• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pasar modal Indonesia telah hadir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 14 Desember 1912 pasar modal Indonesia pertama berdiri di Batavia dengan nama Vereniging voor de Effectenhandel. Pendirian pasar modal di Batavia ini tidak lain adalah untuk mendukung perekonomian pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pasar modal ini mengalami kevakuman yang dikarenakan perang dunia ke I dan II, hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pasar modal di Indonesia menjadi terganggu.

Pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soekarno meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dijalankan dibawah pengawasan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), yang ditandai dengan perusahaan yang pertama kali go public yaitu PT Semen Cibinong serta PT Danareksa sebagai penjamin emisi atau underwriter. Untuk menyamaratakan perkembangan pasar modal di Indonesia, Bursa Efek Surabaya (BES) akhirnya kembali dibuka pada tanggal 16 Juni 1989 yang dikelola oleh Persero Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Hal ini turut diikuti oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang turut melakukan swastanisasi pada 13 Juli 1992 dan BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Pada tahun 2007 dilakukanlah penggabungan antara Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Bursa Efek Indonesia memiliki 10 sektor, di mana seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia akan dicatat ke dalam masing-masing sektor. Kesepuluh sektor ini antara lain yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdagangan dan Jasa, dan Manufaktur. Pada sektor keuangan terdapat sub sektor Bank di mana pada sub sektor ini menampung seluruh jenis bank yang

(2)

2

terdaftar pada Bursa Efek Indonesia, baik bank yang dikelola oleh swasta maupun yang dikelola oleh negara atau BUMN.

Hingga September tahun 2015 terdapat 42 bank yang tercatat pada sub sektor bank yang ada pada BEI. Berikut tabel yang menjelaskan bank yang melakukan initial public offering pada BEI dari tahun 2010-2014.

Tabel 1.1

Daftar Bank yang Melakukan Penawaran Saham di BEI

No Nama Emiten Kode

Saham Tanggal IPO

1 Bank Harda Internasional Tbk BBHI 12/08/2015

2 Bank Yudha Bakti Tbk BBYB 13/01/2015

3 Bank Agris Tbk AGRS 22/12/2014

4 Bank Dinar Indonesia Tbk DNAR 11/07/2014

5 Bank Pan Indonesia Syariah Tbk PNBS 15/01/2014

6 Bank Maspion Indonesia Tbk BMAS 11/07/2013

7 Bank Mitraniaga Tbk NAGA 09/07/2013

8 Bank Mestika Dharma Tbk BBMD 08/07/2013

9 Bank National nobu Tbk NOBU 20/05/2013

10 Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur BJTM 12/07/2012

11 Bank Ina Perdana Tbk BINA 16/01/2011

12 Bank Sinar Mas Tbk BSIM 13/12/2010

13 Bank Jabar Banten Tbk BJBR 08/07/2010

14 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk BBTN 17/12/2009 15 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk BTPN 12/03/2008

16 Bank Ekonomi Raharja BAEK 08/01/2008

17 Bank Capital Indonesia Tbk BACA 08/10/2007

18 Bank Windu Kentjana International Tbk MCOR 03/07/2007

19 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk SDRA 15/12/2006

20 Bank Bukopin Tbk BBKP 10/07/2006

(3)

3 (Sambungan Tabel 1.1)

No Nama Emiten Kode

Saham Tanggal IPO 21 Bank Rakyat Indoensia (Persero) Tbk BBRI 10/11/2003 22 Bank Rakyat Indonesia Agro Niaga Tbk AGRO 09/08/2003

23 Bank Mandiri (Persero) Tbk BMRI 14/07/2003

24 Bank QNNB Indonesia Tbk BKSW 21/11/2002

25 Bank MNC Internasional Tbk BABP 15/07/2002

26 Bank of India Indonesia Tbk BSWD 01/05/2002

27 Bank Pundi Indonesia Tbk BEKS 13/07/2001

28 Bank Nusantara Parahyangan Tbk BBNP 10/01/2001

29 Bank Central Asia Tbk BBCA 31/05/2000

30 Bank Mega Tbk MEGA 17/04/2000

31 Bank Bumi Arta Tbk BNBA 31/12/1999

32 Bank Victoria International Tbk BVIC 30/06/1999

33 Bank Mayapada International Tbk MAYA 29/08/1997

34 Bank J Trust Indonesia BCIC 25/06/1997

35 Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk BBNI 25/11/1996

36 Bank NISP OCBC Tbk NISP 20/10/1994

37 Bank Artha Graha International Tbk INPC 29/08/1990

38 Bank Permata Tbk BNLI 15/01/1990

39 Bank Danamon Indonesia Tbk BDMN 06/12/1989

40 Bank CIMB Niaga Tbk BNGA 29/11/1989

41 Bank Internasional Indonesia Tbk BNII 21/11/1989

42 Bank Pan Indonesia Tbk PNBN 29/12/1982

Sumber: www.sahamok.com 1.2 Latar Belakang

Pada akhir suatu periode akuntansi, setiap perusahaan akan mengeluarkan laporan keuangannya masing-masing. Menurut Peraturan Standar Akuntansi (PSAK) 1 tahun 2013 laporan keuangan memiliki makna sebagai berikut:

(4)

4

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (Mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.

Berdasarkan PSAK 1 tahun 2013, Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomi. Oleh karena itu, perusahaan tidak diperbolehkan untuk memberikan informasi yang menyesatkan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Dewi (2012) menyatakan bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan tahunan merupakan sumber informasi untuk pengambilan keputusan investasi. Keputusan investasi ini didasari oleh mutu dan luas pengungkapan yang disajikan dalam laporan tahunan.

Selain itu alasan investor tertarik untuk berinvestasi di pasar modal karena adanya keterbukaan informasi. Salah satu informasi yang diperlukan di pasar modal adalah laporan keuangan perusahaan, yang di dalamnya terdapat laba bersih perusahaan. Pada dasarnya laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan oleh investor dalam menilai kinerja perusahaan. Informasi laba bersih yang diperoleh bisa dijadikan dasar untuk menilai seberapa besar nilai return investor dari setiap saham yang dibelinya (Harahap, 2011).

Lev (1989) dalam Wulandari dan Wirajaya (2014) menyatakan bahwa laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan.

(5)

5 Angka laba diperkirakan untuk memfasilitasi analis dan investor dalam meramalkan aliran kas di masa depan dan bertransaksi dengan risiko investasi yang relatif (Dimitropoulos dalam Wulandari dan Wirajaya, 2014).

Ball dan Brown (1964) dalam Hidayat (2009) menyatakan bahwa respon pasar terhadap penerbitan laporan keuangan dapat dilihat dari pergerakan harga saham beberapa hari sebelum dan sesudah penerbitan laporan keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan fluktuasi harga saham yang berbeda antar hari di sekitar penerbitan laporan keuangan dengan hari-hari lain sebelum periode tersebut. Fluktuasi ini merupakan representasi dari respon pasar terhadap harga saham sebagai dasar dari pemahaman Earning Response Coefficient (ERC).

Menurut Subekti (2005) dalam Listyanti (2011) ERC diartikan sebagai peningkatan harga saham yang dapat diuji dengan melihat return tidak normal (abnormal return) yang terjadi melalui perubahan harga saham dan aktivitas volume perdagangan saham. Pada kondisi pasar yang efisien adanya abnormal return yang positif akan memicu kenaikan volume perdagangan saham, begitu pula sebaliknya dengan abnormal return yang negatif dapat memicu penurunan volume perdagangan saham.

Secara sederhana ERC dapat diartikan sebagai perubahan harga saham yang diakibatkan oleh penerbitan laporan keuangan oleh perusahaan. Umumnya ketika suatu perusahaan memperoleh laba, maka laba tersebut akan menaikan harga saham perusahaan tersebut. Begitu juga sebaliknya jika perusahaan mengalami kerugian maka akan menurunkan harga sahamnya. Akan tetapi ada beberapa fenomena yang tidak sejalan dengan teori yang dijabarkan sebelumnya. Antara lain sebagai berikut:

1. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) pada tahun 2009 memperoleh laba sebesar Rp420,423 miliar dan naik pada tahun berikutnya menjadi Rp836,819 miliar. Akan tetapi, setelah laporan keuangan tahun 2010 dipublikasikan harga saham Bank BTPN bergerak turun dari Rp2.550 per lembar sahamnya menjadi Rp2.390 pada tiga hari setelah penerbitan laporan keuangan.

2. Bank Mega Tbk (MEGA) pada tahun 2009 mencatat laba sebesar Rp537,460 miliar dan lab Bank Mega naik pada tahun 2010 menjadi

(6)

6

Rp951,800 miliar. Sehari setelah penerbitan laporan keuangan tahun 2010, harga saham Bank Mega turun dari Rp2350 pada saat penerbitan laporan keuangan tahun 2010 menjadi Rp 2432 pada hari berikutnya.

3. Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) memperoleh laba sebesar Rp3,348 triliun pada tahun 2010 dan naik pada tahun 2011 menjadi 3,373 triliun. Pada saat laporan keuangan tahun 2011 diterbitkan harga saham Bank Danamon ditutup pada Rp4.825 dan turun pada hari berikutnya menjadi Rp4.650 dan turun lagi menjadi Rp4.450 pada H+3 setelah laporan keuangan tahun 2011 dikeluarkan.

4. Bank International Indonesia Tbk (Maybank) memperoleh laba sebesar Rp460,989 miliar pada tahun 2010 dan naik pada tahun 2011 menjadi Rp634,184 miliar. Ketika laporan keuangan tahun 2011 diterbitkan harga saham Bank Maybank ditutup pada harga Rp481 dan bergerak turun menjadi Rp476 pada H+1, kemudian turun kembali pada H+2 dan H+3 menjadi Rp461 dan Rp456.

5. Pada tahun 2010 Bank MNC International Tbk mengalami kerugian sebesar Rp81,056 miliar pada tahun 2011 dan memperoleh laba pada tahun 2011 sebesar Rp1,118 miliar. Ketika laporan keuangan tahun 2012 dikeluarkan harga saham Bank MNC naik 4 poin dari hari sebelumnya dan ditutup pada Rp178. Akan tetapi, harga sahamnya mengalami penurunan harga pada H+1 dan H+2 menjadi Rp175, dan Rp174.

6. Bank CIMB Niaga Tbk mencatat laba pada tahun 2011 sebesar Rp3,242 triliun dan naik menjadi Rp4,282 pada tahun 2012. Sahamnya ditutup pada harga Rp1.400 pada hari penerbitan laporan keuangan tahun 2012 dan bergerak turun pada H+1 dan H+2 menjadi Rp1.390, dan Rp1370.

7. Bank Windu Kentjana International Tbk memperoleh laba sebesar Rp36,214 miliar pada tahun 2011 dan naik pada tahun 2012 menjadi Rp94,081 miliar. Harga saham Bank Windu Kentjana tercatat sebesar Rp262 pada hari penerbitan laporan keuangan tahun 2012 dan bergerak turun pada H+1 dan H+2 menjadi Rp238, dan Rp228.

8. Pada tahun 2013 Bank Jabar Banten (BJB) mencatat laba bersih sebesar Rp1,193 triliun pada tahun 2012 dan memperoleh laba kembali pada tahun

(7)

7 2013 sebesar Rp1,372 triliun. Pada hari penerbitan laporan keuangan tahun 2013, harga sahamnya ditutup pada Rp1.055 naik 15 poin dari hari sebelumnya. Tetapi, harga sahamnya mulai bergerak turun menjadi Rp1.040 pada H+1 dan Rp1.025 pada H+2.

9. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) memperoleh laba bersih sebesar Rp1,977 triliun pada tahun 2012 dan naik pada tahun 2013 menjadi Rp2,131 triliun. Ketika laporan keuangan tahun 2013 diterbitkan harga saham Bank BTPN ditutup pada harga Rp4.460 dan mulai bergerak turun pada hari-hari berikutnya yaitu pada H+1 menjadi Rp4.370, H+2 menjadi Rp4.270, dan H+3 menjadi Rp4.265.

10. Bank Mayapada International Tbk memperoleh laba sebesar Rp265,623 miliar pada tahun 2012 dan naik menjadi Rp365,600 miliar pada tahun 2013. Harga sahamnya tercatat pada harga Rp1.613 ketika laporan keuangan tahun 2013 diterbitkan. Sehari setelah diterbitkan, harga sahamnya mulai menurun menjadi Rp1.575 dan kembali turun pada hari-hari berikutnya menjadi Rp1.518 dan Rp1.465.

11. Bank Mestika Dharma Tbk memperoleh laba sebesar Rp71,836 miliar pada tahun 2013 dan memperoleh laba kembali pada tahun 2014 sebesar Rp279,860 miliar. Ketika diterbitkan laporan keuangan tahun 2014 harga sahamnya tercatat diharga Rp1.575 dan turun pada hari berikutnya menjadi RP1.570.

Pada saat ini, dalam pengambilan keputusan jika hanya melihat kinerja keuangan suatu perusahaan saja sudah tidak relevan lagi. Eipstein dan Freedman (1994) dalam Anggraini (2006) dalam Sukirman dan Meiden (2012) menyatakan bahwa investor individual tertarik dengan informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana yang dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, lingkungan, dan keuangan sekaligus. Saran tersebut adalah laporan keberlanjutan atau sustainabality reporting.

Sustainability reporting atau dapat disebut Corporate Social Responsibility (CSR) adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan

(8)

8

lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedur) yang tepat dan profesional (Suharto,2010:4).

Lako (2011:7) menyatakan bahwa secara empiris ternyata perusahaan meraup berkah berlimpah atau keuntungan ekonomi yang signifikan karena berinvestasi dan melaksanakan CSR secara tulus dan konsisten. Semakin besar investasi perusahan pada isu-isu CSR, semakin besar manfaat ekonomi yang diraupnya. CSR, meskipun dalam jangka pendek menguras kas dan menurunkan laba, dalam jangka panjang ternyata mendatangkan banyak manfaat ekonomi bagi perusahaan.

Manfaat ekonomi tersebut antara lain: (1) Sebagai investor sosial yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam jangka panjang; (2) memperkokoh profitabilitas dan kinerja bagi perusahaan; (3) meningkatnya akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor, kreditor, pemasok, dan konsumen; (4) meningkatnya komitmen, etos kerja, efisiensi, dan produktivitas karyawan; (5) meningkatnya citra dan reputasi perusahaan; (6) menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi dari komunitas sekitarnya karena diperhatikan serta diharagai perusahaan; dan (7) meningkatnya reputasi, goodwiill, dan nilai perusahaan dalam jangka panjang (Lako, 2011:8).

Menurut Agnesia (2015) dan Kusumawardhani dan Nugroho (2010) investor mengapresiasi informasi mengenai CSR, hal ini sejalan dengan teori yang menggambarkan bahwa laba tidak menjadi faktor utama dalam pertimbangan investor dalam mengambil keputusan. Tetapi dalam penelitiannya tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara ERC dan CSR. Sedangkan Hidayat (2009) berpendapat bahwa pengungkapan CSR menunjukkan bahwa fluktuasi harga saham sebagai akibat dari pergerakan laba perusahaan dapat dikurangi dengan pengungkapan sosial yang memadai, karena perhatian investor tidak hanya berfokus pada laba akuntansi lagi namun sudah memperhatikan faktor lain dalam hal ini adalah CSR.

Moghadam, et al (2013) dan Utaminingtyas dan Ahalik (2010) menyatakan bahwa CSR mempunyai pengaruh yang positif terhadap ERC, akan tetapi hubungan ini dinilai lemah (13,3%). Hal ini dikarenakan tidak adanya

(9)

9 bentuk formal dalam menyampaikan pelaporan tanggung jawab sosial oleh perusahaan dan laporan ini masih bersifat sukarela.

Mendrofa (2014), Wulandari dan Wirajaya (2014), Khairinnisa (2012), Sukirman dan Meiden (2012) dan Rahmad (2009) berpendapat bahwa CSR tidak memiliki pengaruh terhadap ERC. Hal ini disebabkan oleh pengungkapan tanggung jawab sosial tidak cukup meyakinkan investor sebagai dasar pengambilan keputusan dan dalam laporan keuangan tahunan CSR tidak membuat harga saham menjadi lebih informatif serta tidak memberikan informasi mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Boediono (2005) dalam Dewi (2014) berpendapat bahwa selain sebagai alat analisis fundamental dan pengambilan keputusan bagi investor, ERC juga sering digunakan untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan suatu perusahaan dan dapat juga digunakan untuk menilai risiko dan earning per share. Menurut Kusumawardhani dan Nugroho (2010) ukuran perusahaan (firm size) dalam isu ERC digunakan sebagai proksi atas keinformatifan harga saham.

Ukuran perusahaan merupakan ukuran atas besarnya aset yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan besar umumnya mempunyai total aktiva yang besar pula. Perusahaan besar dapat lebih mudah untuk mengakses pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Semakin besar perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang lebih besar, sehingga investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut sehingga menaikkan nilai perusahaan. Dengan tersedianya dana tersebut maka memberi kemudahan perusahaan untuk melaksanakan peluang investasi (Sunarto dan Budi, 2009).

Menurut Agnesia (2014), Zakaria, et al (2013), Susanto (2010), Kusumawardhani dan Nugroho (2010) menemukan bahwa ukuran perusahaan berhubungan positif terhadap ERC. Menurut Kusumawardhani dan Nugroho (2010), pada perusahaan yang besar tersedia informasi non-akuntansi yang banyak. Informasi tersebut digunakan oleh pemodal sebagai alat untuk menginterpretasikan laporan keuangan dengan baik, sehingga dapat dijadikan alat untuk memprediksi arus kas dan ketidakpastian. Susanto (2010) menambahkan, pada perusahaan besar cenderung kurang mendapatkan respon dalam publikasi

(10)

10

laba karena labanya relatif stabil. Hal ini dapat dilihat dari harga saham di sekitar tanggal publikasi laba yang relatif stabil. Sedangkan dalam perusahaan yang kecil, publikasi laba cenderung direspon oleh pasar, terlihat dari harga saham di sekitar tanggal publikasi laba yang cenderung fluktuatif.

Berbeda dengan Agnesia (2015), menurutnya ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hal ini disebabkan karena firm size merupakan salah satu klasifikasi besar kecilnya perusahaan dengan menggunakan skala antara lain dengan ukuran pendapatan, total aset, dan total modal. Hal ini menggambarkan bahwa para investor cenderung memilih perusahaan berkembang dibandingkan perusahaan besar karena harapan return lebih tinggi mengingat perusahaan besar memiliki harga saham yang relatif mahal dan pergerakan saham yang relatif stabil (Agnesia, 2015).

Sedangkan menurut Rofika (2015) ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap ERC, hal ini disebabkan oleh ukuran perusahaan bukanlah hal yang terlalu diperhitungkan untuk berinvestasi. Bisa jadi investor lebih memperhitungkan faktor lain untuk berinvestasi pada suatu perusahaan seperti prospek pertumbuhan perusahaan.

Menurut Susanto (2010) besaran dan nilai ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya, hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi ERC tersebut, salah satunya adalah struktur modal.

Struktur modal perusahaan merupakan kumpulan dana yang digunakan dana dialokasikan oleh perusahaan di mana dana tersebut diperoleh dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Ada dua macam, tipe modal yaitu modal hutang (debt capital) dan modal sendiri (equity capital). Struktur modal perusahaan diproksikan dengan leverage, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih banyak dibandingkan modal. Dengan demikian, jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menguntungkan kreditur, Gitman dan Zutter (2012) dalam Novita (2015).

(11)

11 Penelitian yang dilakukan oleh An (2015) menyatakan bahwa struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap ERC, hal ini sejalan dengan pengungkapan bahwa jika terjadi peningkatan laba, maka semakin untunglah debtholders.

Susanto (2015) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki utang lebih besar dibandingkan modal tidak menyebabkan investor merespon karena investor beranggapan bahwa perusahaan akan lebih mengutamakan pembayaran hutang daripada pembagian dividen. Sedikit berbeda dengan Susanto, Rofika (2015) menyatakan bahwa bagi investor, perusahaan dengan hutang lebih besar dianggap memiliki risiko untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut. Jika perusahaan memperoleh laba maka kurang direspon oleh investor sehingga menyebabkan nilai ERC perusahaan semakin kecil. Sejalan dengan Rofika, Hasanzade, et al (2013) menyatakan bahwa hutang emiten dimiliki oleh perusahaan induk dan perusahaan induk tidak menetapkan suatu kondisi terhadap hutang tersebut. Hutang ini akan tercermin pada neraca dari tahun ke tahun, dan investor tidak memiliki reaksi terhadap hutang ini serta mengabaikan karena tidak memiliki informasi yang relevan.

Sementara itu Mendrofa (2014) menyatakan bahwa struktur modal memiliki hubungan yang positif akan tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap ERC.

Profitabilitas mencerminkan efektivitas perusahaan yang mempengaruhi respon investor terhadap informasi laba dalam pengambilan keputusan. Jika profitabilitas suatu perusahaan tinggi maka akan mendorong manajer untuk memberikan informasi yang lebih terperinci, karena perusahaan ingin meyakinkan para investor terhadap profitabilitasnya Susilawati (2008) dalam Susanto (2012). Jika kinerja suatu perusahaan dinyatakan baik, maka akan mendorong perusahaan tersebut untuk memberikan suatu informasi laba yang lebih baik pula, sehingga dapat terjadi suatu reaksi antara pengumuman laba perusahaan dengan reaksi para investor. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kusumawardhani dan Nugroho (2010) dan Hasanzade, et al (2013) yang menjelaskan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap ERC, menurutnya koefisien respon laba pada suatu perusahaan yang besar akan mempunyai ERC yang lebih besar dibandingkan

(12)

12

dengan perusahaan yang lebih kecil, sedangkan perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi juga mempunyai ERC yang lebih tinggi dibanding perusahaan dengan profitabilitas yang lebih kecil.

Akan tetapi Susanto (2012) berpendapat berbeda, Profitabilitas suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Apabila investor berpendapat bahwa Return on Investment tidak dapat mengukur kinerja perusahaan secara akurat, karena banyak terjadinya window dressing yang dilakukan oleh manajemen agar laporan keuangannya terlihat lebih baik.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan penulis sebelumnya beserta dengan hasil penelitian terdahulu, penulis termotivasi untuk menganalisis faktor-faktor seperti corporate socsial responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan profitabilitas yang mempengaruhi earning response coefficient. Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Corporate Social Responsibility, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, dan Profitabilitas terhadap Earning Response Coeffient pada Bank yang terdaftar di BEI pada 2010-2014”.

1.3 Perumusan Masalah

Earning response coefficient atau ERC oleh beberapa peneliti dinilai mampu memberikan informasi mengenai reaksi harga saham yang terjadi pada pasar modal, serta menjadi alat untuk melihat perkembangan maupun pertumbuhan suatu perusahaan. Namun masih ada faktor yang menyebabkan ERC ini belum bisa menjelaskan kondisi maupun reaksi pasar terhadap peristiwa yang terjadi di pasar modal.

Faktor yang umumnya terjadi adalah keterbatasan waktu yang dilakukan dalam pengujian ERC ini. Faktor lainnya adalah adanya variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi perubahan nilai atas ERC, sehingga ERC tidak hanya dipengaruhi dari peristiwa keuangan yang terjadi namun juga dapat dipengaruhi peristiwa-peristiwa eksternal perusahaan.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Menurut Boediono (2005) dan Dewi (2014), ERC merupakan alat analisis fundamental dan pengambilan keputusan bagi para investor, ERC ini juga

(13)

13 digunakan untuk melihat perkembangan maupun pertumbuhan yang terjadi pada harga saham perusahaan-perusahaan serta dapat juga sebagai alat untuk menilai risiko dan earning per share. Sementara itu, ERC juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti corporate social responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan juga profitabilitas. Oleh karena itu peneliti hendak meneliti hubungan yang terjadi antara ERC dengan corporate social responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan juga profitabilitas. Dengan demikian, maka pernyataan penelitian mengenai ERC adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana corporate social responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan profitabilitas pada earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

2. Seberapa besar pengaruh corporate social responsibility, ukuran perusahaan, dan profitabilitas terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

3. Bagaimana pengaruh parsial dari:

a. Apakah coroporate social responsibility memiliki pengaruh secara parsial terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

b. Apakah ukuran perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

c. Apakah struktur modal memiliki pengaruh secara parsial terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

d. Apakah profitabilitas memiliki pengaruh secara parsial terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

(14)

14

1. Untuk mengetahui bagaimana corporate social responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan profitabilitas terhadap earning response coefficient pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh corporate social responsibility, ukuran perusahaan, struktur modal, dan profitabilitas terhadap earning response coefficient secara simultan pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104.

3. Untuk mengetahui secara parsial dari:

a. Pengaruh corporate social responsibility terhadap earning response coefficientsecara parsial pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104.

b. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap earning response coefficient secara parsial pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104. c. Pengaruh struktur modal terhadap earning response coefficient secara

parsial pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104.

d. Pengaruh profitabilitas dengan earning response coefficient secara parsial pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-20104

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu kegunaan aspek teoritis dan kegunaan aspek praktis.

1. Aspek teoritis

a. Bagi para peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. b. Bagi para akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi

terhadap perkembangan studi mengenai Earning Response Coefficient. 2. Aspek Praktis

a. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi.

b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai reaksi pasar yang diukur dengan menggunakan Earning Response Coefficient.

(15)

15 1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel laporan keuangan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2011 hingga periode tahun 2014, sementara itu variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (variabel dependen) dan empat variabel bebas (variabel independen). Variabel terikat yang digunakan adalah earning response coefficient (ERC) dan variabel bebas yang digunakan adalah corporate social responsibility (CSR), ukuran perusahaan, struktur modal, dan juga profitabilitas.

1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang objek yang akan diteliti, latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dari penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan penelitian, seperti teori yang membahas tentang ERC, CSR, ukuran perusahaan, struktur modal, dan juga profitabilitas beserta ukuran yang dipakai untuk menilai kelima variabel tersebut. Dalam bab ini juga dibahas mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti. Selain itu bab ini juga membahas tentang kerangka pemikiran yang akan digunakan untuk menggambarkan permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat mengantarkan penelitian ini kepada kesimpulan akhir.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai karakteristik penelitian yang akan dipilih, Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini, tahapan penelitian, populasi dan sampel penelitian, pengumpulan data dan sumber data, validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis penelitian.

(16)

16

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian yang diuraikan secara kronologis dan juga sistematis sesuai dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian dan juga saran untuk penelitian mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari Bank Sentral Nigeria, Kantor Federal Statistik dan Organisasi Perdagangan Pangan dan

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki