• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri. Karya seni merupakan wujud dari ide- ide, gagasan-gagasan, kejadian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri. Karya seni merupakan wujud dari ide- ide, gagasan-gagasan, kejadian"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Garapan

Seni adalah ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan melalui media yang disebut dengan karya seni, yang sejatinya adalah proses kreativitas dari manusia itu sendiri. Karya seni merupakan wujud dari ide- ide, gagasan-gagasan, kejadian ataupun perasaan penciptanya. Seni karawitan adalah suatu istilah untuk

menyebutkan musik tradisional Indonesia yang mencakup masalah tembang dan tabuh atau vokal dan instrumental 1.

Saat ini di Indonesia telah berkembang musik kontemporer yang memiliki visi mengedepankan sifat-sifat kekinian. Karakteristik musik kontemporer

Indonesia yang mengemuka sejak abad ke-20 dan ini muncul sebagai akibat pertemuan dua tradisi, yaitu tradisi budaya musik Indonesia dan tradisi budaya Eropa 2. Pertemuan antara musik etnik yang beraneka ragam di Indonesia dengan musik klasik dari Eropa telah banyak memberikan warna baru, sehingga banyak komposer-komposer dari barat maupun Indonesia mencoba bereksplorasi serta melakukan kegiatan eksperimental dengan mengkolaborasikan dua kebudayaan ini. Eksperimen inilah selanjutnya menghasilkan musik yang kebanyakan orang dikatakan sebagai musik baru, musik inovatif atau musik eksperimental.

Karawitan Bali adalah merupakan sebuah musik tradisi yang hidup serta berkembang di daerah Bali. Musik tradisi tersebut difungsikan sebagai media

1

I Made Bandem, Etnologi Tari Bali . Yogyakarta : Kan isius, 1996, p. 59. 2

Meizal Agung Purnomo. Opcit, p. 1

▸ Baca selengkapnya: karya seni kriya dari cina yang sudah ada ribuan tahun lalu yang merupakan gagasan dan karya cipta yang tinggi adalah....

(2)

2

ekspresi dalam berolah seni, baik melalui vokal maupun instrumental serta sebagai persembahan simbolis kehadapan Tuhan3.

Di Bali sampai saat ini terdapat berbagai jenis barungan gamelan yang memiliki karakteristik serta fungsi yang berbeda-beda. Dalam buku Prakempa, terjemahan I Made Bandem, (Abad XIX), di Bali kurang lebih terdapat dua puluh enam jenis gamelan yang merupakan warisan leluhur 4. Sedangkan menurut I Made Kartawan dalam hasil penelitiannya yang berjudul ”Keragaman Laras Gong Kebyar di Bali ; Kajian Dalam Perspektif Budaya, disebutkan bahwa di Bali terdapat kurang lebih tiga puluh lima jenis gamelan yang masih hidup dan berkembang sampai saat ini 5. Salah satu diantaranya adalah gamelan

Semarandhana, dimana gamelan ini diciptakan oleh I Wayan Beratha sekitar tahun 1988. Gamelan Semarandhana adalah sebuah barungan gamelan baru yang pada hakekatnya merupakan suatu pengembangan dari gamelan Gong Kebyar dan Semar Pegulingan Saih Pitu. Pengembangan yang dimaksud adalah pengaturan sistem nada yang terlihat jelas terutama pada instrumen ugal, pemade dan kantilan yang ditambahkan nada penyelah dan pemero, sehingga instrumen tersebut di atas jumlah bilah menjadi dua belas. Akan halnya pada instrumen jublag dan jegogan masih terdapat kesamaan dengan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu 6

Jumlah dan jenis instrumen gamelan Semarandhana hampir sama dengan gamelan Gong Kebyar. Gamelan ini dapat difungsikan untuk memainkan lagu- lagu kakebyaran dan gending-gending Semar Pagulingan. Dengan melihat karakteristik gamelan tersebut di atas muncul keinginan penata untuk menggarap

3

Pande Gede Mustika, Mengenal Beberapa Jenis Sikap dan Pu kulan dalm Gong kebyar, Denpasar ; Proyek ASTI Denpasar, 1978/1979, p1.

4 5 6

I Ketut Gede Asnawa, Kebhinekaan dan Kompleksitas Gamelan Bali, Sebuah Artikel, p. I Made Kartawan, Tesis, 2003,Universitas Udayana, p.4.

(3)

3

sebuah karya seni yang memadukan gamelan Semarandhana dengan beberapa buah instrumen yang terbuat dari bambu, dimana nada-nadanya disesuaikan dengan gamelan Semarandhana. Adapun jenis instrumen tersebut adalah jegogan yang terdiri dari empat belas bilah dengan urutan nada-nadanya : nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing, nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing. Kantilan dan pemade terdiri dari enam belas bilah dengan urutan nada- nadanya : nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing, nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing, nding, ndong. Instrumen tersebut memang sengaja di buat untuk kepentingan garapan ini.

Adapun perpaduan dalam garapan ini dimaksudkan menonjolkan

karakteristik warna bunyi dari material yang berbeda-beda dengan frekuensi nada yang sama. Di samping itu hal yang ingin diungkap adalah imajinasi dan

penalaran musikal dari teknik gegebug, pola garapan dan penonjolan masing- masing instrumen yang tetap pada satu kesatuan garapan yang utuh (unity) dan berkesinambungan (continuity) , dan untuk itu garapan diberi judul “ Ujar Sinambung”.

Secara etimologis „Ujar Sinambung‟ merupakan penggabungan dua kata yang berasal dari bahasa Bali yaitu kata „ Ujar‟ dan ‟ Sinambung‟ . Ujar artinya bicara yang dalam hal ini penata konotasikan sebagai suara atau bunyi, dan

Sinambung artinya saling menyambung/kesinambungan atau bersautan. Jadi Ujar Sinambung dapat diartikan sebagai pembicaraan yang saling menyambung atau suara yang saling bersautan7.

7

(4)

4

Untuk mewujudkan sebuah karya komposisi musik yang utuh dan tetap berpedoman pada aspek-aspek penggarapan sebuah karya seni musik seperti ; keutuhan, penonjolan dan keseimbangan dalam struktur merupakan beberapa hal yang tetap dipertimbangkan. Di samping itu unsur-unsur estetik dalam musik juga menjadi landasan dalam garapan ini seperti ; kerumitan (complexity) yaitu karya seni dengan variasi atau unsur- unsur yang saling berlawanan atau mengandung perbedaan secara halus sehingga mewujudkan kesatuan dalam keragaman (unity in variety), kesungguhan (intensity) yaitu karya seni harus memiliki sebuah kualitas tertentu yang menonjol dan sungguh-sungguh dan kesatuan (unity) yaitu suatu karya seni yang tersusun secara sempurna bentuknya 8.

Dalam garapan ini, ketiga unsur di atas akan penata gunakan sebagai dasar untuk membuat suatu garapan agar memiliki nilai estetis. Unsur kesatuan (unity) akan diaplikasikan ke dalam bentuk totalitas garapan ini yang terikat dalam suatu sistem dan tidak dapat dipisah-pisahkan, sehingga garapan ini menjadi garapan yang utuh. Unsur kesatuan kalau dikaitkan dengan ide garapan ini yaitu menjalin pola-pola teknik gegebug, maka konsep estetis yang tepat untuk menyatakan hal tersebut adalah ”kesatuan dalam keanekaragaman” (unity in variety). Unsur kerumitan (complexity) akan dituangkan ke dalam bentuk ragam pola-pola teknik permainan instrumen. Untuk menghasilkan suatu kerumitan, pola-pola teknik permainan instrumen itu akan penata jalin untuk menghiasi suatu pokok permainan melodi agar nampak ada suatu variasi. Jalinan tersebut juga akan diolah dengan memadukan unsur- unsur musikal lainnya seperti dinamika, melodi, tempo, harmoni dan ritme.

8

(5)

5

Unsur intensitas penata garap dengan memberikan penonjolan pada

bagian-bagian tertentu menurut proporsinya sesuai dengan kebutuhan dari garapan ini, sehingga nantinya diharapkan mampu menghasilkan kesan yang mendalam (nuek).

Dalam garapan ini penata memadukan beberapa media ungkap dari barungan gamelan Bali yaitu Bilah Bambu Pelog tujuh Nada (material bambu) yang dibuat baru dipadukan dengan barungan gamelan Semarandhana (material perunggu). Penata terinspirasi oleh karakteristik akustik Gamelan Gambang dimana terdapat keterpaduan jenis bilah yang terbuat dari kerawang dan bilah yang terbuat dari bambu yang menurut penata dapat menghasilkan warna suara yang khas. Selain itu ada beberapa karya-karya komposisi yang memberikan inspirasi terhadap dorongan untuk mewujudkan garapan ini, salah satunya adalah “Campuan” karya Ketut Lanus yang mana memadukan Gender slendro dan pelog dalam karyanya. Di lain hal pengalaman penata sebagai penabuh kolaborasi di sanggar Cahya Art sangat mendorong dan memperkuat keinginan penata untuk menggarap sebuah karya komposisi baru dengan judul Ujar Sinambung.

1.2 Ide Garapan

Ide garapan adalah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Bagi seorang komposer/penggarap, ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan melalui karya yang dihasilkannya. Gagasan bisa berupa intuisi, imajinasi, interpretasi bahkan argumentasi dari sebuah proses berpikir pada tujuan tertentu pada sebuah kekaryaan. Untuk mewujudkan kekaryaan itu terutama pada karya seni, setidaknya ada tiga hal yang menjadi unsur yang utama yaitu

(6)

6

emosional (emotional), rasa (feeling) dan rasio (rational). Berdasarkan pengalaman penata sebagai seorang komponis, untuk mendapatkan sebuah ide memang merupakan suatu hal yang gampang- gampang susah, karena ide

terkadang muncul dengan sendirinya atau secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktifitas seperti membaca, menonton,

mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman empiris yang pernah dialami, dan lain sebagainya.

Mengenai garapan ini, secara prinsip dapat dijelaskan bahwa landasan idenya adalah ingin memadukan warna suara (timbre) yang dihasilkan dari bilah instrumen musik dari bambu dan bilah instrumen musik dari perunggu yang terbentuk dalam sebuah karya komposisi karawitan yang mengolah unsur-unsur musikal yang ada seperti melodi, ritme, tempo dan dinamika sebagai unsur-unsur penggarapan musik. Dalam pengolahan unsur musikal tersebut penata berupaya memanfaatkan secara maksimal semua potensi diri yang dimiliki, baik itu berupa knowledge, daya imajinasi dan fantasi, pengalaman, maupun skill dalam hal praktek. Dengan mengambil bentuk komposisi baru harapan penata dapat berekspresi dan bereksperimen secara bebas untuk menghasilkan sebuah

komposisi tanpa harus berpacu pada suatu aturan-aturan seperti aturan tradisi yang membingkai alat musik pada umumnya.

Dalam konteks garapan ini, penata mentransformasikan imajinasi dan penalaran musikal yang berlandaskan pada teknik gegebug, pola garapan dan penonjolan masing- masing instrumen dengan tetap pada satu kesatuan garapan yang utuh (unity) dan berkesinambungan (continuity). Tidak ada landasan yang bersifat filosofis yang dipakai sebagai acuan, akan tetapi hanya akan didasarkan

(7)

7

atas sebuah keinginan untuk memunculkan karakteristik yang dimiliki oleh kelompok instrumen yang dibuat dari material yang berbeda. Namun demikian aspek-aspek untuk pencapaian estetik musikal dalam karya seni musik menjadi hal yang utama.

1.3 Tujuan Garapan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penggarapan komposisi karawitan “Ujar Sinambung” ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:

1.3.1 Tujuan Umum : -

-

Untuk mengimplementasikan ”Ujar Sinambung” kedalam wujud karya seni karawitan dalam bentuk komposisi baru.

Ikut berperan serta dalam menggali, melestarikan serta mengembangkan seni karawitan.

1.3.2 Tujuan Khusus :

- Ingin menggarap sebuah komposisi karawitan dengan memadukan

beberapa jenis gamelan Bali seperti : Gamelan bilah bambu pelog 7 nada dengan gamelan Semarandhana.

-

-

Untuk mengembangkan permainan ritme, tempo, melodi dan dinamika dalam suatu karya komposisi karawitan.

Untuk mengungkapkan perpaduan bambu dan kerawang seperti yang terdapat dalam gamelan Gambang.

(8)

8

1.4 Manfaat

Sebagai seorang mahasiswa ISI Denpasar yang mempelajari seni karawitan Bali, maka dengan ini sangat mengharapkan agar garapan ini dapat bermanfaat bagi penata maupun bagi para seniman lainnya, yang mana manfaat garapan ini adalah :

1. Dengan terwujudnya „Ujar Sinambung‟ ke dalam suatu karya komposisi karawitan diharapkan mampu memberi rasa nikmat, tenang dan damai kepada para penikmatnya.

2. Mendapatkan pengalaman baru dalam menggarap, memperkarya kreatifitas, menambah hasil ciptaan karya seni melalui penggabungan beberapa jenis gamelan Bali ini dengan pengembangan dan percobaan- percobaan yang dilakukan.

3. Membuka pemikiran kita tentang perkembangan karawitan Bali.

1.5 Ruang Lingkup

Untuk memberikan batasan agar karya tidak mendapat intepretasi yang terlalu luas, maka penata akan mencoba memberikan batasan pemahaman tentang karya ini sebagai berikut :

1. Ujar Sinambung merupakan sebuah garapan komposisi musik

karawitan yang menekankan kebebasan di dalam berkarya, terutama dari segi bentuk dan struktur lagu yang tidak lagi mengacu pada aturan konvensional, seperti struktur lagu kawitan, pangawak, dan pengecet. 2. Konsep musikal garapan ini mengacu pada konsep musik

(9)

9

3. Karya ini sama sekali tidak berangkat dari tema serta lakon/cerita yang mengikat, melainkan karya ini berangkat dari sebuah pemahaman terhadap konsep bentuk musikal itu sendiri, kemudian diolah, dikembangkan sesuai dengan keinginan penata.

4. Media ungkap yang akan digunakan dalam garapan ini adalah penggabungan beberapa instrumen bilah bambu saih 7 dengan

semarandhana. Penggabungan yang dimaksud bukan berarti keseluruhan instrumen setiap barungan tersebut terpakai, tetapi hanya dipakai beberapa instrumennya saja untuk mewakili setiap barungan sesuai dengan kebutuhan garap. Adapun instrumen-instrumen yang digunakan tersebut dapat dilihat dalam wujud garapan.

5. Tata penyajian karya ini disajikan dalam bentuk konser. Dalam pementasan pertamanya memang garapan ini disajikan dalam rangka ujian karya seni untuk menempuh gelar S1 penata. Namun, untuk selanjutnya penata akan mencoba meluaskan ruang lingkup dari penyajian ini, yaitu akan dicoba dikembangkan dimasyarakat sebagai sebuah produk seni baru. Kendatipun demikian, fungsi penyajiannya tetap akan disajikan sebagai sebuah seni presentasi estetis.

(10)

10

BAB II KAJIAN SUMBER

Terwujudnya garapan komposisi musik Ujar Sinambung ini tidak terlepas dari adanya sumber-sumber referensi yang mendukung. Adapun sumber-sumber tersebut berupa sumber pustaka, rekaman audio dan audio visual, serta data-data informasi yang diperoleh melalui narasumber maupun internet.

2.1 Sumber Pustaka

Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Dieter Mack. Bandung : Arti. 2004. Buku ini merupakan sebuah kumpulan esai yang secara kritis

menyoroti masalah musik kontemporer dan persoalan interkultural di Indonesia. Buku ini banyak memberikan gambaran kepada penata mengenai bentuk-bentuk musik kontemporer, seperti karya beberapa komponis muda Indonesia seperti I Nyoman Windha, Ben Pasaribu, dan lain- lain, sehingga dari pengetahuan ini dapat memberikan pertimbangan guna mewujudkan karya “Ujar Sinambung”.

Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Suka Hardjana. Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. 2003. Buku ini banyak memberikan pengetahuan kepada penata tentang musik kontemporer dari dulu hingga kini, sehingga dari pengetahuan tersebut penata menjadi lebih paham ketika mewujudkan karya ”Ujar Sinambung” ini.

Ubit-Ubitan, sebuah teknik permainan gamelan Bali, oleh Dr. I Made Bandem, Mudra, Jurnal Seni Budaya, STSI, 1993. Buku ini memuat tentang teknik permainan gamelan Bali yang dihasilkan dari perpaduan dua buah sistem

(11)

11

polos dan ketukan yang kosong dan akhirnya menghasilkan bunyi yang

interloking (saling mengisi) yang dinamakan dengan Ubit-Ubitan. Dari buku ini penata mendapatkan inspirasi tentang teknik-teknik permainan gamelan Bali.

Ensiklopedi Karawitan Bali oleh Pande Made Sukerta. MSPI Bandung Indonesia 1998. Dari buku ini penata mendapatkan berbagai karakter bunyi yang ditimbulkan dari alat-alat (gamelan) yang dipergunakan dalam komposisi „Ujar sinambung‟ .

Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I dan jilid II oleh Dr. A.A. M. Djelantik. Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar. 1990. Dari buku ini penata mendapatkan nilai- nilai estetik dalam sebuah karya seni.

Pengetahuan Karawitan Bali oleh Drs. I WM. Aryasa, dkk. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1984/1985 dari buku ini penata mendapatkan pengetahuan tentang teknik gegebug dalam instrumen karawitan Bali yang sangat mendukung dalam penggarapan komposisi karawitan „Ujar Sinambung‟

2. 2 Sumber Discografi

MP3 tabuh kreasi tahun 2007 yang dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali yang berjudul Chanda Klang karya Sang Nyoma n Putra Arsa Wijaya S.Sn, penata mendapatkan inspirasi pola-pola melodi yang berpindah patet.

Mp3 tabuh kreasi baru Pinara Tunggah karya Sang Nyoman P utra Arsa Wija ya S.Sn Penata me ndapatkan insp iras i te ntang motif- motif pukulan.

MP3 kreasi kontemporer Bima Sakti dan Belatuk Ngukul karya I Made Subandi penata mendapatkan motif- motif permainan kendang.

(12)

12

Mendengar secara langsung karya I Nyoman Windha yang menggunakan media ungkap gamelan bambu dan kerawang atau yang di kenal dengan nama JGF (jegog gamelan fusion).

Selain itu juga pengalaman penata sendiri aktif dalam mendukung beberapa garapan yang menggunakan barungan gamelan Semarandhana baik dalam bentuk kontemporer maupun kolaborasi.

(13)

13

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Perwujudan suatu karya seni terjadi melalui proses yang berlangsung mulai dari suatu dorongan yang dirasakan oleh seorang seniman untuk membuat karya sampai menjadi suatu kenyataan. Proses tersebut bisa berjalan dengan mudah dan cepat, tetapi bisa juga memakan waktu yang sangat lama, bahkan bisa gagal di tengah jalan, hingga karya yang dimaksudkan tidak pernah terwujud. Pada dasarnya proses perwujudan itu menyangkut dua tahap : yang pertama adalah penciptaannya yang dimulai dari adanya dorongan yang dirasakan, disusul dengan pemikiran menemukan cara-cara untuk mewujudkannya, dan yang kedua adalah pekerjaan perwujudannya sampai karya itu se lesai. 9

Setiap tahap pada proses ini dan hasil pekerjaan sang seniman selalu akan memiliki ciri khas yang merupakan akibat dari segala pengaruh dan pengalaman- pengalaman sang seniman baik yang disadari maupaun yang tidak disadari. Pengaruh-pengaruh tersebut berkaitan dengan lingkungan hidupnya, pendidikan, literatur yang pernah dibaca, dengan pengalaman yang khusus dan latar belakang kebudayaannya. 10

Menciptakan suatu karya seni berkualitas memerlukan suatu proses yang panjang dan cukup melelahkan. Namun demikian jika berhasil akan memberikan kepuasan dan rasa nikmat indah tersendiri bagi kreatornya. Guna terwujudnya suatu garapan yang baik dan utuh, diperlukan perencanaan kerja yang sistematis

9

A. A. M. Djelantik. 1987. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental Edisi ke-2. Denpasar : Proyek Pengembangan IKI Sub/Bagian Proyek Peningkatan/Pengembangan Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar, p. 38

10

(14)

14

agar memudahkan dan memperlancar dalam proses kreatifnya. Kendatipun demikian perencanaan yang sudah dipersiapkan dengan matang pun belum

menjamin proses kreatif akan berjalan mulus, dalam kenyataannya memang masih mengahadapi berbagai kendala yang tidak terduga sebelumnya. Begitu juga dalam proses terbentuknya komposisi karawitan Ujar Sinambung ini, mengalami proses panjang serta menguras tenaga dan pikiran untuk mewujudkannya.

Menurut Alma Hawkins 11 dalam proses penggarapan karya seni, terdapat tiga tahap penting yang harus dilalui. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dicoba untuk memformulasikan kerangka kerja dengan membagi kegiatan ke dalam tiga tahap. Ketiga tahapan yang dipakai dalam proses penggarapan untuk mewujudkan garapan ini adalah : tahap penjajagan (explorasi), tahap percobaan (improvisasi) dan tahap pembentukan (forming).

3.1 Penjajagan (Eksplorasi)

Tahap penjajagan merupakan langkah awal dalam suatu proses

penggarapan. Mulai dari mencari-cari inspirasi, berfikir, berkontemplasi sampai pada membayangkan tentang sesuatu yang akan dibuat. Dalam tahap ini penata melakukan dua hal pokok yaitu mencari inspirasi ide dan memastikan ide,

selanjutnya menyusun konsep yang akan digunakan untuk menterjermahkan serta memperjelas ide tersebut menjadi sebuah bentuk garap.

Dalam proses kreatifitas, ide merupakan hal yang sangat penting karena merupakan titik tolak atau pedoman utama dalam merampungkan suatu karya komposisi karawitan. Berbagai upaya serta usaha harus dilakukan dalam

11

RM Soedarsono. 1978. Diktat Pengantar dan Komposisi Tari. Yogyakarta : Akademi Seni Tari Indonesia, p. 25

(15)

15

mendapatkan ide garapan, yaitu dengan melakukan pengamatan-pengamatan terhadap kejadian-kejadian sosial di masyarakat, membaca buku dan surat kabar, mendengar radio serta menonton berita di televisi. Manfaat atau hasil yang di dapat dalam proses ini adalah munculnya suatu ide, inspirasi renungan yang mendalam serta masukan- masukan yang mengarah pada penggarapan suatu karya komposisi karawitan.

Sebagai langkah awal untuk melakukan penjajagan, pertama-tama yang penata lakukan adalah mencari inspirasi ide. Untuk merangsang munculnya inspirasi penata kebanyakan melakukan kontemplasi serta mende ngarkan kaset- kaset musik kontemporer dan musik kolaborasi yang memang menjadi musik favorit penata. Setelah sekian lama, akhirnya munculah keinginan dalam diri penata untuk menggarap sebuah komposisi karawitan dengan konsep perpaduan.

Proses penjajagan ini juga meliputi beberapa aktifitas lain seperti menentukan berapa jumlah pendukung akan di pakai, serta mengadakan

pendekatan kepada rekan-rekan sekaa gong di Banjar Dukuh Sidakarya sebagai upaya untuk kesediaanya mendukung garapan ini. Masih terkait dengan proses ini setelah menentukan ide, penata mulai menyusun konsep-konsep garapan yang nantinya menjadi dasar atau benang merah dari garapan ini nantinya. Dengan berbekal pengalaman, pengetahuan yang didapatkan dalam perkuliahan, informasi lisan dan beberapa referensi pribadi berupa kaset- kaset rekaman karya komposisi karawitan, dari kegiatan tersebut secara tidak langsung juga memberikan inspirasi pada penata dalam menyusun motif- motif gending yang akan digunakan dalam menggarap. Akhir dari tahapan ini penggarapan telah mendapatkan gambaran konsep-konsep gending, motif- motif yang siap untuk di bentuk menjadi sebuah

(16)

16

komposisi serta kemungkinan inovasi dan tata penyajian yang semuanya siap direalisasikan dalam tahapan berikutnya.

3.2 Tahap Percobaan (improvisasi)

Dalam setiap penyusunan suatu komposisi musik, terlebih bentuk dari komposisi itu terbilang baru, maka diperlukan suatu percobaan-percobaan untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan musikal dan sejauh mana wujud estetis dari elemen-elemen musikal itu nantinya bisa dibayangkan. Pada tahap ini di coba untuk bereksperimen mulai dari mencari kemungkinan seberapa banyak warna suara yang bisa dihasilkan oleh bambu dan kerawang. Setiap mendapatkan satu inspirasi musikal, akan coba dilakukan dan dicatat lewat sistem notasi untuk membuat pola- pola permainan guna mempermudah penuangan pada pendukung.

Setelah beberapa persiapan untuk sementara dianggap cukup, maka selanjutnya dilakukan eksperimen dengan pendukung yang diawali dengan melakukan upacara nuasen, yaitu sebuah tradisi ritual untuk memulai suatu

kegiatan. Sebagai insan beragama , hal ini dilakukan untuk memohon keselamatan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan harapan proses kreatif ini dapat berjalan lancar tanpa adanya halangan yang berarti. Kemudian penata melanjutkan memberikan gambaran mengenai ide yang menjadi latar belakang penggarapan. Hal ini penting sekali agar para pendukung bisa melibatkan diri baik secara fisik maupun mental terhadap garapan yang mereka dukung.

Pada latihan pertama yang dilaksanakan pada tanggal 11 maret 2011, penggarap memberikan arahan atau penjelasan tentang bentuk yang diinginkan, agar mereka memahami ide dan konsep yang telah direncanakan. Selanjutnya

(17)

17

memperkenalkan instrumen-instrumen yang digunakan serta menentukan peran pendukung berdasarkan kemampuannya. Pada latihan- latihan berikutnya sudah mulai mencari motif- motif, pola susunan melodi, ornamentasi, dimana

penuangannya dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari bagian pertama, kedua, dan seterusnya. Hal ini dilakukan agar memudahkan bagi para pendukung dalam menginternalisasikan dan memahami bagian-bagian yang terdapat dalam garapan.

Jadwal latihan yang telah disepakati berjalan sesuai harapan, tetapi ada kalanya pada saat latihan beberapa orang pendukung berhalangan hadir karena ada keperluan mendadak. Hal ini yang menyebabkan proses latihan menjadi kurang lancar, karena dalam garapan ini setiap instrumen berperan sama penting. Kendala lain yang mempengaruhi jalannya proses latihan adalah mengkordinir pendukung yang jumlahnya cukup banyak, di antara mereka ada saja yang berhalangan secara mendadak, sehingga sedikit mengganggu kelancaran dan target yang telah ditetapkan. Dalam kondisi seperti ini memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi karena jika tidak memaklumi situasi dan emosional bisa berdampak pada hal yang tidak diinginkan. Disamping itu, karena sebagian pendukung adalah murid SMK / SMA yang memang juga mengadakan Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional, jadi satu minggu sebelum hari tersebut mereka sudah meminta waktu untuk tidak bisa menghadiri latihan karena mereka mempersiapkan segala sesuatu yang harus mereka penuhi di Sekolah. Memang dalam bermain gamelan rasa kebersamaan sangat besar pengaruhnya, jika ada dua atau lebih yang tidak hadir maka akan mengurangi semangat yang lain. Situasi seperti ini tentu tidak menguntungkan sampai-sampai penggarap sempat

(18)

18

dapat mengikuti Ujian Akhir, penggarap memotivasi diri untuk tetap maju. Salah satu solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan porsi tertentu pada

beberapa bagian yang memerlukan perhatian ekstra.

Dengan adanya kendala tersebut, garapan yang semestinya mencapai target 50% pada minggu ke empat bulan Maret, baru tercapai 30%. Sehingga pada minggu pertama bulan April baru tercapai 50%. Pada minggu ke dua bulan April garapan ini sudah mencapai 75% dengan durasi waktu kurang lebih 7 menit. Tetapi pada tahap ini komposisi yang sudah terbentuk belum dapat dikatakan bentuk yang sudah pasti, karena pola-pola yang didapatkan dikumpulkan berdasarkan yang berkembang dalam garapan dan strukturnya juga belum jelas.

3.3 Tahap Pe mbentukan (forming)

Setelah beberapa motif kalimat lagu yang diinginkan terwujud, maka dimulailah merangkai dan menghubungkan motif tersebut untuk selanjutnya dibentuk menjadi suatu keutuhan komposisi. Tahapan ini menjadi sangat penting dalam memilih, mempertimbangkan, membedakan, serta memadukan ritme-ritme tertentu agar menjadi satu keterpaduan yang utuh. Pada tahap ini dimulai memilih, menghubungkan satu temuan dengan temuan yang lain, baik berupa warna suara, tempo, dan ritme. Dalam merangkai motif- motif ini harus banyak dilakukan pertimbangan-pertimbangan estetis karena didalam merangkai dan membuat satu keutuhan komposisi harus diperhitungkan tempat-tempat materi yang sesuai dengan posisi dan kebutuhannya. Tidak menutup kemungkinan ada beberapa kalimat lagu yang diubah atau bahkan dihilangkan jika kalimat lagu tersebut tidak sesuai dengan kalimat lagu yang lainnya.

(19)

Tahap Kegiatan

Intensitas Waktu Kegiatan

Februari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tahap Pejajagan

Tahap Percobaan Tahap Pembentukan

19

Dalam proses penggabungan atau pembentukan beberapa motif kalimat lagu ini, dinamika garapan sangat perlu diperhitungkan agar tidak muncul rasa jenuh pada saat menikmatinya. Disamping itu juga perlu diberi aksen-aksen, watak, dan corak tertentu yang ditonjolkan sebagai suatu identitas agar diperoleh sebuah komposisi musik yang merefleksikan jati diri penata. Pada tahap

pembentukan ini tidak saja merangkai atau menghubungkan motif musikal yang satu dengan motif musikal yang lain, namun juga menata komposisi maupun karakter dari masing- masing motif tersebut agar bobot maupun kualitas garapan ini terkesan lebih artistik.

Demikian tahapan-tahapan dari pencarian ide, perenungan musikal, penuangan hingga merangkainya menjadi sebuah komposisi yang utuh telah dilewati. Untuk lebih jelasnya dalam proses penggarapan karya seni ini, dapat disimak melalui penyajian tabel kegiatan di bawah ini.

Tabel I Intensitas Kegiatan

Keterangan

: Latihan ringan 2 x seminggu selama + 2 jm

: Latihan agak padat 3 x seminggu selama + 2 jam

(20)

No Hari & Tanggal

Jenis Kegiatan Hambatan Keterangan 1 Jumat

11 Maret 2011

Nuasen / latihan untuk pertama kali di Br. Dukuh Mertajati, Sidakarya dan mencari bagian pertama

Beberapa pendukung ada yang tidak hadir

Nuasen berjalan lancar 2 Senin 14 Maret 2011 Melanjutkan latihan mencari bagian 1 Beberapa pendukung ada yang tidak hadir

Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang sudah ada 3 Senin 21 Maret 2011 Melanjutkan latihan dengan mencari kotekan- kotekan gangsa

Beberapa pendukung ada yang tidak hadir

Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang sudah ada 4 Senin 04 April 2011 Mengingat kembali materi sebelumnya dan melanjutkan dengan bagian suling

Beberapa pendukung ada yang tidak hadir

Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang sudah ada 5 Rabu 06 April 2011 Menggabungkan bagian suling dengan instrumen lain.

Pendukung belum memahami

kalimat lagu yang dimaksudkan oleh penata Latihan diulang beberapa kali sampai pendukung memahami bagian tersebut 6 Jumat 08 April 2011 Mengulang bagian sebelumnya, kemudian melanjutkan ke bagian 2 Pendukung semua hadir Latihan berjalan dengan lancar 7 Sabtu 09 April 2011 Menambahkan bagian 2, terutama ubit-ubitan, kotekan gangsa dan melodi jublag dan suling

Pendukung semua hadir Latihan berjalan dengan lancar 8 Senin 11 April 2011 Menyatukan bagian 1 dan 2 Pendukung masih menghafal kalimat-kalimat lagu dalam bagian ini Penata beserta pendukung mengulang secara terus- menerus 20

(21)

    sampai penata dan pendukung memahami 9 Rabu 13 April 2011 Melanjutkan ke bagian penyalit menuju 3 Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 10 Jumat 15 April 2011 Menyatukan bagian 2 dan 3, sehingga terbentuk secara kasar bagian I, kemudian melakukan sedikit penambahan transisi menuju bagian II Pendukung masih mengingat-ingat bagian lagu. Tempo lagu masih belum stabil, sering terputus-putus di tengah jalan Penata memberikan pemahaman kepada pendukung agar pendukung mengerti setiap bagian dari lagu tersebut 11 Selasa 19 April 2011 Memantapkan bagian I, kemudian dilanjutkan dengan penuangan bagian II yaitu Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 12 Kamis 21 April 2011

Melanjutkan bagian 2 Pendukung belum memahami

dengan maksud yang ingin penata sampaikan sehingga terjadi penempatan salahmelodi Penata memberikan pemahaman tentang bagian melodi yang dimainkan, kemudian diulang kembali 13 Jumat 22 April 2011 Melanjutkan bagian penyalit gending agar lagu tersebut bisa

kembali lagi ke bagian II

Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 14 Sabtu 23 April 2011 Melanjutkan bagian penyalit gending, kemudian mengulang kembali keseluruhan bagian II Pendukung masih mencari-cari dan mengingat-ingat setiap kalimat lagu sehingga sering putus di tengah jalan Penata memberikan pemahaman tentang setiap bagian lagu dan mengulang bagian tersebut secara 21

(22)

    terus menerus sampai bagian tersebut utuh 15 Minggu 24 April 2011 Menggabungkan bagian I dan bagian II,

Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 16 Senin 25 April 2011

Mengulang bagian I dan bagian II, kemudian melanjutkan ke bagian III Pendukung sebagian tidak hadir Tetap berjalan tetapi hanya sebentar 17 Selasa 26 April 2011

Melanjutkan bagian III Sebagian

pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 18 Rabu 27 April 2011

Melanjutkan bagian III Pendukung kurang memahami maksud penata terutama di bagian kalimat lagu yang terputus-putus Mencari bagian-bagian tersebut secara berulang- ulang dan kemudian memberikan pemahaman kepada pendukung tentang maksud disetiap bagian kalimat lagu 19 Jumat 29 April 2011

Mengulang bagian III dan mencari-cari motif- motif yang belum jelas

Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 20 Sabtu 30 April 2011 Memantapkan bagian I, II, III, kemudian mencari bagian ending bagian IV

Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 21 Minggu 01 Mei 2011

Mencari bagian IV Sebagian

pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 22

(23)

22 Senin

02 Mei 2011

Menyambung bagian III ke Bagian ending (IV)

Pendukung mengingat kembali bagian III Kembali mengulang- ulang bagian III 23 Rabu 04 Mei 2011 Memantapkan keseluruhan bagian gending, walaupun masih kasar Pendukung sedikit bingung ketika menyambung kalimat lagu Kembali mengulang- ulang kalimat lagu yang kurang jelas 24 Selasa 10 Mei 2011 Bimbingan karya di tempat latihan oleh dosen pembimbing Pendukung hadir semua Bimbingan berjalan lancar 25 Kamis 12 Mei 2011

Mencari dinamika atau ngumbang ngisep di setiap bagian gending,

Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 26 Jumat 13 Mei 2011 Memantapkan bagian perbagian dari gending

Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 27 Minggu 15 Mei 2011 Memantapkan keseluruhan bagian gending, dan ngalusin

Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 28 Senin 16 Mei 2011

Gladi bersih Di Gedung Natya Mandala Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 29 Rabu 18 Mei 2011

Mencari nafas lagu (angkihan gending) Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 30 Jumat 20 Mei 2011

Ngalusin gending Pendukung hadir semua

Latihan

berjalan lancar 31 Minggu

22 Mei 2011

Ngalusin gending Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 32 Senin 23 Mei 2011 Mencoba panggung di gedung Natya Mandala

Pendukung hadir semua Latihan berjalan lancar 33 Selasa 24 Mei 2011

Pergelaran tugas akhir (T.A) di gedung Natya Mandala Pendukung hadir semua Pertunjukan berjalan lancar 23

(24)

24

BAB IV WUJUD GARAPAN

Wujud adalah sesuatu yang tampak secara konkrit atau sesuatu yang dapat di tanggap dengan mata atau telinga. 12 Wujud garapan adalah aspek yang

menyangkut keseluruhan dari karya seni itu maupun peranan dari masing- masing bagian dalam keseluruhan itu.

4.1 Deskripsi Garapan

Setelah melalui proses kreatif yang panjang dengan beberapa tahapannya, komposisi karawitan Ujar Sinambung ini akhirnya berhasil diwujudkan menjadi sebuah karya yang utuh. Terwujudnya karya seni ini merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan yang dihadapi selama menjalani proses kreatif mulai dari pencarian ide, perenungan konsep musikal, penuangan materi kepada pendukung hingga terwujud menjadi sebuah komposisi yang utuh dan sarat dengan nilai artistik tersendiri sehingga akhirnya karya ini layak untuk disajikan.

4.2 Analisa Pola Struktur

Kata “struktur” mengandung arti bahwa di dalam karya seni tersebut terdapat suatu pengorganisasian, pengaturan, adanya hubungan tertentu antara bagian-bagian secara keseluruhan. Akan tetapi dengan adanya suatu susunan atau hubungan yang teratur antara bagian-bagian dari pelbagai unsur seni, belumlah menjamin, bahwa apa yang terwujud sebagai keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, seni, dan memenuhi syarat-syarat estetik. 13

12 13

A. A. Made Djelantik. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : MSPI, p.19. A. A. M. Djelantik. 1987. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental. Denpasar : Sekolah Tinggi Sen i Indonesia Denpasar, 1990, p. 18 -19

(25)

25

Akan halnya dengan komposisi Ujar Sinambung tersusun dari unsur-unsur musik dalam dan pola tertentu dalam sebuah struktur sepenuhnya dibentuk untuk pemenuhan estetik musikal. Bila dilihat dari segi struktur, komposisi ini terdiri dari 4 bagian, setiap bagiannya mempunyai maksud dan tujuan tersendiri baik dalam pola penggarapan maupun dalam mengekspresikannya. Setiap bagian merupakan pengejawantahan sebuah konsep musikal yang merupakan pengendapan dari sebuah proses melalui penjelajahan rasa, rasio, emosional pemanfaatan instrumen dalam ruang dan waktu. Untuk lebih jelasnya struktur komposisi akan dijelaskan bagian demi bagian, tujuannya untuk lebih mudah memahami serta memberi batasan yang jelas, terdiri dari hal sebagai berikut:

Bagian I

Bagian ini merupakan pembuka dari garapan yang diawali oleh permainan jublag dan jegogan. Instrumen gangsa Semaradhana dan instrumen bambu secara rampak pada satu kalimat lagu dan kemudian dilanjutkan oleh permainan semua intrumen secara mandiri. Ini dimaksudkan sebagai introduction atau pengenalan karakter masing- masing gamelan/instrumen baik terbuat dari perunggu maupun bambu. Adapun patutan yang digunakan adalah patutan selisir Tempo agak lambat dengan pukulan sangat sederhana serta pola permainan suling yang sangat melodis dimunculkan dengan maksud untuk memperkuat pencapaian gambaran dari suasana damai dan ketenangan. Melodi diperkuat dengan memberi tekanan tertentu pada ruas melodi oleh jegogan bambu dan kerawang.

Transisi pada bagian I dengan pola pukulan ngebyar, dimainkan semua jenis instrumen. Selanjutnya motif polifon, yang pada pokoknya kerangka melodi dimainkan dengan instrumen jegogan Semarandhana, sedangkan

(26)

masing-26

masing instrumen lainya instrumen dimainkan dengan teknik yang berbeda-beda dengan tempo cepat dan diisi teknik pukulan ngotek secara bergantian antara instrumen bambu dan kerawang. Pada akhir dari bagian ini penata memberikan aksen-aksen tertentu untuk memperjelas bagian-perbagian.

Adapun notasi pada bagian I sebagai berikut : Jb+Jgs+Jgb Gsb Gss . 3.4. 5 .4 5 5 .7 5 . .. . . 457 . .. . 4. 54 . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . Bsm 1. 3 1 . 6 . 4 . 5 .(3) 3.13 .4.3 .4.5 Gsb 3432 3432 3217 1. .. Gss Gsb Gss 1313 543. 131. . .. . 4543 .. . . . .. . 1. .. . .. . . .. . . .. . . .. . Gss+Gsb 134. 345. 134. 345. 134. 345. 7.3. 5.7. 3 . 5 . 7 . (3) Slg+Jb+Jgs 3.4. 4.4. 5434 5.4. 3. 2. 1. .. . .. . . .. . Jb Jgb Jb+Jgb+Slg Jb Jgb 5434 5. .. 4534 543. 1.11 27.. 4212 4. .. 3134 545. . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . Jb+Jgb+Slg 5.4. 3.2. 1.2. 3.4. . . (3)

(27)

27 Slg 3434 5. .. .343 45.6 .4.5 .2.3 .1.2 .6.7 . 1 . 2 . 3 . 4 . 5 .(3) Gsb (^) 3.33 .33. 33.3 3.34 4.44 .44. 44.4 4.45 5.55 .55. 55.5 5.54 4 . 4 4 . 4 4 . 4 4 . 4 4 . 4 (3) Jgb .4.3 .5 . 4 . 1 . 3 .7 . 1 . 3 . 4 .1 . 3 .3.4 . 4 . 5. 7 . 5 . 4 . 5 . 1. 7 . 5 .4. 5 . 4. 3 . 1 . 3 . 7 . 1 . (3) Slg 3. .. . .. . . .. . 1.3. 5 . 7 4 . . 1. . .. . . . 3. 7. .. 1. 5. . .. . . .. . 714. 35. . . .. . 714. 35. 7 4. .. 7 1 4 . 3 5 . 7 .4 . 3 . .. . . .. . .5.4 341. . .. . . .. . 5434 1. 71 313. . .. . 1. 71 354. . .. . 5434 7. .. 5. .. .1.7 5.7. 1. .. .57. 4.5. 7. .. 4.5. 1.7. . . .5 1.7. 5 4 5 (3)

(28)

28 Kebyar Bsm Slg Bsm Nxt Kebyar Bsm 3.13 .713 .713 1713 4.34 .3.4 .134 5.7. 5 1754 5354 3175 4 4545 7571 7157 1571 (3) kembali ke ^ 3.13 .713 .713 1713 4. .. . .. . . .. . . .. . Gss Jb+Jgs 75.5 7.34 .43. 5432 1.11 .1.1 .1.1 (3) . .. . Jgs 3. 4. 3. .. 3454 3.7. 7.3. 4.3. ..34 543. 7.7. 1.1. 2.2. 1.1. 7.7. 6.6. 5.5. 3454 (3) 2X Bsm 3434 5456 5676 7654 (3) 4 3 4 5456 5676 7654 (3) 4 5 6 3 5 3 5 (3) 5 4 (3) 4 5 6 5 4 (3) 5 3 5

(29)

29

Bagian 2

Bagian kedua diawali dengan permainan bersama dari semua instrumen dengan tempo patah-patah, pada bagian ini setiap instrumen bambu dan kerawang saling menonjolkan karakternya dengan saling bergantian kemudian di sambung dengan tempo yang ngelung dengan teknik polifon untuk permainan instrumen bambu. Dalam permainan instrumen bambu tersebut permainan suling kembali mendominasi dan menuntun melodi menuju ke patutan tembung. Pada bagian ini instrumen kerawang mendominasi dan diarahkan untuk banyak mengisi.

Sedangkan setiap ada peralihan ke patutan selisir, instrumen bambu yang mengisi. Dinamika menjadi unsur penyela sebagai sub transisi melodi dengan tempo yang sedang, kalimat lagu selanjutnya dimainkan dengan menggunakan patutan

pangenter ageng dengan tempo yang sangat lambat, dan teknik permainan gangsa kerawang secara polifon. Setelah melodi berjalan dua kali kendang mulai masuk dengan mengikuti irama melodi. Ending pada bagian ini dengan tempo yang sedikit naik/cepat dan dilanjutkan ke bagian tiga.

Adapun penotasian pada bagian II sebagai berikut :

Bsm 3. .. 34.. 345. 3457 3 4 5 7 (1) Jb Jgs 1.2. 7.1. 2.1. 7.1. 5.7. 4.7. 4.7. 4.57 (1) 4X 1457 1457 1457 1457 (1) Slg 1. .. 7171 2712 1.7.

(30)

30 6.4. . . 6. 7.1. 7. .. 7. .. 7.6. 1. .. 6 . 7 . . . 6. 1.7. 7. .. 6.4. . 3 4 5 7 5 4 5 7 1 5 7 1 3 (1) Jb /tembung 5.45 .457 5.7. 5431 7.1. 3.1. 3.5. 4.3. 1. .. 1. .. 5.45 4.1. 3.43 5.45 4.1. 3.43 431. 431. 4343 1.43 1. .. . .. . . .. . . .. . Jgs+Jgb Jb /tembung 3.4. 5.3. 4.3. 5.4. 3.4. 5.7. ..11 151 5.45 .454 5435 4.3. 1. .. . .. . . .. . . .. . Jb/selisir 5.3. 4.5. 7.5. 3.4. 3. 5. 4. 3. . .. . . .. . Jb /tembung 33.7 7.33 .34. 543. 33.5 5.33 .4.5 4545 7. .. 7. .. 7777 . . . (.) Jgs+Jgb/slsr 3.4. 5.4. 3.2. 1.2. 3.4. 5.4. 3.2. 1.2. 3.4. 5.4. 3.5. 1. 37 . 31. 37. 3 1. .. 4 . 3. 3. 4. 5. .. 3. 4. 3. ..

(31)

31 Gss 7171 3134 3454 5431 7171 3134 3454 5435 4.1 . 4.3. 5.45 . .. 5 5535 . .. . . .. . . .. . Jb+Jgb 5.35 .353 1.31 .313 5. 35 353. . .. . . .. . Gss 3535 6.35 351. 3535 6 . 3 5 1 . 3 5 1 . 3 (6) Jb/Pgtr ageng 1 1 . 1 1 . 5 . . . 4 3 1 3 1 . 11.1 1.5. 4.34 534. 1.3. 4.1. 3.4. 3.4. 1.3. 4.5. 4.3. 2 . (1) 4X Bagian 3

Pada bagian ini di mulai dari permainan gangsa semarandhana teknik pukulan norot dengan tempo yang cepat, pola melodi yang sederhana

menggunakan ketukan ganjil yaitu gong jatuh pada hitungan ke tujuh.

Ornamentasi pola-pola pukulan kendang dengan jalinan dan membuat aksen- aksen dengan cengceng ricik yang follow up oleh intrumen lainnya sangat mendominasi bagian ini. Pola melodi tersebut di ulang lima kali dan di lanjutkan dengan permainan tunggal dari instrumen bambu, selanjutnya dengan instrumen kendang dan cengceng. Setelah pola-pola pukulan bambu dilanjutkan dengan permainan gangsa Semarandhana dengan teknik pukulan niltil yang di ikuti dengan aksen-aksen yang di buat oleh kendang dan diikuti cenceng ricik dengan

(32)

32

menggunakan patutan patemon dengan hitungan ganjil pula. Pada permainan ini hanya di ulang tiga kali dan dilanjutkan dengan transisi ke patutan tembung, permainan disini secara bersama-sama antara gamelan bambu dan gamelan Semarandhana yang menggambarkan kebersamaan dan menghasilkan suara yang khas dari perpaduan tersebut. Dan tanpa melalui transisi patutan patemon beralih ke patutan sunaren dengan menggunakan melodi delapan ketukan yang hanya dimainkan oleh instrumen bambu dengan tempo yang sedang, setelah penonjolan kembali karakter bambu itu dengan menggunakan transisi patutan tembung beralih ke patutan selisir dan akan menuju ke ending dalam garapan ini.

Adapun penotasian pada bagian III sebagai berikut : Gss/Pgtr ageng 3 . . . . .. . 55.3 4. .. . .. . . 543 4. .. . ... Gsb/ Patemon 5 5 . 3 . 4 . 6 . 7 . 1 . 2 2X Gss/Patemon Jbl/Patemon Gsb/Patemon 4.34 .3.4 3.1. 313. 31.. 1..1 ..13 4.13 451. 3. 45 . 545 . 4.. 5 4 5 . . 3 4 (5) 5 . . 3 . 4 . 5 . 3 4 3X 7 . 5 4 . 5 . . 4 3 . 4 . 3 1 3 4 5 7 2X Jbl/Patemon . .. . 7 . 5 4 (3) Gss/Patemon 3345 5341 1345 7 7 5 7 4 4 5 4 5( 3) 3X Gss/Tembung 1.3. 1.3. 4.3. 4.3. 1.3. 1.3. 4.3. 1.3. 4

(33)

33 Gss/ Tembung . ... . .. . 7 .1 . 3.4 Jbl / Tembung 3. 13 1. 34 5. 45 4. .. 5.34 1.34 51.3 .4.5 7. .. 7127 (1) Jbl / Tembung . . 2. . . 7. . .. 4 712. 1.27 4575 7.5. 1754 .1.4 .3.4 .5.7 2175 . 17. 1717 . .. 7 1 2 7( 1) 2X Jbl/Sunaren Jbl/selisir Jbl/selisir 357. 5.43 .4.3 .5.4 .7.5 .4.3 .4.3 .5.4 .7.5 .4.3 .4.3 .5.4 . 7 . 5 . 4 . (3) 44.3 55.4 77.4 1754 5 . . 3 1 3 4 5 (4) 4.5. 4.5. 7.17 17.5 4.54 3175 7175 7111 1 (1) Bagian 4

Dalam ending pada bagian ini ke dua instrumen menonjolkan teknik gegebug masing- masing secara estafet dengan menggunakan enam ketukan,setelah itu bersama-sama menuju tempo yang lebih cepat yang dilakukan bersama semua instrumen. Suasana di sini menunjukan brokent dengan teknik pukulan yang berbeda-beda antara masing- masing instrumen dan kendang mulai masuk untuk penegasan aksen-aksen melodi. Bagian ending disini dinamika gamelan mulai lirih dan masuknya suara suling yang akan mengakhiri.

(34)

Masing-34

masing instrumen dengan pola pukulan yang berbeda mulai lepas satu persatu dan dinamika gamelan lirih, lirih dan lirih dan mulai menghilang dan yang paling akhir diakhiri dengan gong. Pola ending demikian merupakan pola inovatif dari pola yang ada sebelumnya, dan menurut penata ini merupakan nilai plus pada garapan ini.

Adapun penotasian pada bagian IV sebagai berikut : Jbl/selisir Slg(Ending) 5 . 7 . 1 . 5 . 7 . (1)Sampai ending 1. . 5 . 7. 4 . 5. 7 . 1.. . .. . .7.1 75.. .1.3 . 5. 5 . 4.. . .. . 5.4. 3.1. 7.1. 7.17 1717 1717 1717 1717 . .. 4 . 5 7 . . . 4. 5.7. 1.7. 1.7. 1717 1717 171. . .. . . . 7. 5.4. 3.1. 7.1. 7.1. 7171 7171 7 1 7 1 7 1 7 (1) 4.2.1 Instrumentasi

Dalam garapan ini penata tidak memakai instrumentasi dari kedua barungan itu

secara komplit. Namun dari kedua instrumen itu akan diambil beberapa instrumen yang

akan mewakili dari kedua barungan itu. Adapun instrumen-instrumen tersebut adalah :

 4 tungguh gamelan bilah bambu pelog 7 nada  2 tungguh Pemade semarandhana

 2 tungguh Jublag semarandhana  1 tungguh Jegogan rindik pelog 7 nada

(35)

35

 1 pasang kendang krumpungan  4 buah suling menengah  1 buah kajar

 1 pangkon cengceng ricik

 1 buah gong, 1 buah kempur dan 1 buah kempli  1 buah gentaurag

4.2.2 Sistem Notasi

Sistem penotasian atau pencatatan lagu yang digunakan dalam garapan ini adalah menggunakan sistem pencatatan yang sifatnya deskriptif, yaitu sistem pencatatan yang mencatat pokok-pokok lagu yang dimainkan masing- masing instrumen14.

Untuk penulisan notasi penggarap menggunakan sistem notasi ding dong, yaitu sistem notasi yang menggunakan Aksara Bali. Adapun simbol-simbol yang digunakan dalam notasi adalah sebagai berikut :

Nada 2 (ndaing) Nada 3 (nding) Nada 4 (ndong) Nada 5 (ndeng) Nada 6 (ndeung) Nada 7 (ndung)

Berkaitan dengan penggunaan patutan yang ada dalam gamelan Semaradhana, maka penggunaan simbol juga disesuaikan dengan simbol-simbol nada pada

14

I Wayan Aryasa dkk, Pengetahuan Karawitan Bali, 1984/1985. Bali: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, p28.

(36)

36

masing- masing patutan. Adapun beberapa patutan yang digunakan adalah selisir, tembung, sunaren dan patemon.

Selain pengguanaan simbol-simbol di atas juga dilengkapi dengan tanda- tanda umum yang dipakai dalam pencatatan atau penulisan notasi seperti:

a) Tanda Titik (.)

Satu titik di atas simbol nada, maknanya nada itu lebih tinggi dari pada nada sedang, sedangkan tanda titik di bawah simbol, maknanya nada itu lebih rendah dari pada nada sedang. Tanda ini juga dapat diartikan bahwa nada yang mendapat tanda ini jatuh pukulan gong.

b) Tanda Ulang

||.... ....||

Tanda ini merupakan dua garis vertikal yang diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.

c) Garis Nilai ... , ...

Garis nilai ini berupa garis horisontal yang ditempatkan di atas simbol nada, yang menunjukan nilai nada tersebut dalam satu ketukan.

d) Tanda Coret Pada Simbol Nada (/)

Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa dalam prakteknya nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup bilahnya.

e) Tanda Siku-Siku (>)

Simbol nada yang mendapat tanda ini mempunyai arti bahwa nada-nada yang dibatasi tanda ini dalam prakteknya nada-nada tersebut dimainkan secara bersamaan.

(37)

37

f) Singkatan Nama-Nama Instrumen

Untuk memudahkan dalam penotasian, nama-nama instrumen yang dipakai di singkat sebagai berikut:

Gss Gsb JB Jgs Jgb Slg G CR : Gangsa Semarandhana : Gangsa Bambu : Jublag : Jegog Semarandhana : Jegog Bambu : Suling : Gong : Cengceng Ricik KMP : Kempur KPL KJ KW KL : Kempli : Kajar : Kendang Wadon : Kendang Lanang BSM : Bersama 4.3 Analisa Estetik

Setelah mengalami proses yang cukup panjang, akhirnya garapan komposisi Ujar Sinambung dapat terwujud dan siap untuk dipertunjukan. Komposisi musik Ujar Sinambung merupakan sebuah bentuk komposisi musik perpaduan yang ingin mengungkap imajinasi dan penalaran musikal dari teknik gegebug, pola garapan dan penonjolan masing- masing instrumen yang tetap pada

(38)

38

satu kesatuan garapan yang utuh (unity) dan berkesinambungan (continuity). Dalam memilih media ungkap yaitu gamelan Semarand hana, penata ingin mencoba mengolah patutan yang ada dalam gamelan Semar Pagulingan yaitu ; patutan selisir, tembung, sunaren, patemon, pangenter ageng dan pangenter alit yang diharapkan dapat menghasilkan karakteristik musikal yang sesuai dengan konsep garapan seperti suasana tenang, damai dan harmonis.

Penata mencoba menyiasati dengan mengolah unsur-unsur musik secara maksimal, sehingga garapan ini dapat memunculkan kesan estetis yang kuat. Disamping itu ada beberapa hal yang bersifat mendasar dan menjad i

pertimbangan penggarap yaitu ; keseimbangan (balance), penonjolan (dominance), dan keutuhan atau kesatuan (unity). 15 Hal ini menjadi pertimbangan yang sangat penting bagi pembobotan sebuah karya seni dan bermakna dalam entitas kekaryaan.

4.3.1 Keutuhan atau Kesatuan (Unity)

Keutuhan dari garapan ini tercermin dari integritas antara ide dan konsep dengan keterampilan dalam memainkan instrumen yang dipergunakan, sehingga pesan yang disampaikan dapat ditangkap melalui komposisi yang dihasilkan. Disamping itu, dari bagian satu ke bagian berikutnya didasarkan atas satu bingkai tema secara berkesinambungan. Artinya masing- masing bagian mempunyai kaitan prosesual untuk pencapaian penyelesaian yang ada pada akhir dari komposisi ini.

Pada komposisi ini unsur keutuhan diungkapkan melalui pengolahan ide yang dikemas lewat struktur mikro maupun makro yang tercermin lewat kesatuan

15

A. A. M. Djelantik. 1987. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid I Estetika Instrumental. Denpasar : Sekolah Tinggi Sen i Indonesia Denpasar, 1990, p. 32.

(39)

39

dari masing- masing bagian dengan hadirnya keseimbangan musikal dari beberapa pola serta motif pukulan yang digunakan baik itu dengan memakai pola yang simetris ataupun dengan pola yang asimetris. Semua hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan atau keutuhan karya komposisi karawitan Ujar Sinambung ini.

Selain hal tersebut dalam proses kreatifnya untuk menghasilkan komposisi yang mampu memberikan rasa estetis atau kelangenan maka beberapa teknik secara konseptual juga diaplikasikan seperti konsep adung, lengut, dan pangus.16 Adung dimaksudkan sebagai pemilihan motif- motif yang sesuai dengan

karakterisitik suasananya, lengut artinya mampu untuk menyampaikan tujuan atau maksudnya, sedangkan pangus adalah sesuai dengan penempatannya kapan motif atau pola-pola baru tersebut perlu dimunculkan.

4.3.2 Penonjolan (Dominance)

Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian penikmat karya seni ke suatu hal tertentu, yang dipandang lebih penting dari pada hal- hal yang lain dari karya seni tersebut. Penonjolan dari garapan komposisi ini adalah permainan teknik yang menggabungkan tempo yang berbeda dalam satu jalinan melodi.

Pada karya komposisi karawitan Ujar Sinambung, penonjolan dilakukan dengan memberikan kesempatan masing- masing instrumen untuk mengambil peran secara bergantian seperti penonjolan pola kotekan, pola ritme yang

16

(40)

40

mengelaborasi pola lagu yang dimainkan oleh beberapa instrumen tertentu secara bersama-sama. Pola tersebut dapat dilihat pada bagian 3. Pada bagian ini

penonjolon dilakukan oleh instrumen kendang, gangsa semarandhana dan gangsa rindik. Sementara instrumen kolotomik mengendalikan pola melodi pokok dan ruas-ruas lagu secara struktural. Penyiasatan terhadap kemungkinan pola-pola baru dilakukan sebagai upaya kreatif untuk menghasilkan sebuah komposisi baru.

4.3.3 Keseimbangan ( Balance)

Keseimbangan yang dimaksud dalam garapan ini adalah keterpaduan unsur-unsur musikal yang diproporsikan menurut kebutuhan garapan. Acuannya adalah koneksitas antara struktur, pola, dinamika, tempo dan harmonis yang menempatkan hubungan itu pada tujuan keseimbangan. Keseimbangan dalam penggunaan patutan (modulation system) juga menjadi pertimbangan untuk menguatkan koneksitas tersebut.

Dalam garapan ini aspek keseimbangan tercermin pada keseluruhan bagian yang termaktub juga pada sub bagian tertentu. Ada bagian yang memang di dominasi oleh karakteristik keras, cepat dan kompleks, aka n tetapi juga ada bagian yang didominasi oleh karakteristik lemah, lambat dan sederhana. Demikian juga penempatan pola yang seimbang antara instrumen Semarandhana dan

instrumen bambu, baik dalam hal intensitas pukulan yang dilatar belakangi mempertimbangkan akustik maupun proporsi penggunaan instrumen.

(41)

41

4.4 Analisa Simbol

“Simbol” atau “lambang, pertanda, wangsit” adalah sesuatu yang mempunyai arti tertentu, yang lebih luas dari pada apa yang tampil secara nyata dan didengar. 17 Seturut dengan pendapat ini Susane K. Langer juga berpendapat bahwa seni adalah ekspresi simbolis. Artinya ekspresi seni berbeda dengan luapan perasaan secara wantah sebagaimana orang mengalami perasaan dalam keadaan sedih, marah, tertawa dan sebagainya yang dapat diamati dari air mukanya maupun tingkah lakunya 18.

Dalam seni karawitan, penulisan karya seni sangat penting. Adapun simbol yang digunakan berupa sistem notasi atau sering disebut dengan Titi Laras. Sistem notasi pada dasarnya dikenal ada dua jenis notasi musik yaitu ; notasi preskriptif dan deskriptif. Unsur konstruktif mengandung arti bahwa tanda- tanda notasi yang bersangkutan tidak dapat ditawar-tawar, harus dimainkan seperti apa yang dicatat. Sedangkan unsur dekoratif mengandung unsur bahwa tanda-tanda notasi yang bersangkutan boleh ditawar, tetapi dalam batasan-batasan tertentu saja. Notasi deskriptif artinya mencatat agar tidak lupa, mengandung unsur bahwa tidak semua jenis melodi dan ritme harus dicatat, tetapi hanya melodi pokoknya saja atau balungannya. 19

Karya seni musik merupakan sebuah karya seni yang abstrak. Artinya setiap penikmat pasti akan memiliki apresiasi yang berbeda dalam menikmati karya tersebut. Oleh sebab itu dalam menerjermahkan ide ke dalam bahasa musik

17 18

AA Made Djelantik, Op. Cit, p. 49

Susane K. Langer dalam A. Sudiarja, “Pendekatan Baru dalam Estetika” dalam Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat . M. Sastrapratedja ed. Jakarta: Gramedia, 1981,p.31.

19

I Wayan Aryasa, Pengetahuan Karawita Bali. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendid ikan Dasar dan Menengah, 1983, p. 2

(42)

I II III IV V VI VII VIII Nama Patutan

3 4 5 - 7 1 - 3 Patutan Selisir ( ding terletak pada nada pertama )

1 2 3 - 4 5 - 1

- 3 4 5 - 7 1 - Patutan Baro ( ding terletak pada nada kedua )

- 2 3 4 - 5 6 -

1 - 3 4 5 - 7 1 Patutan Patemon (ding terletak pada nada ketiga )

1 - 2 3 4 - 6 1

7 1 - 3 4 5 - 7 Patutan Tembung ( ding terletak pada nada keempat )

1 2 - 3 4 5 - 1

No Simbol Nama Aksara Dibaca

1.

3

Ulu Ding

2.

4

Tedong Dong

3.

5

Taleng Deng

4.

6

Suku Ilut Ndeung

5.

7

Suku Dung

6.

1

Carik Dang

7.

2

Pepet Ndaing

42

kiranya dipandang perlu untuk menjelaskan simbol-simbol sebagai ciri untuk mendeskripsikan ide tersebut. Adapun simbol-simbol yang digunakan dalam garapan ini sebagai berikut :

Tabel III Penganggening Aksara Bali

Dibaca Dalam Laras Pelog Tujuh Nada

Menurut hasil penelitian I Made Kartawan yang berjudul Reformulasi Sistem Patutan pada Gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu terdapat tujuh jenis patutan sebagaimana tabel di bawah ini 20 :

Tabel IV Sistem Patutan Dalam Gamelan Se mar Pegulingan Saih Pitu

20

I Made Kartawan, Formulasi Sistem Patutan Pada Gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu , Laporan Penelit ian , 2009,p.34.

(43)

- 7 1 - 3 4 5 - Patutan Sunaren ( ding terletak pada nada kelima )

- 2 3 - 5 6 7 -

5 - 7 1 - 3 4 5 Patutan Pengenter Ageng ( ding terletak pada nada keenam )

1 - 3 4 - 6 7 1

4 5 - 7 1 - 3 4 Patutan Pengenter Alit ( ding terletak pada nada ketujuh )

1 2 - 4 5 - 7 1

43

( I Made Kartawan, 2009:34).

4.5 Analisa Materi

Ketika menggarap sebuah komposisi musik baru, terdapat materi- materi pokok yang nantinya membentuk struktur dari garapan tersebut. Struktur itu sendiri menyangkut masalah bagaimana penyusunan musik secara keseluruhan dalam satu kesatuan garapan musik dengan menggunakan materi- materi yang sudah ditentukan dan dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai dengan kebutuhan garapan.

Kaitannya dengan materi yang akan membentuk struktur musik da lam garapan ini, penggarap berusaha untuk memunculkan pola-pola yang bersifat baru dengan mengembangkan pola-pola permainan yang sudah ada, mengolah unsur- unsur musikal seperti; ritme, melodi, tempo, dinamika dan harmoni sesuai dengan kebutuhan garapan ini berdasarkan konsep-konsep yang sudah ditentukan.

Sesungguhnya dalam garapan ini penggarap mencoba menonjolkan suatu permainan yang sederhana, namun dibalik kesederhanaan itu dicoba disiasati dengan pengolahan tempo, dinamika, pola-pola ritme, dan harmoni dengan menjalin suatu bentuk pola pukulan yang satu dengan yang lainnya serta

(44)

44

(complicated). Dari usaha itu, dengan segala ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dapat dimunculkan suatu bentuk yang terkesan rumit dalam kesederhanaan. Disamping itu dilakukan pola-pola pukulan secara serempak untuk memberikan aksen atau tekanan pada beberapa bagian dalam garapan.

Mengacu pada pembentukan garapan ini tidak terlepas dari materi musik terutama yang terdapat dalam unsur-unsur musik yang melebur menjadi satu kesatuan yang utuh dan memberikan jiwa garapan ini antara lain :

1. Ritme

Dalam suatu karya seni, ritme atau irama merupakan kondisi yang

menunjukkan kehadiran sesuatu yang terjadi berulang-ulang secara teratur. 21 Pada dasarnya, ritme atau irama dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain ; irama metris (irama yang ajeg), irama melodis (bentuk irama yang merupakan pengembangan dari pola-pola melodi), dan irama ritmis (bentuk irama yang menekankan pada pola-pola ritme yang menghasilkan kesan jelimet atau rumit). Dalam garapan ini lebih ditonjolkan suatu bentuk bentuk ritme atau irama dengan membuat beberapa pola-pola ritme yang berbeda dan dijalin menjadi satu

sehingga menghasilkan ritme yang terkesan rumit. 2. Melodi

Melodi merupakan rangkaian nada-nada secara beraturan yang sudah diatur tinggi dan rendahnya. 22 Melodi dalam garapan ini dapat diartikan sebagai hasil dari terjalinnya nada-nada yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk suatu pola melodi.

21 22

Ibid, p. 35

I Wayan Suweca. Diktat Pengetahuan Dasar Musik Barat. Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, 1999, p. 7

(45)

45

Menurut William P. Malm sebagaimana dikutip oleh Sudirga menyatakan bahwa pola melodi dalam sebuah lagu berhubungan dengan ruang dan waktu yang bergerak secara harmonis. Selanjutnya dinyatakan ada setidaknya empat pola melodi (kontur) yang dikenal yaitu lengkung (arched), berjenjang (terraced), berjuntai (undulating), dan menukik (ascending ). 23

Dalam penyusunannya, penggarap mencoba menjalin beberapa pola melodi yang berbeda menjadi satu, sehingga menghasilkan jalinan-jalinan yang menimbulkan kesan adanya komunikasi antara pola yang satu dengan pola yang lainnya. Dalam garapan ini, melodi yang digarap cenderung melodi yang lembut, berjuntai, menukik, berjenjang, dan berjuntai berayun. Pemilihan pola melodi dalam garapan ini sangat selektif terbatas pada pola-pola yang mendukung tema pokok dan sub temanya.

Dalam permainan laras pelog tujuh nada pergantian-pergantian pola melodi dari pola yang satu ke pola yang lainnya selalu memanfaatkan salah satu nada (tumbuk) sebagai jembatannya.

3. Tempo

Tempo adalah menunjukkan mengenai seberapa cepat atau lambat suatu lagu dinyanyikan atau dimainkan. 24 Menyangkut masalah cepat lambatnya suatu pola permainan yang dilakukan atau dimainkan, dalam garapan ini penggarap memakai tempo yang meliputi; tempo lambat, sedang dan cepat. Dari segi

pengolahanya, penggarap mencoba untuk menggarap tempo yang dinamis dengan perubahan tempo yang sangat drastis pada setiap pola permainan. Pada tiap bagian dari garapan ini memiliki permainan tempo yang berbeda yang berawal dari

23

William P. Malm dalam Sudirga. Cakepung ‘Ansambel Vokal Bali’: Kajian Teks dan Konteks. Yogyakarta: Kalika, 2005, p. 232-233.

24

(46)

46

tempo lambat kemudian sedikit demi sedikit beralih ke tempo sedang, agak cepat sampai mencapai tempo cepat secara maksimal sesuai dengan keinginan yang penggarap tafsirkan.

Permainan tempo yang menonjol dalam garapan ini dapat dicermati pada bagian 1 dan 3. Pada bagian 1 pengolahan tempo dari lambat semakin cepat, namun demikian dibuat suasana kontras dengan teknik elaborasi dari permainan kotekan gangsa secara cepat.

4. Dinamika

Dinamika adalah masalah yang menyangkut keras lirihnya dan panjang pendeknya pola permainan yang dilakukan untuk menghasikan kesan dinamis. 25 Dengan demikian dinamika menjadi salah satu bagian penting dari garapan ini untuk menghindari kesan monoton. Dinamika sebagai salah satu cara untuk memberi ekspresi dalam garapan ini, menyangkut hentakan atau aksen pada bagian-bagian tertentu pada setiap pola permainan. Berkaitan dengan dinamika, dalam garapan ini tiap bagian memiliki dinamika yang berbeda sehingga suasana dari garapan ini dapat disajikan lebih menarik. Sebagai contoh uncab-uncaban, incep-incepan, ngees, klias-klies yang memberi greget agar kesannya mengundang perhatian untuk dinikmati. Dengan demikian kesan booring atau membosankan dapat dihindarkan.

5. Harmoni

Dengan harmoni dimaksudkan adanya keselarasan antara bagian-bagian atau komponen-komponen yang tersusun menjadi kesatuan. Keharmonisan

25 Suka Hard jana dalam Sang Nyo man Putra Arsa Wijaya. “Gerausch”. Skrip Karya diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Program Studi Sen i Karawitan. Denpasar : ISI Denpasar, 2005, p. 39

(47)

47

memperkuat rasa keutuhan karena memberikan rasa tenang, nyaman, enak dan tidak mengganggu penangkapan oleh panca indera.

Harmoni timbul akibat adanya perpaduan atau bertemunya beberapa nada yang tidak sama atau istilahnya ngempyung yang bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam komposisi ini yang dapat memperkuat rasa keutuhan karya.

Disamping itu, pada analisa materi ini juga diungkapkan berbagai teknik- teknik pukulan yang digunakan dalam komposisi Ujar Sinambung, di antaranya:

 Teknik Polifon

Teknik polifon adalah musik yang disusun secara horisontal dan vertikal, artinya diusahakan agar masing- masing suara berdikari; dengan insetting sendiri- sendiri (tidak bersamaan), suara yang satu dikejar oleh suara yang mulai

sesudahnya, sambil meniru ( imitasi), namun dengan usaha, agar bunyi bersama menghasilkan interval. 26 Gaya polifon hadir secara paling sempurna dalam bentuk kanon. Teknik ini dapat dijumpai pada bagian 2 dan 3.

 Teknik Canon

Teknik ini merupakan sebuah teknik yang biasanya digunakan untuk memberikan pengulangan pada pola permainan instrumen. Masing- masing instrumen membawakan pola lagu yang sama, hanya penempatan/jatuhnya saja yang berbeda.

26

(48)

48

4.6 Analisa Penyajian

Garapan komposisi musik yang berjudul Ujar Sinambung ini disajikan dalam bentuk resital (konser karawitan). Dalam penyajiannya, penggarap berusaha agar wujud yang menyangkut bentuk dan struktur serta bobot yang menyangkut isi dari garapan ini dapat disampaikan dengan baik dalam

penampilannya. Selain dituntut keutuhan garapan dalam penyajiannya, yang tak kalah penting adalah unsur ekspresi, penjiwaan dan penghayatan la gu, dekorasi dan setting instrumentasi, serta rias dan busana.

4.6.1 Setting Instrumen

Garapan komposisi musik ini dipentaskan dihadapan dewan penguji Tugas Akhir Karya Seni bertempat di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesi Denpasar. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan panitia garapan ini disajikan pada hari Senin, tanggal 24 Mei 2011, Pukul 23.40 Wita.

Gedung Natya Mandala yang panggungnya berbentuk procenium, maka penonton hanya dapat menyaksikan pertunjukan dari satu arah saja, yakni dari arah timur. Dengan kondisi panggung seperti itu, maka masing- masing instrumen yang digunakan dalam garapan ini diatur sedemikian rupa berdasarkan konsep dan kebutuhan penggarap dalam garapan ini.

Adapun penempatan masing- masing instrumen dalam garapan ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

(49)

49

Setting Instrumen Ujar Sinambung

1 11 2 10 3 9 4 8 5 7 6 14 19 12 13 18 15 16 17 20 Keterangan : 1. : Suling I 2. : Suling II 3. : Kendang Lanang 4. : Kendang Wadon 5. : Suling III 6. : Suling IV 7. : Kantilan bambu I 8. : Kantilan bambu I 9. : Kajar 10. : Gangsa Bambu I 11. : Gangsa Bambu II 12 : Jegogan Semarandhana I 13. 14. : Kantilan Bambu II 15. : Suling I 16. : Suling II 17. : Kendang Wadon 18. : Kendang Lanang 19. : Suling III 20 : Suling IV

(50)

50

4.6.2 Rias & Busana (Kostum)

Untuk mendukung garapan komposisi Ujar Sinambung di dalam penyajiannya, rias wajah (make up) dan penataan kostum menjadi bagian yang berperan dalam hal penampilan. Antara penggarap dengan pendukung garapan menggunakan kostum yang berbeda bertujuan agar penggarap kelihatan lebih menonjol. Kostum yang dipakai masih bernuansa adat Bali. Adapun kostum tersebut secara rinci seperti di bawah ini :

a. Kostum penggarap :

- Memakai hiasan kepala yaitu udeng merah maroon dihiasi motif- motif kembang prada berwarna perak.

- Memakai kain merah hati dihiasi dengan prada warna kuning. - Memakai Selendang yang akan dilingkari di leher dengan warna biru

kombinasi prada warna kuning keemasan. b. Kostum pendukung :

- Memakai hiasan kepala yaitu udeng batik warna hitam dihiasi motif- motif prada berwarna perak, hijau dan merah.

- Memakai kain batik polos.

- Memakai Selendang yang akan dilingkari di leher dengan warna coklat kombinasi prada warang kuning keemasan.

4.6.3 Tata Penyajian dan Tata Lampu

Garapan komposisi musik yang berjudul Ujar Sinambung ini disajikan dalam situasi yang tenang dan sederhana. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tata lampu yang sesuai dengan tema.

(51)

51

Untuk mendukung suasana dalam garapan ini selain menggunakan tata lampu elektrik. Sementara untuk bagian-bagian tertentu penataan lampu didominasi oleh pemakaian lampu general. Sebagai latar belakang (back ground) garapan ini digunakan layar putih untuk memberikan kesan menonjol pada penampilan para pengrawitnya.

Untuk membuat penyajian lebih menarik maka setting instrumennya juga dihias dengan dekorasi panggung seperlunya. Begitu pula beberapa alat tabuhan (panggul) dihias dengan prada agar menimbulkan kesan artistik.

(52)

52

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada Bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Ujar Sinambung adalah sebuah garapan komposisi musik karawitan yang menekankan kebebasan di dalam berkarya, terutama dari segi bentuk dan struktur lagu yang tidak lagi mengacu pada aturan konvensional, seperti struktur lagu kawitan, pangawak, dan pengecet.

Konsep garapan ini mengacu pada konsep karawitan komposisi baru. Yakni merupakan pengembangan baru dari pola-pola yang telah ada. Upaya- upaya inovasi diarahkan dalam berbagai aspeknya. Upaya- upaya pembaharuan dilakukan dengan cara mengolah tempo dengan pola hitungan ganjil, pengembangan struktur mikro dan makro, serta mengeksplorasi berbagai

kemungkinan dari pengolahan unsur-unsur musikal dan jenis patutan yang ada dalam gamelan Semarandhana dan Bilah Bambu.

Melalui berbagai proses dan tahapan yang telah dilalui maka garapan komposisi karawitan Ujar Sinambung dapat diwujudkan sesuai dengan ide sentralnya, rancang bangun bentuknya dan wujud garapannya secara utuh dan penata merasa bahwa garapan ini telah sesuai dengan konsep dasar yang menjadi acuan.

Gambar

Tabel I Intensitas Kegiatan
Tabel II Daftar Kegiatan
Tabel IV Sistem Patutan Dalam Gamelan Se mar Pegulingan Saih Pitu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan

10 ml Fehling A dan 10 ml Fehling B dicampurkan dalam tabung reaksi, kemudian ke dalam 4 tabung reaksi yang berbeda, masing-masing dimasukkan reagen fehling yang

Namun, Anda tidak perlu khawatir karena ada beberapa tips untuk menghindari gejala diabetes pada usia muda, di antaranya adalah:.. Konsumsi makanan yang

As data on climatic factors are desirable for many areas of research and applications in various fields, the objective of this study is to predict the maximum and minimum air

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan

Tujuan proses rehabilitasi dan rekonstruksi bidang perbaikan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah: (1) memperbaiki dan membangun infrastruktur untuk mendukung proses

Bila dihubungkan dengan tujuan pelaporan keuangan, keberpautan adalah kemampuan informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lain dalam