• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN ITS DANA ITS 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN ITS DANA ITS 2020"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN ITS

DANA ITS 2020

Pengaruh Land Subsidence di Surabaya terhadap Sebaran Sedimen di

Perairan Sekitarnya

Tim Peneliti :

Ira Mutiara Anjasmara (Teknik Geomatika/FTSPK)

Danar Guruh Pratomo (Teknik Geomatika/FTSPK)

Khomsin (Teknik Geomatika/FTSPK)

Juan Pandu Gya Nur Rochman (Teknik Geofisika/FTSPK)

DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... ii

Daftar Gambar ...iii

Daftar Lampiran ... iv

BAB I RINGKASAN ... 1

BAB II HASIL PENELITIAN ... 3

BAB III STATUS LUARAN ... 15

BAB IV PERAN MITRA (Untuk Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi) ... 30

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN ... 31

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA ... 32

BAB VII DAFTAR PUSTAKA ... 33

BAB VIII LAMPIRAN ... 35

(3)

Daftar Tabel

Tabel I. 1 Target Luaran Penelitian Tahun ke-1 ... 2

Tabel II. 1 Waktu Pelaksanaan Pengukuran ... 3

Tabel II. 2 Ketersediaan Data pada Tiap Titik ... 4

Tabel II. 3 Daftar Set Data Citra Sentinel 1-A... 5

Tabel II. 4 Nilai Kecepatan Pergeseran Titik selama Tahun 2017-2020 (mm/tahun) ... 7

Tabel II. 5 Nilai Kecepatan Horizontal (mm//tahun) ... 8

Tabel II. 6 Perbandingan Nilai LOS displacement SAR dengan LOS displacement GPS ... 13

Tabel II. 7 Data Angin di Sekitar Teluk Lamong ... 14

Tabel II. 8 Debit Rata-rata Sungai di Sekitar Perairan Teluk Lamong (Perum Jasa Tirta I Surabaya, Hutanti 2018) ... 15

Tabel II. 9 Data Pasang Surut BIG Stasiun Surabaya ... 16

Tabel II. 10 Nilai Konstituen Pasang Surut ... 17

Tabel II. 11 Referensi Vertikal ... 17

(4)

Daftar Gambar

Gambar II. 1 Persebaran Titik Pengamatan ... 3

Gambar II. 2 Citra Arah Ascending dan Citra Arah Descending ... 4

Gambar II. 3 Plot Kecepatan Pergeseran Horizontal ... 8

Gambar II. 4 Plot Kecepatan Pergeseran Vertikal ... 9

Gambar II. 5 Mean LOS Velocity... 10

Gambar II. 6 Subswath IW 1 ... 11

Gambar II. 7 Subswath IW 2 ... 11

Gambar II. 8 Mean LOS Velocity Descending subswath IW 1 ... 12

Gambar II. 9 Sebaran Stasiun GPS untuk Pengamatan Deformasi Surabaya... 12

Gambar II. 10 Residual Plot antara hasil LOS GPS dengan LOS PS-INSAR ... 13

Gambar II. 11 Bidang Model (Mesh) ... 14

Gambar II. 12 Diagram Mawar Kecepatan Angin ... 15

Gambar II. 13 Model Arus Pasang Purnama ... 18

Gambar II. 14 Model Arus Surut Purnama ... 19

Gambar II. 15 Model Arus Pasang Perbani ... 20

Gambar II. 16 Model Arus Surut Perbani ... 21

Gambar II. 17 Model Sediment Pasang Purnama ... 21

Gambar II. 18 Model Sediment Surut Purnama... 22

Gambar II. 19 Model Sediment Pasang Perbani ... 23

(5)
(6)

BAB I RINGKASAN

1.1 Latar Belakang

Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Surabaya juga

merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur. Ditunjukkan dengan

adanya peningkatan pembangunan dan kegiatan industri dan fasilitas umum perkotaan seperti

perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan serta sarana transportasi [1]. Secara

topografi sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 3-8 meter

(m) di atas permukaan laut, sedangkan di wilayah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan terdapat 2

bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan yang ketinggiannya antara 25-50 m di atas

permukaan laut. Berdasarkan kondisi geologinya, kota Surabaya termasuk daerah dataran rendah

yang memiliki jenis tanah relatif bergerak berupa tanah alluvial dan batuan sedimen. Tanah jenis

alluvial akan mudah mengalami pergeseran posisi.

Fenomena land subsidence di kota Surabaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait.

Adanya proses dinamika bumi dan kondisi geologi kota Surabaya turut memicu terhadap laju

kecepatan land subsidence. Hal tersebut mengakibatkan Surabaya menjadi salah satu kota besar di

Indonesia yang mengalami fenomena land subsidence. Terjadinya fenomena land subsidence di

kota Surabaya telah berdampak negatif terhadap perkembangan aktivitas penduduk setempat dan

lingkungannya. Adanya fenomena land subsidence di Surabaya akan berpengaruh terhadap

perencanaan pembangunan dan pengembangan kota Surabaya.

Selain berdampak terhadap keberlanjutan rencana pembangunan dan pengembangan kota

Surabaya, fenomena land subsidence juga mengakibatkan bencana banjir bandang ketika musim

hujan tiba serta meningkatnya daerah intrusi air laut kota Surabaya. Hal ini dikarenakan besar nilai

land subsidence

yang selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Beberapa penelitian telah

dilakukan untuk mengamati fenomena deformasi permukaan dan land subsidence di Surabaya

[2];[3];[4];[5];[6] dan menunjukan terjadinya penurunan tanah yang cukup signifikan terutama di

wilayah pesisir Surabaya.

Karena posisinya yang berada di wilayah pesisir, Surabaya juga mengalami kerentanan yang

dipengaruhi oleh kenaikan permukaan laut, penurunan tanah, gelombang badai, transport sedimen,

kebijakan sosial ekonomi dan manajemen pesisir. Dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana

pengaruh penurunan tanah yang terjadi di Surabaya terhadap pola transport sedimen yang terjadi di

perairan sekitarnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a.

Mengetahui besar fenomena land subsidence yang terjadi di Surabaya sejak tahun

2015-2020.

b. Mengetahui pengaruh fenomena land subsidence yang terjadi di Surabaya dengan pola

sebaran sedimen di perairan sekitarnya

c.

Mengetahui hubungan antara perubahan muka air tanah dan kondisi geologi dengan

fenomena land subsidence yang terjadi di Surabaya

(7)

1.3 Tahapan Metode Penelitian

Secara umum penelitian ini akan melalui tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

Pada tahap persiapan dilakukan identifikasi permasalahan, antara lain dengan mencari data sebaran

titik-titik pengamatan yang dapat digunakan untuk land subsidence. Dalam tahap persiapan juga

dilakukan studi literatur dan pengecekan ketersediaan data.

Dalam tahap pelaksanaan dilakukan pengumpulan data (survei GNSS dan survei untuk

transpor sedimen), pengolahan data, dan analisa terhadap hasil pengolahan data tersebut. Di tahap

pelaksanaan dilakukan penyusunan laporan kemajuan untuk mendokumentasikan proses dan

tahapan penelitian yang dilakukan. Di tahap akhir akan dilakukan penyusunan laporan akhir dan

pembuatan publikasi dari hasil penelitian.

Mulai Identifikasi Masalah

Studi Literatur Pengumpulan Data Peta RBI Peta Laut Data

Batimetri Data Pasang Surut Data River Discharge Data Angin Data Orbit Set Sentinel 1A Data DEM SRTM RINEX data IGS RINEX Data Pengamatan GPS Data Tambahan Pengolahan GAMIT/ GLOBK Pengolahan Data PS InSAR Time Series Plot

Deformasi

Koordinat Titik Pengamatan dan Vektor

Displacement Validasi Analisis Deformasi Pembuatan Mesh Pemodelan Hidrodinamika Pemodelan Transpor Sedimen

Analisis Pengaruh Penurunan Tanah terhadap Transpor Sedimen di Pesisir Surabaya

Penyusunan Laporan

Selesai

Gambar I. 1 Diagram Alir Penelitian

1.4 Luaran Penelitian

Target luaran dari penelitian ini adalah artikel jurnal internasional terindeks scopus Q2. Target luaran lainnya adalah paten sederhana dan publikasi pada international conference yang bersifat opsional. Selain itu, dari penelitian ini akan dihasilkan juga penelitian-penelitian tugas akhir/tesis yang terkait dengan land subsidence dan transport sedimen.

Tabel I. 1 Target Luaran Penelitian Tahun ke-1

Luaran Tahun Status

Jurnal Internasional Q2 2020 Submitted

International Conference 2020 Presented

(8)

Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode enelitian, luaran yang ditargetkan, kata kunci

BAB II HASIL PENELITIAN

2.1 Kemajuan Pelaksanaan Penelitian

Sampai laporan ini dibuat, telah dilakukan pengolahan data GPS tahun 2017-2020 dengan GAMIT/GLOBK, pengolahan citra SAR dari tahun 2017 sampai 2019 menggunakan metode PS-InSAR, dan pengolahan data hidro-oseanografi. Selanjutnya, hasil dari pengolahan data tersebut dilakukan analisis terhadap masing-masing bidang, baik mengenai analisis land subsidence ataupun analisis transport sedimen.

2.2 Data yang Diperoleh

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data untuk analisa land subsidence, data untuk analisa transport sedimen, dan data untuk analisa perubahan air tanah dan kondisi geologi. Data-data tersebut dapat berupa data primer maupun data sekunder. Berikut rincian data yang telah diperoleh pada penelitian ini:

2.1.1 Data untuk Land Subsidence

a. Data GPS pengamatan deformasi Surabaya

Data GPS yang diperoleh berasal dari hasil pengukuran langsung secara periodik selama 6 kala. Tabel II.1 berikut merupakan waktu pelaksanaan pengukuran dan persebaran titik pengamatan yang digunakan digambarkan pada Gambar II.1.

Tabel II. 1 Waktu Pelaksanaan Pengukuran

KALA Pelaksanaan DOY

1 10–13 Maret 2017 069 – 072 2 11–15 September 2017 254 – 258 3 11–15 Mei 2018 131 – 135 4 26–29 Oktober 2018 299 – 302 5 5–8 Agustus 2019 217 – 220 6 8–12, 16 Februari 2020 039 – 043, 047

Gambar II. 1 Persebaran Titik Pengamatan

Titik pengamatan yang digunakan pada setiap kala berbeda-beda, sehingga pada setiap titik memiliki ketersediaan data yang berbeda pula. Tabel II.2 berikut menyajikan ketersedian data pada setiap titik.

(9)

Tabel II. 2 Ketersediaan Data pada Tiap Titik NAMA TITIK KALA LOKASI 1 2 3 4 5 6 (Kecamatan) BM02 - √ √ √ √ √ Benowo BM08 √ √ √ √ √ √ Sukomanunggal BM15 - - √ √ √ √ Kenjeran BM16 √ √ √ √ √ √ Gubeng BM19 √ - - - Rungkut BM23 √ √ √ √ √ √ Benowo BM24 √ √ √ √ √ √ Lakarsantri BM29 √ √ √ √ √ √ Lakarsantri BM33 √ √ √ √ √ √ Lakarsantri BSBY √ √ √ √ √ √ Pabean Cantikan

ITS1 √ √ √ √ √ √ Sukolilo ITSN - - √ √ √ √ Sukolilo KJRN √ √ √ √ √ √ Kenjeran RNKT √ √ √ √ √ √ Tenggilis Mejoyo SB15 √ √ √ √ √ √ Asemrowo SB18 - √ - - - - Benowo SBY3 √ √ √ √ √ √ Gunung Anyar SBY5 - √ - - - - Sukolilo SBY7 √ √ √ √ √ √ Dukuh Pakis TURI √ - √ √ √ √ Bubutan WARU √ √ √ √ √ √ Gayungan WONO √ √ √ √ √ √ Wonokromo PKWN √ √ - - - - Sukolilo BM34 - - - √ Rungkut BM35 - - - √ Tandes BM36 - - - √ Pakal BM37 - - - √ Menganti, Gresik SBY1 - - - √ Karang Pilang SGKN - - - √ Dukuh Pakis

b. Data SAR

Data SAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sentinel-1A arah Ascending dan

Descending

dengan periode pengamatan antara Juni 2017 sampai Desember 2019.

(10)

Citra Sentinel 1-A yang digunakan dapat dilihat pada Tabel II.3.

Tabel II. 3 Daftar Set Data Citra Sentinel 1-A

No ID File Citra Tanggal Level Arah

1 S1A_IW_SLC__1SDV_20170619T104946_20170619T105014_017101_01 C81C_F3F2 19 Juni 2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending 2 S1A_IW_SLC__1SDV_20170725T104948_20170725T105016_017626_01 D806_F799 25 Juli 2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending 3 S1A_IW_SLC__1SDV_20170818T104949_20170818T105017_017976_01 E2A8_D480 18 Agustus 2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending 4 S1A_IW_SLC__1SDV_20170911T104950_20170911T105018_018326_01 ED66_E1CD 11 September

2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending

5 S1A_IW_SLC__1SDV_20171029T104951_20171029T105019_019026_02 02C5_B8E8 29 Oktober 2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending 6 S1A_IW_SLC__1SDV_20171122T104951_20171122T105019_019376_02 0DB3_ED28 22 November

2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending

7 S1A_IW_SLC__1SDV_20171216T104950_20171216T105018_019726_02 189B_3505

16 Desember

2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending

8 S1A_IW_SLC__1SDV_20171228T104949_20171228T105017_019901_02 1E06_5DF5

28 Desember

2017 1.0 (Single Look Complex) Ascending

9 S1A_IW_SLC__1SDV_20180109T104949_20180109T105017_020076_02 238D_B266 1 Januari 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 10 S1A_IW_SLC__1SDV_20180226T104948_20180226T105016_020776_02 39E1_B58C 26 Februari 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 11 S1A_IW_SLC__1SDV_20180322T104948_20180322T105016_021126_02 44EB_53F9 22 Maret 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 12 S1A_IW_SLC__1SDV_20180415T104949_20180415T105017_021476_02 4FEA_F75B 15 April 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 13 S1A_IW_SLC__1SDV_20180509T104950_20180509T105018_021826_02 5AF0_8A8C 9 Mei 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 14 S1A_IW_SLC__1SDV_20180626T104953_20180626T105021_022526_02 70AC_FB74 26 Juni 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 15 S1A_IW_SLC__1SDV_20180720T104954_20180720T105022_022876_02 7B23_B39B 20 Juli 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 16 S1A_IW_SLC__1SDV_20180801T104955_20180801T105023_023051_02 80AD_BD97 1 Agustus 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 17 S1A_IW_SLC__1SDV_20180825T104956_20180825T105024_023401_02 8BE5_6C8D 25 Agustus 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 18 S1A_IW_SLC__1SDV_20180906T104957_20180906T105025_023576_02 9179_3489 6 September

(11)

No ID File Citra Tanggal Level Arah

19 S1A_IW_SLC__1SDV_20180930T104957_20180930T105025_023926_02 9CC4_86AF

30 September

2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending

20 S1A_IW_SLC__1SDV_20181024T104958_20181024T105026_024276_02 A82F_8D1E 24 Oktober 2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending 21 S1A_IW_SLC__1SDV_20181129T104957_20181129T105025_024801_02 BAE6_683E 29 November

2018 1.0 (Single Look Complex) Ascending

22 S1A_IW_SLC__1SDV_20190128T104955_20190128T105023_025676_02 DA2F_5419 28 Januari 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 23 S1A_IW_SLC__1SDV_20190221T104954_20190221T105022_026026_02 E6AD_0BD6 21 Februari 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 24 S1A_IW_SLC__1SDV_20190317T104954_20190317T105022_026376_02 F36A_CEF7 17 Maret 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 25 S1A_IW_SLC__1SDV_20190422T104956_20190422T105023_026901_03 0694_C823 22 April 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 26 S1A_IW_SLC__1SDV_20190528T104957_20190528T105025_027426_03 1810_B45C 28 Mei 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 27 S1A_IW_SLC__1SDV_20190621T104958_20190621T105026_027776_03 22AC_D481 21 Juni 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 28 S1A_IW_SLC__1SDV_20190715T105000_20190715T105028_028126_03 2D3E_BB0D 15 Juli 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 29 S1A_IW_SLC__1SDV_20190820T105002_20190820T105030_028651_03 3E04_352B 20 Agustus 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 30 S1A_IW_SLC__1SDV_20190925T105004_20190925T105032_029176_03 5024_1CB5 25 September

2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending

31 S1A_IW_SLC__1SDV_20191019T105004_20191019T105032_029526_03 5C3A_5DF5 19 Oktober 2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending 32 S1A_IW_SLC__1SDV_20191124T105004_20191124T105032_030051_03 6E81_B39D 24 November

2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending

33 S1A_IW_SLC__1SDV_20191218T105003_20191218T105031_030401_03 7A9E_87B5

18 Desember

2019 1.0 (Single Look Complex) Ascending

2.1.2 Data untuk Transport Sedimen

Data untuk transport sedimen yang diperoleh untuk penelitian ini terbagi kedalam data hidro-oseanografi dan data spasial sebagai berikut:

a. Data hidro-oseanografi yang digunakan dalam penelitian ini:

- Data batimetri perairan Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia tahun 2018.

- Data pasang surut air laut Surabaya bulan November dan Desember tahun 2018 yang didapatkan dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

- Data kecepatan dan arah angin perairan Alur Pelayaran Barat Surabaya bulan November dan Desember tahun 2018 yang didapat dari website ECMWF

(12)

Pelayaran Barat Surabaya dari penelitian sebelumnya b. Data spasial yang digunakan dalam penelitian ini:

- Peta Laut Pelabuhan Surabaya dan Gresik dengan skala 1:12500 tahun 2016 - Peta RBI wilayah Surabaya dengan skala 1:25000 tahun 1999

2.3 Hasil dan Analisis

2.3.1 Land Subsidence dari Data GPS

Pengolahan data GPS menghasilkan solusi koordinat beserta simpangan bakunya. Selanjutnya,

dapat dilakukan perhitungan kecepatan pergeseran titik. Perhitungan ini dilakukan dengan

mengikatkan posisi titik pengamatan pada kerangka stabilisasi global terlebih dahulu. Hasil yang

diperoleh adalah nilai kecepatan pergeseran pada sistem koordinat kartesian dan toposentrik.

Kecepatan pergeseran yang didapatkan dinyatakan dengan satuan mm/tahun. Tabel II.4 berikut

adalah tabulasi hasil perhitungan kecepatan pergeseran titik pengamatan sistem koordinat

toposentrik.

Tabel II. 4 Nilai Kecepatan Pergeseran Titik selama Tahun 2017-2020 (mm/tahun)

No Titik VN

𝑣𝑁 VE

𝑣𝐸 VU

𝑣𝑈 1 BM02 -11.91 2.95 24.42 3.72 10.73 15.11 2 BM08 -22.91 2.42 28.23 2.66 40.28 12.54 3 BM15 -2.62 16.82 -0.51 81.8 -71.49 86.32 4 BM16 -17.81 4.7 26.06 5.79 7.68 29 5 BM23 -20.57 24.38 122.42 121.64 34.88 103.24 6 BM24 -8.21 13.13 71.27 52.4 15.46 49.9 7 BM29 15.22 17.47 20.95 60.61 -7.83 80.41 8 BM33 35.29 1.73 45.38 2.28 23.13 8.73 9 BSBY -4.73 5.65 31.72 11.24 -13.58 31.47 10 ITS1 -9.67 1.49 25.98 1.98 69.92 8.51 11 ITSN -9.67 1.49 25.98 1.98 69.92 8.51 12 KJRN -27.39 7.23 27.55 17.27 -7.99 27.75 13 RNKT -19.1 1.57 15.71 1.9 10.26 8.27 14 SB15 -11.96 2.68 21.67 3.19 11.41 13.62 15 SBY3 -7.23 1.85 28.21 2.64 -27.78 9.57 16 SBY7 -18.8 2.09 33.16 2.49 -2.09 11.92 17 WARU -11.57 4.26 33.73 6.79 -10.99 27.12 18 WONO -21.54 2.21 22.58 2.35 -8.48 11.53

Tabel II.4 menunjukkan nilai kecepatan pergeseran titik pengamatan pada tahun 2017 sampai dengan 2020. VN menunjukkan kecepatan pergeseran pada komponen North, VE menunjukkan nilai kecepatan pada

komponen East, dan VU menunjukkan kecepatan pada komponen Up. Tanda negatif pada tabel diatas

menunjukkan arah pergeseran pada sumbu komponen. Nilai kecepatan pada sistem koordinat toposentrik yang dihasilkan oleh pengolahan GLOBK selanjutnya digunakan untuk menghitung besar dan arah kecepatan horizontal dan vertikal. Besar dan arah kecepatan horizontal didapatkan dengan menghitung resultan dari komponen Easting dan Northing. Adapun nilai resultan yang didapatkan disajikan pada Tabel II.5 berikut.

(13)

Tabel II. 5 Nilai Kecepatan Horizontal (mm//tahun) TITIK Vr

𝑣𝑁

𝑣𝐸  BM02 27.17 2.95 3.72 115.99 BM08 36.36 2.42 2.66 129.06 BM15 2.67 16.82 81.8 191.02 BM16 31.56 4.7 5.79 124.35 BM23 124.14 24.38 121.64 99.54 BM24 71.74 13.13 52.4 96.58 BM29 25.90 17.47 60.61 35.99 BM33 57.49 1.73 2.28 37.87 BSBY 32.07 5.65 11.24 98.48 ITS1 27.72 1.49 1.98 110.42 ITSN 27.72 1.49 1.98 110.42 KJRN 38.85 7.23 17.27 134.83 RNKT 24.73 1.57 1.9 140.56 SB15 24.75 2.68 3.19 118.90 SBY3 29.12 1.85 2.64 104.38 SBY7 38.12 2.09 2.49 119.55 WARU 35.66 4.26 6.79 108.93 WONO 31.21 2.21 2.35 133.65

Adapun hasil plotting disajikan pada Gambar II.3 dibawah.

Selain kecepatan horizontal, dihasilkan juga kecepatan vertikal (Vu) yang nilainya telah disajikan pada Tabel II.4. Pada tabel tersebut tanda negatif menunjukkan pergerakan turun atau subsidence. Sedangkan tanda positif menunjukkan pergerakan naik atau

uplift. Nilai kecepatan vertikal tersebut selanjutnya dilakukan plotting pada GMT untuk menampilkan

visualisasi dari nilai yang didapatkan yang ditunjukkan oleh Gambar II.4.

(14)

Gambar II. 4 Plot Kecepatan Pergeseran Vertikal

Kecepatan pergeseran horizontal yang dihasilkan berkisar antara 2,67 – 71,74 mm/tahun. Namun, terdapat satu BM yang memiliki kecepatan pergeseran horizontal hingga mencapai 124 mm/tahun, yaitu BM23. Nilai kecepatan pada BM ini diiringi juga oleh besarnya simpangan baku pada komponen easting. Dari hasil plotting menunjukkan bahwa pergerakan horizontal titik-titik pengamatan cenderung mengarah ke tenggara. Pergerakan ini sejalan dengan pergerakan Sunda Shelf Block dan Lempeng Eurasia [7]. Namun, terdapat dua BM yang mengalami arah pergeseran yang berbeda yaitu BM33 dan BM 29. Kedua BM ini mengalami pergerakan yang cenderung mengarah ke timur laut. Kedua titik ini berlokasi di sekitar lintasan sesar, yaitu segmen Waru. Anomali tersebut mengindikasikan adanya pengaruh sesar yang melintas tidak jauh dari lokasi titik pengamatan tersebut, yaitu sejauh 0,34 km dari BM33 dan 0,68 km dari BM29.

Pada pergeseran vertikal, hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat 10 titik yang mengalami pergerakan positif atau uplift yang ditunjukkan oleh panah berwarna putih. Titik yang mengalami kenaikan ini berada pada wilayah Surabaya Barat dan wilayah Surabaya Timur tepatnya berada di lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nilai kenaikan maksimum berada di titik ITSN dan ITS1 yang mencapai 69,92 mm/tahun. Sedangkan, nilai kenaikan minimum terjadi pada BM16 sebesar 7,68 mm/tahun. Selanjutnya, terdapat 8 titik yang mengalami pergerakan negatif atau subsidence yang ditunjukkan oleh panah berwarna merah. Titik yang mengalami penurunan ini berada di wilayah Surabaya utara menuju wilayah Surabaya Pusat. Selain itu, titik di wilayah selatan juga cenderung mengalami penurunan. Nilai penurunan miminum terjadi pada titik SBY7 yang bernilai 2,09 mm/tahun. Sedangkan nilai penurunan maksimum berada di titik BM15 yang berlokasi di Kecamatan Bulak mencapai 71,49 mm/tahun. Penurunan di daerah utara Surabaya ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lokasi yang berbatasan dengan laut sehingga menyebabkan adanya intrusi air laut.

(15)

2.3.2 Land Subsidence dari Data SAR

Pada metode PS-InSAR, PS didefinisikan oleh stabilitas fase yang dipilih pada PS candidates berdasarkan karakteristik fase yang mana bergantung pada amplitude dispersion, sehingga PS candidates dapat dipilih dengan menghitung amplitude dispersion index dan hanya memilih piksel dengan nilai

amplitude dispersion index kurang dari nilai threshold yang telah ditentukan [8]. Dengan pengolahan

menggunakan SARProz dihasilkan pola sebaran PS yang menunjukkan mean velocity dari perpindahan pada arah LOS untuk seluruh area of interest (AOI) disajikan pada Gambar II.4. Pada Gambar II.4 didapatkan rata-rata kecepatan deformasi yakni antara -50 mm/tahun dan +20 mm/tahun. Jika dilihat dari pola deformasinya, Surabaya Utara mayoritas mengalami land subsidence. Kecepatan deformasi di Asemrowo mencapai -50 mm/tahun dimana nilai ini merupakan nilai subsidence terbesar di Kota Surabaya. Karakter tanah basah yang mudah bergerak di Surabaya Utara menyebabkan mayoritas di wilayahnya terjadi land

subsidence.

Gambar II. 5 Mean LOS Velocity

Selain itu daerah tersebut merupakan daerah industri dimana intensitas kendaraan berat yang melalui daerah tersebut cukup tinggi. Sedangkan Surabaya Barat mayoritas mengalami uplift. Penurunan di daerah utara Surabaya ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lokasi yang berbatasan dengan laut sehingga menyebabkan adanya intrusi air laut. Jika dilihat dari topografinya, antara Surabaya Utara dan Barat mempunyai karakteristik topografi yang berbeda. Perbedaan topografi tersebut yang menjadi penyebab adanya perbedaan pola deformasi dimana Surabaya Utara cenderung turun dan Surabaya Barat cenderung naik, ditambah lagi dengan sesar Kendeng yang melewati Surabaya Barat. Surabaya Selatan sebagian mengalami uplift dan sebagian subsidence namun kecil, sedangkan subsidence di Surabaya Timur sebagian besar terjadi di lokasi yang jaraknya tidak jauh dengan kawasan mangrove dan pantai.

Pada penelitian ini juga mengolah citra Sentinel-1 dengan arah descending. Hal ini berguna untuk kebutuhan validasi, karena untuk mengubah dari LOS velocity PS-InSAR (2D) menjadi vertical velocity (3D) dibutuhkan dua pengolahan citra ascending dan descending untuk mendapatkan parameter yang diperlukan atau disebut dengan proses LOS Decomposition (LOS > GPS [E,U]). Berikut merupakan formulanya:

[

𝐿𝑂𝑆

𝐴

𝐿𝑂𝑆𝐷

] = [

− sin 𝜃𝐷 sin(𝛼𝐷) cos 𝜃𝐷

− sin 𝜃𝐴 sin(𝛼𝐴) cos 𝜃𝐴

] [

𝑑𝐸

𝑑𝑈

]

L = AX

(16)

X = (ATPA)-1 ATPL

Keterangan:

𝐿𝑂𝑆𝐴 = Mean LOS Velocity Ascending 𝐿𝑂𝑆𝐷 = Mean LOS Velocity Descending 𝜃 = 𝑖𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒

𝛼 = ℎ𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒

Namun, sampai laporan ini dibuat, pengolahan yang telah dilakukan hanya sampai dengan subswath

Interferometric Wide (IW) 1 saja. Pada citra descending ini pengolahan terbagi menjadi dua yakni

menggunakan subswath IW 1 dan subswath IW 2 untuk mendapatkan hasil cakupan seluruh Kota Surabaya.

Subswath IW 1 dan IW 2 ditunjukkan oleh Gambar II.6 dan II.7 berikut.

Gambar II. 6 Subswath IW 1

Gambar II. 7 Subswath IW 2

Pada hasil pengolahan citra descending subswath IW 1 ini didapatkan Mean LOS Velocity dalam rentang -26 mm/year hingga 9 mm/year. Terlihat pada wilayah yang dilewati jalur sesar mengalami uplift atau kenaikan yang maksimal. Namun, hasil dari pengolahan citra descending ini belum dapat dianalisa seutuhnya dikarenakan belum dilakukan penggabungan akhir dengan hasil pengolahan subswath IW 2. Analisa sementara yang dapat dilihat bahwa hasil dari pengolahan citra descending hampir sama dengan hasil pengolahan citra ascending. Berikut merupakan hasil plotting Mean LOS Velocity Descending.

(17)

Gambar II. 8 Mean LOS Velocity Descending subswath IW 1 2.3.3 Validasi Data SAR dan Hasil GPS.

Hasil yang didapatkan mengenai nilai mean LOS velocity untuk setiap titik PS selanjutnya digunakan untuk kebutuhan validasi titik PS dengan hasil pengolahan data titik GPS yang telah dilakukan sebanyak 4 kala (periode tahun 2017-2018). Terdapat 16 titik GPS yang digunakan dalam validasi hasil dari pengolahan data SAR ini sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar II.9.

Gambar II. 9 Sebaran Stasiun GPS untuk Pengamatan Deformasi Surabaya

Untuk memvalidasi, hasil dari pengolahan data GPS harus dikonversi ke dalam LOS displacement, dikarenakan vektor pergeseran SAR dalam 1D sepanjang LOS sistem radar yang terdiri dari komponen perpindahan vertikal, easting dan northing. Hal ini dikarenakan keterbatasan informasi data SAR dari perbedaaan sudut pandang (𝜃 = incidence angle) dan orbit di periode waktu yang sama, sedangkan data GPS

(18)

berupa vertical displacement dan horizontal displacement. Berikut merupakan formula yang digunakan untuk mengkonversi dari 3D displacement ke LOS displacement.

[𝐿𝑂𝑆] = [−sin(𝜃)𝑠𝑖𝑛(𝛼) − sin(𝜃) cos(𝛼) cos(𝜃)] [ 𝑑𝑥

𝑑𝑦

𝑑𝑧

]

Data cummulative displacement dari data SAR yang digunakan yaitu dalam rentang tiga tahun (2017-2019), sedangkan data displacement GPS yang digunakan untuk validasi yaitu dalam rentang dua tahun (2017-2018). Hasil konversi dan perbandingan displacement antara keduanya dapat dilihat pada Tabel II.6 berikut.

Tabel II. 6 Perbandingan Nilai LOS displacement SAR dengan LOS displacement GPS

Stasiun LOS displacement SAR (mm) LOS displacementG PS (mm) Nilai Residu (mm) BM02 -4,159 -4,217 0,058 BM08 12,874 12,962 0,088 BM24 1,774 0,825 0,949 BM29 10,156 -6,440 16,596 BM33 -13,925 -13,297 0,628 BSBY -11,095 -6,515 4,580 KJRN -5,215 0,458 5,673 RNKT -7,465 -6,971 0,494 SB15 4,394 4,297 0,097 SBY3 -6,162 -6,038 0,124 SBY7 -1,236 -2,053 0,817 WARU -12,169 -11,575 0,594 WONO -4,013 -3,426 0,587 BITS -2,102 -1,893 0,209 BM23 -5,915 -5,136 0,779 BM16 -13,015 -12,465 0,550

(19)

Dari hasil perbandingan pada Tabel II.6 dapat dianalisa bahwa terdapat perbedaan nilai antara data SAR dengan data GPS hasil konversi pada titik BM29 dan BSBY, dan KJRN. Hal ini dapat dianalisa bahwa pengaruh atmosfer terhadap hasil pengolahan data SAR belum dapat dihilangkan sepenuhnya. Pengaruh atmosfer yang paling berpengaruh pada hasil pengolahan adalah pengaruh akibat efek troposfer. Efek troposfer pada perambatan gelombang elektromagnetik akan menyebabkan keterlambatan phase yang akan berpengaruh terhadap penentuan jarak [10]. Namun, berdasarkan hasil validasi ke 13 titik lainnya memiliki nilai residu yang kecil, hal ini dapat dianalisa bahwa metode PS-InSAR dapat digunakan dalam pengamatan deformasi seperti pengamatan GPS. Terkait perbedaan nilai yang ditunjukkan oleh nilai residu di atas, hal tersebut dikarenakan perbedaan metode dan data yang digunakan dalam pengolahan data SAR dan GPS. 2.3.4 Tranport Sedimen

1. Bidang Model

Analisis transport sedimen dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama adalah penentuan bidang model. Penentuan bidang model ini dilakukan dengan melakukan pendefinisian batas dan kedalaman. Batas pemodelan dibuat berdasarkan data garis pantai daerah Teluk Lamong dan Pulau Madura dan garis lurus untuk batas perairan. Batas pemodelan tersebut akan digunakan untuk membedakan batas wilayah daratan dengan perairan. Selanjutnya adalah pembuatan mesh. Pada penelitian ini tipe mesh yang digunakan adalah TIN (Triangular Iregullar Network). Spesifikasi TIN yang dihasilkan pada lokasi penelitian adalah 5.751 jumlah elemen yang terbentuk dari pembuatan TIN, maksud elemen ini adalah jumlah segitiga yang terbentuk pada area pemodelan. Sedangkan 3.541 jumlah titik yang berada dalam tabel adalah jumlah titik-titik yang menghubungkan segitiga-segitiga TIN. Setelah TIN dibentuk, dilakukan pengaturan smoothing

mesh untuk merapikan triangulasi dalam TIN. Setelah pengaturan triangulasi selesai, data batimetri

diinterpolasi dengan cara natural neighboor untuk mengisi kekosongan data pada wilayah yang masuk dalam bidang model dengan menggunakan estimasi berdasarkan geometri. Hasil interpolasi menunjukan kedalaman dari bidang model yang ditampilkan pada Gambar II.7 berikut:

Gambar II. 11 Bidang Model (Mesh) 2. Pemodelan Arus

Selanjutnya adalah mengenai pemodelan hidrodinamika yang dilakukan dengan memasukan parameter waktu, angin, pasang surut, river discharge, dan kedalaman mesh yang telah dibentuk. Data angin yang digunakan sebagai input parameter pemodelan arus didapatkan dari ECMWF. Data angin diambil pada bulan 5 November-14 Desember 2018 setiap 6 jam. Data angin tersebut ditunjukkan oleh Tabel II.7 berikut:

Tabel II. 7 Data Angin di Sekitar Teluk Lamong

Tanggal Waktu Kecepatan (m/s) Arah (Degree) 05/11/2018 00:00:00 1,853 117,768

(20)

05/11/2018 06:00:00 3,589 80,404 05/11/2018 12:00:00 3,061 61,578 05/11/2018 18:00:00 1,774 145,012 06/11/2018 00:00:00 1,558 156,942 06/11/2018 06:00:00 2,303 65,950 06/11/2018 12:00:00 2,559 129,201 06/11/2018 18:00:00 2,063 160,292 07/11/2018 00:00:00 1,476 160,815 07/11/2018 06:00:00 2,503 44,475 07/11/2018 12:00:00 3,114 98,035 07/11/2018 18:00:00 1,204 163,634 08/11/2018 00:00:00 0,876 128,250 08/11/2018 06:00:00 2,015 19,901 … … … … 14/12/2018 12:00:00 1,929 296,618 14/12/2018 18:00:00 2,028 242,853

Gambaran arah dan kecepatan angin menunjukkan bahwa arah angin setiap 6 jam mayoritas menuju ke arah tenggara dan ke arah selatan yang ditunjukkan oleh diagram mawar pada Gambar II.8.

Gambar II. 12 Diagram Mawar Kecepatan Angin

Secara keseluruhan, selama simulasi variasi arah angin berkisar dari 0 sampai dengan 360 derajat. Hal ini memiliki arti bahwa variasi arah angin berhembus dari Utara, Timur, Selatan, dan Barat, kemudian bergerak dengan siklus seperti itu secara ajak pada hari-hari tertentu.

Parameter selanjutnya untuk pemodelan hidrodinamika yaitu data debit sungai (river discharge) yang didapatkan berdasarkan penelitian sebelumnya yang didapat dari Perum Jasa Tirta I Surabaya. Data debit sungai ditunjukkan oleh Tabel II.8 berikut:

Tabel II. 8 Debit Rata-rata Sungai di Sekitar Perairan Teluk Lamong (Perum Jasa Tirta I Surabaya, Hutanti 2018)

No Nama Sungai Debit Rata-rata (m3/s)

1 Sungai Lamong 19,00

(21)

3 Sungai Branjangan 3,60

4 Sungai Manukan 5,80

5 Sungai Greges 3,50

6 Sungai Kalianak 3,50

7 Sungai Kalimas 10,35

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sungai yang memiliki debit rata-rata paling tinggi adalah Sungai Lamong dengan nilai 19,00 m3/s, sedangkan sungai dengan debit paling rendah adalah Sungai Greges dan

Sungai Kalianak dengan nilai 3,50 m3/s.

Analisis selanjutnya yaitu mengenai pasang surut. Data yang digunakan diperoleh dari stasiun Badan Informasi Geospasial (BIG) data pengamatan pasang surut perairan Surabaya mulai tanggal 5 November 2018 sampai dengan tanggal 14 Desember 2018. Sampel data pasang surut BIG stasiun Surabaya pada tanggal 5 November-14 Desember 2018 dapat dilihat pada Tabel II.9 berikut:

Tabel II. 9 Data Pasang Surut BIG Stasiun Surabaya Hari Jam Elevasi BIG

(meter) 05/11/2018 01:00:00 1,410 05/11/2018 02:00:00 1,720 05/11/2018 03:00:00 1,800 05/11/2018 04:00:00 1,700 05/11/2018 05:00:00 1,490 05/11/2018 06:00:00 1,240 05/11/2018 07:00:00 0,940 05/11/2018 08:00:00 0,660 05/11/2018 09:00:00 0,540 05/11/2018 10:00:00 0,590 05/11/2018 11:00:00 0,810 05/11/2018 12:00:00 1,150 05/11/2018 13:00:00 1,570 05/11/2018 14:00:00 1,940 05/11/2018 15:00:00 2,130 05/11/2018 16:00:00 2,130 05/11/2018 17:00:00 1,980 05/11/2018 18:00:00 1,810 05/11/2018 19:00:00 1,480 05/11/2018 20:00:00 1,120 05/11/2018 21:00:00 0,880 05/11/2018 22:00:00 0,740 05/11/2018 23:00:00 0,770 … … … 14/12/2018 22:00:00 1,340 14/12/2018 23:00:00 1,190

Berdasarkan data pasang surut pada Tabel II.9 yang kemudian diolah menggunakan metode Least

Square dengan bantuan perangkat lunak MatlabR2014a hingga diperoleh hasil nilai konstituen sebagai

(22)

Tabel II. 10 Nilai Konstituen Pasang Surut Konstituen Amplitudo (m) Phase (°)

S0 1,298 K1 0,448 -1,872 K2 0,060 0,629 M2 0,388 0,754 M4 0,018 0,407 MS4 0,013 1,835 N2 0,064 1,675 O1 0,236 0,587 P1 0,155 2,840 S2 0,253 2,130

Selanjutnya setelah didapatkan nilai komponen harmonik pasang surut maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai referensi tinggi. Berikut adalah formula yang digunakan untuk nilai MSL, HWL dan LWL [10]:

Tabel II. 11 Referensi Vertikal No. Referensi Tinggi Formula Tinggi (m) 1 MSL S0 1,298 2 LWL S0-(M2+S2+K1+O1) -0,029 3 HWL S0+(M2+S2+K1+O1) 2,624

Salah satu hasil yang didapatkan dari pemodelan adalah perubahan muka air atau pasang surut. Pasang surut hasil pemodelan ini menunjukan kenaikan muka air pada model pada waktu tertentu. Karena arus yang dimodelkan adalah arus pasang surut, maka data pasang surut hasil pemodelan ini dapat digunakan untuk melakukan validasi hasil model. Sampel data pasang surut hasil pemodelan pada tanggal 5 November-14 Desember 2018 dapat dilihat pada Tabel II.12 berikut:

Tabel II. 12 Data Pasang Surut Hasil Pemodelan Hari Jam Elevasi Pemodelan (meter)

05/11/2018 01:00:00 0,422 05/11/2018 02:00:00 0,502 05/11/2018 03:00:00 0,402 05/11/2018 04:00:00 0,192 05/11/2018 05:00:00 -0,058 05/11/2018 06:00:00 -0,358 05/11/2018 07:00:00 -0,638 05/11/2018 08:00:00 -0,758 05/11/2018 09:00:00 -0,708 05/11/2018 10:00:00 -0,488 05/11/2018 11:00:00 -0,148 05/11/2018 12:00:00 0,272

(23)

05/11/2018 13:00:00 0,642 05/11/2018 14:00:00 0,832 05/11/2018 15:00:00 0,832 05/11/2018 16:00:00 0,682 05/11/2018 17:00:00 0,512 05/11/2018 18:00:00 0,182 05/11/2018 19:00:00 -0,178 05/11/2018 20:00:00 -0,418 05/11/2018 21:00:00 -0,558 05/11/2018 22:00:00 -0,528 05/11/2018 23:00:00 -0,478 … … … 14/12/2018 22:00:00 0,042 14/12/2018 23:00:00 -0,108

Analisis pemodelan arus pasang surut dilakukan dalam empat kondisi, yaitu kondisi pasang dan surut disaat spring tide dan neap tide. Spring tide atau pasang surut purnama terjadi pada tanggal 25 dan 26 November 2018 pada pukul 16:00 WIB dan 00:00 WIB untuk masing-masing pasang dan surut. Sementara

neap tide atau pasang surut perbani terjadi pada tanggal 17 dan 18 November 2018 pada pukul 21:00 WIB

untuk surut dan pukul 00:00 WIB untuk pasang. Analisis terhadap hasil pemodelan arus pasang surut dalam masing-masing kondisi adalah sebagai berikut:

- Pasang Surut Purnama

Analisa pemodelan arus pada saat pasang surut purnama (spring tide), yaitu tanggal 25-26 November 2018.

a. Pasang Purnama (25 November 2018 pukul 16:00 WIB)

Gambar II. 13 Model Arus Pasang Purnama

Dari hasil pemodelan arus saat pasang purnama pada tanggal 25 November 2018 pukul 16:00 WIB, kecepatan arus di perairan Teluk Lamong didapatkan hasil berkisar 0 m/s hingga 0,200 m/s dengan memiliki rata-rata kecepatan sebesar 0,040 m/s. Untuk arah arus pada saat pasang purnama, arah arus yang bergerak dari arah utara menuju ke timur dan masuk kearah pesisir perairan Teluk Lamong. Kecepatan paling tinggi berada pada batas laut utara dan daerah dekat Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong. Hal ini dapat disebabkan karena pada batas laut utara merupakan open

(24)

boundary dengan pasang surut sebagai pembangkit dan masuk ke arah Teluk Lamong, kolam pelabuhan

dan ke arah timur Selat Madura. Dan ketika masuk kearah pesisir Teluk Lamong, terdapat Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong bentuk dermaga menjorok ke perairan sehingga menyebabkan adanya pergerakan arus pada wilayah sekitar Pelabuhan terhalang oleh dermaga. b. Surut Purnama (26 November 2018 pukul 00:00 WIB)

Gambar II. 14 Model Arus Surut Purnama

Dari hasil pemodelan arus saat surut purnama pada tanggal 26 November 2018 pukul 00:00 WIB, kecepatan arus di perairan Teluk Lamong didapatkan hasil berkisar 0 m/s hingga 0,440 m/s dengan memiliki rata-rata kecepatan sebesar 0,040 m/s. Untuk arah arus pada saat surut purnama, arah arus yang bergerak dari arah pesisir perairan Teluk Lamong menuju ke alur pelayaran. Kecepatan paling tinggi berada pada perbatasan laut bagian utara dan daerah dekat Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong. Hal ini dapat disebabkan karena pada batas laut utara merupakan open

boundary dengan pasang surut sebagai pembangkit. Sedangkan pada daerah dekat Pelabuhan Tanjung

Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong memiliki kecepatan arus yang tinggi karena arus di daerah pesisir perairan Teluk Lamong berasal dari sumber pembangkit debit sungai-sungai yang bermuara di perairan Teluk Lamong.

- Pasang Surut Perbani

Analisa pemodelan arus pada saat pasang perbani dan surut perbani, yaitu tanggal 17-18 November 2018

(25)

Gambar II. 15 Model Arus Pasang Perbani

Dari hasil pemodelan arus saat pasang perbani pada tanggal 18 November 2018 pukul 00:00 WIB, kecepatan arus di perairan Teluk Lamong didapatkan hasil berkisar 0 m/s hingga 0,200 m/s dengan memiliki rata-rata kecepatan sebesar 0,020 m/s. Untuk arah arus pada saat pasang perbani bergerak dari arah timur menuju ke utara. Kecepatan paling tinggi berada pada perbatasan laut bagian selatan. Hal ini dapat disebabkan karena pada batas laut utara merupakan open boundary dengan pasang surut sebagai pembangkit. Pada daerah Pelabuhan, khususnya pada bangunan jetti Pelabuhan Tanjung Perak terjadi perputaran arus sehingga hanya sedikit arus yang menuju ke pesisir perairan Teluk Lamong.

(26)

b. Surut Perbani (17 November 2018 pukul 21:00 WIB)

Gambar II. 16 Model Arus Surut Perbani

Dari hasil pemodelan arus saat surut perbani pada tanggal 17 November 2018 pukul 21:00 WIB, kecepatan arus di perairan Teluk Lamong didapatkan hasil berkisar 0 m/s hingga 0,150 m/s dengan memiliki rata-rata kecepatan sebesar 0,025 m/s. Untuk arah arus pada saat surut perbani, arah arus yang bergerak dari arah timur dan juga dari pesisir perairan Teluk Lamong menuju ke utara. Kecepatan paling tinggi berada pada perbatasan laut bagian timur dan daerah alur pelayaran dekat Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong. Hal ini dapat disebabkan karena pada batas laut utara merupakan

open boundary dengan pasang surut sebagai pembangkit. Sedangkan pada daerah dekat Pelabuhan

Tanjung Perak dan Pelabuhan Teluk Lamong memiliki kecepatan arus yang tinggi karena arus di daerah pesisir perairan Teluk Lamong berasal dari sumber pembangkit debit sungai-sungai yang bermuara di perairan Teluk Lamong.

3. Pemodelan Pola Sebaran Sedimen

Analisa pemodelan sebaran sedimen dilakukan dalam empat kondisi, yaitu kondisi pasang dan surut disaat spring tide dan neap tide.

- Pasang Purnama (25 November 2018 pukul 16:00 WIB)

(27)

Pada Gambar II.13 menunjukan perubahan dasar laut yang terjadi ketika pasang purnama. Dari hasil pemodelan menunjukan besar perubahan dasar laut akibat pergerakan sedimen memiliki nilai penurunan hingga lebih dari -0,100 m dan kenaikan hingga lebih dari 0,800 m. Walaupun pada hasil terlihat dominan nilai penurunan dan kenaikan secara urut adalah -0,100 m dan 0,200 m. Namun dapat dilihat juga kenaikan dan penurunan tersebut terjadi di daerah Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Teluk Lamong, alur pelayaran, dan sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Lamong.

Dengan memperhatikan vektor arah yang dibentuk pada Gambar II.13 dapat diketahui bahwa saat pasang purnama sedimen cenderung bergerak dari arah barat (kiri) yaitu Batas Laut Utara masuk ke perairan Teluk Lamong, menuju ke arah timur (kanan). Terjadinya pasang tertinggi saat pasang purnama dan surut terendah saat surut purnama, menjadi faktor utama penyebab terbentuknya pola arah pergerakan sedimen seperti tersebut.

- Surut Purnama (26 November 2018 pukul 00:00)

Gambar II. 18 Model Sediment Surut Purnama

Pada Gambar II.14 menunjukan perubahan dasar laut yang terjadi ketika surut purnama. Dari hasil pemodelan menunjukan besar perubahan dasar laut akibat pergerakan sedimen memiliki nilai penurunan hingga lebih dari -0,100 m dan kenaikan hingga lebih dari 0,800 m. Walaupun pada hasil terlihat dominan nilai penurunan dan kenaikan secara urut adalah -0,100 m dan 0,200 m. Namun dapat dilihat juga kenaikan dan penurunan tersebut terjadi di daerah antara Pelabuhan Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak, alur pelayaran, dan Sungai Lamong.

Dengan memperhatikan vektor arah yang dibentuk pada Gambar II.14 dapat diketahui bahwa pada saat surut purnama sedimen bergerak keluar dari sungai ke pesisir perairan Teluk Lamong, kemudian menuju ke Alur Pelayaran Barat Surabaya. Terjadinya pasang tertinggi saat pasang purnama dan surut terendah saat surut purnama, menjadi faktor utama penyebab terbentuknya pola arah pergerakan sedimen seperti tersebut, dan kondisi kecepatan debit sungai yang besar di Sungai Lamong.

(28)

- Pasang Perbani (18 November 2018 pukul 00:00)

Gambar II. 19 Model Sediment Pasang Perbani

Pada Gambar II.15 menunjukan perubahan dasar laut yang terjadi ketika pasang perbani. Dari hasil pemodelan menunjukan besar perubahan dasar laut akibat pergerakan sedimen memiliki nilai penurunan hingga lebih dari -0,160 m dan kenaikan hingga lebih dari 0,480 m. Walaupun pada hasil terlihat dominan nilai penurunan dan kenaikan secara urut adalah -0,080 m dan 0,160 m. Namun dapat dilihat juga kenaikan dan penurunan tersebut terjadi di daerah Pelabuhan Tanjung Perak khususnya pada bangunan jetti.

Dengan memperhatikan vektor arah yang dibentuk pada Gambar II.15 dapat diketahui bahwa pada saat pasang perbani sedimen bergerak dari arah timur (kanan) yaitu Batas Laut Timur masuk ke perairan Teluk Lamong, menuju ke arah utara (kiri) yaitu Batas Laut Utara.

- Surut Perbani (17 November 2018 pukul 21:00 WIB)

Gambar II. 20 Model Sediment Surut Perbani

Pada Gambar II.16 menunjukan perubahan dasar laut yang terjadi ketika surut perbani. Dari hasil pemodelan menunjukan besar perubahan dasar laut akibat pergerakan sedimen memiliki nilai penurunan hingga lebih dari -0,160 m dan kenaikan hingga lebih dari 0,480 m. Walaupun pada hasil terlihat dominan nilai penurunan dan kenaikan secara urut adalah -0,080 m dan 0,080 m. Namun dapat dilihat juga kenaikan dan penurunan tersebut terjadi di daerah Pelabuhan Tanjung Perak, sungai lamong, dan sekitar pesisir perairan Teluk Lamong.

(29)

Dengan memperhatikan vektor arah yang dibentuk pada Gambar II.16 dapat diketahui bahwa pada saat surut perbani sedimen bergerak keluar dari sungai ke pesisir perairan Teluk Lamong, kemudian menuju ke Alur Pelayaran Barat Surabaya dan menuju ke Batas Laut Utara. Hal ini dapat di sebabkan karena kondisi kecepatan debit sungai yang besar di Sungai Lamong.

Dari hasil pengamatan pada saat pasang dan surut purnama maupun perbani, nilai sebaran sedimen paling besar terjadi pada saat pasang surut purnama (spring tide) dengan memiliki nilai penurunan hingga lebih dari -0,100 m dan kenaikan hingga lebih dari 0,800 m, dengan nilai dominan penurunan dan kenaikan secara urut adalah -0,100 m dan 0,200 m. Faktor penyebabnya adalah kecepatan arus pada saat pasang surut purnama (spring tide) yang relatif lebih cepat dibandingkan pada saat pasang surut perbani (neap tide). Hal ini menunjukkan semakin cepat arus, maka sedimen yang terbawa dapat semakin banyak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh [11]

2.3.4 Akuisisi Data Geolistrik

Metode geolistrik-resistivitas merupakan salah satu metode geofisika untuk memperoleh gambaran distribusi nilai resistivitas bawah permukaan yang memanfaatkan sifat kelistrikan medium bawah permukaan [12]. Konfigurasi Wenner- Schlumberger dianggap memiliki pemetaan distribusi nilai resistivitas secara horizontal maupun vertikal cukup baik dibandingkan konfigurasi geolistrik lainnya karena mampu mendeteksi homogenitas lapisan secara lateral dan mendeteksi non-homogenitas atau anomali secara vertikal [13][14]. Cakupan data horisontal sedikit lebih lebar dari konfigurasi Wenner, tapi lebih sempit dari data yang diperoleh konfigurasi dipole-dipole [15][16]. Adapun desain akuisisi penelitian dapat dilihat pada Gambar II.21 berikut:

Gambar II. 21 Desain Pengukuran Data Geolistrik

Pengukuran data geolistrik terdiri dari 4 lintasan yang terbagi menjadi 2 lokasi

dimana pada setiap tempatnya terdiri dari 2 lintasan yang saling menyilang satu sama lain.

Daerah pengukuran pertama terdiri dari lintasan 1 dan lintasan 2 dengan panjang

bentangan 195 m, sedangkan pada daerah pengukuran kedua terdiri dari lintasan 3 dan

lintasan 4 dengan panjang bentangan 115 m. Lintasan 1 dan lintasan 3 memiliki arah

(30)

SW-NE, sedangkan lintasan 2 dan lintasan 4 memiliki arah NW-SE. Adapun koordinat lintasan

pengukuran sebagai berikut:

Tabel II. 13 Koordinat Lintasan Pengukuran

No.

Line

Koordinat Awal

Koordinat Akhir

X

Y

Elevasi

X

Y

Elevasi

1

Line

1

112.699443°

7.243579°

-

1 m

112.700806°

7.242494°

-

1 m

2

Line

2

112.699652°

7.242347°

-

1 m

112.700681°

7.243731°

-

1m

3

Line

3

112.691078°

7.238937°

-

1 m

112.691668°

7.238038°

-

2 m

4

Line

4

112.691732°

7.238925°

-

1 m

112.691083°

7.238106°

-

1m

2.3.5 Tinjauan Geologi Surabaya

Pusat Studi Gempa Nasional [17] menyatakan bahwa Kota Surabaya dilalui oleh patahan aktif, Sesar Kendeng. Sesar Kendeng merupakan zona sesar yang memanjang dengan arah barat-timur dari Jawa Tengah hingga bagian barat Jawa Timur. Gambar II.22 menunjukkan Sesar Kendeng menyambung ke dalam sistem Sesar Semarang dan Sesar Baribis. Sesar ini terdiri dari kumpulan sesar-sesar naik dengan arah dipping ke arah selatan dan lipatan-lipatan. Bukti pergerakan sesar Kendeng dapat diamati dengan adanya teras-teras sungai yang terangkat seiring pergerakan sesar-sesar di daerah tersebut [18].

Sesar Kendeng di Surabaya terbagi menjadi dua buah segmen yakni Sesar Surabaya dan Sesar Waru [17]. Sesar Surabaya memanjang dari Kelurahan Keputih hingga Cerme, Gresik, sedangkan Sesar Waru terletak mulai dari Kecamatan Rungkut hingga Jombang [19]. Selain Sesar Kendeng, wilayah Surabaya juga dilewati oleh Sesar Watukosek. Sesar ini membentang dengan arah barat daya-timur laut mulai dari Gunung Penanggungan melewati Kabupaten Sidoarjo, Gunung Anyar, dan Pulau Madura [20][21].

(31)

Kota Surabaya merupakan daerah dataran rendah yang terdiri dari dominasi endapan aluvial dan sisanya merupakan daerah perbukitan rendah. Dataran rendah terbentuk dari endapan aluvial sungai dan endapan pantai. Wilayah Surabaya Timur, Utara, dan Selatan merupakan dataran rendah dengan kemiringan <3% dan terletak pada ketinggian <10m dari permukaan laut.

Menurut Supandjono dkk., (1992) dalam Peta Geologi Lembar Surabaya pada Gambar II.22, aluvial merupakan endapan terluas yang meliputi hampir 70% dari seluruh luas Kota Surabaya, terutama pada morfologi daratan. Sedangkan wilayah lainnya merupakan seri batuan sedimen yang terdiri dari beberapa formasi seperti Formasi Lidah, Formasi Pucangan, dan Formasi Kabuh. Kota Surabaya terdiri dari susunan batuan dari urutan tertua sampai yang termuda sebagai berikut: Formasi Lidah, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan alluvium (Gambar II.23).

Stratigrafi penyusun bawah permukaan Kota Surabaya (Gambar II.24) tersusun atas endapan aluvial tersusun oleh material rombakan berukuran lempung hingga kerakal, berwarna kelabu-kelabu tua, yang secara setempat - setempat dijumpai pecahan cangkang fosil. Endapan ini merupakan hasil pengendapan sedimen oleh aliran sungai. Endapan aluvial ini tersebar di sebagian besar wilayah Surabaya mulai dari bagian utara, selatan, timur dan di daerah sekitar pesisir pantai. Formasi Kabuh tersusun oleh batu pasir setempat kerikilan dan konglomerat. Batu pasir mempunyai warna kelabu, berbutir pasir halus, kasar, tekstur pelapisan dan silang siur. Konglomerat mempunyai warna kelabu, terpilah buruk, kemas terbuka, tekstur lapisan bersusun. Penyebaran batuan dari Formasi Kabuh ini meliputi sebagian wilayah Kecamatan Rungkut, Wonocolo, Tenggilis, Wiyung, Karangpilang, Lakarsantri, Tandes, Sukomanunggal, Benowo, dan Dukuh Pakis.

Gambar II. 23 Peta geologi Surabaya berdasarkan Peta Geologi Lembar Surabaya dan Sapulu (Supandjono dkk., 1992)

Batu pasir tufaan berlapis baik, bersisipan konglomerat dan batu lempung, kaya fosil moluska dan plankton pada bagian bawah Formasi Pucangan. Bagian atas terdiri dari batupasir tufaan berlapis baik, umumnya berstruktur perairan dan silang siur. Penyebaran batuan formasi ini adalah berada di sekitar pusat kota menyebar kearah barat dan selatan meliputi daerah Dukuh Pakis, Sawahan, Sukomanunggal, Tandes, Wiyung, Lakarsantri, Karangpilang, dan Gubeng.

(32)

Formasi Lidah tersusun oleh batu lempung biru, tetapi di beberapa titik ditemukan berwarna biru kehitaman, kenyal, pejal dan keras bila kering, miskin fosil serta dijumpai lensa-lensa tipis batu lempeng pasiran. Batuan dasar untuk kota Surabaya merupakan formasi Lidah yang berumur Pliosen (pre-tertiary). Penyebaran batuan dari formasi ini meliputi sebagian daerah Wonokromo, Sawahan, Dukuh Pakis, Lakarsantri, Wiyung, dan Karang Pilang.

Gambar II. 24 Kolom stratigrafi Kota Surabaya modifikasi (Supandjono dkk., 1992) 2.3.6 Analisis Deformasi dan Kondisi Geologi

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, Kota Surabaya dilalui oleh Sesar

Kendeng dengan dua segmen aktif, yaitu Segmen Surabaya dan Waru. Berdasarkan kondisi geologi,

mayoritas piksel-piksel yang menunjukkan land subsidence terletak di area yang didominasi oleh

aluvial. Tanah aluvial merupakan tanah endapan, dibentuk dari lumpur dan pasir halus yang

mengalami erosi tanah. Tanah aluvial banyak ditemukan di dataran rendah, di sekitar muara sungai,

rawa-rawa, lembah, maupun di kanan kiri aliran sungai besar. Jenis tanah ini masih dalam proses

kompaksi dan konsolidasi, apabila terdapat beban bangunan-bangunan tinggi atau area padat

permukiman ini akan menimbulkan turunnya permukaan tanah di kawasan tersebut.

Berdasarkan analisa yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, titik yang mengalami

penurunan tanah tersebut terletak di daratan aluvial. Sedangkan, kenaikan tanah sebagian besar

terjadi di sepanjang formasi Kalipucang, Lidah, dan Pucangan. Rata-rata kenaikan muka tanah yang

terjadi di beberapa formasi ini mencapai +20 mm/tahun, kenaikan muka tanah paling besar terjadi

di area yang berada pada formasi Pucangan, tepatnya di Kelurahan Lontar, Kecamatan Lakarsantri.

Rata-rata kecepatan deformasi hasil pengolahan menunjukkan adanya perbedaan pola di antara

daratan yang dilewati oleh garis sesar. Di sebelah utara garis sesar segmen Surabaya (Surabaya

Utara), menunjukkan deformasi vertikal berupa penurunan muka tanah, sedangkan di sebelah garis

sesar segmen Surabaya (Surabaya Barat) menunjukkan deformasi vertikal berupa kenaikan muka

tanah.

Kenaikan pada titik di daerah barat ini juga dipengaruhi oleh deformasi lokal seperti pengaruh

perubahan kadar air dalam pori-pori tanah. Dalam penelitian Giovanni [23] menyatakan bahwa

daerah Surabaya Barat ini diindikasikan tergolong sebagai tanah ekspansif dan menunjukkan

adanya potensi pengembangan yang tinggi. Tanah ekspansif adalah jenis tanah yang mudah

(33)

mengalami perubahan volume akibat adanya perubahan kadar air dalam pori-pori tanah. Kadar air

dalam pori tanah meningkat maka volume tanah akan mengembang sedangkan bila kadar air tanah

berkurang muka tanah akan menyusut [24]. Ridwan [25] juga menyebutkan kondisi yang sama

juga terjadi di daerah Wiyung yang juga memiliki potensi pengembangan tanah yang tinggi. Adanya

potensi pengembangan tanah ini tentunya dapat mempengaruhi konsistensi dari lingkungan sekitar,

dalam hal ini adalah titik-titik pengamatan yang berada di wilayah Surabaya Barat.

Meninjau dari Peta hasil LOS displacement superimposed dengan posisi GPS (Gambar II.9),

bahwa BM23, BM08, BM24, BM33 berlokasi di sekitar antiklin lidah dan antiklin guyangan.

Keberadaan antiklin ini diketahui dari peta geologi lembar Surabaya-Sapulu oleh Sukardi [26].

Antiklin

merupakan bagian yang naik dari struktur lipatan. Struktur lipatan ini terdiri dari antiklin

sebagai bagian yang mengalami kenaikan dan sinklin sebagai bagian yang mengalami penurunan.

Adanya struktur lipatan ini dapat mempengaruhi pergerakan dari titik-titik pengamatan yang berada

di sekitar wilayah lipatan. Namun, keberadaan dan panjang antiklin dan sinklin yang ada belum

dapat diketahui pasti.

2.3.7 Analisis Dampak Land Subsidence terhadap Persebaran Sedimen

Tahanpan analis dampak Land Subsidence terhadap persebaran sedimen masih dalam tahapan proses karena memerlukan validasi lapangan yang masih belum terlaksana.

(34)

BAB III STATUS LUARAN

Status Luaran berisi status tercapainya luaran wajib yang dijanjikan dan luaran tambahan (jika ada). Uraian status luaran harus didukung dengan bukti kemajuan ketercapaian luaran di bagian bab Lampiran

(35)

BAB IV PERAN MITRA

(UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi)

(36)

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN

Selama pelaksanaan penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadapi, antara lain sebagai berikut: 1. Jumlah data SAR sangat banyak sehingga perlu penyimpanan yang sangat besar, selain itu kecepatan

untuk pengolahan data tidak dapat dipenuhi karena spesifikasi komputer yang dibutuhkan tidak sesuai. 2. Dikarenakan pengolahan pada tahap akhir dilakukan saat masa pandemi dan diwajibkan untuk work

from home maka cukup sulit untuk mengakses komputer laboratorium karena terkendala jaringan

internet.

3. Terkendala oleh adanya pandemi, sehingga untuk melakukan pengukuran GPS untuk kala selanjutnya harus ditangguhkan.

(37)

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA

Rencana tahapan selanjutnya yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu: 1. Pengukuran data GPS untuk tahun 2020 dan atau 2021

2. Pengolahan data GPS secara keseluruhan dengan GAMIT/GLOBK 3. Penambahan data geologi di daerah penelitian

4. Pengolahan data SAR arah descending subswath IW2

5. Pengolahan time series INSAR untuk tahun 2017-2019 dengan arah ascending dan descending 6. Mengkombinasikan hasil pengolahan citra SAR arah descending subswath IW 1 dan IW 2 7. Validasi akhir

(38)

BAB VII DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Perencanaan Pembangunan , 2013. Penyusunan Review Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya 2013, Surabaya: s.n.

[2] Handoko, 2011

[3] Anjasmara, I. M. et al., 2017. Analysing surface deformation in Surabaya from sentinel-1A data using DInSAR method. AIP Conference Proceedings, Volume 1857, p. 100013.

[4] Aditiya, A., Takeuchi, W. & Aoki, Y., 2017. Land Subsidence Monitoring by InSAR Time Series Technique Derived From ALOS-2 PALSAR-2 over Surabaya City, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Volume 98, p. 012010 .

[5] Anjasmara, I. M., Mauradhia, A. & Susilo, 2019. Surface deformation and earthquake potential in Surabaya from GPS campaigns data. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci., Volume 389, p. 012032. [6] Anjasmara, I. M., Yulyta, S. A. & Taufik, M., 2020. Application of Time Series InSAR (SBAS)

Method using Sentinel-1A Data for Land Subsidence Detection in Surabaya City. International Journal on Advance Science Engineering Information Technology, 10(1), pp. 191-197.

[7] Bock, Y., Prawirodirdjo, L., Genrich, J.F., Stevens, C.W., McCaffrey, R., Subarya, C., Puntodewo, S.S.O., and Calais, E. 2003. Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System

measurements, J. Geophys. Res., 108(B8), 2367

[8] Harris, A. J. L., Groeve, T. d., Garel, F. & Carn, S. A. 2016. Detecting, Modelling, and Responding to Effusive Eruptions. Bath, United Kiingdom: Geological Society.

[9] Hanssen, R. F. 2001. Radar Interferometry Data Interpretation and Error Analysis. Springer Netherlands.

[10] ICSM PCTMSL. 2011. Australian Tides Manual Special Publication No 9. Intergovernmental Committee on Surveying & Mapping/Permanent Committee on Tides and Mean Sea Level: Australia. [11] Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta.

[12] Rochman, J. P. G. N., Widodo, A., Syaifuddin, F. dan Lestari, W. 2017, Aplikasi Metode

Geolistrik Tahanan Jenis untuk Mengetahui Bawah Permukaan di Komplek Candi Belahan (Candi Gapura), Geosaintek, Volume 3, Issue 2, p. 93-98

[13] Inayah, R., Santosa, B. J., Warnana, D. D., Syaifuddin, F., Rochman, J. P. G. N., Lestari, W. dan Widodo, A., 2019, Identification of Soil Contamination using VLF-EM and Resistivity

Methods: A Case Study, Volume 30, Issue 1, p.15-18.

[14] Widodo, A., Syaifuddin, F., Warnana, D. D., Rochman, J. P. G. N., Ariyanti, N. dan Lestari, W., 2019, Data Acquisition of 2D Geophysical Resistivity Methods with Dipole-Dipole

Configuration for Identification the Subsurface Brick Stone Sites of Kadipaten Terung Sidoarjo. IOP Conference Series : Materials Science and Engineering, Volume 546, Issue 2,

p.022-034.

[15] Loke, M. H., 1999, Electrical imaging surveys for environmental and engineering studies. A practical guide to 2-D and 3-D surveys.

[16] Telford, W., 1990, “Applied Geophysics”, second edition., Cambridge: Cambridge University Press.

[17] Pusat Studi Gempa Nasional, 2017. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan.

[18] Marliyani, G. I. 2016. Neotectonics of Java, Indonesia: Crustal Deformation in the Overriding Plate

(39)

[19] Sya’banah, L. (2019), "Pengembangan Buku Panduan Mitigasi Bencana Alam Pada Perilaku Keselamatan Kelompok B Usia 5-6 Tahun Di Tk Kecamatan Rungkut Surabaya", Jurnal PAUD Teratai Vol.8, Hal. 5.

[20] Mazzini, A., Nermoen, A., Krotkiewski, M., Podladchikov, Y., Planke, S. Dan Svensen, H. (2009), "Strike-Slip Faulting As A Trigger Mechanism For Overpressure Release Through Piercement Structures. Implications For The Lusi Mud Volcano, Indonesia", Marine And Petroleum Geology, Vol.26, No.9, Hal. 1751–1765.

[21] Syaifuddin, F., Bahri, A.S., Lestari, W. dan Rochman, J. P. G. N., 2016, "Microtremor Study Of Gunung Anyar Mud Volcano", Surabaya, East Java, Bandung, Indonesia

.

[22] Supandjono

[23] Giovanni, S. 2018. Usulan Penyelesaian Masalah Rekayasa Tanah untuk Jalan dan Gedung di atas

Tanah Ekspansif (Studi Kasus: Surabaya Barat). Tugas Akhir. Departemen Teknik Sipil FTSLK.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[24] Machsus, M., M. Khoiri dan C. Chomaedhi. 2007. Kajian Tanah Ekspansif, Jalan Akses Jembatan

Suramadu Sisi Madura. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil Vol. 3 No.1

[25] Ridwan, M dan T. Afiffurokhim. 2017. Pengaruh Penambahan Kapur Gamping Madura pada Tanah

Ekspansif di Daerah Wiyung Surabaya terhadap Nilai Pengembangan Tanah. Rekayasa Teknik Sipil

Vol. 02 No. 02 : 228-236.

[26] Soekardi, 1992. Geologi Lembar Pacitan, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Indonesia.

(40)

BAB VIII LAMPIRAN

Lampiran berisi tabel daftar luaran (Format sesuai lampiran 1) dan bukti pendukung luaran wajib dan luaran tambahan (jika ada) sesuai dengan target capaian yang dijanjikan

(41)

LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran

Program

: Ira Mutiara Anjasmara

Nama Ketua Tim

: Ira Mutiara Anjasmara

Judul

:

1.Artikel Jurnal

No

Judul Artikel

Nama Jurnal

Status Kemajuan*)

1

Evaluation of the Effects of

Subsidence and Sediment Transport

on the Teluk Lamong

sedimentation rates.

Q1

persiapan

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, published

2. Artikel Konferensi

No

Judul Artikel

Nama Konferensi (Nama

Penyelenggara, Tempat,

Tanggal)

Status Kemajuan*)

1

Modelling Sediment Transport

Using Hydrodinamic Data as

Factors of Coastline Changes Based

on Sentinel-2 Over Lamong Bay,

Surabaya

GEOICON 2020 (ITS,

26 Agustus 2020)

Submitted

2

Monitoring Kendeng Faults’s

Activity by Utilizing GPS

Campaigns Data from 2017 to 2020

(Case of Study: Surabaya City)

GEOICON 2020 (ITS,

26 Agustus 2020)

Presented

3

Persistent Scatterer Interferometry

Analysis of Ground Deformation in

Surabaya City: Kendeng Fault

Implications

GEOICON 2020 (ITS,

26 Agustus 2020)

Presented

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, presented

3. Paten

No Judul Usulan Paten

Status Kemajuan

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review

4. Buku

(42)

*) Status kemajuan: Persiapan, under review, published

5. Hasil Lain

No

Nama Output

Detail Output

Status Kemajuan*)

*) Status kemajuan: cantumkan status kemajuan sesuai kondisi saat ini

6. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir/PKM yang dihasilkan

No Nama Mahasiswa

NRP

Judul

Status*)

1

Cindy Nadya Riastama

03311640000017 Monitoring

Aktivitas Sesar

Kendeng

Berdasarkan

Pengamatan GPS

Tahun 2017-2020

(Studi Kasus: Kota

Surabaya)

lulus

2

Toifatul Ulma

03311640000058 Analisis Deformasi

Kota Surabaya

Tahun 2017-2019

Akibat Aktivitas

Sesar Kendeng

Dengan Metode

PSInSAR dan

Validasi Data GPS

lulus

3

Fransiska Widiastuti

03311640000093

PEMODELAN

TRANSPOR

SEDIMEN

UNTUK

PEMELIHARAAN

KEDALAMAN

PELABUHAN

(Studi Kasus:

Teluk Lamong,

Surabaya)

lulus

(43)
(44)
(45)

Gambar

Gambar I. 1 Diagram Alir Penelitian 1.4  Luaran Penelitian
Tabel II. 3 Daftar Set Data Citra Sentinel 1-A
Tabel II. 4 Nilai Kecepatan Pergeseran Titik selama Tahun 2017-2020 (mm/tahun)
Gambar II. 3 Plot Kecepatan Pergeseran Horizontal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan: (1) minimalkan jumlah pintu masuk dan keluar dalm sebuah kawasan/ blok; (2) desain jalan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi keberanian atau rasa bebas para pengguna

Perkembangan Bunga Kakao (Theobroma cacao L.) Tipe Forastero Berdasarkan Karakteristik Morfologi dan Anatomi; Mohammad Salam, 091810401025; 2009; 52 halaman; Jurusan

Guru menyampaikan materi pada classroom berupa Bahan Ajar hadits riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi tentang hewan-hewan yang haram dimakan dan hikmah memakan

Data tersebut kemudian disimpan dalam database sebagai sumber informasi yang akan ditampilkan pada sistem antarmuka yang akan dirancang.. Hasil perancangan menunjukkan sistem

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kelayakan penghidupan ditunjang dengan pengadaan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai untuk dapat menunjang

Dengan terbitnya Publikasi INFORMASI KECAMATAN TENAYAN RAYA 2015 ini, diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan program pembangunan wilayah Kecamatan

jarum hipodermik yang beranggapan bahwa massa merupakan tubuh besar yang terdiri dari orang-orang yang tidak berhubungan tetapi berkaitan kepada media, maka model dua

Selain itu ICRC juga melibatkan ICC (International Criminal Court) sebagai Mahkamah Peradilan Internasional yang menangani kasus serta pemberi sanksi terkait pelanggaran