem transmisi yaitu :

(3)

- gardu Induk; - saluran Distribusi.

Saluran transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar dari pembangkit ke pusat-pusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi. Macam saluran udara yang ada di sistem ketenagalistrikan PLN P3B Jawa Bali antara lain :

- Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV; - Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV;

- Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV.

Tenaga listrik yang disalurkan lewat sistem transmisi umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya. Tower adalah konstruksi bangunan yang kokoh, berfungsi untuk menyangga/merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang cukup agar aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Antara tower dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Menurut bentuk konstruksi ada beberapa jenis tower, yaitu :

- lattice tower; - tabular steel pole; - concrete pole; - wooden pole.

Lattice Tower merupakan jenis konstruksi SUTT yang paling banyak digunakan di jaringan PLN karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya. Namun demikian perlu pengawasan yang intensif karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Tower harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya yaitu :

- gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan); - gaya tarik akibat rentangan kawat;

- gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. Menurut fungsinya, tower dibagi menjadi beberapa jenis :

(4)

- Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu Induk, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.

- Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil.

- Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.

- Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan.

- Transposision tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi transmisi.

- Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi existing. - Combined tower, yaitu tower yan digunakan oleh dua buah saluran transmisi

yang berbeda tegangan operasinya.

Tabel 1. Tipe Tower

TYPE TOWER FUNGSI SUDUT

Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Suspension Tension/Section Tension Tension Tension Tension Transposisi 0o – 3 o 3 o – 20 o 20 o - 60 o 60 o - 90 o > 90 o > 90 o Sumber : PLN (2007)

Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal.

(5)

2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal

Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus. 1. Beban Vertikal

a. Beban Sendiri Menara

Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masing-masing batang dan berat per meter dari profil tersebut. Berat sendiri batang itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat profil, kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat sendiri menara.

b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara :

Jenis kawat penghantar yang dipakai adalah jenis kawat ACSR, dengan data-data sebagai berikut :

Tabel 2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir

Fungsi Kawat Penghantar

(Konduktor) Penangkal Petir (Ground Wire) • Jenis • Luas Penampang • Diameter Penampang • Berat Kawat/m’

• Tarikan Maksimum Kawat yang diijinkan

• Jumlah Kawat Yang Dipasang ACSR 153,79 mm2 16,1 mm 0,5357 kg/m’ 1300 kg 6 Buah Steel Wire 52,29 mm2 9,6 mm 0,444 kg/m’ 1000 kg 2 buah Sumber : Kusnadi (1996)

Berat kawat penghantar per jarak menara :

jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) ... (2)

(6)

jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) ... (3)

d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat - berat isolator 100 kg;

- berat orang 70 kg. 2. Beban Horizontal

a. Tekanan Angin Pada Menara

Untuk konstruksi rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama dipihak angin adalah + 1,6 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah + 1,2 (Gambar 1).

Gambar 1. Tekanan Angin Pada Menara (Cipta Karya, 1969)

maka : Wa = 1,6 x W = 1,6W kg/m2 Wa’ = 1,2 x W = 1,2W kg/m2

W = tekanan angin kg/m2

(7)

jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W ... (4)

c. Tekanan angin pada ground wire.

jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W ... (5)

2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal

Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir.

1. Beban Vertikal

Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah dengan beban kondisi tidak setimbang.

- berat sendiri menara;

- berat kawat ACSR per jarak menara; - berat kawat penangkal petir;

- berat isolator, alat-alat dan orang per kawat. 2. Beban Horizontal

Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah adanya beban akibat kawat putus.

a. Tekanan angin pada menara.

b. Tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir.

c. Komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat penangkal petir.

3. Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse

Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah : a. Beban Vertikal

b. Beban horizontal

- tekanan angin pada kawat penghantar; - akibat kawat ACSR putus;

(8)

2.4 Daya Dukung Tanah Dasar

Kekuatan daya dukung tanah dasar adalah, kekuatan tanah dasar untuk menerima beban yang bekerja diatasnya. Tanah sebagai tempat tumpuan pondasi memiliki kekuatan yang besarnya berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman lapangan, tanah dasar dapat diklasifikasikan :

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar No Klasifikasi Tanah

Dasar Jenis Tanah Dasar σt kg/cm

2

(Kekuatan Tanah Dasar Yang DiperBolehkan) 1 2 3 4 5 Tanah bagus Tanah Baik Tanah Sedang Tanah Jelek Tanah Jelek Sekali

- Tanah pasir berbatu - Tanah pasir berkerikil - Tanah pasir

- Tanah liat atau silt - Tanah liat atau silt

mengandung tanah organik - Tanah rawa/veen - Tanah lumpur + 9 Kg/cm2 + 2,75 Kg/cm2 + 1,75 Kg/cm2 + 1,25 Kg/cm2 Sumber : Soedarsono (1985) 2.5 Tekanan Angin

Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Cipta Karya, yaitu : - Pasal 4.1 Mengenai Penentuan Muatan Angin

Muatan angin diperhitungan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity presssure) yang

ditentukan dalam pasal 4.2, dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3, kecuali mengenai yang ditentukan dalam pasal 4.6 (khusus mengenai jembatan).

(9)

- Pasal 4.2 Mengenai Tekanan Tiup

i. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (2), (3) dan (4).

ii. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2, kecuali ditentukan dalam ayat-ayat (3) dan (4).

2.6 Pengertian Pondasi

Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi dua, tergantung dari perbandingan kedalaman pondasi dengan lebar pondasi, secara umum digunakan patokan (Gambar 2):

Gambar 2. Kedalaman dan Lebar Pondasi (Gunawan,1996)

- Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama dengan lebar pondasi (D < B) maka disebut pondasi dangkal.

- Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar pondasi (D > 5B) maka disebut pondasi dalam.

Untuk berat bangunan relatif tidak besar, maka biasanya cukup digunakan pondasi dangkal yang disebut pondasi langsung (spread footing), yaitu dengan memperlebar bagian bawah dari kolom atau dinding bangunan., sehingga beban bangunan disebarkan (spread) menjadi desakan yang lebih kecil dari pada daya dukung tanah yang diijinkan. Kedalaman pondasi langsung makin dangkal akan semakin murah dan semakin mudah pelaksanaannya, tetapi ada beberapa faktor yan harus diperhatikan :

(10)

- Dasar pondasi harus terletak di bawah lapisan tanah teratas (top soil) yang mengandung humus/bahan organik/sisa tumbuh-tumbuhan.

- Kedalaman tanah urug (sanitary land fill) atau tanah lunak lain (peat, muck). - Kedalaman tanah yang dipengaruhi sifat retak-retak atau kembang susut. - Kedalaman muka air tanah.

- Letak dan kedalaman pondasi bangunan lama yang berdekatan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, maka kedalaman dasar pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990).

Pondasi langsung menurut bentuk konstruksinya biasanya dibagi menjadi empat macam :

1. Pondasi menerus (Continuous footing). 2. Pondasi telapak (Individual footing).

3. Pondasi kaki gabungan (Combined footing). 4. Pondasi plat (Mat footing/Raft footing).

Pondasi yang digunakan tower SUTT adalah pondasi telapak kombinasi dengan pondasi sumuran. Untuk dapat menghitung dimensi dan pembesian pondasi tower, segala kemungkinan beban yang bekerja pada pondasi harus diperhitungkan. Beban yang bekerja pada pondasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

- beban sebagai akibat gaya kawat ACSR dan ground wire;

- beban akibat ground wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus,; - beban akibat angin pada kawat;

- beban akibat angin pada menara dan beban akibat berat sendiri menara. 2.7 Pondasi Strap Footing

Pondasi Strap footing merupakan salah satu dari jenis pondasi telapak. Bentuk ini terbentuk pada dua kolom atau lebih bangunan dengan pondasi kaki tersendiri yang dihubungkan dengan balok penghubung (strap-beam), sehingga kedua pondasi bekerja bersama-sama sebagai suatu pondasi gabungan, untuk itu balok penghubung harus kuat memikul momen yang terjadi.

(11)

2.7.1 Dimensi Pondasi Footing

Untuk dapat menghitung dimensi pondasi dilakukan dengan melakukan beberapa kontrol, yaitu :

1. Kontrol Terhadap Gaya Tarik Rumus :

T = (Vf . Bj beton bertulang) + (Vt . Bjtanah ) > Rtarik ... (6)

dimana :

T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg).

Rtarik = tegangan tarik maksimum akibat beban-beban yang bekerja (kg).

Vf = volume pondasi blok (m3).

Bjbeton bertulang = 2400 kg/cm2 (yang digunakan dalam penelitian ini).

Vt = volume tanah diatas pondasi (m3).

Bjtanah kohesif = 2000 kg/m3 .

Bjtanah non kohesif = 2300 kg/m3.

2. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Rumus yang dipakai (Kusnadi, 1996) :

α q Nu

A = ... (7) dimana :

A = luas pembebanan efektif (cm2).

Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).

qα = daya dukung tanah yang diijinkan (kg/cm2), berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Kriteria qα

Harga Rata-Rata Jenis Tanah Pondasi

qα Bila Ada Gempa (kg/cm2) qα Biasa (kg/cm2) Nilai N qu Sangat Keras 2 3 15 – 30 2 - 4 Keras 1 1,5 8 -15 1 -2 Tanah Pondasi Kohesif Sedang 0,5 0,75 4 – 8 0,5 - 1 Sumber : Suyono (1994)

(12)

2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing

Penulangan pondasi sesuai dengan syarat-syarat Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 dan perhitungan dengan cara “n” (Wang, 1993).

1. Pembesian Pelat Pondasi

pondasi q

Nu

A = ... (8) dimana :

A = luas telapak pondasi (cm2).

Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg). qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).

Momen yang terjadi pada pondasi :

M = ½ q L2 ...(9)

dimana :

M = momen pada pondasi (kg.cm).

qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).

L = panjang cabang penahan geser diukur dari pusat beban terpusat (cm). K = 2 h . b M ... (10) dimana :

K = perbandingan antara kekakuan cabang penahan geser dan kekakuan

penampang komposit sekitar penahan geser dengan lebar (kg/cm2). b = lebar pondasi (cm). h = tebal pondasi (cm). nω = n .K a σ ... (11) dimana : n = jumlah besi.

ω = koefisien tulangan tarik. σa = tegangan tarik baja.

(13)

Luas penampang pembesian :

A = nω/n . b .h ... (12) dimana :

A = luas penampang besi.

2. Pembesian Kolom

Dipakai pembesian minimum :

F besi minimum = 1% . F beton ... (13) 3. Pembesian Balok Strap

∅ = b a . n σ σ ... (14) dimana :

∅ = koefisien pada penentuan kekuatan beton.

σa = tegangan tarik baja.

σb = kekuatan tekan beton.

a a . b M . n h C σ = ... (15) dimana :

Ca = koefisien pada perhitungan penampang.

2.8 Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran adalah sebuah poros yang diborkan kedalam tanah, kemudian diisi dengan beton. Poros tersebut dapat dilapisi (dibungkus) dengan sebuah kulit logam (metal shell) untuk menahan poros tersebut sebelum pembetonan terjadi serta dibiarkan sebagai bagian dari sumuran, atau lapisan (pembungkus) tersebut dapat ditarik kembali lambat laun sewaktu poros diisi dengan beton.

Jenis pondasi sumuran berdasarkan bentuk yang dipakai pada penelitian ini adalah sumuran ujung terbuka (Open-End Caisson). Sumuran ujung terbuka

(14)

biasanya dicor ditempat dimana sumuran akan diletakkan. Mula-mula bagian yang tajam dibuat di permukaan tanah. Ketika pengerjaan tubuh beton sudah mendekati penyelesaian, penggalian di dalam sumuran dimulai. Selama pengalian, sumur mulai terbenam. Kemudian ketika bagian atas dari tubuh sumuran terbenam dan mendekti dasar pondasi, unit sumuran yang lain mulai disambungkan. Kemudian penggalian di dalam sumuran dan penambahan tubuh sumuran diulangi, sampai sumuran berpijak pada kedalaman yang direncanakan. Akhirnya, lantai beton dasar dikerjakan, kemudian bahan-bahan (tanah dan pasir atau air) pada kaison diisikan, lalu lantai penutup diselesaikan.

2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran

1. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi

Menurut Meyerhof untuk sumuran dengan penampang bundar (Sarjono, 1991), digunakan rumus :

Qu = 40 N . Ab + 1/5 As N... (16)

dimana :

Qu = Nu. Sf

Nu = beban vertikal yang bekerja pada pondasi

Sf = faktor keamanan, diambil 2,8

2 b . . 4 1 A = π D D = diameter pondasi (m). As = π 1. L L = Panjang pondasi

Hubungan antara nilai qc dan nilai N menurut Miki, seperti yang terlihat

dibawah ini :

qc = 3N ... (17)

dimana :

qc = nilai konus jenis tanah setempat (kg/cm2).

(15)

2. Kontrol Terhadap Momen Guling

Berdasarkan perencanaannya sumuran yang dipakai adalah tiang pendek dengan ujung atas ditahan terhadap perputaran sudut (Gambar 3).

Gambar 3. Sumuran Ujung Atas Tertahan (Cipta Karya, 1983)

Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tegangan lateral yang diijinkan. Apabila tidak ditentukan dari hasil penyelidikan tanah, tegangan lateral yang diijinkan (R) dapat diambil dari tabel 5.

Tabel 5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan

Jenis Tanah (R) kg/cm2/m’

Kerikil bergradasi baik Lempung keras padat Pasir kasar padat

Pasir kasar dan halus padat Lempung setengah keras Pasir halus padat

Lanau

Lempung pasiran

Campuran pasir dan lanau padat Lempung Lunak

Campuran pasir organik sangat lunak atau lepas dan lanau, atau lumpur 6500 6500 5500 5000 5000 4000 3500 3500 3500 1500 0 Sumber : Cipta Karya (1983)

(16)

Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv. Panjang pondasi sumuran (L) diperlukan oleh sumuran untuk menyalurkan momen luar (Mo) dan beban horizontal (Ho) akibat beban kerja dari ujung atas sumuran ke tanah sekelilingnya tanpa dilampaui tegangan lateral yang diijinkan (R). Momen puntir yang terjadi :

Mu = T . D ... (18)

dimana :

Mu = momen puntir (kg.m)

T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg). D = diamater pondasi (m).

2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran

Pembesian pondasi dipakai penulangan minimum (Kusnadi, 1996) dengan rumus sebagai berikut :

Bila D > 80 cm, maka : 2 g . . 4 1 A = π D ... (19) g A 2 1 Amin = ... (20) dengan syarat : Amin > 0,005.Ag

Amaks > 0,060.Ag

dimana : A = luas penampang besi (cm2) 2.9 Sistem Pakar (Expert System)

Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Feigenbaum di dalam Harmon dan King yang dikutip oleh

(17)

Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur inferensi untuk memecahkan masalah yang cukup rumit atau memerlukan kemampuan seorang pakar untuk memecahkannya.

Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu.

1. Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode)

Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar. Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar dengan pakarnya.

2. Modul Konsultasi (Consultation Mode)

Pada saat sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas permasalahan yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul konsultasi. Pada modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sistem.

3. Modul Penjelasan(Explanation Mode)

Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana suatu keputusan dapat diperoleh).

2.10 Struktur Sistem Pakar

Sistem pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu lingkungan konsultasi dan lingkungan pengembangan, dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut ini penjelasan sebagian komponen-komponen struktur sistem pakar pada Gambar 4.

1. Antarmuka Pemakai (User Interface). Sistem Pakar mengatur komunikasi antara pengguna dan komputer. Komunikasi ini paling baik berupa bahasa

(18)

alami, biasanya disajikan dalam bentuk tanya-jawab dan kadang ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik.

2. Subsistem Penjelasan (Explanation Facility). Kemampuan untuk menjejak (tracing) bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil merupakan hal yang sangat penting untuk transfer pengetahuan dan pemecahan masalah. Komponen subsistem penjelasan harus dapat menyediakannya yang secara interaktif menjawab pertanyaan pengguna.

3. Mesin Inferensi (Inference Engine), merupakan otak dari Sistem Pakar. Juga dikenal sebagai penerjemah aturan (rule interpreter). Komponen ini berupa program komputer yang menyediakan suatu metodologi untuk memikirkan (reasoning) dan memformulasi kesimpulan. Kerja mesin inferensi meliputi: 4. Papan Tulis (Blackboard/Workplace), adalah memori/lokasi untuk bekerja dan

menyimpan hasil sementara, biasanya berupa sebuah basis data.

(19)

5. Basis Pengetahuan, berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasi, dan memecahkan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas dua elemen dasar:

- Fakta, misalnya: situasi, kondisi, dan kenyataan dari permasalahan yang ada, serta teori dalam bidang itu

- Aturan, yang mengarahkan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang spesifik dalam bidang yang khusus

6. Sistem Penghalusan Pengetahuan (Knowledge Refining System). Seorang pakar mempunyai sistem penghalusan pengetahuan, artinya, mereka bisa menganalisa sendiri performa mereka, belajar dari pengalaman, serta meningkatkan pengetahuannya untuk konsultasi berikutnya. Pada Sistem Pakar, swa-evaluasi ini penting sehingga dapat menganalisa alasan keberhasilan atau kegagalan pengambilan kesimpulan, serta memperbaiki basis pengetahuannya.

2.11 Representasi Pengetahuan

Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan basis pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu sehingga dapat diketahui relasi/keterhubungan antara suatu data dengan data yang lain. Teknik ini membantu knowledge engineer dalam memahami struktur pengetahuan yang akan dibuat sistem pakarnya.

Menurut Firebaugh (1989), terdapat empat metode untuk representasikan pengetahuan, yaitu :

- Jaringan semantik (sematic network)

Pengetahuan diorganisasikan dengan menggunakan jaringan yang disusun oleh dua komponen dasar, yaitu node dan arc. Node menyatakan objek, konsep, atau situasi yang ditunjukkan oleh kotak atau lingkaran, sedangkan arc menyatakan hubungan antar node yang ditunjukkan oleh tanda panah yang menghubungkan node-node dalam jaringan.

(20)

Digunakan untuk mempresentasikan pengetahuan dalam konteks dimana urutan kejadian dan objek muncul. Sebuah frame digambarkan dengan menggunakan jaringan dari node-node dan hubungan-hubungan. Level teratas dari frame menyatakan atribut-atribut sedangkan level terendah memiliki terminal dan slot yang harus diisi oleh data. Script menyerupai frame dengan informasi tambahan tentang urutan kejadian yang diharapkan serta tujuan dan rencana dari aktor yang terlibat (Firebaugh, 1989).

- Aturan produksi

Representasi rule base diimplementasikan ke bentuk clauses : 1. Question Clause

Digunakan untuk mengidentifikasi fakta yang didapat dengan cara menanyakan kepada user secara langsung tentang nilai fakta yang ada. Fakta ini merupakan fakta yang bersifat dasar.

Struktur Question Clause :

ASK <variabel> : “<teks pertanyaan>”

CHOICE <variabel> : “<pilihan yang disediakan>” 2. Rule Clause

Digunakan untuk mengidentifikasikan pengetahuan berdasarkan metode yang dipilih. Clause ini digunakan untuk memulai menderivikasi fakta yang diperlukan yang secara garis besar digambarkan sebagai berikut : RULE <labeln> IF <variabel><operator><nilai> AND <variabel><operator><nilai> AND ... THEN <variabel><operator><nilai> 2.12 Inferensi Pengetahuan

Inferensi pengetahuan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam sistem pakar. Komponen ini berperan dalam penarikan kesimpulan untuk menyelesaikan masalah. Beberapa metode inferensi pengetahuan telah dikembangkan seperti:

(21)

- backward/forward chaining; - inheritance;

- probabilistik dan bayesian; - logika fuzzy dan inferensi fuzzy; - teori dempster-shafer;

- model logik.

Dalam melakukan proses pencarian untuk menemukan goal pada ruang permasalahan, sebuah sistem perlu menentukan strategi pencarian yang paling tepat untuk dapat menemukan goal secara eifisien. Strategi pencarian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Forward chaining (data driven), dimana pencarian dilakukan dari kondisi awal (start state), kemudian dengan menggunakan fakta-fakta yang ada dilakukan proses pencocokan (matching) dan inferensi sampai ditemukan goal state.

2.13 Model Pengembangan Sistem

Model pengembangan sistem (perangkat lunak) yang dikenal antara lain terdiri dari (Pressman, 1997) :

- Metode yang paling dikenal disebut juga sebagai System Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method, terdiri dari tahapan perencanaan sistem (rekayasa sistem), analisa kebutuhan, desain, penulisan program, pengujian dan perawatan sistem.

- Model prototipe (prototyping model), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan dan perbaikan, desain cepat, pembentukan prototipe, evaluasi pelanggan terhadap prototipe, perbaikan prototipe dan produk akhir.

- Rapid Application Development (RAD) model, dengan kegiatan dimulai pemodelan bisnis, pemodelan data, pemodelan proses, pembangkitan aplikasi dan pengujian.

- Model evolusioner yang dapat berupa model inkremental atau model spiral. Model inkremental merupakan gabungan model sekuensial linier dengan prototyping (misalnya perangkat lunak pengolah kata dengan berbagai versi). Sedangkan model spiral menekan adanya analisa resiko. Jika analisa resiko

(22)

menunjukkan ada ketidakpastian terhadap kebutuhan, maka pengembangan sistem dapat dihentikan.

- Teknik generasi ke-empat (4GT), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan, strategi perancangan, implementasi menggunakan 4GL dan pengujian.

2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC)

Model sekuensial linier untuk software engineering, sering disebut juga System Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method (Gambar 5). Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Dimodelkan setelah siklus rekayasa konvensional, model sekuensial linier melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai berikut (Pressman, 1997) :

1. Rekayasa dan pemodelan sistem/informasi.

Karena sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke software tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika software harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti

software, manusia, dan database. Rekayasa dan anasisis system menyangkut

pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta disain tingkat puncak. Rekayasa informasi mancakup juga pengumpulan kebutuhan pada tingkat bisnis strategis dan tingkat area bisnis.

2. Analisis kebutuhan Software

Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khusunya pada

software. Untuk memahami sifat program yang dibangun, analis harus memahami

domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan interface yang diperlukan. Kebutuhan baik untuk sistem maupun software didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan.

3. Desain

Desain software sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur software, representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Proses desain

(23)

menterjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi software yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi

software.

4. Generasi Kode

Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk mesin yang bias dibaca. Langkah pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara yang lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis.

5. Pengujian

Sekali program dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal software, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional, yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan – kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan.

6. Pemeliharaan

Software akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan

(perkecualian yang mungkin adalah software yang dilekatkan). Perubahan akan terjadi karena kesalahan – kesalahan ditentukan, karena software harus disesuaikan untuk mengakomodasi perubahan – perubahan di dalam lingkungan eksternalnya (contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja. Pemeliharaan software mengaplikasikan lagi setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang baru lagi.

Gambar

Tabel 1. Tipe Tower
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar  No  Klasifikasi Tanah
Tabel 4. Kriteria q α
Gambar 3. Sumuran Ujung Atas Tertahan (Cipta Karya, 1983)

Referensi

Dokumen terkait

Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, gejala klinis, antara lain nyeri kepala, akan muncul perlahan-lahan, apalagi bila topis neoplasma di daerah otak yang tidak

Setiap peserta boleh mengikuti lebih dari satu tim (maksimal 2 kelompok). Setiap tim mengirimkan satu karya tulis. Karya tulis yang dikirimkan merupakan karya tulis

Berdasarkan hasil penelitian tingkat daya tarik objek wisata alam di Kabupaten Kebumen terbagi menjadi tingkat daya tarik tinggi dimiliki oleh Goa Jatijajar, tingkat daya

Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang

Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada stroke penurunan hanya boleh 20%

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data bahasa Inggris dari buku Morpholgy: Word Structure In Generative Grammar ( John T. Jensen 1990) dan artikel dari

Analisis debit sub DAS Tapung dilakukan menggunakan program SWAT, pada kondisi awal simulasi ini digunakan nilai parameter – parameter yang ditentukan oleh