• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Peraturan Pengelolaan pisang Baran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Peraturan Pengelolaan pisang Baran"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan hidayah terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penugasan paper

(2)

berjudul “Perbandingan PP 27 Tahun 2014 dengan PP 6 Tahun 2006 jo. PP 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN/D ” ini. Shalawat dan salam tak lupa kami sampaikan kepada junjungan kita, Baginda Rasulullah SAW yang telah memberikan pedoman hidup dan teladan kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Paper ini dibuat sebagai bentuk penugasan akhir pengganti Ujian Tengah Semester mata kuliah Seminar Manajemen Kekayaan Negara program studi Diploma IV Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada semester IX. Dalam penyusunan paper ini Penulis mendapatkan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, terutama kepada yang terhormat Bapak Lalu Hendry Yujana selaku Dosen Seminar Manajemen Kekayaan Negara atas bimbingan dan dukungannya. Demikian pula dengan rekan-rekan di kelas IX-A Reguler dan pihak-pihak lain yang tidak dapat Penulis sebutkan satupersatu, terima kasih atas setiap bantuan dan kerjasamanya.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan baik terkait susunan maupun substansi paper ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan dan kelayakan paper ini dalam menambah khasanah pengetahuan kita bersama dan untuk dapat menjadi sumbangsih terhadap bidang akademika di lingkungan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Tangerang Selatan, Juni 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

PENDAHULUAN...1

1. Latar Belakang Perubahan Aturan Pengelolaan BMN/D...1

2. Tujuan Penyempurnaan Peraturan...3

3. Pokok pokok Penyempurnaan...3

PEMBAHASAN...5

1. Perbandingan PP No 27 Tahun 2014 dengan PP No 6 Tahun 2006 jo. PP No 38 Tahun 2008...5

2. Matriks Perbandingan PP 6 Tahun 2006 jo. PP 38 Tahun 2008 dengan PP 27 Tahun 2014 (Sumber: Bahan Sosialisasi DJKN)...24

(4)

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Perubahan Aturan Pengelolaan BMN/D

Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal yang penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan adanya perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan, dan akuntabel.

Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D, di mana telah diatur berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban terhadap BMN. Banyak hal yang menjadi latar belakang perubahan PP nomor 6 Tahun 2006. Salah satunya yaitu masih banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan dengan pelaksanaan PP nomor 6 Tahun 2006 yang berdampak pada opini audit yang diterbitkan. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN.

Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 6 Tahun 2006. Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan dari pengelola infrastruktur di dalam PP PP nomor 27 Tahun 2014, sehingga Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan agresif memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Sebagi contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) yang lebih panjang dapat menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.

Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi tugas besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan dengan baik. Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu hal yang diharapkan dari perubahan ini. Optimalisasi berdasarkan prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi perhatian. Aset idle harus diserahkan ke Pengelola Barang untuk

(5)

meningkatkan optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun 2014.

Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP nomor 27 Tahun 2014 antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP nomor 27 Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang dapat didelegasikan adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal ini sangat penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.

Latar belakang lain dari penyempurnaan peraturan pemerintah ini antara lain karena adanya dinamika pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, KSP, dan BMN luar negeri yang harus diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir terhadap aturan-aturan dalam PP nomor 6 Tahun 2006 mengenai Badan Layanan Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); kasus-kasus yang muncul dalam pengelolaan BMN/D; dan adanya temuan pemeriksaan BPK. Dengan adanya penyempurnaan PP ini diharapkan dapat mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D; mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna Barang dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait.

(6)

Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan sebagai salah satu pokok penyempurnaan, dalam penjelasan pada PP nomor 6 Tahun 2006, aset tak berwujud berada di luar lingkup peraturan pemerintah tersebut. Sementara itu, dalam salah satu pasal PP nomor 6 Tahun 2006 tidak dibatasi apakah itu aset berwujud atau tidak berwujud. Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi di dalam pengelolaannya, maka di PP nomor 27 Tahun 2014 juga mengatur tentang aset tak berwujud sebagai bentuk kepastian hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah.

Maka berdasarkan paparan tersebut di atas, terdapat empat poin utama yang melatarbelakangi perubahan PP nomor 27 tahun 2014, sebagai berikut.

a. Dinamika pengelolaan BMN/D yang terjadi seiring perkembangan waktu, terutama dalam bentuk:

 Sewa periodik

 KSP

 BMN luar negeri

yang harus diperlakukan secara khusus.

b. Multiinterpretasi yang seringkali terjadi terhadap aturan pengelolaan BMN/D yang lama (PP nomor 6 Tahun 2006 jo. PP nomor 38 Tahun 2008), terutama dalam hal:

 BLU

 PNBP

c. Kasus-kasus pengelolaan BMN/D yang marak terjadi.

d. Temuan pemeriksaan BPK yang berujung pada penerbitan opini non-WTP untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

2. Tujuan Penyempurnaan Peraturan

Penyempurnaan peraturan pemerintah tentang pengelolaan BMN/D melalui PP nomor 27 Tahun 2014 bertujuan untuk:

a. mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D; b. meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D;

c. mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna dan Pengelola BMN/D; dan

d. melakukan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait pengelolaan BMN/D.

3. Pokok pokok Penyempurnaan

(7)

a. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D;

b. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain; c. Penguatan dasar hukum pengaturan;

d. Penyederhanaan birokrasi;

(8)

PEMBAHASAN

1. Perbandingan PP No 27 Tahun 2014 dengan PP No 6 Tahun 2006 jo. PP No 38 Tahun 2008

a. Penyempurnaan Definisi yang termuat dalam Pasal 1  Penyederhanaan definisi

 Definisi Penilaian

PP 6 Tahun 2006 jo PP 38 Tahun 2008

Penilaian adalah suatu proses kegiatan penilaian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah.

PP 27 Tahun 2014

Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/Daerah pada saat tertentu.

 Definisi Pemindahtanganan

PP 6 Tahun 2006 jo PP 38 Tahun 2008

Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai bentuk tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.

PP 27 Tahun 2014

Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah.

 Penambahan definisi yang tidak diatur di PP 6 Tahun 2006 jo. PP 38 Tahun 2008

 Definisi Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 Definisi Pemusnahan

Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah.

 Definisi Lembaga

(9)

 Penggantian definisi

 Definisi Kementerian Negara (sekarang dipecah antara Kementerian Negara dengan Lembaga Negara). Bertujuan untuk menghindari keambiguan dalam tata bahasa perundah-undangan.

PP 6 Tahun 2006 jo PP 38 Tahun 2008

Kementerian negara/lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemeirntah non kementerian negara/lembaga negara.

PP 27 Tahun 2014

Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 Penggantian redaksi dalam definisi penatausahaan PP 6 Tahun 2006 jo PP 38 Tahun 2008

Rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PP 27 Tahun 2014

Rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 Penggantian posisi definisi Penghapusan yang sebelumnya berada di bagian atas

menjadi berada di bawah berdekatan dengan Pemusnahan sebagai implikasi dari penyempurnaan siklus pengelolaan BMN/D yang dilakukan dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 ini.

b. Lingkup BMN/D dalam bentuk penguatan dasar hukum dan penegasan pengaturan

Ruang lingkup BMN/D dalam PP mengacu pada pengertian berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai lingkup BMN/D dibatasi pada pengertian BMN/D yang bersifat berwujud, namun sepanjang belum diatur lain, juga melingkupi BMN/D yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok BMN/D selain tanah dan/atau bangunan.

(10)

dalam Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual yang mengatur mengenai elemen-elemen aset di neraca termasuk di antaranya Aset Tak Berwujud. Maka dari itu, muncul pertanyaan akan diklasifikasi sebagai apakah Aset Tak Berwujud ini dalam struktur Barang Milik Negara/Daerah? Selama ini hal tersebut belum diakomodasi oleh Pemerintah cq Kementerian Keuangan. Maka melalui PP 27 Tahun 2014, akhirnya hal ini diakomodasi juga.

c. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D

 Penambahan kegiatan Pemusnahan dalam Siklus Pengelolaan BMN/D

Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. Kegiatan Pemusnahan ini tidak diakomodasi dalam peraturan pemerintah sebelumnya. Kegiatan Pemusnahan ini baru dimunculkan dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 sebagai bentuk penyempurnaan siklus pengelolaan BMN/D ke arah yang lebih komprehensif dan akuntabel. Munculnya kegiatan pemusnahan mendorong pada peningkatan efisiensi Pengelolaan BMN/D sekaligus meningkatkan akuntabilitas Pengelola maupun Pengguna BMN/D.

 Pemisahan Bab Pemusnahan dan Penghapusan

Dengan munculnya kegiatan Pemusnahan, kegiatan Penghapusan otomatis menjadi akhir (ending point) dari siklus pengelolaan BMN.

(11)

Pemusnahan dan Pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum proses Penghapusan.

d. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengelola dan Pengguna BMN/D  Pendelegasian kewenangan Pengelola BMN kepada Pengguna BMN

(Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4))

Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan BMN diperlukan pendelegasian kewenangan Pengelola Barang ke Pengguna Barang. Pendelegasian seperti ini juga akan terjadi pada setiap tahapan pengelolaan BMN.

 Pendelegasian kewenangan Pengguna BMN kepada Kuasa Pengguna Barang

(Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4))

Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan BMN diperlukan pendelegasian kewenangan Pengguna Barang ke Kuasa Pengguna Barang. Pendelegasian seperti ini juga akan terjadi pada setiap tahapan pengelolaan BMN.

 Penambahan kewenangan dan tanggung jawab baru pada Pengelola BMN sehubungan dengan adanya penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN (Bab Pemusnahan) dan perluasan lingkup Barang Milik Negara. Selain itu, terdapat penambahan kewenangan dan tanggung jawab baru, misalnya dalam menyusun laporan Barang Milik Negara. Penyusunan laporan Barang Milik Negara oleh Pengelola BMN adalah hal penting yang tidak diakomodasi di peraturan pemerintah sebelumnya. Pelaporan ini adalah bentuk akuntabilitas Pengelola Barang terhadap BMN yang berada dibawah penguasaannya.

(12)

 Penambahan kewenangan dan tanggung jawab baru pada Pengguna BMN

sehubungan dengan adanya penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN (Bab Pemusnahan) dan perluasan lingkup Barang Milik Negara.

 Penambahan kewenangan dan tanggung jawab baru pada Pengguna BMD sehubungan dengan adanya penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMD (Bab Pemusnahan) dan perluasan lingkup Barang Milik Daerah.

e. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

 Pengembangan Manajemen Aset Negara

 Perencanaan Kebutuhan BMN/D meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan BMN/D. Perencanaan adalah hal yang sangat penting dalam keseluruhan proses Pengelolaan BMN/D. Perencanaan yang gagal akan berujung pada proses pengelolaan BMN/D yang buruk. Untuk itu, proses perencanaan BMN/D ini perlu diterapkan secara inheren pada setiap tahapan Pengelolaan BMN/D.  Perencanaan pengadaan dibuat dengan mempertimbangkan pengadaan barang

melalui mekanisme pembelian, Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (leasing), atau mekanisme lainnya yang lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah; dan

 Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan BMN/D dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun.

 Dilakukan pemisahan untuk memberikan kejelasan dan menghindari multitafsir:

Pasal 9 Ayat (5) berisi ketentuan penetapakan standar harga barang dan standar kebutuhan oleh:

- Pengelola Barang untuk BMN setelah berkoordinasi dengan instansi terkait; atau

- Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait.

 Harmonisasi Peraturan

(13)

Perencanaan Kebutuhan BMN/D merupakan salah satu dasar bagi Kementerian/Lembaga/SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.

Dalam kegiatan perencanaan, anggaran memegang peranan yang sangat esensial. Perencanaan yang baik sejatinya ditujukan salah satunya untuk memberikan acuan yang baik dalam menetapkan kebutuhan baru dan angka dasar. Kebutuhan baru dan angka dasar ini kemudian akan dijadikan perhitungan dalam menyusun rencana kerja dan anggaran untuk periode berikutnya. Dengan mekanisme seperti ini, hal-hal seperti ketidakcukupan anggaran dalam pelaksanaan Pengelolaan BMN/D akan dapat dihindari.

 Penambahan Pasal 11

Untuk harmonisasi dengan peraturan pelaksanaan perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN/D.

f. Pengadaan

 Terdapat beberapa perubahan untuk Bab Pengadaan. Perubahan yang terjadi

berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang telah diganti menjadi Perpres 70 Tahun 2012. Kegiatan pengadaan BMN/D hendaknya juga memenuhi prinsip-prinsip pengadaan secara umum yaitu efektif, efisien, terbuka dan bersaing, transparan, adil, dan akuntabel serta dilaksanakan sesuai prosedur Pengadaan Barang dan Jasa.

 Pasal 12 diubah redaksinya untuk menghindari multitafsir sekaligus mengakomodasi perluasan lingkup BMN/D.

Pasal 12 PP 6 Tahun 2006:

(1) Pengaturan mengenai pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang milik negara/daerah selain tanah diatur dengan Peraturan Presiden.

(14)

Pelaksanaan pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

g. Penggunaan

Dalam PP 27 Tahun 2014 terdapat beberapa penyempurnaan ketentuan seputar Bab Penggunaan BMN/D. Penyempurnaan tersebut terbagi ke dalam tiga hal berikut ini.

 Penguatan dasar hukum atas:

 Alih status penggunaan BMN/D;

 Penggunaan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa mengubah status Penggunaan BMN/D; dan

 BMN/D idle: kriteria dan mekanisme penyerahannya ke Pengelola BMN/D

BMN/D yang idle harus dapat dideteksi dengan baik. Penentuan kriteria BMN idle dan bagaimana tindak lanjutnya merupakan langkah yang tepat diambil oleh pemerintah. Selama ini ada begitu banyak BMN/D yang idle dalam pengertian BMN/D tersebut tidak digunakan/tidak dimanfaatkan dan dibiarkan mengendap di gudang Pengguna Barang dengan asumsi spekulatif masa depan yang penuh ketidakpastian. Padahal sejatinya belum ada perencanaan yang sistematis terkait penggunaan BMN/D tersebut di masa depan. Akibatnya, pengelolaan BMN/D berjalan dengan tidak efisien.

Perumusan mengenai BMN/D idle ini pada dasarnya juga merupakan bentuk harmonisasi dengan peraturan pelaksanaan yang terlebih dahulu diterbitkan, yaitu PMK Nomor 250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN/D yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi K/L. Adapun kriteria dari BMN idle dalam PMK tersebut meliputi:

a) BMN yang sedang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun sejak terindikasi idle.

b) BMN yang digunakan, tetapi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi K/L.

(15)

meningkatkan efisiensi pengelolaan BMN/D di Indonesia yang harmonis dan taat asas.

 Pengembangan manajemen aset negara

Kriteria BMN/D Idle dikecualikan untuk BMN/D yg telah direncanakan untuk digunakan/dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu. BMN/D yang direncanakan untuk digunakan/dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu di masa depan tidak dikategorikan sebagai BMN/D idle. Menurut saya, hal ini telah sesuai dalam mendukung peningkatan efektivitas dan efisiensi manajemen BMN/D. Hanya saja perlu ada pengawasan yang memadai mengenai batasan-batasan perencanaan atas BMN/D tersebut. Jangan sampai perencanaan yang ada hanya sekedar wacana dan pada akhirnya BMN/D dibiarkan idle di gudang Pengguna. Dalam kondisi seperti ini BMN/D itu seharusnya diserahkan ke Pengelola Barang untuk dioptimalkan penggunaan/pemanfaatannya. BMN idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang dapat memberikan kontribusi pendapatan negara dari PNBP melalui mekanisme pemanfaatan BMN. DJKN yang memiliki instansi vertikal dapat menambah pendapatan negara dengan cara memasang tanda penguasaan atas tanah yang berisi informasi Kanwil DJKN/KPKNL yang menguasai tanah idle tersebut dan tanda yang berisi peluang untuk dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Dengan cara itu, tanah yang menganggur tersebut tidak akan membebani APBN dengan biaya pengamanan dan pemeliharaannya sekaligus memberikan kontribusi Pendapatan Negara Bukan Pajak.

 Penyederhanaan birokrasi

 Kini Pengelola BMN/D dapat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Pengguna BMN/D, terutama yang berkaitan dengan penetapan status peggunaan BMN/D.

 Dalam kondisi tertentu, Pengelola dapat menetapkan status Penggunaan BMN pada Pengguna tanpa didahului usulan Pengguna

 Penetapan Status Penggunaan (PSP) BMN/D dikecualikan untuk:

- barang persediaan;

- Konstruksi Dalam Pengerjaan;

- barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan; - BMN yang berasal dari DK/TP (penunjang) yang direncanakan untuk

(16)

- BMN/D lain yang ditetapkan oleh Pengelola BMN/Gubernur/Bupati/Walikota.

h. Pemanfaatan

 Penyederhanaan redaksi Kriteria Pemanfaatan BMN/D. Penyederhanaan ini menghasilkan kejelasan makna dalam bagian tersebut sehingga lebih mudah dipahami dan menghindari multitafsir yang tidak perlu.

 Pengembangan manajemen aset negara

 Ruang lingkup pemanfaatan

- pendayagunaan BMN/D yg tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga/SKPD

- optimalisasi BMN/D

Seperti diketahui bersama, kriteria dalam misi Pengelolaan kekayaan/aset Negara adalah empat hal berikut: (1) Efisiensi Pengeluaran; (2) Optimalisasi Penerimaan; (3) Efektivitas Pengelolaan; (4) Kedaulatan dan Keamanan Negara. Untuk itu, Optimalisasi BMN/D merupakan salah satu misi yang ingin dicapai dalam Pengelolaan kekayaan/aset negara. Pengelolaan BMN/D yang efektif dan optimal mengarah pada peningkatan

 Sewa

- Diatur secara spesifik mengenai Sewa BMN/D untuk kerja sama infrastruktur.

- Jangka waktu bisa lebih dari 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk: a) Kerja sama infrastruktur;

b) Kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau

c) Ditentukan lain dalam Undang-Undang.

Sebelumnya, jangka waktu sewa hanya diizinkan paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang untuk seluruh jenis Sewa BMN/D.

(17)

pembangunan yang terdistribusi secara merata di Indonesia. Dengan cara ini, para pihak penyewa akan lebih nyaman dalam melakukan sewa atas BMN/D sebab tidak perlu memperpanjang masa sewa setiap 5 (lima) tahun sekali.

 Pinjam Pakai

- Jangka waktu pinjam pakai dipertegas hanya dapat diperpanjang 1 kali: Pasal 30 Ayat (2)

Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.

Pada aturan sebelumnya hanya diatur bahwa pinjam pakai BMN/D hanya dapat diperpanjang saja.

Pinjam pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar-Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang. Pinjam pakai ini sesungguhnya tidak menguntungkan pihak Pengguna Barang dan tidak memberikan nilai tambah atas BMN/D dan infrastruktur. Oleh karena itu, Pinjam pakai sebaiknya tidak dibiarkan berlangsung terlalu lama. Pinjam pakai yang berlangsung terlalu lama menyulitkan dalam hal penerapan pengawasan dan pengendalian dari segi administratif BMN/D. Dengan mekanisme yang ada saat ini, Pinjam pakai dibatasi hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali saja. Menurut saya ini sudah tepat.

 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)

- Penambahan pasal yang memberikan penjelasan terhadap tujuan pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan BMN/D, yaitu:

a) Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna BMN/D; dan/atau b) Meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.

- Diversifikasi Kerja Sama Pemanfaatan: Konstribusi dan pembagian keuntungan dapat berupa aset (maks. 10% dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa KSP)

(18)

Ini kemudian diperjelas dalam aturan terbaru. Dalam hal ini Pemerintah perlu tegas menyatakan bahwa biaya yang terjadi adalah beban yang ditanggung oleh Mitra KSP.

- KSP untuk penyediaan infrastruktur dipisahkan dari KSP pada umumnya. Jangka waktu untuk penyediaan infrastruktur ditetapkan paling lama 50 tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

KSP untuk penyediaan infrastruktur memiliki dampak yang luas terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk itulah, langkah memperpanjang jangka waktu KSP untuk penyediaan infrastruktur menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengupayakan peningkatan pembangunan yang terdistribusi secara merata di Indonesia. Dengan cara ini, para Mitra KSP akan lebih nyaman dalam melakukan melaksanakan kerja sama dengan Pemerintah atas BMN/D sebab tidak perlu memperpanjang masa sewa setiap 30 (tiga puluh) tahun sekali sama halnya dengan KSP pada umumnya.

- Kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% dari hasil perhitungan tim untuk mitra KSP penyediaan infrastruktur berbentuk BUMN/D.

Ini merupakan langkah strategis Pemerintah untuk mendorong dan memberdayakan BUMN/D agar terlibat dalam bentuk Kerja Sama Pemanfaatan dengan Pemerintah. Perlu dipahami, BUMN/D bagian dari Keuangan Negara yang harus didukung perkembangannya. Perkembangan BUMN/D akan menguntungkan Pemerintah sebab akan memperoleh bagi hasil dari laba BUMN yang berperan dalam peningkatan PNBP nasional. Oleh karena itu, pembagian keuntungan dan kontribusi tetap ditetapkan paling tinggi 70% atas Mitra KSP penyediaan infrastruktur berbentuk BUMN/D menurut saya telah tepat.

 Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna

- Terdapat penambahan kewajiban mitra BGS/BSG yaitu berupa perluasan larangan dalam menjaminkan, menggadaikan, atau memindahkan yang tidak lagi terbatas pada objek BGS/BSG sebagaimana diatur di ketentuan sebelumnya. Kali ini larangannya menjadi lebih luas, yaitu atas tanah yang menjadi objek BGS/BSG, hasil BGS yang digunakan langsung, serta hasil BSG.

(19)

Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).

Ketentuan “paling sedikit 10%” merupakan hal baru yang diatur dalam PP 27 Tahun 2014. Ketentuan baru ini sesungguhnya cukup aneh, mengingat penggunaan atas hasil BGS/BSG untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah mustahil untuk dikuantifikasikan sebagaimana tertera dalam peraturan tersebut, yaitu sebesar minimal 10%.

- Penghapusan syarat “persyaratan lain yang dianggap perlu” karena dipandang memiliki sisi ambiguitas dalam pelaksanaan perjanjian BGS/BSG.

- Terdapat penjelasan mengenai tanggungan biaya BGS/BSG yang ditetapkan sebagai beban mitra KSP. Pada peraturan sebelumnya hanya dijelaskan bahwa biaya tersebut tidak dapat dibebankan ke APBN/D. Penjelasan di peraturan sebelumnya mengandung ambiguitas akan kemana biaya tersebut dibebankan nantinya. Ini kemudian diperjelas dalam aturan terbaru. Dalam hal ini Pemerintah perlu tegas menyatakan bahwa biaya yang terjadi adalah beban yang ditanggung oleh Mitra KSP.

 Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)

- Penambahan bentuk Pemanfaatan dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI). Penambahan ini dilakukan untuk mengakomodasi dinamisnya lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. KSPI didefinisikan sebagai kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

- Ketentuan mengenai KSPI ini diatur di Pasal 38 dan Pasal 39 yang berisi ketentuan teknis seputar KSPI atas BMN/D.

 Mekanisme Tender

(20)

- Ketentuan lain seputar tender atas pemilihan calon mitra KSP dan BGS/BSG diatur secara lengkap di Pasal 40 peraturan ini.

 Penyederhanaan birokrasi

 Pelaksana pemanfaatan BMN

- Pengelola untuk BMN pada Pengelola - Pengguna untuk BMN pada Pengguna

 Jumlah peserta tender sekurang-kurangnya 3 peserta (telah dijelaskan di atas)

 Mitra KSP penugasan

 Harmonisasi pengaturan

Penambahan lingkup infrastruktur untuk setiap kegiatan Pemanfaatan BMN/D. Implikasi dari perluasan lingkup ini adalah terdapat penambahan jangka waktu pelaksanaan pemanfaatan yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur.

i. Pengamanan dan Pemeliharaan  Harmonisasi peraturan

Terdapat penambahan ayat (5) dan (6) pada Pasal 44 tentang Pengamanan BMN/D. Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut dari tata cara penyimpanan dokumen kepemilikan BMN/D diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pada peraturan sebelumnya ini tidak ditemukan, yang kemudian akan menyulitkan dalam penyusunan aturan pelaksanaan seputar tata cara penyimpanan dokumen kepemilikan BMN/D.

 Pengamanan BMN/D melalui kebijakan Asuransi

Bentuk pengamanan ini baru ditemukan di peraturan pengelolaan BMN/D terbaru. Penyempurnaan ini bermaksud untuk mengakomodasi maraknya pengamanan aset melalui kebijakan asuransi atau pertanggungan. Pengamanan BMN/D harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Menurut saya, ini merupakan langkah strategis untuk dilakukan pemerintah guna meningkatkan pengamanan atas BMN/D sekaligus mengendalikan risiko atas kerentanan BMN/D (hilang/rusak).

(21)

Menurut peraturan terbaru, biaya pemeliharaan tersebut adalah tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra KSP, mitra BGS/BSG, atau mitra KSPI. Menurut saya ini perlu untuk menjamin kepastian hukum dan law enforcement seputar biaya pemeliharaan BMN/D yang dimanfaatkan oleh pihak lain.

j. Penilaian

Proses penilaian BMN/D selalu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Berbagai kesulitan hadir dalam proses penilaian BMN/D, namun demikian tetap dibutuhkan mekanisme penilaian yang andal agar menjamin transparansi dan akuntabilitas pelaporan BMN/D yang berada dalam pengelolaan pemerintah. Berikut ini adalah beberapa penyempurnaan seputar kegiatan Penilaian BMN/D.

 Pengembangan manajemen aset negara

 Penilai kini dibedakan atas Penilai pemerintah dan Penilai publik yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota

 Penilaian dilakukan dalam rangka mendapatkan hanya untuk mencari nilai wajar (tanpa adanya pembatasan estimasi terendah dengan NJOP)

 Penyederhanaan birokrasi

 Penilaian BMN/D dikecualikan untuk:

- Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; dan - Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah  Harmonisasi pengaturan

 Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah.

 Keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai BMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional.

k. Pemindahtanganan

(22)

 Pengkinian definisi lelang (disesuaikan dengan peraturan Pengadaan Barang

dan Jasa terbaru) – dikenal istilah perhitungan faktor penyesuaian untuk penentuan nilai penjualan secara lelang. Hal ini tidak diatur di peraturan sebelumnya karena masih mengacu pada peraturan Pengadaan Barang dan Jasa yang lalu (Keppres 80 Tahun 2003).

 Perhitungan nilai limit penjualan

Nilai penjualan yang ditentukan secara lelang dengan memperhitungkan faktor penyesuaian merupakan batas terendah yang ditetapkan sebagai dasar penetapan nilai limit. Sebelumnya tidak ada ketentuan yang lebih jelas mengenai mekanisme penentuan nilai penjualan dari proses lelang BMN/D.

 Perluasan cakupan mitra tukar-menukar

Terdapat penambahan mitra tukar-menukar, yaitu Pemerintah Negara Lain. Sebelumnya mitra Tukar-Menukar hanya Pemerintah Daerah, BUMN/D atau Badah Hukum milik pemerintah lainnya, dan Swasta. Penambahan lingkup ini menandai antisipasi pemerintah dalam menyambut geliat globalisasi yang semakin berkembang.

 Perluasan pertimbangan hibah

Pertimbangan hibah atas BMN/D menurut PP Nomor 27 Tahun 2014 adalah:

- Kepentingan sosial; - Budaya; (baru) - Keagamaan; - Kemanusiaan;

- Pendidikan yang bersifat nonkomersial; (baru) dan - Penyelenggaraan pemerintahan negara/daearah.  Bentuk Penyertaan Modal Pemerintah Pusat / Daerah

Dalam PP No 27 Tahun 2014 diatur bahwa tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang juga dapat disertakan dalam bentuk PMPP/D. Pada aturan sebelumnya, tidak diatur demikian. Bahkan, ada kriteria BMN/D yang sebelumnya dapat disertakan sebagai modal pemerintah pusat/daerah, namun kini tidak dapat lagi. BMN/D tersebut ialah tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat/daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran.

(23)

 Pendelegasian sebagian kewenangan Pengelola kepada Pengguna

- Dahulu diatur bahwa seluruh pemindahtangan BMN dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan atau tanpa persetujuan presiden (bergantung nilai BMN/D). Sekarang, dilakukan pendelegasian pemindahtangan BMN yang mana untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang pemindahtangannya dilakukan oleh Pengguna Barang itu sendiri. Pendelegasian ini berlaku baik untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan maupun BMN selain tanah dan/atau bangunan.

- Meski demikian, untuk BMD, proses pemindahtanganan masih berada di Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

 Diatur pula mengenai usulan untuk memperoleh persetujuan Presiden atas pemindahtanganan BMN yang diajukan oleh Pengelola Barang. (sebelumnya tidak diatur)

l. Pemusnahan

Pemusnahan adalah hal baru yang diatur di PP Nomor 27 Tahun 2014 sebagai bentuk pengembangan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pada peraturan sebelumnya tidak ada ketentuan mengenai Pemusnahan. Latarbelakang dari kegiatan pemusnahan ini ialah karena selama ini belum ada prosedur resmi yang mengatur mengenai tata cara pemusnahan BMN/D yang tidak dapat digunakan/tidak dapat dimanfaatkan/tidak dapat dipindahtangankan. Akibatnya, BMN/D hanya ditampung saja di gudang Pengguna Barang tanpa ada mekanisme lebih lanjut. Padahal sesungguhnya akan lebih efisien apabila BMN/D seperti ini dimunsnahkan saja.

Berikut ini adalah beberapa hal tentang Pemusnahan yang diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014.

 Pengembangan manajemen aset negara

Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

 Penyederhanaan birokrasi

 Pendelegasian sebagian kewenangan Pengelola kepada Pengguna

(24)

m. Penghapusan

 Penyederhanaan birokrasi

 Penghapusan BMD dilakukan setelah terbit keputusan Penghapusan dari

Pengelola Barang (sebelumnya Pengguna Barang) setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

 Pendelegasian kewenangan Gubernur/Bupati/Walikota kepada Pengelola Barang (Sekda) terkait Penghapusan BMD berupa Barang Persediaan.

 Pendelegasian sebagian kewenangan Pengelola Barang kepada Pengguna Barang

 Pengecualian persetujuan penghapusan dari Pengelola yang didahului kegiatan yang telah mendapat persetujuan Pengelol, yaitu untuk BMN/D yang dihapuskan karena:

- Pengalihan status Penggunaan; - Pemindahtanganan; dan

- Pemusnahan

n. Penatausahaan

Penatausahaan yang baik merupakan kunci dari pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN/D yang memadai. Berikut ini adalah beberapa penyempurnaan seputar kegiatan pengatausahaan BMN/D yang dimuat dalam PP 27 Tahun 2014.

 Harmonisasi Pengaturan Pelaporan BMN/D disusun menurut perkiraan neraca yang terdiri dari :

 Aset Lancar, berupa Barang Persediaan,

 Aset Tetap, berupa:

- Tanah

- Gedung dan Bangunan - Peralatan dan Mesin - Jalan, Irigasi, dan Jaringan - Aset Tetap Lainnya,

(25)

 Aset Lainnya. Sebelumnya, penjelasan ada dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Harmonisasi ini disesuaikan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual yang diatur dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.

 Pengembangan manajemen aset negara

 Pengelola Barang wajib menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan atas BMN/D yang berada dibawah kekuasaannya.

 Pengelola Barang menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Milik Negara/Daerah

o. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian

Dewasa ini terdapat begitu banyak aset negara dalam wujud BMN/D yang tidak dikelola dengan efektif, terutama pada tahapan pengawasan dan pengendaliannya. Dampaknya adalah aset-aset tersebut menjadi tidak ditatausahakan sebagaimana mestinya. Terdapat beberapa kasus dimana Pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa atas aset yang dimiliki yang “dikuasai” oleh pihak lain yang tidak sepatutnya menguasai aset tersebut. Sebagai contoh perkara Rumah negara pada eselon I Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan yang ironisnya dikuasai oleh pensiunan pegawai negeri sipil eselon I tersebut sampai periode waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal tersebut adalah gambaran betapa buruknya manajemen pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah di negeri kita saat ini.

Untuk itu perlu ada penyempurnaan dalam regulasi pengelolaan BMN/D. Di bawah ini adalah beberapa wujud penyempurnaan yang termuat dalam PP Nomor 27 Tahun 2014.

 Menteri Keuangan tidak hanya sebatas menetapkan kebijakan terkait pengelolaan BMN, tetapi di peraturan terbaru PP 27 Tahun 2014 ini diatur bahwasanya Menteri Keuangan turut melakukan pembinaan pengelolaan BMN. Demikian juga dengan Menteri Dalam Negeri dalam hal pengelolaan BMD.

(26)

terdapat kejelasan atas tanggung jawab Pengawasan dan Pengendalian oleh masing-masing Pengelola Barang dan Pengguna Barang.

 Diatur mengenai tanggung jawab Pengguna Baran dalam menetapkan indikator kinerja di bidang pengelolaan BMN pada unit yang membidangi pengelolaan BMN. Ini dilakukan sebagai wujud penciptaan good governance dalam pengelolaan BMN.

 Terdapat penegasan untuk pengalihan wewenang menerbitkan peraturan tentang

tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas BMD kepada Menteri Dalam Negeri.

p. Ketentuan Tambahan yang Baru Diatur di PP 27 Tahun 2014

 Pengelolaan BMN/D pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah

Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari kekayaan negara. Demikian halnya dengan aset-aset yang dikelola oleh BLU/BLUD ini juga merupakan BMN/D yang juga harus dikelola oleh pemerintah layaknya BMN/D pada umumnya. Permasalahannya saat ini, BLU dan BLUD tersebut adalah “barang baru” yang baru berkembang pesat dalam lima tahun terakhir yang berkembang akibat urgensi pemerintah untuk meningkatkan pelayanan ke masyarakat.

Maka dari itu, seiring dengan peningkatan jumlah BLU/BLUD dalam lingkup keuangan negara, BMN/D yang berada di bawah penguasaan BLU/BLUD ini juga perlu diatur pengelolaannya dalam peraturan pemerintah terkait Pengelolaan BMN/D. Akuntabilitas dan transparansi BLU/BLUD perlu dijaga dan ditingkatkan guna maksimalisasi pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat.

 Penambahan aturan terkait BMN/D Berupa Rumah Negara.

(27)

tujuannya. Misalnya saja Rumah Negara di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang dihuni oleh Pensiunan secara tidak taat asas. Beberapa dari Rumah Negara tersebut bahkan dimanfaatkan dengan jalan disewakan kepada Pihak Lain.

Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah. Pengawasan dan pengendalian atas Rumah Negara perlu diatur secara spesifik sebagai bagian dari pengelolaan BMN/D. Dengan begini penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian BMN/D berupa Rumah Negara akan mempunyai payung hukum yang kuat dalam melaksanakan law enforcement bagi setiap pengguna Rumah Negara yang tidak taat asas.

 PNBP dari pengelolaan BMN

PNBP yang diperoleh dari pengelolaan BMN/D terutama dari pemanfaatannya merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Selama ini PNBP terkesan menjadi sumber penerimaan yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah. Padahal sesungguhnya PNBP memiliki potensi yang cukup besar apabila dapat dikelola dengan efektif. Porsi PNBP dari pemanfaatan BMN/D dimasukkan dalam klasifikasi PNBP lain-lain. Di antara seluruh jenis PNBP di APBN, PNBP Lain-lain adalah yang paling besar tingkat kebocorannya. Hal utama yang menyebabkan ini adalah ketiadaan regulasi yang memungkinkan Pemerintah melakukan pengawasan atas PNBP jenis tersebut. Akibatnya, pemungut PNBP di masing-masing K/L biasanya menyimpan sendiri dengan tidak menyetorkannnya ke Kas Umum Negara. Oleh karena itu, memasukkan pengaturan terkait PNBP atas pengelolaan BMN/D adalah langkah penting yang seharusnya telah sejak lama diberlakukan oleh Pemerintah.

 Implementasi good governance (Indikator Kinerja pengelolaan BMN)

(28)

secara terukur dan dapat dievaluasi lalu ditingkatkan di periode-periode selanjutnya.

 Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS)

BPYBDS merupakan Barang Milik Negara (BMN) hasil kegiatan proyek Kementerian/Lembaga (K/L) yang bersumber dari Daftar Isian Proyek (DIP) maupun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang kemudian diserahterima-operasionalkan melalui Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO) dari K/L kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Atas dasar BASTO tersebut, BUMN mencatat/membukukan aset yang diterima tersebut ke dalam akun ekuitas subakun BPYBDS.

Jika dapat digambarkan, BPYBDS merupakan “spesies” baru dalam dunia kekayaan negara yang muncul akibat kelalaian penyelesaian legal-administrasi dalam proses pemindahtanganan BMN kepada BUMN di masa lampau. Pemindahtanganan fisik yang seharusnya diawali dengan persetujuan Menteri Keuangan diabaikan, sehingga

keberadaan fisik aset pada BUMN tidak didasari dengan legal-administrasi yang benar. Secara berkelakar, BPYBDS diibaratkan anak yang lahir dari pernikahan siri yang masih memerlukan pengakuan formal dari Negara. Sehingga menjadi tugas DJKN sebagai unit yang bertugas mengamankan aset negara untuk memberi status yang jelas pada “anak” yang sudah terlanjur lahir ke dunia tersebut.

Sampai dengan Triwulan III Tahun 2012, total nilai BPYBDS yang telah ditetapkan sebagai penambahan PMN adalah sebesar Rp8,29 triliun yang tersebar di 16 BUMN dan bersumber dari BMN pada 6 Kementerian/Lembaga (K/L). Berbagai upaya percepatan penyelesaian BPYBDS yang telah dilakukan telah menunjukkan hasilnya, di tahun 2012, BPYBDS yang telah diusulkan oleh K/L dan sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai penambahan PMN naik cukup signifikan sejumlah Rp28,91 triliun.(Sumber Media Kekayaan Negara: Edisi 10 Tahun 2012)

(29)
(30)

2. Matriks Perbandingan PP 6 Tahun 2006 jo. PP 38 Tahun 2008 dengan PP 27 Tahun 2014 (Sumber: Bahan Sosialisasi DJKN)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

1 Siklus Pengelolaan BMN/D a. Ruang lingkup

pengelolaan BMN/D

Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi: a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b. Pengadaan;

j. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.

Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi:

a. Perencanaan kebutuhan dan

penganggaran; b. pengadaan; c. Penggunaan; d. Pemanfaatan;

e. pengamanan dan pemeliharaan; f. Penilaian;

g. Pemindahtanganan; h. Pemusnahan; i. Penghapusan; j. Penatausahaan; dan

k. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.

Penyempurnaan siklus pengelolaan BMN/D

2 Kewenangan dan Tanggung jawab BMN

a. Pengelola BMN Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola BMN

Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola BMN

Tetap

b. Pengguna BMN Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/ Lembaga adalah Pengguna BMN

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/ Lembaga adalah Pengguna BMN

Tetap

c. Kuasa Pengguna BMN

Kepala kantor dalam lingkungan K/L adalah Kuasa Pengguna BMN dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya

Kepala kantor dalam lingkungan K/L adalah Kuasa Pengguna BMN dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya

(31)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD a. Pemegang

kekuasaan

pengelolaan BMD

Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan BMD

Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan BMD

Tetap

b. Pengelola BMD Sekretaris Daerah adalah Pengelola BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kuasa Pengguna Barang

Penyederhanaan Birokrasi

4 Perencanaan kebutuhan dan penganggaran a. Lingkup

perencanaan Perencanaan kebutuhan BMN/D meliputiperencanaan kebutuhan pengadaan dan perencanaan kebutuhan pemeliharaan BMN/D

Perencanaan Kebutuhan BMN/D meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan BMN/D yang lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah. c. Jangka waktu

perencanaan

- Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan,

Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun.

No Pokok Pengaturan

(32)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD d. Standar

Perencanaan

Perencanaan kebutuhan BMN/D berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.

Perencanaan Kebutuhan BMN/D kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan/atau standar harga.

Penyederhanaan lingkup pengaturan

e. Kegiatan

perencanaan Pengelola barang bersama pengguna barangmembahas usul tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna barang dan/atau pengelola barang untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah (RKBMN/D).

Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usul rencana kebutuhan BMN/D bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dan menetapkannya sebagai rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah.

Penyederhanaan birokrasi

5 Pengadaan

a. Prinsip pengadaan Pengadaan BMN/D dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Pengadaan BMN/D dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.

Substansi tetap

b. Rujukan/ dasar

pengaturan Pengaturan mengenai pengadaan tanahdilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan BMN/D selain tanah diatur dengan Perpres.

Pelaksanaan pengadaan BMN/D dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini

(33)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

6 Penggunaan

a. Lingkup penetapan status penggunaan

Penetapan status penggunaan BMN/D dilakukan untuk seluruh BMN/D.

Penetapan status Penggunaan BMN/D dikecualikan untuk:

a. BMN/D berupa: barang persediaan; konstruksi dalam pengerjaan; atau barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.

b. BMN yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;

c. BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

d. BMD lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

Penyederhanaan birokrasi

b. Dasar penetapan

status penggunaan Pengelola Barang dapat menetapkan statusPenggunaan BMN berdasarkan usulan dari Pengguna Barang

Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan status Penggunaan BMN pada Pengguna Barang tanpa didahului usulan dari Pengguna Barang

(34)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

c. Penggunaan sementara

- BMN/D yang telah ditetapkan status

penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN/D tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang/Gubernur/ Bupati/Walikota.

Eskalasi aturan PMK ke PP

7 BMN idle

a. Lingkup BMN Idle Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:

a. pengelola barang untuk BMN; atau

b. gubernur/bupati/walikota melalui pengelola barang untuk BMD.

Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN/D berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyeleng-garaan tugas dan fungsi Pengguna Barang, kepada:

a. Pengelola Barang, untuk BMN; atau

b. Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola, untuk BMD.

Kecuali telah direncanakan untuk digunakan atau diman-faatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh:

a. Pengguna Barang, untuk BMN; atau b. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD.

Mendorong

(35)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

8 Pemanfaatan a. Lingkup

pemanfaatan

Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN/D yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan

Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN/D yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi BMN/D dengan tidak mengubah status

b. Bentuk pemanfaatan Bentuk pemanfaatan BMN/D berupa: a. Sewa;

b. Pinjam Pakai;

c. Kerja Sama Pemanfaatan (KSP); dan

d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;

Bentuk pemanfaatan BMN/D berupa: a. Sewa;

b. Pinjam Pakai;

c. Kerja Sama Pemanfaatan (KSP);

d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan

e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)

(36)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

c. Sewa untuk

infrastruktur

- Sewa untuk infrastruktur dilaksanakan dengan

ketentuan:

a. Jangka waktu dapat lebih dari 5 (lima) tahun b. Besaran sewa memperhatikan nilai pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah

Pinjam Pakai BMN/D dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam rangka

Jangka waktu Pinjam Pakai BMN/D paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali

Jangka waktu pinjam pakai BMN/D paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang.

(37)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

f. Tim perhitungan besaran kontribusi

tetap dan

keuntungan KSP

besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;

Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh: 1. Pengelola Barang, untuk BMN pada Pengelola Barang dan BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang;

2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD berupa tanah dan/atau bangunan;

3. Pengguna Barang dan dapat melibatkan Pengelola Barang, untuk BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau

4. Pengelola, untuk BMD selain tanah dan/atau bangunan

(38)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

g. Mitra KSP Mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk BMN/D yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung

Mitra KSP ditetapkan melalui tender (3 peserta), kecuali untuk BMN/D yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. Penunjukan langsung mitra KSP atas BMN/D yang bersifat khusus dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap BUMN/D yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang termasuk “BMN/D yang bersifat khusus” antara lain:

a. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi tenaga listrik, dan bendungan/waduk;

c. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral

Penyederhanaan birokrasi untuk KSP yang bersifat penugasan.

Penegasan kriteria

BMN bersifat

(39)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

antar negara; atau

d. barang lain yang ditetapkan oleh Pengelola BMN atau Gubernur/Bupati/Walikota.

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

h. Penjaminan BGS/BSG

Mitra BGS dan mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan objek BGS dan BSG

Mitra BGS atau mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu Pengoperasian dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan:

1. tanah yang menjadi objek BGS atau BSG; 2. hasil BGS yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah; dan/atau

3. hasil BSG.

Penegasan ketentuan penjaminan

BGS/BSG

i. KSPI

-1. Penambahan jenis pemanfaatan dalam bentuk KSPI.

2. Lingkup infrastruktur sesuai peraturan perundang-undangan.

3. BMN/D dapat dikerjasamakan oleh Pemerintah dengan Badan Usaha untuk

• Penambahan jenis pemanfaatan dalam bentuk KSPI.

(40)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

penyediaan infrastruktur.

4. Jangka waktu KSPI paling lama 50 tahun, dan dapat diperpanjang jika terdapat GFM 5. Penerapan claw back

6. Penetapan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Objek hasil KSPI merupakan BMN/D pada saat diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian.

dan 66/2013

No Pokok Pengaturan

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

j. Tender dalam

pemanfaatan BMN - Tender dilakukan dengan tata cara: a. rencana tender diumumkan di media massa nasional;

b. tender dapat dilanjutkan pelaksanaannya sepanjang terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran;

c. dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional; dan

d. dalam hal setelah pengumuman ulang: 1. terdapat paling sedikit 3 peserta calon mitra,

proses dilanjutkan dengan mekanisme

(41)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

tender;

2. terdapat 2 (dua) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme seleksi langsung; atau

3. terdapat 1 (satu) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung

No Pokok Pengaturan

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

9 Pengamanan dan pemeliharaan

- 1. Pengelola Barang dapat menetapkan

kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan BMN tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

2. Gubernur/Bupati/Walikota dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan BMD tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

Pemberian dasar hukum

(42)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD 10 Penilaian

a. Subyek/ pelaksana

penilaian Penilaian tanah dan/atau bangunan dilakukanoleh: a. Penilai internal; atau

b. Penilai eksternal yang ditetapkan oleh Pengelola BMN/Gubernur/Bupati/Walikota

Penilaian tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh:

a. Penilai pemerintah; atau

b. Penilai publik yang ditetapkan oleh Pengelola BMN/Gubernur/Bupati/Walikota

Penyamaan persepsi jenis penilai

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

b. Definisi nilai wajar Nilai wajar adalah perkiraan jumlah uang pada saat penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil penukaran, atau penyewaan suatu properti antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual atau antara penyewa yang berminat menyewa dan pihak yang berminat menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang dalam hal ini kedua belah pihak mengetahui kegunaan properti tersebut dan bertindak hati-hati dengan tanpa

Nilai wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.

(43)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD paksaan.

c. Tujuan penilaian Penilaian BMN/D dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.

Penilaian BMN/D dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan

d. Penilaian dalam rangka

pembangunan rusun sederhana

1. Penilaian dalam rangka pembangunan rumah susun sederhana dikecualikan dari penilaian. 2. Nilai jual BMN untuk pembangunan rumah susun sederhana ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum

1. Penilaian dalam rangka pembangunan rumah susun sederhana dikecualikan dari penilaian. 2. Nilai jual BMN untuk pembangunan rumah susun sederhana ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum

Tetap

e. Penilaian kembali - 1. Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang

dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah.

2. Keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai BMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional. 3. Keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai BMD dilaksanakan berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan oleh

Gubernur/Bupati/Walikota dengan berpedoman pada ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional

(44)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD 11 Pemindahtanganan

a. Subyek/ pelaksana

pemindahtanganan Pelaksana pemindahtanganan BMN: a. Pengelola Barang untuk tanah dan/atau bangunan;

b. Pengguna Barang untuk selain tanah dan/atau bangunan, dengan persetujuan Pengelola Barang

Pelaksana pemindahtanganan BMN:

a. Pengelola Barang untuk BMN pada Pengelola Barang, baik tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan;

b. Pengguna Barang untuk BMN pada Pengguna Barang, baik tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, dengan persetujuan Pengelola Barang

Penyederhanaan birokrasi

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

b. Nilai penjualan lelang

- 1. Penentuan nilai dalam rangka Penjualan

BMN/D secara lelang dilakukan dengan memperhitungkan faktor penyesuaian.

2. Nilai merupakan batasan terendah sebagai dasar penetapan nilai limit.

3. Yang dimaksud dengan “nilai limit” adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Pengelola Barang/Pengguna

(45)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

Barang selaku penjual.

c. Definisi penjualan

BMN/D secara

lelang

Lelang adalah penjualan BMN/D di hadapan pejabat lelang.

Lelang adalah Penjualan BMN/D yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang dan harus dilakukan di hadapan pejabat lelang.

Pengkinian definisi

b. BUMN/D atau badan hukum milik pemerintah lainnya;

c. swasta.

Tukar menukar BMN dapat dilakukan dengan pihak:

a. Pemerintah Daerah;

b. BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara;

c. swasta; atau

d. Pemerintah Negara lain.

Perluasan cakupan mitra tukar-menukar

No Pokok Pengaturan

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

e. Mitra tukar menukar BMD

Tukar menukar BMD dapat dilakukan dengan pihak:

a. pemerintah pusat;

b. BUMN/D atau badan hukum milik pemerintah lainnya;

c. swasta.

Tukar Menukar BMD dapat dilakukan dengan pihak:

a. Pemerintah Pusat;

b. Pemerintah Daerah lainnya;

c. BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara; atau

(46)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

f. Pertimbangan hibah

BMN/D Hibah BMN/D dilakukan dengan pertimbanganuntuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah

Hibah BMN/D dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

Perluasan

pertimbangan hibah

g. Tujuan PMPP/D PMPP/D atas BMN/D dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah

PMPP/D atas BMN/D dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

Penyesuaian tujuan PMPP/D

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

12 Penghapusan

a. Lingkup penerbitan SK Penghapusan

Penghapusan dari DBP/KP dilakukan dengan penerbitan SK penghapusan dari:

a. pengguna barang setelah mendapat

Penghapusan dari DBP/KP dilakukan dengan menerbitkan keputusan Penghapusan dari: a. Pengguna Barang setelah mendapat

(47)

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

3 Kewenangan dan Tanggung jawab BMD

persetujuan dari pengelola barang untuk BMN; b. pengguna barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atas usul pengelola barang untuk BMD.

persetujuan dari

Pengelola Barang, untuk BMN; atau

b. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD.

Dikecualikan untuk BMN/D yang dihapuskan karena:

a. Pengalihan Status Penggunaan; b. Pemindahtanganan; atau c. Pemusnahan.

b. Dasar penghapusan BMN/D

Penghapusan dari DBMN/D dilakukan dengan penerbitan SK

penghapusan dari:

a. pengelola barang untuk BMN;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk BMD.

Penghapusan dari DBMN/D dilakukan:

a. berdasarkan keputusan dan/atau laporan Penghapusan dari Pengguna Barang, untuk BMN/D yang berada pada Pengguna Barang; b. berdasarkan keputusan Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada Pengelola Barang; atau

c. berdasarkan keputusan

Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD yang berada pada Pengelola Barang

Penyederhanaan birokrasi

No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan

13 Penatausahaan

a. Daftar Barang Pengelola

- Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran

dan pencatatan Barang Milik Negara/Daerah

Referensi

Dokumen terkait

Bahan untuk pengujian proksimat dan asam amino adalah ikan cempedik segar yang diperoleh dari nelayan penangkap ikan di Sungai Lenggang dan Ikan cempedik Goreng yang

Baca petikan cerpen di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikutnya dengan menggunakan ayat anda sendiri.. Mak Timah terperanjat mendengar

IV-12 Gambar IV-24 Tampilan Halaman Manage Article Author .... IV-13 Gambar IV-25 Tampilan Halaman Search Article

Dari data jumlah pengunjung wisata daerah Gunungkidul selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke daerah Gunungikidul mengalami peningkatan yang

Perkembangan dunia industri mengenai kendaaran listrik sangat diminati pada saat sekarang ini, dengan dibuat motor BLDC sebagai penggeraknya yang memiliki banyak keunggulan

Tempoh pinjaman adalah antara faktor yang penting untuk menentukan jumlah installment anda dan bergantung kepada usia pemohon. Contohnya, Bank XXX menawarkan pakej pinjaman

Penyakit akibat kerja adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh hubungan pengaruh dari pekerjaan atau kondisi pekerjaannya dan lingkungan kerja dalam suatu kurun waktu

Sebesar 70% umur responden dalam kategori Ibu Rumah Tangga Muda yaitu ≤ 45 tahun, sebesar 53% responden berpendidikan dasar (tidak sekolah, SD, SMP), sebesar