• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: kualitas sumberdaya manusia, skor PPH, ketahanan pangan, kedaulatan pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: kualitas sumberdaya manusia, skor PPH, ketahanan pangan, kedaulatan pangan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA GUNA MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

(Increasing on Human Resources Quality to Achieving Food Independency)

Rita Hanafie

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang e-mail: ritauwg@yahoo.co.id , hp: 08123365285

ABSTRAK

Kualitas sumberdaya manusia pelaku kegiatan pembangunan harus terus ditingkatkan agar ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan dapat diwujudkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas sumberdaya manusia pelaku kegiatan pertanian khususnya rumahtangga perdesaan, ditinjau dari pemenuhan asupan gizinya. Penelitian dilakukan pada 70 rumahtangga perdesaan, yang ditentukan berdasarkan Proportional Stratified Random Sampling, di Desa Sumberejo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Lampung Utara. Data konsumsi pangan dikumpulkan dan dianalisis melalui food recall 2x24 jam dan food frequency. Kualitas sumberdaya manusia diukur melalui derajat konsumsi pangan dengan skor PPH sebagai indikatornya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia pelaku kegiatan pertanian (skor 52,5) masih dibawah target yang diharapkan secara nasional (skor 100) dan kondisi ini bukan semata-mata sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendapatan rumahtangga.

Kata kunci: kualitas sumberdaya manusia, skor PPH, ketahanan pangan, kedaulatan pangan

PENDAHULUAN

Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa. Setiap rakyat berhak untuk memproduksi pangan secara mandiri, menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Terdapat tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, yaitu: (1) Pembaruan Agraria; (2) Adanya akses rakyat terhadap pangan; (3) Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; (4) Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan; (5) Pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi; (6) Melarang penggunaan pangan sebagai senjata; dan (7) Pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan (Food Security). Ketahanan pangan tidak akan tercipta manakala suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangannya. Menurut FAO (1997), ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumahtangga mempunyai akses baik secara fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumahtangga tidak beresiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Ini berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Ketersediaan pangan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(2)

yang memadai mengandung arti bahwa secara rerata pangan tersedia dalam jumlah yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Stabilitas merujuk pada kemungkinan bahwa pada situasi yang sesulit apapun, konsumsi pangan tidak jatuh dibawah kebutuhan gizi yang dianjurkan. Sementara itu akses mengacu pada fakta bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan karena ketiadaan sumberdaya untuk memproduksi pangan atau ketidakmampuan untuk membeli pangan sesuai kebutuhan (Sen, 1980). Dengan demikian, determinan utama dari ketahanan pangan adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya hidup (FAO, 1996).

Menurut Undang-Undang Nomor 7/1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau (Grafika, 2000). Ketahanan pangan ditentukan oleh tiga indikator kunci, yaitu ketersediaan pangan (food availability), jangkauan pangan (food access) dan kehandalan (reliability) dari ketersediaan maupun jangkauan pangan tersebut.

Rasio konsumsi pangan aktual (yang mencakup aspek kuantitas dan kualitas) dengan konsumsi normatif dapat merefleksikan tingkat ketahanan pangan rumahtangga (Suhardjo, 1998). Konsumsi normatif menunjukkan besaran tingkat konsumsi zat gizi yang seharusnya dipenuhi oleh rumahtangga untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Komposisi konsumsi pangan normatif ini dikenal dengan Pola Pangan Harapan (PPH), yaitu susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari setiap kelompok pangan, baik secara absolut maupun relatif, terhadap total energi yang dikonsumsi oleh rumahtangga, yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan baik kuantitas, kualitas maupun keragamannya dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama dan citarasa (Suhardjo, 1998). Konsumsi pangan yang sesuai PPH berarti sudah memenuhi aspek keseimbangan gizi (nutritional balance), cita rasa (palatability), daya cerna (digestybility), daya terima sosial (acceptability), kuantitas (quantity) dan aspek kecukupan gizi (nutritional adequacy).

Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi. Artinya, status gizi masyarakat dipengaruhi oleh pola konsumsi pangan yang dilakukan. Tinggi rendahnya tingkat konsumsi pangan yang dilakukan atau derajat konsumsi pangan, yang diukur dengan skor Pola Pangan Harapan, merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia.

METODE

Penelitian dilakukan di Desa Sumberejo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Lampung Utara. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) mengingat di lokasi tersebut mayoritas mata pencaharian penduduk adalah dibidang pertanian dan pola konsumsi pangan, terutama pangan pokok, sudah beragam. Populasi penelitian ini adalah rumahtangga perdesaan dan responden ditentukan secara proportional stratified random sampling berdasarkan luas kepemilikan lahan pertanian dengan jumlah sebesar 10 % populasi (Singarimbun, 1987). Data primer tentang konsumsi pangan rumahtangga (jumlah, jenis makanan dan kebiasaan makan) dikumpulkan melalui metode food recall 2x24 jam. Analisis data dilakukan secara

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(3)

diskriptif dengan food frequency. Kualitas sumberdaya manusia diukur dengan derajat konsumsi pangan dengan indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH), yang dihitung dengan menjumlahkan skor PPH seluruh kelompok pangan yaitu persentase terhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) dikalikan dengan bobot masing-masing kelompok pangan. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi pangan pokok, dipergunakan rumus:

A B

 

A C

 

B D

 

C D

N BC AD N        2 2 2  ...(1) Keterangan :

A,B,C,D = Frekuensi pada sel-sel

2

N = Faktor frekuensi yates

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sumberdaya Manusia Pelaku Kegiatan Pertanian

Pada umumnya rumahtangga di Desa Sumberejo sudah mengkonsumsi makanan yang mengandung empat sehat, dengan frekuensi makan tiga kali dalam sehari, meskipun tidak seluruh kelompok pangan dikonsumsi pada satu waktu yang sama. Makanan pokok sumber karbohidrat penghasil energi dikonsumsi tiga kali sehari dan terdiri dari beras dan non beras. Lauk pauk sumber protein pembangun jaringan tubuh dikonsumsi tiga kali sehari, bergiliran antara lauk nabati dan lauk hewani dengan jenis yang berbeda dan berganti. Sayur sumber vitamin dan mineral pemelihara jaringan tubuh juga dikonsumsi tiga kali sehari. Buah sebagai sumber vitamin dan mineral juga, belum dikonsumsi pada setiap waktu makan.

Konsep Pola Pangan Harapan membagi pangan menjadi 9 (sembilan) kelompok, masing-masing dengan normatif konsumsi dan bobot yang berbeda. Sejalan dengan hal tersebut, berkembang konsep mengkonsumsi pangan yang baru, tidak lagi menggunakan slogan 4 sehat 5 sempurna, tetapi muncul slogan baru yaitu 3B plus, yaitu beragam, bergizi, berimbang dan aman. Beragam dimaksudkan bahwa makanan yang dikonsumsi harus terdiri dari bermacam-macam bahan pangan maupun olahannya, dalam kelompok maupun antar kelompok pangan. Bergizi artinya bahwa makanan yang dikonsumsi harus mengandung gizi pangan yang tinggi. Berimbang artinya bahwa makanan yang dikonsumsi harus proporsional sesuai dengan umur, jenis kelamin, aktifitas dan kebutuhan tubuh. Aman dalam arti bahwa makanan yang dikonsumsi harus terbebas dari bahan-bahan yang membahayakan tubuh.

Sumber energi diperoleh terutama dari kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian dan gula. Makanan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Desa Sumberejo terdiri dari beras dan non beras. Makanan pokok non beras yang biasa dikonsumsi adalah gaplek yang diolah menjadi tiwul. Beras dan tiwul dikonsumsi dengan proporsi yang beragam, mulai 1/4:1, 1/2:1 atau 1:1 antara beras dan tiwul. Artinya proporsi tiwul masih cenderung lebih banyak dari beras. Hanya sembilan rumahtangga yang mengkonsumsi makanan pokok hanya beras, sementara 61 rumahtangga lainnya

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(4)

mengkonsumsi makanan pokok campuran antara beras dan tiwul. Proporsi campuran beras dan gaplek yang lebih berat ke gaplek karena masyarakat beranggapan bahwa konsumsi gaplek lebih memberikan tenaga daripada beras (bhs jawa: lebih “tosa”). Makanan pokok beras diperoleh masyarakat dengan cara membeli dari warung, biasanya 2-4 hari sekali dan ada yang membeli dalam waktu 1 minggu sekali. Namun ada pula sebagian masyarakat yang menyisakan hasil panennya untuk persediaan sampai musim penen yang akan datang.

Rata-rata konsumsi energi oleh rumahtangga perdesaan berdasarkan food recall 2x24 jam sebagaimana tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Pangan dan Skor Kualitas Sumberdaya Manusia

No Kelompok Pangan Konsumsi Energi (kkal)

Bobot Skor PPH Aktual Normatif Aktual Normatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Padi – padian Umbi – umbian Pangan hewani Minyak lemak Kacang – kacangan Buah dan sayuran Buah biji berminyak Gula Lainnya 748,50 988,20 75,81 11,07 49,13 93,06 0,24 7,45 0 1.100 132 264 110 132 66 220 110 66 0,5 0,5 2 0,5 2 5 0,5 0,5 0 18,96 2,50 7,68 0,28 4,98 23,58 0,01 0,19 0,00 50,00 6,00 12,00 5,00 6,00 3,00 10,00 5,00 3,00 Jumlah 1.973,46 2.200 58,18 100,00 Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2010

Besarnya energi yang diperoleh dari pangan pokok ini adalah 748,50 kkal/kap/hari untuk beras dan 988,20 kkal/kap/hari untuk gaplek. Konsumsi gula sebesar 7,45 kkal/kap/hari. Total konsumsi pangan sumber utama karbohidrat adalah sebesar 1.744,15 kkal/kap/hari atau 88,38 % dari total asupan gizi responden. Dari angka ini terlihat bahwa arah konsumsi pangan rumahtangga perdesaan masih kepada fungsi utama dari pangan yaitu memberikan rasa kenyang. Tujuan ini berhubungan erat dengan mata pencaharian utama mayoritas penduduk yaitu di sektor pertanian, baik yang mengolah lahan sendiri maupun sebagai buruh tani, yang lebih membutuhkan ketrampilan otot daripada ketrampilan otak.

Pangan sumber protein, baik protein hewani maupun protein nabati, berperan sebagai pembentuk jaringan tubuh. Termasuk dalam kelompok ini adalah pangan hewani, lemak minyak, buah biji berminyak dan kacang-kacangan. Kelompok ini belum dikonsumsi sesering sayur. Konsumsi kelompok pangan hewani sebesar 75,81 kkal/kap/hari, kelompok minyak lemak dikonsumsi 11,07 kkal/kap/hari, kelompok kacang-kacangan dikonsumsi 49,13 kkal/kap/hari dan kelompok buah biji berminyak dikonsumsi 0,24 kkal/kap/hari. Total konsumsi kelompok pangan penghasil protein adalah sebesar 136,25 kkal/kap/hari atau 6,90 % dari total asupan gizi responden.

Kelompok sayur dan buah merupakan bahan pangan yang berfungsi sebagai pemelihara jaringan tubuh. Kelompok pangan ini tidak pernah lepas dari menu sehari-hari dengan berbagai macam olahan, terutama sayur, misalnya: (1) Sayur yang ditumis

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(5)

(kangkung, kacang panjang, daun singkong, sawi), (2) Sayur yang berkuah banyak (sayur asem, sayur sop, dan sayur bening), (3) Sayur yang bersantan (nangka muda, manisah, rebung, pepaya muda). Konsumsi buah dan sayur sebesar 93,06 kkal/kap/hari atau 4,72 % dari total asupan gizi responden. Sebagai sumber vitamin dan mineral, sayur dikonsumsi tiga kali sehari dan tujuh hari dalam seminggu. Belum semua bahan pangan ini disediakan sendiri oleh rumahtangga dalam bentuk usahatani di pekarangan. Sebagian besar sayur masih diperoleh dengan cara membeli.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsumsi kelompok pangan sumber karbohidrat menduduki posisi tertinggi yaitu sebesar 1.744,15 kkal/kap/hari atau 88,38 % dari total energi yang dikonsumsi, akan tetapi konsumsi energi dari kelompok ini tidak seluruhnya berbanding lurus dengan kualitas sumberdaya manusia sesuai konsep PPH. Kelompok padi-padian menghasilkan skor kualitas sumberdaya manusia sebesar 18,96 atau 32,59 %, sementara kelompok umbi-umbian yang secara aktual konsumsi energinya lebih besar dari kelompok padi-padian, hanya menghasilkan skor PPH maksimal sebesar 2,5 atau 4,30 %. Ini disebabkan karena ada batas skor tertinggi untuk kelompok umbi-umbian. Kelompok pangan penghasil protein pembentuk jaringan tubuh menduduki peringkat kedua yaitu sebesar 136,25 kkal/kap/hari atau 6,90 % dan kelompok pangan pemelihara jaringan tubuh menduduki peringkat ketiga yaitu sebesar 93,06 kkal/kap/hari atau 4,72 %.

Skor kualitas sumberdaya manusia pelaku kegiatan pertanian di Desa Sumberejo berdasarkan konsep PPH adalah sebesar 58,18. Ini artinya hanya separo lebih sedikit dari skor harapan sebesar 100. Dilihat dari kondisi ketahanan pangan, asupan gizi sebesar 1.973,46 kkal/kap/hari sebenarnya sudah melebihi ukuran ketahanan pangan (75 % dari Angka Kecukupan Energi), akan tetapi karena ada batasan tertinggi untuk skor kelompok pangan umbi-umbian, maka asupan gizi ini hanya menghasilkan skor kualitas sumberdaya manusia sebesar 58,18.

Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Pola Konsumsi Pangan

Pendapatan rumahtangga dalam penelitian ini ditinjau dari sisi penghasilan seluruh anggota keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp. 73.898,-/kap/bln berjumlah 62 orang (88,60 %) dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata sebanyak 4 (empat) orang. Yang berpendapatan lebih dari Rp. 73.898,-/kap/bln berjumlah 8 orang (11,40 %) dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata sebanyak 3 (tiga) orang.

Kemampuan rumahtangga menyediakan asupan gizi yang baik bagi keluarganya sangat bergantung pada daya beli yang dimiliki dan jumlah anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan. Daya beli ini terkait erat dengan tingkat pendapatan rumahtangga. Hasil analisis dengan menggunakan perhitungan chi-square menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendapatan rumahtangga di Desa Sumberejo tidak berhubungan dengan pola konsumsi pangan rumahtangga, terutama konsumsi pangan pokok. Ini ditunjukkan dengan nilai chi-square sebesar 3,84 yang lebih besar dari 1,41. Artinya rumahtangga yang berpendapatan lebih besar dari Rp. 73.898,-/kap/bln tidak selalu mengkonsumsi pangan yang beragam sebagaimana anjuran konsep PPH, sebaliknya yang

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(6)

berpendapatan lebih rendah dari Rp. 73.898,-/kap/bln pun ada yang mengkonsumsi pangan sebagaimana anjuran konsep PPH.

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pola mengkonsumsi pangan sangat terkait erat dengan budaya. Mengkonsumsi pangan beragam, baik itu pada kelompok pangan pokok maupun untuk kelompok pangan yang lain, menjadi bagian dari kebiasaan turun-temurun. Kebiasaan ini akhirnya berdampak pada indra yang dimiliki. Indra pengecap akan merasakan ‘ketidakpuasan’ manakala pangan pokok beras tidak dicampur dengan umbi-umbian, dalam hal ini gaplek, dan indra penglihatan akan menjadi ‘bingung’ manakala harus memilih diantara sekian banyak menu makanan yang disajikan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Rumah tangga di Desa Sumberejo pada umumnya sudah mengkonsumsi pangan yang beragam, baik pada kelompok pangan pokok maupun kelompok pangan yang lain. Asupan gizi yang dikonsumsi rata-rata sebesar 1.973,46 kkal/kap/hari atau 89,70 % Angka Kecukupan Energi (2.200 kkal/kap/hari), namun hanya menghasilkan skor kualitas sumberdaya manusia sebesar 58,18 dari target 100 yang diharapkan.

2. Tingkat pendapatan rumahtangga tidak berhubungan dengan pola konsumsi pangan rumahtangga.

Saran

Dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang berkelanjutan tentang konsep mengkonsumsi pangan 3B plus bagi seluruh anggota rumahtangga.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Smeru, 2001. Paket Informasi Dasar: Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta.

FAO-RAPA, 1989. Report of The Regional Expert Consultation of The Asian Network for Food and Nutrition and Urbanization. Bangkok.

Hanafie, Rita, 2009. Pola Konsumsi Pangan Pokok Rumahtangga Perdesaan. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial No. XI/2009. UJ Press. Jember.

Hanafie, Rita, 2009. Model dan Strategi Diversifikasi Konsumsi Pangan Rumahtangga Desa-Kota guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Regional. Hasil Penelitian. Tidak Dipublikasikan.

Hanafie, Rita, 2010. Peran Pangan Pokok Lokal Tradisional dalam Diversifikasi Konsumsi Pangan. Jurnal Sosisl Ekonomi Pertanian (J-SEP). Vol. 4 No. 2 Juli 2010. Jurusan Sosek FP UJ. Jember.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

(7)

Hanafie, Rita, 2010. Penyediaan Pangan yang Aman dan Berkelanjutan guna Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian (J-SEP). Vol 4 No. 3 Nopember 2010. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP UJ. Jember.

Hanafie, Rita, 2011. Increasing Household Food Security Through The Role of Traditional Staple Food. Proceedings International Seminar Agro-tourism Development (ISAD): Agro-Tourism: Educating, Conserving and Empowering. Faculty of Agriculture UPN Veteran Yogyakarta. Indonesia. Yogyakarta

Hardinsyah, Dodik Briawan, (1990), Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan, Penerbit Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

Sediaoetama, A.D., 2001. Ilmu Gizi II. Dian Rakyat. Jakarta.

Sen, A. 1981. Poverty and Famine : An Essay on Entitlement and Deprivation. Oxford University Press, Oxford.

Sinar Grafika, 2000. Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta.

Soekirman, 1996. Ketahanan Pangan: Konsep, Kebijakan dan Pelaksanannya. Makalah disampaikan pada Lokakarya Dewan Ketahanan Pangan Rumahtangga. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Singarimbun, (1987), Statistik Terapan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Suhardjo, 1998. Konsep dan Kebijaksanaan Diversifikasi Konsumsi Pangan dalam rangka Ketahanan Pangan. Makalah disampaikan pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, tanggal 17-20 Pebruari 1998. Jakarta.

Supriasa, I Dewa Nyoman; Bakri, Bachyar; Fajar, Ibnu (2002), Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Referensi

Dokumen terkait

para mahasiswa tidak lepas dari membuat makalah, laporan-laporan, maupun menyelesaikan tugas akhir yang berupa skripsi ataupun laporan akhir lain yang semuanya

Sesuai dengan SKAKK kompetensi guru pembimbing meliputi (1) Dapat menguasai konsep dan praksis asessmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah konseli

terdapat perselisihan antara masyarakat, perorangan, dan badan hukum (Perusahaan, KUD, dll). 13) Permasalahan lahan murni masyarakat (Genuine Masyarakat) adalah lahan

Pada pengujian diperoleh hasil bahwa integrasi layanan materi pelajaran antar sekolah dapat menghasilkan informasi yang saling melengkapi guna mendukung kebutuhan

〔商法 四〇一〕経営が悪化した会社の資金捻出のため売れ残った販 売用不動産を時価より高額に購入したことにつき取締役の会社に対

merupakan suatu keharusan bagaimana cara untuk meformulasi hukum berorientai pada tipolog hukum responsif, dan otonom sehingga keberpihakan hukum determenan pada

Diterima 15 Januari 2020 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penghindaran pajak, net working capital, leverage, ukuran perusahaan, dan ukuran dewan

Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa membaca menurut mahasiswa adalah kegiatan melafalkan lambang tulis yang berupa bacaan, kegiatan membaca