BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dikaji oleh pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan
dan lain sebagainya. Pemahaman tentang praktik good corporate governance terus berevolusi dari waktu ke waktu. Dengan perkembangan tersebut, isu good corporate governance yang tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral. Oleh sebab itu, diperlukan
pemahaman yang memadai tentang good corporate governance. Karena tanpa pemahaman yang memadai akan makna dan manfaat good corporate governance maka praktik dan sistem yang baik ini hanya akan menjadi retorika, slogan, atau aksesoris yang tidak berguna.
Kajian atas good corporate governance mulai disinggung pertama kalinya oleh Berledan Means pada tahun 1932 ketika membuat buku yang
menganalisis terpisahnya kepemilikan saham (ownership) dan control. Pemisahan tesebut berimplikasi pada timbulnya konflik kepentingan
antara para pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur
kepemilikan perusahaan yang tersebar (dispersed ownership). Oleh karena itu untuk pertama kalinya, usaha untuk melembagakan good corporate governance dilakukan oleh Bank of England dan London Stock Exchange
Cadbury), yang bertugas menyusun Corporate Governance Code yang menjadi acuan utama (benchmark) di berbagai negara.
Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai berikut :
Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, Direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut :
Sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate Governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya yang lebih efisien.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001:3) pengertian Corporate Governance adalah:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan
corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit yaitu hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi demi tercapainya
tujuan organisasi. Corporate governance hadir untuk mencegah kesalahan dalam sistem korporasi dan untuk memastikan
kesalahan-kesalahan tersebut dapat segera diperbaiki.
2.1.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip GCG sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri
BUMN No.117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan
BUMN yaitu adanya transparansi, pengungkapan, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
1. Transparansi (transparency)
Keterbukaan didalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
serta pengungkapan informasi secara materil yang relevan mengenai
perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure)
Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta
maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
kinerja operasional, keuangan, dan risiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara
efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibilty)
Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku
kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan
yang berlaku.
Sedangkan menurut Linan (2000) dalam Theresia (2005), terdapat
empat prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik yaitu keadilan,
transparansi, dapat dipertanggungjawabkan, dan pertanggungjawaban.
1. Keadilan (fairness) yang meliputi :
a. perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham, dan
b. perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.
2. Transparansi (transparancy) yang meliputi :
a. pengungkapan informasi yang bersifat penting,
b. informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan
c. penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien.
3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi pengertian bahwa :
a. anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan
perusahaan dan para pemegang saham,
b. penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen, dan
c. adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat
waktu.
4. Pertanggungjawaban (responsibility) yang meliputi :
a. menjamin dihormatinya segala hak pihak – pihak yang
berkepentingan,
b. para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan
untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak –
hak mereka,
c. dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan
pihak yang berkepentingan, dan
d. jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai
akses tehadap informasi yang relevan.
2.1.3 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Tujuan penerapan good corporate governance antara lain :
1. mengoptimalkan pemberdayaan sumber daya ekonomis dari sebuah
2. melindungi kepentingan pemegang saham dan memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya,
3. meningkatkan iklim investasi nasional, dan
4. memperbesar keuntungan secara nasional dari sebuah usaha yang
dikelola secara baik. Pencapaian prestasi yang lebih baik dan
penghematan sumber daya dan modal secara ekonomis akan
meningkatkan produktivitas dalam negeri ketika bersaing di pasar
internasional.
2.1.4 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance
Menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI) ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penerapan good corporate governance, antara lain :
1. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholder,
2. mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan
tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan corporate value,
3. mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, dan
4. pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena
Dari tujuan dan manfaat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan selalu melindungi kepentingan para pemegang sahamnya serta pihak-pihak yang
juga terkait dalam pengelolaan perusahaan. Selain itu, dengan adanya
penerapan good corporate governance dapat lebih meningkatkan nilai tambah perusahaan tersebut di mata publik karena kinerja keuangan
perusahaan juga lebih terarah dan dapat meningkatkan laba perusahaan.
2.1.5 Kinerja Keuangan
Penelitian ini membahas bagaimana struktur kepemilikan dan good corporate governance mempengaruhi kinerja keuangan sehingga akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pengungkapan laporan keuangan
akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan
dan sebagai salah satu aspek good corporate governance dapat digunakan untuk melihat baik tidaknya kinerja keuangan perusahaan.
Kinerja keuangan perusahaan dapat dinilai melalui berbagai
macam indikator untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada
umumnya berfokus pada informasi yang terdapat di dalam laporan
keuangan. Laporan keuangan bermanfaat membantu para pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap perusahaan untuk mengambil suatu
keputusan serta menentukan prospek perusahaan di masa mendatang.
Salah satu jenis laporan yang sering digunakan dalam mengukur kinerja
operasi di perusahaan yaitu laporan laba rugi. Akan tetapi angka yang
akuntansi yang digunakan. Disclosure dalam laporan keuangan akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan. Hal
ini berhubungan dengan aspek good corporate governance yang dapat melihat baik atau tidaknya kinerja keuangan di suatu perusahaan tersebut.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan dilakukan bertujuan untuk
memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standard perilaku yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai
tujuan perusahaan yang baik.
Berikut ini ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan (Ang, 1997) dalam (Dini, 2010)
yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio solvabilitas,
dan rasio pasar.
1. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka
pendek tepat pada saat jatuh temponya, yaitu dengan cara
membandingkan antara jumlah aktiva lancar dengan jumlah hutang
lancar perusahaan. Misalnya mengukur kemampuan perusahaan dalam
membiayai dan memenuhi kewajiban / utang pada saat ditagih atau
jatuh tempo.
2. Rasio aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan bagaimana sumber
membandingkan rasio aktivitas dengan standar industry, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri. Misalnya
mengukur penjualan terhadap penggunaan semua aktivitas perusahaan.
3. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungan penjualan, asset
maupun laba bagi modal sendiri. Rasio profitabilitas dibagi menjadi
enam antara lain: gross profit margin (GPM), net profit margin
(NPM), operating return on assets (OPROA), return on assets (ROA),
return on equity (ROE), operating ratio (OR). 4. Rasio solvabilitas (leverage)
Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai
leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%. 5. Rasio pasar (market ratio)
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang
diungkapkan dalam basis per saham. Rasio nilai pasar perusahaan
memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor
terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa
yang akan mendatang. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar
perusahaan, misalnya price earning ratio (PER), market-to-book ratio,
Masing-masing rasio memiliki karakteristik yang berbeda, dan
memberikan informasi bagi manajemen maupun investor mengenai hal
yang berbeda pula. Horne (1995) dalam Dini (2010) menyebutkan bahwa
untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan, analisis
keuangan membutuhkan ukuran keuangan yang pasti. Informasi kinerja
perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan
potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa
depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas
perusahaan dalam arus kas dari sumber daya yang ada dan juga untuk
perumusan perimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber daya (IAI, 2001).
Menurut Riyanto (2001) dalam Dini (2010), Return On Assets
(ROA) merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan
agar menghasilkan keuntungan. Besarnya ROA dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Earning After Tax (EAT) merupakan laba bersih setelah pajak. Total Assets merupakan nilai buku total aktiva. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang
Earning after tax
Return on Assets (ROA) = x 100 %
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan untuk
menghasilkan laba. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam
kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari
modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk
menghasilkan laba (Hakim, 2006) dalam (Dini, 2010).
2.1.6 Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk
tujuan :
1. memperoleh pendapat wajar atas penyertaan dalam suatu perusahaan
atau menunjukkan bahwa perusahaan bernilai lebih dari apa yang ada
di dalam neraca,
2. keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai
perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan,
3. kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai
usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya, dan
4. memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau
tambahan modal.
2.1.7 Kepemilikan Publik
Peran serta publik pada dunia usaha mendapat tempatnya di dalam
industri pasar modal, karena perusahaan-perusahaan yang telah go public
mendapatkan dananya dari masyarakat. Walaupun pengendali perusahaan
masyarakat tetap merupakan bagian integral yang harus dipenuhi,
mengingat mereka juga merupakan stakeholder dari perusahaan.
Berdasarkan fakta, pasar modal Indonesia digerakkan oleh investor
dengan jumlah terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal
Indonesia belum berakar. Pemerintah perlu memberikan perhatian
terhadap pengembangan pasar modal, dengan tujuan untuk membangun
pasar modal kita yang efisien dan berdaya saing kuat. Salah satu alternatif
untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan meningkatkan proporsi
kepemilikan saham oleh masyarakat (publik). Penyertaan saham oleh
masyarakat mencerminkan adanya harapan dari masyarakat bahwa pihak
manajemen perusahaan akan mengelola saham tersebut dengan
sebaik-baiknya dan dibuktikan dengan tingkat laba dan kinerja perusahaan yang
baik (Purba, 2004) dalam Dini (2010).
Menurut Rosma (2007) dalam Dini (2010) kepemilikan publik
menunjukkan besarnya private information yang harus dibagikan manajer kepada publik. Private information tersebut merupakan informasi internal yang semula hanya diketahui oleh manajer, seperti standar yang dipakai
dalam pengukuran kinerja perusahaan, keberadaanperencanaan bonus, dan
sebagainya.
Jensen (1976) dalam Dini (2010) menyatakan bahwa publik
persentase saham yang ditawarkan kepada publik, maka semakin besar
pula internal yang harus diungkapkan kepada publik sehingga
kemungkinan dapat mengurangi intensitas terjadinya manajemen laba.
Oleh karena itu kepemilikan publik dianggap berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
2.1.8 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris merupakan organ yang berperan penting
dalam pengimplementasian good corporate governance di suatu perusahaan. Komisaris merupakan organ yang mengawasi kebijaksanaan
direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada
direksi. Untuk menjamin pelaksanaan good corporate governance berjalan dengan baik diperlukan anggota dewan komisaris yang berintegritas
tinggi, tidak cacat hukum, serta mampu bekerja secara profesional tanpa
memihak dengan salah satu pemegang saham pengendali (mayoritas)
secara langsung maupun tidak langsung. Di Indonesia, dewan komisaris
merupakan organ yang bersifat pasif dan tidak dapat menjalankan fungsi
pengawasannya secara efektif terhadap direksi. Atau sebaliknya, peran
komisaris yang terlalu kuat dalam perusahaan, sehingga sering kali
melakukan intervensi terhadap kebijakan direksi. Fenomena ini menjadi
masalah pada perusahaan yang sudah go public, sikap pasif dewan komisaris dapat merugikan kepentingan pemegang saham serta para
2.1.9 Ukuran Dewan Direksi
Dewan direksi sangat berperan penting dalam pengelolaan
perusahaan. Dewan direksi merupakan organ yang berperan penting dalam
perusahaan yang bertindak sebagai agen para pemegang saham untuk
memastikan suatu perusahaan dikelola sesuai dengan tujuan perusahaan.
Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas, direksi merupakan organ
perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan dengan ketentuan anggaran dasar. Dewan
direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan serta
memastikan perusahaan telah sepenuhnya menjalankan seluruh ketentuan
dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.10 Ukuran Komite Audit
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang
dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan
pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan
dengan sistem pelaporan keuangan perusahaan. Anggota komite audit
diharuskan mempunyai keahlian yang memadai, karena komite ini
memiliki kewenangan dalam mengakses fasilitas dan data perusahaan,
selain itu komite audit dituntut harus memiliki sikap yang independen. Hal
menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus
menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal
auditor. Keberadaan komite audit dalam suatu perseroan terbatas untuk
membantu pemberdayaan (empowerment) dewan komisaris. Oleh karena itu, pertanggungjawaban komite audit kepada dewan komisaris.
2.1.11 Struktur Kepemilikan
Menurut teori agensi, agent harus bertindak secara rasional untuk kepentingan principal. Agent harus menggunakan keahlian, kebijaksanaan, serta tingkah laku yang adil dan wajar dalam memimpin suatu perusahaan.
Namun, dalam kenyataannnya banyak timbul masalah yang
mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan antara pemegang saham
sebagai pemilik perusahaan dengan pihak pengurus atau manajemen
sebagai agen. Pemegang saham ingin memperoleh return yang maksimal atas dana yang diinvestasikannya sedangkan pihak manajemen juga
menginginkan incentives atas pengelolaan dana pemilik perusahaan. Sehingga menimbulkan penyelewengan dana yang biasanya dilakukan
oleh pihak manajemen.
Konflik kepentingan tersebut secara alamiah akan terjadi dalam
struktur kepemilikan perusahaan yang dibagi menjadi dua, yaitu struktur
kepemilikan yang tersebar (dispersed ownership) dan struktur kepemilikan terkonsentrasi (concentrated ownership). Dengan tersebarnya mayoritas kepemilikan saham kepada pemegang saham publik, maka pelaksanaan
lemah sehingga memicu konflik kepentingan antara pihak manajemen
dengan para pemegang saham. Sedangkan pada kepemilikan yang
terkonsentrasi dimana terkonsentrasinya control terhadap perusahaan pada segelintir pemegang saham, membuat pelaksanaan control terhadap pihak manajemen menjadi lebih mudah dan juga dapat menurunkan potensi
konflik kepentingan yang timbul karenanya. Terkonsentrasinya control ini menimbulkan dilema ketika perusahaan mencari pembiayaan di pasar
modal, dimana perusahaan dapat saja menjanjikan dividen yang tinggi
kepada pemegang saham publik untuk meyakinkan investor untuk
berinvestasi di perusahaan tersebut. Dari dua perbedaan struktur
kepemilikan perusahaan di atas, penerapan good corporate governance
menjadi sangat penting bagi perusahaan yang salah satu tujuannya adalah
untuk menekan potensi konflik kepentingan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
No. Peneliti 4. Mulyati (2011) Kepemilikan
institusional, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan atas penelitian ini
1. Theresia Dwi Hastuti (2005)
Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005) berjudul “Hubungan
Antara Good Corporate Governance dan StrukturKepemilikan dengan Kinerja Keuangan”. Penelitian yang dilakukan adalah untuk meneliti
hubungan antara good corporate governance yang diwakili oleh proksi
disclosure laporan keuangan dan accruals terhadap kinerja perusahaan, dengan menggunakan data pada perusahaan manufaktur yang telah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitiannya menggunakan
variabel independen yang terdiri dari struktur kepemilikan,
discretionary accrual sebagai proksi manipulasi laba yang mencerminkan akuntanbilitas, serta voluntary disclosure sebagai proksi transparency dan yang menjadi variabel dependennya yaitu kinerja perusahaan. Metode analisis data yang digunakan pada
penelitiannya yaitu analisis diskriptif statistik, uji asumsi klasik, dan
pengujian regresi. Adapun yang menjadi hasil pada penelitian, antara
lain: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara struktur
kepemilikan dengan kinerja perusahaan, tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara manajemen laba dengan kinerja perusahaan, dan
terdapat hubungan yang signifikan antara disclosure dengan kinerja perusahaan.
2. Dini Nur’aeni (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Nur’aeni (2010) berjudul “Pengaruh
penelitiannya menggunakan data sekunder yaitu data laporan pada
perusahaan Manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia
untuk tahun 2006, 2007 dan 2008. Adapun yang menjadi variabel
independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
kepemilikan publik, dan kepemilikan asing serta yang menjadi variabel
dependennya adalah kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan diukur
dengan Return on Assets (ROA). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Adapun yang menjadi
hasil dari penelitian adalah kepemilikan institusional dan kepemilikan
asing dalam perusahaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan
kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
3. Anindhita Ira Sabrinna (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Sabrinna (2010) berjudul “Pengaruh
Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan”. Penelitiannya menggunakan analisis regresi berganda
untuk mengetahui apakah corporate governance dan struktur kepemilikan memiliki pengaruh positif. Pada penelitian digunakan
sampel sebanyak 42 perusahaan Manufaktur yang mengikuti survey
IICG dari tahun 2002 hingga 2008 dan laporan keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar BEI. Metode pengambilan sampel yaitu
tidak terdapat hubungan signifikan antara corporate governance
dengan Tobin’s Q (kinerja pasar) tetapi terdapat hubungan positif
signifikan antara corporate governance dengan ROE (kinerja operasional). Sedangkan pada struktur kepemilikan tidak terdapat
hubungan signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional terhadap kinerja perusahaan, hal ini dikarenakan bahwa
keberadaan manajer dan pemegang saham kurang memiliki pengaruh
dalam peningkatan kinerja perusahaan.
4. Siti Murni Mulyati (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyati (2011) berjudul “Pengaruh
Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah data
laporan keuangan perusahaan Manufaktur yang telah terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada periode 2007, 2008, dan 2009. Sampel berjumlah
27 perusahaan yang diambil secara purposive sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit dan
variabel terikat yaitu kinerja keuangan perusahaan. Metode
pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan analisis
regresi berganda. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa secara parsial hanya variabel kepemilikan manajerial dan
perusahaan. Analisis regresi secara simultan menunjukan kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan
komite audit secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
5. Bimo Bayu Aji (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Aji (2012) berjudul “Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”. Penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk menguji corporate governance terhadap
earning management. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian merupakan struktur corporate governance yaitu ukuran dewan direksi, dewan komisaris independen, reputasi auditor, komite
audit, dan ukuran perusahaan, sedangkan yang menjadi variabel
dependen pada penelitian adalah earning management yang diukur dengan menggunakan discretionary accrual. Sampel yang ditetapkan dalam penelitian adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
dalam periode 2008-2010. Metode pengumpulan data menggunakan
teknik purposive sampling dengan menghasilkan 94 sampel perusahaan manufaktur. Penelitian ini menggunakan regresi linear
berganda untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ukuran dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap earnings management. Sedangkan dewan komisaris independen, reputasi auditor, dan ukuran perusahaan berpengaruh
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan modal konseptual tentang bagaimana
teori yang digunakan berhubungan dengan berbagai faktor yang telah peneliti
identifikasikan sebagai masalah penting. Penelitian ini menggunakan lima
variabel independen, yaitu kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, ukuran
dewan direksi, ukuran komite audit, dan struktur kepemilikan. Serta satu variabel
dependen, yaitu kinerja keuangan perusahaan.
Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu di atas, maka
kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen: Variabel Dependen:
1. Variabel Independen
(X1) Kepemilikan publik
Kepemilikan publik diukur dari besarnya persentase saham yang dimiliki
oleh publik dari total saham beredar ( skala ratio).
(X2) Ukuran dewan komisaris
Dewan komisaris diukur dari jumlah seluruh anggota dewan komisaris
termasuk yang independen (skala nominal).
(X3) Ukuran dewan direksi
Dewan direksi diukur dari jumlah seluruh anggota dewan direksi termasuk
yang independen (skala nominal).
(X4) Ukuran komite audit
Komite audit diukur dari jumlah seluruh anggota dewan komite audit
termasuk yang independen (skala nominal)
(X5) Struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan yang dibahas dalam penelitian ini adalah struktur
kepemilikan perusahaan yang menyebar dan terkonsentrasi. Proporsi
kepemilikan diwakili oleh variabel dummy, dimana nilai 1 untuk
kepemilikan terkonsentrasi (terdapat kepemilikan saham diatas 50%) dan
0 untuk kepemilikan menyebar (tidak ada kepemilikan saham diatas 50%)
(skala nominal).
2. Variabel Dependen
Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
Return on Assets (ROA). ROA dihitung dari laba bersih setelah pajak yaitu Earning AfterTax (EAT) dibagi dengan total aktiva.
EAT
ROA = --- x 100% Assets
Keterangan :
ROA = Return on Assets
EAT = Laba bersih setelah pajak
Assets = Total asset
Tujuan dari good corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Apabila good corporate governance dalam kepemilikan publik dapat berjalan dengan baik maka dapat meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan kemudian
kemungkinan kinerja keuangan perusahaan akan meningkat sehingga dapat
menarik investor lainnya untuk menanamkan investasinya di perusahaan
tersebut.
Peranan dewan komisaris juga dapat memberikan pengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan karena apabila dewan komisaris menjalankan
fungsi pengawasannya dengan baik maka dapat meningkatkan kepercayaan
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Peranan dewan direksi juga akan memberikan pengaruh terhadap kinerja
dengan baik, maka dapat lebih meningkatkan laba perusahaan tersebut. Hal ini
dikarenakan kinerja keuangan perusahaan yang semakin meningkat dibawah
pengelolaan yang baik oleh dewan direksi.
Peranan komite audit juga dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan karena komite audit menjalankan fungsi pengawasannya
terhadap pengelolaan keuangan di suatu perusahaan. Apabila sistem pengelolaan
keuangan disuatu perusahaan dapat berjalan baik, maka dapat lebih
meningkatkan kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan perusahaan.
Peranan struktur kepemilikan juga dapat memberikan pengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan, karena dengan adanya kepemilikan yang
terkonsentrasi dan tersebar, maka dapat menambah sumber pembiayaan di
perusahaan tersebut. Manajer juga dapat lebih meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan untuk memperoleh dividen yang maksimal bagi para pemegang
saham.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual, maka hipotesis
penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Parsial.
H1= kepemilikan publik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
H2= ukuran dewan komisaris secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di
H3= ukuran dewan direksi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI.
H4= ukuran komite audit secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
H5= struktur kepemilikan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
2. Secara Simultan.
H6= kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi
ukuran komite audit, dan struktur kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan