MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY
LOGISTINDO INDONESIA)
TESIS
Oleh
CHARLIE
107011144/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY
LOGISTINDO INDONESIA)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CHARLIE
107011144/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA) Nama Mahasiswa : CHARLIE
Nomor Pokok : 107011144
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : CHARLIE
Nim : 107011144
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA
PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG
MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT.
INFINITY LOGISTINDO INDONESIA)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
ABSTRAK
Perkembangan perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa, suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal yaitu dengan mengembangkan bisnis dari awal ataupun dengan peningkatan faktor eksternal yaitu dengan mengrestrukturisasi perusahaan, salah satu bentuk restrukturisasi usaha adalah konsolidasi atau peleburan, namun sering terjadi dilapangan pelaksanaan peleburan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan perubahan pada status pekerja yang selama ini bekerja bekerja di dua perusahaan atau lebih, setelah peleburan terjadi maka pekerja tersebut akan berkumpul dalam satu perusahaan dengan berkumpulnya pekerja tersebut dalam satu wadah perusahaan akan mengakibatkan pembengkakan dari jumlah pekerja dan pada umumnya perusahaan mengambil kebijakan untuk merasionalisasi jumlah pekerja yang sering kali cenderung merugikan pekerja.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang mengacu pada norma hukum yang ada dan sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada, sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan mekanisme peleburan perusahaan secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, maka setiap perusahaan yang melakukan peleburan wajib mematuhi mekanisme peleburan tersebut termasuk pelaksanaan peleburan PT. Prima Utama Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia wajib melaksanakan dan mematuhi mekanisme peleburan tersebut, dan hasil peleburan tersebut melahirkan dua konsekuensi yaitu pertama pekerja dipekerjakan kembali sebesar 70% yakni sejumlah 350 orang dengan hak dan kewajiban yang diatur kembali dalam perjanjian kerja baru, kedua pekerja tidak dipekerjakan kembali PHK, sebesar 30% yakni sejumlah 150 orang dan pihak perusahaan diwajibkan membayar hak normatif pekerja, perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan tersebut masih belum terlindungi secara maksimal mengingat undang-undang perseroan terbatas dan undang-undang-undang-undang ketenagakerjaan sebagai payung hukum yang melindungi kepentingan dan hak pekerja tersebut belum efektif sebab undang-undang perseroan terbatas hanya mengatur kepentingan pekerja diperhatikan tetapi tidak menjelaskan lebih mendalam, dan undang-undang ketenagakerjaan perlu mengatur lebih jauh jika terjadi peleburan perusahaan kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena PHK bila memang PHK tidak dapat dihindari sehingga pihak pengusaha tidak sewenang-wenang dalam melakukan PHK sehingga pekerjabaru tidak dikorbankan.
development in Indonesia. It is identified by the mushrooming of companies which run in trade and service. A growing and developing company can broaden its business by increasing its internal factors, that is, by developing its business from the beginning or by increasing its external factor, that is, by restructuring the company. One of the forms of business restructuring is consolidation. However, it is often occurs in the field that the implementation of consolidation which is the collection of several companies, and it causes the change in the status of the workers who work in two or more companies. After the consolidation, they will gather in one company, and the gathering of the workers in one company can cause the increase of workers so that the company generally makes a policy to rationalize the number of workers which, of course, will harm them.
The research used judicial normative approach which referred to legal norm; it explained by studying and finding out the reality. The nature of the research was descriptive analytic, and the data were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the organizing of the mechanism of a company consolidation was generally found in Law No. 40/2007 on Corporation and the Government Regulation No. 27/1998 on Merger, Consolidation, and Expropriation. According to this Law, every company which performs consolidation must comply with the mechanism of consolidation, including the consolidation performed by PT Prima Utama Logistindo and PT Prima Utama Logistik became PT Infinity Logistindo Indonesia. This company has to comply with the mechanism of consolidation. The result of the consolidation brought about two consequences: first, 70% of the workers (350 workers) must be reemployed, and their right and obligation are arranged in a new work agreement; secondly, 30% of the workers (150 workers) are fired, and the management of the company have to pay their normative rights, give legal protection to them because they are not maximally protected since legal umbrella is not effective enough, and law on corporation and law on manpower do not explain broadly. It is recommended that law on manpower should specifically regulate in detail, when company consolidation occurs, the criteria of dismissal when it cannot be avoided so that employers do not arbitrarily fire their workers so that new workers do not become the victims.
Puji dan syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugrah dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya mulai dari masa
perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tesis seperti sekarang ini di Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PEKERJA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG
MELAKUKIAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA)”.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis tidak lupa ingin mengucapkan
terima kasih atas jasa-jasa dan nama-nama yang disebut dibawah ini. Beliau-beliau
tersebut merupakan penuntun dan juga motivasi yang mendukung penulis dari awal,
masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya tesis ini. Penulis menghaturkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang berharga yang telah
diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-II Program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen
Pembimbing II penulis dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan
masukan dan arahan yang berarti serta dengan sabar memberikan petunjuk
dalam penulisan ini.
4. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing Utama
Penulis dalam penulisan tesis ini, atas ilmu dan pengajaran serta bimbingan dan
arahan yang telah diberikan dalam proses penyelesaian tesis ini.
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Dosen penguji
penulis yang telah dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam
penulisan tesis ini.
6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Dosen penguji penulis yang
telah dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Guru Besar juga segenap Dosen dan Staf Pengajar Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa disebutkan
satu per satu namanya, atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu dan bimbingan
selama masa perkuliahan
8. Para pegawai pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam manajemen
10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Stambuk 2010 khususnya Daulat, Jimmy, Yuli, Mabrul, Nindia
Rahening yang telah berjuang bersama-sama selama ini serta telah memberikan
banyak dukungan dan kerjasamanya selama penulis menjalankan perkuliahan,
semoga sukses untuk kita semua.
Tesis yang telah diselesaikan dengan segenap hati dan pemikiran ini tentunya
masih perlu untuk diperbaiki karena di dalamnya masih terdapat
kekurangan-kekurangan untuk itu, dengan tangan terbuka akan menerima segala keritik m,aupun
saran yang sifatnya membangun demi kemajuan kita bersama.
Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk tesis ini, sekali
lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga tesis ini sedikit banyak juga dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Febuari 2014 Hormat Penulis,
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Charlie
Tempat/Tanggal lahir : Medan 26 April 1988
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Agama : Buddha
Alamat : Jalan Gandhi Nomor 209 Medan
Nomor Handphone : 085296119906
II. KELUARGA
Nama Ayah : Burhan Ali
Nama Ibu : Ng Poh Tjin
Nama Kakak : Chyntia Dewi dan Grace Maya
III. PENDIDIKAN
SD : SD WIYATA DHARMA, Medan (1994-2000)
SMP : SMP WIYATA DHARMA, Medan (2000-2003)
SMA : SMA WIYATA DHARMA, Medan (2003-2006)
Strata I : Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen (2006-2010)
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 9
1. Kerangka Teori ... 9
2. Konsepsi... 18
G. Metode Penelitian... 19
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 19
2. Sumber Data... 20
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 21
4. Analisa Data ... 22
H. Sistematika Penulisan ... 23
BAB II PELAKSANAAN PELEBURAN PT. BUANA PERKASA LOGISTINDO DAN PT. PRIMA UTAMA LOGISTIK MENJADI PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA... 24
A. Tinjauan Mengenai Peleburan Perusahaan ... 24
1. Pengaturan Mengenai Peleburan... 24
2. Pengertian Peleburan... 25
Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo
Indonesia ... 36
1. Gambaran Umum Perusahaan... 36
2. Pelaksanaan Peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia ... 39
BAB III KONSEKUENSI YANG TIMBUL TERHADAP PEKERJA PADA PERUSAHAAN HASIL PELEBURAN PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA... 52
A. Tinjauan Tentang Tenaga Kerja... 52
1. Pengertian Tenaga Kerja Dan Hukum Ketenagakerjaan ... 52
2. Para Pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan ... 54
3. Hubungan Kerja ... 64
4. Perjanjian Kerja... 64
5. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja .... 69
B. Tinjauan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)... 71
1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)... 71
2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 72
3. Hak-Hak Tenaga Kerja Yang Di PHK... 78
C. Konsekuensi Yang Timbul Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Hasil Peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia... 81
BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG MELAKUKAN PELEBURAN... 85
A. Perlindungan Terhadap Kepentingan Pekerja Untuk Diberikan Kesempatan Melanjutkan Hubungan Kerja ... 85
1. Tinjauan Dari Pihak Perusahaan ... 86
1. Tinjauan Dari Pihak Perusahaan ... 94
2. Tinjauan Dari Perwakilan Pihak Pekerja Yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 102
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran... 104
ABSTRAK
Perkembangan perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa, suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal yaitu dengan mengembangkan bisnis dari awal ataupun dengan peningkatan faktor eksternal yaitu dengan mengrestrukturisasi perusahaan, salah satu bentuk restrukturisasi usaha adalah konsolidasi atau peleburan, namun sering terjadi dilapangan pelaksanaan peleburan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan perubahan pada status pekerja yang selama ini bekerja bekerja di dua perusahaan atau lebih, setelah peleburan terjadi maka pekerja tersebut akan berkumpul dalam satu perusahaan dengan berkumpulnya pekerja tersebut dalam satu wadah perusahaan akan mengakibatkan pembengkakan dari jumlah pekerja dan pada umumnya perusahaan mengambil kebijakan untuk merasionalisasi jumlah pekerja yang sering kali cenderung merugikan pekerja.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang mengacu pada norma hukum yang ada dan sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada, sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan mekanisme peleburan perusahaan secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, maka setiap perusahaan yang melakukan peleburan wajib mematuhi mekanisme peleburan tersebut termasuk pelaksanaan peleburan PT. Prima Utama Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia wajib melaksanakan dan mematuhi mekanisme peleburan tersebut, dan hasil peleburan tersebut melahirkan dua konsekuensi yaitu pertama pekerja dipekerjakan kembali sebesar 70% yakni sejumlah 350 orang dengan hak dan kewajiban yang diatur kembali dalam perjanjian kerja baru, kedua pekerja tidak dipekerjakan kembali PHK, sebesar 30% yakni sejumlah 150 orang dan pihak perusahaan diwajibkan membayar hak normatif pekerja, perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan tersebut masih belum terlindungi secara maksimal mengingat undang-undang perseroan terbatas dan undang-undang-undang-undang ketenagakerjaan sebagai payung hukum yang melindungi kepentingan dan hak pekerja tersebut belum efektif sebab undang-undang perseroan terbatas hanya mengatur kepentingan pekerja diperhatikan tetapi tidak menjelaskan lebih mendalam, dan undang-undang ketenagakerjaan perlu mengatur lebih jauh jika terjadi peleburan perusahaan kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena PHK bila memang PHK tidak dapat dihindari sehingga pihak pengusaha tidak sewenang-wenang dalam melakukan PHK sehingga pekerjabaru tidak dikorbankan.
development in Indonesia. It is identified by the mushrooming of companies which run in trade and service. A growing and developing company can broaden its business by increasing its internal factors, that is, by developing its business from the beginning or by increasing its external factor, that is, by restructuring the company. One of the forms of business restructuring is consolidation. However, it is often occurs in the field that the implementation of consolidation which is the collection of several companies, and it causes the change in the status of the workers who work in two or more companies. After the consolidation, they will gather in one company, and the gathering of the workers in one company can cause the increase of workers so that the company generally makes a policy to rationalize the number of workers which, of course, will harm them.
The research used judicial normative approach which referred to legal norm; it explained by studying and finding out the reality. The nature of the research was descriptive analytic, and the data were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the organizing of the mechanism of a company consolidation was generally found in Law No. 40/2007 on Corporation and the Government Regulation No. 27/1998 on Merger, Consolidation, and Expropriation. According to this Law, every company which performs consolidation must comply with the mechanism of consolidation, including the consolidation performed by PT Prima Utama Logistindo and PT Prima Utama Logistik became PT Infinity Logistindo Indonesia. This company has to comply with the mechanism of consolidation. The result of the consolidation brought about two consequences: first, 70% of the workers (350 workers) must be reemployed, and their right and obligation are arranged in a new work agreement; secondly, 30% of the workers (150 workers) are fired, and the management of the company have to pay their normative rights, give legal protection to them because they are not maximally protected since legal umbrella is not effective enough, and law on corporation and law on manpower do not explain broadly. It is recommended that law on manpower should specifically regulate in detail, when company consolidation occurs, the criteria of dismissal when it cannot be avoided so that employers do not arbitrarily fire their workers so that new workers do not become the victims.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola
perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya
perusahaan-perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa yang mewarnai
perekonomian Indonesia. Adapun suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan
berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya
yakni dengan peningkatan faktor internal maupun faktor eksternal, peningkatan
internal dapat dilakukan dengan membangun bisnis dari awal dimana memerlukan
tahapan yang cukup panjang misalnya harus riset pasar, pembangunan fasilitas
produksi dan lain-lain sedangkan secara eksternal dapat dilakukan dengan cara
mengrestrukturisasi perusahaan.1
Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu jalan keluar yang sering
dipilih dalam menghadapi persaingan usaha yang begitu ketat. Persaingan usaha
diantara perusahaan-perusahaan yang ada, menuntut perusahaan untuk selalu
mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau bahkan berkembang.
Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar bisa
mempertahankan eksistensinya, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kinerjanya,
yaitu dengan cara restrukturisasi usaha seperti merger (penggabungan), konsolidasi
(peleburan) dan akuisis (pengambilalihan). Hal ini diatur sebagaimana disebutkan
dalam Bab VII Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007.
Berdasarkan asal-usulnya, kata merger dari kata “merger”, “fusion”, atau
“absorption”, yang berarti “menggabungkan”.2 Merger yang berasal dari akar kata
kerja “to merge”, secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah
ada, yang mengakibatkan aktiva atau pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri
tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menggabungkan diri tersebut
beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum. Konsolidasi yang berasal dari kata “consolidation”, yang berarti “melebur”
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Sedangkan akuisisi
saham atau “shares acquisition” yang berarti “menggambilalih” adalah perbutan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih
saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan
tersebut.3
Meskipun berbeda dari segi prosesnya, namun tindakan merger, konsolidasi,
dan akuisis perseroan terbatas pada intinya tidak berbeda yaitu tindakan dua atau
lebih perusahaan utnuk merestrukturisasi perusahaan. Oleh karena itu di pakai istilah
merger, konsolidasi dan akuisi untuk mengacu pada semua pengertian tersebut.
2
Rachmadi Usman,Hukum Persaongan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pusatka Utama, 2004), hal.68
3 Widjaja H.G.Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas
Meskipun demikian, antara merger, konsolidasi dan akuisisi juga terdapat perbedaan.
Jadi akuisis hanya berkenan dengan kepemilikan saham, sedangkan badan usahanya
tetap, maka berlainan dengan merger, justru berkenan dengan badan usahannya. Salah
satu badan usaha tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar karena bergabung
dengan badan usaha yang masih ada, maka merger justru memperkecil jumlah
perusahaan, tetapi memperbesar kekuasaan, finansial, dan strategi perusahaan
sedangkan konsolidasi juga berkenaan dengan badan usahanya, akan tetapi
konsolidasi membentuk badan usaha yang baru.4
Akan tetapi penelitian ini tidak akan membahas lebih jauh mengenai marger
dan akuisisi karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mengenai
masalah peleburan, Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas memberikan definisi tentang peleburan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dua perseroan atau lebih yang meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.5
Dari definisi peleburan Perseroan Terbatas sebagaimana tersebut di atas, maka
dapat dikatakan bahwa Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan
menurut Pasal 122 ayat (2) UUPT bahwa berakhirnya perseroan tersebut terjadi tanpa
dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Waktu pengakhiran Perseroan yang meleburkan
diri terhitung bubar sejak tanggal akta pendirian Perseroan hasil peleburan disahkan
oleh menteri.
4Hermansyah, Abdul R. Saliman dan Achmad Jalis,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan contoh kasus), (Jakarta : Penada Media, 2005), hal.7
Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan pada pekoknya bahwa dalam hal
berakhirnya perseroan yang terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, maka
beraktibat pada:6
a. Aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri beralih karena hukum
kepada perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan
b. Pemegang saham perseroan yang meleburkan diri karena hukum menjadi
pemegang saham perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan
c. Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak
tanggal peleburan mulai berlaku
Pada intinya pengertian peleburan PT perusahaan secara umum dapat
dikatakan yaitu dua perusahaan atau lebih meleburkan diri menjadi satu perusahaan
dengan menggunakan nama baru. Dengan demikian nama-nama perusahaan yang
meleburkan diri tersebut telah melebur dan tidak digunakan lagi dan digantikan oleh
satu nama baru yang berdiri sendiri dengan kekuatan sumberdaya manusia dan
finansial dari perusahaan yang meleburkan diri tersebut. Tujuan dilakunnya peleburan
dari dua perusahaan atau lebih tersebut pada umunya disebabkan oleh prinsip
efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan.7 Kinerja perusahaan yang meleburkan
diri tersebut dalam posisi kurang menguntungkan atau tidak berkembang
sebagaimana yang diharapkan karena tingkat persaigan yang begitu kuat dalam
bidang usaha yang digeluti oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu beberapa
perusahaan dengan kegiatan bisnis yang sejenis meleburkan diri dengan tujuan untuk
6Pasal 122 ayat 3 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mengefektifkan dan mengefisiensikan kinerja perusahaan sekaligus pula memperkuat
struktur permodalan yang dimiliki perusahaan yang meleburkan diri tersebut sehingga
meningkatkan kemampuan bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis dalam
meningkatkan produktivitas dan profit yang telah dicanangkan oleh manajemen
perusahaan.8
Namun dengan dilaksanakannya peleburan perusahaan yang merupakan
kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan terjadi pula perubahan pada
status pekerja. Pekerja yang selama ini berkerja di dua perusahaan atau lebih setelah
dilakukan peleburan maka pekerja juga akan berkumpul dalam satu perusahaan.
Dengan berkumpulnya pekerja dalam satu perusahaan hasil peleburan maka terjadi
pembengkakan dari jumlah pekerja sehingga perlu dilakukan kebijakan rasionalisasi
pekerja namun tetap dalam sistem dan prosedur hukum yang berlaku, sehingga tidak
merugikan hak dan kepentingan dari pekerja tersebut.
PT. Infinity Logistindo Indonesia, adalah salah satu nama perusahan yang
muncul dari hasil peleburan perusahaan, sama halnya dengan perusahaan lain yang
melakukan peleburan, perusahaan ini juga melakukan peleburan dengan tujuan
memenuhi prinsip efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Hal yang perlu
dicermati dalam peleburan perusahaan ini adalah mengenai status pekerja yang
selama ini bekerja diperusahaan yang lama, setelah terjadi peleburan perusahaan
maka pekerja akan berkumpul dalam suatu wadah perusahaan yang mengakibatkan
terjadinya pembengkakan jumlah pekerja, sehingga pihak management perusahaan
harus melaksanakan kebijakan rasionalisasi jumlah pekerja, dan menurut pihak
perusahan bahwa perusahaan akan tetap bertindak dalam sistem dan prosedur hukum
yang berlaku dalam menyikapi rasionalisasi jumlah pekerja tersebut, akan tetapi
dilapangan seringkali perusahaan selalu mengorbankan hak dan kepentingan para
pekerjanya sehingga para pekerja selalu dalam posisi yang lemah.
Perlu menjadi perhatian perusahaan hasil peleburan bahwa tenaga kerja
merupakan orang yang mampu melakukan pekerjaanya guna menghasilkan barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dan dalam berbagai
tulisan tentang tenaga kerja sering kali dijumpai adagium yang berbunyi “Pekerja
atau buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja,
seperti tidak mempunyai makna, tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan
kebenaranya. Pekerja atau buruh dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan,
karena memang mempunyai peran penting, tanpa adanya pekerja atau buruh tidak
akan mungkin perusahaan itu bisa berjalan dan berpartisipasi dalam masyarakat.
Sebuah organisasi yang baik seyogianya perusahaan maupun instansi terkait
dalam melakukan aktivitasnya sudah tentu memerlukan sumber daya manusia yang
mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi, dan perlu
diingat bagaimanapun canggihnya maupun lengkapnya sumber daya non-manusia
yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidaklah menjadi jaminan bagi perusahaan
tersebut untuk mencapai suatu keberhasilan. Jaminan untuk dapat berhasil lebih
banyak ditentukan sumber daya manusia yang mengelola, mengendalikan dan
mendayagunakan sumber daya non-manusia yang dimiliki, oleh karena itu masalah
pekerja merupakan masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian
perusahaan, dan jangan dijadikan alasan bahwa untuk mengefekektifkan kinerja
Hak dan kepetingan pekerja yang dikorbankan, sering terjadi pada perusahaan
yang melakukan peleburan, bahkan tidak jarang berujung pada perselisihan antara
pekerja dan perusahaan. Berdasarkan pada latar belakang yang tersebut, maka penulis
tertarik untuk menyusun penelitian ini dalam bentuk Tesis dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permalahan yang akan diangkat sebagai pokok kajian dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima
Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia?
2. Bagaimana konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil
peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia?
3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan
perseroan terbatas yang melakukan peleburan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan
2. Untuk mengetahui konsokuen yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil
peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia.
3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan
perseroan terbatas yang melakukan peleburan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoristis
maupun secara praktis yaitu:
1. Secara teoristis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih
pemikiran bagi perkembangan hukum perusahaan pada umumnya dan hukum
tentang Perseroan Terbatas (PT) pada khususnya di bidang peleburan perusahaan
serta perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan
melanjutkan hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena
PHK akibat peleburan perusahaan .
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
para praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan prosedur
hukum peleburan Perseroan Terbatas (PT) pada umumnya serta masalah
perlindungan kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan melanjutkan
hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena PHK akibat
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjanan Magister Ilmu Hukum dan
Magister Kenotariatan menunjukan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)” belum ada yang meneliti dan membahasnya, sehingga secara akademis keaslian penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan dan memiliki kedekatan dari segi
judul penelitian adalah sebagai berikut:
1. Aristunsyah/Mkn, NIM: 00211103: Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan
Setelah Peleburan Perusahaan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara 111
(Persero).
2. Arifin/Mkn, NIM:067011022: Analisa Yuridis Penggabungan Perusahaan
(Merger) Terhadap Hubungan Kerja (Studi Merger Antara PT. Bank Harga Dan
Rebo Bank).
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori berasal dari bahasa latin “theoria” yang berarti perenungan, yang pada
giliranya berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki
ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berfikir yang tersusun
sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataanya), juga simbolis.9
Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk
mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah, landasan teori
merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data dan teori
merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari
seperangkat konsep atau variabel definisi dan proposisi yang disusun secara
sistematis.10
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Menurut M.Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoristis.12
Menurut pendapat Burhan Ashofa, dikatakan bahwa teori merupakan
serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep.13 Sedangkan
menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi
yang terintegrasi secarasintaksis, yaitu mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat
9 Otje Salman S. HR, dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Grafika Aditama, 2005), hal. 51.
10Suprapto J. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 194.
11
JJJ. M, Wuisman, dengan Penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), (Jakarta : FE UI, 1996), hal. 203
ditaati dan mempunyai fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan
fenomena yang diamati.14
Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan
landasan diatas mana dibangun tertib hukum hal yang sama juga dikatakan Sunaryati
Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen
yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau
beberapa azas.15
Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan
atau petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Adapun teori yang
digunakan sebagai pisau analisis adalah teori keadilan, berkaitan dengan teori
keadilan tersebut maka undang-undang perseroan terbatas dan undang undang
ketenagakerjaan harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum yaitu dapat
melindungi pekerja agar para pekerja tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal
tersebut sejalan dengan teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan
hukum yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata mewujudkan
keadilan.16
Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya,
keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyemarataan, keadilan bukan berarti bahwa
tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.17
14 Snelbecker, Dikutip Dalam Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Resda Karya), 1990.hal.15.
15
Hartono. C.F.G. Surnaryati,Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung : Remaja Resda Karya1991), hal. 3.
Hukum yang tidak adil tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan
norma alam tidak dapat disebut sebagai hukum akan tetapi hukum yang menyimpang,
keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang
memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, ia tidak menuntut suapaya
tiap-tiap orang mendapat jatah sama banyaknya, bukan persamaan melainkan
sesuai/sebanding.18
Teori keadilan menurut Aristoteles dalam bukunyanicomachean ethicsbahwa
keadilan adalah sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamaannya.
Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proposional.
Kesamaan hak dipandang manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah
yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warganegara dihadapan haknya
sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dilakukannya. Teori keadilan menurut
Aristoteles dibagi menjadi dua macam; keadilan distributief dan keadilan
commutatief. Keadilandistributiefialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang
porsi menurut proporsinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya
kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan
dengan peranan tukar-menukar barang dan jasa. Keadilan distribitief menurut
Aritoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan dan barang-barang lain yang
sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat, dengan mengenyampingkan
pembuktian matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah
distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku
dikalangan warga. Disrtibusi yang adil adalah merupakan distribusi yang sesuai
dengan nilai kebaikannya yakni nilainya bagi masyarakat.19
Teori keadilan yang dikemukakan Aristoteles dalam penelitian ini bertujuan
untuk melindungi kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas maupun para
pekerja didalam perusahaan tersebut.
Jika pada akhirnya terjadi peleburan dari beberapa perusahaan yang
membentuk satu perusahaan yang baru, selain dari prosedur hukum dan tata cara
administrasi peleburan perusahaan itu sendiri yang perlu dipedomani dan ditaati, yang
cukup penting pula diperhatikan adalah nasib para perkerja dari
perusahaan-perusahaan yang meleburkan diri itu sendiri. Apakah setelah terjadi peleburan, para
perkerja tersebut masih dapat berkerja di perusahaan hasil peleburan, atau perlu
dilakukan resionalisasi dari segi jumlahnya, pelaksanaan rasionalisasi tersebut
hendaknya tetap berpedoman kepada tata cara dan prosedur hukum yang berlaku
dibidang Undang ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Hal ini berkaitan dengan mata pencaharian sejumlah
perkerja yang merupakan sumber penghidupan mereka dan keluarganya. Oleh karena
itu dalam setiap pelaksanaan peleburan perusahaan, nasib dan kelanjutan perkerjaan
dari para perkerja merupakan hal yang penting untuk diselesaikan dengan
sebaik-baiknya oleh pihak Manajemen perusahaan hasil peleburan, dengan tidak merugikan
hak-hak dan kepentingan para pekerja tersebut. Berkaitan dengan nasib para perkerja
dari perusahaan-perusahaan yang meleburkan perusahaannya membentuk satu
perusahaan baru harus memperhatikan prosedur hukum dan ketentuan yang termuat
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana
berdasarkan rasio Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan
tersebut, bahwa pada prinsipnya perjanjian kerja antara perusahaan dengan
perkerja/buruh tidak berakhir karena beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan
adanya penjualan perusahaan. Artinya hunbungan kerja antara pengusaha dengan
pekerja/buruh tetap berlanjut sampai diakhirnya hunbungan kerja tersebut tanpa
terpengaruh dengan adanya peralihan atau perubahan kepemilikan atas perusahaan,
dengan terjadinya peralihan perusahaan maka segala sesuatu yang menyangkut
penyelesaian peralihan atau perubahan kepemilikan tersebut diselesaikan oleh interen
manajemen perusahaan melalui klausula yang terdapat dalam peralihan kepemilikan
karena jual beli tersebut.20 Apabila dalam klausula tersebut diatas tidak dipejanjikan
hal-hal yang menyangkut penyelesaian status dan hak-hak/kewajiban terhadap
pekerja/buruh, maka pada saat terjadinya pengakhiran hubungan kerja, hak dan
kewajiban yang berhubungan dengan perkerja/buruh menjadi tanggung jawab
pengusaha baru. Jika dalam perjanjian pengalihan perusahaan tidak diatur dan tidak
diperjanjikan mengenai status hunbungan kerja , maka apabila perkerja/buruh akan di
PHK, perhitungan masa kerjanya diperhitungkan sejak dimulainya hubungan kerja
perusahaan dimaksud dan hak-haknya berlaku sebagaimana ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang kesemuanya itu menjadi tanggung
jawab dari pengusaha yang baru. Selanjutnya dalam Pasal 151 ayat (1) berbunyi,
”Pengusaha, pekerja/buruh, serikat perkerja/buruh dan pemerintah dengan segala
upaya harus mengupayakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Namun seandainya PHK tidak dapat dihindarkan, maka Undang-Undang
Ketenagakerjaan mengatur mengenai komponen uang yang harus dibayar oleh
pengusaha. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi :21
1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap
perkeja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan
atau perubahan kepemilikan perusahaan, dan perkerja/buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja.
2. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
perkerja/buruh karena perubahan status, penggabunga atau peleburan
perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh berkerja di
perusahaannya.
Jadi jika terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan
kepemilikan perusahaan jadi maka ada dua kemungkinan terjadinya pemutusan
hubungan kerja yaitu pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja di
perusahaan yang baru, atau pengusaha pemilik perusahaan yang baru tersebut yang
tidak bersedia atau tidak mau menerima pekerja/buruh yang lama tersebut bekerja di
perusahaanya. Masing-masing kemungkinan tersebut mempunyai konsekuensi
hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan baik oleh perkerja/buruh maupun oleh
pengusaha.22 Konsekuensi hukum tersebut telah diatur dalam pasal-pasal yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada praktek pelaksananya pelaksanaan pemutusan hunbungan kerja yang terjadi
dimasyarakat selama ini pihak perkerja/buruh selalu berada di pihak yang tertekan
dan lemah kedudukan hukum, meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan telah
mengatur dengan tegas ketentuan dan ketetapan yang harus dijalankan dan dipatuhi
oleh para pengusaha maupun para pekerja/buruh dalam penerapan hukumnya. Oleh
karena itu sering kali dalam praktek pelaksanaanya dilapangan terjadi ketegangan
yang cukup tajam antara pengusaha disatu pihak dengan pekerja/buruh dilain pihak,
sehingga menimbulkan kericuhan bahkan aksi mogok dari para pekerja/buruh yang
menggangap perlakuan hukum dari pengusaha tidak adil terhadap para perkerja/buruh
tersebut.23
Dalam peleburan perusahaan (PT) para pemilik perusahaan memandang
bahwa kinerja perusahaanya tidak memajukan produktivitas yang signifikan bahkan
cenderung menurun drastis kinerjanya, sehingga profit yang seharusnya diharapkan
dari perusahaan sebagai target yang ditetapkan perusahaan tidak dapat tercapai
bahkan perusahaan mengalami kerugian dan akhirnya mengurangi modal perusahaan.
Karena kerugian-kerugian financial yang terus menerus dialami oleh perusahaan
maka kekuatan modal untuk membiayai operasional perusahan juga menjadi
melemah dan menurun drastis, akhirnya perusahaan perlu tambahan modal untuk
dapat terus bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Alasan inilah yang dipergunakan
22Khalid K. Moenardy,Op.,Cit, hal.8
pemegang saham perusahaan untuk memutuskan meleburkan perusahaan tersebut
bersama perusahaan-perusahaan lain yang kegiatan bisnisnya sejenis, untuk
memperkuat struktur modal yang dimiliki perusahaan selain itu dengan
meleburkannya beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis sejenis dapat lebih
memperkuat daya saing perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan
lain yang memiliki jenis usaha yang sama.24
Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dilaksanakannya peleburan
beberapa perusahaan sejenis yang membentuk satu perusahaan baru adalah untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan sehinga tecapai sasaran akhir
dari perusahaan yaitu profit yang lebih menjanjikan pemegang sahamnya. Oleh
karena itu tujuan dari peleburan perusahaan tersebut efektifitas dan efisiensi
perusahaan, maka kepentingan lainya seperti perhatian terhadap nasib para
perkerja/buruh sering kali menjadi terabaikan. Apabila peleburan perusahaan sudah
terjadi maka efektivitas dan efisiensi dari jumlah perkerja/buruh yang dipekerjakan
persusahaan, dan bila jumlah perkerja/buruh terlalu banyak jumlahnya, maka biaya
operasional untuk pembayaran gaji pekerja/buruh akan menjadi besar pula, apabila
biaya pembayaran perkerja/buruh tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kinerja pekerja/buruh maka perusahaan akan mengalami kerugian
financialyang cukup berarti, dan apabila keadaan tersebut berlangsung terus menerus
dapat menimbulkan kebangkrutan bagi perusahaan tersebut, oleh karena itu pada
umumnya setelah terjadi peleburan perusahaan, langkah pertama yang diambil pihak
manajemen perusahaan adalah melakukan rasionalisasi (pengurangan jumlah
pekerja/buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam
jumlah besar. Namun dalam praktek pelaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK)
tersebut sering kali pihak perkerja/buruh berada dalam posisi yang dirugikan, karena
kepentingan dan hak-haknya yang telah ditetapkan dalam peraturan
Perundang-undangan tidak sesuai dengan apa yang diberikan perusahaan pada saat pekerja/buruh
itu di PHK. dan sering kali pengusaha lupa bahwa PHK itu merupakan jalan terakhir
yang dapat ditempuh pihak perusahaan, sedapat mungkin jangan terjadi PHK, PHK
seharunya tidak boleh terjadi, dengan alasan apapun, bahkan dengan alasan efisiensi
biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, PHK boleh terjadi jika para
perkerja/buruhnya yang dinilai tidak memiliki kredibilitas dalam melakukan
pekerjaanya.25
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit, yang disebut usaha dengan operasional definition.26 Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperboleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, yaitu:
25
Laksanto Utomo, Hukum Perubahan Dalam Praktek Pelaksanaannya, (Jakarta : Media Ilmu, 2005), hal.19
1. Perlindungan hukum terhadap pekerja adalah pemberian kesempatan untuk
melanjutkan hubungan kerja bagi pekerja dan pemberian hak normatif pekerja
bagi pekerja yang terkena PHK.
2. Pekerja adalah semua orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dari PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik
3. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri
dengan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena
hukum.27
4. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.28
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.29
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.
Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis, deskriptif
artinya penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum,
nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-kosep hukum, tujuan hukum,
nilai-nilai keadilan, dan norma-norma hukum serta menggambarkan keadaan objek atau
masalahnya secara jelas, runtut, dan sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
tersebut, suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin. Terutana data yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap pekerja
pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,
yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada yang
sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada.
Pelnelitian yuridis empiris terutama meneliti data primer disamping juga
mengumpulkan data yang bersumber dari data sekunder.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan mengumpulkan
data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melalui hasil wawancara
dengan responden yang berkompeten, mewakili perusahaan tersebut untuk
memberikan informasi yang diperlukanm dalam hal ini pihak perusahaan diwakili
oleh Branch Manager perusahaan tersebut yaitu Bapak Ubahary Kenty, dan juga
berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan pekerja yang terkena pemutusan
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari :
1. Bahan hukum primer.
Yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi,
yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ;
c. Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan.
2. Bahan hukum sekunder
Yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi, dokumen yang meliputi
buku-buku, karya ilmiah yang berhubungan dengan hukum perusahaan.
3. Bahan hukum tertier
Yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan
sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, surat kabar.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan penelitian
lapangan yakni dengan melakukan wawancara dengan Bapak Ubahary Kenty,Branch
Manager PT. Infinity Logistindo Indonesia dan perwakilan pekerja yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu Bapak Suprianto kemudian dilanjutkan
dengan penelitian kepustakaan yaitu menghimpun data yang telah diperoleh dari
menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa literatur / buku-buku,
peraturan perundang-undangan dan sumber lainya yang berkaitan dengan penulisan
tesis.
4. Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses mengorganisaikan dan menggunakan
data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.30Di dalam
penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan perkerja analisis dan kontruksi.31 Sebelum dilakukan analisis, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data tersebut akan
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang baik pula.
Semua data yang telah terkumpul dan diperoleh baik dari data primer dan
sekunder serta semua informasi yang didapatkan akan dianalisa secara kualitatif
analisis, artinya analisa dilakukan dengan mengunakan analisa kualitatif, yaitu data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.
30Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hal.106
H. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang segala hal yang
umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kerangka teori dan
konsepsi, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa
Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia
yang terdiri dari tinjauan mengenai peleburan perusahaan dan pelaksanaan peleburan
PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity
Logistindo Indonesia.
Bab III membahas tentang konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada
perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia terdiri dari tinjauan
tentang tenaga kerja, tinjauan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan
konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT.
Infinity Logistindo Indonesia.
Bab IV membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada
perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan terdiri dari perlindungan
terhadap kepentingan pekerja untuk diberikan kesempatan melanjutkan hubungan
kerja dan perlindungan terhadap hak normatif pekerja yang terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK).
Bab V merupakan bab yang membahas mengenai kesimpulan dan saran.
Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari seluruh penulisan yang telah
diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sekaligus memberikan saran-saran terhadap
BAB II
PELAKSANAAN PELEBURAN PT. BUANA PERKASA LOGISTINDO DAN PT. PRIMA UTAMA LOGISTIK MENJADI
PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA
A. Tinjauan mengenai Peleburan Perusahaan 1. Pengaturan Mengenai Peleburan
Selain akuisisi dan penggabungan perusahaan, masih ada bentuk lain dari
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pengusaha, yaitu peleburan perusahaan.
Peleburan perusahaan sama halnya dengan akuisisi dan penggabungan perusahaan
merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada. Pengembangan dalam arti
kualitas ini terjadi karena ada dua atau lebih perusahaan yang bergabung dan
meleburkan diri membentuk perusahaan baru, sedangkan perusahaan yang lama
bubar. Istilah “Peleburan” dipakai dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, sedangkan istilah “Konsolidasi” serapan dari kata bahasa
Inggris Consolidation, dengan demikian, istilah peleburan berarti sama dengan
konsolidasi.
Secara konseptual, peleburan perusahaan sering disimbolkan sebagai berikut
PT. A+PT. B= PT. C, dari simbolis tersebut tergambar bahwa setelah proses
peleburan hanya ada satu entitas hukum, yang lain (PT. A dan PT. B) entitasnya
berakhir karena hukum. Setelah proses pelburan hal lain yang tersirat dari simbolisasi
tersebut adalah mengenai aktiva dan pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih
antara penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah proses
penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang
dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses
penggabungan telah ada sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum
proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk entitas
baru.32
Sejatinya perbedaan antara penggabungan dan peleburan sangat tipis, kondisi
ini juga telah disadari oleh pembentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas oleh karena itu pembentuk undang-undang
mencantumkan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menyatakan ketentuan tentang penggabungan secara mutatis dan
mutandis berlaku juga bagi peleburan perusahaan.33
Peleburan perusahaan yang berbentuk perseroan diatur dalam Pasal 1 angka
10 dan Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan
Terbatas yakni pada Pasal 20 sampai Pasal 25 yang secara khusus mengatur
mengenai peleburan perusahaan.
2. Pengertian Peleburan
Konsolidasi merupakan suatu proses peleburan dari dua atau lebih perseroan
menjadi satu perseroan baru, dengan peralihan segala hak-hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh dua atau lebih perseroan yang melebur ke dalam
perseroan hasil peleburan tersebut. Dan seperti halnya merger, pada konsolidasi
hak-hak dan kewajiban yang beralih tidak hanya meliputi hak-hak-hak-hak dan
kewajiban perseroan terhadap pihak ketiga, melainkan juga hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perseroan terhadap pemegang saham awal dari perseroan-perseroan yang
melebur. Dan oleh karena konsolidasi ini merupakan suatu peleburan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, maka secara hukum perseroan yang meleburkan diri ini juga
hilang status badan hukumnya, dan terlikuidasi secara otomatis, dengan pewarisan
titelhak seumumnya kepada perseroan hasil konsolidasi.
Peleburan diartikan:34
“is a union resulting in the creation of the an entirely new corporation and
the termination of the existing ones. A consolidation can be illustrated by the
equation A+B=C”.
Dapat juga digambarkan sebagai berikut:35
“in a consolidation of two or more corporations, their separate existance
ceases and new corporations, with the property and the assets of the old
corporations comes into being”.
34
Rute A, Howell.et all,Business Law, Text and Cases, Fourth Edition,(Orlando, Florida : The Dryden Press, 1988), hal 888.
Konsolidasi dapat juga terjadi:36
“When new corporations is created to take the plece of two or more
consituent corporations, which consequently lose their corporatte existence
by operation of law”.
Selain itu konsolidasi juga dapat terjadi:37
Jika perseroan yang bergabung itu membentuk satu perusahaan baru. Setiap
perseroan yang bergabung akan kehilangan eksistensi legalnya, sesudah badan
hukum baru dibentuk.
Definisi Peleburan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 10 menyebutkan:
“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perusahaan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum”.38
Selain itu juga terdapat Peleburan menurut definisi yang diberikan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan Peleburan dan
Penggambilalihan, Pasal 1 angka 2 menyebutkan:
“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar”.39
36 William H. Hoffman Jr. & William A. Roabe (Editors), West’s Federal Taxation 5 Corporation Partnerships,Estates,and Trust, (Ohio : Annual Edition, 1989), hal 5-6
37 Placidus Sudibyo dan Nindya Pramono, Merger dan Akuisisi, Makalah Pada Seminar Nasional “ Peranan Prinsip Akuntansi Indonesia Dalam Pembangunan Jangka Panjang pada Tahap Kedua”, (Jakarta : 16-17 Desember 1991), hal 1.
38
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Badan
Usaha juga memberikan definisi peleburan,
“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan hukum badan usaha meleburkan diri berakhir karena hukum”.40
3. Alasan Dan Tujuan Peleburan
Berbeda dengan penggabungan, jika pada penggabungan satu perseroan yang
ada tetap berdiri, sedangkan yang lainya bubar, pada peleburan semua perseroan yang
ada melebur menjadi satu perseroan baru, sedangkan semua perseroan yang
meleburkan diri itu menjadi bubar, dengan demikian, baik penggabungan maupun
peleburan perseroan sama-sama memperkecil jumlah perseroan yang ada, tetapi
justru memperbesar kekuasaan, finansial, dan sinergi perseroan.41
Atas dasar ini, peleburan dapat dilakukan, baik terhadap dua atau lebih
perseroan secara internal maupun eksternal, baik secara finansial maupun strategi
yang bertipe horizontal, vertikal dan konglomerasi. Alasan peleburan sama halnya
dengan penggabungan, yaitu karena beberapa perseroan sulit berkembang, baik
karena kekurangan modal, maupun karena menejemen yang lemah yang membuat
mereka tidak mampu bersaing. Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan
meleburkan diri menjadi satu perseroan yang baru, perseroan baru hasil peleburan
tersebut, baik secara finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat sehingga
berdaya saing kuat dan bisa bekedudukan monopoli.
40Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Badan Usaha
Sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka peleburan juga bertujuan
untuk mencapai hal-hal berikut ini:42
a. Peleburan memiliki tujuan untuk memperbesar modal
b. Peleburan memiliki tujuan untuk menyelamatkan kelangsungan produksi c. Peleburan memiliki tujuan untuk mengembangkan jalur distribusi
d. Peleburan memiliki tujuan untuk mengurangi persaingan usaha
e. Peleburan memiliki tujuan untuk menciptakan sistem pasar yang monopolistik.
Namun, peleburan yang menuju pada monopoli usaha adalah dilarang karena
monopoli itu hanya menguntungkan satu atau sekelompok orang, untuk mencegah
terjadinya monopoli, maka pada tanggal 5 Maret 1999 diundangkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli.
4. Aspek Hukum Peleburan
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007).43 Apabila akan dilakukan peleburan,
persyaratan dan tata cara yang ditentukan dalam Pasal 123 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berlaku juga bagi perbuatan hukum
peleburan sesuai dengan bunyi Pasal 124 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang
menyebutkan:44“ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis
berlaku juga bagi perseroan yang akan meleburkan diri”.
42
Dijan Widjowati,Hukum Dagang,(Yogyakarta : Andi Offset, 2012), hal. 56.
43 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 392.
Direksi perseroan yang akan menggabungakan diri dan menerima
penggabungan atau direksi perseroan yang akan meleburkan diri dan menerima
peleburan menyusun usulan rancangan penggabungan atau peleburan yang akan
disusun bersama direksi perseroan yang terlibat dalam penggabungan atau peleburan
tersebut yang memuat antara lain:45
1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan tersebut.
3. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan yang melakukan peleburan terhadap perseroan yang didirikan dalam rangka peleburan tersebut. Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri serta harga wajar saham dari perseroan yang akan menerima penggabungan atau perusahaan hasil peleburan untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham.
4. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima penggabungan, apabila ada, atau rancangan anggaran dasar perseroan yang akan didirikan dalam rangka peleburan. Rancangan perubahan anggaran dasar hanya diwajibkan sebagai bagian dari usulan apabila peleburan tersebut menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar.
5. Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan (sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 66 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Perseroan Terbatas, terdiri atas sekurang-kurangnya (1) neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, (2) laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, (3) laporan arus kas, (4) laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut. Yang dimaksud tiga tahun buku terakhir dari perseroan adalah keseluruhanya yang mencakup tiga puluh enam bulan
6. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
7. Neraca performa perusahaan yang menerima penggabungan atau yang didirikan dalam rangka peleburan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
8. Cara penyelesaian status hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan perusahaan yang akan melakukan penggabungan diri atau peleburan.
9. Cara penyelesaian hak dan kewajiban perusahaan yang akan menggabungkan diri atau meleburkan diri terhadap pihak ketiga.
10. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan atau peleburan.
11. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang menerima penggabungan atau peleburan yang didirikan dalam rangka peleburan.
12. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan atau peleburan.
13. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
14. Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan atau peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.
15. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
Namun, Pasal 126 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
mengingatkan bahwa perbuatan hukum penggabungan atau peleburan wajib
memperhatikan kepentingan:46
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan
b. Kreditor dan mitra usaha lainya dar perseroan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Pasal 126 Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa pemegang
saham minoritas yang tidak setuju dengan pelaksanaan penggabungan atau peleburan
dapat mengunakan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan pelaksanaan hak itu tidak dapat menghalangi pelaksanaan
penggabungan atau peleburan. Pasal 62 Undang-Undang Perseroan Terbatas