• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN

TERHADAP KINERJA

Eko Budi Santoso

Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5 - 25, Yogyakarta, 55224

ABSTRACT

Good Corporate Governance is a major issue dealing with agency problem. The purpose of this study is to analyse the development of good corporate governance in Indonesia. The result of the study show inverse effect between board structure and board independence towards performance. This difference indicates the need of good checks and balances mechanism. This study also explains the failure of two-tier board system as governance to sustain Indonesian companies during the crisis.

Keywords:Corporate governance, ownership structure, board structure, board independence, two-tier board system.

PENDAHULUAN

Tata kelola perusahaan sebenarnya bukanlah masalah baru. Masalah tata kelola perusahaan sudah berkembang sejak abad ke 16 dan mulai mendapat perhatian dari kalangan akademis untuk diteliti sejak tahun 1930-an (Daily et al. 2003). Hasil penelaahan Denis (2001) terhadap penelitian-penelitian mengenai tata kelola perusahaan selama 25 tahun terakhir menyimpulkan bahwa sistem tata kelola perusahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian. Kegagalan pada perusahaan-perusahaan besar seperti kasus Enron, serta perusahaan-perusahaan di negara-negara Asia ketika terjadi krisis pada tahun 1997 menunjukkan pentingnya peranan sistem tata kelola perusahaan yang baik di perusahaan. Penelitian tersebut menunjukkan adanya penyebab utama terpuruknya perusahaan-perusahaan ketika terjadi krisis ekonomi adalah buruknya tata kelola perusahaan (Leng, 2004; Daily et al., 2003; Faccio et al., 2001; Scott, 1999).

(2)

tersebut dapat berupa (1) manipulasi laba, (2) penjualan output atau aset perusahaan dibawah harga pasar, dan (3) penempatan orang-orang yang tidak kompeten ke dalam posisi manajerial atau pemberian kompensasi eksekutif yang terlalu berlebihan. Kecurangan-kecurangan tersebut dapat mengakibatkan pondasi perusahaan terutama dalam bidang keuangan menjadi rapuh sehingga ketika terjadi krisis perusahaan menjadi terpuruk. Sukrisno (2004) menjelaskan bahwa pengelolaan perusahaan yang buruk akan berdampak pada buruknya kinerja perusahaan karena banyaknya kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan.

Salah satu bagian yang penting dalam tata kelola perusahaan adalah mekanisme yang mengatur hubungan antara fungsi pengelolaan dan fungsi pengawasan. Indonesia yang menganut two tier board system seharusnya dapat menjadi modal awal yang baik dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Daniri (2005) menjelaskan pemisahan fungsi, tugas, dan wewenang dewan pengelola perusahaan dengan dewan pengawas perusahaan pada two-tier board system akan memperkuat pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Namun kenyataan menunjukkan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang walaupun sudah menerapkan two tier board system banyak yang ambruk ketika menghadapi krisis. Hal ini mengindikasikan ada yang tidak beres dengan implementasi two tier board system di Indonesia. Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk menganalisa pengaruh tata kelola perusahan yang baik terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi kondisi tata kelola perusahaan di Indonesia dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan.

TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Keagenan

(3)

Sistem Kepengurusan

Terdapat dua macam sistem atau struktur kepengurusan yang lazim diterapkan diperusahaan-perusahaan di seluruh dunia, yaitu one-tier board system dan two-tier board system. One-tier board adalah suatu sistem yang menggabungkan organ pengawas dan organ pengelola berada dalam satu board yang lazim disebut Board of Director dan umumnya dipimpin oleh seorang Chief Executive Officer (CEO) yang juga merangkap sebagai Chairman. Direktur eksekutif bertugas sebagai lembaga pengelola yang memimpin perusahaan sedangkan direktur non eksekutif berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan. Pada prakteknya para direktur eksekutif dan direktur non eksekutif dalam model one tier board oleh banyak kalangan sering dinilai rancu karena tugas dan wewenang mereka sering bercampuran. Akibatnya kita sulit membedakan bagaimana peran masing-masing organ. Bahkan para direktur non eksekutif dapat mempunyai tanggungjawab dan kewajiban hukum yang sama sebagaimana para direksi lainnya di perusahaan tersebut. Hal ini ditambah lagi oleh kondisi dimana praktek perusahaan yang menganut one-tier board cenderung memasukkan jumlah direktur eksekutif secara mayoritas yang biasanya dihubungkan dengan struktur dan strategi pengembangan perusahaan, di mana pada waktu tertentu dapat menimbulkan konflik kepentingan (Gregory 2000 dalam Daniri 2005). Pemisahannya yang tidak jelas dan porsi yang tidak berimbang antara direktur eksekutif dan direktur non eksekutif menyebabkan sistem ini menjadi tidak efektif.

Struktur kepemimpinan dalam one-tier board memungkinkan seorang CEO pada suatu saat berperan sebagai direktur eksekutif yang bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan manajemen perusahaan sehari-hari, tetapi pada waktu yang bersamaan ataupun berbeda sang CEO bisa juga diminta untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai pimpinan pada semua aspek pengelolaan, termasuk pengawasan. Dengan kata lain, pada sistem one-tier board, seorang CEO diberikan jabatan formal yang luar biasa pengaruh dan wewenangnya dalam memimpin perusahaan, sehingga pada suatu waktu tertentu dimungkinkan timbul penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan tertentu yang dikategorikan sebagai masalah keagenan.

One-tier board system umumnya berkembang pada negara-negara industri maju seperti Amerika, Inggris, Perancis dan Swiss. Negara-negara ini memiliki sejarah yang panjang mengenai sistem mekanisme pasar, dimana segala latar belakang budaya dan sejarah yang mereka alami ternyata menunjukkan bahwa sistem ini justru mampu memacu pertumbuhan ekonomi dan perusahaan-perusahaan multinasional dinegara tersebut hingga merambah ke berbagai pelosok negara lain. Namun justru dengan gabungan peranan para direktur eksekutif dan direktur non-eksekutif dalam satu board maka sistem GCG di perusahaan mengalami proses yang sebenarnya sangat lemah dan tidak efektif sama sekali. Hal tersebut ditunjukkan dengan kasus ambruknya Enron. Menurut Thompson (2003) one tier board system merupakan salam satu penyebab jatuhnya perusahaan-perusahaan tersebut.

(4)

perusahaan-perusahaan Eropa kontinental seperti Jerman, Perancis dan Belanda. Sistem ini diterapkan Belanda ketika menjajah Indonesia dan diadposi sampai sekarang.

Pada sistem two-tier board, struktur kepemimpinan dewan yang independen jelas sangat efektif untuk mengurangi masalah keagenan karena adanya pemisahanan dalam hal kebijakan manajemen dengan kebijakan bidang pengawasan. Penyatuan tugas pengelolaan dan pengawasan jelas tidak mungkin dalam two-tier board system, Karena anggota dewan pelaksana dalam waktu yang bersamaan tidak boleh merangkap menjadi anggota dewan pengawas. Hasilnya seorang direktur tidak dapat menjadi komisaris perusahaan. Dengan demikian fungsi dan peranan yang mandiri dari dewan pengawas dalam two-tier board system ini efektif dalam menghindari risiko terjadinya penyimpangan seperti yang dapat terjadi pada one-tier board system. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan two-tier board system sejalan dengan prinsip teori keagenan. Two-tier board system merupakan salah satu solusi dari konflik keagenan

Berdasarkan penjelasan diatas, negara-negara penganut two-tier board system seharusnya memiliki kondisi tata kelola perusahaan yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara penganut one-tier board system. Namun Indonesia yang menganut two-tier board system justru mengalami keterpurukan yang lebih buruk dibandingkan Malaysia yang menganut one-tier board system. Hal ini mengindikasikan ada yang tidak beres dalam penerapan two-tier board system di Indonesia.

Tata Kelola Perusahaan

Shleifer dan Vishny (1997) mengemukakan bahwa tata kelola perusahaan yang baik merupakan salah satu isu yang penting dalam masalah keagenan. Pendapat ini didukung oleh Barton dan Wong (2006) yang menyatakan mekanisme tata kelola perusahaan yang efektif merupakan modal dasar perusahaan untuk dapat bertahan menghadapi kondisi perekonomian yang tidak menentu. Penelitian ini mencoba membagi mekanisme tata kelola perusahaan ke dalam tiga komponen utama.

Struktur Kepemilikan dan Kinerja Perusahaan

Struktur kepemilikan memiliki peranan yang penting dalam mekanisme tata kelola perusahaan. Komposisi kepemilikan akan turut menentukan komposisi dewan pengawas dan dewan direksi. Pemegang saham mayoritas akan memiliki wakil lebih banyak di dewan direksi maupun di dewan komisaris. Struktur kepemilikan akan menentukan efektif atau tidaknya pengawasan terhadap direksi perusahaan.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi atau perusahaan lain. Kepemilikan insitusional umumnya memiliki porsi kepemilikan yang besar pada perusahaan. Hal ini dikarenakan insitusi memiliki sumber pendanaan yang lebih besar dibandingkan individu. Chaganti dan Damanpour (1991) menyatakan kepemilikan institusional berfungsi sebagai suatu kekuatan unutuk membatasi manajemen dalam mengambil keputusan-keputusan tertentu yang dapat menguntungkan manajemen dengan biaya prinsipal. Sementara itu Leng (2004) menjelaskan kepemilikan institusional akan berusaha untuk meminimalkan terjadinya asimetri informasi. Hasil penelitian Chaganti dan Damanpour (1991) serta Leng (2004) menunjukkan keberadaan kepemilikan institusional dapat menjadi mekanisme pengawasan yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka dihipotesiskan:

(5)

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh manajer atau eksekutif perusahaan baik secara perorangan atau berkelompok. Morck et al. (1988) menyatakan kepemilikan manajerial yang besar dapat meningkatkan kekuatan bagi manajemen untuk berprilaku oportunistik. Penelitian Barnhart dan Rosentein (1998) menemukan hubungan terbalik antara kepemilikan manajerial dan kinerja perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka dihipotesiskan:

Ha2 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan

Struktur Dewan dan Kinerja Perusahaan

Pemisahan fungsi dalam two tier board system menghasilkan dua dewan dengan fungsi yang berbeda, yaitu (Kurniawan dan Indriantoro, 2000): Dewan Komsaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat dan Dewan Direksi (termasuk manajemen) yang berfungsi sebagai eksekutif.

Berbeda dengan one tier board system, yang hanya memiliki satu dewan, yaitu dewan direksi yang di dalamnya dipisahkan antara direksi eksekutif (manajemen) dan direksi non eksekutif (pengawas). Penelitian yang dilakukan Denis dan Sarin (1998) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara struktur dewan dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka dihipotesiskan:

Ha3: Dewan Komisaris berpengaruh terhadap kinerja perusahaan Ha4: Dewan Direksi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

Dewan independen dan Kinerja Perusahaan

Keberadaan badan atau pihak-pihak tertentu yang independen dalam memantau perusahaan merupakan hal yang penting. Badan atau pihak ini merupakan perwakilan dari investor mayoritas atau dapat juga perwakilan dari masyarakat sebagai stakeholder. Saat ini badan atau pihak independen yang sudah diwajibkan dimiliki perusahaan-perusahaan go publik yang ada di Indonesia adalah Komisaris Independen dan Komite Audit. Perusahaan harus memiliki Komisaris Independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Sedangkan untuk Komite Audit, keanggotaan Komite Audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan Komisaris Independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua Komite Audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Keberadaan badan dan pihak independen ini diatur berdasarkan Surat keputusan Direksi BEJ nomor 315/BEJ/06-2000 yang kemudian dituangkan lebih rinci dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor: 1-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa pada butir C

Penelitian yang dilakukan oleh Chtourou et al. (2001) dan Xie et al. (2001) menemukan keberadaan dewan komisaris yang independen dan komite audit akan membatasi praktek pengelolaan laba.

(6)

Ha6 : Komisaris Independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

METODA PENELITIAN

Data dan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan (financial report), Direktori Pasar Modal Indonesia (ICMD), dan Publikasi BEJ lainnya.

Perusahaan yang menjadi sampel penelitian dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (purposive random sampling), yaitu: (1) perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok industri manufaktur (2) terdaftar di BEJ pada tahun 2001-2003. Pada tahun 2001 mulai diberlakukan pengangkatan Komisaris Independen dan Komite Audit

Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Q Tobin

Variabel Q Tobins merupakan proksi dari kinerja perusahaan, yang diukur berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Chung dan Pruitt (1994).

Q Tobins = (MVE + Debt)/TA

Dimana:

Tobins Q = Kinerja Perusahaan

MVE = Jumlah saham beredar x Harga saham

Debt = (Hutang lancar – Aktiva lancar) + Hutang jangka panjang

TA = Total Aset

2. Struktur Kepemilikan

Kepemilikan Institusional, diukur dengan persentase kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh insitusi atau perusahaan lain. Kepemilikan Manajerial, diukur dengan persentase kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen. 3. Struktur Dewan

Dewan Komisaris, diukur dengan jumlah dewan komisaris dalam perusahaan. Dewan Direksi, diukur dengan jumlah dewan direksi dalam perusahaan.

4. Dewan Independen

Komite Audit, diukur dengan jumlah anggota komite audit. Komisaris Independen, diukur dengan jumlah anggota komisaris independen

Model Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model sebagai berikut:

(7)

Dimana:

QTOBIN = Kinerja perusahaan i pada tahun t

INST = Persentase Kepemilikan Institusional perusahaan i tahun t MANJ = Persentase Kepemilikan Manajerial perusahaan i pada tahun t DKOM = Jumlah Dewan Komisaris perusahaan i pada tahun t

DDIR = Jumlah Dewan Direksi perusahaan i pada tahun t KAUD = Jumlah Komite Audit perusahaan i pada tahun t

KIND = Jumlah Komisaris Independen perusahaan i pada tahun t

Pengujian model persamaan diatas dilakukan dengan resgresi Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat apakah variabel bebas dan variabel kontrol mempengaruhi variabel dependen. Namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap model empiris yang digunakan, yaitu data berdistribusi normal, bebas heteroskedastisitas, bebas multikolinieritas, dan bebas autokorelasi.

Data yang menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 137 perusahaan dengan 411 observasi. Data outlier dikeluarkan dengan kriteria ± 3 deviasi standar diperoleh data akhir adalah sebesar 384 observasi. Statistik Deskriptif data akhir dan korelasi dari variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1

Descriptif Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.Deviation

QTOBIN 384 -.45 2.16 .5731 .4628

INST 384 .00 .99 .6832 .2035

MANJ 384 .00 .97 3.609E-02 .1062

DKOM 384 1.00 13.00 4.2344 1.8444

DDIR 384 2.00 13.00 4.6667 1.9372

KAUD 384 .00 4.00 1.8672 1.4759

KIND 384 .00 1.00 .3142 .1571

Valid N (listwise) 384

Tabel 2 Correlation

QTOBIN INST MANJ DKOM DDIR KAUD KIND

Pearson Correlation QTOBIN 1.000 -.006 -.016 .117 .234 -.268 -.192

INST -.006 1.000 -.35 -.032 .066 -.11 -.023

MANJ -.016 -.35 1.000 -.145 -.005 .056 .022

(8)

DDIR .234 .066 -.005 .130 1.000 .006 -.030

KAUD -.268 -.110 .056 .008 .008 1.000 .413

KIND -.192 -.023 .022 .021 .021 .413 1.000

Sig. (1-tailed) QTOBIN . .453 .380 .011 .000 .000 .000

INST .453 . .000 .263 .100 .016 .329

MANJ .380 .000 . .002 .464 .138 .331

DKOM .011 .263 .002 . .005 .441 .343

DDIR .000 .100 .464 .005 . .450 .278

KAUD .000 .016 .138 .441 .450 . .000

KIND .000 .329 .331 .343 .278 .000 .

N QTOBIN 384 384 384 384 384 384 384

INST 384 384 384 384 384 384 384

MANJ 384 384 384 384 384 384 384

DKOM 384 384 384 384 384 384 384

DDIR 384 384 384 384 384 384 384

KAUD 384 384 384 384 384 384 384

KIND 384 384 384 384 384 384 384

Selanjutnya, dilakukan uji asumsi klasik agar dapat memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estimation (BLUE) Tabel 3, 4, 5, 6 menyajikan hasil uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.

Tabel 3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardizec Residual

N 384

Normal Parameters ab Mear -7.50636E-10

Std.Deviator .9921362

Most Extreme Absolute .068

Differences Positive .068

Negative -.034

Kolmogorov-Smirnov Z 1.324

Asymp.Sig. (2-tailed) .06

(9)

Tabel 4

ANOVA bc

Mode Sum Of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23.628 6 3.938 .908 .489 a

Residual 1635.021 377 4.337

Total 1658.649 383

a. Predictors: (Constant), KIND, DKOM, INST, DDIR, MANJ, KAUD b. Dependent Variable: KUAD_ZRE

c. Weighted Least Squares Regression - Weighted by ABS_ZRE2

Tabel 5

Model Summary b

Mode R R Square

Adjusted R Square

Std.Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 0.38 a 0.145 0.131 0.4314 1.914

a. Predictors: (Constant), KIND, DKOM, INST, DDIR, MANJ, KAUD b. Dependent Variable: QTOBIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah memenuhi kriteria BLUE maka uji hipotesis dengan metode OLS dapat dilakukan. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Penelitian

Mode

Unstandardizec Coefficients

Standardizec Coefficients

t Sig.

Colleniarity Statistics

B Std.Error Beta Tollerance VIF

1 (Constant) .524 .121 4.317 .000

INSJ -.107 .117 -.047 -.915 .361 .856 1.168

MANJ -1.25E-02 .225 -.003 -.055 .956 .851 1.175

DKOM 2.25E-02 .012 .090 1.836 .067 .952 1.050

DDIR 5.36E-02 .012 .224 4.651 .000 .975 1.026

KAUD -7.48E-02 .017 -.239 -4.532 .000 .819 1.221

KIND -.264 .154 -.090 -1.715 .087 .827 1.209

(10)

1. Strukutur Kepemilikan

a. Hipotesis Ha1 dalam penelitian ini ditolak. Kepemilikan insititusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, namun hasil ini tidak signifikan. Hal tersebut menunjukan mekanisme pengawasan kepemilikan institusional belum efektif

b. Hipotesis Ha2 dalam penelitian ini ditolak. Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan. Hasil ini disebabkan masih sedikitnya kepemilikan manajerial di perusahaan-perusahaan go publik di Indonesia.

2. Struktur Dewan

a. Hipotesis Ha3 diterima pada tingkat signifikansi 10%. Dewan komisaris memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan

b. Hipotesis Ha4 diterima dengan tingkat signifikansi 1%. Dewan Direksi memiliki pengaruh yang yang positif terhadap kinerja perusahaan.

3. Dewan Independen

a. Hipotesis Ha5 diterima pada tingkat signifikansi 1%. Komite Audit memiliki pengaruh yang negatif terhadap kinerja perusahaan.

b. Hipotesis Ha6 diterima pada tingkat signifikansi 10%. Komisaris Independen memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja perusahan.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pelaksanaan mekanisme pengawasan oleh kepemilikan institusional masih belum efektif. Struktur dewan memiliki pengaruh yang positif sedangkan dewan independen justu sebaliknya. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadi penyimpangan dalam laporan keuangan, artinya laporan keuangan belum tentu menggambarkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya, sehingga ketika dilakukan pengawasan oleh pihak independen ditemukan bahwa kinerja yang sesungguhnya lebih rendah dibandingkan dengan kinerja perusahaan yang dilaporkan. Hal ini juga dapat menimbulkan spekulasi bahwa terjadi kolusi antara pihak dewan direksi dan dewan komisaris terhadap laporan kinerja perusahaan. Karena terdapat pengaruh yang berlawanan antara struktur dewan dengan dewan independen terhadap kinerja perusahaan.

(11)

pihak-pihak yang independen didalam perusahaan sehingga mekanisme checks and balances bisa berjalan efektif

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan, Indonesia walaupun menganut two tier board system, namun pelaksanaannya masih jauh dari kondisi ideal. Adanya kepemilikan saham terkonsentasi menjadi penyebab two tier board system tidak dapat berjalan dengan baik. Tingginya konsentrasi kepemilikan menjadi penghambat dapat diterapkannya mekanisme tata kelola perusahaan yang baik.

Orang-orang yang duduk dalam dewan komisaris dan dewan direksi adalah bagian dari pemegang saham mayoritas, sehingga keputusan yang diambil akan berpihak pada pemegang saham mayoritas baik dalam pengelolaan maupun pengawasan. Tingginya konsentrasi kepemilikan menyebabkan sulitnya diterapkan mekanisme check and balance dalam perusahaan. Hal tersebut yang menyebabkan perusahaan tidak memiliki dasar yang kuat dalam menghadapi krisis ekonomi.

Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik adalah mengurangi tingginya konsentrasi kepemilikan. Penambahan proporsi pihak-pihak yang independen dalam struktur dewan dan struktur kepemilikan sangat penting untuk menjamin mekanisme checks and balances dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Barnhart, S.W. and S. R. 1998. “Board Composition, Managerial Ownership, and Firm Performance: An Empirical Analysis”. The Financial Review 33:1-16.

Barton, D. and S.C.Y. Wong. 2006. “Improving board performance in emerging markets”. The McKinsey Quarterly No.1: 35-43.

Chaganti R. and Damanpour, F. 1991. “Institutional Ownership, Capital Structure, and Firm Performance”. Strategic Management Journal, Vol.12: 479-491.

Chung, K.H. and Pruitt, S.W. 1994. “A Simple Approximation of Tobin’s q”. Financial Management, 23 (3):70-74.

Chtourou, S.M., Bedard, J. and Courteau, L. 2001. Corporate Governance and Earnings Management. http://papers.ssrn.com.

(12)

Daily, C.M., Dalton, D.R and Rajagopalan, N. 2003. “Governance Through Ownership: Centuries of Practice, Decades of Research”. Academy of Management Journal, 46 (2):151-158.

Daniri, M. A., 2005. Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia. Jakarta: PT. Ray Indonesia.

Denis, D.J. and Sarin, A. 1998. Ownership and Board Structures in Publicly Traded Corporations. http://papers.ssrn.com.

Denis, D.K. 2001. “Twenty-five Years of Corporate Governance Research…and Counting”. Review of Financial Economics, 10:191-211.

Faccio M., Lang, L.H.P. and Young, L. 2001. “Dividens and Expropriation”. American Economic Review, 91:54-78.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2000. Tata Kelola Perusahaan.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, 3:305-360.

Kurniawan, D.M. dan Nur I. 2000. Corporate Governance in Indonesia. The Second Asian Roundtable on Corporate Governance.

La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A. and Vishny, R.W. 2000. “Investor Protection and Corporate Governance”. Journal of Financial Economics, 58:3-27.

Leng, A.C.A. 2004. “The Impact of Corporate Governance Practices on Firms’ Financial Performance. Evidence from Malaysian Companies”. ASEAN Economic Bulletin, 21 (3):308-318.

Morck, R., A. Shleifer, dan R.W. Vishny. 1988. “Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis”. Journal of Financial Economics, 20:293-315.

Scott, Kenneth E.1999. Corporate Governance and East Asia. http://papers.ssrn.com.

Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 1997. “A Survey of Corporate Governance”. Journal of Finance 52:737-783.

(13)

Thompson, R. 2003. Corporate Governance after Enron: The First Year. http://papers.ssrn.com.

Xie, B., W.N. Davidson III, P.J. Dadalt. 2001. Earnings Management and Corporate Governance: The Roles of the Board and Audit Committee. http://papers.ssrn.com.

Gambar

Tabel 1
Tabel 3
Tabel 6 Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Mundjidah Wahab sebagai bupati karena hubungan kekeluargaan serta faktor anak kyai yang merupakan role mode dalam beragama, sehingga dengan alasan itu RD (19 Tahun)

Konsep arsitektur bioklimatik menggunakan acuan konsep bioklimatik Ken Yeang (1994:28-31) yang disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung kuliah kedokteran hewan di

Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi tingkat kesulitan keuangan (financial distress) perusahaan manufaktur sub sektor tekstil dan garmen yang terdaftar di

Di dalam Ketentuan Umum bagi Pemegang Kartu kredit BNI butir XI.11.7 disebutkan bahwa pemegang kartu bersedia secara suka rela untuk menyerahkan harta kekayaan milik

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perlawanan Bersenjata, melalui perlawanan di berbagai daerah yaitu peristiwa pertempuran antara pasukan Sekutu dan Belanda antara

he irst hypothesis is “there is positive and signiicant inluence of school policy, curriculum implementation, school culture and school infrastructure management collectively

Saya pernah menggunakan jasa doorsmeer ditempat lain.,menurut saya perbedaannya dengan doorsmeer lain terletak diruang tunggu Sabena yang luas dan juga

• Guru memulai pelajaran dengan mengajak siswa mengamati gambar pada buku tema 6 Subtema 4 Pembelajaran 2, atau kalau guru, mempunyai tayangan video tentang sikap pemborosan