• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNITAS PEMBUAT KASUR (STUDI GENDER KETERLIBATAN IBU RUMAH TANGGA DALAM KERAJINAN KASUR KABUPATEN BANTAENG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNITAS PEMBUAT KASUR (STUDI GENDER KETERLIBATAN IBU RUMAH TANGGA DALAM KERAJINAN KASUR KABUPATEN BANTAENG)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNITAS PEMBUAT KASUR (STUDI GENDER

KETERLIBATAN IBU RUMAH TANGGA DALAM

KERAJINAN KASUR KABUPATEN BANTAENG)

SKRIPSI OLEH :

IDRIS 10538 2774 13

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : IDRIS

NIM : 10538277413

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : Komunitas Pembuat kasur (Studi Keterlibatan Ibu

Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur Kabupaten Bantaeng)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Juli 2020 Yang Membuat Pernyataan

IDRIS 10538277413

(5)

v

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : IDRIS

NIM : 10538277413

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Judul Skripsi : Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah

Tangga Dalam Kerajinan Kasur Kabupaten Bantaeng)

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas..

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar , juli 2020 Yang membuat perjanjian

IDRIS

10538277413 Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Drs.H. Nurdin, M.Pd NBM. 575474

(6)

Sesuatu yang mudah didapat,

mudah dibuang

Sesuatu yang mudah dipelajari,

mudah di lupakan

Maka perjuangkanlah segala sesuatu,

agar tidak mudah dibuang dan dilupakan

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda

kasihku kepada kedua orang tua dan saudara-saudaraku

yang tercinta, serta orang-oarang yang ada disekitarku

yang begitu banyak berkorban baik meteriil maupun

moral demi keberhasilan ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunianya

kepada kita semua... Amin

(7)

ABSTRAK

IDRIS, 2020. Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah

Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng) Skripsi. Program studi pendidikan sosiologi fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Pembimbing Hidayah Quraisy dan Jamaluddin Arifin.

Penilitian tentang Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng). Adapun rumusan masah yaitu Bagaimana keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng dan Bagaimana dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur. Jenis penelitian menggunakan snowball sampling, pegumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran adalah ibu rumah tangga yang terlibat dalam kerajinan atau buruh kasur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan ibu rumah tangga dalam kerajinan atau buruh kasur faktor ekonomi, di mana mayoritas masyarat di desa Bonto Jaya adalah petani yang penghasilannya tidak seberapa ditambah lagi untuk mendapatkan hasil pertaniannya di tunggu kurang lebih 3 bulan. Harapan kami sebagai peniliti, pemerintah ikut serta membantu dalam segi penjualan maupun pelatihan khusus yang bisa memperkenalkan model-model yang ikut pasaran modern dengan tetap pembuatan secara secara tradisional.

(8)

Assalamu Alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman,Islam, kesempatan,

serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

Tidaklah mudah untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa sejak penyusunan skripsi sampai skripsi ini rampung, banyak hambatan, rintangan, dan halangan. Namun berkat bantuan , motivasi, dan doa dari berbagai pihak semua ini dapat teratasi dengan baik. Jika terdapat kesalahan atau kekurangan pada skripsi ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaannya.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga untuk kedua orang tua, kakak kandung dan adik kandung, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian,doa dan kasih sayang serta liter-liter keringat yang iah perah seorang diri guna melihat penerusnya dapat mengenyam pendidikan jauh lebih layak daripadanya yang tentu takkan bisa penulis balas.

Penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM., Rektor Universitas

(9)

Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan Drs.H.Nurdin,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. Hidayah Quraisy, M.Pd. pembimbing I, Jamaluddin Arifin S.Pd, M.Pd pembimbing II, atas segala bimbingan, arahan, waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan semoga segala bimbingan dan arahan yang diberikan menjadi amal ibadah disisi Allah SWT, Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyalurkan ilmunya secara ikhlas dalam mendidik penulis, Sahabat-Sahabatku, Rekan-Rekan Berlembaga dan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.

Akhirnya penulis berharap semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT, dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.

Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Juli 2020

IDRIS

10538 2774 13

(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TUJUAN PUSTAKA A. Konsep Pembagian Kerja Dalam Keluarga... 9

1. Keluarga ... 9

2. Pembagian kerja suami istri dalam keluarga... 11

(11)

xi

4. Pengambilan keputusan antara suami istri ... 19

B. Industry rumah tangga (Home Industry)... 22

1. Industry kecil modern ... 24

2. Industry kecil tradisional... 24

3. Industry kerajinan kecil... 25

C. Kerangka konsep... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 30 B. Lokus Penelitian... 31 C. Informan Penelitian... 31 D. Fokus Penelitian... 32 E. Instrument Penelitian ... 33 F. Sumber Data... 34

G. Teknik Pengumpulan Data... 34

H. Teknik Analisis Data... 36

I. Teknik Keabsahan Data ... 38

BAB IV GAMBARAN DAN HISTORI PENELITIAN A. Georafis... 39

B. Administratif ... 40

C. Luas Potensi Lahan ... 41

D. Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 42

E. Kawasan Pariwisata ... 43

(12)

xii

bekerja diusaha kerajinan kasur kabupaten Bantaeng... 50 B. Dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga

dalam usaha kerja kasur ... 54

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 59 B. Saran... 60 DAFTAR PUSTAKA... 61 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Table 1.1 Informan Penelitian ... 32

Tabel 1.2 Posisi Geografis Kabupaten Bantaeng ... 39

Tabel 1.3 Administratif Kabupaten Bantaeng... 40

Table 1.4 Luas Lahan Kabupaten Bantaeng... 42

(14)

xiv

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu Negara berada di tangan kaum perempuan.Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan, namun pada kenyataannya perjalanan perempuan dalam melahirkan penerus peradaban tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam kehidupan sosial melalui banyak kendala. Kendala ini datang baik dari keluargasebagai unit sosial terkecil dan dari masyarakat sebagai pembentuk suatu nilaiyang ditetapkan, terutama kepada perempuan. “Kenyamanan” akan kedudukandan peran perempuan saat itu membawa perempuan ke dalam golongan makhlukkelas dua yang menjadikan kedudukan dan peran perempuan tidak terlaludiperhitungkan dalam kehidupan sosial.

Disebutkan oleh Fakih (2013, hlm. 5) bahwa “mempertanyakan status kaum perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan sistem dan struktur yangtelah mapan, bahkan mempertanyakan status kaum perempuan pada dasarnyamenggoncang struktur dan sistem status quo ketidakadilan tertua dalammasyarakat.”Terlihat betapa saat itu perempuan dianggap telah memeroleh“kenyamanan” dalam kehidupan sosial. Kenyamanan dalam ketidakadilan yang dikonstruksi secara sosial.Ketidakadilan dalam hak

(16)

memperoleh pendidikan,bekerja di ranah publik dan seluruh pekerjaan domestik yang hanya dibebankankepada perempuan.

Aktivitas sosial yang selanjutnya membentuk pola piker mengenai jenis kelamin perempuan dan laki-laki dan penyertaan hak serta kewajibannya dalamranah sosial.Aktivitas sosial yang selanjutnya menjadikebiasaan dan dilekatkan pada kedua jenis kelamin ini dan melahirkan sebuah konstruksi sosial.Ketidakadilan terhadap perempuan dihasilkan oleh konstruksi sosial yang tentunya dipengaruhi pula oleh lokasi sosial perempuan. Lokasi sosial yaitu lokasiglobal tempat perempuan itu tinggal, memiliki andil dalam penanaman nilaiterhadap perempuan dan laki-laki yang selanjutnya ikut menentukan bagaimanacara pandang terhadap perempuan dan laki-laki. Seperti yang diungkapkan oleh Ritzer (2012, hlm. 776) bahwa:

“ketidak terlihatan, ketidak setaraan, dan perbedaan-perbedaan peran dalam hubungannya dengan laki-laki mencirikan secara umum kehidupan wanita, dipengaruhi oleh lokasi sosial wanita yakni, oleh kelas, ras, usia, pilihan afeksional, status perkawinan, agama, entitas, dan lokasi globalnya.”

Terdapat banyak nilai-nilai yang dilekatkan pada perempuan yang membuat perempuan berada dalam kelompok inferior.Sebagai contoh adalahketika perempuan dianggap hanya pantas menempati ranah domestik yaitu dapur,sumur dan kasur.Hal ini dikonstruksi secara sosial, melekat dalam diri perempuan dan dianggap sebagai hak kodrati atau sesuatu yang nature bagiperempuan. Sehingga tabu hukumnya jika perempuan menembus ranah public dan berbuat lebih banyak di dalam ranah sosial.

(17)

3

Pembagian kerja antara laki – laki dan wanita telah ada, laki – laki pada bidang publik sedangkan wanita pada bidang domestik. Pada bidangdomestik ini wanita bekerja di dalam rumah tangga. Pekerjaan wanita menurut ukurannya adalah menjarum, memotong pakaian, menjahit, bertenundan pengantar kopi untuk suami (Idrus, 1989: 120).

Wanita di dalam rumah tangga hanya sebagai pelaksana, keputusan penting dalam rumah tangga masih berada dalam tangan laki–laki. Menurut Freud dalam Arif Budiman (1985: 15) terjadinya pembagian kerja secara jenis kelamin sudah menjadi kodrat dari wanita itu sendiri, dari segi kekuatan wanita lebih lemah di bandingkan dengan laki–laki, faktor pendidikan juga mempengaruhi wanita dalam mencari pekerjaan di luar rumah sehingga wanita dalam mendapatkan pekerjaan kalah bersaing dengan laki–laki sehingga adanya pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Setidaknya seperti itu gambaran klasik yang telah lama berkembang dari zaman dahulu,bahwa laki–laki lebih kuat dan masih mendominasi adalah mitos yang masihmelekat sampai sekarang.

Pada satu rumah tangga, apabila hasil pendapatan yang bisa dikatakan kurang yang hanya mengharapkan penghasilan dari suami, wanita atau istriakan mencari jalan alternatif atau ikut bekerja di luar (publik) seperti buruhatau petani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sehingga wanita dalam rumah tangga memiliki dua pekerjaan seperti mengurusi semua yang berhubungan dengan keluarganya dan pekerjaan di luar rumahnya. Hakikatnya, seorang wanita dalam rumah tangga seharusnya dapatmenjalankan pekerjaan atau tugasnya sebaik mungkin demi keutuhankeluarga, dan juga harus dapat berperan dalam pengaturan

(18)

ekonomi keluarga begitu juga dalam menghasilkan uang. Jadi wanita mempunyai dua posisidalam bekerja yaitu dalam pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan (Sajogyo, 1983: 49).

Pada dasarnya, masyarakat juga menganut sistem kekerabatan patriakat seperti masyarakat pada umumnya.Sistem Patriakat adalah kekuasaan berada ditangan ayah atau pihak laki-laki.Dalam nilai patriakat, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan.Perempuan dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan.Kedudukan sepertiini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki. Dengankata lain bahwa untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita tergantung kepadalelaki sebagai pencari nafkah (Sudarwati, 2011).

Faktor sosial budaya yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum ibu di dalamdunia bisnis tidak mendapat kepercayaan, pada akhirnya membuat kaum ibu sulituntuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam area pekerjapublik. Namun jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering kali kaumibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga.Fakta ini terutama dapat terlihat padakeluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah, banyak dari kaum ibuyang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarga.Pada keluarga yang tingkat perekonomiannya kurang atau pra-sejahtera peran ibu tidak hanya dalam arealpekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan terjadi karena penghasilan sang ayah sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupikebutuhan keluarga

(19)

5

Berdirinya komunitas perempuan pembuat kasur berpengaruh pada perkembangan perekonomian masyarakat Bonto Jaya.Mayoritas buruh yang bekerja pembuat kasur adalah perempuan. Buruh perempuan bekerja di bagian produksi yaitu pada pembuatan kasur, hal ini sesuai dengan pendapat Suryaningrat (1984 :163) bahwa tumbuhnya sektor industri baik di kota maupun pedesaan membuka kesempatan kerja. Khususnya di bidang produksi barang konsumsi, terdapat adanya kecenderungan untuk memprioritaskan pemberian kesempatan kepada wanita karena sifat ketelitiannya dan keluwesannya.

Peran perempuan dalam kehidupan terus berubah untuk menjawab tantangan jaman, tidak terkecuali mengenai peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perempuan banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga, sebagiamana pendapat Suryaningrat (1984 :163) bahwa nampaknya desakan kebutuhan hidup telah banyak mempengaruhi wanita yang mempunyai tanggungan dalam menentukan sikap mengisi kesempatan kerja, sehingga menerima pekerjaan, sasaran mencari nafkah sering tidak memandang segi-segi negatif bagi dirinya. Apakah hal tersebut juga jerjadi pada komunitas perempuan pembuat kasur pada masyarakat Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng.

Menurut Budiman (1985: 52) faktor kemiskinan di pedesaan, karena penghasilan suami kurang, maka wanita desa terpaksa, bagaimanapun juga, untuk mencari pekerjaan yang menghasilkan, pekerjaan di desa pada umumnya tidak menuntut pendidikan yang tinggi, dengan demikian faktor pendidikan bagi wanita di desa kurang berperan. Begitu juga pada perempuan pembuat kasur yang

(20)

bekerja di Desa Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng, buruh perempuan mayoritas berpendidikan rendah dan bekerja untuk membantu siuami mencukupi kebutuhan rumahtangga.

Pada dasarnya suami atau laki-laki sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga mempunyai tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama dalam keluarganya, akan tetapi tidak berarti istri tidak dibenarkan untuk membantu suami mencari nafkah. Keputusan perempuan untuk keluar rumah bekerja akan membawa berbagai implikasi baik sosial, politis, dan psikologis. Dunia kerja yang selama ini selalu dianggap milik laki-laki sebagai dunia publik mulai mendapat perhatian dari kalangan perempuan yang selama ini diasumsikan selalu bekerja di dunia domestik. Pergeseran ini akan memberi berbagai dampak pada perempuan, laki-laki dan masyarakat secara umum. Banyaknya perempuan bekerja di luar rumah, menyebabkan terbentuknya pengalaman baru bagi perempuan sehingga menjadi sosok yang lain dibandingkan jauh sebelumnya (Astuti, 2008:111).

Begitu juga yang terjadi pada komunitas perempuan pembuat kasur.Komunitas perempuan pembuat kasur di Desa Bonto Jaya, Kabupaten Bantaeng bekerja diranah publik dengan bekerja sebagai pembuat kasur. Perempuan yang bekerja akan memiliki dua peran yaitu, di satu pihak wanita aktif sebagai ibu rumah tangga, banyak dituntut tanggung jawab terhaadap kehidupan, kesejahteraan, maupun kebahagiaan keluarga, dan di pihak lain kegiatan dalam rangka pengabdian masyarakat sebagai pekerja sosial, perempuan dituntut kesadaran serta kemampuannya, maupun sebagai wanita aktif dalam melaksanakan peran karena lingkungan pekerjaan suami, Hemas (1992: 46). Sama

(21)

7

halnya dengan buruh perempuan pengrajin kasur lantai yang memiliki dua peran, yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai pembuat kasur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng

2. Bagaimana dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, makatujuan daripenelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mengetahui dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka ilmu pengetahuan mengenai pemahaman konsep keterlibatan Ibu Rumah Tangga dalam kerajinan kasur.

(22)

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian lain agar bisa dilakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang.

2. Secara Praktis Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng)

(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembagian Kerja Dalam Keluarga

1. Keluarga

Keluarga menurut para ahli sosiologi mempunyai dua pengertian yaitu keluarga sebagai institusi sosial dan keluarga sebagai kelompok sosial (Leslie, 1967: 4), yaitu pertama, keluarga sebagai institusi sosial yaitu sistem norma sosial (masyarakat). Kunci dalam melihat keluarga sebagai institusi sosial adalah adanya sekumpulan norma yang mengatur individu-individu dalam berperilaku di masyarakat sehingga norma-norma yang berlaku dalam keluarga akan tercermin dalam masyarakat (Leslie, 1967: 5). Norma-norma yang ada senantiasa ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pentransmisian ini dilakukan keluarga melalui sosialisasi. Sosialisasi ini merupakan fungsi utama dalam keluarga di dalam kedudukannya sebagai institusi sosial yang mendasar dalam masyarakat.

Kemudian keluarga sebagai kelompok sosial yang merupakan himpunan atau kesatuan yang hidup bersama. Menurut Leslie, sebagai kelompok sosial, hubungan yang terjadi pada setiap anggota keluarga bersifat lebih emosional karena adanya ikatan batin. Hubungan tersebut menyangkut kaitan timbal balik yang saling memengaruhi dan juga kesadaran untuk saling menolong (Leslie, 1967: 21). Menurut Charles Horton Cooley keluarga sebagai kelompok sosial dapat diklasifikasikan menjadi kelompok sosial primer. Hal ini karena kuantitas

(24)

keluarga adalah kecil dan hubungan yang terjadi antar anggota kelompok sifatnya terus menurut/langgeng, emosi atau spesifik dan saling ketergantungan, dan frekuensi tatap muka yang sering terjadi. Keluarga sebagai kelompok sosial primer merupakan tempat yang mempersiapkan setiap anggota keluarga untuk kehidupan sosial karena adanya norma-norma, nilai-nilai, dan simbol-simbol. Keluarga sebagai kelompok sosial primer memungkinkan setiap anggotanya untuk saling mengenal secara pribadi. Semakin lama mereka bersama-sama semakin sering serta mendalam kontak di antara mereka, karena itu pula kelompok sosial primer dikatakan berfungsi sebagai alat utama bagi pengendalian sosial (Leslie, 1967: 215).

Pengertian keluarga berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (Abu&Nur, 2001: 176), bahwa keluarga berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula dan warga. Didalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara keseluruhan. Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih.

(25)

11

Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono, 2004: 23): a) Keluarga batih berperan sebagi pelindung bagi pribadi-pribadi yang

menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut.

b) Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materil memenuhi kebutuhan anggotanya.

c) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.

d) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

2. Pembagian Kerja Suami Istri dalam Keluarga

Semakin berkembangnya industrialisasi membuat masyarakat semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan terutama di daerah perkotaan. Semakin ketatnya persaingan kerja yang terjadi membuat telah terjadinya sebuah perubahan di dalam peran keluarga. Peran istri yang bekerja di ranah industri tak jarang semakin dibutuhkan. Pandangan keluarga tradisional tidak lagi menjadi sebuah panutan oleh masyarakat. Hal ini telah dibuktikan dengan munculnya fenomena sosok suami yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk di rumah dan istri yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Hal ini pun terjadi karena menurut beberapa pakar sosiologi (Norton & Glick, 1977; John Peters, 1979; Scanzoni & Scanzoni, 1981) semakin kuatnya industrialisasi dapat memudarkan ideologi, kultur serta batas-batas kebangsaan suatu negara (Ihromi, 1990: 140).

Talcott Parsons juga melihat bahwa terdapat dampak positif industrialisasi di dalam keluarga terkait dengan perubahan beberapa fungsi di keluarga (Parsons,

(26)

1973:15). Pandangan tradisional yang selama ini digunakan bersifat “a segregated

conjugal role-relationship” atau hubungan peran konjugal yang tersegregasi,

yaitu adanya pembagian tugas yang jelas antara suami dan istri khusunya dengan adanya pemisahan tugas laki-laki untuk suami dan perempuan untuk istri. Sehingga dengan semakin kuatnya industrialisasi dan semakin luasnya kesempatan kerja yang dimiliki oleh perempuan, maka pandangan tradisional secara perlahan pun mulai beralih menjadi “a joint conjugal role-relationship” (Bott, 1973: 218) atau hubungan peran konjugal bersama, dimana suami dan istri melakukan aktivitas rumah tangga bersama-sama dengan perbedaan tugas dan pemisahan kepentingan se-minimal mungkin. Hal tersebut yang kemudian membuat suami dan istri secara bersama menentukan apa yang harus mereka lakukan atau rencanakan secara bersama-sama.

Penelitian yang dilakukan oleh Pradewi tahun 1993 (Triwarmiyati, 2009), menyebutkan bahwa para suami yang memiliki istri yang bekerja dalam interaksi pertukaran akan memperhitungkan tindakan-tindakannya, terkait dengan posisi istri yang juga memiliki sumbangan yang sama seperti yang diberikannya. Sehingga posisi istri tidak lagi sebagai orang yang hanya menerima pelayanan kebutuhan- kebutuhan sepihak dari suami tetapi pelayanan tersebut juga diberikan oleh pihak istri. Keterlibatan istri dalam yang juga bekerja di ranah industri memiliki tempat tersendiri dimana istri juga memiliki kontribusi dalam menghasilkan sumber daya ekonomi keluarga (Triwarmiyati. 2009: 4).

Salah satu model pendekatan dalam hubungan suami istri yang menghubungkan aspek-aspek psikologis, kebudayaan, dan sosial-ekonomis adalah

(27)

13

dengan membuat pembedaan antara orientasi domestik dan orientasi publik yang dapat ditemukan dalam hampir seluruh masyarakat (Rosaldo & Lamphere, 1974: 18). Pembedaan antara aspek domestik dan publik memberikan suatu kerangka struktural yang penting untuk mengdentifikasi dimana pria dan wanita ditempatkan dalam kehidupan suatu masyarakat. Aspek domestik diartikan sebagai hal-hal yang meliputi kegiatan-kegiatan penyelenggaraan dalam unit keluarga yang terbatas, sedangkan aspek publik dapat pula di artikan hal-hal yang meliputi kegiatan politik dan ekonomi yang mempunyai pengaruh kuat pada satuan keluarga tersebut dan yang berhubungan dengan pengawasan pada anggota atau barang-barang yang dimiliki oleh keluarga tersebut (Rosaldo & Lamphere, 1974: 190). Pembedaan aspek domestik dan publik tersebut tidak dimaksudkan untuk menentukan stereotype secara budaya dalam menilai pria dan wanita, tetapi lebih menekankan dukungan terhadap identifikasi yang sangat umum dari wanita sebagai identik dengan kehidupan domestik dan pria dengan publik (Rosaldo & Lamphere, 1974: 24).

Scanzoni dan Scanzoni (Scanzoni & Scanzoni, 1981) juga menambahkan bahwa pembagian peran suami yang diharapkan ialah yang bersifat instrumental. Peran instrumental adalah peran yang berorientasi pada pekerjaan untuk mendapatkan nafkah.

Sedangkan peran istri yang diharapkan ialah peran ekspresif, yaitu peran yang berorientasi pada emosi manusia serta hubungannya dengan orang lain. Namun dengan semakin banyaknya peluang pekerjaan untuk istri untuk mendapat pekerjaan di luar rumah kemudian mengubah pembagian peran dalam pola tradisional. Peran yang menyatakan bahwa suami dan istri dapat memenuhi

(28)

kegiatan untuk mencari nafkah menunjukan bahwa suami dan istri memiliki hak yang sama dalam pengembangan karir.

Perubahan norma peran istri yang terjadi seperti dalam penelitian Indra Lestari (Ihromi, 1990) ditemukan bahwa suami melakukan kerja sama dalam pekerjaan rumah tangga cukup baik pada golongan ibu bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh suami adalah jenis pekerjaan yang relatif lebih berat, seperti: membersihkan pekarangan, kamar mandi, dan mobil. Peran lainnya yang dilakukan atas dasar tanggung jawab bersama suami istri adalah pendidikan dan bimbingan bagi anak-anak.

Namun kemudian, terdapat suatu teori sumber daya menurut Rodman (Eshleman, 2003 : 329) di dalam konteks kebudayaan, dimana alokasi kekuasaan dalam keluarga merupakan hasil interaksi dari 2 hal, yaitu:

a. Perbandingan su

b. mber-sumber daya (resources) dari suami dan istri.

c. Norma-norma sosial yang berlaku dalam sub kebudayaan mengenai kekuasaan dalam keluarga (lembaga perkawinan).

Dengan kata lain, jika suatu kebudayaan menetapkan suami mempunyai kekuasaan yang lebih besar dalam perkawinan, maka norma ini dapat lebih memengaruhi kekuasaan dalam perkawinan daripada perbandingan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing suami istri tersebut. Di lain pihak, jika suatu kebudayaan mendukung pandangan yang sederajat (egaliter) dalam perkawinan, maka kekuasaan tidak begitu saja menjadi menjadi hak dari pria

(29)

15

Indonesia dalam kaitannya dengan pembagian kerja rumah tangga ada tiga kelompok besar, yaitu,

a. Keluarga yang melakukan pembagian kerja secara baku atau tradisional. Keluarga tipe ini membagi tugas secara absolut dengan memberikan perempuan tugas melahirkan anak, mengasuh anak, dan mengurus rumah tangga, sedangkan laki-laki hanya khusus mencari nafkah.

b. Keluarga yang melakukan pembagian tugas dengan cair, tidak ketat. Prinsipnya, pembagian tugas dilakukan secara situasional atau kondisional. Misalnya, bukan menjadi masalah apabila laki-laki mengambil alih memasak dan perempuan mengurus keperluan mobil. Perempuan pun dapat memiliki pekerjaan dan mendapat gaji besar, serta di sisi lain laki-laki pun dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.

c. keluarga dengan tipe antara cair dan baku. Di satu sisi masih memegang bentuk baku, tapi di sisi lain mulai mengarah ke yang cair. Contohnya, perempuan yang menerima dengan ikhlas ketentuan porsi yang lebih besar untuk keluarga, tapi tetap memiliki peluang untuk berperan di sektor publik dengan beban kerja yang disesuaikan dengan beban pekerjaan domestik. Salah satu contohnya dengan memilih profesi sebagai dosen, yang tidak bekerja secara full time. Tipe keluarga yang kedua dan ketiga kini mulai banyak bermunculan di kota-kota besar. Majalah Ummi No.

9/XIII.

Ditambahkan juga dengan pendapat dari Idris Abdusshomad (Majalah Ummi, 2002), pembagian kerja dalam rumah tangga tidak bersifat beku. Artinya,

(30)

meski secara fitrah perempuan lebih dekat pada tugas memelihara (diri dan kehormatan keluarga, rumah, anak-anak, harta suami) bukan berarti ia tidak boleh melakukan peran publik. Pembagian peran ini dapat dikompromikan sesuai dengan kemampuan masing-masing dalam mengatur rumah tangga. Misalnya, ketika istri harus pergi, tapi anak-anak tetap harus ada yang menjaga, maka pasangan suami istri tersebut harus menemukan jalan keluarnya.

Oleh karena itu, terkait dengan suami dengan tipologi yang pertama, Idris berpendapat, selayaknya para suami tidak enggan mengerjakan pekerjaan rumah, termasuk mengurus keperluannya sendiri. Sebab, ini sama sekali tidak akan menurunkan kewibawaan suami di mata istri, justru menimbulkan penghargaan dan penghormatan. Selain itu, kebiasaan saling menolong dalam urusan rumah tangga akan memberikan kesan psikologis positif pada anak-anak. Mereka akan belajar bahwa ayah dan ibu mereka bekerjasama dengan senang hati dalam menangani pekerjaan rumah. Anak-anak pun akan belajar ketrampilan baru yang bisa jadi berbeda dengan apa yang mereka lihat di luar dan memiliki pemahaman bahwa jika berusaha sungguh-sungguh, laki-laki pun bisa mengerjakan pekerjaan yang selama ini dianggap sebagai urusan perempuan.

3. Pembagian Kerja Menurut Jenis Kelamin

Pengalaman pemasyarakatan yang dini itu, di mana anak-anak muda mulai memperoleh nilai-nilai dan keahlian-keahlian orang tua mereka merupakan dasar bagi tingkah laku dewasa mereka kelak, jika mereka menjadi orang tua dan suami/istri. Perbedaan dalam peran sex sangat menonjol dalam pembagian kerja menurut jenis kelamin. Pada semua masyarakat tugas-tugas tertentu diberikan

(31)

17

pada wanita, ada yang lainnya pula diberikan pada laki-laki dan ada pula yang diberikan pada kedua-duanya.

Seorang laki-laki tidak dapat melahirkan anak atau merawatnya. Laki-laki lebih kuat dari pada perempuan yang sebaliknya kadang-kadang terhalang oleh waktu hamil, menstruasi dan melahirkan. Tetapi sebaliknya wanita cukup mempunyai kekuatan, kecepatan dan ketelitian untuk mengerjakan hampir semua pekerjaan di tiap masyarakat.

Sama pentingnya bahwa apa yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki dalam suatu masyarakat mungkin saja dianggap pekerjaan wanita pada masyarakat lain. Dengan demikian menunjukkan bahwa banyak pembagian itu ditentukan oleh kebudayaan dan faktor biologis hanya beberapa persennya saja.

Rata-rata pekerjaan laki-laki itu menenmpati porsi pekerjaan yang berat-berat dan membutuhkan tenaga ektra. Sebaliknya perempuan kebanyakan mendominasi pekerjaan yang relative lebih ringan dan tidak membutuhkan tenaga super. Seperti mencuci, memasak, menyapu dan lain sebagainya.

Namun tidak menutup kemungkinan antara pekerjaan laki-laki dan perempuan tersebut dicampur adukkan dan tidak ada pemisahan antara mereka. Karena pada kenyataannya tidak sedikit wanita yang menempati ruang pekerjaan laki-laki. Pembagian itu bukan didasarkan atas pertimbangan kemampuan terlihat dari kenyataan bahwa laki-laki pun mampu melakukan pekerjaan wanita. Dalam hal ini, apapun tugas laki-laki dianggap lebih terhormat dari pada perempuan.

(32)

Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu: produksi, reproduksi dan komunitas atau yang disebut juga 3 peran gender (triple role), yaitu sbb:

a. Kerja produktif

Adalah semua pekerjaan terkait dengan produksi barang dan jasa untuk mendapatkan penghasilan dan subsitensi (pemenuhan kebutuhan dasar). Perempuan dan laki-laki sama-sama bekerja untuk pekerjaan produktif, namun tidak semua dari jenis pekerjaan ini sama nilai atau harganya.

b. Kerja reproduktif

Adalah pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan rumah tangga dan anggotanya. Jenis pekerjaan ini sangat dibutuhkan dan penting sifatnya, akan tetapi sering dianggap tidak sama nilainya dengan pekerjaan produktif. Pekerjaan ini penting bagi keberlangsungan hidup manusia serta berguna untuk pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja, namun jarang sekali dianggap sebagai pekerjaan ‘riil’.

Sebagai contoh, ketika orang ditanya apa pekerjaan mereka, maka tanggapan mereka adalah biasanya berkaitan dengan pekerjaan yang dibayar atau pekerjaan untuk peningkatan pendapatan. Biasanya pekerjaan reproduktif umumnya tidak dibayar dan tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi yang konvensional. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh perempuan.

c. Kerja komunitas

Adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas kemasyarakatan seperti upacara dan perayaan yang tujuannya untuk meningkatkan solidaritas dalam

(33)

19

masyarakat serta mempertahankan tradisi setempat, meningkatkan partisipasi dalam kelompok atau organisasi sosial, kegiatan politik di tingkat lokal. Tipe pekerjaan ini jarang sekali diperhitungkan dalam analisis ekonomi dan dianggap sebagai pekerjaan sukarela dan dianggap penting untuk pengembangan spiritual dan kultural dari suatu komunitas. Baik perempuan dan laki-laki terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan ini, meskipun tidak terlepas dari sistem pembagian kerja berdasarkan gender. Jenis kerja komunitas ini diklasifikasi atas dua tipe, yaitu:

1) Pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan komunitas

(community-managing activitis) adalah pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh

perempuan sebagai perpanjangan dari peran reproduktif mereka. Kegiatan ini dilakukan untuk menjamin adanya pengadaan dan pemeliharaan atas sumberdaya yang terbatas yang dimanfaatkan oleh setiap orang seperti air, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pekerjaan ini bersifat sukarela, dilakukan pada waktu luang perempuan.

1. Pekerjaan yang berkaitan dengan politik masyarakat (community politics) adalah pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki dalam organisasi politik formal, seringkali dalam kerangka politik nasional. Umumnya mereka dibayar secara tunai dalam pekerjaan ini, atau mendapat keuntungan secara tidak langsung dengan meningkatnya status atau kuasa

4. Pengambilan Keputusan Antara Suami Istri

Pengambilan keputusan dimana istri bekerja membuat istri juga memiliki kontribusi untuk menambah sumber daya ekonomi keluarga. Hal ini juga

(34)

mempengaruhi posisi tawar istri. menurut David M. Klein (1996) di dalam teori pertukaran terdapat dua asumsi pertama, yaitu karena orang-orang yang rasional dapat bertukar tempat dan yang kedua sebagian besar pelaku menilai imbalan dan pengorbanan dari modal yang mereka keluarkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pujiwati Sajogyo (Ihromi, 1990) di pedesaan Jawa Barat menemukan 5 pola pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu

a. Pengambilan keputusan hanya oleh istri b. Pengambilan keputusan hanya oleh suami

c. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana istri lebih dominan

d. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana suami lebih dominan

e. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri setara

f. Pengambilan keputusan dalam relasi suami istri tidak terlepas dari struktur kekuasaan keluarga.

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Robert Blood dan Donald Wolfe (1960 : 20). Proses pengambilan keputusan berlangsung dalam penelitiannya adalah menanyakan pada sejumlah responden tentang pilihan pekerjaan apa yang seharusnya diambil oleh suami, jenis mobil apa yang akan dipakai keluarga, memutuskan tempat untuk berekreasi, anggaran belanja untuk membeli makanan, membeli rumah, dll. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat dua tipe otoritas setara. Pertama, sinkretik, dimana dalam kebanyak pengambilan keputusan suami

(35)

21

dan istri melakukannya bersama. Kedua, otomatik, dimana istri selalu dominan dalam pengambilan keputusan.

Menurut Paul R. Amato dan Alan Booth (1995 : 58-66), peran pengambilan keputusan keluarga dipengaruhi oleh norma yang diyakini suami istri tersebut. Norma sosial tradisional tentang pengambilan keputusan antara suami istri dalam keluarga adalah suami harus lebih dominan dibandingkan dengan istri. Hal ini karena suami memiliki peran sebagai pencari nafkah utama yang menjadikan suami sebagai penghasil utama sumber daya ekonomi keluarga. Sehingga dalam keluarga tradisional, suami yang menentukan dalam mengambil keputusan. Berbeda pada pola relasi equal pengambilan keputusan antara suami istri menggunakan norman baru bahwa suami dan istri memiliki kekuasaan yang setara. Pengambilan keputusan diambil secara bersama-sama dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan masing-masing pasangan.

Galbraith juga menambahkan bahwa diferensiasi peranan antara suami dan istri nilai sumbangannya dalam keluarga atau bargaining power (kekuatan produktivitas yang ditawarkan atau diberikan seseorang kepada pasangannya atau keluarganya) seseorang dapat ditentukan oleh derajat ketergantungannya kepada pasangannya. Hal ini artinya siapa yang memberikan kontribusi yang penting bagi kesejahteraan ekonomi rumah tangga, ia akan memiliki peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan

Sajoygo (1983:27) menyatakan bahwa berbicara mengenai pengambilan keputusan dalam keluarga, berarti berbicara tentang posisi dan kedudukan antara ayah, ibu, dan anak-anaknya dalam suatu rumah tangga. Kekuasaan dalam

(36)

keluarga dapat dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Kekuasaan ini bisa tersebar sama atau tidak sama antara suami dan isteri. Sedangkan menurut Puspitawati (2012: 494)mengemukakan bahwa pengambilan keputusandalam keluarga adalah kemampuan anggota keluarga untuk memutuskan sesuatu untuk kepentingan bersama

B. Industri Rumah Tangga (Home Industry)

Industri rumah tangga (Home industry) berasal dari bahasa latin industria yang berarti keterampilan dan penuh sumber daya. Sebenarnya manusia bersifat industrial, karena manusia senantiasa menggunakan alat-alat untuk mendapatkan makanan dan memenuhi kebutuhan.

Industri rumah tangga mempunyai pengaruh yang dapat menimbulkan akibat fisik di dalam masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya home industri bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Munculnya home industri dalam suatu masyarakat atau wilayah akan memberikan pengaruh besar terhadap tenaga kerja.

Keberadaan industri rumah tangga di desa mempunyai arti yang penting dalam kerangka pembangunan nasional. Karena keberadaan industri rumah tangga tersebut menjadi solusi bagi tenaga kerja yang belum tertampung dan perbaikan ekonomi masyarakat desa. Akan tetapi posisi yang strategis dari home industry diberbagai tempat belum didukung sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi kehidupan perekonomian pedesaan. Jadi kami menyimpulkan bahwa industri rumah tangga (home industry) adalah suatu

(37)

23

aktivitas keterampilan yang menghasilkan produk yang dilakukan oleh manusia (buruh) untuk mempertahankan hidup yang ruang lingkupnya disuatu tempat atau dikerjakan di rumahnya sendiri.

Peran home industri memang banyak membantu mensejahterakan hidup masyarakat. Dalam rangka mensejahterakan kesejahteraan masyarakat, industri kecil ini memiliki peran yang sangat strategis mengingat berbagai potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut antara lain mencakup jumlah dan penyebarannya, penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku lokal, keberadaannya disemua faktor ekonomi, dan ketahanannya terhadap krisis.

Home industri yang tergolong sebagai industri kecil juga bermacam-macam bentuknya, di antaranya:

a. Home industri yang mengelola makanan, seperti: pengemas hasil pertanian, goreng-gorengan, dan lain-lain.

b. Home industri yang memproduksi tekstil dan mengolah kulit hewan, yang akan dijadikan bahan dasar sepatu dan tas.

c. Home industri yang membuat dan memproduksi bahan bangunan seperti batu bata dan genteng.

d. Home industri yang mengelola dan memproses bahan logam seperti emas dan perak yang dibentuk menjadi gelang, kalung, cincin, dan lain sebagainya.

e. Home industri yang membuat kerajinan seperti meubel, sandal, dan lain sebagainya.

(38)

Departemen perindustrian membedakan industri kecil dalam beberapa kategori, diantaranya:

1. Industri kecil modern

Industri kecil modern meliputi industri kecil yang:

a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologis). b. Mempunyai skala produksi yang terbatas.

c. Tergantung pada dukungan litbang dan usaha-usaha industri besar.

d. Di libatkan dalam produksi industri besar menengah dengan sistem pemasaran domestic dan ekspor.

2. Industri kecil tradisional

Berlainan dengan industri kecil yang modern, industri kecil tradisional pada umumnya mempunyai ciri-ciri:

a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana

b. Teknologi pada bantuan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) yang di sediakan oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian dari program bantuan teknisnya kepada industri kecil.

c. Mesin yang digunakan dan alat yang perlengkapan modal lainnya relatif sederhana.

d. Lokasinya didaerah pedesaan.

e. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan yang berdekatan terbatas.

(39)

25

3. Industri kerajinan kecil

Meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam nilai dari industri yang menggunakan proses yang sederhana sampai industri yang menggunakan teknologi proses yang maju. Selain potensi untuk menyediakan lapangan kerja dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok yang berpendapatan rendah, terutama di daerah pedesaan, industri kerajianan kecil ini di dorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.

Industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut bisa berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat dan usaha industrial interst group untuk mempengaruhi masyarakat.

Industrialisasi menciptakan suatu kendala struktural terhadap karakteristik ekonomi dan teknologi, dan akibatnya semua masyarakat industri maju akan memiliki struktur pekerjaan yang sama, diferensiasi pendapatan, dan akan meningkatnya mobilitas sosial serta mereka akan memenuhi berbagai problema dalam masalah perencanaan, pengelolaan ekonomi dan organisasi.

Industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perubahan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut bisa berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat dan usaha industrial interst group untuk mempengaruhi masyarakat. Industri kecil mempunyai kedudukan yang penting dalam perekonomian Negara, dan juga

(40)

memberikan manfaat sosial bagi masyarakat kelas menengah dan bawah. Adapun manfaat sosial tersebut adalah:

a. Industri kecil dapat menciptakan peluang usaha yang lebih luas dengan biaya produksi yang relatif murah

b. Industri kecil turut mengambil peran dalam peningkatan dan mobilisasi hubungan domestik. Karena dengan industri kecil akan dapat memberi peluang kepeda pengusaha untuk memperluas hubungan dan peningkatan usahanya. Ini dimungkinkan oleh kenyataan industri kecil memperoleh modal dari tabungan si pengusaha itu sendiri atau dari tabungan keluarga. c. Industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri

besar dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana, yang biasanya tidak dihasilkan oleh industri besar dan sedang.

Industri rumah tangga pada umumnya adalah golongan industri tradisional dengan beberapa ciri khas utamanya antara lain:

1. Sebagian besar dari pekerjanya adalah anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha yang tidak dibayar.

2. Proses produksi dilakukan secara manual dan kegiatannya sehari-hari berlangsung di dalam rumah

3. Kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi disektor pertanian yang sifatnya juga musiman.

4. Jenis produk yang dihasilkan pada umumnya adalah kategori barang-barang konsumsi sederhana.

(41)

27

Pertumbuhan sektor industri selain ditujukan untuk meningkatkan keadaan perekonomian masyarakat, juga ditujukan untuk penyerapan tenaga kerja, dimana produsen-produsen kecil diharapkan mampu menampung tumpahan tenaga kerja yang tidak lagi dapat diserap oleh sektor pertanian.

C. Kerangka Konsep

Perempuan yang bekerja merupakan salah satu bentuk mobilitas soasial perempuan. Secara tradisional perempuan mengalami mobilitas melalui perkawinan. Peran perempuan setelah perkawinan adalah melahirkan, dimana peran ini dinamakan peran reproduktif dan tidak bisa digantikan oleh laki-laki karena sifatnya kodrati, dan tidak bisa dihindari. Disamping melahirkan perempuan secara tradisional perempuan harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga rumah, megasuh anak, dan mempersiapkan keperluan keluarga sehari-hari. Secara turun temurun pekerjaan ini identik dengan kaum perempuan, sehingga sampai kapan pun urusan rumah adalah urusan perempuan, Handayani dan Sugiarti (2008:12). Urusan anak adalah urusan laki-laki dan perempuan, urusan suami istri.

Demikian halnya dengan pekerjaan rumah yang lain. Apabila kondisi di rumah seperti ini maka dimungkinkan perempuan dapat bekerja atau memenuhi peran perempuan sebagai peran produktif, yaitu kegiatan yag menghasilkan produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Perempuan dan laki-laki melakukan kegiatan produktif, akan tetapi pada umumnya fungsi tanggung jawab masing-masing berbeda sesuai degan pembagian kerja gender yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakuka perempuan seringkali kurang

(42)

diakui dibanding yang dilakukan laki-laki, Handayani dan Sugiarti (2008:13). Peran domestik adalah peran-peran dalam hubungannya dengan kerumah tanggan, keluarga dan tugas-tugas rutin di rumah setiap hari. Peran domestik sering diidentikan dengan tugas dan tanggug jawab perempuan. Peran publik berkaitan dengan dunia di luar rumah, baik dalam pekerjaan formal, kemasyarakatan, dan sosial ekonomi banyak diidentikan dengan kaum laki-laki, dan menjadikan perempuan kurang berperan dalam sektor publik, Handayani dan Sugiarti (2008:37). Konsep peran gender di atas menjelasan bahwa komunita perempuan pembuat kasur pada masyarakat Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng memiliki peran ganda dalam kehidupan sehari-hari. Buruh perempuan pengrajin kasur lantai selain menjadi ibu rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan domestik, juga memiliki peran di ranah publik ikut berperan dalam mencari nafkah yaitu sebagai buruh atau pembuat kasur. Peran-peran domestik seperti memasak, mencuci, mengurus rumah, merawat anak dikerjakan oleh perempuan pembuat kasur sebagai sebuah kewajiaban yang dikostruksikan oleh masyarakat, di sisi lain perempuan pembuat kasur juga bekerja di ranah publik, sehingga perempuan pembuat kasur mengalami beban ganda atau beban kerja yang lebih berat.

(43)

29

Gambar. 1.1 kerangka konsep komunitas pembuat kasur

Masyarakat Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng

Komunitas pembuat kasur

Buruh Laki-laki Buruh Perempuan

Profil komunitas

perempuan pembuat kasur 1. Usia buruh 2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat pendapatan 4. Jam kerja Peran Ganda Komunitas Perempuan dalam dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga

Kendala yang dihadapi para komunitas

(44)

30

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang berjudul “Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng)” ini termasuk jenis penelitian lapangan (field resarch) menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keasliaan teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris secara objektif, ilmiah dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh metodelogi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni (Mukhtar, 2013:29). Pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Melalui pendekatan kualitatif, peneliti dapat memahami dan mendeskripsikan fenomena-fenomena obyektif yang menjadi tujuan penelitian ini.

Alasan digunakan metode kualitatif untuk lebih mudah apabila berhubungan langsung dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya tentang keadaan di lapangan dan data yang diperoleh dapat berkembang seiring dengan proses penelitian berlangsung.

(45)

31

B. Lokus Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. di mana peneliti terjun secara langsung untuk melakukan pengamatan langsung terhadap masalah komunitas pembuat kasur.

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di Desa Bonto Jaya. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (porsive

sampling). Porsive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu, dimana peneliti cenderung memiliki responden secara variatif berdasarkan alasan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan maximum

variation sampling.

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sengaja. Subjek penelitian akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai macam informan yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interksi sosial yang diteliti. Sedangkan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Beberapa jumlah responden atau informan dalam penelitian kualitatif belum diketahui sebelum meneliti melakukan kegiatan pengumpulan data yang

(46)

memadai, sehingga sampai dengan responden yang beberapa data telah dalam keadaan tidak kualitas lagi dalam arti sudah mencapai titik jauh karena responden tersebut sudah tidak lagi member informasi baru lagi, artinya, responden tersebut sama saja ceritanya dengan reponden-responden lainya.

Berikut ini kriteria informan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Informan Penelitian

No. Uraian Sampel

1 Pemilik usaha Kasur 1 Orang

2 Pekerja Kasur 6 Orang

Jumlah 7 Orang

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimanapun akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di area atau lapangan penelitian. Dengan kata lain, walaupun rumusan masalah sudah cukup baik dan telah dirumuskan atas dasar penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh pengalaman tertentu, bisa terjadi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah itu. Dengan demikian kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan adalah keadaan di lapangan.

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah, dimana rumusan masalah dalam penelitian dijadikan acuan dalam menentukan fokus penelitian. Dalam hal ini, fokus penelitian dapat berkembang atau berubah sesuai perkembangan masalah penelitian di lapangan. Hal tersebut

(47)

33

sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif yang lentur, yang mengikuti pola pikir yang empirical induktif, segala sesuatu dalam penelitian ini ditentukan dari hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi fokus atau titik perhatian dalam penelitian ini adalah;

1. Keadaan ekonomi keluarga 2. Dampak ekonomi keluarga

Deskripsi fokus dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1) Bagaimana keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng. 2) Bagaimana dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur.

E. Instrument Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian selanjutnya terjun kelapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai human Instrument yang dengan deskripsi fungsi di lapangan, yakni menetapkan fokus penelitian sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

(48)

menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas temuan di lapangan. (Sugiyono, 2014 : 305).

F. Sumber Data

Sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini dipilih secara purposive

sampling, yaitu memilih orang yang dianggap mempunyai pengetahuan terhadap

objek yang diteliti, sehingga mampu membuka jalan untuk meneliti lebih dalam dan lebih jauh tentang konfigurasi pilitik dalam mempengaruhi masyarakat. Dalam penelitian ini sumber penelitian yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dihimpun langsung oleh peneliti umumnya dari hasil observasi terhadap situasi sosial dan atau diperoleh dari subjek (informan) melalui proses wawancara. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber kedua atau ketiga. Data sekunder dikenal juga sebagai data-data pendukung atau pelengkap data utama yang dapat digunakan oleh peneliti. Jenis data sekunder dapat berupa gambar-gambar, dokumentasi, grafik, tulisan-tulisan tangan, dan berbagai dokumentasi lainnya.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting serta data yang digunakan harus valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data primer, dimana data primer adalah data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung dari tempat penelitian, dan untuk melengkapi data yang dilakukan, yaitu menggunakan wawancara mendalam kepada informan dengan berpedoman pada daftar

(49)

35

pertanyaan yang erat kaitannya dengan permasalahan yangakan diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan upaya mengumpulkan data menggunakan bantuan dari berbagai alat-alat sehingga data yang jauh ataupun data yang kecil dapat terlihat dengan jelas. Observasi diklasifikasikan menjadi observasi partisipatif, observasi terus terang, dan observasi tak terstruktur. Peneliti melakukan observasi secara formal dimulai tanggal 7 dan 9 Juli 2020. Namun sebelumnya, sedikit banyaknya peneliti telah mengetahui Komunitas Pembuat Kasur Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur Kabupaten Bantaeng. Saat melakukan observasi secara formal peneliti turut serta dalam kegiatan masyarakat. Fokus observasi dilakukan tentunya tidak terlepas dari beberapa pokok permasalahan yang dibahas yaitu Keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur dan Dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur. Adapun objek yang menjadi fokus dalam observasi adalah gambaran umum usaha kerajinan kasur di desa bonto jaya kabupaten Bantaeng.

2. Wawancara mendalam (interview)

Wawancara yaitu teknik memperoleh informasi secara langsung melalui permintaan keterangan-keterangan kepada pihak pertama yang dipandang dapat memberikan keterangan atau jawaban terhadap

(50)

pertanyaan yang diajukan. Untuk memperoleh informasi itu biasanya diajukan seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang tersusun dalam suatu daftar.

3. Dokumentasi

Pengumpulan data melalui dokumentasi, diperlukan seperangkat alat atau instrumen yang memandu untuk pengambilan data-data dokumen. Ini dilakukan agar dapat menyeleksi dokumen mana yang dipandang dibutuhkan secara langsung dan mana yang tidak diperlukan. Data dokumen dapat berupa foto, gambar, peta, grafik, struktur organisasi, catatan-catatan bersejarah dan sebagainya.

4. Partisipatif

Dimana seorang peneliti harus berpartisipasif dalam hal kebersamaan artinya mempunya tujuan agar apa yang diteliti oleh seorang peneliti dapat berjalan dengan baik.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menganalisis, mempelajari serta mengolah data tertentu. Sehingga dapat diambil kesimpulan yang konkret tentang persoalan yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan adalah tergolong tipe penelitian deskriptif kualitatif analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan terhadap data yang dijabarkan dengan metode deskriptif-analitis. Teknik ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara obyektif dan sistematis data yang ada dapat divalidasi keabsahannya.

(51)

37

Aktivitas dalam analisis data yaitu: 1. Reduksi data (Data Reduction)

Dengan mereduksi data peneliti mencoba menggabungkan, menggolongkan, mengklasifikasikan memilah-milih atau mengelompokkan data dari penelitian di lapangan. Maka reduksi data dilakukan dengan merangkum hal-hal apa saja yang berhubungan dengan data tentang Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng)

2. Penyajian data (data display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Melalui penyajian data tersebut maka data akan tersusun dalam pola hubungan yang disajikan dalam bentuk bagan, uraian singkat, laporan tulisan yang dijelaskan (yang bersifat naratif).

3. Verification (conclusion drawing)

Selanjutnya langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan (verification), yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam uraian singkat tersebut. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dikaitkan dengan penelitian ini tentu saja proses verifikasi atau kesimpulan awal dapat dilakukan misalnya kesimpulan mengenai data-data tentang meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap pemberian bantuan sosial.

(52)

I. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda.

a. Trigulasi Sumber

Triangulasi Sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber lain yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Trigulasi Metode

Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuran atau ketidak kakuratan

c. Trigulasi Waktu

(53)

39

BAB IV

GAMBARAN DAN HISTORIS PENELITIAN

A. Geografis

Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kira-kira 120 km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada 05-º21’15” LS sampai 05º34’3” LS dan 119º51’07” BT sampai 120º51’07”BT. Membentang antara Laut Flores dan Gunung Lompo Battang, dengan ketinggian dari permukaan laut 0 sampai ketinggian lebih dari 100 m dengan panjang pantai 21,5 km. Secara umum luas wilayah Kabupaten Bantaeng adalah 395,83 km2.

Kabupaten Bantaeng mempunyai batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pegunungan Lompo Battang Kabupaten Gowa dan Kabupaten Sinjai.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto

Tabel 1.2

Posisi Geografis Kabupaten Bantaeng Menurut Kecamatan

Kecamatan Bujur Lintang Ketinggian

(mdpl) Bissappu 119o54’47” BT 05o32’54” LS 25 – 100 m Uluere 119o54’47” BT 05o26’46” LS 500 – 1000 m Sinoa 119o55’39” BT 05o30’10” LS 100 – 500 m

(54)

Bantaeng 119o56’58” BT 05o32’37” LS 25 – 100 m Eremerasa 119o58’45” BT 05o31’07” LS 500 – 1000 m Tompobulu 120o02’26” BT 05o27’08” LS 500 – 1000 m Pajukukang 120o01’08” BT 05o33’30” LS 25 – 100 m Gantarangkeke 120o02’19” BT 05o30’01” LS 300 – 500 m Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012

B. Administratif

Secara administrasi, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 kecamatan dengan 67 kelurahan/desa. Secara geografis, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 kecamatan tepi pantai (Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa’jukukang), dan 5 kecamatan bukan pantai (Kecamatan Uluere, Sinoa, Gantarangkeke, Tompobulu dan Eremerasa). Dengan perincian 17 desa/kelurahan pantai dan 50 desa/kelurahan bukan pantai.

Kecamatan di Kabupaten Bantaeng terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 1.3

Tabel Administratif Kabupaten Bantaeng No Kecamatan Ibu Kota

Kecamatan Desa/Kel Jumlah Jumlah Pendudu k (Jiwa*) Luas (Km2 ) Persentase Terhadap Luas Kabupate n

1 Bissappu Bonto Manai 11 31.242 32.84 30 % 2 Bantaeng Pallantikang 9 37.088 28.85 7,29 % 3 Tompobulu Banyorang 10 23.143 76.99 19,45 %

(55)

41 5 Pa’Jukukang Tanetea 10 29.309 48.90 12,35 % 6 Eremerasa Ulugalung 9 18.801 45.01 11,37 % 7 Sinoa Sinoa 6 11.946 43.00 10,86 % 8 Gantarangke ke Gantarangke ke 6 16.025 52.95 13,38 %

Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012

Gambar Peta 1.2.

Peta Administrasi Kabupaten Bantaeng

Sumber :

http://masadepanku123.blogspot.com/2015/12/petaadministrasikabupatenbantaen g.html. 2015

C. Luas Potensi Lahan

Sesuai penggunaannya, lahan di Kabupaten Bantaeng dapat dirinci yaitu lahan terluas adalah tegalan/kebun (48,04%), sawah (17,64%), hutan negara

(56)

(15,13%), perkebunan rakyat (9,42%), hutan rakyat (3,73%), tanah tandus/lain-lain (3,12%), pemukiman (2,51%) dan tambak (0,41%).

Tabel 1.4

Luas Lahan Kabupaten Bantaeng menurut Penggunaannya

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Presentase (%)

Tegalan/Kebun 19.016 48,04 Sawah 6.982 17,64 Hutan Negara 5.989 15,13 Perkebunan Rakyat 3.729 9,42 Hutan Rakyat 1.476 3,73 Tanah Tandus 1.235 3,12 Pemukiman 995 2,51 Tambak 162 0,41 Jumlah 39.583 100,00

Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2015

D. Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Bada Pusat Statistik dalam melakukan pendataan menggunakan konsep usual residence yaitu penduduk dicatat sesuai dengan dimana biasanya dia tinggal, tanpa perlu memperhatikan apakah orang tersebut mempunyai KTP atau tidak, dengan menerapkan batasan telah menetap di wilayah tersebut selama 6 bulan atau lebih atau kurang dari 6 bulan namun berniat menetap disitu, maka jika memenuhi persyaratan tersebut, maka akan dicatat sebagai penduduk disitu dan

(57)

43

tentunya ini akan menghindari terjadinya kejadian penduduk tercatat dua kali di tempat yang berbeda.

Tabel 1.5

Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kecamatan Tahun 2011

Kecamatan Luas (km2) PenduduJumlah k (orang) Kepadatan Penduduk (orang/km2 ) Banyakny a Rumah Tangga Kepadatan Penduduk per Rumah tangga Bissappu 32,84 31.242 951,34 7.931 4 Uluere 67,29 10.923 162,33 2.504 4 Sinoa 43,00 11.946 277,81 3.158 4 Bantaeng 28,85 37.088 1285,55 8.795 4 Eremerasa 45,01 18.801 417,71 4.506 4 Tompobulu 76,99 23.143 300,60 5.822 4 Pajukukang 48,90 29.309 599,37 7.187 4 Gantarangkeke 52,95 16.025 302,64 4.224 4 jumlah 395,83 178.477 450,89 44.127 4

Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012

E. Kawasan Pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kawasan peruntukan pariwisata dapat berupa wisata alam ataupun wisata sejarah dan konservasi budaya. Beberapa Jenis Objek Wisata di Kabupaten Bantaeng, yaitu :

1. Wisata Alam;

Gambar

Gambar 1.2 Peta Administrasi Kabupaten Bantaeng ................................... 41
Tabel 1.1 Informan Penelitian
Tabel Administratif Kabupaten Bantaeng
Gambar Peta 1.2.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul pengaruh person organization fit dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada karyawan koperasi

Secara teknis, pengunaan faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja sudah efisien, sedangkan penggunaan faktor produksi lahan belum efisien

Hasil penelitian menunjukkan karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa,

ADLN - Perpustakaan Universitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui secara lebih mendalam mengenai seberapa jauh mekanisme Good Corporate Governance (GCG)

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas audit dan independensi auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba sedangkan variabel ukuran perusahaan

Upaya lain yang dilakukan dosen STAI Al-Amin Dompu dalam menerapkan prinsip pendidikan kritis dalam pendidikan Islam di STAI Al-Amin Dompu adalah dengan cara

Keterangan P : Peneliti B : Bruder/Kepala Sekolah P : “Selamat siang bruder” B : “Selamat siang” P : “Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter bruder?” B : “Pendidikan