• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH 3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab - Studi Deskriptif Nasyid Pada Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH 3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab - Studi Deskriptif Nasyid Pada Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Di Medan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH

3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan

berkembang sejalan dengan perkembangan social budaya manusia di dunia

ini.

Dapat dikatakan bahwa ajaran Islam terdahulu disampaikan kepada umat

manusia melalui rasul-rasul yang tugasnya memang untuk menyampaikan

ajaran-ajaran Islam. Pendidikan Islam tidak lain adalah proses pewarisan dan

pengembangan budaya umat manusia di bawah bimbingan ajaran Islam. Dan

ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dan yang bukan Islam adalah

pada penggunakan ajaran Islam sebagai pedoman.

Telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran Islam kepada umat

manusia tersebut melalui proses yang panjang, melalui serangkaian urutan

rasul-rasul. Seorang rasul diutus pada hakikatnya adalah untuk

menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran Islam yang telah

diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan

budaya manusia. Seorang rasul yang diutus kemudian, berfungsi

menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh rasul

sebelumnya. Dan rangkaian penyempurnaan ajaran Islam tersebut menjadi

sempurna dengan diutusnya Muhammad sebagai rasul terakhir, dan ajaran

(2)

Muhammad SAW38

Terdapat beberapa priode tentang pertumbuhan dan perkembangan

pendidikan Islam ini, pembagian priode dibawah ini hanyalah sebagai usaha

untuk memudahkan urutan pembahasan saja, karena pada hakikatnya suatu

peristiwa sejarah selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya, baik sebelum,

yang semasa maupun yang sesudahnya.

. Jadi Islam dalam artinya yang sudah sempurna dan

lengkap, adalah identik dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad.

3.1.1 Pendidikan Islam Klasik

Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu

sebelum ke pembahasan yang lebih lanjut. Pertama, sistem pendidikan

yaitu suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan biasanya dipahami

sebagai suatu pola dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga

formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan (transfer)

pengetahuan dan warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang

mempengaruhi pertumbuhan sosial, spritual, dan intlektual. Menurut

Hasan Langgulung, sistem pendidikan, seperti demikian dalam literatur

pendidikan Islam klasik tidak pernah di jumpai. Sebab, sistem

pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain, seperti sistem

politik, sistem tatalaksana, sistem keuangan, sistem kehakiman, dan

lain-lain. Kedua, metode Pendidikan Islam. Metode pendidikan

sesungguhnya dapat dikelompokan menjadi dua bentuk: 1) metode

perolehan (acquisition) dan, 2) metode pemindahan atau penyampain.

38

(3)

Metode perolehan lebih ditekankan sebagai cara yang ditempuh oleh

peserta didik ketika mengikuti proses pendidikan, sedangkan metode

pemindahan diasosikan sebagai cara pengajaran yang dilakukan oleh

guru. Dalam banyak hal, kecendrungan pemikiran pendidikan Islam

klasik lebih memprioritaskan kepada guru sebagai subjek pendidikan,

bukan kepada murid. Guru menjadi faktor penentu untuk menilai

tingkat keberhasilan pendidikan Islam.

Ketiga, kurikulum-kurikulum pendidikan Islam klasik dapat

dikatakan tidak seperti kurikulum pendidikan modern seperti kurikulum

pendidikan nasional di Indonesia saat ini, yang ditentukan oleh

pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari berbagai

komponen: tujuan, isi , organisasi, dan strategi. Pengertian dan

komponen yang demikian sepertinya sangat sulit ditemukan dalam

literatur-literatur kependidikan Islam klasik.

Keempat, masa klasik. Untuk menentukan sejak dan hingga kapan

masa klasik tersebut masih dapat diperdebatkan. Yaitu apakah dalam

kacamata dunia muslim atau penulis barat mengidentikan masa klasik

abad ke-7 hingga abad ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan (Dark

Age); sementara para penulis Muslim mengidentikannya dengan masa

keemasan.39

39

Marshall G.S. Hudgson membagi Sejarah Islam menjadi tiga priode. Pertama, Priode klasik. Priode ini dimulai sejak lahirnya Islam (670-an M) hingga runtuhnya tradisi pemerintahan Absolut (945). Kedua, periode pertengahan abad kesepuluh (945 M) hingga Abad kelima belas (1503 M). yakni ketika kemajuan belahan dunia barat seimbang dengan kemajuan dunia Timur dan tumbuhnya peradapan Internasional. Ketiga, priode modrn. Priode ini dimulai sejak Abad ke lima belas, ketika kerajaan Islam terwakili oleh tiga kerajaan besar: Safawi di Persia, Mughal di India, dan Kerajaan Turki (otoman) di Turki hingga sekarang.

(4)

kacamata penulis Muslim, seperti batasan yang dilakukan oleh Harun

Nasution. Ia mengklsifikasikan sejarah Islam pada tiga masa : (a)

Priode Klasik dimulai tahun 650 hingga 1800 M., sejak Baghdad

Hancur hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan (c)

Periode Modrn, mulai tahun 1800 M. hingga sikarang.40 Dengan demikian, masa klasik dalam pembahasan ini debatasi sejak masa

Muhammad hingga Baghdad di hancurkan.

3.1.2 Pendidikan Islam di masa Muhammad (611 – 632 M/12 SH-11 H)

Pendidikan pada masa Muhammad dapat dibedakan menjadi dua

priode; yaitu priode Makkah dan Madinah. Pada priode pertama, yakni

sejak muhammad diutus sebagai Rasul hingga Hijrah ke Madinah,

kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun, sistem

pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang

mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan

materi-materi pendidikan, selain Nabi. Nabi melakukan pendidikan secara

sembunyi-sembunyi terutama pada keluarganya, di samping dengan

berpidato dan ceramah di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang.

Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada

Ayat-ayat Al-Qur’an dan petunjuk-petunjuknya.

Baca Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam : Conscience and History in a World Civilization, (Chicago : The University of Chicago Press, 1977), Volume 1-3.

40

(5)

Sebelum kelahiran Islam, pada masa jahiliyah “institusi”

pendidikan Kuttab telah berdiri.41

Adapun orang yang pertama kali belajar membaca dah menulis di

antara penduduk Makkah adalah Sufyan Ibnu Umayyah dan ‘Abu Qais

ibn Abd Manaf, yang keduanya belajar kepada Bisyu Ibn ’Abd

al-Malik. Kepada keduanyalah penduduk Makkah belajar membaca dan

menulis. Oleh karena itu, agaknya dapat dipahami ketika nabi

menyiarkan Agama Islam (sekitar tahun 610 M), di Masyarakat Quraisy

baru ada 17 laki-laki yang pandai baca tulis dan 5 wanita.

42

Secara umum, Al-Qur’an dan perkataan-perkataan nabi yang

menerangkan kajian keagamaan yang menitik beratkan pada teologi dan

ibadah. Selain itu materi Akhlak juga diajarkan agar manusia

bertingkah laku dengan Akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat.

Sementara itu materi-materi scientific belum dijadikan sebagai mata

pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk

memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam

raya.

41

Menurut Hasan Fahmi, lembaga pendidikan Kuttab ini didirikan oleh orang Arab massa Kekhalifahan Abu Bakar. Baca Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Ibrahim Hussein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), cet. Ke-1, hlm. 30. Sementara menurut Ahmad Syalabi, kuttab telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat Ahmad Syalabi, “Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-1, hlm. Ke-33.

42

(6)

Pada periode Madinah, tahun 622-632 M. usaha pendidikan Nabi

yang pertama adalah membangun ‘institusi’ masjid. Melalui pendidikan

mesjid ini, nabi memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Pada

priode ini secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang;

pendidikan keagamaan, pendidikan Akhlak, pendidikan Kesehatan

Jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada

bidang keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat,

puasa, haji, dan zakat. Pendidikan Akhlak lebih menekankan penguatan

basis mental yang telah dilakukan pada priode Makkah. Pendidikan

kesehatan jasmani lebih detekankan pada penerapan dari nilai-nilai

yang dipahami, dari Amaliah Ibadah, seperti makna wudhu, shalat,

puasa dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan

kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan

hukum.43

Metode yang dikembangkan oleh nabi dalam bidang keimanan

adalah tanya jawah dan didukung dengan bukti-bukti rasional dan

ilmiah. Pada materi Ibadah biasanya menggunakan metode

peneladanan, yakni nabi memberikan contoh. Sedangkan bidang

Akhlak, nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah umat

terdahulu, namun demikian materi akhlak juga menitik beratkan pada

metode peneladanan.

43

(7)

Dan selanjutnya pada Masa Khlulafa al-Rasyidin (632-661) sistem

pendidikan Islam dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh

pemerintah kecuali pada masa khalifah umar ibn Khattab yang turut

campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para

sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majelis

pendidikan masing-masing lembaga pendidikan kuttab mencapai

tingakat kemajuan yang berarti ketika masyarakat Muslim telah

menaklukan dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah

maju.

Pusat-pusat pendidikan pada masa itu menyebar diberbagai kota,

seperti Makkah dan Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan kufah (Irak),

kota Damsyik dan palestina (Syam), dan kota Fislat (Mesir). Di

pusat-pusat daerah inilah, Pendidikan Islam berkembang secara cepat.

3.2 Pendidikan Islam di Indonesia

Sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia

antara lain ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan secara

bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap yang sudah

terhitung modern dan lengkap. Perkembangan lembanga-lembaga pendidikan

tersebut selanjutnya telah menarik perhatian para ahli untuk melakukan studi

ilmiah secara komprehensif. Kini sudah banyak hasil karya penelitian parah

ahli yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan

(8)

memperkaya kazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa ke Islaman, juga

sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan

Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini sejalan dengan perinsip yang

umumnya di anut masyarakat Islam Indonesia, yaitu mempertahankan tradisi

masa lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik

lagi.

3.2.1 Jenis-jenis Pendidikan Islam di Indonesia

Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang

banyak terdapat lembaga pendidikan Islam yang memegang peranan

sangat penting dalam rangka penyebaran ajaran Islam di Indonesia,

disamping peranannya yang cukup menentukan dalam membangkitkan

sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai modal mencapai

kemerdekaan Indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan

nasional.

Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga

pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal seperti

langgar/surau, pondok pesantren, dan ada yang bersifat formal seperti

madrasah.

3.2.1.1 lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia.

Pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang pada

abad ke 20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang

(9)

Madrasah-madrasah yang bermunculan di Sumatera antara

lain: madrasah Adabiyah di Padang Sumatera Barat yang

didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M.

Madrasah ini berubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun 1915

M. pada tahun 1910 M didirikan Madrasah School di daerah

Batu Sangkar Sumatera Barat oleh Syekh M. Taib Umar. Pada

tahun 1918 M Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School

sebagai lanjutan Madras School.

Adapun pondok pesantren yang pertama kali membuka

madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada tahun

1921 M di bawah pimpinan Syekh Abd. Karim Amrullah, ayah

Hamka.

Di Jambi didirikan pesantren dan madrasah Nurul Iman.

pada tahun 1913 M, oleh H. Abd. Somad, seorang ulama besar

keluaran Makkah. Madrasah Sa’adah al Darain di dirikan oleh

H. Achmad Syakur, Madrasah Nurul Islam oleh H. M. Saleh,

Madrasah Juharain oleh H. Abd. Majid pada tahun 1922 M.

Di Aceh, didirikan madrasah yang pertama pada tahun

1930 bernama Sa’adah Adabiyah oleh Tengku Muhammad

Daud Beureueh, madrasah Al Muslim oleh Teungku

Abdurrahman Meunasah Mencap, Madrasah Darul Huda di

(10)

Di Sumatera Timur didirikan pesantren Syekh Hasan

maksum pada tahun 1916 M, Madrasah Maslurah di Tanjung

Pura pada tahun 1912, Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M.

Di Tapanuli berdiri pesantren dan Madrasah Mustafawiyah

di Prubabaru pada tahun 1913 M oleh Syekh Mustafa Husain

keluaran Makkah.

Di Sumatera Selatan berdiri Madrasah Al-Qur’aniyah pada

tahun 1920 di Palembang oleh K.H. Moch. Yunus, Madrasah

Ahliah Diniyah oleh K.H. Abu Bakar Bastari pada tahun 1934M

dan madrasah Darul Funun oleh K.H. Ibrahim pada tahun 1938

M.

Adapun situasi pendidikan di Jawa pada permulaan abad ke

20 secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:

Pada tahun 1899 M berdirilah pondok pesantren Tebuireng

Jombang oleh K.H. Hasyim Asy’ari, madrasahnya yang formal

berdiri pada tahun 1919 M bernama Salafiyah diasuh oleh K.H.

Ilyas (bekas Menteri Agama RI). Madrasah ini memberikan

pengetahuan agama dan pengetahuan umum.

Sesudah pondok Tebuireng, maka menyusul pondok

Tambak Beras di Jombang oleh K.H. Wahab Hasbullah dan

pondok Rejoso Peterongan Jombang oleh K.H. Tamin pada

tahun 1919 M. Kedua pondok tersebut juga mempuyai madrasah

(11)

Pondok Modern Gontor berdiri tahun 1926 oleh K.H. Imam

Zarkasy dan K.H. Sahal.

Di Kudus berdiri Madrasah Aliyah, Sanawiyah

Muawanatul Muslimin pada tahun 1915 oleh Syarikat Islam,

Madrasah Kudsiyah pada tahun 1918 oleh K.H.R. Aswawi,

Madrasah Tasywiqut Tullab pada tahun 1928 oleh K.H.A.

Khaliq, Madrasah Ma’ahidul Diniyah pada tahun 1938.

Di Yogyakarta banyak madrasah Islamiyah yang didirikan

oleh organi organisasi-organisasi Muhammadiyah tahun 1912,

yaitu: Kweek School, Mualimin, Muallimat, Zu’ama, Kulliyah

Muballigin, HIK dan lain-lain.

Pada tahun 1911 berdiri pondok pesantren Krapyak

Yogyakarta oleh K.H. Munawir. Di Solo berdirilah Madrasah

Mambaul Ulum pada tahun 1905 oleh R. Hadipati

Sosrodiningrat dan R. Panghulu Tafsirul Anam, dibiayai oleh

Kraton Surakarta.

Di Jawa Barat pada zaman tekanan pemerintah Belanda itu

juga bermunculan madrasah-madrasah Islamiyah, antara lain:

Madrasah Ibtidaiyah di Majalengka pada tahun 1917 oleh K.H.

Abd. Halim, Madrasah Muallimin pada tahun 1932, pesantren

dan madrasah di Gunung Puyuh Sukabumi oleh K.H. Ahmad

Sanusi. Di Bandung berdiri pesantren Persatuan Islam pada

(12)

Di Banten berdiri Madrasah al-Khairiyah pada tahun 1925

oleh Al-Jam’iyah al-Khairiyah, perkumpulan dari orang-orang

keturunan Arab golongan Alawiyin, Madrasah Matlaul Anwar

dan Nurul Falah.

Di Jakarta berdiri Madrasah Al-Irsyad pada tahun 1913

oleh Jam’iyah Al-Irsyad, perkumpulan orang-orang keturunan

Arab non Alawiyah yang dipimpin oleh Syeikh Achmad Sukarti.

Pada tahun 1905 berdiri madrasah Jami’at Khair, oleh

perkumpulan Al-Khairiyah.

Adapun pesantren dan madrasah yang tumbuh pada zaman

penjajahan di luar Jawa dan Sumatera adalah sebagai berikut:

Di Sulawesi berdiri madrasah formal yang pertama tahun

1926 oleh Muhammadiyah. Di Bone berdiri Madrasah Amiriah

Islamiyah pada tahun 1933 di kota Watampone oleh persatuan

ulama dan pemuka rakyat. Di Sengkang berdiri Madrasah Wajo

Tarbiyah Islamiyah pada tahun 1931 oleh Syekh H. M As’ad

Bugis, keluaran Makkah.

Di Pulau (Sulawesi Tengah) berdiri Madrasah Al Khairat

pada tahun 1930 oleh Syekh Idrus. Madrasah Tarbiyah

Al-Islamiyah berdiri di Mangkoso pada tahun 1938 oleh H. Abd.

Rahman Ambo Dale.

Pada tahun 1936 berdiri madrasah Nadatul Watan di

(13)

Madrasah Al-Ittihad di Ampenan (Lombok Barat), Madrasah

Darul Ulum di Sumbawa.

Madrasah formal yang mula-mula berdiri di Kalimantan

ialah al-Najah wal Falah pada tahun 1918 di Sei Bakan Besar

Mempawah, Madrasah Al-Sultaniyah di Smabas (Kalimantan

Barat) pada tahun 1922, Madrasah al-Raudotul ilsamiyah di

Pontianak pada tahun 1936. Pada tahun 1928 di Amuntai

Kalimantan Selatan Madrasah Normal Islam oleh H. Abd.

Rasyid, keluaran Al-Azhar.

Dari data-data tersebut di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa pemerintah Belanda walaupun sudah

berusaha menekan dan menghancurkan pendidikan Islam

Indonesia selama 350 tahun dengan bermacam-macam usaha

yaitu di satu pihak memberikan bantuan 100% kepada

sekolah-sekolah gereja dan di lain pihak mengeluarkan

peraturan-peraturan yang merugikan pendidikan Islam Indonesia, namun

pendidikan Islam tidak dapat hancur, bahkan tumbuh dan

berkembang secara militant walaupun dalam keadaan yang serba

kekurangan.

3.2.1.2 Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka.

Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen

Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi

(14)

pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga

tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus

negri dan ada yang berstatus swasta.

Yang berstatus negri misalnya:

1) Madrasah Ibtidaiyah Negri (Tingkat Dasar).

2) Madrasah Tsanawiyah Negri (Tingkat Menengah Pertama).

3) Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas).

Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama

(SGHA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).

4) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang

kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam

Negeri).

Telah diterangkan bahwa pendidikan agama Islam mulai

diajarkan secara resmi di sekolah-sekolah umum negeri pada

tahun 1946, dengan keluarnya SKB Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai tindak lanjutnya ialah

penyediaan dan pengadaan tenaga guru agama yang ditugaskan

disekolah-sekolah umum negeri.

Departemen Agama juga mendirikan Madrasah Ibtidaiyah

Negeri setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah

Negeri sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama dan

(15)

Atas. Tujuannya antara lan untuk memberikan bimbingan dan

percontohan yang konkrit kepada masyarakat Islam tentang

pengelolaan madrasah-madrasah swasta Islam yang jumlahnya

sangat banyak. Pada madrasah-madrasah negeri itu diatur

perbandingan-perbandingan antara pelajaran agama dan

pelajaran umum, juga diatur administrasi pendidikannya.

3.2.2 Sistem Pendidikan Islam di Indonesia

Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan

Islam dilaksanakan secara informal. Didikan dan ajaran Islam mereka

berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan tiru teladan. Mereka

berlaku sopan dan santun, ramah-tamah, tulus ikhlas, amanah dan

kepercayaan, pengasih, pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta

menghormati adat istiadat anak negeri. Dengan demikian tertariklah

penduduk negeri hendak memeluk agama Islam.44

Begitulah para pengajar agama Islam pada waktu itu melaksanakan

penyiaran Islam kapan saja, di mana saja dan siapa saja setiap ada

kesempatan, di pinggir kali sambil menunggu perahu yang akan

mengangkut barang ke seberang, di perjamuan waktu kenduri, di

padang rumput tempat pengembalaan ternak, di pasar , di warung kopi

dan sebagainya. Disitulah agama Islam diajarkan kepada mereka

dengan cara yang mudah dan dengan demikian orang akan dengan

44

(16)

mudah pula menerima dan melakukannya. Juga penyebaran Islam

dilakukan juga dengan jalan perkawinan yang dapat menurunkan

generasi Islam yang mendatang.

Pendidikan Islam informal ini ternyata membawa hasil yang sangat

baik sekali, karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama Islam di

seluruh kepulauan Indonesia, mulai Sabang sampai Maluku45

Adapun factor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan

cepat di seluruh Indonesia pada waktu itu adalah sebagai berikut: .

a) Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan

aturan-aturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan umat

manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucap dua

kalimat syahadat saja.

b) Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.

c) Penyiaran Islam dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi

sedikit.

d) Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang

sebaik-baiknya.

e) Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan yang mudah di

pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai ke

golongan atas dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang

45

(17)

maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal

mereka.

Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan

dilingkungan keluarga telah berjalan dengan baik. Anak-anak dididik

dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarganya. Mereka

dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai

dengan ajaran Qur’an dan hadits. Anak-anak disuruh oleh orang tua

mereka pergi ke langgar atau surau untuk mengaji kepada seorang guru

ngaji atau guru agama. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan

shalat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan Ramadhan, dan lain-lain.

Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat ternyata mampu

menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan

pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam

untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih

sempurna.

Pada mulanya pendidikan agama Islam di surau atau langgar atau

di mesjid masih sangat sederhana. Yang penting bagi guru agama ialah

dapat memberikan ilmunya kepada siapa saja, terutama pada anak-anak.

Di tempat pendidikan seperti ini berkumpul sejumlah murid, duduk di

lantai, menghadap sang guru, belajar mengaji. Waktu mengajar

biasanya diberikan pada waktu petang atau malam hari. Sebab pada

(18)

sang guru juga bekerja mencari nafkah keluarganya sendiri. Dengan

demikian pelaksanaan pendidikan agama pada anak-anak tidak

mengganggu pekerjaan sehari-hari, baik bagi orang tua anak-anak

maupun bagi sang guru agama. Itulah sebabnya, pelajaran agama dan

latihan beragama itu mendapat dukungan dari orang tua dan guru

malahan dari seluruh masyarakat kampong atau desa itu.46

Tempat pendidikan Islam seperti inilah yang menjadi embrio

terbentuknya system pendidikan pondok pesantren dan pendidikan

Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang

berdasarkan keagamaan.

Pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri)

mengaji agama Islam dan sekaligus di asramakan di tempat itu.

Murid-muridnya yang tinggal di pesantren itu bermacam-macam sebagai satu

keluarga di bawah pimpinan gurunya. Mereka belajar hidup sendiri,

mencuci sendiri dan mengurus kebutuhannya sendiri. Bahan-bahan

keperluan hidup seperti beras dan sebagainya mereka bawa dari

kampung sendiri.

System pendidikan pada pondok pesantren ini masih sama seperti

system pendidikan surau, langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan

dalam kurun waktu yang lebih lama.

Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan Islam menurut rencana

yang teratur sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1476 dengan

46

(19)

berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata

merupakan organisasi pendidikan Islam yang pertama di Indonesia.

System pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan

dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia.

Sejalan dengan itu pemerintahan belanda mulai mengenalkan system

pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik

kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu system

pendidikan Islam di surau, langgar atau mesjid atau tempat lain yang

semacamnya, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di

perbaharui dan disempurnakan.

Kemudian system klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan

tulis mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran

agama Islam. Pembagian jenjang kelas juga mulai diadakan.

Demikianlah system pendidikan formal, seklolah atau madrasah, mulai

tersebar di mana-mana, bahkan dikalangan pondok pesantren sudah

diterapkan system sekolah atau madrasah ini, disamping system

pendidikan dan pengajaran pondok pesanteren yang sudah ada.

Dalam perkembangannya system madrasah ini dibedakan menjadi

dua macam yaitu madrasah yang khusus member pendidikan dan

pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah yang

disamping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga member

(20)

untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Tsanawiyah dan

untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah.

3.2.3 Isi Pendidikan Islam di Indonesia.

Pada awal penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para

penganjur agama Islam menghendaki agar masyarakat, yang pada

waktu itu masyarakat sudah menganut agama Hindu dan Budha, mau

menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam, atau

mau memeluk agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam,

atau mau memeluk agama Islam. Oleh karena itu isi pendidikan Islam

adalah pokok-pokok aqidah agama Islam dan ajran-ajaran Islam yang

mudah dipahami dan dilaksanakan.

Setelah agama Islam semakin tersebar luas dan banyak

keluarga-keluarga yang memeluk agama Islam, mereka mulai merasakan

perlunya pendidikan agama Islam pada anak-anak mereka. Mula-mula

anak-anak dididik dalam lingkungan keluarga, kemudian anak-anak

disuruh ke langgar, surau atau masjid untuk memperoleh pendidikan

agama dari para guru agama.

Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat

permulaan ini meliputi:

a) Belajar membaca Al-Qur’an.

(21)

c) Pelajaran ketuhanan (teologis)

Pada tingkat yang lebih tinggi diajarkan pula bahasa Arab, mulai

mempelajari ushul fiqh, misalnya taharah, shalat, zakat, puasa dan haji.

Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang mengenai aturan-aturan

tentang nikah, talak , rujuk, waris.

Isi pendidikan dan pengajaran Islam seperti tersebut diatas, juga

berlaku pada pondok pesantren, hanya saja karena murid-murid (para

santri) bertempat tinggal bersama dengan kyai, maka pelajaran tersebut

dapat dilaksanakan dengan lebih intensif.

Adapun materi pelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini,

setelah murid dapat membaca Al-Qur’an, dilanjutkan dengan pelajaran

ilmu sharaf dan nahwu kemudian ilmu fiqh, tafsir, ilmu kalam (tauhid)

dan akhirnya sampai pada ilmu tasawuf.

Oleh karena sistem kelas belum diadakan dan cara mengajarnya

masih menggunakan sistem halakah (lisan). Maka kemajuan murid dan

kapan selesainya pelajaran, sangat tergantung pada kecerdasan dan

kerajinan murid. Ada yang cepat, ada pula yang lambat dan bahkan

tidak sedikit yang gagal dan drop out.

Setelah Islam mengalami babak baru dengan munculnya system

madrasah, yang penyelenggaraanya lebih baik dan teratur. Agar

anak-anak dapat menyesuaikan diri dalam alam yang modern maka selain di

(22)

System pendidikan di madrasah-madrasah mulai dibenahi dan

kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada pendidikan agama, tetapi

telah dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih disejajarkan

dengan pengetahuan umum pada sekolah umum yang sederajat.

3.3 Asal Usul dan Pertumbuhan Kelembagaan Pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah

panjang dan unik. Secara historis, pasantren termasuk pendidikan Islam yang

paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan

lembaga-lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa

dalam mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam

penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun, dalam

perkembangannya pesantren telah mengalami transformasi yang

memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak di

lestarikan.

Sesuatu yang unik pada dunia pesantren ialah begitu banyak variasi

antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Namun dalam berbagai aspek

juga ditemukan kesamaan-kesamaan umum. Seperti bentuk kepemimpinan,

organisasi pengurus, dewan kiai atau dewan guru, susunan rencana pelajaran,

kelompok santri, dan bagian-bagian yang lain.

Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntunan umat. Karena

itu, pesantren sebagai lembaga pendidika selalu menjaga hubungan yang

(23)

tenga-tengah masyarakat tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang sama segala

aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apresiasi dari masyarakat

sekitarnya.

Karena keunikanya itu maka pesantren hadir dalam berbagai situasi dan

kondisi, dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini, meskipun dalaam

keadaan yang sangat sederhana dan karakteristik yang beragam, tidak pernah

mati. Demikian seluruh komponen di dalamnya seperti kyai atau ustad serta

para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelangsungan

pesantren.

Dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna ke

Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga

serupa pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu Budha.

Pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para

pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat tinggal kyai bersama

santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya, pondok bukanlah

semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama. Para santri untuk

mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kyai, melainkan juga

sebagai tempat training atau latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri

(24)

Hubungan kyai dan santri pada umumnya merupakan hubungan ketaatan

tanpa batas, begitu pula kepada guru-guru bantu.47 Rasa persamaan dan persaudaraan sangat terasa.

3.3.1 Pengertian pesantren

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang

mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat.

Dengan demikian pesantren artinya “tempat para santri”. Selain itu, asal

kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia

baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren

dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.48

Lebih jelas lagi Nurcholish mengupas asal usul perkataan santri,

dan juga tentang kyai karena kedua perkataan tersebut tidak dapat

dipisahkan ketika dibicarakan tentang pesantren. Ia berpendapat: “santri

asal kata sastrei (sangsekerta) yang berarti melek huruf, dikonotasikan

santri adalah kelas literary, pengetahuan agama dibaca dari kitab

berbahasa Arab dan diasumsikan bahwa santri berarti juga orang yang

tau tentang agama (melalui kitab-kitab). Dan paling tidak santri dapat

membaca Al-Qur’an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius

dalam memandang agama. Perkataan santri juga berasal dari bagasa

jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru

kemanapun belajra dari guru mengenai sesuatu keahlian.49

47

Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: LP3S, 1994) hlm. 20) 48

Dr. dr. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 20 49

(25)

Sedangkan menurut Dhofier, Pesantren sendiri pada dasarnya

adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau

tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata

pondok mungkin berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “hotel

atau asrama”.50

Perkataan kyai (laki-laki), dan nyai (wanita) mempunyai arti orang

tua, kedua arti tersebut terkandung rasa pensucian pada yang tua,

sehingga kyai tidak saja berarti yang tua, tetapi juga yang berarti sakral,

keramat, dan sakti.

51

Dilihat dari sudut keberadaan pesantren berbeda dengan pendapat

dari kalangan peneliti. Sementara ada yang berpendapat pada umumnya

berdirinya suatu pesntren diawali dari pengakuan masyarakat akan

keunggulan dan ketinggalan ilmu seorang guru atau kyai. Karena

keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari kyai atau guru tersebut

maka masyarakat sekitar bhkan dari luar daerah datang kepadanya

untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana

disekitar tempat tinggal guru atau kyai tersebut.52

3.3.2 Sejarah Pesantren

Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan kapan

pesantren pertama berdiri. Pada awal rintisannya, pesantren bukan

hnaya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru

50

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 18 51

Ibid.,

52

(26)

misi yang kedua ini yang lebih menonjol. Lembaga pendidikan ini pada

awalnya selalu mencari lokasi yang dapat menyalurkan dakwah,

sehingga berbenturan antara nilai yang dibawanya dengan

nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Sehingga

menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal

perjuangannya. Terkadang pesantren juga menghadapi penyerangan

penguasa yang merasa tersaingi kewibawaanya. Sebagai contoh, Raden

Paku (Sunan Giri) sewaktu merintis pondok pesantren di kedaton

pernah terancam rencana pembunuhan atas perintah raja Majapahit

(Prabu Brawijaya).53

Pesantren tidak pernah memulai konfrontasi sebab orientasi

utamanya adalah melaksanakan dakwah dan menanamkan pendidikan.

Pada tahap berikutnya, pesantren diterima masyarakat sebagai upaya

mencerdaskan bangsa. Dan menjadi kebanggaan masyarakat sekitar,

terutama bagi mereka yang muslim.

Kemudian selanjutnya, dimasa kolonial belanda yang menguasai

Indonesia selama 3,5 abad lamaya, selain menguasai politik, ekonomi,

dan militer juga mengemban misi penyebaran agama Kristen. Bagi

Belanda, pesantren merupakan lembaga yang anti terhadap gerakan

kristenisasi dan upaya pembodohan masyarakat. Anggapan ini ialah

argumen bagi belanda untuk menekan pertumbuhan pesantren. Sutari

Imam Bardadib menuturkan bahwa penjajah malah menghalang-halangi

perkembangan agama Islam sehingga pondok pesantren tidak dapat

berkembang secara normal. Bahkan pada 1882 Belanda membentuk

53

(27)

“Pristeranden” yang bertugas mengawasi pengajaran agama di

pesantren-pesantre.54

Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi

dengan imperialisme baru, ini disebabkan karena penolakan Kyai

Hasyim Asy’ari, dan kyai-kyai pesantren lainnya terhadap saikere

(penghormatan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan

dewa Amaterasu) dengan cara membungkukan badan 90 drajat

menghadap Tokyo setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap

dan dipenjara Jepang.55

Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren yang berdiri ditanah air,

khususnya di Jawa dimulai dan dibawa oleh wali songo, sehingga

mungkin juga dapat dikatakan pesantren yang pertama didirikan adalah

“Pondok Pesantren yang pertama didirikan oleh Syekh Maulana Malik

Ibrahim atau terkenal sebutan Sunan Gresik. (wafat tanggal 12 Rabiul

Awal 882 H atau tanggal 8 April 1419 di Gresik)

3.3.3 Karakteristik Pendidikan Pesantren

Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, maka dapat

di cari dari berbagai segi yang meliputi keseluruhan sistem pendidikan:

materi pelajaran dan metode pengajaran, prinsip-prinsip pendidikan,

sarana dan tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta

hubungan keduanya.

54

Hadimulyo, “Dua Pesantren Dua Wajah Budaya” dalam Rahardjo (ed.), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985), h. 110.

55

(28)

Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran

Sebagian lembaga pendidikan Islam, Pesantren pada dasarnya

hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata

pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajara agama yang

dikaji ialah Al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, fiqh dan usul

fiqh, hadis dengan mushtahalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alatnya

seperti nahwu, Sharaf. Kitab-kitab yang dikaji di pesantren umumnya

kitab-kitab yang ditulis dalam abad pertengahan, yaitu antara abad

ke-12 sampai dengan abad ke-15 atau yang sering disebut dengan “Kitab

Kuning”.

Namun di saat sekarang ini banyak pesantren-pesantren yang sudah

memasukan sistem pendidikan yang modern dengan sistem pendidikan

yang telah ditetapkan di Indonesia, seperti pengetahuan umum yang

telah di ajarkan disekolah-sekolah umum.

3.4 Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah

Telah diketahui bahwa dunia pendidikan islam terus bertambah dan

semangkin berkembang, terutama di Indonesia sendiri. Seperti...

Pada dasarnya pesantren mendidik para santrinya dengan ilmu agama

Islam, agar mereka menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha

Esa, berilmu agama yang mendalam dan beramal sesuai dengan tuntunan

(29)

terdapat tempat tinggal para santri yang sederhana. Namun lain halnya

dengan pondok pesantren raudhatul hasanah yang letaknya di perkotaan,

dengan fasilitas yang serba berkecukupan yang memiliki pengasuh hingga

ratusan orang dan terdapat murid hingga ribuan santri, namun memiliki tujuan

yang sama yaitu menuntut ilmu dan beriman kepada Allah SWT. Para santri

umumnya berasal dari daerah yang jauh dari pondok pesantren tersebut, oleh

karena itu maka tersedialah asrama-asrama sebagai tempat tinggal para santri,

yang masih terletak di dalam pesantren itu sendiri.

3.4.1 Sejarah dan perkembangan

Wakaf menurut Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004

adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan atau

menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya

guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Pada awal perkembangan Islam macam-macam wakaf hanya terbatas

pada benda yang tidak bergerak ataupun bertahan lama menurut zatnya

namun melalui perkembangan sekarang wakaf tunai sudah termasuk

jenis wakaf yang sudah diakui oleh umum. Sesuai dengan

perkembangan kebutuhan umat wakaf tidak boleh didiamkan namun

wakaf produktif di dalam pengelolaan harta wakaf harus sesuai dengan

(30)

kepentingan umum. Keberhasilan pengelolaan wakaf merupakan

tanggung jawab nadzir.56

Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan lembaga

pendidikan wakaf, yang didirikan pada tahun 1982 dan telah resmi

dicatat dalam akte notaries M. Djaidir, SH No. 29 tahun 1986 di

Medan. Pesantren ini didirikan di atas lahan ± 80.000 M2 yang

berlokasi di jalan Jamin Ginting Km. 11 Paya Bundung Simpang

Selayang Medan Sumatera Utara. Dibuka program pendidikan formal

pesantren sejak tahun 1986. Pada tahun 2005 diketahui jumlah santri

dan santriwati sebanyak 2300 orang dibawah bimbingan 151 guru. Pada

penerimaan santri dari tahun 2004-2010, tercatat lebih dari 900 calon

santri pertahun yang mendaftar, namun yang dapat diterima hanya

sebanyak 600 santri. memiliki jenjang pendidikan di antaranya yaitu,

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Madrasah Tsanawiyah (setingakat

SMP), dan Madrasah Aliyah (Setingkat SMA).

Pesantren ini didirikan atas inisiatif tokoh-tokoh mayarakat,

termasuk alim ulama setempat. Dalam susunan pengurusan yang

berlaku sekarang terdapat 17 orang pengurusan, dengan susunan

sebagai berikut : Musyrif, Ketua Umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris

Umum, Sekretaris I, Bendahara Umum, Bendahara I, dan Anggota.

Pada saat diresmikan tahun 1986, Pengurus Badan Wakaf Ar-Raudhatul

Hasanah adalah sebagai berikut :

56

(31)

Musyrif : H. Hasan Tarigan

: H. M. Arsyad Tarigan

: Usman Husni, BA

Ketua Umum : dr. H. M. Mochtar Tarigan

Ketua I : H. Abdul Muthalib Sembiring, SH

Ketua II : Drs. H. M. Ardyan Tarigan

Sekretaris Umum : Drs. H. M. Ilyas Tarigan

Sekretaris I : H. Goman Rusdy Pinem

Sekretaris II : Ir. H. Musa Sembiring

Bendahara Umum : dr. H. Hilaluddin Sembiring

Bendahara I : H. Panji Bahrum Tarigan

Anggota : Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar

: H. Sya'ad Afifuddin Sembing, M.Sc

: Ir. H. Sehat Keloko

: H. Raja Syaf Tarigan

: dr. H. Benyamin Tarigan

: dr. H. Nurdin Ginting

: dr. H. Ja'far Tarigan

Sejak dibentuk, telah terjadi pergantian anggota Badan Wakaf, karena

telah banyak di antara mereka yang meninggal dunia atau sebab

lainnya. Para anggota Badan Wakaf yang telah wafat adalah : H. Hasan

Tarigan, H. M. Arsyad Tarigan, dr. H. M. Mochtar Tarigan, H. Panji

(32)

M. Ardyan Tarigan, MM dan Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar.

Meskipun sudah banyak pergantian, namun peremajaan kepengurusan

belum pernah dilaksanakan, sehingga kepengurusan Badan Wakaf

Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah hingga Februari 2011 adalah sebagai

berikut :

Musyrif : Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA

: H. Abdul Muthalib Sembiring, SH

: dr. H. Benyamin Tarigan

Ketua Umum : Drs. H. Muhammad Ilyas Tarigan

Ketua I : Ir. H. Sehat Keloko

Ketua II : dr. H. Nurdin Ginting

Sekretaris Umum : dr. H. Hilaluddin Sembiring

Sekretaris I : H. Goman Rusdy Pinem

Sekretaris II : Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin S, M.Ec

Bendahara I : Drs.H.Wahidin Tarigan, Ak

Bendahara II : Drs. M. Amin Tarigan, Ak

Anggota : dr.H.Ja’far Tarigan, Sp.B, Sp.B DigK

: Dr.Ir.H.Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc

: Akhmad Tarigan, Amd

: H.Abdul Aziz Tarigan, Lc

: Ramadhan Sembiring, SE

: Nur M. Ridha Tarigan, SE, MM

Yayasan menentukan kebijakan umum pesantren dan

(33)

pengasuh pesantren yang bertugas mengadakan pembinaan sehari-hari

baik di bidang pendidikan, penyuluhan dan produksi. Pengasuh

pesantren adalah guru-guru yang menetap di perkampungan sekitar

pesantren maupun yang menetap tinggal di pesantren.

Pengurus Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhahtul Hasanah

Medan Sumatera Utara berlandaskan Surat Keputusan Badan Wakaf

Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 02 Tahun 1999, Surat

Keputusan Pimpinan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 06

Tahun 2004 dan Anggaran Rumah Tangga Pesantren Tarbiyah

Islamiyah Ar-Raudhatul Hasanah. Pengurus Pesantren yaitu:

Pimpinan : Drs. H.M. Ardyan Tarigan, MM

Bidang Pendidikan : Drs. H. M. Ilyas Tarigan

Bidang Keuangan : Drs. M.Amin Tarigan, Ak

Direktur : Drs. Syahid Marqum

Wakil Direktur : Drs. Junaidi

Majlis Guru : Drs. Syahid Marqum ,Drs. Basron Sudarmanto,

Drs. Maghfur Abdul Halim, Drs. Rasyidin Bina, Drs. Junaidi, H.

Solihin Addin, S. Ag, H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc,

Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag

Sekretaris : Carles Ginting, B. Hsc, Mukhlis Ihsan, Amd,

Yenni Kurniawi

(34)

Koordinator

1. Bidang Pendidikan :H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc

2. Bidang Pengasuhan : Drs. Rasyidin Bina

1. Bidang Kesejahteraan : Drs. Basron Sudarmanto

2. Bidang Usaha Milik Pesantren : Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag

3. Bidang Litbang : M. Subhan, S. Ag

3.4.2 Kehidupan Sehari-hari di Pesantren

Dalam pesantren ini, kehidupan diatur menurut sebuah tata-tertib.

Sejak mulai bangun tidur, para santri dididik untuk mengikuti peraturan

jam bangun, agar bisa mengikuti shalat subuh di mesjid secara

berjamaah, dan disertai dengan membaca Al-Qur’an dan mempelajari

bahan pelajaran hari itu. Setelah pulang dari mesjid mereka di wajibkan

mengikuti kegiatan olah raga, berupa senam sekitar satu jam. Setelah itu

dilanjutkan dengan persiapan masuk sekolah: mandi, memakai pakaian

seragam sekolah, dan makan pagi.

Pada pukul tujuh tepat, bel berbunyi dan dimulailah kegiatan

belajar mengajar di sekolah hingga pukul satu siang, diselingi dengan

satu kali istirahat selama dua puluh menit. Kemudian dilakukanlah

shalat dzuhur berjamaah di mesjid, setelah itu ketika bel makan siang

berbunyi maka para santri pergi makan bersama di dapur umum.

Setelah selesai makan siang, yaitu sekitar pukul dua maka santri di

(35)

shalat ashar (sekitar pukul 4 sore) maka santri diwajibkan untuk

melaksanakan shalat berjamaah di mesjid dengan memakai pakaian

yang rapi atau pakaian shalat.

Selesai shalat ashar maka dilakukanlah kegiatan sosial dan olah

raga oleh para santri hingga terdengar bunyi bel yang mengisyaratkan

bahwa kegiatan di sore hari berheti dan di lanjutkan dengan kegiatan di

Asrama, baik berupa mandi, mencuci, membersihkan asrama, hingga

persiapan menuju ke mesjid untuk menunaikan shalat Maghrib

berjamaah.

Selesai shalat magrib biasanya ada kegiatan mendengarkan

ceramah singkat yang dilakukan santri yang telah di jadwalkan atau

pengarahan-pengarahan dari pengasuh pondok. Setelah itu para santri

keluar dari mesjid dan kembali ke asrama guna mempersiapkan diri

untuk berangkat makan malam di dapur umum. Dan tiba waktu shalat

isya para santri menunaikan ibadah shalat isya berjamaah di mesjid.

Sepulang shalat isya, maka dimulailah kegiatan akademis dalam

bentuk belajar bersama pada waktu malam hari di kelas mereka

masing-masing, mata pelajaran yang di bahas yaitu berupa bahan-bahan

pelajaran besok pagi. Di sinilah santri diberi waktu untuk diskusi

dengan teman-teman dalam membahas pelajaran sekolah dan

mengerjakan tugas yang di berikan guru di kelas. Selesai mengadakan

(36)

istirahat malam dan mereka harus sudah berada di ruang tidur tepat jam

sepuluh malam.

Pembahasan tentang bentuk pendidikan pondok dengan segala

kegiatan-kegiatanya baik yang bersifat akademis dan non akademis,

atau intra dan ekstrakurikuler. Bukanlah kegiatan yang terjadi secara

kebetulan, tapi diarahkan dalam rangka pecapaian tujuan tertentu.

Kegiatan akademis belajar di dalam ruangan kelas di luar waktu

jam belajar formal, kursus sore dana belajar bersama di waktu malam

setelah shalat isya yang diselenggarakan para santri umpanya, dapat

dikategorikan kedala dua kemungkinan jenis kegiatan, yaitu kegiatan

akademis atau juga kegiatan sosial. Kegiatan tersebut dapat menunjang

kegiatan akademis pada waktu pagi, dalam rangka pencapaian tujuan

akademis, tetapi sekaligus dapat memberikan pengalaman belajar dalam

tercapainya tujuan-tujuan pengalaman dan sikap sosial. Pengalaman,

kegiatan dan pembinaan sikap-sikap sosial ini diperlukan dalam

pelaksanaan tugasnya di masyarakat kelak, sesudah terjun ke dalam

kehidupan masyarakat orang dewasa di dalam masyarakat.

Di samping kegiatan sosial yang bernilai akademis dan sebaliknya

kegiatan akademis yang bernilai sosial, maka dapat dijumpai pula

kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan kearah tercapainya

tujuan-tujuan pendidikan sosial, sesuai azas kemasyarakatan pendidikanya,

seperti organisasi pelajar, yang mengelola segala kegiatan-kegiatan di

(37)

sekolah, kesehatan, belajar berpidato, berkhotbah, berkoprasi, dan juga

kegiatan kepramukaan. Tujuan umum dari segala kegiatan ini ialah

mempersiapkan anak agar menjadi manusia masyarakat, menjadi

manusia yang aktif dan mampu mengadakan pembaharuan masyarakat.

Nilai yang terkandung dalam segala kegiatan-kegiatan tersebut

meliputi nilai sosial, keterampilan, kewargaan Negara, dan

kepemimpinan dan nilai moral. Diharapkan juga dapat tercapainya

pengembangan dan pembinaan sikap sosial di bidang kepemimpinan,

koprasi, partisipasi dan tanggung jawab.

Segala kegiatan atau pengalaman belajar di atas akan

medanapatkan tujuan yang diharapkan apabila dapat di jalankan dan di

patuhi, dengan dilakasanakan sesuai prosedur yang telah dibuat dan

laksanakan serta didukung dari berbagai pihak, khususnya para

pengasuh pondok persantren. Dan diharapakan mereka tidak akan

menerima pengaruh-pengaruh lain yang tidak menguntunkan selama

dalam proses pembinaan. Dengan kata lain, bentuk pondok pesantren

akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada santri dalam

mengadaka eksperimen sosial mereka, tanpa suatu yang merugikan.

Bagi para santri baru mungkin agak sulit melaksanakan peranturan

seperti ini, karena cenderung berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang

biasa di lakukan di rumah. Seperti shalat yang di mesjid dan harus tepat

waktu, bangun dan tidur yang tepat waktu dan lain-lain. Namun dengan

(38)

3.4.3 Dasar dan tujuan pendidikannya

Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah balai pendidikan

yang berdasarkan keagamaan, dengan dasar, tujuan, dan pendidikan

yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan tradisi kebudayaan

Indonesia dan diselenggarakan denga sistem pendidikan pengajaran

modern, maka dasar-dasar pendidikan ini adalah berdasarkan tauhid,

yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sedangkan tujuan pendidikannya Secara umum mengacu kepada

tujuan pendidikan nasional yang berlaku, khususnya pada jenjang

pendidikan lanjutan pertama dan menengah dengan penekanan khusus

pada upaya mempersiapkan santri yang: (a) Menguasi bekal-bekal

kemampuan dasar keulamaan/kecendikiawanan, kepemimpinan dan

keguruan. (b) Mau dan mampu mengembangkan bekal-bekal dasar

tersebut secara mandiri, Dan (c) Siap mengamalkannya di

tengah-tengah masyarakat dengan ikhlas, cerdas, dan beramal.

3.4.4 Sisetem Pengajaran Sekolah

Disinilah letak salah satu perbedaan penting antara pendidikan

sistem pondok tradisional dengan sistem pendidikan modern pondok

pesantren seperti pondok pesantren Raudhah, yaitu bahwa pada yang

tradisioal menganut sistem individual sedangkan pada yang modern

menganut sistem klasikal, yang terpimpin dan atau di organisir dalam

(39)

Sebagaimana dikatakan oleh M. Arifin (1993), menyatakan bahwa

proses belajar mengajar di sekolah pada hakikatnya adalah merupakan

rangkaian proses komunikasi antara siswa dengan guru yang

berlangsung atas dasar minat, bakat, dan kemampuan diri

masing-masing siswa.

Demikian juga halnya dengan proses belajar mengajar yang terjadi

di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Pendidikan dan pengajaran

menekankan pada aspek kemampuan siswa untuk berkembang sesuai

dengan minat, bakat yang dikomunikasikan oleh guru dengan cara yang

mengedepankan potensi serta partisipasi dari siswa itu sendiri. Secara

umum, proses belajar mengajar demikian dinamakan dengan transfer

ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dengan menggunakan kurikulum

berbasis kompetensi.

Mata pelajaran yang disajikan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

Medan secara umum dapat diklasifikan menjadi dua bagian, yaitu: Mata

pelajaran yang bercirikan agama, dan mata pelajaran yang bercirikan

umum. Mata pelajaran agama berbasis kepada pelajaran-pelajaran Kitab

Kuning dan kitab-kitab sejenis lainnya. Sementara mata pelajaran

umum pada hakikatnya sama dengan mata pelajaran yang diberikan di

tingkat sekolah menengah atas (SMA dan MA). Namun yang perlu

diperjelas adalah baik mata pelajaran agama maupun mata pelajaran

(40)

Berdasarkan kenyataan yang ditemui peneliti di lapangan

menunjukkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang

dimiliki oleh para santri memang cukup menggembirakan, di mana

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan bahkan di dalam proses

belajar mengajar mereka tetap menggunakan kedua bahasa tersebut

(41)

BAB IV

NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH

4.1 Musik Islam

4.1.1 Pengertian Seni Musik

Banyak pengertian seni yang ditulis oleh para ahli dalam

buku-bukunya sebagaimana pada dasarnya manusia yang menyukai segala

sesuatu yang indah dan menyenangkan, maka seni adalah usaha untuk

menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.57

Menurut Sidi Gazalba (1998) seni adalah bahasa latin yang berasal

dari kata ars berarti sesuai dengan etimologi, kata ars tersebut yaitu

membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam

pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan.

Seni juga

merupakan manifestasi dari pada budaya.

58

Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan.

Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya menusia yang mengandung dan

mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di

dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis Seni

adalah fitrah manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari

pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan

manusia.

57

Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang 1988), hlm. 81

58

(42)

keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia ataupun

fitrah yang di anugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.59

Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek

psikologi atas manusia lain yang melihatnya. Jadi seni adalah

penjelmaan keindahan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai

fitrahnya, yang merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, intuisi dan

karya manusia yang memenuhi syarat estetika yang dapat menimbulkan

efek psikologis bagi orang lain yang merasakannya.

Sedangkan musik ialah cetusan ekspresi isi hati, yang dikeluarkan

secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi (lagu). Apabila letusan isi hati

tersebut dikeluarkan melalui mulut disebut vokal, dan dikeluarkan

dengan alat-alat musik, maka disebut instrumental. Dari pengertian di

atas dapat di katakana bahwa seni musik adalah seni menyusun nada

suara yang dibunyikan sedemikian rupa, sehingga mengandung irama,

lagu dan memiliki nilai estetika yang harmonis.

Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa musik adalah ilmu

dan seni mengkombinasikan irama dan nada, baik vokal maupun

instrumental, yang didalamnya termasuk rangkaian nada (melodi) dan

paduan nada (harmoni) untuk mengungkapkan perasaan.

Sugeng Basuki (dalam bukunya Sidi Gazalba) mengemukakan seni

musik berasal dari bahasa Yunani “muse” yang berarti dewa. Oleh

bangsa Yunani kuno, apabila akan menggunakan nama-nama para dewa

59

(43)

seperti dewa Zeus, Apdo dan lainnya, maka mereka harus

mempersembahkan bunyi-bunyian kepada dewa Orsis. Karena menurut

mereka musik dalam arti sejarahnya adalah suara bentuk kesenian yang

dapat mengeluarkan bermacam-macam perasaan dan jiwa dengan

menggunakan nada sesuai dengan penyajiannya. Musik ada tiga

macam, yaitu:

1) Musik vocal

Vokal berasal dari perkataan vokal (Belanda), voca (Itali), volx

(Prancis), voice (Inggris) yang artinya suara. Yang di maksud disini

adalah semua suara manusia. Musik vokal itu hanya mempergunakan

suara manusia atau nyanyian saja, tanpa di iringi alat music. Mereka

yang mendendangkan musik vokal disebut vokalis.

2) Musik instrumental

Instrumental berasal dari perkataan instrumen (Itali) yang berarti

alat, yang dimaksud disini adalah alat musik seperti biola, terompet dan

lain-lain. Musik instrumental penyajiannya hanya menggunakan

alat-alat musik saja, tanpa ada nyanyian. permainan musik instrumental

disebut instrumentalia, sedangkan yang memainkannya disebut

instrumentalis.

3) Musik campuran

Musik campuran adalah musik vokal dan musik instrumental yang

di sajikan bersama-sama. Tapi pada umumnya yang dipentingkan

adalah vokalnya, sedang instrumentalnya adalah pengiring saja. Dalam

(44)

Jadi seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai

fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama

baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni

dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat

dan mendengarkannya.

Dalam menjelaskan unsur-unsur pokok dalam musik, para ahli

berbeda pendapat. Al-Shofa misalnya, musik adalah yang mengandung

lagu (lahn), nada (naghm) dan lengkok (iqa’at). Sementara Al Farabi,

musik adalah lagu (al-Alhan), yaitu kumpulan ritme yang disusun

dengan urutan dan ketentuan tertentu.

Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau

unsur-unsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian

nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang

menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi,

Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik

dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada

berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah

musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang

sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan

melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna

nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini

(45)

nada ini mengarahkan imajinasi gaya suara kepada karakter khusus

yang dimiliki oleh musik tersebut.60

Sementara aksi panggung dalam sebuah pertunjukan musik,

tidaklah harus dengan gerakan lincah ataupun super aktif. Karena dalam

penyampaian pesan dalam musik adalah melalui expresi nada dan

iramanya, bukan gerakannya. Karena gerakan yang berlebihan akan

menimbulkan efek negatif dan apabila efek negatif itu ditiru banyak

orang maka kita yang akan menanggung dosanya, seperti hadits yang

diriwayatkan Ibnu Majah.

“Barang siapa menciptakan kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka ia mendapat pahala. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka dia yang menanggung dosanya”.

Oleh karena itu ajaran Islam harus menyertai kita dimanapun dan

kapanpun kita berada. Sekalipun pada saat menyanyi, menyempurnakan

pesan dakwah lewat musik.61

Dalam sejarah agama Islam, seni musik bukan tergolong hal yang

baru. Pada masa Rosulullah dan para sahabat, secara teori, seni musik

belum dikenal masyarakat Islam, walaupun pada saat itu dalam

prakteknya seni sudah lebih dulu di kenal.

Hal ini terlihat dari betapa merdu dan indahnya suara adzan yang

dilantunkan oleh Bilal. Betapa Umar bin Khotob seorang panglima

60

Abdul Muhayya, Bersufi Melalui Musik : Sebuah Pembelaan Musik Oleh Ahmad Al Ghozali, (Yogyakarta : Gramedia, 2003), hlm. 28.

61

(46)

perang yang gagah berani hatinya luluh ketika mendengarkan

kemerduan dan keindahan seni bacaan al-Qur’an. Jadi secara tidak di

sadari seni sudah ada dalam sejarah perkembangan agama Islam.

Perkembangan Tamadun dalam pengertian perkembangan terhadap

kebudayaan yang tinggi berlangsung di zaman daulah atau khalifah

Abbasiyah. Terjadi peralihan dari kehidupan desa yang sederhana

kepada kehidupan kota yang mewah, dari masyarakat tertutup kepada

masyarakat terbuka, dari menjauhi dunia kepada pendekatan dunia.

Pantulan perubahan itu kelihatan pada seniman yang menyertai

masyarakat dalam perkembangan cita rasanya, menemukan diri dalam

perkembangan karya. Dunia seni mengalami revolusi.

Kekayaan kebendaan dan kemewahan melanda kehidupan,

sehingga sering terjadi kerusakan perimbangan antara dunia dan

akhirat, ketika aktivitas dunia dari kawalan agama. Dalam kesenian hal

ini menyatakan diri pada karya-karya yang tidak lagi memperpadukan

nilai estetika dan nilai etika Islam. Walaupun demikian dunia seni umat

Islam mengalami perkembangan luar biasa sejalan dengan

perkembangan luar biasa tamaddunnya.62

Satu abad lamanya tamaddun Islam menyalin kitab-kitab Yunani,

Persi dan India. Diantara kitab-kitab yang disalin itu adalah kitab-kitab

ilmu musik. Setelah mereka pelajari kitab musik Yunani dan India,

ahli-ahli Islam menciptakan kitab-kitab musik baru dengan jalan

memperbaharui, menambah dan menyempurnakan alat, system dan

62

(47)

teknik musik. Maka seni musik menjadi ilmu tersendiri dalam

tamaddun Islam.

Perhatian kepada pendidikan musik telah diberikan semenjak akhir

zaman Muawiyah. Dalam zaman Abasiyah perhatian yang amat besar

untuk perkembangan pendidikan musik di berikan oleh para khalifah

dan pembesar. Sekolah musik tingkat menengah dan tinggi di didirikan

di berbagai kota. Faktor yang menggalakan pendirian sekolah-sekolah

musik ialah keahlian bernyanyi dan bermusik merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan pekerjaan.63

Umat Islam yang merupakan pelopor yang mendirikan kilang alat

musik. Pembuatan alat alat itu menjadi suatu cabang seni halus. Pusat

kilang pembuatan alat-alat musik yang amat terkenal ialah Sevilla di

Andalusia. Alat-alat yang di keluarkan oleh kilang ini ialah mizbar

(kecapi klasik), ad qodim (kecapi lama), ud kamil (kecapi lengkap),

syahrud (kecapi lengkung), marabba’ (semacam gitar), gitara (gitar),

kamanja’(semacam rebab), ghisyak (semacam rebab).64

4.1.2 Sejarah Musik Islam

Dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi

topik maupun bagian dari studi-studi religius Islami. Dengan demikian

analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari

pendekatan-pendekatan di luar studi tersebut. Sehubungan dengan itu

analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih

63

Ibid., hlm. 165 64

(48)

mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu umum. Di antara berbagai

ilmu umum yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di

dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum

kajian-kajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun

etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologi yang

populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan

sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang

menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical

musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep

musikologi yang dipetakannya. Hubungan musikologi dengan sejarah

bukanlah hal yang mengherankan karena musikologi pada dasarnya

ialah studi ilmiah tentang musik yang mencakup kajian-kajian yang

luas, khususnya meliputi berbagai studi historis, komparatif, dan juga

sistematis (Randel, 1978: 327).

Di antara beberapa musikolog Barat yang tertarik untuk menggali

sejarah music Islam ialah Amnon Shiloah (1995). Ia berpendapat bahwa

sumber-sumber literatur sejarah musik Islam tertua diperkirakan berasal

dari abad ke-9, atau kira-kira 250 tahun setelah kelahiran Islam.

Walaupun akurasi penelusurannya tidak dapat dijamin sepenuhnya.

Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun

klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai

puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa

keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa

(49)

sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga budaya

musik pra-Islam.

Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat

ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal

tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW pada dasarnya tidak menghapus budaya Arab atau

meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatar

belakanginya, melainkan merevisinya sehingga tidak bertentangan

dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai

seni Islami yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada

dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di

bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islami

berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara

musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik

seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya,

serta kekayaan kosakata, struktur-struktur yang rumit, sistem-sistem

syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang.

Sebagai contoh bentuk-bentuk pra-Islam yang kini dikenal sebagai

bentuk-bentuk sastra Islami, diantaranya ialah: Qasidah, Madh, dan

Mu’allaqat. Seiring dengan itu, Islam sendiri pada dasarnya juga bukan

suatu agama yang sama sekali baru namun merupakan puncak

penyempurnaan berbagai keyakinan samawi yang telah terlebih dahulu

(50)

Kenyataan di atas membuktikan bahwa keberadaan musik Islam

memiliki latar belakang yang jauh, yaitu kebudayaan Arab pra-Islam.

Itulah sebabnya walaupun bersifat universal, kebudayaan Islam sendiri

tidak bisa lepas dari aspek-aspek kearaban atau ‘urubah. Dengan

demikian bukanlah hal yang mengada-ada jika karakteristik musikal

berbagai bentuk seni vocal Islamis yang kita kenal selama ini

sesungguhnya berakar dari budaya yang telah ada sebelumnya, yaitu

Arab pra-Islam: (Faruqi, I, 1991:19, 7778).

Sebelum masa Islam, musik adalah bagian dari kehidupan harian

masyarakat padang pasir yang berfungsi sebagai pelengkap

pertemuan-pertemuan umum untuk menyambut para peziarah rumah suci Ka’bah,

dan pemberi motivasi serta semangat para pejuang dan musafir. Di

antara jenis lagu-lagu pertama yang populer saat itu ialah Hudâ’, yang

darinya kemudian diturunkan Ghinâ, kemudian, Nashb, Sanad,

Rukbaanî, dan lagu-lagu tarian yang dikenal dengan istilah Hazâj.

Sumber tertua yg dapat memberikan gambarkan musik pra-Islam, ialah

Kitâb allahw Wa’lMalâhî (Buku tentang distraksi dan alat-alat musik)

oleh Abû’l Qasim ‘Ubaydallah ibn Khurradâdhbih (wafat tahun 911),

seorang ahli geografi.

Di antara bentuk-bentuk yang telah berkembang secara musikal

ialah lagu-lagu dan tarian-tarian komunal yang mampu meningkatkan

kehangatan perayaan-perayaan keluarga dan mengiringi perjalanan haji

ke Tanah Suci maupun penyambutan kepulangannya. Disamping itu

(51)

sosial dimalam hari. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan di pemukiman

para musyafir oleh para musisi penyair, baik laki-laki maupun

perempuan, dalam kelompoknya masing-masing. Mereka menerapkan

teknik pengucapan yang menghasilkan bunyi menghidung dalam

melagukan ayat-ayat sederhana secara spontan dan improvisasi.

Lagu-lagu tersebut menggunakan bentuk-bentuk yang saling merespon, atau

bersahut-sahutan, terkait dengan fungsi sosialnya. Melalui bentuk

tersebut, audiens dapat turut berpartisipasi pada saat-saat tertentu, yaitu

dengan menyanyi, menari, bertepuk tangan, dan bermain rebana. Jika

dibandingkan dengan teksnya yang seringkali ditambahkan,

penambahan melodi atau lagu baru sangat terbatas. Para pengamat

memperkirakan bahwa bentuk-bentuk lain yang menggunakan

istilah-istilah asing, masih memiliki kaitan dengan jenis-jenis musik Arab

kuno tersebut; misalnya: Nashb, Sanad Thaqîl, Sanad Khafîf, dan

Ahzâdj (Shiloah, 1995:6).

Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang

lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan

pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar

fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal

yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab

Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari

wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik

harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis

Referensi

Dokumen terkait

auditor untuk melaksanakan supervisi dengan tepat, khususnya dalam tiga aspek utama tindakan supervisi. Rincian saran-saran pelaksanaan supervisi tersebut adalah :..

Semakin besar jumlah dewan komisaris independen terhadap total anggota komisaris yang ada di perusahaan, maka aktivitas pengawasan pelaksanaan prinsip tata

audien memperoleh stimuli berupa iklan dari Kaspersky yang diperankan oleh Jackie Chan. yang bertindak sebagai endorser, maka proses dari komunikasi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmu komunikasi terutama konsentrasi studi periklanan yang berkaitan dengan peran persepsi audiens mengenai

Hasil analisis dengan anova menunjukkan dari 51 faktor yang diuji dengan analisis oneway anova berdasarkan klasifikasi kontraktor kecil dengan klasifikasi kontraktor

Contoh praktis dari pengungkapan bilangan imajiner membutuhkan bantuan ilmu geometri dasar yang kemudian dinyatakan Phytagoras sebagai akar 2 dan oleh Plato ditambah dengan akar

Peserta didik mengumpulkan berbagai literatur tentang teknik dan gaya serta menyanyikan lagu daerah bentuk vokal group berdasarkan hasil eksplorasi peserta didik masing-masing..

Peserta didik mengumpulkan berbagai literatur tentang teknik dan gaya serta menyanyikan lagu daerah bentuk vokal group berdasarkan hasil eksplorasi peserta didik masing-masingb.