BAB II
PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA
A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia
Pengertian Penggabungan (merger) telah diatur secara normatif dalam
beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas menjelaskan bahwa:
“Pengabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan
atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada
dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”
Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai merger:
“Merger is combination of two or more corporations, where the dominant
unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under
the same name.”
(Penggabungan (Merger) adalah suatu kombinasi dari 2 (dua) atau lebih
perusahaan, di mana perusahaan yang dominan mengabsorpsi perusahaan
yang pasif; perusahaan yang dominan melanjutkan kegiatan, pada umumnya
Sedangkan Encyclopedia of Banking and Finance memberikan pula
definisi mengenai penggabungan (merger)68
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam hal ini, fusi atau absorpsi
tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang
lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan
diri.
:
“Merger is the fusion or absorption of one into another.”
(Penggabungan (merger) adalah fusi atau pengabsorpsian dari satu kepada
yang lainnya.)
Istilah merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu “fusi” atau
“absorpsi” dari suatu benda atau hak pada benda atau hak lainnya.
Undang-Undang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “penggabungan” untuk
pengertian merger ini.
69
Perkembangan merger dalam sejarah mengalami pasang surut. Yang dapat
ditarik dari sejarah tersebut adalah bahwa pasang surutnya merger mempunyai
korelasi positif dengan pasang surutnya bisnis dinegara yang bersangkutan.
Artinya, pada saat keadaan bisnis dan ekonomi suatu negara sedang berkembang,
maka pada prinsipnya merger pun banyak dilakukan. Sebaliknya, pada saat
ekonomi dalam keadaan resesi, maka kegiatan merger pun menurun. Hal ini wajar
68
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan-Pola Kemitraan dan Badan Hukum,
Cet.Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 77-78.
69
karena merger dipandang sebagai salah satu cara memperluas usaha yang tentu
memerlukan orang jika prospek bisnis di tempat tersebut tidak baik.70
1. Pertimbangan pasar
Merger memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan sinergi
perusahaan. Sinergi akibat merger ini disebabkan adanya beberapa keuntungan,
yaitu
Pertimbangan pasar dimaksudkan untuk memperluas pangsa pasar,
menghasilkan mata rantai produksi yang lengkap dan untuk memperluas
distribusi produk dalam satu area, atau memperluas area distribusi.
2. Penghematan Distribusi
Sistem distribusi termasuk sales, dealer, retail outlets dan transportation
facilities, diharapkan dapat menangani dua produk yang mempunyai metode
distribusi dan pasar yang serupa melalui efisiensi biaya.
3. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan salah satu cara penganekaragaman jenis, untuk
meminimalisasikan risiko terhadap pasar tertentu dan/ atau untuk dapat
berpartisipasi pada bidang-bidang yang baru tumbuh.
4. Keuntungan Manufaktur
Alasan ini dapat mengefisiensikan kelemahan, kapasitas dan overhead,
sehingga permasalahan-permasalahan temporer dapat segera diatasi.
5. Riset dan Pengembangan
70Ibid,
Riset dan Pengembangan tentunya harus didukung dengan biaya yang cukup,
namun dengan dilakukannya merger maka biaya untuk melakukan riset dan
pengembangan dapat ditekan setinggi mungkin karena riset, dan pendidikan
atau pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan laboratorium bersama.
6. Pertimbangan Keuangan
Pertimbangan keuangan diharapkan dapat berpengaruh kepada:71
a. Earning per share
b. Corporate’s Image Improvement
c. Security and Stability Financial
7. Optimalisasi Akses Kekayaan (Capital Access Optimalization).
Optimalisasi Akses Kekayaan dapat lebih didayagunakan oleh perusahaan
dominan dan target.
8. Pertimbangan Sumber Daya Manusia
Setiap perusahaan yang mengalami kekurangan kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia, maka dapat dilakukan knowledge atau experience transfer.
9. Kecanggihan dan Otomatisasi
Perkembangan bisnis menuju kepada penggunaan sarana yang semakin
canggih dan otomatisasi. Sehingga diperlukan biaya tinggi dan kemampuan
SDM yang tangguh. Perusahaan-perusahaan kecil akan sulit mengikuti
perkembangan ini kecuali dengan membesarkan diri, antara lain dilakukan
dengan merger.
10. Penghematan Pajak. 72
71Ibid
Untuk mengadakan suatu merger ada 2 (dua) macam metode, yaitu:73
1. Fusi saham (aandolfusio)
Pada fusi saham dapat terjadi karena adanya pengoperan saham.
2. Fusi perusahaan (lodrijf fusio)
Pada fusi perusahaan terjadi dengan penggabungan perusahaan dari Perseroan
Terbatas – Perseroan Terbatas yang berfungsi.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) merupakan tonggak sejarah hukum tentang merger. Hal ini disebabkan
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tersebutlah yang memulai mengatur
merger yang lumayan komprehensif di tingkat undang-undang. Sebelumnya
terdapat pengaturan merger, yang bersifat sektoral dan pengaturannya masih pada
tingkat di bawah undang-undang. Oleh karena itu, sejarah hukum tentang merger
dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu
Periode Pra-UUPT dan Periode Pasca-UUPT.
1. Periode Sebelum Undang- Undang Perseroan Terbatas.
Di Indonesia sejarah hukum tentang merger masih terbilang baru. Dalam
tingkat undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai
sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Praktik merger di Indonesia sudah mulai dilakukan sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya
didasari pada dasar hukum sebagai berikut: 74
72
.Johannes Ibrahim, Op. Cit. , hlm. 82- 83.
73
a. Dasar hukum kontraktual
Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata, khususnya buku ke-III
yang berlaku terhadap suatu merger, yaitu:
1) Ketentuan tentang perikatan pada umumnya
Dalam KUH Perdata tidak diatur secara khusus mengenai perjanjian
merger. Tidak ada satu Pasal pun yang berbicara tentang perjanjian
merger. Akan tetapi, dalam KUH Perdata tersebut buku ke-III terdapat
ketentuan umum tentang perikatan yang diberlakukan terhadap setiap
jenis perjanjian, termasuk perjanjian merger. Ketentuan umum
mengenai perikatan ini diatur mulai dari Pasal 1233 sampai dengan
Pasal 1456.
2) Ketentuan tentang perjanjian jual beli
Dalam suatu deal merger antarperusahaan dalam teknik pelaksanaan
diperlukan adanya jual beli saham. Itu sebabnya dalam Pasal 11 dari
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank,
ditentukan bahwa salah satu dokumen yang harus dilampirkan dalam
mengajukan permohonan untuk memperoleh izin merger (izin tetap) di
samping akta perjanjian merger adalah akta jual beli saham.
Untuk suatu perjanjian jual beli, termasuk untuk jual beli saham, di
samping berlaku ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat di
bagian awal dari buku ke-II KUH Perdata sebagaimana telah disebutkan
74
di atas, berlaku pula ketentuan khusus mengenai jual beli, yang terdapat
mulai dari Pasal 1457 sampai dengan termasuk Pasal 1540 KUH
Perdata.
Teknis pelaksanaan merger antara dua perusahaan sering dipakai
metode inbreng saham sebagai gantinya jual beli saham. 75
b. Dasar hukum bidang usaha khusus
Ada perseroan terbatas bidang tertentu yang mempunyai dasar hukum
tersendiri sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Bidang yang diatur merger secara langsung oleh
perundang-undangan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas adalah perseroan-perseroan terbatas bidang
perbankan.
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, merger bank diatur dalam perundang-undangan. Untuk
merger dibidang perbankan, memang telah ada beberapa
perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu
1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 614/ MK/ II/ 8/ 1971 tentang
Pemberian Kelonggaran Perpajakan kepada Bank-Bank Swasta
Nasional yang melakukan penggabungan (merger).
2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 Tanggal 25
Maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank.
75Ibid,
3) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/ 15/ BPPP Tanggal 25 Maret
1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha bagi Bank
Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan, dan Bank Perkreditan
Rakyat.
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/ KMK. 017/ 1993 Tanggal
26 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Keputusan Nomor 222 ini
menggantikan Keputusan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 tersebut di atas
dan akuisisi bank. 76
Praktik merger juga terjadi ketika pemerintah Republik Indonesia
membongkar pasang perusahaan-perusahaan belanda yang dinasionalisasi
pada dekade 1950- an. Ketika itu pula The Big Five perusahaan Belanda
dibongkar pasang oleh pemerintah Republik Indonesia. The Big Five tersebut
adalah:
1) Borsumij;
2) Jacoberg;
3) Geo Wehry;
4) Lindeteves;dan
5) Internatio.
2. Periode Pasca-UUPT
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
mengatur tentang merger dengan komprehensif. Dapat dikatakan era merger
76Ibid,
setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dicatat dalam
sejarah hukum bisnis sebagai era kepastian hukum bagi tindakan merger.
salah satu kelebihan dari Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tidak
dimiliki oleh pasal-pasal tentang Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang adalah diaturnya mengenai merger, akuisisi, dan konsolidasi
dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut
mengatur tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi mulai dari Pasal 102 sampai
dengan Pasal 109 plus Pasal 76 mengenai kuorum dan voting dalam rapat umum
pemegang saham untuk merger, akuisisi, dan konsolidasi.
Pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1998 yang mengganti ketentuan-ketentuan dalam
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian,
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah memperbaiki dan
mencatat Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama, yaitu Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995.
Dalam bidang perbankan, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, telah dikeluarkan beberapa
perundang-undangan yang berkenaan dengan merger, khususnya mengenai merger bank,
yaitu
a. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tanggal 7 Mei 1999 tentang
b. Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32/ 51/ KEP/ DIR Tanggal 14
Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan
Akuisisi Bank Umum.
c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/ 52/ KEP/ DIR
Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat. 77
Pengaturan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai merger pada
prinsipnya terfokus pada dua hal berikut:
a. Masalah prosedural
Apabila dilihat ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, terlihat
bahwa sebagian besar pengaturan tentang merger adalah berkenaan dengan
aspek prosedural tentang merger tersebut. 78
1) Tahap I (rencana)
Prosedur penggabungan berdasakan UUPT bersifat mengikat dan
ketentuan ini tidak bisa tidak ditaati sebab penyimpangan terhadap
peraturan ini berakibat batalnya penggabungan perseroan yang
bersangkutan.
Menurut Pasal 123 (1) UUPT, Direksi perseroan yang akan
menggabungkan diri dan menerima penggabungan menyusun
rancangan penggabungan. 79
Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 119 .
a) Nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan
penggabungan;
b) Alasan serta penjelasan Direksi yang akan melakukan penggabungan
dan persyaratan penggabungan;
c) Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima
penggabungan;
d) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima
penggabungan apabila ada;
e) Laporan keuangan;
f) Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan
yang akan melakukan penggabungan;
g) Neraca performa perseroan yang menerima penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h) Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, dan
Dewan Komisaris dan Karyawan perseroan;
i) Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
penggabungan perseroan;
k) Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium
dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris perseroan
l) Perkiraan jangka waktu pelaksanaaan penggabungan;
m)Laporan mengenai keadaan, perkembangan dan hasil yang dicapai
dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan;
n) Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan dan
perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan;
o) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan, yang mempengaruhi kegiatan beserta yang akan melakukan
penggabungan. 80
2) Tahap II (pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS)
Menurut Pasal 123 (3) UUPT, rancangan penggabungan sebagaimana
dimaksud, setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap
perseroan kemudian diajukan kepada RUPS masing- masing untuk
mendapat persetujuan.
3) Tahap III (pelaksanaan penggabungan)
4) Tahap IV (permohonan izin penggabungan) Ditujukan kepada instansi
terkait, khususnya perseroan yang bergerak di bidang tertentu.
5) Tahap V (pengumuman pelaksanaan penggabungan)
Menurut Pasal 133 (1), Direksi perseroan yang menerima
penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam satu
surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
80
6) Tahap VI (penyelenggaraan RUPS perseroan penerima penggabungan)
7) Tahap VII (pengajuan permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM,
untuk pengesahan perubahan anggaran dasar).
8) Tahap VIII (pengesahan perubahan anggaran dasar oleh Menteri
Hukum dan HAM)
9) Tahap IX (tindak lanjut pembubaran yang digabungkan)81
b. Masalah protektif
Disamping hal-hal yang bersifat prosedural, Undang-Undang Perseroan
Terbatas juga mengatur hal- hal yang bersifat protektif. Terdapat satu misi
dari Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam hal pengaturan tentang
merger, yakni misi untuk melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Adapun yang merupakan pihak-pihak yang oleh Undang-Undang
Perseroan Terbatas dipandang perlu untuk diberikan perlindungan khusus
adalah sebagai berikut:
1) Perlindungan kepentingan perseroan.
2) Perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas.
3) Perlindungan kepentingan karyawan perusahaan.
4) Perlindungan kepentingan masyarakat.
5) Perlindungan kepentingan persaingan sehat.
6) Perlindungan kepentingan kreditor.
7) Perlindungan kepentingan mitra usaha.
81
Salah satu metode terhadap perlindungan para pihak, terutama kepentingan
masyarakat adalah dengan diwajibkan melakukan
pengumuman-pengumuman (di surat kabar dan berita negara) terhadap tindakan atau
tahap-tahap tertentu dalam proses pelaksanaan merger tersebut. Ini penting
agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahuinya dan dapat
mengambil langkah-langkah tertentu untuk melindungi dirinya dari
perbuatan merger yang mungkin merugikan kepentingannya.82
Pelaksanaan merger dapat terjadi dengan 2 (dua) cara yaitu merger yang
dilakukan secara sukarela/ ramah (friendly merger) dan merger yang dilakukan
dengan paksaan (unfriendly/ hostile merger)83
1. Friendly Merger
Friendly merger merupakan merger yang dilakukan melalui Direksi
masing-masing perseroan yang akan melakukan merger di mana perseroan yang akan
mengakuisisi (acquiring company) perseroan sasaran (target company)
terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan sasaran sebelum suatu
merger plan disampaikan perseroan yang mengakuisisi kepada pemegang
saham perseroan sasaran (target company).84
2. Unfriendly/Hostile Merger
Kebalikan dari friendly merger, suatu unfriendly merger (atau biasa disebut
hostile merger) merupakan merger yang dilakukan oleh perseroan yang akan
mengakuisisi (acquiring company) dengan membeli saham perseroan sasaran
82Ibid
, hlm 111
83
Cornelius Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 31- 32.
84Ibid
(target company) secara langsung kepada pemegang saham perseroan sasaran
(target company) tanpa terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan
sasaran.85
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
memperkenalkan merger dengan atau tanpa likuidasi. Artinya bahwa para pihak
dapat memilih apakah perusahaan yang bubar karena merger tersebut:86
1. Dilikuidasi atau
2. Tidak dilikuidasi.
Untuk lebih jelasnya, kedua hal tersebut dapat diterangkan satu per satu
berikut ini.
1. Merger dengan likuidasi
Seperti telah disebutkan bahwa dalam suatu merger, salah satu perusahaan
tetap hidup dan menjalankan bisnisnya sementara perusahaan-perusahaan lain
yang menggabungkan diri dibubarkan. Pembubaran perusahaan tersebut dapat
dilakukan dengan likuidasi atau tanpa likuidasi.
Jika yang dipilih adalah merger dengan pembubaran perusahaan disertai
likuidasi, berlaku hukum tentang likuidasi biasa secara mutatis mutandis.
Jadi, terhadap perusahaan yang bubar dan yang dilikuidasi karena merger
tersebut berlaku hal-hal sebagai berikut:
a. Pendaftaran likuidasi dalam daftar perusahaan.
b. Diumumkan likuidasi dalam berita negara.
c. Likuidasi diumumkan dalam dua surat kabar harian.
85
Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 32.
86Ibid
d. Likuidasi diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.
e. Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan oleh
pihak likuidator.
f. Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk likuidasi yang dapat
dilakukan sekaligus dengan Rapat Umum Pemegang Saham untuk merger.
g. Perusahaan yang dilikuidasi dibereskan boedelnya oleh likuidator. Jadi,
aktiva, pasiva, dan karyawan dari perusahaan yang di likuidasi tidak
otomatis beralih kepada perusahaan hasil merger. 87
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak
lagi mengenal merger dengan likuidasi, tetapi yang diakui hanyalah merger tanpa
likuidasi.
2. Merger tanpa likuidasi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya
mengenal suatu merger tanpa dilakukan likuidasi terhadap perusahaan yang
bubar. Jadi, perusahaan yang bubar karena merger, bubar tanpa dilikuidasi.
Terhadap merger dengan pembubaran perusahaan tanpa likuidasi ini, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Seluruh aktiva perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada
perusahaan yang eksis.
b. Seluruh kewajiban perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum
kepada perusahaan yang eksis.
87Ibid,
c. Pemegang saham dari perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum
menjadi pemegang saham perusahaan yang eksis, kecuali pemegang
saham minoritas yang tidak setuju dengan merger, dalam hal ini dia dapat
menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
d. Sungguhpun dalam setiap merger harus memerhatikan kepentingan
karyawan, perusahaan yang bubar karena merger (tanpa likuidasi) tidak
mesti mengalihkan semua karyawan kepada perusahaan yang eksis. Pasal
122 ayat (3) juncto Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas.
e. Perusahaan yang bubar tidak perlu dibereskan secara hukum sebab tidak
ada dokumen yang perlu dibereskan, tetapi perlu dilakukan penyelesaian
administrasi terhadap perusahaan yang bubar tersebut dengan cara dan
kegiatan yang sama dengan pembubaran dengan likuidasi, yaitu berupa:
1) Pendaftaran pembubaran perusahaan dalam daftar perusahaan.
2) Diumumkan pembubaran perusahaan dalam berita negara.
3) Pembubaran perusahaan diumumkan dalam dua surat kabar harian.
4) Pembubaran perusahaan diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.
5) Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan
oleh pihak yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk
pembubaran perusahaan yang bersangkutan.
6) Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham. 88
88Ibid,
B. Merger Lintas Negara
Merger lintas negara (cross boarder merger) merupakan merger yang
cukup banyak dilakukan. Dalam hal ini yang bergabung adalah perusahaan dari
dua negara yang berbeda. Terdapat perselisihan antara hukum di kedua negara
tersebut, tetapi untuk merger lintas negara, dalam banyak hal, yang berlaku adalah
hukum di mana perusahaan itu berkedudukan. Tidak berarti hukum di negara asal
perusahaan tersebut tidak diperhatikan. Disebabkan pada prinsipnya para pihak
sampai batas tertentu dapat memperjanjikan hal yang dikehendaki dalam kontrak
merger. Karena itu, jika terdapat kaidah hukum yang ingin diberlakukan,
sebaiknya dan biasanya diatur dalam kontrak merger tersebut.
Sebenarnya latar belakang dan tujuan dilakukannya merger lintas negara
sama saja dengan latar belakang dan tujuan merger secara umum, seperti untuk
menambah sinergi, memperluas pasar, dan lain-lain.
Akan tetapi, ada juga motif untuk melakukan merger lintas negara, yaitu untuk meningkatkan nama baik dari perusahaan tersebut. Motif seperti ini berbahaya bagi perusahaan yang bersangkutan. Sebab ini menandakan sebenarnya merger lintas negara tersebut tidak dilandasi oleh kebutuhan ekonomis dari perusahaan tersebut sehingga sebenarnya, bagi perusahaan yang bersangkutan, merger tersebut tidak membawa manfaat apa-apa, bahkan mungkin dapat merugikan. Belum lagi kemungkinan adanya masalah-masalah teknis dan operasional yang akan dihadapi, misalnya, pihak manajemen yang tidak terintegrasi, budaya perusahaan yang tidak menyatu, dan lain-lain. Jadi, merger
lintas negara dengan motif seperti ini haruslah dihindari.89
1. Peningkatan kwalitas perusahaan.
Adapun yang merupakan motivasi dilakukannya merger lintas negara
adalah sebagai berikut
89Ibid,
2. Pengembangan sayap secara internasional.
3. Memperkuat kompetisi pasar.
4. Sebagai jalan keluar manakala pertumbuhan perusahaan secara domestik
terbatas.
5. Untuk mendapatkan biaya (termasuk) buruh yang relatif murah. 90
Dapat disebutkan bahwa di antara motif-motif terpenting untuk melakukan
merger lintas negara adalah sebagai berikut:
1. Mengintensifkan hubungan dengan blok perdagangan yang lebih luas.
2. Menyebar risiko (produk dan keuangan) secara geografis.
3. Mendapatkan produk pendukung.
9. Pengembangan dan perluasan pasar. 91
Hal ini dimotivasi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Lingkup domestik yang terbatas;
2. Kebutuhan untuk melindungi posisi dan persaingan;
3. Mempertahankan pasar yang ada;
4. Mendapatkan akses ke produk baru;
Banyak aspek yuridis yang perlu diperhitungkan dalam rangka melakukan
merger lintas negara. Jika aspek-aspek ini diabaikan, merger yang bersangkutan
terancam gagal.
Banyak juga aspek yuridis yang mesti diperhitungkan yang sebenarnya
berlaku bukan hanya untuk merger secara lintas negara, melainkan aspek yuridis
tersebut berlaku juga bagi suatu merger pada umumnya.
Karena itu, di samping aspek yuridis yang umum yang mesti
diperhitungkan tersebut, seperti yang telah dijelaskan dalam bagian-bagian yang
lain, terhadap suatu merger lintas negara, perlu perhatian serius terhadap
aspek-aspek yuridis berikut ini:
1. Kontrak, komitmen, dan provitabilitas.
2. Asuransi.
3. Masalah Pensiun.
4. Kewajiban terhadap pihak ketiga.
5. Kemungkinan digugat.
6. Masalah pengaturan dan pembayaran pajak
7. Masalah pendanaan.
8. Arus dividen.
9. Realisasi kekayaan.
10. Pertukaran mata uang.
11. Kewajiban keuangan selain pajak.
12. Keterbukaan terhadap publik.
14. Persyaratan bursa saham (jika terlibat perusahaan terbuka).
15. Pengaturan tentang perusahaan asing. 92
Selanjutnya untuk suatu merger yang bersifat lintas negara (cross boarder)
selain harus diperhatikan faktor untuk merger biasa seperti disebutkan di atas,
maka harus pula diperhatiakn beberapa faktor tambahan sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi, perkembangan, dan segmen pasar.
2. Bagaimanakah bisnis inti dan produk.
3. Bagaimanakah biaya produksi dan ekonomis.
4. Bagaimanakah sinergi internasionalnya.
5. Bagaimanakah penerimaan kulturalnya.
6. Bagaimanakah gaya manajemennya
7. Bagaimanakah lingkungan bisnisnya.
8. Bagaimanakah kualitas, ketersediaan, dan hubungan perburuhan.
9. Bagaimanakah keinginan untuk memikul risiko.
10. Kisah kesuksesan dan kegagalan perusahan di luar negeri pada masa lalu.
11. Bagaimanakah alternatif bentuk pertumbuhan dan kerja sama.
12. Bagaimanakah pengalaman orang lain di daerah target yang potensial.
13. Bagaimanakah keuntungan dan risiko yang khas dari negara target.
14. Apakah sudah dilakukan pemeriksaaan yang rutin terhadap kinerja dan
profitabilitas.
15. Apakah manajemennya ahli dan konsisten.
16. Kewaspadaan yang terus menerus dan keterlibatan kantor pusat.
92
17. Status perusahaan target (asing) yang sama dengan rekan domestiknya.
18. Memikul tanggung jawab penuh pada investasi.
19. Memberikan penghargaan terhadap negara setempat serta kulturnya.
20. Memberikan pengalaman serta peranan para ahli dari kantor pusat.
21. Bagaimanakah tingkat keuntungan yang telah diramalkan.
22. Bagaimanakah integrasi produk.
23. Bagaimanakah eksploitasi sinerginya.
24. Bagaimanakah jaringan kerja kelompoknya. 93
Banyak hambatan yang akan ditemukan apabila dilakukan merger lintas
negara. Karena itu, perlu terlebih dahulu dipertanyakan apakah memang
perusahaan tersebut perlu melakukan apa yang disebut dengan merger lintas
negara tersebut.
Setidaknya ada tiga hambatan yang selalu menghambat pelaksanaan
merger lintas negara, yaitu:
1. Hambatan Yuridis
Banyak hambatan yuridis akan dialami jika dilakukan merger lintas
negara. Hal ini berkenaan dengan fakta bahwa adanya perbedaan
perlakuan hukum antara perusahaan asing dan perusahaan domestik.
Dengan demikian, dapat saja terjadi bahwa merger lintas negara tidak
menarik, bahkan dalam bidang-bidang tertentu tidak mungkin sama sekali.
93 Ibid,
Sungguhpun begitu, sedikit demi sedikit perbedaan perlakuan antara
perusahaan asing dan perusahaan domestik ini semakin mengecil. Hal ini
disebabkan oleh dua faktor yaitu:94
a. Sejalan dengan prinsip di kebanyakan negara yang mengundang modal
asing sebanyaknya masuk ke negaranya sehingga hambatan atau
perbedaan perlakuan antara perusahaan domestik dan perusahaan asing
akan menjadi disintensif.
b. Sejalan dengan arus globalisasi dalam era perdagangan bebas
bersamaan dengan adanya AFTA, APEC, dan GATT, yang
mengarahkan perlakuan yang sama atas bisnis dan perdagangan antara
negara satu dengan negara yang lain, antara lain, dengan
menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan.
2. Hambatan Politis
Hambatan lain terhadap merger lintas negara ini adalah yang berkenaan
dengan hambatan politis.
Hambatan politis, antara lain, yang berhubungan dengan adanya perlakuan
khusus, resmi, atau tidak resmi, terhadap perusahaan-perusahaan domestik,
terutama terhadap perusahaan-perusahaan besar, perlakuan khusus itu
belum tentu didapatkan dengan merger dengan perusahaan dinegara lain.
3. Hambatan Fiskal
Masalah perlakuan fiskal yang berbeda juga dapat mengganjal pelaksanaan merger lintas negara. Bisa jadi perlakuan khusus perpajakan yang telah didapatkan akan hilang dengan adanya merger dengan perusahaan dari
negara lain tersebut. Kemudahan pajak atas capital gain bisa jadi hilang.
94Ibid,
kerugian di suatu negara belum tentu dapat di kompensasi dengan
keuntungan di negara lain. Dan adanya double taxation treaties juga tidak
sepenuhnya dapat membantu menyelesaikan masalah perpajakan antara negara ini.
Tidak jarang terjadi kejutan terhadap pihak yang menggabungkan diri
dalam merger lintas negara, yakni kejutan yang datang dari masalah yang tidak
pernah teridentifikasi sebelumnya. Karena itu, berikut ini disebutkan beberapa
sumber masalah tidak terduga dalam merger lintas negara, yaitu:
1. Kontrol dari pemegang saham.
2. Sikap dan gaya manajemen.
3. Partisipasi persekutuan dagang.
11. Kewajiban pelatihan dan peralihan teknologi.
12. Peraturan-peraturan yang berlebihan. 95
Terdapat beberapa fenomena yang dapat dijadikan suatu peringatan
tentang akan adanya hambatan-hambatan dalam melakukan merger lintas negara.
Fenomena-fenomena peringatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketidak stabilan politik.
95Ibid,
2. Infrastruktur yang buruk.
3. Laporan tahunan yang tidak memadai, tidak lengkap, dan terlalu optimis.
4. Pembatasan yang tidak logis atau berlebihan terhadap orang asing.
5. Jaringan komunikasi yang tidak memadai, tidak dapat dipercaya, dan tidak
dapat dimonitor.
6. Kondisi lingkungan yang sulit dengan tingkat polusi yang tinggi.
7. Pembatasan pada arus modal.
8. Ketidakmampuan untuk mendapatkan jaminan dalam bentuk asuransi yang
layak.
9. Mutu sumber daya manusia yang rendah.
10. Ancaman dari mogok dan demonstrasi masyarakat serta jeleknya
hubungan perburuhan.
11. Adat istiadat setempat yang dapat menyebabkan salah pengertian.
12. Kekurangan pusat pelatihan khusus dan fasilitas dalam perusahaan.
13. Mesin yang ada sudah ketinggalan zaman atau tidak berguna lagi.
14. Kekurangan para pelatih yang terampil untuk teknik industri modern.
15. Sumber daya manusia tidak terbiasa dengan sistem pengendalian mutu dan
output.
16. Ketidakmampuan memenuhi tanggal pengiriman.
17. Terlalu banyak karyawan.
18. Para manajer dipilih karena alasan politis atau kolusi, bukan karena
kemampuan.
20. Adanya sikap konservatif dan alergi terhadap perubahan.
Demikianlah, diantara fenomena yang harus diperhitungkan dalam
melakukan merger lintas negara. Jika hal tersebut diabaikan, akan terjadi
kesusahan, bahkan hambatan tersebut dapat mengagalkan merger yang
bersangkutan.96
1. Salah satu atau kedua perusahaan yang melakukan merger,
Pihak-pihak lainnya (selain dari konsumen dan pesaing bisnis) yang
cenderung dirugikan karena tindakan merger tersebut adalah
2. Pihak pemegang saham minoritas dalam perusahaan-perusahaan tersebut,
3. Pihak karyawannya, dan
4. Pihak kreditur. 97
96Ibid,
hlm. 94.
97