• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digital Watermarking pada Gambar Digital dengan Metode Redundant Pattern Encoding

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Digital Watermarking pada Gambar Digital dengan Metode Redundant Pattern Encoding"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Digital Watermarking pada Gambar Digital dengan Metode

Redundant Pattern Encoding

Anselmus Krisma Adi Kurniawan - 13508012

Program Studi Teknik Informatika

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

[email protected]

Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengaplikasian metode penyisipan Redundant Pattern Encoding pada steganografi untuk melakukan digital watermarking pada suatu data digital. Pada bagian pertama akan dijelaskan latarbelakang dibuatnya makalah ini lalu pada bagian kedua dan ketiga akan dijelaskan mengenai digital watermarking itu sendiri dan steganografi. Jika dilihat dari hasil yang didapatkan, digital watermarking yang dilakukan termasuk dalam kelompok semi-fragile karena pesan yang disisipkan hanya dapat dibaca kembali jika gambar tidak mengalami perubahan pada warna dan kualitas gambarnya.

Setelah kita mengetahui mengenai digital watermarking dan steganografi, pada bagian keempat kita akan mulai melakukan implementasinya dengan membuat sebuah aplikasi sederhana. Gambar pesan yang pakai tiap pikselnya akan diubah menjadi data bit 0 atau 1 karena kita memakai gambar hitam putih. Lalu dengan kumpulan bit tersebut akan disisipkan ke piksel warna merah dari gambar tujuan. Pada bagian kelima terdapat analisis mengenai metode yang digunakan lalu pada bagian keenam yang merupakan bagian terakhir akan disampaikan kesimpulan dari makalah ini.

Kata kunci – watermark, steganografi, LSB.

I.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat membuat semua orang dapat dengan mudah mendapatkan berbagai macam data di internet baik gambar, video, dokumen, music, maupun data lainnya. Hal ini menyebabkan munculnya pembajakan data digital di internet. Sebagian besar pemilik asli data digital tersebut masih belum menyadari pentingnya menjaga keaslian ataupun kepemilikan data digital yang dimilikinya sementara itu sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar dokumen dapat dikatahui siapa pemilik aslinya seperti dengan pemberian digital watermarking.

Digital watermarkin adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan tanda keaslian kepada suatu data digital, sehingga saat nantinya data dijital dibajak oleh orang lain, kita dapat mengetahui siapa pemilik aslinya. Terdapat dua tipe digital watermarking, terlihat oleh mata dan tidak terlihat oleh mata. Digital watermarking yang umum digunakan adalah yang terlihat oleh mata namun untuk jenis data tertentu hal tersebut tidak dapat dilakukan

karena data yang ada memang data yang tidak dapat divisualkan.

II.

DIGITAL

WATERMARKING

Digital watermarking adalah suatu cara yang dilakukan untuk menyisipkan informasi ke dalam suatu data digital tertentu. Informasi yang disisipkan biasanya merupakan informasi tentang kepemilikan data digital yang bersangkutan. Ada dua tipe digital watermarking, terlihat dan tidak terlihat. Digital watermarking yang terlihat dapat dengan jelas di interpretasikan oleh mata manusia, biasanya data yang disisipkan adalah berupa logo atau tulisan yang menunjukan pemilik dari data yang bersangkutan. Lalu untuk digital watermarking yang tidak terlihat biasanya disisipkan ke dalam dengan tujuan agar tidak mempengaruhi penampilan dari data terbeut namun dengan cara tertentu dapat diketahui watermark yang disisipkan. Hal ini merupakan salah satu jenis steganografi.

Gambar 2.1 Life-cycle dari sebuah digital watermark secara umum.

Teknik yang ada pada digital watermarking dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok :

1. Robustness

Ada tiga tipe yaitu fragile, semi-fragile, robust. Digital watermark dikatakan fragile jika pesan yang disimpan tidak dapat dibaca setelah media mengalami perubahan. Lalu dikatakan semi-fragile jika pesan masih dapat dibaca setelah mengalami perobahan tertentu. Sedangkan dikatan robust jika pesan selalu dapat dibaca meskipun media/data sudah dilakukan perubahan.

(2)

Suatu digital watermark dikatakan perceptible jika kita dapat melihat watermark yang disisipkan dengan mata telanjang, sedangkan imperceptible jika tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. 3. Capacity

Pengelompokan ini berdasarkan panjangnya pesan yang disisipkan tedapat dua jenis yaitu zero-bit watermarking dan multiple-bit watermarking. 4. Embedding Method

Berdasarkan teknik yang digunakan untuk menyisipkan pesan, terdapat tiga jenis digital watermarking; spread-spectrum, quantization, dan amplitude modulation.

III.

STEGANOGRAFI

Steganografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menuliskan pesan tersembunyi sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat membacanya. Steganografi sudah ada sejak zaman dahulu dimana orang-orang zaman dahulu sering bertukar pesan secara sembunyi-sembunyi apalagi pada zaman dahulu masih sering terjadi perang dimana-mana.

Berbeda dengan kriptografi, steganografi memberikan kesan bahwa tidak ada data yang disembunyikan sehingga tidak ada kecurigaan dari pihak lain namun kriptografi secara jelas mengubah bentuk datanya (terlihat jelas perubahannya oleh mata).

Gambar 3.1 Gambar sebelum disisipi pesan.

Gambar 3.2 Gambar setelah disisipi pesan.

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menyisipkan informasi ke dalam suatu media tertentu, antara lain :

1. Least Significant Bit (LSB) Insertion

Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan. Metode ini memanipulasi data bit dari data asli yang akan digunakan. Cara yang dilakukan adalah dengan mengambil byte data dari media yang disisipi lalu mengganti bit terakhir dengan data bit data dari infromasi yang akan disisipkan. Untuk menjaga kerahasiaannya biasanya ditambahkan kunci yang digunakan untuk membangkitkan bilangan acak untuk lokasi penyisipan datanya.

Metode ini memiliki kekurangan yaitu informasi yang disisipkan terbatas dengan besar data yang disisipi karena penyisipan yang dilakukan biasanya hanya 1 bit data informasi untuk setiap byte data yang disisipi. Selain itu juga jika terjadi manipulasi pada data yang disisipi, kemungkinan besar informasi yang disisipkan akan rusak.

2. Algorithms and Transformation

Metode ini menggunakan fungsi matematika untuk menyembunyikan pesannya. Beberapa fungsi yang dipakai adalah Discrete Cosine Transform (DCT) dan Wavelet Transform.

3. Redundant Pattern Encoding

Metode yang digunakan adalah dengan menuliskan secara berulang informasi yang ingin disisipkan sehingga jika terjadi proses croping (untuk data gambar), informasi yang disisipkan akan masih dapat dibaca. Namus terdapat juga kerugian dengan metode ini yaitu pesan yang disisipkan

(3)

tidak dapat besar. 4. Spread Spectrum Method

Metode ini dapat dikatan sebagai gabungan antara steganografi dan kriptografi karena pesan yang disisipkan terlebih dahulu di enkripsi. Untuk membacanya penerima harus mempunyai dua kunci yaitu kunci untuk steganografi dan kunci untuk dekripsi.

IV.

IMPLEMENTASI

Tujuan akhir dari penulisan makalah ini adalah untuk mengimplementasikan salah satu metoda penyisipan pesan pada steganografi yaitu redundant pattern encoding. Pada aplikasi yang akan dibuat terdapat beberapa batasan terutanya untuk pesan yang disisipkan. Pesan yang akan disisipkan adalah berupa sebuah gambar hitam putih sedangkan media yang disisipi adalah sebuah gambar berwarna.

Secara umum penyisipan akan menggunakan pembangkitan bilangan acak untuk menentukan dimana letak gambar pesan disisipkan. Disini aplikasi tidak memerlukan kunci untuk melakukan penyisipan maupun pembacaan. Alur proses penyisipan yang dilakukan adalah 1. Aplikasi meminta masukan sebuah gambar pesan (gambar hitam putih) dan gambar berwarna sebagai media yang disisipi.

2. Ubah bit terakhir dari komponen warna merah pada tiap piksel gambar tujuan dengan nilai 0. Hal ini dilakukan agar hasil gambar dari proses pembacaan lebih mudah dibaca.

3. Gambar pesan yang tiap piksel hanya terdiri dari nilai 1 atau 0 akan mulai disisipkan ke gambar tujuan pada komponen warna merah saja dengan pembangkitan bilangan acak di n posisi.

4. Nilai n didapat dari jumlah piksel gambar tujuan dibagi dengan 2 kali jumlah piksel gambar pesan. 5. Setelah di dapat nilai n, penyisipan dilakukan

sebanyak n kali tapi sebelumnya dilakukan pengecekan apakah posisi piksel yang akan disisipi sudah pernah diganti sebelumnya, hal ini ditujukan agar gampar pesan tidak ada yang saling menumpuk.

6. Nilai piksel dari gambar pesan akan disisipkan ke piksel tujuan dengan menggunakan metode LSB pada bit terakhirnya.

jika dituliskan dalam bahasa algoritmik, alur diatas akan menjadi

ubah bit pada piksel terakhir dengan 0 piksel_pesan = lebar_pesan * panjang_pesan piksel_tujuan = lebar_tujuan * panjang_tujuan n = piksel_tujuan / (2 * piksel_pesan) while (iterasi kurang dari n)

lokasi = generate lokasi random cek_lokasi()

jika sudah pernah maka lanjut iterasi

jika belum sisipkan gambar pesan dan iterasi+1

sedangkan untuk proses pembacaan alur yang digunakan adalah

1. Aplikasi meminta masukan gambar yang sudah disisipi

2. Aplikasi akan membaca tiap bit terakhir dari semua piksel gambar lalu membuat gambar hitam putih baru dari kumpulan bit tersebut

3. Hasil akhirnya adalah gambar hitam putih seukuran gambar asli

jika dituliskan dengan bahasa algoritmik akan menjadi

for (semua piksel pada gambar asal) ambil bit terakhir

buat gambar baru dari bit tersebut pada posisi piksel yang sama

generate gambar baru dari data bit yang sudah dihimpun

Dengan menggunakan algoritma diatas maka kita dapat menyisipkan sebuah pesan gambar ke gambar lain yang lebih besar tanpa memberikan perubahan yang signifikan pada gambar tujuan.

Berikut ini akan disertakan tampilan dari program yang dibuat.

(4)

Gambar 4.2 Tampilan Antar Muka Enkripsi Bagian Kanan.

Gambar 4.3 Tampilan Antar Muka Dekripsi Bagian Kiri.

Gambar 4.4 Tampilan Antar Muka Dekripsi Bagian Kanan.

dengan menggunakan program diatas gambar yang telah disisipi watermark tidak begitu berbeda dengan gambar aslinya

(5)

Gambar 4.6 Setelah Dilakukan Penyisipan. kemudian setelah dilakukan proses pembacaan, gambar yang dihasilkan adalah seperti di bawah ini

Gambar 4.7 Hasil Pembacaan.

Dari gambar diatas terlihat bahwa gambar watermark yang digunakan disisipkan di beberapa posisi yang acak. Jika kita melakukan proses croping pada gambar yang sudah disisipi oleh gambar watermark maka watermark yang disisipkan akan tetap terbaca.

Gambar 4.7 Hasil Pembacaan Setelah Dilakukan Proses

Croping.

V.

ANALISIS

Hasil yang didapat cukup bagus, gambar yang disisipi tidak terlihat ada perbedaan karena hanya mengubah bit terakhir dari piksel tujuan. Hasil yang didapat juga membuktikan bahwa proses transformasi croping pada gambar hasil tidak mempengaruhi pembacaan yang dilakukan untuk mendapatkan watermark yang disisipkan. Metode ini sangat cocok digunakan jika ingin memberikan digital watermarking pada media gambar dan dengan menggunakan gambar pesan yang kecil. Walaupun begitu metode ini tidak cocok jika gambar yang disisipi mengalami proses transformasi pada kulaitas gambar seperti kompresi atau jika terjadi perubahan warna pada gambar.

VI.

KESIMPULAN

Dari beberapa metode yang dapat diterapkan untuk menyisipkan data pada suatu media lain, redundant pattern encoding merupakan salah satu metode yang cocok digunakan untuk melakukan digital watermarking karena dapat tahan terhadap proses transformasi croping pada gambar yang sudah disisipi namun dengan penyisipan yang diulang mengakibatkan data pesan yang disisipkan tidak dapat berukuran besar.

REFERENSI

[1] Ingemar J. Cox, Matthew L. Miller, Jeffrey A. Bloom, Jessica Fridrich and Ton Kalker, "Digital Watermarking

(6)

and Steganography" (Second Edition), Morgan Kaufmann, 2008.

[2] Munir, Rinaldi, “Diktat Kuliah IF3058 Kriptografi”, Program Studi Teknik Informatika ITB, 2008.

[3] Wayner, Peter (2009). Disappearing cryptography 3rd

Edition: information hiding: steganography &

watermarking. Amsterdam: MK/Morgan Kaufmann

Publishers.

P

ERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa makalah yang saya tulis ini adalah tulisan saya sendiri, bukan saduran, atau terjemahan dari makalah orang lain, dan bukan plagiasi.

Bandung, 29 April 2010

Gambar

Gambar 3.1 Gambar sebelum disisipi pesan.
Gambar 4.1 Tampilan Antar Muka Enkripsi Bagian Kiri.
Gambar 4.2 Tampilan Antar Muka Enkripsi Bagian Kanan.
Gambar 4.7 Hasil Pembacaan Setelah Dilakukan Proses  Croping.

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “ asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan ” adalah upaya penanggulangan HI V dan AIDS harus dilaksanakan sedemikian rupa tanpa ada

Laporan tahunan 2009 ini, dan setelah melakukan review terhadap regulasi keagamaan, mengkategorikan temuan-temuannya dalam tiga kelompok yakni: (1) Kasus-kasus yang

organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak

Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan dat a st at ist ik yang dibut uhkan oleh Badan Pusat St atist ik Kot a Tidore Ut ara Kepulauan, Saya mint a kepada semua lint as sekt or

Dikatakan cukup baik dikarenakan masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti masih banyak sarana dan prasarana yang harus dilengkapai di Dinas Kelautan dan

Dengan mengacu pada indikator yang telah ditetapkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada pokok bahasan kalor dapat

Rugi panas akibat katup pipa tanpa isolasi dihitung setara T LP = 125 0 C.. Pipa

Pegwai Negeri Sipil dapat mengajukan Pindah keluar dari lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung apabila yang bersangkutan memiliki masa kerja paling sedikit 4 (empat)