• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS KADAR AIR DAN KADAR ABU TERHADAP POTENSI PEMANFAATAN DAN PRODUKSI GELATIN DARI LIMBAH AYAM DAN LIMBAH IKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KUALITAS KADAR AIR DAN KADAR ABU TERHADAP POTENSI PEMANFAATAN DAN PRODUKSI GELATIN DARI LIMBAH AYAM DAN LIMBAH IKAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KUALITAS KADAR AIR DAN KADAR ABU

TERHADAP POTENSI PEMANFAATAN DAN PRODUKSI GELATIN

DARI LIMBAH AYAM DAN LIMBAH IKAN

EFFECT OF MOISTURE CONTENT AND ASH CONTENT QUALITY

TO UTILIZATION AND PRODUCTION POTENTIAL OF GELATIN

FROM CHICKEN AND FISH WASTE

Idi Amin

Dosen Jurusan Teknik Kimia Mineral, Politeknik ATI Makassar Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri, Kementerian Perindustrian RI.

Jl. Sunu No. 220, Makassar 60236 Email: idiamin_atimmks@yahoo.co.id

ABSTRACT

Muslims in Indonesia today is in dire need kosher gelatin products, due in large part on the market gelatin derived from pork products imported components. Therefore we need a source of good-quality kosher gelatin. This study aimed to analyze the influence of the quality of water content and ash content of the potential use and the production of gelatine derived from bone broiler, broiler chicken foot skin and bone fish with extraction method. The results showed the value of the water content of chicken leg skin gelatin was 12.65% higher when compared with 4.1% of fish bones and chicken bones were 6.65%. The third water content, these materials must meet the Indonesian National Standard (SNI) for a maximum of 16% and Standards The Joint FAO / WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) a maximum of 18%. A high water content show gelatin has reached a point of equilibrium with ambient air humidity. The water content greatly affect the texture, flavor, and storage time. The results of subsequent studies showed the value of a chicken bone gelatin ash content of 2.4075% lower when compared with the skin of chicken legs and fish bones 2.8538% 3.0087%. Third ash content value is eligible SNI gelatin maximum of 3.25%, but it has not yet met the standards of JECFA maximum of 2%. Low ash content value indicates the gelatin has reached the smallest point of the amount of inorganic impurities and mineral components. The ash content will determine the good quality whether or not the processing, the type of material and nutritional value. Based on the influence of the quality of water content and ash content of the best potential in the use and production of gelatin was broiler chicken leg leather waste as an alternative source of good-quality gelatin.

Keywords: moisture content, ash content, gelatin, chicken waste, fish waste.

ABSTRAK

Umat Islam di Indonesia saat ini sangat membutuhkan produk gelatin halal, disebabkan sebagian besar gelatin yang berada di pasaran berasal dari produk impor komponen babi. Oleh karena itu diperlukan sumber gelatin halal yang berkualitas baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu terhadap potensi pemanfaatan dan produksi gelatin yang berasal dari tulang ayam broiler, kulit kaki ayam broiler dan tulang ikan bandeng dengan metode ektraksi. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air gelatin kulit kaki ayam 12,65% lebih tinggi jika dibandingkan dengan tulang ikan 4,1% dan tulang ayam 6,65%. Nilai kadar air ketiga bahan tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) maksimal 16% dan Standar The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) maksimal 18%. Nilai kadar air yang tinggi menunjukkan gelatin telah mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Kadar air sangat mempengaruhi tekstur, cita rasa, dan waktu penyimpanan. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan nilai kadar abu gelatin tulang ayam 2,4075% lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit kaki ayam 2,8538% dan tulang ikan 3,0087%. Nilai kadar abu ketiga gelatin tersebut telah memenuhi syarat SNI maksimal 3,25%, namun belum memenuhi standar JECFA maksimal 2%. Nilai kadar abu yang rendah menunjukkan gelatin telah mencapai titik terkecil dari jumlah komponen pengotor anorganik dan mineral. Kadar abu sangat menentukan baik atau tidaknya proses pengolahan, jenis bahan dan nilai gizi. Berdasarkan pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu maka potensi terbaik dalam pemanfaatan dan produksi gelatin adalah limbah kulit kaki ayam broiler sebagai sumber alternatif gelatin yang berkualitas baik.

Kata kunci: kadar air, kadar abu, gelatin, limbah ayam, limbah ikan. 1. PENDAHULUAN

Umat Islam di Indonesia saat ini sangat membutuhkan produk gelatin halal, disebabkan sebagian besar gelatin yang berada di pasaran merupakan produk impor dari Eropa Barat 39% dan Amerika Utara 20%, yang didominasi oleh kulit babi 44% dan komponen sapi 28% (Wikipedia, 2013). Ketergantungan terhadap produk gelatin impor tersebut dapat mengakibatkan harga gelatin yang semakin mahal, dan mengurangi kontrol sertifikasi kehalalan gelatin. Data BPS tahun 2008 menunjukkan impor gelatin Indonesia sebesar 15.292.243 kg dengan nilai sebesar US$ 2.764.856.

Menurut Pranoto (2006), bahwa gelatin adalah biopolimer polipeptida hasil degradasi panas dari kolagen yang banyak ditemukan pada jaringan hewan. Pemanfaatan gelatin sangat luas untuk berbagai keperluan, yaitu untuk pangan, farmasi, fotografi, kosmetika dan teknik. Dalam industri pangan gelatin berfungsi untuk meningkatkan kadar protein, penjernih anggur, jus buah dan sayuran, dan pengikat air dalam gel.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu terhadap potensi pemanfaatan dan produksi gelatin yang berasal dari tulang ayam broiler, kulit kaki ayam broiler dan tulang ikan bandeng

(2)

dengan metode ektraksi. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif untuk memperoleh metode alternatif sumber gelatin halal yang mudah dimanfaatkan dan diproduksi.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu tulang ayam broiler, kulit kaki ayam broiler, tulang ikan bandeng, air bersih, kertas pH, asam klorida teknis, akuades, asam asetat, asam sitrat, kloroform dan metanol.

Peralatan yang digunakan yaitu timbangan kasar, timbangan analitik, waterbath, desikator, oven, heater, mesin pengaduk, penggiling kasar, penggiling halus, termometer, pH-meter, blender, beaker gelas, gelas kimia, peralatan soxhlet, cawan alumunium, papan cetakan, pompa hidrolik.

2.2 Prosedur

a. Pembuatan Gelatin dari Tulang Ayam (Retno, 2012)

1) Pembersihan tulang ayam dan dicuci dengan air hingga bersih.

2) Tahap degreasing. Tulang ayam direndam sambil diaduk dalam air hangat pada suhu 50–70oC selama 30 menit, kemudian dicuci bersih.

3) Pemecahan tulang dan pembilasan untuk menghilangkan sumsung, kemudian dikeringkan dan selanjutnya digiling kasar dan halus.

4) Tahap demineralisasi. Tulang direndam dalam HCl 5% selama 10 hari dengan perbandingan 1:3 (tulang : HCl). 5) Tahap swelling. Tulang direndam dalam asam sitrat dengan perbandingan 1:3 selama 24 jam, kemudian dicuci

hingga pH 4–7.

6) Tahap ekstraksi. Ossein ditambahkan aquadest dengan ukuran 1:3. Ekstraksi pertama pada suhu 65oC selama 3 jam dan gelatin cair tahap pertama diekstraksi kembali pada suhu 65oC selama 3 jam.

7) Tahap penyaringan produk. Gelatin kental hasil ekstraksi 1 dan ekstraksi 2 disaring dengan kain sehingga dihasilkan gelatin bersih.

8) Tahap pengeringan. Larutan gelatin kental dicetak di dalam wadah kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC.

9) Tahap pengecilan ukuran. Gelatin dihancurkan dengan blender.

b. Pembuatan Gelatin dari Kulit Kaki Ayam (Miwada & Simpen, 2009)

1) Pembersihan kulit kaki ayam. Kotoran dicuci dengan air hingga bersih.

2) Tahap Curing. Kulit kaki ayam selanjutnya direndam dengan asam asetat 1,5% selama 3 hari.

3) Tahap ekstraksi. Ossein ditambahkan aquadest dengan ukuran 1:3. Ekstraksi pertama pada suhu 65oC selama 3 jam dan gelatin cair tahap pertama diekstraksi kembali pada suhu 65oC selama 3 jam.

4) Tahap penyaringan produk. Gelatin kental hasil ekstraksi 1 dan ekstraksi 2 disaring dengan kain sehingga dihasilkan gelatin bersih.

5) Tahap pengeringan. Larutan gelatin kental dicetak di dalam wadah kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC.

6) Tahap pengecilan ukuran. Gelatin dihancurkan dengan blender.

c. Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan (Amiruddin, 2007)

1) Pembersihan tulang ayam dan dicuci dengan air hingga bersih.

2) Tahap degreasing. Tulang ayam direndam sambil diaduk dalam air hangat pada suhu 50–70oC selama 30 menit, kemudian dicuci bersih.

3) Pemecahan tulang dan pembilasan untuk menghilangkan sumsung, kemudian dikeringkan dan selanjutnya digiling kasar dan halus.

4) Tahap demineralisasi. Tulang direndam dalam HCl 5% selama 10 hari dengan perbandingan 1:3 (tulang : HCl). 5) Tahap swelling. Tulang direndam dalam asam sitrat dengan perbandingan 1:3 selama 24 jam, kemudian dicuci

hingga pH 4–7.

6) Tahap ekstraksi. Ossein ditambahkan aquadest dengan ukuran 1:3. Ekstraksi pertama pada suhu 65oC selama 3 jam dan gelatin cair tahap pertama diekstraksi kembali pada suhu 65oC selama 3 jam.

7) Tahap penyaringan produk. Gelatin kental hasil ekstraksi 1 dan ekstraksi 2 disaring dengan kain sehingga dihasilkan gelatin bersih.

8) Tahap pengeringan. Larutan gelatin kental dicetak di dalam wadah kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC.

9) Tahap pengecilan ukuran. Gelatin dihancurkan dengan blender.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Hasil analisis menunjukkan nilai kadar air gelatin dari tulang ayam 6,65%, kulit kaki ayam 12,65%, dan tulang ikan 4,1% dan. Nilai kadar air ketiga bahan tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) maksimal 16% dan standar The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) maksimum 18%. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan nilai kadar abu gelatin tulang ayam 2,4075% lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit kaki ayam 2,8538% dan tulang ikan 3,0087%. Nilai kadar abu ketiga gelatin tersebut telah memenuhi syarat SNI

(3)

Tabel 1. Hasil Pengujian Gelatin dan Syarat Mutu No Parameter (AOAC 1995 & SNI 1995) Gelatin Tulang Ayam Gelatin Kulit

Kaki Ayam Gelatin Tulang Ikan Syarat Mutu SNI 06-3735-1995 JECFA 2003

1 Kadar Air (%) 6,65 12,65 4,1 Maks. 16% Max. 18% 2 Kadar Abu (%) 2,4075 2,8538 3,0087 Maks.3,25% Max. 2%

3.2 Pembahasan 1. Kadar Air

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai kadar air gelatin dari kulit kaki ayam 12,65% lebih tinggi jika dibandingkan gelatin dari tulang ayam 6,65% dan tulang ikan bandeng 4,1%. Nilai kadar air yang tinggi hingga mendekati standar maksimal menunjukkan bahwa gelatin telah mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan di sekitarnya. Kadar air sangat mempengaruhi tekstur, cita rasa, dan waktu penyimpanan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nurilmala dkk., 2006, bahwa gelatin cenderung menyerap air jika disimpan pada suhu ruang untuk mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Pada kadar air 13% dan suhu 25oC gelatin mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan.

Hal yang sama dijelaskan oleh Peranginangin dkk., 2005, bahwa analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air dalam gelatin tulang yang dibandingkan dengan gelatin standar dan gelatin komersial. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa bahan makanan, dan berpengaruh dalam penyimpanan.

Hasil penelitian Mulyani dkk., 2011, yang mengamati pengaruh penggunaan HCl, H2SO4 dan H3PO4 dalam proses swelling menjelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam dan semakin tinggi jenis asam yang digunakan mengakibatkan kadar air gelatin meningkat. Hal ini disebabkan konsentrasi asam yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih besar dan kuat dalam menghidrolisis kolagen, menyebabkan terjadinya pemendekan rantai-rantai peptide pada kolagen, sehingga menjadikan kesempatan untuk menyerap air semakin banyak.

Nilai kadar air yang lebih rendah dari nilai standar menunjukkan bahwa kualitas gelatin belum baik dan mudah rusak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sompie dkk., 2012, yang menjelaskan bahwa menurunnya kadar air gelatin disebabkan struktur kolagen yang terbuka dan lemah sehingga menghasilkan gelatin dengan struktur yang lemah, akibatnya daya mengikat air pada gelatin kurang kuat. Daya ikat air yang lemah membuat air mudah menguap pada saat pengeringan, dengan demikian kadar air gelatin menjadi lebih rendah.

Hal yang sama ditunjukkan Kurniadi (2009), yang menjelaskan bahwa lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air. Kesimpulan ini berdasarkan pada hasil pengamatan terhadap nilai kadar air rata-rata gelatin hasil ekstraksi 6 jam lebih tinggi daripada gelatin hasil ekstraksi 12 jam. Hal tersebut disebabkan pada tahap ekstraksi terjadi proses pemanasan, yang berimplikasi pada proses penguapan air sehingga menyebabkan penurunan kadar air produk. Semakin lama waktu ekstraksi maka kadar air gelatin akan semakin rendah.

Menurut Amiruddin (2007), bahwa rendahnya nilai kadar air gelatin diduga karena pengaruh pengeringan yang terlalu lama dan tidak merata serta alat pengering yang masih menggunakan oven. Pengeringan gelatin komersil biasanya menggunakan freeze dryer sehingga pada proses pengeringan gelatin banyak yang menguap.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai kadar air gelatin yang mendekati atau sama dengan nilai dari standar pangan SNI 16%, menunjukkan bahwa gelatin tersebut telah berkualitas baik, seperti ditunjukkan oleh kadar air gelatin dari kulit kaki ayam 12,65%. Nilai kadar air tersebut dapat dicapai akibat pengaruh penggunaan asam lemah yaitu asam asetat pada tahap curing dan perendaman dalam larutan kloroform-methanol pada tahap ekstraksi.

Nilai kadar air yang lebih rendah dari standar pangan SNI 16% menunjukkan bahwa gelatin tersebut belum berkualitas baik, seperti ditunjukkan oleh kadar air gelatin dari tulang ayam 6,65% dan tulang ikan bandeng 4,1%. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beberapa faktor produksi seperti penggunaan alat pengering sejenis oven dan bukanlah freeze dryer, dan waktu pengeringan yang panjang, yaitu selama 3 jam untuk setiap tahapan ekstraksi.

2. Kadar Abu

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai kadar abu gelatin dari tulang ayam 2,407% lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar abu gelatin dari kulit kaki ayam 2,8538% dan tulang ikan 3,0087%. Nilai kadar abu yang rendah menunjukkan bahwa gelatin telah mencapai titik terkecil dari jumlah komponen pengotor anorganik dan mineral. Kadar abu sangat menentukan baik atau tidaknya proses pengolahan, jenis bahan dan nilai gizi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kurniadi (2009), yang menjelaskan bahwa pengamatan terhadap kadar abu bertujuan untuk mengetahui jumlah garam-garam mineral dan unsur-unsur lain yang tidak diinginkan dalam gelatin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sompie dkk., 2012, yang menunjukkan bahwa abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang ada pada bahan pangan. Penentuan kadar abu merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemurnian suatu bahan.

Pengaruh tahap demineralisasi dalam proses pembuatan gelatin dapat dijelaskan oleh Wiratmaja (2006) yang menunjukkan bahwa besar kecilnya nilai kadar abu ditentukan pada saat proses demineralisasi, yaitu semakin banyak kalsium yang luruh maka kadar abu akan semakin rendah. Hal ini disebabkan pada saat perendaman dengan HCl akan bereaksi dengan kalsium fosfat pada tulang dan akan menghasilkan garam kalsium yang larut sehingga tulang menjadi lunak.

Nilai kadar abu yang lebih tinggi hingga menjauhi standar minimal menunjukkan bahwa zat pengotor mineral anorganik masih banyak terkandung di dalam gelatin tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Irawan dkk., 2006, yang menyatakan bahwa kadar abu maksimum untuk gelatin tidak boleh melebihi 5%. Penyebab nilai kadar abu melebihi

(4)

5% disebabkan oleh masih adanya komponen mineral yang terikat pada kolagen yang belum terlepas saat proses pencucian sehingga terekstraksi dan terbawa saat pengabuan.

Hal yang sama dijelaskan oleh Mulyani dkk., 2011, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam dan semakin kuat jenis asam yang digunakan mengakibatkan kadar abu gelatin semakin tinggi. Kesimpulan ini berdasarkan pada hasil pengamatan terhadap penggunaan HCl yang menghasilkan kadar abu yang paling tinggi jika dibandingkan dengan H2SO4 dan H3PO4. Hal ini disebabkan HCl memiliki kemampuan lebih besar dan kuat di dalam mendegradasi mineral CaCO3 dari kalsium yang ada di dalam tulang, sehingga semakin banyak ikatan peptida dan kolagen terpotong, maka akan semakin besar pula mineral yang menempel dan terlarut di dalam ossein.

Peningkatan nilai kadar abu akibat pengaruh ekstraksi dapat dibuktikan oleh penelitian Kurniadi (2009) yang menunjukkan bahwa lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu gelatin. Hal ini disebabkan dalam proses ekstraksi dapat memberi tekanan terhadap ossein yang diekstraksi sehingga ossein yang berukuran sangat kecil akan mengalami reduksi ukuran partikel dan dapat larut dalam gelatin yang diperoleh. Apabila ossein berhasil larut maka zat-zat kecil tersebut dapat larut dari kertas saring pada penyaringan sehingga mempertinggi nilai kadar abu produk gelatin. Menurut Peranginangin., dkk (2005) bahwa kadar abu yang tinggi disebabkan oleh serbuk ossein yang masih banyak terbawa pada saat penyaringan.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai kadar abu yang sama atau lebih rendah dari standar pangan SNI 3,25%, menunjukkan bahwa gelatin tersebut telah berkualitas baik, seperti ditunjukkan oleh kadar abu gelatin tulang ayam 2,407%, kulit kaki ayam 2,8538% dan tulang ikan 3,0087%. Namun nilai tersebut masih belum memenuhi standar pangan JECFA 2%. Hal ini disebabkan penggunaan HCl pada tahap demineralisasi tulang ayam dan tulang ikan, dan pengaruh waktu ekstraksi selama 3 jam pada setiap tahapan, serta penggunaan kain penyaring pada saat penyaringan produk gelatin hasil ekstraksi tahap 1 dan tahap 2 dari semua jenis bahan baku gelatin.

Nilai kadar abu yang lebih tinggi dari standar pangan SNI 3,25%, menunjukkan bahwa gelatin tersebut belum berkualitas baik. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beberapa faktor produksi seperti perendaman dalam larutan asam kuat seperti HCl, H2SO4, H3PO4, lamanya waktu ekstraksi, yaitu selama 3 jam untuk setiap tahapan dan proses penyaringan dengan menggunakan kain berserat bukanlah kertas saring sehingga menyebabkan masih ada mineral yang terikut dalam gelatin.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas kadar air dan kadar abu, maka potensi terbaik dalam pemanfaatan dan produksi gelatin adalah gelatin yang berasal limbah kulit kaki ayam broiler sebagai sumber alternatif gelatin yang berkualitas baik, mudah diproduksi, dan produk gelatin yang dihasilkan telah mendekati dan memenuhi syarat SNI 1995, yaitu kadar air 12,65% < 16% dan kadar abu 2,8538% < 3,25%.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih diucapkan kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Industri Kementerian Perindustrian RI., yang telah memberikan bantuan program Sarana Penelitian Industri Terapan (SPIRIT).

6. DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. (2007). Pembuatan dan Analisis Karateristik Gelatin dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus albacares). Jurnal FTP IPB Bogor: 8-15.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. 16th Edit. Vol 1B. AOAC, Inc., Washington.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2008. Data Impor Gelatin. Jakarta.

Irawan, M., Kristiana, I., Aditia, M. A. S. 2006. Studi Perbandingan Kualitas Gelatin dari Limbah Kulit Ikan Tuna (Thunnus spp.), Kulit Ikan Pari (Dasyatis sp.) dan Tulang Ikan Hiu (Carcarias sp.) sebagai Alternatif Penyedia Gelatin Halal. Laporan PKMP THP, Unibraw Malang.

[JECFA] Standar The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. 2003. Edible Gelatin. Food and Agriculture Organizatin / World Health Organization of The United Nations.

Kurniadi, H. 2009. Kualitas Gelatin Tipe A Dengan Bahan Baku Tulang Paha Ayam Broiler pada Lama Ektraksi Berbeda. Institut Pertanian Bogor.

Miwada, INS., Simpen, IN. (2009). Peningkatan Potensi Ceker Boiler Hasil Samping dari Tempat Pemotongan Ayam (TPA) Menjadi Gelatin dengan Menggunakan Metode Ekstraksi Terkombinasi. Jurnal Bumi Lestari. 9 (1): 82-86. Mulyani, T., Sudaryati, Rahmawati, S. F. 2011. Hidrolisis Gelatin Tulang Ikan Kakap Menggunakan Larutan Asam.

Rekapangan. 5(2): 81-86.

Nurilmala, M., Wahyuni, M., Wiratmaja, H. (2006). Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus Sp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 9 (2): 22-33.

Peranginangin, R., Mulyasari, Sari, A., Tazwir. (2005). Karakterisasi Mutu Gelatin Yang Diproduksi Dari Tulang Ikan Patin(Pangasius Hypopthalmus) Secara Ekstraksi Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(4): 15-24. Pranoto, Y. (2006). Potensi Gelatin Ikan untuk Menggantikan Gelatin Mamalia di Bidang Pangan. Prosiding PATPI, Sosial dan

Ekonomi Pangan,Yogyakarta.

Retno, D. T. (2012). Pembuatan Gelatin dari Tulang Ayam Broiler dengan Proses Hidrolisa. Skripsi. Penerbit Program Studi Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

[SNI] Standar Nasional Indonesia No. 06-3735-1995. (1995). Mutu dan cara Uji Gelatin. Penerbit Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

(5)

Sompie, M., Triatmojo, S., Pertiwiningrum, A., Pranoto, Y. 2012. Pengaruh Umur Potong dan Konsentrasi Larutan Asam Asetat terhadap Sifat Fisik dan Kimia Gelatin Kulit Babi. Jurnal Sains Peternakan Vol. 10 (1), Maret 2012: 15-22. Wiratmaja, H. 2006. Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp) Menjadi Gelatin serta Analisis

Fisika-Kimia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuniarifin, H., Bintoro, VP., Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi Terhadap Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006; 55-61.

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengujian Gelatin dan Syarat Mutu  No  Parameter  (AOAC 1995 &amp;  SNI 1995)  Gelatin Tulang Ayam  Gelatin Kulit

Referensi

Dokumen terkait

Akibat dari beban angin ini, maka dapat dicari yang bekerja pada rangka batang ikatan angin. - Batang atas kuda-kuda mendapat

Hasil dari proses implementasi dari Algoritme Fast Fourier Transform menujukan besar atau tidaknya rata-rata error suara yang dipengaruhi tinggi atau rendahnya amplitudo dari

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah mengkaji lebih lanjut mengenai &#34; Relevansi Kurikulum SMK 1999 Bidang Keahlian Teknik Elektro Program Keahlian Teknik Instalasi

Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif merupakan wujud kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi, suatu

Berdasarkan hasil uji coba, produk pengembangan berupa trainer kit mobile robot quadcopter, buku manual, dan modul praktikum dikategorikan sangat layak untuk

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Schermerhorn Jr et al (2010), cara yang lain selain diferensiasi kontekstual adalah mengandalkan manajer menengah untuk

Penelitian ini mendeskripsikan komponen semantis pada ungkapan metaforis yang terdapat dalam wacana hukum pada surat kabar harianJawa Pos dengan cara mengkontraskan komponen semantis

Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh tukang pijat tunanetra adalah semua tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dibina oleh yayasan social yang dibentuk oleh