• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia - Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia - Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA

A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia

Pengertian Penggabungan (merger) telah diatur secara normatif dalam

beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27

Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan

Terbatas menjelaskan bahwa:

“Pengabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan

atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada

dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”

Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai merger:

“Merger is combination of two or more corporations, where the dominant

unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under

the same name.”

(Penggabungan (Merger) adalah suatu kombinasi dari 2 (dua) atau lebih

perusahaan, di mana perusahaan yang dominan mengabsorpsi perusahaan

yang pasif; perusahaan yang dominan melanjutkan kegiatan, pada umumnya

(2)

Sedangkan Encyclopedia of Banking and Finance memberikan pula

definisi mengenai penggabungan (merger)68

Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam hal ini, fusi atau absorpsi

tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang

lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan

diri.

:

“Merger is the fusion or absorption of one into another.”

(Penggabungan (merger) adalah fusi atau pengabsorpsian dari satu kepada

yang lainnya.)

Istilah merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu “fusi” atau

“absorpsi” dari suatu benda atau hak pada benda atau hak lainnya.

Undang-Undang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “penggabungan” untuk

pengertian merger ini.

69

Perkembangan merger dalam sejarah mengalami pasang surut. Yang dapat

ditarik dari sejarah tersebut adalah bahwa pasang surutnya merger mempunyai

korelasi positif dengan pasang surutnya bisnis dinegara yang bersangkutan.

Artinya, pada saat keadaan bisnis dan ekonomi suatu negara sedang berkembang,

maka pada prinsipnya merger pun banyak dilakukan. Sebaliknya, pada saat

ekonomi dalam keadaan resesi, maka kegiatan merger pun menurun. Hal ini wajar

68

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan-Pola Kemitraan dan Badan Hukum,

Cet.Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 77-78.

69

(3)

karena merger dipandang sebagai salah satu cara memperluas usaha yang tentu

memerlukan orang jika prospek bisnis di tempat tersebut tidak baik.70

1. Pertimbangan pasar

Merger memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan sinergi

perusahaan. Sinergi akibat merger ini disebabkan adanya beberapa keuntungan,

yaitu

Pertimbangan pasar dimaksudkan untuk memperluas pangsa pasar,

menghasilkan mata rantai produksi yang lengkap dan untuk memperluas

distribusi produk dalam satu area, atau memperluas area distribusi.

2. Penghematan Distribusi

Sistem distribusi termasuk sales, dealer, retail outlets dan transportation

facilities, diharapkan dapat menangani dua produk yang mempunyai metode

distribusi dan pasar yang serupa melalui efisiensi biaya.

3. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan salah satu cara penganekaragaman jenis, untuk

meminimalisasikan risiko terhadap pasar tertentu dan/ atau untuk dapat

berpartisipasi pada bidang-bidang yang baru tumbuh.

4. Keuntungan Manufaktur

Alasan ini dapat mengefisiensikan kelemahan, kapasitas dan overhead,

sehingga permasalahan-permasalahan temporer dapat segera diatasi.

5. Riset dan Pengembangan

70Ibid,

(4)

Riset dan Pengembangan tentunya harus didukung dengan biaya yang cukup,

namun dengan dilakukannya merger maka biaya untuk melakukan riset dan

pengembangan dapat ditekan setinggi mungkin karena riset, dan pendidikan

atau pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan laboratorium bersama.

6. Pertimbangan Keuangan

Pertimbangan keuangan diharapkan dapat berpengaruh kepada:71

a. Earning per share

b. Corporate’s Image Improvement

c. Security and Stability Financial

7. Optimalisasi Akses Kekayaan (Capital Access Optimalization).

Optimalisasi Akses Kekayaan dapat lebih didayagunakan oleh perusahaan

dominan dan target.

8. Pertimbangan Sumber Daya Manusia

Setiap perusahaan yang mengalami kekurangan kualitas dan kuantitas sumber

daya manusia, maka dapat dilakukan knowledge atau experience transfer.

9. Kecanggihan dan Otomatisasi

Perkembangan bisnis menuju kepada penggunaan sarana yang semakin

canggih dan otomatisasi. Sehingga diperlukan biaya tinggi dan kemampuan

SDM yang tangguh. Perusahaan-perusahaan kecil akan sulit mengikuti

perkembangan ini kecuali dengan membesarkan diri, antara lain dilakukan

dengan merger.

10. Penghematan Pajak. 72

71Ibid

(5)

Untuk mengadakan suatu merger ada 2 (dua) macam metode, yaitu:73

1. Fusi saham (aandolfusio)

Pada fusi saham dapat terjadi karena adanya pengoperan saham.

2. Fusi perusahaan (lodrijf fusio)

Pada fusi perusahaan terjadi dengan penggabungan perusahaan dari Perseroan

Terbatas – Perseroan Terbatas yang berfungsi.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

(UUPT) merupakan tonggak sejarah hukum tentang merger. Hal ini disebabkan

Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tersebutlah yang memulai mengatur

merger yang lumayan komprehensif di tingkat undang-undang. Sebelumnya

terdapat pengaturan merger, yang bersifat sektoral dan pengaturannya masih pada

tingkat di bawah undang-undang. Oleh karena itu, sejarah hukum tentang merger

dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu

Periode Pra-UUPT dan Periode Pasca-UUPT.

1. Periode Sebelum Undang- Undang Perseroan Terbatas.

Di Indonesia sejarah hukum tentang merger masih terbilang baru. Dalam

tingkat undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai

sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas.

Praktik merger di Indonesia sudah mulai dilakukan sebelum berlakunya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya

didasari pada dasar hukum sebagai berikut: 74

72

.Johannes Ibrahim, Op. Cit. , hlm. 82- 83.

73

(6)

a. Dasar hukum kontraktual

Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata, khususnya buku ke-III

yang berlaku terhadap suatu merger, yaitu:

1) Ketentuan tentang perikatan pada umumnya

Dalam KUH Perdata tidak diatur secara khusus mengenai perjanjian

merger. Tidak ada satu Pasal pun yang berbicara tentang perjanjian

merger. Akan tetapi, dalam KUH Perdata tersebut buku ke-III terdapat

ketentuan umum tentang perikatan yang diberlakukan terhadap setiap

jenis perjanjian, termasuk perjanjian merger. Ketentuan umum

mengenai perikatan ini diatur mulai dari Pasal 1233 sampai dengan

Pasal 1456.

2) Ketentuan tentang perjanjian jual beli

Dalam suatu deal merger antarperusahaan dalam teknik pelaksanaan

diperlukan adanya jual beli saham. Itu sebabnya dalam Pasal 11 dari

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank,

ditentukan bahwa salah satu dokumen yang harus dilampirkan dalam

mengajukan permohonan untuk memperoleh izin merger (izin tetap) di

samping akta perjanjian merger adalah akta jual beli saham.

Untuk suatu perjanjian jual beli, termasuk untuk jual beli saham, di

samping berlaku ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat di

bagian awal dari buku ke-II KUH Perdata sebagaimana telah disebutkan

74

(7)

di atas, berlaku pula ketentuan khusus mengenai jual beli, yang terdapat

mulai dari Pasal 1457 sampai dengan termasuk Pasal 1540 KUH

Perdata.

Teknis pelaksanaan merger antara dua perusahaan sering dipakai

metode inbreng saham sebagai gantinya jual beli saham. 75

b. Dasar hukum bidang usaha khusus

Ada perseroan terbatas bidang tertentu yang mempunyai dasar hukum

tersendiri sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas. Bidang yang diatur merger secara langsung oleh

perundang-undangan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas adalah perseroan-perseroan terbatas bidang

perbankan.

Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, merger bank diatur dalam perundang-undangan. Untuk

merger dibidang perbankan, memang telah ada beberapa

perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 614/ MK/ II/ 8/ 1971 tentang

Pemberian Kelonggaran Perpajakan kepada Bank-Bank Swasta

Nasional yang melakukan penggabungan (merger).

2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 Tanggal 25

Maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank.

75Ibid,

(8)

3) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/ 15/ BPPP Tanggal 25 Maret

1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha bagi Bank

Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan, dan Bank Perkreditan

Rakyat.

4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/ KMK. 017/ 1993 Tanggal

26 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,

Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Keputusan Nomor 222 ini

menggantikan Keputusan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 tersebut di atas

dan akuisisi bank. 76

Praktik merger juga terjadi ketika pemerintah Republik Indonesia

membongkar pasang perusahaan-perusahaan belanda yang dinasionalisasi

pada dekade 1950- an. Ketika itu pula The Big Five perusahaan Belanda

dibongkar pasang oleh pemerintah Republik Indonesia. The Big Five tersebut

adalah:

1) Borsumij;

2) Jacoberg;

3) Geo Wehry;

4) Lindeteves;dan

5) Internatio.

2. Periode Pasca-UUPT

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

mengatur tentang merger dengan komprehensif. Dapat dikatakan era merger

76Ibid,

(9)

setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dicatat dalam

sejarah hukum bisnis sebagai era kepastian hukum bagi tindakan merger.

salah satu kelebihan dari Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tidak

dimiliki oleh pasal-pasal tentang Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang adalah diaturnya mengenai merger, akuisisi, dan konsolidasi

dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut

mengatur tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi mulai dari Pasal 102 sampai

dengan Pasal 109 plus Pasal 76 mengenai kuorum dan voting dalam rapat umum

pemegang saham untuk merger, akuisisi, dan konsolidasi.

Pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 1998 yang mengganti ketentuan-ketentuan dalam

Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah memperbaiki dan

mencatat Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama, yaitu Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995.

Dalam bidang perbankan, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1

tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, telah dikeluarkan beberapa

perundang-undangan yang berkenaan dengan merger, khususnya mengenai merger bank,

yaitu

a. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tanggal 7 Mei 1999 tentang

(10)

b. Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32/ 51/ KEP/ DIR Tanggal 14

Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan

Akuisisi Bank Umum.

c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/ 52/ KEP/ DIR

Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,

Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat. 77

Pengaturan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai merger pada

prinsipnya terfokus pada dua hal berikut:

a. Masalah prosedural

Apabila dilihat ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, terlihat

bahwa sebagian besar pengaturan tentang merger adalah berkenaan dengan

aspek prosedural tentang merger tersebut. 78

1) Tahap I (rencana)

Prosedur penggabungan berdasakan UUPT bersifat mengikat dan

ketentuan ini tidak bisa tidak ditaati sebab penyimpangan terhadap

peraturan ini berakibat batalnya penggabungan perseroan yang

bersangkutan.

Menurut Pasal 123 (1) UUPT, Direksi perseroan yang akan

menggabungkan diri dan menerima penggabungan menyusun

rancangan penggabungan. 79

Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 119 .

(11)

a) Nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan

penggabungan;

b) Alasan serta penjelasan Direksi yang akan melakukan penggabungan

dan persyaratan penggabungan;

c) Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang

menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima

penggabungan;

d) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima

penggabungan apabila ada;

e) Laporan keuangan;

f) Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan

yang akan melakukan penggabungan;

g) Neraca performa perseroan yang menerima penggabungan sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h) Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, dan

Dewan Komisaris dan Karyawan perseroan;

i) Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan

menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;

j) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap

penggabungan perseroan;

k) Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium

dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris perseroan

(12)

l) Perkiraan jangka waktu pelaksanaaan penggabungan;

m)Laporan mengenai keadaan, perkembangan dan hasil yang dicapai

dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan;

n) Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan dan

perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan;

o) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang

berjalan, yang mempengaruhi kegiatan beserta yang akan melakukan

penggabungan. 80

2) Tahap II (pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS)

Menurut Pasal 123 (3) UUPT, rancangan penggabungan sebagaimana

dimaksud, setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap

perseroan kemudian diajukan kepada RUPS masing- masing untuk

mendapat persetujuan.

3) Tahap III (pelaksanaan penggabungan)

4) Tahap IV (permohonan izin penggabungan) Ditujukan kepada instansi

terkait, khususnya perseroan yang bergerak di bidang tertentu.

5) Tahap V (pengumuman pelaksanaan penggabungan)

Menurut Pasal 133 (1), Direksi perseroan yang menerima

penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam satu

surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 hari

terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.

80

(13)

6) Tahap VI (penyelenggaraan RUPS perseroan penerima penggabungan)

7) Tahap VII (pengajuan permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM,

untuk pengesahan perubahan anggaran dasar).

8) Tahap VIII (pengesahan perubahan anggaran dasar oleh Menteri

Hukum dan HAM)

9) Tahap IX (tindak lanjut pembubaran yang digabungkan)81

b. Masalah protektif

Disamping hal-hal yang bersifat prosedural, Undang-Undang Perseroan

Terbatas juga mengatur hal- hal yang bersifat protektif. Terdapat satu misi

dari Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam hal pengaturan tentang

merger, yakni misi untuk melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu.

Adapun yang merupakan pihak-pihak yang oleh Undang-Undang

Perseroan Terbatas dipandang perlu untuk diberikan perlindungan khusus

adalah sebagai berikut:

1) Perlindungan kepentingan perseroan.

2) Perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas.

3) Perlindungan kepentingan karyawan perusahaan.

4) Perlindungan kepentingan masyarakat.

5) Perlindungan kepentingan persaingan sehat.

6) Perlindungan kepentingan kreditor.

7) Perlindungan kepentingan mitra usaha.

81

(14)

Salah satu metode terhadap perlindungan para pihak, terutama kepentingan

masyarakat adalah dengan diwajibkan melakukan

pengumuman-pengumuman (di surat kabar dan berita negara) terhadap tindakan atau

tahap-tahap tertentu dalam proses pelaksanaan merger tersebut. Ini penting

agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahuinya dan dapat

mengambil langkah-langkah tertentu untuk melindungi dirinya dari

perbuatan merger yang mungkin merugikan kepentingannya.82

Pelaksanaan merger dapat terjadi dengan 2 (dua) cara yaitu merger yang

dilakukan secara sukarela/ ramah (friendly merger) dan merger yang dilakukan

dengan paksaan (unfriendly/ hostile merger)83

1. Friendly Merger

Friendly merger merupakan merger yang dilakukan melalui Direksi

masing-masing perseroan yang akan melakukan merger di mana perseroan yang akan

mengakuisisi (acquiring company) perseroan sasaran (target company)

terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan sasaran sebelum suatu

merger plan disampaikan perseroan yang mengakuisisi kepada pemegang

saham perseroan sasaran (target company).84

2. Unfriendly/Hostile Merger

Kebalikan dari friendly merger, suatu unfriendly merger (atau biasa disebut

hostile merger) merupakan merger yang dilakukan oleh perseroan yang akan

mengakuisisi (acquiring company) dengan membeli saham perseroan sasaran

82Ibid

, hlm 111

83

Cornelius Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 31- 32.

84Ibid

(15)

(target company) secara langsung kepada pemegang saham perseroan sasaran

(target company) tanpa terlebih dahulu menghubungi Direksi perseroan

sasaran.85

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

memperkenalkan merger dengan atau tanpa likuidasi. Artinya bahwa para pihak

dapat memilih apakah perusahaan yang bubar karena merger tersebut:86

1. Dilikuidasi atau

2. Tidak dilikuidasi.

Untuk lebih jelasnya, kedua hal tersebut dapat diterangkan satu per satu

berikut ini.

1. Merger dengan likuidasi

Seperti telah disebutkan bahwa dalam suatu merger, salah satu perusahaan

tetap hidup dan menjalankan bisnisnya sementara perusahaan-perusahaan lain

yang menggabungkan diri dibubarkan. Pembubaran perusahaan tersebut dapat

dilakukan dengan likuidasi atau tanpa likuidasi.

Jika yang dipilih adalah merger dengan pembubaran perusahaan disertai

likuidasi, berlaku hukum tentang likuidasi biasa secara mutatis mutandis.

Jadi, terhadap perusahaan yang bubar dan yang dilikuidasi karena merger

tersebut berlaku hal-hal sebagai berikut:

a. Pendaftaran likuidasi dalam daftar perusahaan.

b. Diumumkan likuidasi dalam berita negara.

c. Likuidasi diumumkan dalam dua surat kabar harian.

85

Munir Fuady IV, Op. Cit., hlm. 32.

86Ibid

(16)

d. Likuidasi diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.

e. Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan oleh

pihak likuidator.

f. Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk likuidasi yang dapat

dilakukan sekaligus dengan Rapat Umum Pemegang Saham untuk merger.

g. Perusahaan yang dilikuidasi dibereskan boedelnya oleh likuidator. Jadi,

aktiva, pasiva, dan karyawan dari perusahaan yang di likuidasi tidak

otomatis beralih kepada perusahaan hasil merger. 87

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak

lagi mengenal merger dengan likuidasi, tetapi yang diakui hanyalah merger tanpa

likuidasi.

2. Merger tanpa likuidasi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya

mengenal suatu merger tanpa dilakukan likuidasi terhadap perusahaan yang

bubar. Jadi, perusahaan yang bubar karena merger, bubar tanpa dilikuidasi.

Terhadap merger dengan pembubaran perusahaan tanpa likuidasi ini, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

a. Seluruh aktiva perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada

perusahaan yang eksis.

b. Seluruh kewajiban perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum

kepada perusahaan yang eksis.

87Ibid,

(17)

c. Pemegang saham dari perusahaan yang dibubarkan beralih secara hukum

menjadi pemegang saham perusahaan yang eksis, kecuali pemegang

saham minoritas yang tidak setuju dengan merger, dalam hal ini dia dapat

menjual sahamnya dengan harga yang wajar.

d. Sungguhpun dalam setiap merger harus memerhatikan kepentingan

karyawan, perusahaan yang bubar karena merger (tanpa likuidasi) tidak

mesti mengalihkan semua karyawan kepada perusahaan yang eksis. Pasal

122 ayat (3) juncto Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas.

e. Perusahaan yang bubar tidak perlu dibereskan secara hukum sebab tidak

ada dokumen yang perlu dibereskan, tetapi perlu dilakukan penyelesaian

administrasi terhadap perusahaan yang bubar tersebut dengan cara dan

kegiatan yang sama dengan pembubaran dengan likuidasi, yaitu berupa:

1) Pendaftaran pembubaran perusahaan dalam daftar perusahaan.

2) Diumumkan pembubaran perusahaan dalam berita negara.

3) Pembubaran perusahaan diumumkan dalam dua surat kabar harian.

4) Pembubaran perusahaan diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.

5) Pendaftaran, pengumuman, dan pemberitahuan tersebut dilakukan

oleh pihak yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk

pembubaran perusahaan yang bersangkutan.

6) Dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham. 88

88Ibid,

(18)

B. Merger Lintas Negara

Merger lintas negara (cross boarder merger) merupakan merger yang

cukup banyak dilakukan. Dalam hal ini yang bergabung adalah perusahaan dari

dua negara yang berbeda. Terdapat perselisihan antara hukum di kedua negara

tersebut, tetapi untuk merger lintas negara, dalam banyak hal, yang berlaku adalah

hukum di mana perusahaan itu berkedudukan. Tidak berarti hukum di negara asal

perusahaan tersebut tidak diperhatikan. Disebabkan pada prinsipnya para pihak

sampai batas tertentu dapat memperjanjikan hal yang dikehendaki dalam kontrak

merger. Karena itu, jika terdapat kaidah hukum yang ingin diberlakukan,

sebaiknya dan biasanya diatur dalam kontrak merger tersebut.

Sebenarnya latar belakang dan tujuan dilakukannya merger lintas negara

sama saja dengan latar belakang dan tujuan merger secara umum, seperti untuk

menambah sinergi, memperluas pasar, dan lain-lain.

Akan tetapi, ada juga motif untuk melakukan merger lintas negara, yaitu untuk meningkatkan nama baik dari perusahaan tersebut. Motif seperti ini berbahaya bagi perusahaan yang bersangkutan. Sebab ini menandakan sebenarnya merger lintas negara tersebut tidak dilandasi oleh kebutuhan ekonomis dari perusahaan tersebut sehingga sebenarnya, bagi perusahaan yang bersangkutan, merger tersebut tidak membawa manfaat apa-apa, bahkan mungkin dapat merugikan. Belum lagi kemungkinan adanya masalah-masalah teknis dan operasional yang akan dihadapi, misalnya, pihak manajemen yang tidak terintegrasi, budaya perusahaan yang tidak menyatu, dan lain-lain. Jadi, merger

lintas negara dengan motif seperti ini haruslah dihindari.89

1. Peningkatan kwalitas perusahaan.

Adapun yang merupakan motivasi dilakukannya merger lintas negara

adalah sebagai berikut

89Ibid,

(19)

2. Pengembangan sayap secara internasional.

3. Memperkuat kompetisi pasar.

4. Sebagai jalan keluar manakala pertumbuhan perusahaan secara domestik

terbatas.

5. Untuk mendapatkan biaya (termasuk) buruh yang relatif murah. 90

Dapat disebutkan bahwa di antara motif-motif terpenting untuk melakukan

merger lintas negara adalah sebagai berikut:

1. Mengintensifkan hubungan dengan blok perdagangan yang lebih luas.

2. Menyebar risiko (produk dan keuangan) secara geografis.

3. Mendapatkan produk pendukung.

9. Pengembangan dan perluasan pasar. 91

Hal ini dimotivasi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Lingkup domestik yang terbatas;

2. Kebutuhan untuk melindungi posisi dan persaingan;

3. Mempertahankan pasar yang ada;

4. Mendapatkan akses ke produk baru;

(20)

Banyak aspek yuridis yang perlu diperhitungkan dalam rangka melakukan

merger lintas negara. Jika aspek-aspek ini diabaikan, merger yang bersangkutan

terancam gagal.

Banyak juga aspek yuridis yang mesti diperhitungkan yang sebenarnya

berlaku bukan hanya untuk merger secara lintas negara, melainkan aspek yuridis

tersebut berlaku juga bagi suatu merger pada umumnya.

Karena itu, di samping aspek yuridis yang umum yang mesti

diperhitungkan tersebut, seperti yang telah dijelaskan dalam bagian-bagian yang

lain, terhadap suatu merger lintas negara, perlu perhatian serius terhadap

aspek-aspek yuridis berikut ini:

1. Kontrak, komitmen, dan provitabilitas.

2. Asuransi.

3. Masalah Pensiun.

4. Kewajiban terhadap pihak ketiga.

5. Kemungkinan digugat.

6. Masalah pengaturan dan pembayaran pajak

7. Masalah pendanaan.

8. Arus dividen.

9. Realisasi kekayaan.

10. Pertukaran mata uang.

11. Kewajiban keuangan selain pajak.

12. Keterbukaan terhadap publik.

(21)

14. Persyaratan bursa saham (jika terlibat perusahaan terbuka).

15. Pengaturan tentang perusahaan asing. 92

Selanjutnya untuk suatu merger yang bersifat lintas negara (cross boarder)

selain harus diperhatikan faktor untuk merger biasa seperti disebutkan di atas,

maka harus pula diperhatiakn beberapa faktor tambahan sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi, perkembangan, dan segmen pasar.

2. Bagaimanakah bisnis inti dan produk.

3. Bagaimanakah biaya produksi dan ekonomis.

4. Bagaimanakah sinergi internasionalnya.

5. Bagaimanakah penerimaan kulturalnya.

6. Bagaimanakah gaya manajemennya

7. Bagaimanakah lingkungan bisnisnya.

8. Bagaimanakah kualitas, ketersediaan, dan hubungan perburuhan.

9. Bagaimanakah keinginan untuk memikul risiko.

10. Kisah kesuksesan dan kegagalan perusahan di luar negeri pada masa lalu.

11. Bagaimanakah alternatif bentuk pertumbuhan dan kerja sama.

12. Bagaimanakah pengalaman orang lain di daerah target yang potensial.

13. Bagaimanakah keuntungan dan risiko yang khas dari negara target.

14. Apakah sudah dilakukan pemeriksaaan yang rutin terhadap kinerja dan

profitabilitas.

15. Apakah manajemennya ahli dan konsisten.

16. Kewaspadaan yang terus menerus dan keterlibatan kantor pusat.

92

(22)

17. Status perusahaan target (asing) yang sama dengan rekan domestiknya.

18. Memikul tanggung jawab penuh pada investasi.

19. Memberikan penghargaan terhadap negara setempat serta kulturnya.

20. Memberikan pengalaman serta peranan para ahli dari kantor pusat.

21. Bagaimanakah tingkat keuntungan yang telah diramalkan.

22. Bagaimanakah integrasi produk.

23. Bagaimanakah eksploitasi sinerginya.

24. Bagaimanakah jaringan kerja kelompoknya. 93

Banyak hambatan yang akan ditemukan apabila dilakukan merger lintas

negara. Karena itu, perlu terlebih dahulu dipertanyakan apakah memang

perusahaan tersebut perlu melakukan apa yang disebut dengan merger lintas

negara tersebut.

Setidaknya ada tiga hambatan yang selalu menghambat pelaksanaan

merger lintas negara, yaitu:

1. Hambatan Yuridis

Banyak hambatan yuridis akan dialami jika dilakukan merger lintas

negara. Hal ini berkenaan dengan fakta bahwa adanya perbedaan

perlakuan hukum antara perusahaan asing dan perusahaan domestik.

Dengan demikian, dapat saja terjadi bahwa merger lintas negara tidak

menarik, bahkan dalam bidang-bidang tertentu tidak mungkin sama sekali.

93 Ibid,

(23)

Sungguhpun begitu, sedikit demi sedikit perbedaan perlakuan antara

perusahaan asing dan perusahaan domestik ini semakin mengecil. Hal ini

disebabkan oleh dua faktor yaitu:94

a. Sejalan dengan prinsip di kebanyakan negara yang mengundang modal

asing sebanyaknya masuk ke negaranya sehingga hambatan atau

perbedaan perlakuan antara perusahaan domestik dan perusahaan asing

akan menjadi disintensif.

b. Sejalan dengan arus globalisasi dalam era perdagangan bebas

bersamaan dengan adanya AFTA, APEC, dan GATT, yang

mengarahkan perlakuan yang sama atas bisnis dan perdagangan antara

negara satu dengan negara yang lain, antara lain, dengan

menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan.

2. Hambatan Politis

Hambatan lain terhadap merger lintas negara ini adalah yang berkenaan

dengan hambatan politis.

Hambatan politis, antara lain, yang berhubungan dengan adanya perlakuan

khusus, resmi, atau tidak resmi, terhadap perusahaan-perusahaan domestik,

terutama terhadap perusahaan-perusahaan besar, perlakuan khusus itu

belum tentu didapatkan dengan merger dengan perusahaan dinegara lain.

3. Hambatan Fiskal

Masalah perlakuan fiskal yang berbeda juga dapat mengganjal pelaksanaan merger lintas negara. Bisa jadi perlakuan khusus perpajakan yang telah didapatkan akan hilang dengan adanya merger dengan perusahaan dari

negara lain tersebut. Kemudahan pajak atas capital gain bisa jadi hilang.

94Ibid,

(24)

kerugian di suatu negara belum tentu dapat di kompensasi dengan

keuntungan di negara lain. Dan adanya double taxation treaties juga tidak

sepenuhnya dapat membantu menyelesaikan masalah perpajakan antara negara ini.

Tidak jarang terjadi kejutan terhadap pihak yang menggabungkan diri

dalam merger lintas negara, yakni kejutan yang datang dari masalah yang tidak

pernah teridentifikasi sebelumnya. Karena itu, berikut ini disebutkan beberapa

sumber masalah tidak terduga dalam merger lintas negara, yaitu:

1. Kontrol dari pemegang saham.

2. Sikap dan gaya manajemen.

3. Partisipasi persekutuan dagang.

11. Kewajiban pelatihan dan peralihan teknologi.

12. Peraturan-peraturan yang berlebihan. 95

Terdapat beberapa fenomena yang dapat dijadikan suatu peringatan

tentang akan adanya hambatan-hambatan dalam melakukan merger lintas negara.

Fenomena-fenomena peringatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ketidak stabilan politik.

95Ibid,

(25)

2. Infrastruktur yang buruk.

3. Laporan tahunan yang tidak memadai, tidak lengkap, dan terlalu optimis.

4. Pembatasan yang tidak logis atau berlebihan terhadap orang asing.

5. Jaringan komunikasi yang tidak memadai, tidak dapat dipercaya, dan tidak

dapat dimonitor.

6. Kondisi lingkungan yang sulit dengan tingkat polusi yang tinggi.

7. Pembatasan pada arus modal.

8. Ketidakmampuan untuk mendapatkan jaminan dalam bentuk asuransi yang

layak.

9. Mutu sumber daya manusia yang rendah.

10. Ancaman dari mogok dan demonstrasi masyarakat serta jeleknya

hubungan perburuhan.

11. Adat istiadat setempat yang dapat menyebabkan salah pengertian.

12. Kekurangan pusat pelatihan khusus dan fasilitas dalam perusahaan.

13. Mesin yang ada sudah ketinggalan zaman atau tidak berguna lagi.

14. Kekurangan para pelatih yang terampil untuk teknik industri modern.

15. Sumber daya manusia tidak terbiasa dengan sistem pengendalian mutu dan

output.

16. Ketidakmampuan memenuhi tanggal pengiriman.

17. Terlalu banyak karyawan.

18. Para manajer dipilih karena alasan politis atau kolusi, bukan karena

kemampuan.

(26)

20. Adanya sikap konservatif dan alergi terhadap perubahan.

Demikianlah, diantara fenomena yang harus diperhitungkan dalam

melakukan merger lintas negara. Jika hal tersebut diabaikan, akan terjadi

kesusahan, bahkan hambatan tersebut dapat mengagalkan merger yang

bersangkutan.96

1. Salah satu atau kedua perusahaan yang melakukan merger,

Pihak-pihak lainnya (selain dari konsumen dan pesaing bisnis) yang

cenderung dirugikan karena tindakan merger tersebut adalah

2. Pihak pemegang saham minoritas dalam perusahaan-perusahaan tersebut,

3. Pihak karyawannya, dan

4. Pihak kreditur. 97

96Ibid,

hlm. 94.

97

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya perjanjian pokok (perjanjian kredit) tidak serta merta menjadi hapus, dan berjalan terus. Dalam hal ini mengakibatkan pihak kreditor berada pada posisi

Penelitian ini merupakan action research yang berfujuan untuk mengungkapkan apakah pembelajaran melalui program terpadu (test kecil (kolaborasi test), tatap muka

Puskesmas Getasan, b erilah tanda centang ( √ ) untuk setiap pernyataan yang sesuai dengan kenyataan yang diterima dalam pelayanan.. 2 Tenaga medis memberitahu

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royaliti non-eksklusif ( non-exclusive royality free right ) atas karya ilmiah

Hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja usia 15-17 tahun di SMK Yadika 13 Tambun Bekasi.. Pengaruh karakteristik siswa

4.2 Menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara

Menurut anda bagaimana pengaruh media pada remaja sekitar terhadap

pertanian bukan hanya proses atau kegiatan menambah produksi pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan perubahan sosial baik nilai, norma, perilaku, lembaga, sosial dan