• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH PENGELOLAAN KEUANGAN DAN AKSESIBILITAS DALAM MENCIPTAKAN AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAHAN KABUPATEN KONAWE UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH PENGELOLAAN KEUANGAN DAN AKSESIBILITAS DALAM MENCIPTAKAN AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAHAN KABUPATEN KONAWE UTARA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGELOLAAN KEUANGAN DAN AKSESIBILITAS DALAM MENCIPTAKAN AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAHAN KABUPATEN KONAWE UTARA

ASLIYANTI 105730278511

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2015

(2)
(3)
(4)

v Konawe Utara’’

Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan DPRD. Populasi dalam penelitian ini adalah SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Konawe Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Teknik pengumpulan data dengan teknik survey dengan menyebarkan kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis regeresi berganda , uji f, uji t. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui, 1) Bagaimanakah pengelolaan keuangan dan aksesibilitas dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah Kabupaten Konawe Utara, 2) Apakah pengelolaan dan aksesibilitas berpengaruh dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah Kabupaten Konawe Utara. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa : 1) Pengelolaan keuangan dan aksesibilitas keuangan daerah mudah dipahami dan dimengerti dan secara transparan dan pemerintah mampu mempertanggungjawabkan laporan keuangan kepada public, 2) Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh signifikan dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan.

Kata kunci : Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, pengelolaan laporan keuangan. aksesibilitas laporan keuangan.

(5)

Viii

skripsi ini dengan judul : “Pengaruh Pengelolaan Keuangan dan Aksesibilitas Dalam Menciptakan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Konawe Utara” dapat selesaikan. Pernyataan rasa syukur kepada Allah Swt, atas apa yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ini yang tidak dapat diucapkan dengan kata-kata dan dituliskan dengan kalimat apapun.

Tak lupa juga penulis panjatkan salawat dan salam atas junjungan nabi Muhammad SAW, dengan segala da’wahnya yang sarat dengan petunjuk dan nasehat agama.

Teristimewa dan terutama sekali penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Ayahanda M. Yunus Maddilau, dan Ibunda Tasma atas segala pengorbanan dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu sejak kecil sampai sekarang ini. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi kebaikan dan cahaya penerang kehidupan dunia dan akhirat.

Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada :

1. Ayahanda Dr. Irwan Akib, M. Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ayahanda Dr. H. Mahmud Nuhung, SE, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

(6)

Viii

4. Ayahanda Dr. H. Mahmud Nuhung, SE, MM., selaku pembimbing I yang telah rela meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan arahan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ayahanda Abd. Salam HB. SE., M.Si. Ak. CA., selaku pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan arahan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar beserta seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan dan pelayanan kepada penulis.

7. Seluruh staf dan pegawai kantor Dinas Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara di daerah Sulawesi Tenggara yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini. 8. Kepada Saudaraku dr. Asnita Yunus S. Ked, Aswinto Yunus SH, Aswadi Yunus, Astuti Yunus, yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi ini, dan penulis berterima kasih banyak kepada semua keluarga yang selama ini selalu memberikan nasehat-nasehat selama penulis menuntut ilmu di Makassar.

9. Para teman-teman Akuntansi angkatan 2011 khususnya alumni kelas Akuntansi 10. Terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

(7)

Viii ini.

Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca dan terkait dengan skripsi ini.

Makassar, Juni 2015

(8)

1 A. Latar Belakang

Pada masa sebelum reformasi (1999) jumlah pemerintah daerah di Indonesia sebanyak 319 yang terdiri dari 26 provinsi dan 293 Kabupaten/Kota dan setelah reformasi telah terjadi penambahan jumlah daerah secara signifikan di Indonesia. Pada Tahun 2013 pemerintah provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34 (30,77%), sedangkan pemerintah kabupaten/kota meningkat 72,35% dari 293 menjadi 505. Angka-angka tersebut nampaknya akan meningkat terus di tahun-tahun mendatang, karena pada saat buku ini dibuat sudah terdapat 22 Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah Otonomi Baru.

Sentralisasi kekuasaan dan keuangan Negara pada masa sebelum era reformasi telah banyak memberikan pengalaman kepada masyarakat daerah atas ketimpangan yang terjadi mengenai pembagian hasil dan sumber daya alam antara daerah dan Jakarta. Hal ini mengakibatkan pergolakan-pergolakan di daerah untuk menuntut pemberlakuan otonomi khusus atau bahkan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai rasa ketidakpuasan tersebut. Salah satu masalah penting yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah sebagai unsur dari suatu good governance. Pelaksanaan good governance tersebut, ternyata pelaksanaannya menghadapi banyak kendala yang cukup rumit. Di satu pihak pemerintah daerah dituntut untuk mewujudkan good governance sementara

(9)

dipihak lain sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk semua kegiatan terutama menyangkut teknologi informasi dan sumber daya manusia belum memadai. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pemenuhan segala kebutuhan minimal memerlukan biaya dan tenaga ahli tidak sedikit. Pemerintah daerah mempunyai dana yang terbatas, personalia yang mempunyai kemampuan juga terbatas.

Adanya reformasi dalam tata kelola pemerintahan terutama dalam pengelolaan keuangan mengharuskan pengelola keuangan agar dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana untuk pelaksanaan program/ kegiatan. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) organisasi pemerintah diharapkan dapat mewujudkan akuntabilitas yang merupakan pondasi dari proses pemerintahan. Memberikan pelayanan yang baik, mengelola keuangan dengan baik dan mempertanggungjawabkan dana yang terhimpun merupakan perwujudan akuntabilitas.

Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, pemerintah daerah dituntut lebih responsif atau cepat dan tanggap. Terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilaksanakan daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel serta selanjutnya dapat mewujudkan good governance yaitu: (1) mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat serta membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, (2) memperbaiki internal rules dan mekanisme pengendalian, dan (3) membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan terhadap masyarakat serta marketisasi layanan. Ketiga mekanisme tersebut saling berkaitan dan saling menunjang untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan pemerintahan daerah.

(10)

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 menambahkan satu ayat dalam pasal 116. Ayat (4a) pasal 116 berbunyi, Untuk memenuhi asas tansparansi, kepala daerah wajib menginformasikan substansi APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah. Menurut Jones et al. (1985) dalam Steccolini (2002), ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel kepada para pengguna potensial.

Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi terstruktur posisi keuangan akibat transaksi yang dilakukan (Bastian, 2006). Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Nordiawan, 2010). Semakin baik penyajian laporan keuangan pemerintah daerah maka akan berimplikasi terhadap peningkatan terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Jenis laporan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Derah berupa opini yang terdiri dari tingkat yang paling bagus adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas (WTP-DP) dan yang paling buruk adalah Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Opini secara langsung menggambarkan transparansi dan akuntabilitas atas pertanggungjawaban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah

(11)

walaupun tidak menjamin 100% bahwa dengan opini yang bagus seperti WTP terhindar dari indikasi terjadinya kecurangan (fraud) karena proses pemeriksaan menggunakan metode pendekatan resiko.

Namun dalam kenyataannya, BPK menemukan masih banyak permasalahan pada pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Konawe Utara yang menunjukkan lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang selama 3 tahun berturut-turut pengelolaan keuangannya mendapat opini tidak memberi pendapat (TMP) . BPK juga menemukan masih banyak permasalahan pada penyajian laporan keuangan Kabupaten Konawe Utara. Di samping itu, pemerintah Kabupaten Konawe Utara juga belum mampu menyediakan semua informasi keuangan secara terbuka kepada publik.

Akuntanbilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggung jawaban, serta pengawasan yang benar- benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan DPRD terkait dengan kegagalan maupun keberhasilannya sebagai bahan evaluasi tahun berikutnya. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui pengelolaan keuangan tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas pengaplikasian serta pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat (Halim, 2007).

Perhatian terhadap isu keuangan publik di Indonesia semakin meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal ini terutama disebabkan oleh dua faktor berikut ini yaitu: 1. Krisis ekonomi dan turbulen fiskal telah memberi kontribusi terhadap

(12)

erosi substansial kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. 2. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagai konsekuensi dari otonomi daerah, telah menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi pengeluaran anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah harus dapat meningkatkan akuntanbilitas penelolaan keuangan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat (Mulyana, 2006).

Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi terstruktur posisi keuangan akibat transaksi yang dilakukan (Bastian, 2006). Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Nordiawan, 2010). Semakin banyak penyajian laporan keungan pemerintah daerah maka akan berimplikasi terhadap peningkatan terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Di jaman reformasi yang berlangsung saat ini di Indonesia masyarakat menuntut agar pemerintahan mampu mengelola otonomi daerah dan sitem pengelolaan keuangan daerah dan system pengelolaan keuangan daerah agar lebih baik. Otonomi daerah menuntut undang-undang nomor 32 tahun 2004 merupakan

(13)

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tiga misi utama otonomi daerah adalah menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan. Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi terstruktur posisi keuangan akibat transaksi yang dilakukan. Berdasarkan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pertanggunjawaban berupa laporan realisasi anggran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemudahan bagi seseorang untuk memperoleh informasi mengenai laporan keuangan. Akuntabilitas yang efektif tergantung pada akses publik terhadap laporan keuangan yang dapat dibaca dan dipahami (Mulyana, 2006). Masyarakat sebagai pihak yang member kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola keuangan publik berhak untuk mendapatkan informasi keuangan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pemerintah (Mardiasmo, 2002)

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televise, website (internet), dan forum yang

(14)

memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet dalam Mulyana, 2006).

Namun dalam kenyataannya, BPK menemukan masih banyak permasalahan pada pengelolaan keunagan pemerintah kabupaten konawe utara yang menunjukkan lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. BPK juga menemukan masih banyak permasalahan pada penyajian laporan keuangan pemerintah kabupaten konawe utara. Disamping itu, pemerintah kabupaten konawe utara juga belum mampu menyediakan semua informasi keuangan secara terbuka kepada publik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengelolaan keuangan dan aksesibilitas dalam menciptakan akuntanbilitas laporan keuangan daerah Kabupaten Konawe Utara?

2. Apakah pengelolaan dan aksesibilitas berpengaruh dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah Kabupaten Konawe Utara?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengelolaan dan aksesibilitas keuangan dalam menciptakan akuntabilitas.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan seberapa besar pengaruh pengelolaan dan aksesibilitas dalam menciptakan akuntabilitas.

(15)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat yaitu :

1. Bagi penulis yaitu untuk menambah pengetahuan mengenai pengelolaan laporan keuangan, aksesibilitas dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah kabupaten konawe utara.

2. Bagi pemerintah kabupaten Konawe Utara yaitu sebagai referensi dalam hal pengelolaan laporan keuangan dalam rangka menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah kabupaten konawe utara.

3. Bagi pihak lain yaitu sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi mengenai aksesibilitas dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Laporan Keuangan

Berdasarkan UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Daerah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD berupa Laporan Keuangan yang setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Atas laporan keuangan tersebut, berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI melakukan pemeriksaan untuk menilai Laporan Keungan tersebut dalam hal 1) kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), 2) Efektifitas Sistem Pengendalian Intern,dan 3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah harus bisa menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang diterima umum dan memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan. Semakin baik penyajian laporan keuangan tentu akan semakin memperjelas pelaporan keuangan pemerintah daerah karena semua transaksi keuangan dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada dan akan disajikan dengan lengkap dan jujur dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Nordiawan, 2010). Berarti semakin baik penyajian laporan keuangan

(17)

pemerintah maka akan berimplikasi terhadap peningkatan terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Penyajian laporan keuangan mesrupakan hal yang sangat penting, menurut Diamond (2002), pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 1, alinea 49, (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010) dinyatakan bahwa neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: kas dan setara kas; investasi jangka pendek; piutang pajak dan bukan pajak; persediaan; investasi jangka panjang; aset tetap; kewajiban jangka pendek; kewajiban jangka panjang; dan ekuitas dana.

Kerangka konseptual PP No. 71 tahun 2010 karakteristik laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya, adapun karakteristik kualitas laporan keuangan tersebut yaitu:

1. Relevan, yaitu informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan, serta mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan memiliki unsur-unsur berikut :

a) Manfaat umpan balik (feedback value). Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan alat mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.

(18)

b) Manfaat prediktif (predictive value). Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

c) Tepat waktu (timeliness). Informasi yang disajikan secara tepat waktu dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.

d) Lengkap, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.

2. Andal, yaitu informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal memenuhi karakteristik berikut : a) Penyajian jujur. Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta

peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

b) Dapat diverifikasi (verifiability). Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.

c) Netralitas, yaitu informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

(19)

3. Dapat dibandingkan, yaitu Informasi akuntansi harus dapat diperbandingkan dengan informasi akuntansi periode sebelumnya pada perusahaan yang sama, atau dengan perusahaan sejenis lainnya pada periode waktu yang sama.

4. Dapat dipahami, yaitu Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.

Menurut Nordiawan (2010), tujuan penyajian laporan keuangan adalah: 1) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran 2) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan 3) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan 4) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya 5) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporanberkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya 6) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan.

Informasi keuangan di dalam laporan keuangan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (a) meningkatkan akuntabilitas untuk para manajer (kepala daerah dan para pejabat pemda) ketika mereka menjadi bertanggung jawab tidak hanya pada kas masuk dan kas keluar, tetapi juga pada aset dan utang yang mereka kelola; (b) meningkatkan transparansi dari aktivitas pemerintah. Pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi

(20)

fiskal dan akuntabilitas. (c) memfasilitasi penilaian posisi keuangan dengan menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban; (d) Memberikan informasi yang lebih luas yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan (Diamond, 2002).

B. Aksesibilitas Laporan Keuangan

Aksesibilitas menurut perspektif tata ruang adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar (Koester, 2002 dalam Rohman, 2009). Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemudahan bagi seseorang untuk memperoleh informasi mengenai laporan keuangan (Mulyana, 2006). Laporan keuangan harus dapat dimengerti dan tersedia bagi mereka yang tertarik dan mau berusaha untuk memahaminya (Henly et al, 1992, dalam Rohman, 2009). Pemerintah daerah harus mampu memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan, tidak hanya kepada lembaga legislatif dan badan pengawasan tetapi juga kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dana publik.

Mulyono (2006) dalam Sukhemi (2012) menyatakan bahwa aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif secara signifikan terhadap upaya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hasil penelitian Kadarmi (2008) dalam Sukhemi (2012) menunjukan bahwa aksesibilitas laporan keuangan SKPD berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD. Oleh karena itu, pemerintah daerah mendapat motivasi agar mampu menyajikan laporan keuangan tidak hanya kepada DPRD tetapi juga harus

(21)

menyajikan fasilitas kepada masyarakat berupa kemudahan dalam mengetahui atau memperoleh informasi laporan keuangan.

Pengertian aksesibilitas dalam kamus besar bahasa indonesia adalah hal yang dapat dijadikan akses atau hal dapat dikaitkan. Pentingnya penerapan akuntansi keuangan yang baik dan mudahnya masyarakat mendapatkan informasi tersebut sangat menentukan tingkat transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah (Sukhemi, 2012). Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemudahan bagi seseorang untuk memperoleh informasi mengenai laporan keuangan (Mulyana, 2006). Laporan keuangan harus dapat dimengerti dan tersedia bagi mereka yang tertarik dan mau berusaha untuk memahaminya (Henly et al, 1992, dalam Rohman, 2009).

Menurut Mardiasmo (2002), laporan keuangan pemerintah merupakan hak publik yang harus diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hak publik atas informasi keuangan muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban publik. Pertanggungjawaban publik mensyaratkan organisasi publik untuk memberikan laporan keuangan sebagai bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan (accountability dan stewardship). Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004). Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat memenuhi prinsip kuntabilitas, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan keuangannya, tidak sekedar

(22)

menyampaikannya ke DPRD saja, tetapi juga memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan keuangan dengan mudah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lainnya.

C. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Standar Akuntansi Pemerintah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, setiap akhir tahun periode anggaran Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menyajikan Laporan Keuangan pokok yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Kinerja Keuangan serta ikhtisar Laporan Keuangan BUMD. Tuntutan pemerintah pusat yang mengharuskan setiap pelaporan keuangan pemerintah daerah harus terdapat Penyajian Laporan Keuangan Daerah hal ini diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Aksesibilitas laporan keuangan merupakan sarana penunjang dalam rangka perwujudan lembaga pemerintah daerah sebagai lembaga sektor publik.

(23)

Pertanggungjawaban perlu dilakukan melalui media yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal maupun eksternal (publik) sebagai suatu kewajiban hukum dan bukan secara sukarela. Hasil feedback dari pengguna informasi atas penyajian laporan keuangan inilah yang kemudian menjadi bahan koreksi bagi pemerintah daerah atas kinerja mereka selama tahun anggaran berlangsung.

Siti Aliyah dan Aida Nahar (2012) menyatakan penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah secara bersama-sama atau simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Jones et al (1995) dalam Mulyana (2006), ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari akuntabilitas keuangan daerah.

Menurut keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) No.589/IX/6/Y/99 dalam Sitompul (2003), akuntabilitas diartikan sebagai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak/berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Oleh karena itu, pemberlakuan

(24)

undang-undang otonomi daerah harus dapat meningkatkan daya inovatif dari pemerintah daerah untuk dapat memberikan laporan pertanggung jawaban mengenai pengelolaan keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas kepada DPRD maupun masyarakat luas.

Kualitas Pemerintahan Daerah yang baik (good governance) tidak hanya ditentukan oleh akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dan supremasi hukum. Namun, kualitas pemerintahan yang baik juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti responsiveness, consessus orientation, equity efficiency, effectiveness dan strategic vision. Hal ini sesuai dengan karakteristik pelaksanaan pemerintahan yang baik menurut UNDP dan Word Bank.

Kerangka konseptual akuntabilitas publik dapat dibangun di atas dasar empat komponen. Pertama, adanya sistem pelaporan keuangan. Kedua, adanya sistem pengukuran kinerja. Ketiga, dilakukannya audit. Sektor publik. Keempat, berfungsinya saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability).

Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi public antara lain, yaitu:

1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum yaitu akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas Proses yaitu terkait dengan apakah prosedur yang telah digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan

(25)

sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.

3. Akuntabilitas Program yaitu terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

4. Akuntabilitas Kebijakan yaitu terkait dengan petanggungjawaban pembina, pengurus dan pengawas atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

Osborne (1992) dalam Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain, apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan yang memadai, dan lain sebagainya. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum memadai, maka harus diikuti dengan jiwa eterpreneurship pada pihak-pihak yang melaksanakan akuntabilitas.

Katz (2004) menyatakan bahwa transparansi merupakan proses demokrasi yang esensial di mana setiap warga negara dapat melihat secara terbuka dan jelas atas aktivitas dari pemerintah mereka daripada membiarkan aktivitas tersebut

(26)

dirahasiakan. Jiwa dari sistem ini adalah kemampuan dari setiap warga negara untuk memperoleh informasi melalui akuntabilitas pejabat pemerintah atas kegiatan yang mereka lakukan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dinyatakan bahwa komponen yang harus terdapat dalam suatu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah meliputi; Laporan Realisasi Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara Pasal 58 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengadilan intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.

Akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur melalui media berupa penyajian laporan keuangan yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik berhak mengetahui informasi tersebut. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan

(27)

uang termasuk di dalamya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

D. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2 berikut mengemukakan penelitian terdahulu yang relevan. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Budi

Mulyana (2006)

Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan

Keuangan Daerah

terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan daerah

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa secara terpisah dan bersama-sama penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Marjuki Sagala (2011) Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan

Daerah terhadap

Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan daerah

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah baik secara simultan maupun parsial

(28)

Penelitian ini terutama merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Marjuki Sagala (2011). Namun ada beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Marjuki Sagala, 2011) adalah:

(1) Pada penelitian sebelumya, objek yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah adalah Kabupaten Samosir, sedangkan pada penelitian ini, wilayah yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Konawe Utara.

(2) Pada penelitian sebelumnya, populasi penelitian hanya penyaji dan pemakai internal laporan keuangan daerah saja yang dalam hal ini adalah Kepala SKPD, Kepala Bidang, Kepala Seksi dan staf yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan pada penelitian ini, populasi penelitian merupakan pemakai eksternal laporan keuangan daerah yang dalam hal ini populasi yang dituju peneliti adalah anggota DPRD dan LSM di kabupaten Konawe utara.

E. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran adalah model konseptual tentang bagaimana teori teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Dan adapun kerangkanya :

(29)

F. Perumusan Hipotesis

Berdasar pada uraian di bagian Tinjauan Pustaka, berikut adalah perumusan hipotesis.

1. Diduga bahwa pengelolaan dan aksesibilitas keuangan daerah mudah dipahami dan dimengerti dan secara transparan dan pemerintah mampu mempertanggungjawabkan laporan keuangan kepada publik.

2. Diduga bahwa pengelolaan laporan keuangan daerah dan aksesibilitas berpengaruh positif terhadap tingkat akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Konawe Utara.

Pemerintah Bupati Konawe Utara

Aksesibilitas Pengelolaan keuangan

Laporan Keuangan

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dan informasi empiris untuk memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

A. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen (terikat) dan variable independen (bebas). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan daerah (Y). Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah pengelolaan laporan keuangan daerah(X1) dan aksesibilitas laporan keuangan daerah (X2). Pengukuran variabel menggunakan skala Likert yaitu dimana responden menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai keberadaan pernyataan mengenai perilaku, obyek, atau kejadian (Kuncoro, 2003:157). Jawaban akan diberi skor: Skor 1 = sangat tidak setuju, Skor 2 = tidak setuju, Skor 3 = ragu-ragu , Skor 4 = setuju, Skor 5 = sangat setuju.

B. Variabel Pengelolaan Laporan Keuangan Daerah Laporan keuangan pokok terdiri dari,

1. laporan realisasi anggaran, 2. neraca,

3. laporan arus kas, dan

(31)

4. catatan atas laporan keuangan.

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan poin 32-37 bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi keuangan sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normative yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: (a) Relevan; (b) Andal; (c) Dapat dibandingkan; dan (d) Dapat dipahami.

C. Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah

Aksesibilitas laporan keuangan adalah kemampuan untuk memberikan akses bagi stakeholder untuk mengetahui atau memperoleh laporan keuangan sebagai bagian dari partisipasi stakeholder. Aksesibilitas laporan keuangan daerah yang baik akan mewujudkan komunikasi yang baik pula antara publik dan pemerintah. Proses inilah yang mendukung penggunaan informasi keuangan daerah yang efektif. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner, dengan model skala Likert lima poin. Responden diminta untuk menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.

D. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah (dependent variabel) merupakan proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan

(32)

DPRD. Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama reformasi sektor publik. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner, dengan model skala Likert lima poin. Responden diminta untuk menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.

E. Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna internal dan eksternal laporan keuangan pemerintah kabupaten Konawe Utara, yang dalam hal ini populasi yang dituju oleh peneliti adalah SKPD di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Konawe Utara dengan responden kepala SKPD, sekretaris, kepala bidang, kepala seksi maupun staf dari masing - masing SKPD yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah dan LSM di Wilayah Kabupaten Konawe Utara.

Penyampelan atas responden (pengguna laporan keuangan) dilakukan dengan teknik proporsionate stratified random sampling; yakni, suatu teknik pemilihan sampel yang apabila populasinya tidak (heterogen), yang terdiri dari beberapa kelompok dengan kategori yang berbeda. Dalam menentukan jumlah besarnya sampel dari total populasi sebanyak 20 orang, maka digunakan rumus Slovin (Husein, 1999:59) seperti di bawah ini:

(33)

N n=

---1 + N (e)2 Keterangan:

n = ukuran sampel

N = Ukuran Populasi (sebanyak 20 orang) e = Nilai kritis yang diinginkan sebesar 5%

F. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subjek, yaitu jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subjek penelitian (responden). Tanggapan yang diberikan oleh responden berupa respon tertulis melalui kuesioner yang diajukan oleh peneliti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Kuisioner yang digunakan adalah mengadopsi dari kuisioner Peggy Sande (2013) yang sebelumnya telah diuji tingkat validitas dan reabilitasnya dengan menggunakan SPSS versi 21.

G. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dan digunakan bersifat kuantitatif, terdiri atas data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk memperoleh informasi tentang

(34)

pengaruh pengelolaan keuangan dan aksesibilitas dalam menciptakan akuntabilitas laporan keuangan daerah pemerintahan kabupaten konawe utara.

H. Metode Pengumpulan Data

Penyusunan penulisan ini, penulis mengambil cara dalam mendapatkan data dan informasi yang ada hubungannya dengan materi pembahasan. Adapun metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data dan informasi adalah sebagai berikut

Kuesioner, artinya dengan membagikan daftar pertanyaan yang berhubungan variabel yang diteliti yaitu karakteristik laporan keuangan, serta kriteria-kriteria yang berkaitan dengan akuntabilitas laporan keuangan. Kuesioner diberikan dengan mengantar langsung dan dititipkan kepada staf di kantor, dengan mengadakan perjanjian pengambilannya setelah waktu yang dijanjikan tiba.

Studi kepustakaan (library research), suatu metode yang dilakukan dengan cara melihat, dan memelajari berbagai bahan-bahan bacaan, seperti buku-buku teoritis, makalah ilmiah, jurnal, dokumen dan laporan - laporan, termasuk berbagai peraturan yang berkaitan dengan variabel penelitian.

Dokumentasi data sekunder, merupakan metode pelengkap dalam mendukung hasil penelitian. Dokumentasi data sekunder merupakan dokumentasi yang berbentuk data permanen (hasil penelitian) yang berisi tentang segala sesuatu tentang catatan, rekaman suatu peristiwa dan objek atau aktivitas yang fakta, dan dianggap penting dan berharga.

(35)

I. Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Analisis data dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan sebelumnya dan untuk mendapatkan bukti empirik sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini. Data di peroleh dari hasil kuisioner, kemudian dikuantitatifkan agar dapat dianalisis secara statistik.

b. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Pengujian ini dimaksudkan untuk dapat mempertanggungjawabkan ketelitian serta ketepatan kuisioner yang dibagikan kepada responden. Alat ukur yang valid berarti alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Data yang dapat dilakukan analisis faktor bila nilai MSA di atas 0,5 (Kaiser & Rice, 1974) dan item yang dimasukkan dalam analisis faktor adalah item-item yang memiliki faktor loading di atas 0,40 (Chia, 1995).

2. Uji Reliabilitas

Uji reabilitas dilakukan untuk mengukur handal atau tidaknya kuisioner yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Suatu kuisioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu. Dengan demikian, uji reabilitas dimaksudkan untuk mengetahui konsisten/tidaknya responden terhadap kuisioner-kuisioner penelitian.

(36)

Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus Cronbach’s Alpha. Kriteria dalam pengujian reliabilitas berdasarkan nilai Cronbach’s Alpha, menurut Sekaran (2003 : 311), secara umum apabila didapatkan nilai Cronbach’s Alpha kurang dari 0,60 berarti buruk, sekitar 0,70 diterima dan lebih dari 0,80 adalah baik.

J. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa tehnik analisis regresi yang digunakan dapat diinterpretasi atau hasil interpretasinya tidak bias.

a. Uji Normalitas Data

Uji Normalitas Data, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi antara variabel dependen dengan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi diantara variabel bebas atau tidak.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

(37)

K. Pengujian Hipotesis

Penelitian ini menggambarkan suatu hubungan dimana satu atau lebih variabel (variabel independen) mempengaruhi variabel lainnya (variabel dependen). Oleh karena itu peneliti menggunakan analisis regresi linier berganda untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Dalam analisis regresi linier berganda, selain mengukur kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen juga menunjukkan arah pengaruh tersebut. Statistical Package For Sosial Science (SPSS) akan digunakan untuk membantu proses analisis regresi linear berganda. Pengujian-pengujian tersebut didasarkan pada persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1+ b2X2+ e Keterangan:

Y : Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah X1 : Pengelolaan Laporan Keuangan Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah a : Konstanta

b1 : koefisien regresi dari X1 b2 : koefisien regresi dari X2 e : kesalahan residual (error turn)

a. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R² digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Analisis Koefisiensi Determinasi (KD)

(38)

digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase.

b. Uji Statistik F

Uji F dilakukan bertujuan untuk menguji apakah hasil analisis regresi berganda modelnya sudah fix atau belum dan untuk dapat mengetahui pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat secara keseluruhan atau secara simultan. Patokan yang digunakan dalam pengujian ini adalah membandingkan nilai sig yang diperoleh dengan derajat signifikansi pada level α = 0,05. Apabila nilai sig yang diperoleh lebih kecil dari derajat signifikansi maka model yang digunakan sudah fix.

c. Uji Statistik t

Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh sebuah variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Tingkat kepercayaan untuk pengujian hipotesis adalah 95% atau (α) = 0,05 (5%). Jika nilai t hitung > t tabel dengan signifikansi 0,05, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen atau dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikan di bawah 0,05. Sebaliknya jika t hitung < t tabel dengan signifikan 0,05, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dilakukan dengan melihat signifikansi yang berada di atas 0,05.

(39)
(40)

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kabupaten Konawe Utara

Kabupaten Konawe Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2007 pada tanggal 2 Juli 2007. Kabupaten Konawe Utara adalah 1 dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 8 Desember 2006. Dengan pemekaran ini, Kabupaten Konawe Utara telah memiliki wilayah otonomi sendiri dengan ibu kota di Wanggudu. Sebagai salah satu syarat tercapainya tujuan pembangunan dan berjalannya roda pemerintahan dengan baik maka pembangunan kota Wanggudu sebagai pusat pemerintahan mutlak dilakukan. Dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi Kabupaten Konawe Utara saat ini dan untuk memenuhi aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai tantangan lima tahun ke depan serta memperhatikan amanat konstitusional.

Kondisi makro perekonomian Kabupaten Konawe Utara cenderung semakin membaik bila dibandingkan tahun sebelumnya. Adanya kebijakan-kebijakan pemerintah pusat di bidang ekonomi, khususnya di bidang fiskal diharapkan dapat memberi pengaruh positif terhadap perbaikan ekonomi daerah. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator ekonomi Kabupaten Konawe Utara menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

(41)

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Konawe Utara terus mengalami pertumbuhan yang positif dalam kurun waktu 2010 – 2012. Tercatat pada tahun 2011, PDRB Kabupaten Konawe Utara tumbuh sebesar 9,01 persen. Meskipun tidak sebesar tahun 2011 pertumbuhan PDRB ini dilanjutkan pada tahun 2012 yaitu tumbuh sebesar 7,43 persen. Fenomena penurunan besaran pertumbuhan angka PDRB Kabupaten Konawe Utara di tahun 2012 cenderung disebabkan oleh tidak agresifnya kontribusi pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian di banding 2 tahun sebelumnya. Hal tersebut erat kaitannya dengan sektor pertanian yang memiliki share terbesar dalam struktur ekonomi Kabupaten Konawe Utara. Dalam struktur perekonomian Kabupaten Konawe Utara, peranan sektor pertanian masih tetap mendominasi dalam kurun waktu 2010-2012, yaitu tahun 2012 sebesar 60,37 persen.

Di tingkat regional pertumbuhan ekonomi Kabupaten Konawe Utara terus mengalami pertumbuhan yang positif. Tercatat pada tahun 2010 PDRB Kabupaten Konawe Utara tumbuh sama besar dan pada tahun 2011 tumbuh sedikit di atas PDRB Sulawesi Tenggara. Akan tetapi pada tahun 2012 pertumbuhan PDRB Kabupaten Konawe Utara (7,43 persen) mengalami pertumbuhan yang besarannya berada di bawah pertumbuhan PDRB Sulawesi Tenggara (10,41 persen). Jika dicermati berdasarkan struktur perekonomian Kabupaten Konawe Utara, maka untuk lebih mengenjot pertumbuhan ekonomi hendaknya pembangunan di sektor pertanian tetap mendapat prioritas utama.

Sejalan dengan trend yang terjadi dari tahun-tahun sebelumnya, laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Konawe Utara tahun 2010 diperkirakan

(42)

berada dibawah pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara, yang didominasi berbagai sektor-sektor antara lain; sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor Pertambangan dan penggalian dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Dalam konteks makro regional, dengan melihat tentang latar belakang kondisi ekonomi Kabupaten Konawe Utara dari tahun-tahun sebelumnya maupun kondisi umum perekonomian nasional dan regional Sulawesi Tenggara, dengan diestimasikan masih mampu berkembang dan tumbuh secara dinamis dalam kerangka pembangunan daerah Kabupaten Konawe Utara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan ini pertumbuhan ekonomi tersebut besar kemungkinan akan melambat dibandingkan tahun sebelumnya akibat krisis keuangan global yang berimbas pada kawasan asia. Hal seperti ini sangat diperlukan sikap konservatif dan berhati-hati terutama dalam mengatasi berbagai masalah akses perekonomian, terutama pada sektor riil yang cenderung berimbas pada kelompok masyarakat yang rentan terutama keluarga miskin dan kelompok marjinal.

Proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Konawe Utara dapat disinkronkan dengan isu-isu strategis, kebijakan dan program kegiatan prioritas antar pusat, provinsi, kab/kota, yang dijalankan untuk melindungi dan jaminan pemenuhan pelayanan dasar dalam kelangsungan usaha produktif kelompok rentan. Dengan mempertimbangkan prospek peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Konawe Utara pada tingkat Inflasi tahun 2009, diharapkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Konawe Utara tahun 2011 dapat mampu mengentaskan kemiskinan dan membuka peluang

(43)

kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat terhadap usia produktif dalam meningkatkan roda perekonomian masyarakat Kabupaten Konawe Utara itu sendiri.

Dalam penyusunan APBD/APBD Perubahan Kabupaten Konawe Utara tahun 2013 telah ditetapkan berbagai asumsi-asumsi dasar yang digunakan sebagai tolok ukur dalam menetapkan besaran biaya dan belanja yang dibutuhkan dalam melaksanakan program prioritas pembangunan pemerintah dan pembinaan terhadap masyarakat miskin. Asumsi-asumsi dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan APBD/APBD Perubahan Kabupaten Konawe Utara Tahun 2012, tidak terlepas dari asumsi terhadap kondisi lokal/daerah dan nasional.

B. Visi dan Misi 1. Visi

Visi Kabupaten Konawe Utara adalah :

“Mewujudkan masyarakat Kabupaten Konawe Utara yang sejahtera, maju dan tenteram, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang religius dan berbudaya dengan mengembangkan pemerintah yang bersih dan demokratis”.

Pada visi Kabupaten Konawe Utara terdapat 4 (empat) kata kunci yaitu :

1. Sejahtera, adalah kemampuan memberdayakan potensi internal dan eksternal, dalam hidup yang bahagia, tentram, aman dan damai sehingga terpenuhi kebutuhan hidup lahir dan bathin.

(44)

2. Persatuan, adalah modal dasar dalam mendorong terciptanya iklim kehidupan sosial yang kondusif dalam muwujudkan pembangunan yang demokratis, adil dan mandiri, guna mencapai kesejahteraan masyarakat lahir dan bathin dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Religius dan Berbudaya, adalah meningkatkan kualitas kehidupan beragama guna meningkatkan dan mewujudkan etika dan moral yang dilandasi dengan nilai-nilai agama dan budaya dalam interaksi kehidupan masyarakat sehari-hari.

4. Pemerintah yang Bersih dan Demokratis, adalah system pemerintahan yang dibangun dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat, dalam perspektif Good Governace dan Clean Governance.

2. M i s i

Guna mewujudkan visi Konawe Utara menjadi suatu realitas kehidupan politik, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, hukum dan ketentraman/ketertiban serta tatanan pemerintahan, maka visi tersebut diterjemahkan dalam misi yang akan diemban yaitu :

1. Politik, mendorong dan mewujudkan kehidupan politik yang dinamis dan bermartabat dengan mengembangkan partisipasi politik masyarakat secara sehat dan rasional melalui partai politik serta memposisikan lembaga eksekutif dan legislatif dalam kemitraan yang sejajar

2. Ekonomi, mewujudkan infrastruktur yang menunjang kebutuhan dasar masyarakat yang memungkinkan berlangsungnya kelancaran dan

(45)

pengembangan ekonomi rakyat dengan mengembangkan sentra-sentra produksi dan pusat-pusat pertumbuhan dengan distribusi faktor-faktor produksi secara proporsional. Mendorong secara luas tumbuhnya investasi dalam skala besar, menengah dan kecil pada berbagai sektor sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja lokal secara berkelanjutan. Mengoptimalkan potensi SDA yang dikelola dalam perspektif kemaslahatan masyarakat secara fungsional, akuntabilitas, transparan dan berkelanjutan yang ditunjang dengan pengembangan kualitas SDM.

3. Sosial Budaya, Mengembangkan perluasan akses dan daya tampung pendidikan serta pembangunan pendidikan yang bermutu baik TK, SD, SMA/Kejuruan dalam mewujudkan suatu tatanan community learning yaitu masyarakat yang terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baik melalui institusi pendidikan luar sekolah maupun melalui proses pendampingkan instansi terkait dan LSM. Mewujudkan nilai-nilai agama dan pengamalan pancasila secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh anggota masyarakat. Mendorong dan mengembangkan reaktualisasi nilai-nilai budaya sebagai landasan untuk mewujudkan proses pembangunan yang beradab dan kontekstual. Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui peningkatan kemampuan tenaga kesehatan untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang profesional.

4. Hukum, mewujudkan tertib hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan keadilan bagi semua anggota masyarakat.

(46)

5. Ketentraman dan ketertiban, memberikan jaminan yang kondusif terselenggaranya rasa aman, tenteram dan harmonis dalam kehidupan masyarakat disemua lini dan tatanan, sehingga memungkinkan terselanggaranya semua bentuk interaksi sosial, ekonomi, politik dan keagamaan secara tertib. Mendorong suasana persatuan dan keharminisan kehidupan masyarakat sebagai prasarat yang dipelukan dalam proses pembangunan yang merupakan komitman masyarakat dan pemerintah Kabupaten Konawe Utara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Tatanan Pemerintahan, Mengoptimalisasi fungsi lembaga dan aparatur pemerintah dalam meningkatkan kualitas kinerja mengedepankan nilai-nilai demokrasi, supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas dan partisipatif guna mendorong percepatan pembangunan serta mewujudkan Good Governance dan Clean Governance.

3. Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Konawe Utara terletak di bagian Selatan Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02°97’ dan 03°86’ lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121°49’ dan 122°49’ bujur Timur.

Adapun batas wilayah Kabupaten Konawe Utara adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kecamatan Routa (Kabupaten Konawe)

(47)

b. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bondoala, Kecamatan Amonggendo, Kecamatan Meluhu, Kecamatan Anggaberi, Kecamatan Tongauna, dan Kecamatan Aboki Kabupaten Konawe.

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Laut Banda.

Wilayah Kabupaten Konawe Utara dibagi dalam 10 (sepuluh) kecamatan. Dari 10 kecamatan tersebut, Kabupaten Konawe Utara terbagi dengan 144 desa/kelurahan yang terdiri dari 136 desa, 8 kelurahan dan 2 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT).

(48)

Nama dan Luas Wilayah Per-Kecamatan di Kabupaten Konawe Utara Kecamatan Ibukota Luas Wilayah (Km2) Banyaknya Jumlah Desa Kelurahan UPT

Sawa Motui Lembo Lasolo Molawe Asera Andowia Oheo Langgikima Wiwirano Sawa Bende Lembo Tinobu Molawe Asera Andowia Oheo Langgikima Wiwirano 93.885 24.265 78.12 262.5 365.06 714.77 892.25 590.7 476.75 1505.09 9 12 10 25 8 15 12 15 7 23 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 10 12 11 26 9 17 13 16 8 24 JUMLAH 5003.39 136 8 2 146

(49)

C. Struktur Organisasi

1. Struktur Organisasi Badan Kesatuan Bangsa terdiri dari :

a. Kepala Badan

b. Sekretariat Membawahi :

1) Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan 2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Ideologi kewaspadaan Nasional membawahi : 1) Sub Bidang Pengembangan Wawasan

2) Sub Bidang Seni dan Budaya Nasional. d. Bidang Penaganan Konflik membawahi : 1) Sub Bidang Analisa Potensi Konflik sosial. 2) Sub Bidang Rehabilitasi

e. Bidang Kelembagaan dan Budaya Politik membawahi : 1) Sub Bidang Fasilitas Organisasi dan Lembaga Politik. 2) Sub Bidang Pengembangan dan Fasilitasi Budaya Politik f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah terdiri dari :

a. Kepala Badan;

b. Sekretaris membawahi :

1) Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan; 2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

(50)

c. Bidang Pengkajian dan Pengadaan Pegawai membawahi : 1) Sub Bidang Pengkajian Kebutuhan Pegawai;

2) Sub Bidang Pengadaan Pegawai.

d. Bidang Mutasi dan Pengembangan membawahi : 1) Sub Bidang Mutasi dan Pengembangan;

2) Sub Bidang Pendataan dan Pelaporan.

e. Bidang Pembinaan Disiplin, Pemberhentian dan Disiplin membawahi :

1) Sub Bidang Pembinaan Disiplin;

2) Sub Bidang Pemberhentian dan Pensiun. f. Bidang Evaluasi Data membawahi : 1) Sub Bidang Evaluasi;

2) Sub Bidang Pengelolaan Informasi dan data. g. Kelompok Jabatan Fungsional.

3. Struktur Organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah terdiri dari :

a. Kepala Badan;

b. Sekretaris membawahi :

1) Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan; 2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. c. Bidang Anggaran membawahi : 1) Sub Bidang Anggaran;

2) Sub Bidang Pelaksanaan Anggaran. d. Bidang Perbendaharaan Membawahi :

(51)

1) Sub Bidang Kas Daerah; 2.) Sub Bidang Belanja.

e. Bidang Akuntansi membawahi :

1) Sub Bidang Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran Kas; 2) Sub Bidang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. f. Kelompok Jabatan Fungsional

4. Struktur Kantor Pendidikan dan Pelatihan terdiri dari :

a. Kepala Kantor; b. Kasubag Tata Usaha;

c .Seksi Diklat Teknik Fungsional; d. Seksi Diklat Penjenjangan;

e. Seksi Pengkajian dan Pengembangan; f. Kelompok Jabatan Fungsional.

5. Struktur Kantor Aset dan arsip Daerah terdiri dari :

a. Kepala Kantor

b. Sub Bagian Tata Usaha

c. Seksi Inventarisasi Aset dan arsip Daerah; d. Seksi Pemindahtanganan dan Penghapusan; e. Seksi Evaluasi dan Pengendalian;

(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara 1) Pencatatan Pengelolaan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Konawe

Utara

Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kabupaten Konawe Utara Tahun 2014 disusun dan disajikan mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelola Keuangan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Konawe TA 2014 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realiasasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca.

Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di rekening Kas Umum Daerah dan belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari rekening Kas Umum Daerah.

Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadiaan atau

(53)

kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah tanpa memperhatikan saat kas dan setara kas diterima atau dibayar.

Adapun laporan keuangan tahun 2014 Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara :

a. Laporan Realisasi Anggaran

PEMERINTAHAN KABUPATEN KONAWE UTARA LAPORAN PERHITUNGAN APBD

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014

URAIAN TAHUN ANGGARAN 2014

ANGGARAN REALISASI

A.PENDAPATAN I. PENDAPATAN ASLI DAERAH

1. Pendapatan Pajak Daerah 2. Pendapatan Retribusi 3. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

Jumlah II. PENDAPATAN DANA PERIMBANGAN DARI PEMERINTAH PUSAT

1. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus 4. Bantuan Keuangan 11.718.300.000 5.132.290.000 3.614.000.000 20.464.590.000 108.587.287.319 484.070.000.000 29.699.138.700 3.480.000.000 625.836.426.019 9.640.258.663 4.344.634.675 4.655.609.949 18.640.503.288 128.013.886.166 484.070.000.000 29.699.138.700 3.480.000.000 645.263.024.866

(54)

Jumlah

III. LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

1. Bantuan Dana Adhos dari Pemerintah Pusat 2. Dana Darurat Jumlah TOTAL PENDAPATAN B. PENDAPATAN I. BELANJA OPERASI 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang

3. Belanja Perjalanan Dinas 4. Belanja Pemeliharaan 5. Belanja Subsidi 6. Belanja Operasional TOTAL BELANJA OPERASIONAL II. PENDAPATAN DANAPERIMBANGAN DARI PEMERINTAH PUSAT

1. Belanja Aset Tetap - Publik 2. Belanja Aset Tetap – Aparatur TOTAL BELANJA MODAL III. BELANJA BAGI HASIL PAJAK KEPADA PEMERINTAH DESA -646.501.016.019 341.635.930.857 79.022.521.329 13.145.785.000 79.189.984.435 -512.994.221.621 92.821.009.565 12.505.525.860 105.326.535.425 1.962.000.000 -663.903.528.154 299.412.148.549 75.922.587.126 12.311.869.684 75.873.672.467 -463.520.277.826 87.569.971.200 12.073.839.430 99.643.810.630 1.962.000.000

(55)

IV. BELANJA BANTUAN KEUANGAN

1. Belanja Bantuan Keungan Kepada Pemerintah Desa 2. Belanja Bantuan Keuangan

Kepada Organisasi Masyarakat

3. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Organisasi Profesi 4. Belanja Bantuan Keuangan

Kepada Kecamatan TOTAL BELANJA BANTUAN KEUANGAN

V. BELANJA TAK TERDUGA 1. Belanja Tak Terduga

TOTAL BIAYA C. SURPLUS/DEFISIT D. PEMBIAYAAN

I. PENERIMAAN

1. Sisa Lebih Perhitungan Tahun Lalu

2. Penerimaan Pinjaman Obligasi Total Penerimaan

II. PENGELUARAN 1. Penyertaan Modal 2. Pembayaran Hutang 3. Sisa Lebih Perhitungan

Tahun Berjalan Total Pengeluaran TOTAL PEMBAYARAN 3.100.000.000 11.331.700.000 5.072.711.500 130.000.000 30.634.411.500 200.000.000 651.117.168.546 (4.161.152.527) 20.028.646.127 10.000.000.000 30.028.646.127 4.653.664.000 20.758.829.600 -25.412.493.600 4.616.152.527 30.028.646.127,00 3.100.000.000 20.135.135.000 4.548.309.300 130.000.000 28.013.444.500 -593.139.532.956 70.763.995.198 30.028.646.128 -30.028.646.128 4.000.000.000 20.758.829.600 -24.758.829.600,00 5.269.816.528 76.033.811.726

(56)

E. SISA LEBIH PERHITUNGAN TAHUN BERJALAN

Dari tabel diatas pada tabel realisasi anggaran pemerintah kabupaten konawe utara menyajikan rekening pendapatan, belanja, pembiayaan, realisasi. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok pendapatan asli daerah dengan anggaran sebesar Rp. 20.664.590.000 yang terdiri dari 3 jenis pendapatan masing-masing pendapatan pajak daerah sebesar Rp. 11.718.300.000, pendapatan retribusi sebesar Rp. 5.132.290.000, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp. 3.814.000.000. Ketiga jenis pendapatan tersebut tidak mencapai target. Pencapaian anggaran (target) tertinggi pada kelompok pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 90,20 % berada pada jenis-jenis pendapatan asli daerah yang sah dengan anggaran Rp. 3.814.000.000, dengan realisasinya Rp. 4.655.609.949. Pada kelompok dana perimbangan dengan pencapaian anggaran sebesar 103,10% yang terdiri dari 4 jenis pendapatan, masing-masing bagi hasil pajak dan bukan pajak melebihi anggaran dengan pencapaian sebesar 117,89% dari target sebesar Rp. 108.587.287.319. Dengan realisasinya Rp.128.013.886.166. Jenis pendapatan dari Dana Alokasi Umum sesuai dengan anggaran sebesar Rp. 487.070.000.000 dengan realisasinya 100%. Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 29.699.700 dengan realisasinya 100%. Begitu juga dengan rekening belanja, jumlah belanja yang dianggarkan sebesar Rp. 651.117. 168.546 dengan realisasinya sebesar Rp. 593.139.532.956. Sedangkan pembiayaan pada tabel diatas dapat diketahui banwa pembiayaan disisi

(57)

penerimaan dari anggaran Rp. 30.028.646.127 dengan realisasinya Rp. 30.028.646.128 yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu dengan anggaran sebesar Rp.30.028.646.127. Sedangkan Penerimaan pinjaman dan obligasi dengan anggaran sebesar Rp. 10.000.000.000 tidak terealisasi. Dari sisi pengeluaran ditargetkan sebesar Rp.25.412.493.600 terealisasi sebesar Rp. 24.758.829.600 atau 97,43%. Dengan demikian diperoleh kelebihan pembiayaan sebesar Rp. 5.269.816.528 atau 114,16% dari yang dianggarkan.

Meskipun dana yang dianggarkan tidak dapat terealisasi sepenuhnya, tapi Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara sudah dapat menyajikan laporan realisasi anggaran dengan baik. Laporan realisasi anggaran Pemerintahan Kabupaten Konawe Utara telah menyajikan berupa perhitungan atau pelaksanaan dari semua yang telah dianggarkan dalam tahun anggaran, baik dalam kelompok pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pos-pos pada laporan realisasi anggaran telah disajikan sesuai dengan PP nomor 24 tahun 2013. Anggaran telah dilaksanakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Gambar

Tabel 2 berikut mengemukakan penelitian terdahulu yang relevan.
Tabel  berikut  menunjukkan  tingkat  keseluruhan  responden yang  dibagi berdasarkan pekerjaannya masing-masing :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan di SD Negeri Percobaan Padang (kebetulan SD Negeri percobaan padang sampai saat ini masih tercatat sebagai salah satu sekolah

Rencana kegiatan harian yang dibuat oleh guru, guru belum mencantumkan tujuan pembelajaran, pemilihan metode yang akan digunakan pada proses belajar mengajar, (2)

Aplikasi ini dapat membantu, mempercepat dan mempermudah pekerjaan oleh pengguna aplikasi penjualan serta melihat hasil penjualan serta informasi lain seperti data barang,

1. Proses; Proses sosialisasi Perencanaan Partisipatif Penatagunaan Lahan Desa yang dilakukan di lima desa prioritas secara umum berjalan dengan baik. Penggunaan media

Menurut informan 1 strategi untuk mengatasi kesulitan belajar membaca Al-Qur’an ialah siswa harus banyak mengulang-ulang pelajaran atau bacaan- bacaan Al-Qur’an dan lebih

Para anggota jakmania sering mengalami masalah dalam menerima informasi seputar persija dan jakmania itu sendiri, mereka juga kesulitan bila ingin bersilaturahmi sesama

Hasil penelitian yang telah dilakukan di SLB Negeri Marabahan Kabupaten Batola tentang hasil pembelajaran matematika dari pembelajaran dengan menggunakan media permainan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak berpengaruh signifikan terhadap berat badan sebelum perlakuan, sesudah perlakuan dan pada umur