• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOLUSI PENDAPAT saya mengenai PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SOLUSI PENDAPAT saya mengenai PAJAK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SOLUSI PENDAPAT PAJAK

“Negara Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Sebelum dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum, tercantum dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebelum perubahan. Selain itu pernyataan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum juga dapat dilihat dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan ada tujuh kunci pokok sistem pemerintahan

Negara Indonesia, yaitu:

1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (maachtstaat).

2. Sistem konstitusionil.

3. Kekuasaan tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

6. Menteri Negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR.

7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

(2)

Membahas tentang negara hukum, tidak terlepas dari sifat dan ciri-ciri dari negara hukum, dan khusus untuk negara hukum Indonesia, hal tersebut dapat diketahui melalui UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional Negara Hukum Indonesia. Mengenai sifat dan ciri negara hukum, hal tersebut dapat dijelaskan berdasarkan hasil simposium yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia pada tahun 1966 di Jakarta. Dalam simposium tersebut disebutkan bahwa:

“Sifat negara hukum itu adalah dimana alat perlengkapannya hanya dapat bertindak menurut dan terikat pada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan aturan itu atau singkatnya disebut prinsip “rule of law”

Ciri-ciri khas bagi suatu negara hukum adalah :

1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. 2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu

kekuasaan apapun juga.

3. Legalitas dalam arti segala bentuknya.

Konsep negara hukum yang dibangun yang kemudian diberikan landasan konstitusional oleh UUD 1945, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada saat pra kemerdekaan “penjajahan” dan masa kemerdekaan. Hal tersebut bisa dimengerti sebab, bangsa Indonesia di jajah oleh Belanda. Dalam kaitannya dengan hukum, Belanda selaku negara penguasa tanah jajahan bermaksud mentertibkan penduduk jajahan dan pengelolahan tanah dan hasil tanah jajahan dengan memberlakukan hukum belanda melalui kebijakan konkordansi, yakni memberlakukan hukum Belanda di negara koloni. Oleh karena itu, konsep negara hukum yang kemudian diintridusir oleh UUD 1945, adalah negara hukum yang mirip dengan negara hukum yang ada dalam negara-negara dengan yang menganut sistem hukum eropa kontinental. Dalam sistem hukum eropa kontinental, bangunan negara hukumnya disebut dengan bangunan rechtsstaat. Selain keluarga hukum eropa kontinental dengan model negara hukum rechtsstaat, dibelahan dunia lainnya juga dikenal konsep negara hukum the rule of law yang digali dari sistem negara anglo saxon. Kedua model negara hukum tersebut, menurut Suko Wiyono dengan tumpuannya masing-masing mengutamakan segi yang berbeda. Konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan equality before The law.Akibat adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasian tersebut, muncullah unsur-unsur yang berbeda antara konsep rechtsstaat dan konsep the rule of law. Adapun perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. unsur-unsur rechtsstaat :

a. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).

b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin perlindungan HAM,

(3)

2. unsur-unsur the rule of law

a. Adanya supremasi aturan hukum,

b. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan c. Adanya jaminan perlindungan HAM.

Dari uraian unsur-unsur rechtsstaat maupun the rule of law tersebut nampak adanya persamaan dan perbedaan antara kedua konsep tersebut. Baik rechtsstaat maupun the rule of law selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum, sebab konsep-konsep tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian keduanya sama-sama memiliki inti upaya memberikan perlindungan pada hak-hak kebebasan sipil dari warga negara, berkenaan dengan perlindungan terhadap hak-hak dasar yang sekarang lebih populer dengan HAM, yang konsekuensi logisnya harus diadakan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara. Sebab dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara, pelanggaran dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalkan.

Di samping itu, perbedaan antara konsep rechtsstaat dan the rule of law nampak pada pelembagaan dunia peradilannya, Rechtsstaat dan the rule of law menawarkan lingkungan peradilan yang berbeda meskipun pada intinya kedua konsep tersebut menginginkan adanya perlindungan bagi hak asasi manusia melalui pelembagaan peradilan yang independen. Pada konsep rechtsstaat terdapat lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri, sedangkan pada konsep the rule of law tidak terdapat peradilan administrasi sebagai lingkungan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan dalam konsep the rule of law semua orang dianggap sama kedudukannya di depan hukum, sehingga bagi warga negara maupun pemerintah harus disediakan peradilan yang sama.

Sebagai negara hukum, Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau supremasi hukum, dimana hukum mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, dan ciri-ciri khas dari negara hukum dapat terlihat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yaitu dengan adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak serta adanya pengakuan adanya Hak Asasi Manusia, walaupun dalam praktek penyelenggaraannya masih belum sempurna dan banyak terjadi penyelewengan terhadap ciri-ciri khas negara hukum tersebut.

Mengingat hukum hampir mencangkup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sangatlah penting untuk meningkatkan pembangunan terhadap hukum sejalan dengan pembangunan terhadap masyarakat agar cita-cita hukum yang ingin dicapai dengan adanya bentuk negara hukum dapat tercapai dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata tanpa terkecuali.

(4)

kedaulatan di tangan rakyat –– seperti halnya negara kita, Indonesia –– dapat dikatakan merupakan negara demokrasi.

Namun, sebagai negara demokrasi, sudahkah negara kita benar-benar menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sejati. Sudahkan demokrasi dipraktikkan secara benar atau tepat dalam pemerintahan dan ketatanegaraan kita selama ini? Apakah demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan ketatanegaraan sudah diterapkan sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita? Apakah negara kita sudah memperlihatkan ciri-ciri yang sejati sebagai negara demokrasi?

Dengan menengok sejarah perjalanan kita sebagai bangsa dan negara, kita tidak dapat membuat generalisasi yang mutlak mengenai sudah atau belumnya negara kita menerapkan demokrasi dalam sistem ketatanegaraan. Sejak ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara pada tanggal 18 Agustus 1945, demokrasi jelas sudah menjadi sistem resmi yang dianut dalam ketatanegaraan kita –– karena UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) sendiri memang menyebutkannya demikian. Namun, dalam praktik berbangsa dan bernegara, penerapan demokrasi mengalami gelombang pasang surut yang tak beraturan. Pada masa-masa awal kemerdekaan (terutama dasawarsa tahun 1950-an), dapat dikatakan negara kita benar-benar menerapkan demokrasi secara murni. Pada masa itu, kehidupan demokrasi dalam perpolitikan dan ketatanegaraan kita berlangsung semarak dan penuh gairah. Namun, setelah keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959, demokrasi berangsur-angsur mengalami kemunduran hingga kemudian lenyap dan digantikan dengan otoritarianisme. Hal ini berlangsung sampai pemerintahan Presiden Soekarno –– seringkali disebut sebagai pemerintahan Orde Lama –– jatuh pada akhir tahun 1960-an.

Pemerintahan Presiden Soeharto –– biasa disebut pemerintahan Orde Baru –– yang mendapat giliran untuk memimpin kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya serta bertekad mengoreksi kesalahan pemerintahan pendahulunya, ternyata malah lebih buruk lagi dalam memperlakukan dan memberlakukan demokrasi. Di bawah pemerintahan Orde Baru, demokrasi hampir tidak pernah diberi kesempatan bernapas dan hidup dengan leluasa. Selama masa kekuasaan Orde Baru yang panjang –– sekitar 32 tahun –– rakyat Indonesia hanya dapat menikmati demokrasi dalam waktu yang sangat singkat, mungkin 4 atau 5 tahun pada masa-masa awal rezim Orde Baru memerintah.

(5)

kekangan Orde Baru yang keras dan otoriter –– serta oleh akibat-akibat sosiologis dan psikologis yang lain –– demokrasi yang berkembang kemudian hampir tanpa kendali sehingga demokrasi pada era reformasi seringkali dianggap sebagai demokrasi yang terlalu liberal atau demokrasi yang kebablasan.

Demokrasi pada era reformasi muncul dan tumbuh bersama dengan dibukanya keran atau saluran kebebasan. Era reformasi sendiri kerapkali diidentikkan dengan era kebebasan dan demokrasi, yakni era dibukanya kebebasan dan demokrasi yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Pada era reformasi kebebasan dan demokrasi menjadi idaman dan tuntutan kuat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi akibat (sebelumnya) selama sekitar 32 tahun rakyat hidup dalam kekangan dan tekanan berat pemerintahan Orde Baru. Kebebasan dan demokrasi pada dasarnya memang saling terkait, tetapi penggunaan kebebasan untuk menggerakkan demokrasi pada era reformasi kiranya kurang dilakukan dengan proporsional dan elegan sehingga demokrasi yang dijalankan seringkali diwarnai hal-hal negatif yang destruktif, seperti intrik, konflik, dan kerusuhan. Kebebasan dan demokrasi merupakan dua hal yang berkorelasi secara resiprokal, yakni saling berbalasan. Kebebasan menjadi salah satu syarat penting bagi demokrasi, sebaliknya demokrasi menjadi salah satu penentu bagi kebebasan. Untuk mewujudkan demokrasi, kita memerlukan adanya kebebasan, sedangkan untuk mendapatkan kebebasan itu sendiri kita membutuhkan adanya kehidupan yang demokratis. Akan tetapi, jika kebebasan yang dimanfaatkan untuk menjalankan demokrasi adalah kebebasan yang tanpa batas dan tak terkontrol, demokrasi yang akan terwujud justru dapat bersifat kontraproduktif dan destruktif. Penyelewengan hukum, penyalahgunaan wewenang, konflik antarkelompok, kerusuhan sosial, dan perusakan fasilitas umum yang sering terjadi pada era reformasi saat ini merupakan contoh beberapa akibat dari bentuk demokrasi yang dijalankan dengan kebebasan yang tanpa batas dan tanpa kendali.

Terkait dengan pelaksanaan demokrasi dan kebebasan yang seringkali menimbulkan ekses yang merugikan tersebut, kiranya kita perlu melakukan peninjauan ulang terhadap demokrasi yang sedang kita jalankan saat ini. Kita perlu menengok kembali pengertian dan hakikat demokrasi secara tepat agar kita mendapatkan pemahaman yang tidak salah dan menyimpang tentang demokrasi. Pemahaman yang benar atas demokrasi sangat menentukan dalam upaya penerapan demokrasi sehingga demokrasi yang sesungguhnya memang sangat bagus bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita benar-benar dapat memberikan manfaat positif yang konkret.

(6)

Pajak memiliki fungsi dan berperan penting terhadap kesejahteraan negara. Pajak memiliki fungsifinansial (budgeter) yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, dan fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. Disamping kedua fungsi diatas pajak masih mempunyai tujuan-tujuan lain seperti redistribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi. Penerimaan dari sektor fiskal dewasa ini menjadi tulang punggung atau “backbone”terhadap keberlangsungan roda pemerintahan Indonesia.

Realisasi penerimaan perpajakan Tahun 2011 adalah Rp 872,6 triliun atau mencapai 99,3% dari target sebesar Rp 878,7 triliun. Dibandingkan dengan realisasi Tahun 2010, maka realisasi penerimaan perpajakan Tahun 2011 naik sebesar Rp 149,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 20,6%. Realisasi rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (Tax Ratio) Tahun 2011 mencapai 12,3%, naik sebesar 1,0% dari PDB jika dibanding dengan Tax Ratio tahun sebelumnya, sebesar 11,3%. Sedangkan dari sektor PPN Realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp 277,73 triliun atau mencapai 93,06% dari target sebesar Rp 298,44 triliun. Dibandingkan dengan realisasi Tahun 2010, maka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 20,45%.Jika dilihat dari jenis pajaknya, maka PPN dan PPnBM masih belum mencapai target yang diharapkan, tebukti dengan penerimaan sebesar Rp277,73 triliun, kurang Rp 21 triliun dari target Rp 298,44 triliun. Akan tetapi, dari sisi kinerja pertumbuhan, kinerja PPN dan PPnBM yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,45% relatif cukup baik, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya dikenakan pada semua transaksi keuangan. Tetapi, pada kenyataannya, Wajib Pajak sektor retail masih banyak yang belum memenuhi kewajiban penyetoran PPN sebagaimana mestinya. Selain itu, masih banyak transaksi yang tidak tercatat atau yang dikenal dengan ekonomi bawah tanah (underground economy).

Berdasarkan data diatas, penerimaan PPN pada tahun 2011 dirasa kurang mencapai target yang diharapkan sehingga perlu upaya yang maksimal dari pemerintah untuk mendompling penerimaan pajak baik aspek kebijakan maupun aspek sistem dan administrasi perpajakan sehingga tidak ada lagi potensi PPN yang luput dari pengenaannya. Jika tidak, maka upaya pemenuhan APBN ditahun berikutnya tidak teracapai.

(7)

Pola konsumsi negara yang cenderung boros menyebabkan meningkatnya pengeluaran negara yang secara tidak langsung berdampak terhadapRAPBN yang melambung setiap tahunnya. Sehingga fiskus yang berada dibawah naungan Menteri Keuangan memutar otak dan berusaha keras dalam memaksimalkan jumlah penerimaan pajak ke kas negara setiap tahunnya sehingga APBN dapat terpenuhi. Secara khusus kami menyoroti objek pajak pertambahan nilai sebagai potensi untuk dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak.

Pemerintah dalam hal ini fiskus sudah mengupayakan cara yang baik dalam mencapai tujuannya untuk mengamankan rencana penerimaan perpajakan tersebut, maka Direktorat Jenderal Pajak telah menyusun langkah-langkah strategis, yaitu penyempurnaan sistem administrasi pajak Sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan mereview ulang kebijakan pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).Penelitian ulang efektifitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dimana PKP yang sudah tidak efektif lagi akan dicabut NPPKP-nya. Serta penyempurnaan sistem Teknologi Informasi yang berkaitan dengan Pajak Keluaran – Pajak Masukan (PK-PM) seperti penggunaan faktur pajak online, penyampaian SPT online.

Selain itu, Fiskus juga melakukan pengawasan lebih intensif pada sektor usaha tertentu yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan perpajakan. Dan adanya pembinaan dan pemberian fasilitas perpajakan untuk sektor UMKM. Selanjutnya adanya peningkatan Penegakan Hukum di Bidang

Perpajakan dan Penyempurnaan Sistem Piutang Pajak secara Online

yang masih harus direvisi. DJP juga melaksanakan program Sensus Pajak

Nasional yang lebih terencana, terarah, dan terukur untuk meningkatkan jumlah

penerimaan pajak baik secara intensifikasi dan ekstensifikasi, tujuannya adalah untuk pemutakhitaran data wajib pajak, sehingga akan terjaring wajip pajak baru yang berpotensi dalam peninggkatan jumlah pajak. Hasilnya jumlah wajib pajak yang awalnya hanya sekitar 4 jutaan ditahun 2005 meningkat secara signifikan pada tahun 2010 sebanyak 16 jutaan.

Secara internal di dalam lingkungan fiskus sendiri dilakukan peningkatan

kualitas SDM (AR, Pemeriksa Pajak dan Juru Sita). Ini dilakukan untuk

memaksimalkan kinerja fiskus yang menangani masalah dibidang administrasi perpajakan yang diharapkan mampu cepat tanggap dalam memberikan solusi atas hal yang dikeluhkan oleh wajib pajak.

(8)

kekuasaannya dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri diancam dengan pidana.

Mengimplementasikan nilai-nilai tanggungjawab dan peningkatan efektifitas kinerja SDM secara internal. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan fiskus dari pandangan wajib pajak.

Dari sektor eksternal Kementerian Keuangan menyediakan aplikasi

Whistleblowing Systemyaitu aplikasi yang diperuntuhkan bagi wajib pajak yang

ingin melaporkan pengaduan atau memberi informasi serta ingin melaporkan perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kemenkeu RI terutama disektor fiskal.

Pemaparan kinerja yang dilakukan oleh pemerintah dinyatakan cukup positif untuk mendorong pencapaian tujuannya. Dari upaya yang dilakukan pemerintah tersebut ada beberapa hal yang kami tawarkan berupa pendapat, tambahan ataupun solusi yang diharap bermanfaat dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak khususnya PPN.

Untuk mencapai tujuan peningkatan penerimaan PPN kami memfokuskan terhadap beberapa hal, diantaranya :Memaksimalkan Jumlah Pegawai Pajak

yaitu meningkatkan jumlah penerimaan pegawai pajak yang memiliki skill SDM yang handal dan siap kerja. Hal ini dilatarbelakangi karena tidak sebandingnya jumlah wajib pajak dengan fiskus yang ada, menyebabkan kurangnya pelayanan pajak yang memadai. Akibatnya banyak wajib pajak yang mengeluh atas sistem pelayanan administrasi perpajakan dan tidak sedikit pula wajib pajak yang memanfaatkan hal tersebut untuk melakukan perlawanan pajak baik dalam bentuk tax avoidance ataupun tax evasion. Menitih lebih jauh banyak pula oknum seperti “Konsultan Pajak Abal-abal” yang mengambil keuntungan dengan mengatasnamakan pajak. Ini mungkin bukan masalah besar namun jika hal ini di abaikan secara tidak langsung akan berdampak pada penerimaan pajak.

Ilustrasinya adalah, pejabat fiskus ditempat-tugaskan langsung diperusahaan-perusahaan (PKP) untuk mengawasi keberlangsungan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak yang tergolong dalam wajib pajak pembayar pajak menengah keatas terlebih kepada wajib pajak besar.

Akuntabilitas aparatur serta transparansi penggunaan pajak juga harus

(9)

internal di lingkungan kantor pajak. Apabila struktur organisasinya memungkinkan kantor pajak untuk melayani wajib pajak dengan profesional, maka wajib pajak akan cenderung mematuhi berbagai aturan.

Upaya peningkatan penerimaan melalui penyuluhansecara luas terhadap

wajib pajak yang berada di sekitar lingkungan fiskus, hingga kesetiap jenjang sosial seperti : Masyarakat, Mahasiswa, LSM, kaum intelektual terlebih kepada badan atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai PKP, Penyuluhan tersebut berupa pemberian wawasan tentang perpajakan khususnya PPN kepada masyarakat yang berpotensi untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dari upaya ini diharapkan adanya respon positif dari PKP dan yang akan menjadi PKP. Dengan memanfaatkan sistem informatika ( iklan di media massa TV, radio, majalah), seperti memberikan fasilitas berupa buku panduan pajak dengan bahasa yang sederhana yang selama ini dirasa rumit untuk dimengerti.

Dengan ilmu yang mereka dapatkan maka akan meminimalisir pungutan liar berkedok pajak.sehingga mereka bisa memahami serta dapat menerima seperti apa gambaran pajak itu sesungguhnya. Dengan adanya kunjungan tersebut diharapkan kepada seluruh pelajar tersebut agar mereka dapat menjelaskan artian pajak tersebut minimal kepada anggota keluarga mereka sendiri untuk menginformasikan betapa pentingnya membayar pajak. Bila penyuluhan dilakukan secara rutin dan berkesinambungan maka dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya pajak yang berimbas pada bertambahnya penerimaan PPN.

Mengoptimalkan pemberlakuan tarif terhadap objek – objek pajak yang

tingkat konsumsinya tinggi dengan pengenaan tarif lebih tinggi seperti handphone, AC, komputer, kendaraan. Pengoptimalan ini dilakukan karena melihat terus bertambahnya tingkat konsumsi akan barang barang terebut setiap tahun, yang secara tidak langsung dapat meminimalisir impor BKP.

Menteri Keuangan bekerja sama dengan Menteri Koperasi dan UKM untuk

memberikan pinjaman modal kepada UKM yang ada saat ini dengan

berlandaskan hukum, sehingga dapat mengembangkan usahanya dan berpotensi meningktakan pajak terutama PPN, sehingga memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP.Yang pastinya dapat membantu angka pertumbuhan ekonomi negara Republik Indonesia.

(10)

Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan secara sukarela bukan keterpaksaan.

Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya. Masyarakat di negara maju memang telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar.

Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka. Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana pajak dengan baik. Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju kesejahteraan yang selama ini diharapkan. Slogan “LUNASI PAJAKNYA AWASI PENGGUNAANNYA” tidak hanya suara dan gaungnya semata yang nyaring namun bisa benar-benar terwujudkan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakatnya sendiri.

(11)

jawab Direktorat P2Humas yang secara struktural organisatoris memegang tugas sebagai corong suara dan garda terdepan DJP, melainkan seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak mengemban tanggung jawab ini dan diperlukan sinergi antar aparat perpajakan.

Banyak media dalam negeri mengabarkan tentang bagaimana tingkat kesadaran masyarakat membayar pajak. Juga terdapat beberapa studi atau penelitian yang berkaitan dengan seputar hal tersebut. Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak merupakan hal yang mendasar sekali. Merupakan suatu wujud sikap yang seiring sejalan dan merupakan satu kesatuan momentum yang harus dapat ditangkap oleh DJP dalam mencapai targetnya. Sejak tahun 2008 terutama sejak peluncuran program sunset policy, program PWPM menyusul modernisasi DJP, jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor pajak pun turut meningkat tajam.

Walaupun demikian masih terdapat potensi yang masih cukup besar atau kalau dalam bahasa pemasarannya ‘pangsa pasar masih belum mencapai titik jenuh sehingga kita masih bisa jualan nih’. Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardjojo dalam salah satu even pada bulan Agustus 2011 di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat sebagai berikut: "Selain banyaknya pengusaha nasional yang mangkir dari kewajiban membayar pajak, kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak juga masih minim. Dari 238 juta jumlah penduduk Indonesia, hanya 7 juta saja yang taat pajak.Kalau seandainya terdapat 22 juta badan usaha, hanya 500.000 yang membayar pajak. Itu harus ditingkatkan kembali. Jumlah angkatan kerja masyarakat Indonesia sebanyak 118 juta dari total penduduk 238 juta. Sebanyak 40 persen dari angkatan kerja tersebut berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jadi, jika dikalkulasikan, terdapat sebanyak 44 juta sampai 47 juta penduduk Indonesia yang seharusnya membayar pajak."

Senada dengan pernyataan di atas Direktur Jenderal Pajak A Fuad Rachmany dalam seminar ‘Pajak dan Zakat Relevansinya Terhadap Pembangunan dan Kesejahteraan’ di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta Sabtu (21/5 2011) menyatakan sebagai berikut:

(12)

"Sementara itu dari 8,5 juta WP orang pribadi, penerimaan pajaknya mencapai Rp 200 triliun. Jumlah Rp 200 triliun itu sebagian besar atau 98 persen berasal dari 500.000 WP orang pribadi golongan kaya dan menengah. Ini artinya Indonesia saat ini hanya bergantung kepada satu juta WP perusahaan dan orang pribadi. Ini sangat menyedihkan padahal jumlah penduduk 200 juta lebih."

Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi, mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain:

1) Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

2) Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa. 3) Tingginya Tax Ratio

4) Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru. 4) Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.

5) Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak harus ditinjau terlebih dahulu ruang lingkup pembahasannya. Karena jika dibandingkan antara Wajib Pajak PPh, PPN dan PBB sangat berbeda karakter masyarakat Wajib Pajaknya. Hal ini juga dipengaruhi sistemnya dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem office assesment sedangkan yang non PBB sudah menganut self assesment.

Dalam tesisnya Utomo, Pudjo Susilo (2002) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Masyarakat Untuk Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa:

(13)

masyarakat, seorang pemimpin harus mengenal sifat, situasi dan kondisi yang dipimpin.

Pemimpin harus mampu menciptakan kemudahan untuk merangsang kesadaran yang dipimpin, dalam hal ini adalah kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Pelayanan masyarakat merupakan salah satu tugas lurah desa, memberi pelayanan yang berkualitas telah menjadi obsesi yang selalu ingin dicapai. Motivasi adalah dorongan agar orang mau melakukan sesuatu dengan ikhlas dengan sebaik-baiknya. Dan kepemimpinan yang baik, pelayanan yang berkualitas dan motivasi yang baik akan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

2) Faktor ekonomi /tingkat pendapatan. Sekretaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sebagaimana dikutip Rohmat Soemitro (1988.299) menyatakan : “Masyarakat tidak akan menemui kesulitan dalam memenuhi kewajiban membayar pajaknya kalau nilai yang harus dibayar itu masih di bawah penghasilanyang sebenarnya mereka peroleh secara rutin”. Faktor ekonomi merupakan hal yang sangat fundamental dalam hal melaksanakan kewajiban. Masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak. Kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum membayar pajak. Karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan kewajibannya.

Faktor Negatif atau yang Menghambat Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak Faktor ini dapat menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Antara lain:

1) Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.

2) Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.

(14)

4) Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya.

5) Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.

6) Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak.

Sedangkan tentang kesukarelaan Wajib Pajak membayar pajak, secara spesifik faktor–faktor yang mempengaruhinya adalah kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Apabila Wajib Pajak telah mempunyai kesadaran membayar pajak, maka kewajiban membayar pajak tidak memberatkan lagi dan dengan sukarela Wajib pajak akan membayar pajaknya. Langkah-langkah Alternatif Membangun Kesadaran dan Kepedulian serta Sukarela Wajib Pajak DJP akan selalu berupaya membangun kesadaran dan kepedulian serta sukarela Wajib Pajak, karena kegiatan ini sangat berkorelasi secara signifikan dengan pencapaian target penerimaan pajak. Namun demikian, dukungan seluruh lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Bahkan Dirjen pajak menyatakan bahwa meningkatkan kesadaran masyarakat adalah tantangan utama DJP. Sebelum menentukan langkah-langkah alternatif untuk membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak, perlunya melandasi pemikiran kita bahwa kesadaran membayar pajak harus datang dari diri sendiri dan dipupuk sejak masa kanak-kanak. Sebagaimana dijelaskan oleh Dirjen Pajak: "Ini adalah isu utama kita. Jika kami (DJP) bersama masyarakat dapat mewujudkannya, maka ke depan penerimaan negara pasti akan meningkat, dan kesadaran membayar pajak harus datang dari diri sendiri..."

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:

1) Melakukan sosialisasi

Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi.

(15)

positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun medianya.

Berdasarkan Metode:

Penyampaiannya bisa melalui acara yang formal ataupun informal. Acara formal biasanya menggunakan format acara yang disusun sedemikian rupa secara resmi. Contohnya: Sosialisasi bendaharawan, sosialisasi PPh 21 karyawan Pemda, seminar dan sebagainya.

Acara informal biasanya menggunakan format acara yang lebih santai dan tidak resmi. Contohnya: Ngobrol santai dengan wartawan, dengan tokoh masyarakat, dan sebagainya.

Berdasarkan segmentasi:

Bisa membaginya untuk kelompok umur tertentu, kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pengusaha tertentu, kelompok profesi tertentu, kelompok/ormas tertentu.

Menanamkan kesadaran tentang pajak sejak dini, akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak. Contoh yang pernah dilakukan DJP adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to Campus, ini merupakan kegiatan yang menimbulkan greget, heboh dan sangat berkesan, bahkan sangat dirindukan muncul lagi oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa. Mungkin perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan format yang beragam, kreatif serta inovatif. Perlu diberikan apresiasi kepada salah satu kanwil yang melaksanakan HSTRS ini dengan membuat kegiatan Turnamen Basket Ball antar SMU terpanjang/terlama. Format HSTRS yang diselingi turnamen Basket Ball dengan memindahkan lokasi/tempat pertandingan ke sekolah yang ada lapangan basketnya untuk setiap even itu diadakan, sehingga masyarakat begitu terkesan dengan even ini.

Berdasarkan media yang dipakai:

Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Misalnya: dilakukan dengan talkshow di radio atau televisi, membuat opini, ulasan dan rubrik tanya jawab di koran, tabloid atau majalah. Iklan pajak pun mempunyai pengaruh dan dampak positif terhadap meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Bentuk propaganda lainnya seperti: spanduk, banner, papan iklan/billboard, dan sebagainya

Contoh-contoh sosialisasi lainnya:

(16)

sosialisasi kepada pejabat tertentu, anggota DPR/DPRD, misalnya dengan topik pengisian SPT Tahunan.

- Dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke masyarakat melalui pendekatan ke masing-masing kecamatan, desa, sampai RT/RW untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya pajak. Penyuluhan di bidang kesehatan, penyuluhan di bidang peternakan dan pertanian bisa sukses, pastinya penyuluhan DJP akan bisa lebih sukses didukung dengan tenaga penyuluh yang sangat handal.

- Dapat dilakukan pada kegiatan yang informal di masyarakat. Misalnya pengajian rutin, kerja bakti, pertemuan karang taruna, dan kegiatan masyarakat lainnya.

- Adanya serangkaian kegiatan daerah dan instansi, perusahaan di wilayah kerja pada saat-saat tertentu misalnya Pekan Raya, Pameran dan Promosi dan sebagainya, setidaknya DJP harus dapat menangkap dan ikut serta memeriahkannya dengan membuka stand/pojok pajak.

- Salah satu even rutin yang sangat besar gaungnya adalah Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan. Biasanya dihadiri oleh Bupati/Walikota, sekda, Kepala Dinas dan Muspida yang diharapkan bisa menjadi panutan pajak bagi masyarakat. Namun pada kenyataannya mereka masih banyak yang tidak/belum menyampaikan SPT Tahunan. Biasanya mendekati batas akhir penyampaian SPT Tahunan diadakan acara yang populer diberi nama “Ngisi Bareng SPT” yang membantu para Wajib Pajak dalam mengisi SPT Tahunan.

- Program yang penting juga adalah adanya Tax Center yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat. Sebelum dibentuknya Tax Center biasanya dibuat kesepakatan bersama untuk melakukan kerjasama sosialisasi perpajakan, yang bertujuan untuk mewujudkan kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan. Tax Center akan membantu mensosialisasikan pengetahuan dan pemahaman tentang pajak. Tax center terbuka bagi semua masyarakat. Siapapun yang mengalami kesulitan perihal perpajakan bisa berkonsultasi di pusat perpajakan ini. Perguruan Tinggi akan menyediakan ruang tax center yang nantinya akan dipergunakan sebagai sarana informasi dan pengetahuan tentang perpajakan.

(17)

tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu. DJP harus terus menerus meningkatkan efisiensi administrasi dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib Pajak.

3) Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa saling percaya.

4) Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Mungkin suatu ide mendirikan sekolah khusus di bidang perpajakan bisa diwujudkan guna mencetak tenaga ahli dan trampil di bidang perpajakan. Atau dapat juga dengan memasukkan materi perpajakan ke dalam kurikulum pendidikan nasional baik di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama sampai perguruan Tinggi. Khusus untuk perguruan Tinggi memang sudah terdapat materi mata kuliah perpajakan untuk Fakultas tertentu khususnya Fakultas Ekonomi, bahkan sudah ada Diploma Perpajakan.

Dalam rangka menyebarkan pengetahuan tentang perpajakan DJP perlu memberikan info-info gratis baik dengan pamflet, brosur, ataupun buletin, Tentang buletin, kiranya bisa dikreasikan sendiri oleh pihak KP2KP atau KPP untuk menerbitkan buletin dua mingguan atau bulanan. Ide kreatif ini pernah dilakukan oleh salah satu KP2KP di Jawa Tengah.

Peran konsultan pajak sebagai mitra kerja DJP juga sangat penting. Konsultan dapat membantu memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban wajib pajak dan pemahaman tentang kepatuhan wajib pajak, sehingga sangat berpengaruh dalam peningkatan kesadaran membayar pajak.

(18)

6) Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak

Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, jangan hanya memandang informasi ini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera dijelaskan maka masyarakat kemudian bersikap resistance dan enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak yang dibayarkannya paling-paling hanya akan dikorupsi. Masyarakat berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. Jadi lebih baik tidak perlu membayar pajak saja. Kesimpulan seperti ini dihasilkan dari informasi dan pandangan yang tidak menyeluruh. Apakah korupsi terjadi pada seluruh bagian dari institusi perpajakan? Tentu tidak. Apakah sampai dengan saat ini tidak ada usaha untuk memberantas korupsi? Usaha yang selama ini dilakukan untuk memberantas korupsi harus mendapat dukungan oleh seluruh lapisan masyarakat. Yaitu dengan tetap membayar pajak dan ikut mengawasi pengelolaannya.

Sesuai dengan iklan pajak “LUNASI PAJAKNYA AWASI PENGGUNAANNYA’. Hal ini tentunya memerlukan adanya transparansi dan akuntabilitas dari DJP. DJP harus senantiasa berusaha membangun kepercayaan para wajib pajak kemudian seharusnya menjamin dan menjawab kepercayaan tersebut dengan melakukan pembenahan internal. Sehingga terwujudkan kondisi dimana masyarakat benar-benar merasa percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan tidak akan dikorupsi dan akan disalurkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

7) Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak.

Semenjak kebijakan pemerintah memberi kemudahan dalam pembayaran pajak pada tahun 2008 lalu, maka jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor pajak turut terdongkrak. Nampak jelas, bahwa sebenarnya begitu tinggi kemauan masyarakat untuk membayar pajak. Hal ini dikarenakan proses pendaftaran dan penyampaian pajak yang dipermudah, serta pemanfaatannya yang semakin nyata.

(19)

Namun ada sedikit yang mengganjal pada akhir -akhir ini yaitu terungkapnya kasus perihal upah pemungut pajak yang begitu besar masuk ke kantong orang pribadi. Hal ini tentu sangat melukai perasaan masyarakat yang sudah taat dalam bembayar pajak.

Menyikapi perkembangan kewajiban pajak akhir-akhir ini, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah agar kesadaran membayar pajak dapat menjadi lebih tinggi lagi antara lain:

1. Perlu sosialisasikan secara detail kepada seluruh masyarakat.

Sosialisasi mengenai objek yang kena pajak dan batasan pembiayaan yang dikenakan pajak dan berapa besaran pajak yang harus di bayarkan oleh wajib pajak. Semuanya harus disosialisasikan secara jelas dan detail kepada seluruh masyarakt agar tidak terjadi penyelewengan pajak

2. Perlakuan serupa terhadap semua badan yang melakukan usaha

Banya badan yang belum memiliki NPWP dan tentu saja belum membayar pajak. Bisa terjadi pada Koperasi-koperasi kecil yang ada dipedesaan yang belum mempunyai NPWP dan tentunya tidak membayar pajak. Tentu ini menimbulkan kecemburuan, dan bahkan ada penyesalan bagi yang telah mempunyai NPWP karena harus bayar pajak meski SHU Koperasinya sangat kecil, sedangkan Koperasi lain yang diatasnya tidak bayar pajak.

3. Menyediakan software gratis bidang pembukuan

Hal ini diperlukan karena ketidak taatan pajak juga bersumber dari ketidak pahaman orang pribadi atau badan usaha dalam melakukan pembukuan, sehingga mereka tidak mampu menghitung pajaknya sendiri. Misalkan Koperasi, masih banyak yang tidak mengerti menyusun pembukuan dari mulai pengelompokan yang mana yang disebut aktiva dan passiva. Bagaimana menyusun Isi buku Kas ke Neraca maupun Rugi Laba. Maka alangkah baiknya jika pemerintah mengupayakan Software di mana dengan meginput data uang masuk dan keluar, maka akan bisa langsung ke laporan keuangan dapat tersaji secara langsung.

4. Diperlukan realisasi yang lebih nyata

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Terdapat peningkatan kadar LDH serum >220 U / l pada semua subjek penelitian dengan rerata 554,62 ± 376,707 U / l dan hasil pengecatan Gomori methenamine silver

Tabel 3.5. Berdasarkan kelompok yang memiliki kemampuan tingkat tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 85,1, nilai terendah adalah 81,83, dan nilai tertinggi sebesar

Agar diperoleh ketepatan pada setiap pernyataan didalam angket dalam setiap instrumen penelitian ini, maka instrumen terlebih dahulu dianalisis melalui uji keterbacaan pada

Memberitahukan posisi menyusui yang benar yaitu pastikan ibu dalam posisi yang nyaman, wajah bayi menghadap payudara, hidung bayi menghadap puting, sebagian besar

Sebuah siklus kecemasan terjadi pada diri wartawan; dari semenjak bangun tidur, seorang wartawan dituntut untuk langsung berpikir apa yang menjadi topik hari

- Diterbitkan oleh Bank Umum/Perusahaan Asuransi sesuai Dokumen Lelang (sesuai / tidak) - Masa berlaku sesuai dengan dokumen lelang (sesuai / tidak) - Nama Penawar sama

Teknik penyajian koleksi yang digunakan pada ruang pamer tetap Museum Konperensi Asia Afrika meliputi peletakkan atau pemasangan pada dinding atau panel dengan dilengkapi

Kesesuaian pelaksanaan pelayanan ini erat kaitannya dengan prosedur pelayanan yang merupakan suatu tatacara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan