• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peningkatan kualitas SDM perlu dilakukan dengan upaya-upaya meningkatkan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas SDM. Faktor kesehatan dan faktor gizi memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas SDM, karena manusia tidak akan dapat mengembangkan kapasitasnya secara maksimal apabila yang bersangkutan tidak memiliki status kesehatan dan gizi yang optimal.

Gizi adalah suatu proses organisme dalam menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002; Gibson, 2005). Sedangkan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2003; Gibson, 2005).

Dalam siklus hidup manusia, terdapat masa-masa yang sangat rentan terhadap kondisi status gizinya. Anak balita merupakan kelompok usia pertumbuhan badan yang pesat, karena itu mereka merupakan kelompok yang rentan gizi dan mudah menderita kelainan gizi. Zat-zat gizi yang diperlukan oleh anak balita jumlahnya relatif besar. Peningkatan status gizi anak merupakan bagian dari peningkatan status gizi masyarakat.

(2)

2

Walaupun segala daya dan upaya telah di usahakan baik dalam skala nasional maupun internasional, status gizi buruk masih menjadi penyebab mendasar bagi timbulnya penyakit dan pengurangan harapan hidup.

Status gizi buruk dan gizi lebih merupakan masalah yang senantiasa menjadi problema yang cukup serius yang dapat mempengaruhi pembangunan di masa yang akan datang. Keterlambatan dalam memberikan gizi yang cukup akan berakibat kerusakan organ yang sukar atau tidak dapat ditolong, dan jika hal tersebut terjadi pada balita, akan berakibat adanya satu generasi yang hilang (lost generation). Penelitian yang dilakukan oleh Ivanovic et al. (2008), mendapatkan adanya dampak status gizi pada masa balita dan masa sekolah melalui studi lanjutan yang dipantau selama dua belas tahun pada anak-anak usia sekolah di Chili. Anak dengan status gizi bermasalah di saat balita mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk putus sekolah atau tertundanya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan perkembangan otak, kecerdasan dan prestasi belajar. Pada penelitian lainnya, anak kurang gizi juga lebih rentan penyakit, memiliki mortalitas lebih tinggi, dan mengalami penundaan pertumbuhan dibandingkan anak bergizi baik (Pelletier, 1994; World Bank, 1996 dan 1997; Murray and Lopez, 1997). Di dunia, terutama di negara-negara berkembang, faktor resiko terbesar akibat kurang gizi atau malnutrisi adalah kecacatan dan kematian dini. Pemberantasan malnutrisi akan menurunkan kematian anak hingga lebih dari 50 persen, dan mengurangi beban negara karena penyakit hingga 20 persen (Tomkins and Watson, 1989; FAO/WHO, 1992; Palletier, 1994; Murray and Lopez, 1997). Pada sisi lain, status gizi lebih (obesitas) juga menjadi masalah yang serius. Kecenderungan sekuler obesitas tersebut dapat dikatakan terjadi di seluruh dunia. Dalam kurun waktu 25 tahun, antara tahun 1976 sampai dengan 1999, terjadi

(3)

3

peningkatan angka obesitas sebanyak dua kali lipat pada anak berusia 6 hingga 11 tahun, dan sebanyak tiga kali lipat pada remaja dan ini merupakan masalah global (Gibney, 2009). Obesitas yang terjadi berkaitan dengan mortalitas maupun resiko terjadinya penyakit metabolik dan penyakit kardiovaskular dan menyebabkan kerugian pembiayaan pengobatan seumur hidup yang tinggi.

Peningkatan status gizi memainkan peran fundamental dalam peningkatan sumber daya manusia. Akhir-akhir ini dampak dari status gizi telah menjadi perhatian dalam pencegahan penyakit, peningkatan kemampuan belajar dan dalam meningkatkan produktivitas (UNICEF, 1998; ACC/ SCN/ IFPRI, 2000). Disamping itu berbagai manfaat ekonomis dari pencegahan malnutrisi akan memberikan manfaat jangka panjang yang baru disadari setelah dewasa, sehingga investasi pencegahan malnutrisi adalah investasi yang bersifat jangka panjang, sebagaimana investasi pada pendidikan (Phillips and Sanghri, 1996; Bouis and Hunt, 1999; Mason et al. 2001).

Menurut Jekkiffe dan Solon (2002) dalam Zoer’Aini (2003), menyatakan bahwa status gizi di negara sedang berkembang dan proses patogenesis munculnya penyakit kurang gizi disebabkan oleh, faktor lingkungan dan faktor manusia (host). Faktor manusia dapat berupa umur, seks, status faali, kegiatan, keturunan dan status penyakit. Sedangkan faktor lingkungan adalah sejumlah unsur-unsur dan kekuatan-kekuatan di luar organisme yang mempengaruhi kehidupan organisme.

Menurut UU No. 23/1997, yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk makhluk hidup dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain.

(4)

Komponen-4

komponen interaktif lingkungan hidup tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu aspek alam (natural aspect), aspek sosial (sosial aspect), dan aspek binaan ( man-made aspect) (Soetaryono, 2002). Lingkungan yang rentan gizi adalah lingkungan hidup yang tidak mendukung terciptanya status gizi yang baik. Dalam penelitian ini lingkungan rentan gizi yang dimaksud, sesuai dengan banyaknya fokus penelitian dan usaha-usaha perbaikan status gizi yang dilakukan, yaitu berupa lingkungan pendidikan, pendapatan dan ketersediaan pangan. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan gizi juga menyatakan bahwa, status gizi dapat disebabkan oleh kondisi medis, status sosial ekonomi keluarga yang meliputi pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, pengeluaran pangan rumah tangga, disamping faktor lingkungan lainnya seperti lingkungan komunitas/budaya atau sosiokultural (Bennet, 1987; Suhardjo, 1992; Soekirman, 2001; Zoer’ Aini, 2003; Yayuk dkk, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Horowitz (2000), Garces (2006), dan Mitra (2007), menemukan bahwa ada perbedaan antara ras, etnik, tradisi dan kondisi sosio ekonomi terhadap pola asuh atau perlakuan kesehatan dan perawatan kesehatan. Penelitian oleh Cantu (2008), yang dilakukan pada wanita tradisional Amerika-Mexico yang hidup dalam lingkungan berpenghasilan rendah, menemukan bahwa para wanita mengajarkan kepada keluarganya tentang kepedulian mereka terhadap keluarga dan hubungan kekeluargaan sehingga kemudian memberikan pola yang sama dalam lingkungannya, termasuk pola dalam perawatan kesehatan dan pola asuhnya. Sedangkan hasil penelitian Dunkley et al. (2001), menemukan bahwa adanya pengaturan makanan atau diet ketat disebabkan oleh karena pengaruh dari multi sosiokultural yang hidup dalam suatu lingkungan sub kultur tertentu. Aspek sosiokultural yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup

(5)

5

unsur-unsur yang diwujudkan dalam bentuk: 1) Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, konsep-konsep, nilai-nilai, norma, peraturan, kepercayaan, kebiasaan, tradisi, mitos, dan sebagainya yang disebut sebagai sistem budaya, dan 2) Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, yang disebut sebagai sistem sosial (Koentjaraningrat, 1990).

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan budaya, mempunyai kondisi sosiokultural yang beraneka ragam. Sosiokultural yang merupakan hubungan manusia dengan manusia, sering dipengaruhi oleh mitos, norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan yang berkaitan dengan pola budaya dan merupakan efek dari berbagai akses, yang dapat berupa akses pangan, akses informasi dan akses pelayanan serta modal yang dipunyai. Kondisi ini memunculkan bentuk pola asuh yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi. Pola asuh atau perawatan adalah perilaku-perilaku dan praktek-praktek pemberi perawatan (ibu, saudara sedarah, ayah dan penyedia layanan perawatan anak) untuk menyediakan makanan, perawatan kesehatan, stimulasi dan dukungan semangat yang penting bagi tumbuh kembang anak yang sehat (Engle and Lhotska, 1999). Sehingga kondisi sosiokultural yang beraneka ragam, akan berpengaruh terhadap pola asuh yang berbeda-beda dan perlu mendapat perhatian berkaitan dengan prevalensi gizi buruk yang terjadi.

Data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi status gizi buruk balita di Indonesia berkisar 5,40 persen, gizi kurang 13 persen, gizi baik 77,20 persen dan gizi lebih 4,30 persen. Di Jawa Tengah tingkat kecukupan gizi pada tahun 2007, untuk kualitas konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 75,1%, yaitu sebesar 1.812 kkal/kap/hari, sedangkan angka kecukupan energi sebesar 2.018 kkal/kap/hari dan protein sebesar 623,4

(6)

6

gr/kap/hari. Dengan demikian konsumsi protein di Jawa Tengah telah melampaui standar kecukupan gizi, sedangkan konsumsi energi masih dibawah standar PPH (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jateng, 2009). Angka kejadian gizi buruk di Jawa Tengah sampai saat ini juga masih tinggi, yaitu sebesar 1,78 % (BPS, 2008). Hal ini juga dapat dilihat dari adanya usaha untuk memperbaiki status gizi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Badan Ketahanan Pangan Jateng dengan pihak swasta, antara lain dalam hal kegiatan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), seperti yang sudah dilakukan di SD Purwosari 02 dan SD Polaman Kecamatan Mijen (Suara Merdeka, 24 April 2009).

Selain itu penelitian-penelian lain juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi status gizi adalah praktek pemberian nutrisi anak melalui makanan, yang akan direspon dan dipraktekan oleh pemberi perawatan secara berbeda-beda pada masing-masing budaya (Engle and Lhotska, 1999). Menurut UNICEF (1990), ketiga elemen yakni makanan, kesehatan dan perawatan harus terpenuhi demi anak bergizi baik. Sedangkan hasil penelitian Greiner (1981), Frede (1995), Engle and Lhotska (1999), dan Patten (1999) menunjukan bahwa kemiskinan juga menyebabkan ketidakamanan pangan dan keterbatasan perawatan kesehatan. Peningkatan perawatan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan pola asuh gizi dan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan dan nutrisi yang baik bagi wanita dan anak-anak. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Chung et al. (1997), menunjukan bahwa dimensi dan penyebab ketidakamanan pangan serta malnutrisi sering kali merupakan masalah yang kompleks dan sangat lokasi spesifik. Masalahnya dapat berbeda-beda pada tiap-tiap negara atau bahkan pada masing-masing lokasi atau kelompok populasi yang berbeda-beda, pada satu negara yang sama.

(7)

7

Penelitian yang mendukung dalam rangka perbaikan status gizi telah banyak dilakukan, antara lain penelitian tentang “Pemetaan daerah yang mempunyai kesenjangan antara status gizi balita dan lingkungannya di Kabupaten Kendal dan Demak”. Penelitian ini mendapatkan bahwa Desa Pecuk, yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Mijen II, merupakan daerah dengan lingkungan rentan gizi yaitu daerah dengan pendapatan relatif rendah, rawan ketersediaan pangan dan dengan tingkat pendidikan yang sebagian besar hanya sampai SD, tetapi mempunyai keadaan status gizi yang relatif baik (Handayani, 2008). Hasil penelitian tersebut menimbulkan pertanyaan ”faktor-faktor apa atau potensi apa yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pecuk yang memiliki lingkungan rentan gizi tetapi gambaran status gizinya relatif baik”. Hasil penelitian yang sudah dilakukan tersebut memungkinkan bahwa potensi masyarakat yang berupa sosial budaya di Desa Pecuk dapat mempengaruhi gambaran status gizi balitanya, dan diperlukan penelitian serta pengkajian lebih lanjut.

B. Masalah dan Persoalan Penelitian

Anak balita merupakan kelompok usia pertumbuhan yang rentan gizi dan peningkatan status gizi anak balita merupakan kondisi awal bagi peningkatan status gizi masyarakat. Masalah gizi dimasa balita dapat menimbulkan masalah pembangunan di masa yang akan datang dan keterlambatan memberi pelayanan gizi dimasa balita akan mengakibatkan kerusakan yang tak dapat ditolong disaat dewasa dan menyebabkan adanya lost generation.

Berbagai hasil penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan faktor manusia (host) akan mendukung asupan zat-zat gizi. Faktor lingkungan dapat berupa status sosial ekonomi, pendidikan serta budaya. Penelitian lain

(8)

8

juga mengatakan bahwa dimensi dan penyebab ketidak amanan pangan serta malnutrisi sering kali merupakan masalah yang kompleks dan sangat lokasi spesifik. Desa Pecuk, yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Mijen II, merupakan daerah dengan lingkungan rentan gizi. Di wilayah tersebut meskipun terdapat lingkungan yang rentan, yakni daerah dengan pendapatan relatif rendah, rawan ketersediaan pangan dan dengan tingkat pendidikan yang sebagian besar hanya sampai SD, tetapi mempunyai keadaan status gizi yang relatif baik. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana kontribusi sosiokultural akan membentuk pola asuh yang dapat mendukung status gizi balita yang lebih baik pada lingkungan rentan gizi. Penelitian akan dilakukan di Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai lingkungan rentan gizi tetapi status gizinya relatif baik. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada kontribusi sosiokultural dalam mendukung status gizi balita yang lebih baik pada lingkungan rentan gizi di Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

2. Apa saja unsur-unsur sosiokultural yang berkaitan dengan sistem budaya dan sistem sosial yang mempengaruhi pola asuh gizi di Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan permasalahan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

(9)

9

1. Mengetahui kontribusi sosiokultural dalam mendukung

status gizi balita yang lebih baik pada lingkungan rentan gizi di Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

2. Menggambarkan unsur-unsur sosiokultural yang berkaitan dengan sistem budaya dan sistem sosial, yang mempengaruhi pola asuh gizi di Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis maupun praktis terutama dalam mengembangkan suatu perspektif baru dalam meningkatkan status gizi berdasarkan potensi sosiokultural yang dipunyai masyarakat. Selain itu, penelitian ini dilakukan karena beberapa alasan berikut ini: (1) banyak penelitian yang berkaitan dengan status gizi tetapi lebih berfokus pada faktor ekonomi dan pendidikan, (2) faktor sosial budaya tidak menjadi perhatian dalam penelitian yang berkaitan dengan status gizi, termasuk juga yang berkaitan dengan usaha-usaha perbaikan status gizi, (3) adanya latar belakang sosial budaya di masing-masing lokasi yang berbeda-beda walaupun dalam satu negara atau bahkan pada daerah yang sama, serta (4) masih jarang atau bahkan sepengetahuan penulis, belum ada penelitian yang mengungkapkan kontribusi faktor sosiokultural khususnya yang berfokus pada sistem sosial dan sistem budaya terhadap perbaikan status gizi di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan perspektif baru yaitu:

1. Selain faktor lingkungan, berupa lingkungan pendidikan, pendapatan, ketersediaan pangan yang memenuhi standar, yang selama ini dipandang sebagai syarat mutlak yang berkaitan dengan pola asuh gizi keluarga untuk memperbaiki status gizi yang ada di masyarakat, ada perspektif baru bahwa sosiokultural

(10)

10

dapat membentuk pola asuh gizi yang kemudian menjadi faktor penentu status gizi di masyarakat.

2. Dengan mengungkapkan sosiokultural yang dapat membentuk pola asuh gizi masyarakat di lingkungan rentan gizi maka akan memunculkan pula pemaknaan dan pemahaman baru tentang kemampuan masyarakat dalam mendukung status gizi balita yang lebih baik pada lingkungan yang rentan gizi.

3. Proses perbaikan gizi masyarakat dewasa ini dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah untuk mendorong munculnya kemandirian masyarakat mengatasi permasalahan gizi mereka sendiri. Namun demikian upaya yang dilakukan sering mengalami berbagai tantangan sebagai akibat implementasi program yang terkadang mengabaikan nilai-nilai lokal. Dengan mengungkapkan pola asuh gizi yang berkaitan dengan sosiokultural masyarakat yang rentan gizi, setidaknya memunculkan khazanah baru bagaimana potensi sosiokultural masyarakat beserta lingkungan yang dipunyai dapat diberdayakan.

Referensi

Dokumen terkait

Gudang Garam,Tbk tahun 2013-2018, dengan teknik analisis Regresi Linier Berganda.Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari data laporan keuangan tahunan

Lain halnya dengan penlitian yang dilakukan oleh Kaunang (2013) yaitu Pengujian yang dilakukan untuk variabel kinerja keuangan perusahaan Economic Value Added (EVA)

Saat orang Nias datang kota Padang sudah memiliki pola pemerintahan tradisional, yakni suatu kaum atau suku yang akan mendiami daerah tertentu dan dikepalai oleh

Ketiga tesis di atas secara substantif memang meneliti tentang pemasaran pendidikan di sebuah lembaga, baik pada sekolah tingkat menengah maupun sekolah tinggi. Akan

Dari hasil uji regresi yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa mekanisme CG yang diwakili oleh kepemilikan manajerial, proporsi outside directors , dan jumlah BOD

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam melaksanakan fungsi perencanaan adalah (1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta tenaga

KTU/staf administrasi berkewajiban mengembalikan atau menyampaikan koreksian tersebut ke dosen pengusul proposal, disertai surat pemberitahuan dan bukti hasil koreksi

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan