• Tidak ada hasil yang ditemukan

3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding

Semiloka Teknologi Simulasi dan

Komputasi serta Aplikasi 2004

Perkembangan Simulasi dan Komputasi dalam

Industri di Indonesia Saat Ini

Jakarta, 30 Nopember 2004

Diselenggarakan oleh:

Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika

Kelompok Teknologi Integrasi Sistem Jaringan Komputer dan Komputasi Switch

Node Master

Node 1

Node 3 Node 2 Other

network

Switch

Node Master

Node 1

Node 3 Node 2 Other

network

Switch

Node Master

Node 1

Node 3 Node 2 Other

network

CS

omputational

E

cience &

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya maka Semiloka ini telah dapat diselenggarakan dengan baik.

Teknologi Simulasi dan Komputasi di Indonesia pada saat ini masih banyak yang terdapat dalam lingkup akademis saja, dan hanya sedikit yang sudah diaplikasikan langsung dalam industri. Dalam Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi tahun 2004 ini, untuk lebih mendorong perkembangan teknologi simulasi dan komputasi di Indonesia serta aplikasinya, kami mengundang pembicara yang berkecimpung dalam teknologi ini dan juga memang berkecimpung langsung di industri. Di samping itu juga diundang pembicara dari pihak akademis yang memang terlibat dalam state of the art dari penelitian dan pengembangan aplikasi teknologi ini.

Semiloka ini menyajikan makalah-makalah ilmiah berkualitas terkait dengan teknologi simulasi dan komputasi, dalam bidang aplikasi simulasi, teknik pemodelan, analisa dan aplikasi komputasi, yang berasal dari LPND dan lingkup akademis (universitas). Terlihat beberapa produk perangkat lunak simulasi dan komputasi baik yang masih taraf pengembangan, prototype ataupun yang sudah jadi yang dipromosikan dalam makalah ilmiah semiloka ini. Di samping itu juga ada beberapa makalah yang menampilkan teknik analisa dan terapannya dilapangan.

Semiloka ini memang masih dalam skala kecil, dan belumlah dapat dikatakan mewakili kondisi nasional. Akan tetapi dari makalah dan hasil yang diajukan dalam prosiding ini, dapat dikatakan perkembangan teknologi simulasi dan komputasi di Indonesia masih tetap berjalan dan diharapkan dapat berkembang menjadi lebih baik.

Semoga buku prosiding ini dapat membantu mempercepat permasyarakatan teknologi simulasi dengan harapan akan semakin banyak timbul produk-produk teknologi simulasi dan komputasi dari dalam negeri.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Ketua Komite Teknis

(4)
(5)

SUSUNAN PANITIA

Pembina:

Ir. Martin Djamin, M.Sc., Ph.D., APU (Deputi Kepala Bidang TIEML – BPPT)

Drs. Sulistyo, MS (Direktur P3TIE – BPPT)

Ir. Bambang Heru Tjahyono (BPPT)

Komite Teknis

Dr. -Ing. Edi Legowo (BPPT) (Ketua)

Dr. Ir. Ade Jamal (BPPT)

Dr. Dwi Handoko (BPPT)

Dr.-Ing. Wahyu Sediono (BPPT)

Komite Pelaksana

Dr. Alief N. Yahya (BPPT) (Ketua)

Lebong Andalaluna, M.Eng (BPPT)

Agus Sainjati, M.Sc (BPPT)

Made Gunawan, M. Eng (BPPT)

Ir. Aris Suwarjono (BPPT)

Ir. Tri Sampurno (BPPT)

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Dr –Ing. Edi Legowo iii

Sambutan Deputi Kepala Bidang TIEML

Dr. Martin Djamin, APU iv

Susunan Panitia

v

Daftar Isi

vi

Makalah Undangan

Pengembangan Hemisphere Structure of Hidden Layer Neural Networks dan Optimasi Strukturnya Menggunakan Algoritma Genetika

Benyamin Kusumoputro, Ph.D., Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia 1

Simulasi

1. Pemodelan dan Simulasi Antrian Kendaraan di Gerbang Tol

Wahyu Sediono dan Dwi Handoko, P3TIE-BPPT 11

2. Estimasi Karakteristik Propagasi Gelombang Elektromagnetik pada Sistem Komunikasi Bergerak

Dr. Hary Budiarto, P3TL-BPPT 15

3. Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Kuat Fatik Baja: Simulasi dan Eksperimen

DR- Ing. H. Agus Suhartono, UPT LUK Puspiptek, Serpong 21

Analisa

4. Perbandingan Metode Monte Carlo dan Metode Partikel Terbobot Stokastik untuk Solusi Numerik Persamaan Boltzmann

Endar H. Nugrahani, Departemen Matematika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor 33

5. Analisis Aerodinamika Efek Railing dan Ketinggian Dek pada Jembatan Bentang Panjang

Fariduzzaman dan Dewi Asmara, UPT-LAGG, BPPT, PUSPIPTEK, Serpong 39

Aplikasi

6. Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Simulasi dan Komputasi Iklim dan Kelautan di Indonesia

Edvin Aldrian, UPTHB – BPP Teknologi 45

7. Aplikasi Neural Networks untuk Prediksi Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Cidanau, Indonesia dan DAS Terauchi, Jepang)

Budi I. Setiawan dan Rudiyanto,

Dept. of Agricultural Engineering, Bogor Agricultural University 61

8. Evaluasi Penggunaan Program MS Excel dalam Menyusun Formulasi Ransum Pakan Ternak Menggunakan Metode Program Linier

(7)

9. Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network/ANN) Sebagai Alternatif Sistem Peringatan Dini bagi Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs)

di Teluk Jakarta

Rahmania A. Darmawan dan Hary Budiarto, P3 Teknologi Lingkungan BPPT 75

10. Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan

Zainul Arham, Usman Ahmad, Suroso

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 81

11. Pemodelan Pengaruh Knowledge Management untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia

Mohamad Haitan Rachman, Multiforma Sarana Consultant, PT. 89

12. Visualisasi dan Database Pengisian Botol pada Industri Kimia Berbasis Mikrokontroler dengan Pemrograman Visual Basic 6.0

A. Sofwan, M. Abror dan O.Namara,

Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional 93

13. Pengaturan Sistem Kerja Kecepatan Motor DC pada Mesin Produksi Kempa Tablet Berbasis Fuzzy

A.Sofwan dan A.Irfan, Institut Sains Dan Teknologi Nasional 97

14. Algorithma untuk Deteksi QRS Sinyal ECG Pratondo Busono, BPP Teknologi

(8)
(9)

PENGEMBANGAN HEMISPHERE STRUCTURE OF

HIDDEN LAYER NEURAL NETWORKS DAN OPTIMASI

STRUKTURNYA MENGGUNAKAN

ALGORITMA GENETIKA

Benyamin Kusumoputro

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia Kampus UI Depok16424 Indonesia4

email : kusumo @cs.ui.ac.id

Invited Paper

Abstract

In a research for a development of a 3D face recognition system, a novel structure of neural networks is proposed. This neural networks is developed by substituting a single neuron in the hidden layer of a conventional multilayer perceptron with a hemisphere structure of hidden neurons. This type of neural networks is called Hemisphere Structure of Hidden Layer (HSHL) neural networks. In this paper, we would like to explain the fundamental aspect of that development, together with its optimization of this structure with the use of Genetic Algorithms, and its impact on the recognition capability of the developed system.

Keywords: Sistem Pengenal Wajah 3-D, jaringan perceptron lapis jamak, Cylindrical Structure of Hidden Layer Neural Networks, Hemisphere Structure of Hidden Layer Neural Networks

.

1. PENDAHULUAN

Sistem Pengenal Citra 3-Dimensi (3D) sekarang ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan, terutama karena kegunaannya dalam sistim multimedia dan pengenalan pola [1,2]. Masukan dalam Sistem Pengenal Citra 3D ini biasanya merupakan beberapa citra dua dimensi yang di ambil dari pelbagai posisi disekitar objek 3 dimensi tersebut, sehingga menyulitkan Sistem Pengenal Citra 3D untuk dapat mengenal citra yang sama tetapi dengan sudut pandang citra yang berbeda saat dilakukan proses pembelajarannya. Masalah lain yang berkaitan dengan tingkat kesulitan Sistem Pengenal Citra 3D ini adalah besarnya alokasi memori yang diperlukan untuk merekam citra 2 dimensi tersebut, dan apabila kita juga harus memasukkan efek dari arah penyinaran objek, maka akan semakin besar alokasi memori yang diperlukan.

Para peneliti telah berusaha untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini [3,4], dan beberapa diantaranya menggunakan teknik pra-pengolahan citra seperti deteksi tepi, operasi

penghalusan dan lain sebagainya [5-7]. Akan tetapi, karena prosedur diatas dapat meningkatkan biaya operasional tanpa disertai dengan tingkat pengenalan yang tinggi, maka alternatif pendekatan lain kemudian dicari, untuk dapat meningkatkan kemampuan pengenalan sistim tanpa menambah alokasi memori serta menekan biaya komputasional sistim pengenalannya.

(10)

Para peneliti kemudian ingin mengembangkan Sistim Pengenal Wajah ini untuk dapat mencakup juga wajah yang dilihat dari sisi yang berbeda, tidak hanya dari depan saja. Dapat dikatakan bahwa pengenalan wajah secara 3 dimensi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa citra wajah 2 dimensi dengan sudut pandang yang berbeda [11][12], akan tetapi hingga sekarang belum didapatkan kemampuan pengenalan yang baik. Terdapat beberapa metodologi yang dikembangkan untuk dapat mengenali citra wajah 3 dimensi dalam beberapa tahun belakangan ini.

Nevatia dan Binford mengembangkan sebuah metodologi berdasarkan ‘generalized cylinders [13], sedangkan Faugeras dan Hebert mengajukan metoda ‘geometric matching using points, lines and planes’ [14]. Horand dan Bolles mengembangkan penelitian untuk mengenali dan menentukan posisi objek 3 dimensi berbasis’ object-specifik features’ seperti bentuk lingkaran, busur dengan teknik pengenalan sisi-tepi citra [15]. Pentland dan rekan dari MIT mengajukan metoda pengenalan 3 dimensi menggunakan teknik multiple-eigenspace dan melaporkan pengenalan rata-rata sebesar 83 % apabila menggunakan wajah dengan sudut pandang yang berbeda dengan pelatihannya [16].

Miyanaga et al [17] menggunakan jaringan neural buatan untuk dapat mengenal objek 3D. Pada prinsipnya, Miyanaga menggunakan jaringan perceptron lapis jamak yang telah dimodifikasi pada lapis tersembunyinya, yaitu dengan mengganti setiap neuron dengan sebuah lingkaran berisi beberapa buah neuron, sehingga membentuk lapis tersembunyi berbentuk silinder yang dinamakan sebagai Cylindrical Structure of Hidden Layer Neural Network (CSHL-NN). Akan tetapi dalam penggunaan jaringan neural ini, kita harus mengasumsikan bahwa sudut pandang pada citra uji telah diketahui terlebih dahulu, serta mendapatkan tingkat ketelitian dibawah 75 % [18].

Berkaitan dengan kelemahan sistem pengenal objek 3D yang dikembangkan oleh Miyanaga et al, pemakalah kemudian mengembangkan Sistem Pengenal Sudut Pandang Citra Wajah 3D dengan menggunakan Nearest Feature Lines Method [18] sebagai subsistem dari CSHL-NN yang dikembangkan. Pemakalah juga telah menggunakan sistem ini sebagai Sistem Pengenal Wajah 3D, menggunakan metoda eigenspace, yang dapay meningkatkan derajat pengenalan menjadi sekitar 86%.

Seperti kita ketahui, bahwa pada jaringan perceptron lapis jamak, jumlah neuron yang meningkat akan memperbesar error (galat) dari sistem jaringan ini, sehingga Pemakalah kemudian

menggunakan Algoritma Genetika untuk menghilangkan sejumlah neuron yang memberi kontribusi negatif terhadap tingkat pengenalan sistem. Algoritma genetika ini akan mencari dan mengeliminasi sejumlah neuron dan dengan menggunakan struktur jaringan yang sudah teroptimasi ini, tingkat pengenalan Sistem Pengenal Wajah 3D ini meningkat menjadi 97,2%.

Dalam makalah ini akan dikemukakan pengembangan jaringan neural dengan struktur baru lapis tersembunyi, yang dinamakan sebagai Hemisphere Structure of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN). Kita juga akan menurunkan persamaan matematik untuk menghitung nilai aktivasi neuron lapis tengah, dan mengaplikasikannya dalam Sistim Pengenal Objek-Wajah secara 3 dimensi.

2. SISTEM PENGENAL WAJAH SECARA 3 DIMENSI

Suatu obyek tiga dimensi dapat dikenali dengan memanfaatkan sejumlah citra acuan dua dimensi yang merupakan variasi penampakan terhadap obyek tersebut, misalnya, berdasarkan variasi sudut pandang pengamatan yang berbeda. Dari berbagai percobaan, diketahui bahwa sistem penglihatan manusia menggunakan lebih dari dua buah citra penampakan suatu obyek, yaitu sekitar 20 hingga 100 buah citra, untuk dapat merepresentasikan citra gambar 3D yang diamatinya. Data citra tersebut digunakan untuk melakukan generalisasi penampakan baru, sebagai hasil interpolasi dari penampakan yang sudah ada [8]. Sistim pengenal wajah 3D yang dikembangkan penulis juga mengacu pada asumsi dasar tersebut.

Metode pengenalan objek 3 dimensi melalui citra 2 dimensi dari berbagai sudut pandang telah dikembangkan dengan menggunakan arsitektur jaringan neural multi-lapis dengan lapis tersembunyi berbentuk silindris. Metologi pembelajaran yang dipergunakan untuk merubah nilai bobot dan bias dari setiap pola keterhubungan antar neuron dilakukan dengan menggunakan metode pelatihan propagasi balik. Jaringan neural buatan ini kemudian dinamakan sebagai Cylindrical Hidden Multi-Layer Perceptron Back Propagation (CHMLP-BP).

2.1 Pengembangan Cylindrical Structure of Hidden Layer Neural Network (CSHL-NN)

(11)

menggunakan modifikasi struktur lapis tersembunyi dalam arsitektur perceptron lapis jamak. Modifikasi struktur ini dilakukan dengan mengganti setiap neuron dalam lapis tersembunyi JST perceptron lapis jamak konvensional dengan beberapa neuron yang membentuk sebuah lingkaran. Dengan demikian maka dalam sistim JST perceptron lapis jamak yang baru, lapis tersembunyi nya merupakan tumpukan dari sekumpulan neuron berbentuk lingkaran seperti dapat dilihat dalam Gb.1, sedangkan Gb.2 menunjukkan apabila lapis tersembunyi terbentuk dari sejumlah lingkaran yang akan membentuk sejumlah silinder sebagai lapis tersembunyinya.

Lapis masukan dari sistim perceptron lapis jamak ini, seperti dalam sistim perceptron lapis jamak konvensional, terdiri dari sekumpulan neuron dengan jumlah sama besar dengan jumlah pixel dalam citra gambar masukan. Jumlah neuron dalam lapis keluaran sistim JST ini juga sama dengan sistim perceptron lapis jamak konvensional, terdiri dari beberapa neuron yang berkaitan dengan jumlah objek yang sedang diamati. Dalam percobaan yang akan dilakukan disini, maka sudut pengamatan citra objek diambil dengan sudut pandang yang bergerak dari -900 sampai dengan 900 dengan interval 100.

Sistim jaringan perceptron lapis jamak dengan lapis tersembunyi berbentuk silinder ini dikembangkan untuk dapat mengenali objek 3 dimensi melalui image 2 dimensi, dengan melibatkan informasi sudut pandang pengamat untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran sistim maupun pengenalannya. Metoda ini menggunakan pasangan berarah antara vektor sudut pandang citra 2 dimensi dengan vektor posisi neuron pada lapis tersembunyi untuk dapat menghasilkan sebuah faktor yang berperan dalam menentukan besarnya perubahan bobot dari neuron dalam lapis tersembunyi tersebut.

Kedua vektor anggota pasangan berarah yang digunakan adalah : 1) Vektor Sudut Pandang d(k) yang menunjukkan arah dan sudut pandang dari pusat objek 3 dimensi ke posisi kamera terhadap suatu acuan, dan 2) Vektor Posisi Neuron vs yang menunjukkan arah dari pusat linkaran neuron terhadap neuron tertentu pada sub lapis tersembunyi.

Kedua buah vektor anggota pasangan berarah tersebut akan menghasilkan dua faktor tambahan yang dinotasikan dengan fah dan fbh. Kedua faktor tambahan ini, yang mengkaitkan antara kedua vektor pasangan berarah, merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan besar perubahan bobot pada algoritma pembelajaran dan pengenalannya [19].

Jumlah sub lapis pada lapis tersembunyi yang optimal adalah sama dengan jumlah objek 3 dimensi yang akan dikenali. Pada realisasi awal sistem CSHL-NN yang dikembangkan, jumlah node pada setiap sub-lapis tersembunyi adalah sama dengan jumlah image yang dilatihkan (jumlah vektor sudut pandang yang dilatihkan) untuk setiap objek 3 dimensi yang akan dikenali. Namun sistem awal CSHL-NN ini mengamati objek 3D dari arah satu lingkaran penuh (00 sampai dengan 3600), sedangkan pada penelitian ini hanya akan dilakukan pengamatan dari bagian separuh depan objek 3 dimensi saja.

2.2 Reduksi Dimensi dengan Metode Eigenface

Misalkan learning set terdiri dari N citra wajah : {x1, x2, …, xN}, masing-masing terdiri dari n pixel, dimana n = lebar*tinggi citra. Asumsi bahwa setiap citra merupakan anggota salah satu dari C kelas citra wajah : {X1, X2, …, Xc}. Setiap citra dapat direpresentasikan sebagai vektor baris xi, i = 1...N, berdimensi n. Nilai n merupakan dimensi ruang citra, sehingga xi berada dalam ruang citra berdimensi n. Rata-rata vektor citra, µ, dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

=

Selisih vektor citra dengan rata-rata vektor adalah :

µ

=

Φ

i

x

i

dengan i = 1...N. Matriks kovarian ST, disebut juga sebagai matriks total-scatter citra, didefinisikan sebagai:

A

A

S

T

=

T dengan A = [Φ1, Φ2, …, ΦN]. Transformasi Karhunen-Loeve atau PCA terhadap vektor citra akan menghasilkan vektor-vektor ciri yang memiliki total-scatter :

T T

W

WS

dengan W adalah matriks tranformasi. Matriks transformasi W yang dipilih adalah matriks dengan kolom-kolom ortonormal yang dapat memaksimalkan determinan dari total-scatter vektor-vektor ciri. Atau :

|

(12)

dimensi citra wajah, yaitu n, sehingga disebut sebagai eigenfaces atau eigenpictures.

Eigenfaces merupakan vektor-vektor basis dari ruang ciri dimensi-m. Transformasi citra dari ruang citra dimensi-n ke ruang ciri dimensi-m adalah :

T i

i

W

y

=

Φ

dengan i = 1...N. Dengan demikian, dapat diperoleh vektor ciri berdimensi m untuk masing-masing citra. Besarnya nilai m dapat ditentukan melalui persamaan berikut :



dengan θ adalah suatu nilai ambang atau threshold dan memenuhi persamaam 0 < threshold ≤ 1.

Urutan langkah-langkah proses pengenalan objek wajah 3 dimensi menggunakan CSHL-NN berbasis metode Eigenface adalah seperti berikut:

1. Pengambilan citra wajah dari objek wajah 3 dimensi.

2. Reduksi dimensi citra wajah dengan metode Eigenface

3. Tahap pelatihan CHSHL-NN. 4. Tahap pengujian CHSHL-NN.

Citra wajah ini bergerak dari –900 hingga + 900 dengan interval setiap 150 . Dapat pula dilihat bahwa citra wajah ini juga mengandung perubahan emosi seperti : normal, senyum, marah dan sedih. Secara keseluruhan, 5 sampai 10 orang lelaki dan perempuan akan digunakan sebagai sampel. Semua sampel citra wajah merupakan orang Indonesia, dan proses pengambilan gambar akan menggunakan peralatan yang ada dalam Lab. Kecerdasan Komputasional Fakultas Ilmu Komputer UI

Gb. 1. Arsitektur Dasar CSHL Tunggal

Gb. 2 Arsitektur Lapis Tersembunyi Jaringan CSHL Jamak

2.3 Penggunaan Algoritma Genetika untuk CSHL-NN

Algoritma Genetika (Genetic Algorithms /GA) merupakan sebuah algoritma pencarian yang dikembangkan berdasarkan mekanika seleksi alami dan genetika alami oleh Holland [20] dan kemudian dilanjutkan oleh Goldberg [21]. Prinsip evolusi melalui seleksi alami yang dicetuskan Charles Darwin, adalah :

1. Setiap individu cenderung menurunkan sifat– sifatnya kepada keturunannya.

2. Alam membentuk individu – individu dengan sifat yang berbeda–beda.

3. Individu–individu yang beradaptasi dengan baik, yang memiliki sifat–sifat terbaik cenderung memiliki keturunan lebih banyak daripada yang memiliki sifat–sifat tidak baik. Mereka kemudian mendominasi populasi sehingga secara keseluruhan menuju sifat– sifat yang lebih baik.

4. Setelah periode yang panjang, variasi yang ada terakumulasi dan menyebabkan munculnya spesies baru yang berbeda.

(13)

Operator-operator evolusi tersebut diterapkan pada setiap kromosom. Dalam mencari string individu yang terbaik, GA menggunakan fungsi objektif dari masing-masing kromosom individu. Pemilihan solusi untuk membentuk solusi-solusi baru didasarkan pada nilai fitness mereka. Semakin tinggi nilai fitness, semakin tinggi kesempatan mereka untuk bereproduksi.

Hal tersebut diulang-ulang sampai suatu kondisi tercapai, misal : tercapainya sejumlah generasi, atau ditemukannya satu solusi dengan nilai fitness yang diinginkan.

Outline dari Algoritma Genetika

1. [Start] Buat secara acak sebuah populasi yang terdiri n kromosom.

2. [Fitness] Hitung nilai fitness f(x) untuk tiap kromosom x dalam populasi tersebut .

3. [New population] Buat sebuah populasi baru dengan cara melakukan proses a-d secara berulang-ulang hingga terbentuk sebuah populasi baru.

- [Selection] Pilih dua kromosom ,yang akan bertindak sebagai parent, dari populasi lama berdasarkan nilai fitness-nya (semakin besar nilai fitness, semakin besar kemungkinan terpilih)

- [Crossover] Berdasar nilai probabilitas crossover, lakukan persilangan dua buah parent untuk membentuk dua buah kromosom baru (children). Jika berdasarkan nilai probabilitas, tidak dilakukan persilangan, maka dua buah kromosom baru yang dihasilkan adalah kopi dari dua buah kromosom lama. - [Mutation] Berdasarkan nilai probabilitas

mutasi, lakukan mutasi pada dua buah kromosom baru pada tiap lokus (posisi dalam kromosom).

- [Accepting] Letakkan dua buah kromosom baru dalam populasi yang baru.

4. [Replace] Populasi yang baru terbentuk digunakan untuk menggantikan populasi yang lama dalam proses selanjutnya.

5. [Test] Jika kondisi akhir terpenuhi (sejumlah generasi telah terbentuk atau nilai fitness yang diinginkan telah terbentuk) hentikan proses dan solusi terbaik dalam populasi terakhir adalah solusi yang dicari.

6. [Loop] Kembali ke langkah 2

Seperti yang terlihat pada outline Algoritma Genetika di atas, crossover dan mutation adalah bagian-bagian yang paling penting dalam algoritma genetika. Sebelum masuk ke dalam penjelasan tentang crossover dan mutation, berikut ini akan dijelaskan beberapa hal tentang pengkodean kromosom. Kromosom dikodekan

sehingga merepresentasikan sebuah solusi. Cara yang paling umum dipakai untuk pengkodean adalah string biner. Tiap kromosom mempunyai sebuah string biner. Tiap bit dalam string merepresentasikan beberapa karakteristik dari solusi atau keseluruhan bit dalam kromosom merepresentasikan sebuah bilangan. Ada beberapa cara lain pengkodean, tergantung dari persoalan yang akan dipecahkan. Contoh cara lain adalah : string yang berisi integer atau real.

Algoritma Genetika untuk optimasi neuron lapis tersembunyi

Penggunaan algoritma genetika dalam optimasi jaringan neural buatan dilakukan untuk mendapatkan jumlah neuron pada lapis tersembunyi yang mendekati optimal. Seperti kita ketahui, tingkat pengenalan jaringan neural yang tinggi akan didapat apabila seluruh neuron mempunyai selisih error yang sangat kecil, baik error positif atau negatif akan memnyebabkan tingakt pengenalan menjadi menurun. Apabila sejumlah neuron yang memberikan kontribusi error yang besar dapat dihilangkan, sedangkan yang mempunyai selisih error kecil saja yang dipertahankan, maka jaringan neural ini dapat diharapkan untuk memberikan tingkat pengenalan yang lebih tinggi. Penhilangan neuron yang kurang bermanfaat ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membuang sejumlah bobot dari setiap neuron yang memberi kontribusi selisih error yang besar, atau dengan membuang sejumlah neuron yang berarti membuang seluruh bobot keterhubungan dari neuron yang kurang bermanfaat ini. Dalam penggunaan algoritma genetika untuk optimasi jaringan neural CSHL dan HSHL, pendekatan pertama melalui optimasi bobot menunjukkan hasil yang tidak memuaskan, sehingga penelitian difokuskan ke pendekatan kedua yaitu optimasi jumlah neuron pada lapis tersembunyi. Pengkodean kromosom yang dipakai adalah string biner, dengan tiap bit dalam string kromosom merepresentasikan sebuah neuron. Bit yang bernilai 1 merepresentasikan neuron yang dipertahankan dan bit yang bernilai 0 merepresentasikan neuron yang dibuang. Kromosom 1 menyatakan bahwa neuron ke - 1, 2, 4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15 dipertahankan dan neuron ke – 3, 8, 9, 10, 11, 16 dibuang. Operator crossover yang dipakai adalah Roulette Wheel Selection, Crossover dengan satu titik penyilangan, mutation.

Nilai-nilai parameter GA yang digunakan adalah :

- Jumlah populasi = 60

(14)

- Jumlah neuron yang terbuang pada awal proses = 50%

Fungsi fitness

Fungsi fitness yang dipakai sama dengan optimasi bobot, yaitu banyaknya neuron yang terbuang dibagi nilai error.

( )

error

tebuang yang

node Jumlah x

f = _ _ _

2.4 Pengembangan Hemisphere-Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN)

Seperti telah dibahas sebelumnya, Pemakalah telah mengembangkan Sistim Pengenal Wajah 3-D dengan citra yang mempunyai sudut pandang antara – 900 hingga +900. Akan tetapi, penelitian ini masih mempunyai keterbatasan untuk dapat mengenal wajah 3-D yang sebenarnya terjadi dalam penggunaannya. Batasan yang dibuat dalam penelitian ini adalah bahwa sudut elevasi citra wajah yang akan dikenali harus berada atau dianggap sebagai 00, sehingga apabila kamera yang mengambil citra masukan mempunyai sudut pandang elevasi tidak sama dengan 00 , maka kecil kemungkinan bahwa sistim pengenal 3-D ini akan mampu mengenalinya. Dalam kasus penggunaan sebenarnya, sudut elevasi citra masukan tidak dapat diketahui dengan pasti, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan perubahan citra karena perubahan sudut elevasi ini perlu dimasukkan dalam sistim pengenalannya. Pemakalah akan mengajukan konsep baru Sistim Pengenal Wajah 3-D dengan memodifikasi struktur arsitektur jaringan syaraf tiruan yang berbeda dengan arsitektur jaringan CSHL-NN. Pada dasarnya, perbedaan ini terletak pada lapis tersembunyi jaringan neural buatan, yang diubah menjadi berbentuk setengah bola (hemisphere), sehingga jaringan syaraf tiruan ini dinamakan sebagai Hemisphere Structure of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN). Struktur HSHL-NN ini dapat dilihat dalam Gb.3. Terlihat disini bahwa setiap neuron dalam lapis tersembunyi jaringan neural buatan konvensional, akan diganti dengan sekumpulan neuron yang membentuk struktur setengah bola. Apabila kita menggunakan sekumpulan setengah bola yang masing masing terdiri dari sekumpulan neuron untuk mengganti sebuah neuron pada jaringan neurl propagsi balik konvensional, maka kita akan mendapatkan sebuah jaringan neural HSHL seperti tertera pada Gb. 4. Perlu diketahui, bahwa penelitian mengenai Pengembangan Sistim Hardware untuk Sistim Pengenal Wajah 3-D ini juga telah dikembangkan bersamaan dengan pengembangan struktur lapis tersembunyi HSHL-NN, penurunan perumusan

matematik yang mengkaitkan antara setiap neuron dalam struktur lapis tengah HSHL-NN dan pengembangan algoritma Sistim Pengenal Wajah berbasis HSHL-NN.

Gb. 3. Arsitektur Dasar HSHL Tunggal

Gb. 4 Arsitektur Lapis Tersembunyi Jaringan HSHL Jamak

2.5 Pengembangan Perangkat Keras Sistem Pengenal Wajah 3D Berbasis HSHL-NN

(15)

(a)

Gb 5a. Capturing device dan posisi kamera yang dapat diubah menyesuaikan dengan data yang akan dipakai

Gb 6. Hasil pembuatan gambar 3

Perangkat Keras Capturing Device.

Perangkat keras Capturing device ini terdiri dari: 1 unit alat tempat pengambil citra objek (capturing device) untuk meletakkan objek yang akan diambil citranya (dalam hal ini manusia). 3 kamera dipasang pada capturing device pada sudut 0, 15, dan 45 derajat vertikal. Kamera tersebut dihubungkan dengan 2 unit SUN Unix workstation.

Cara kerja Perangkat Keras Capturing Device dapat dijelaskan sebagai berikut. Obyek didudukkan di kursi capturing device kemudian obyek diambil citranya untuk 19 sudut, yaitu sudut –90, -80, -70, -60, -50, -40, -30, -20, -10, 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90 derajat horizontal. Tiga kamera akan menangkap citra dalam 3 sudut vertikal yaitu 0, 15, dan 45 derajat. Jadi untuk tiap obyek, citra yang ditangkap adalah 19 * 3 = 570 citra yang berformat .pcx.

(b)

Gb 5b. Sistem hardware untuk Sistem Pengenal Wajah sedang dipergunakan untuk membuat database dari seorang model

Dimensi dari seorang model

Gambar 5 memperlihatkan posisi kamera dan cara kerja perangkat keras Capturing Device ini, sedangkan salah satu hasilnya dapat dilihat pada Gb. 6.

Perangkat Keras Komputer

Perangkat keras yang digunakan, terdiri dari ♦ 2 unit SUN Sparc Station 4 untuk menangkap

citra.

♦ 3 unit SUN Camera II untuk mengambil citra objek.

♦ 3 unit Komputer untuk memproses citra yang telah diambil

Perangkat Lunak Komputer

(16)

♦ Konvertor format citra: untuk mengkonversi berkas citra dengan format sun raster menjadi berkas dalam format pcx yang kemudian diubah ke dalam format vektor citra.

♦ Pengganti nama berkas : untuk mengubah nama file secara otomatis (batching).

♦ Perangkat lunak grafis (Adobe Photoshop, MS Paintbrush): untuk proses cropping citra, membuat grafik, dan diagram.

Pada dasarnya sistem Pengenalan Wajah 3 Dimensi ini dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. Sistem kamera, terdiri dari tiga buah kamera, beserta tempat objek diambil citranya, dalam hal ini manusia. Ketiga buah kamera tersebut dipasang secara vertikal pada bagian kedua alat tersebut.

2. Peubah data dari format citra pada sistim kamera ke dalam format dalam bentuk vektor citra. Berkas yang ditangkap oleh sistem kamera disimpan dalam format sun raster yang pada akhirnya akan diubah menjadi berkas dalam format vektor citra (disimpan dalam bentuk matriks) agar dapat diproses oleh sistem JST

3. HSHL. Data-data tersebut dimasukkan ke basis data melalui antarmuka basis data.

4. Perangkat lunak JST: Merupakan perangkat lunak yang mengakomodasi Hemisphere Structure of Hidden Layer (HSHL) Neural Network. Perangkat lunak ini memproses data-data citra yang sudah dalam bentuk vektor citra yang akhirnya menghasilkan output. Perangkat lunak ini mendapatkan data-data citra dari basis data.

5. Antarmuka basis data dan peubah format ke dalam bentuk eigen: Perangkat lunak ini menjembatani user dan basis data, sehingga user dapat memilih file data spatial yang diinginkannya dan mengkonversinya ke bentuk Eigen bila perlu.

6. Basisdata: Sistem basisdata menyimpan semua data yang sudah dalam bentuk vektor citra. Data tersebut dibuat dalam format ruang spasial. Basisdata diakses oleh antarmuka basis data.

3. HASIL DAN RISET LANJUTAN

Sistem Pengenal Wajah secara 3D menggunakan HSHL-NN ini telah digunakan untuk mengenal wajah dari beberapa model orang Indonesia yang dilakukan di Laboratorium Kecerdasan Komputasional Universitas Indonesia. Pada tahap awal penelitian ini, tingkat pengenalan sistem masih berkisar antara 50 hingga 60%. Akan tetapi beberapa perbaikan sistem yang sedang

dilakukan menunjukkan peningkatan derajat pengenalan sistem. Sebagai salah satu contoh, penggunaan server hanya untuk proses pembelajaran jaringan neural mulai memberikan hasil yang lebih baik. Juga kita telah menggunakan algoritma genetika untuk menentukan sejumlah eigen vektor yang paling memberikan hasil terbaik selama proses pembelajaran sistem. Seperti kita ketahui, dalam penggunaan eigenface yang diusulkan oleh Kirby dan Sirovich [7], ruang eigen yang dibentuk hanya berdasarkan sejumlah eigen vector dengan urutan nilai eigen terbesar saja. Pemakalah telah menggunakan GA sebagai alat untuk memilih sejumlah eigen vector yang optimal, walau tidak selalu merupakan eigen vector dengan nilai eigen terbesar yang dipilih untuk membentuk ruang eigen. Penelitian awal menunjukan bahwa ruang eigen yang dibentuk akan memberikan hasil yang lebih baik, paling tidak sama besar dengan penggunaan ruang eigen yang diusulkan sebelumnya. Penelitian mengenai penggunaan GA dalam menentukan sejumlah eigen vector yang optimal ini masih terus dilaksanakan hingga saat ini. Pemakalah juga mengusulkan untuk memperbaiki metoda Nearest Feature Line (NFL) dengan mengusulkan metoda Modified Nearest Feature Line (M-NFL) dan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan derajat pengenalan yang cukup signifikan apabila kita menggunakan M-NFL dalam menentukan sudut pandang citra wajah yang tidak dikenal sebelumnya [22]. Pada akhirnya Sistem Pengenal Wajah 3D ini akan menggabungkan seluruh subsistem yang dikembangkan secara terpisah untuk di integrasikan menjadi satu kesatuan Sistem Pengenal Wajah 3D yang tinggi tingkat pengenalannya.

4. KESIMPULAN

(17)

yang memberikan kontribusi negatif terhadap pengenalan sistem. Pemotongan sejulah neuron ini dilakukan dengan menggunakan algoritma genetika. Studi pendahuluan menunjukkan bahwa jaringan neural yang sudah teroptimasi ini akan menghasilkan tingkat pengenalan yang lebih tinggi. Juga penggunaan representasi data dalam ruang eigen akan pula meningkatkan pengenalan sistem secara keseluruhan. Untuk mendapatkan representasi ruang eigen yang optimal berkaitan dengan sejumlah data citra wajah, maka penelitian awal menunjukkan bahwa penentuan eigen vector yang akan digunakan tidaklah harus berdasarkan urutan nilai eigen yang terbesar. Algoritma genetika dapat dipergunakan untuk menentukan sejumlah eigen vector yang paling memberikan kontribusi tingkat pengenalan yang tinggi walaupun tidak mempunyai urutan nilai eigen terbesar. Hal ini disebabkan karena citra wajah yang dibentuk dalam ruang spatial tidaklah merupakan representasi yang ideal, karena kemungkinan terjadinya distorsi citra pada saat pengolahan data awal maupun pada saat pengambilan citra itu sendiri.

REFERENSI

1. R. Chellapa, C.L. Wilson and S. Shihorey, “ Human and machine recognition of faces”, Proceeding of the IEEE, 83(5):705-740, 1995 2. A. Samal and P.A. Iyengar, “ Automatic

recognition and analysis of human faces and facial expressions: A survey” Pattern Recognition, 25(1):65-77, 1992

3. D. Valentine, H. Abdi, A.J. O’Toole and G.W. Cottrell, “Connectionist models of face processing: A Survey, Pattern Recognition, 27 (9), 1209-1230, 1994

4. R. Brunelli and T. Poggio, “Face recognition through geometrical features”, Proceedings of ECCV 92, Santa Margherita Ligure, pp. 792-800, 1992.

5. R. Brunelli and T. Pogio,”Face recognition: Features versus template,” IEEE Trans Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol 15, no 10, 1042-1052, 1993.

6. I. Craw, D. Tock and A. Bennet, “Finding face features”, Proceedings of ECCV 92, Santa Margherita Ligure, G. Sandini, ed, Sprineger-Verlag, pp. 93-96, 1992.

7. M. Kirby and L. Sirovich, “Application of the Karhunen-Loeve procedure for the characterization of human face”, IEEE Trans PAMI, vol 12, no.1, pp. 103-108, 1990.

8. I. Craw and P. Cameron, “Face recognition by computer,” Proc. British Machine Vision

conference 1992, 489-507, David Hogg and Roger Boyle eds, Springer Verlag, 1992. 9. M. Turk and A. Pertland, “Face recognition

using Eigenfaces”, Proc. IEEE CCVP’91, pp. 586-591, 1991.

10. M. Loeve, Probability Theory, Princeton, N.J. Van Nostrand, 1955.

11. S. Ullmann and R. Basri, “Recognition of linear combination of models,” IEEE Trans. PAMI, vol13, no.10, pp. 992-1007, 1991.

12. T. Poggio and S. Edelman, “ A network that learns to recognize three dimensional objects,” Nature, vol. 343, no. 6255, pp. 263-266, 1990. 13. R. Nevatia and T. O. Binford, “Description and

recognition of curved object,” Artificial Intelligence, 8, 77-98 (1977).

14. O. D. Faugeras and M. A. Hebert, “3-D recognition and positioning algorithm using geometrical matching between primitive surface,” Proc. Int. Joint Conf. Artificial Intelligence, 996-1002 (1993).

15. P. Horand and R. C. Bolles, “3DPO’s startegy for matching three dimensional objects in range data,” Proc. Int. Conf. Robotics, Atlanta, GA, USA, 75-85 (1985)

16. A. Pentland, B. Moghaddam and T. Starner, “ View-based and modular eigenspaces for face recognition,” Proc. IEEE Conf. Computer Vision and Pattern Recognition, Seattle, June, 1994

17. Miyanaga et al, “ A recognition system of three dimensional objects using parallel/pipelined nonliniear signal processing”, IEEE Proc. of Signal Processing Symposium, pp 135-139, 1095

18. S.Z. Li and J.Lu “ Face recognition using the nearest feature line method” IEEE Trans. On neural networks, vol 10, no.2, pp 439-443, 1999

19. B. Kusumoputro, “3-D face reconstruction recognition system using cylindrical hidden layer neural networks and its optimization through genetic algorithms”, IASTED International Conference Artificial Intelligence and Computational Intelligence, Tokyo, 118-123, 2002

20. J. H. Holland, “ Adaptation in natural and artificial systems”, Ann Arbor, University of Michigan Press, (1975).

21. D. E. Goldberg, “Genetic Algorithm in Search, Optimization, and Machine Learning”, Addison – Wesley, (1989).

(18)

RIWAYAT PENULIS

Benyamin Kusumoputro, lahir di Bandung pada tanggal 17 Novemper 1957. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung pada tahun 1981, S2 pada Departemen Elektro bidang Optoelektronika dan Aplikasi Laser pada tahun 1984. Dia kemudian bekerja pada PT. Phillips Development Corporation pada tahun 1984 hingga 1986, dan kembali ke Universitas Indonesia untuk menjadi Staf Pengajar

(19)

Pemodelan dan Simulasi Antrian Kendaraan

di Gerbang Tol

Wahyu Sediono, Dwi Handoko

Center for the Assessment and Application of Information Technology and Electronics (P3TIE-BPPT) Communication and Computation Technology Division

BPPT Building II 4th Fl., Jl. M. H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 E-mail: sediono@yahoo.com, dwih@inn.bppt.go.id

Abstract

The traffic situations in Indonesian big cities, especially in the capital city, are so crowded that traffic jam can be found anywhere at anytime. This traffic condition may causes several problems such noise problem, environmental problem, energy loss problem and others. Even it is easy to understand if this undesirable conditions could give the influence on the national productivity at all levels of society. In order to decrease such traffic jam problems, a well planned traffic rules may usefully to reduce the traffic jam. Currently, we are developing traffic simulation tools in BPPT, in order to be applied in the traffic planning. In this paper a model of traffic conditions at the highway gate driven by the vehicles in- and out-flow is introduced. This modeling is so flexible that it can also be used to model various queuing systems such as queues at the cashiers of supermarket and in the bank. By using this model we can also perform simple traffic analyses in the highway gate.

Keywords: traffic simulator, queing system, highway gate traffic modelling

Pendahuluan

Begitu parahnya kondisi lalu lintas di kota-kota besar Indonesia, terutama di Jakarta, sehingga kemacetan selalu terjadi setiap hari di seluruh bagian kota. Di pagi hari kemacetan lalu lintas terjadi terutama di ruas-ruas jalan masuk menuju Jakarta. Pada sore harinya, saat pulang kerja, kemacetan dilaporkan sering terjadi di ruas-ruas jalan di pinggir kota yang menuju ke luar Jakarta. Sementara itu, pada akhir pekan atau hari-hari libur, kemacetan muncul di ruas-ruas jalan yang menjadi akses menuju pusat-pusat hiburan massal atau daerah peristirahatan. Sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik di seluruh wilayah Indonesia, kecenderungan ini tampaknya akan terjadi dan menyebar ke berbagai daerah lain, sehingga praktis setiap hari senantiasa terjadi kemacetan lalu lintas di berbagai ruas jalan perkotaan di Indonesia.

Kondisi lalu lintas yang semrawut dan kemacetan yang parah ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Saat terjadi macet pada umumnya kendaraan hanya dapat merambat maju ke depan dengan

kecepatan rendah, sehingga gas buang yang ditimbulkan pada suatu saat di daerah tertentu dapat menyebabkan pencemaran udara yang parah. Selain itu kebisingan yang terjadi saat kondisi macet pun dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan yang serius. Dapat dipahami apabila kondisi yang tidak nyaman ini dapat meningkatkan stress baik bagi pengguna jalan maupun bagi penduduk di sekitarnya. Dalam jangka panjang, kemacetan lalu lintas ini dapat menyebabkan penurunan produktifitas kerja di semua sektor kehidupan masyarakat.

(20)

Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, kami tengah mengembangkan perangkat lunak simulasi lalu lintas yang berguna untuk perencanaan lalu lintas. Dengan perangkat lunak itu, kondisi lalu lintas atas sebuah skema aturan lalu lintas dapat diprediksikan sebelum diterapkan [DwiH02].

Pada makalah ini, sebagai bagian dari simulator lalu lintas yang dikembangkan, diambil contoh kasus antrian kendaraan yang terjadi di gerbang tol, penulis telah membuat model situasi lalu lintas yang berbasis pada arus masuk dan arus keluar kendaraan. Model antrian ini telah diimplementasikan ke dalam sebuah program komputer, dan cukup fleksibel sehingga dapat diterapkan untuk berbagai problem antrian, seperti antrian di bank dan antrian di kasir-kasir toko. Dengan program aplikasi ini kita dapat membuat simulasi arus kendaraan di gerbang tol. Analisa-analisa sederhana mengenai berbagai kondisi arus kendaraan pun dapat dikerjakan dengan program ini.

Model Antrian

Dalam bentuknya yang mendasar suatu sistem antrian dapat digambarkan dengan sebuah model yang terdiri dari komponen antrian dan komponen pemroses [Wal91, Dai92]. Untuk kasus antrian di gerbang tol, panjang komponen antrian ditentukan oleh berbagai faktor seperti kondisi fisik jalan raya, kondisi fisik kendaraan, perilaku pengguna jalan raya dan arus kendaraan di jalan tol. Kondisi jalan raya yang buruk atau penyempitan jalan dapat menimbulkan antrian yang panjang. Kelayakan kendaraan juga sangat mempengaruhi situasi antrian, misalnya: mobil tua yang sudah tidak layak pakai akan dapat memperlambat arus kendaraan

apabila tetap dipaksakan untuk digunakan di jalan tol. Perilaku pengemudi yang kurang mentaati peraturan berkendera di jalan tol juga dapat memperlambat arus kendaraan. Bahkan, tidak jarang kebiasaan para pengemudi yang jelek ini dapat menyebabkan kemacetan total pada saat terjadi kecelakaan.

Gambar 1: Model antrian kendaraan di gerbang tol

Komponen pemroses berfungsi menentukan cepat lambatnya sebuah kendaraan masuk ke dalam atau keluar dari antrian. Dalam kasus antrian di gerbang tol kecepatan pemrosesan ini sangat dipengaruhi oleh kecekatan petugas melayani transaksi pembayaran tol, kecepatan mesin/hardware pemroses dan kehandalan software yang mendukung proses di gerbang tol.

Dalam implementasinya ke dalam program software, sifat-sifat kedua komponen antrian terutama ditentukan oleh dua parameter berikut: panjang (kapasitas) antrian l dan waktu pemrosesan t. Selain kedua faktor l dan t, arus kendaraan yang menjadi indikator kemacetan lalu lintas ditentukan pula oleh jumlah jalur m sebelum gerbang tol, jumlah gerbang tol g dan jumlah jalur n sesudah gerbang tol [Lie97]. Dalam gambar 1 ditampilkan sebuah sistem antrian di gerbang tol yang terdiri dari jalur m = 1, n = 1 dan g = 3.

Simulasi

(21)

Gambar 2: Alur diagram untuk antrian di depan gerbang tol

Setelah struktur data ditentukan kita masih perlu membuat alur diagram untuk menggambarkan perilaku sistem antrian. Sebuah contoh alur diagram sederhana ditampilkan dalam gambar 2. Untuk menggambarkan peralihan dari antrian sebelum dan di dalam gerbang tol masih diperlukan sebuah strategi efisien dalam memilih gerbang tol dengan jumlah antrian terpendek. Dalam sistem pemrograman berorientasi object hal

ini dapat diimplementasikan dengan membuat sebuah object konektor yang sesuai.

Pada dasarnya, dengan menyediakan struktur data dan algoritma yang pas kita telah dapat membuat simulasi antrian kendaraan di gerbang tol. Namun untuk lebih memudahkan pengoperasiannya kita masih harus merancang ‘user interface’ program simulasi ini [Kra98]. Dalam makalah ini topik ini tidak akan dibahas lebih jauh lagi karena sudah berada di luar konteks pembicaraan.

Diskusi

Sebuah simulasi sistem antrian 2,4,2 (terdiri dari antrian 2 jalur di depan gerbang tol, 4 gerbang tol aktif dan antrian 2 jalur di belakang gerbang tol) ditampilkan dalam gambar 3. Kedua garis biru adalah dua konektor yang menggambarkan peralihan arus kendaraan dari antrian di depan gerbang tol ke dalam antrian di gerbang tol. Angka-angka hitam di bawah setiap kotak/lingkaran menunjukkan identitas setiap kendaraan, sedangkan angka biru menunjukkan waktu tunggu setiap kendaraan di dalam antrian.

Dalam simulasi sederhana ini hanya arus kendaraan yang menjadi fokus pembicaraan. Arus kendaraan terutama ditentukan oleh waktu pemrosesan di gerbang tol dan rasio jumlah jalur di

(22)

depan gerbang tol dan jumlah gerbang yang aktif. Hasil simulasi menunjukkan bahwa panjang antrian yang kita inginkan sangat ditentukan oleh arus kendaraan yang telah didefinisikan sebelumnya (parameter t, m dan g).

Kesimpulan

Telah ditunjukkan dalam diskusi di atas bahwa pemodelan kondisi antrian di gerbang tol telah berhasil diimplementasikan ke dalam software yang sederhana. Atas dasar prinsip yang mudah dipahami, dengan membuat struktur data dan alur diagram yang sesuai, software ini cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada berbagai kondisi antrian lainnya, seperti antrian yang biasa ditemui di bank ataupun di depan kasir-kasir supermarket. Dari diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa panjang antrian yang diinginkan dapat diatur dengan melakukan kontrol terhadap arus kendaraan masuk dan keluar.

Daftar Pustaka

[DwiH02] Dwi Handoko, Desain Simulator Kendaraan, Proc. KOMMIT 2002, pp. B-16 – B20, 2002

[Dai92] J. N. Daigle, Queueing Theory for Telecommunications, Addison-Wesley, Reading, 1992

[Kra98] U. Kramer and M. Neculau, Simulationstechnik, Hanser, Muen-chen, 1998

[Lie97] E. Lieberman and A. K. Rathi, "Traffic Simulation", Traffic Flow Theory, Oak Ridge National Laboratory, 1997

[Wal91] B. Walke, Datenfernver-arbeitung II: Verkehrstheoretische Modell von Echtzeitsystemen und Rechnernetzen, RWTH, Aachen, 1991

Riwayat Penulis

Wahyu Sediono

Lahir di Surabaya, 13 Desember 1966. Menyelesaikan Dipl. Ing di bidang Information Technology pada tahun 1997 dari RWTH Aachen Jerman dan Dr.-Ing di bidang Biomedical Engineering pada tahun 2003 dari Universitaet Karlsruhe, Jerman. Bekerja di P3TIE.

Dwi Handoko

Lahir di Jakarta 25 April 1970. Menyelesaikan S1, S2 di bidang Electronic Engineering tahun 1994 dan 1996 dari Miyazaki

University, Jepang. Menyelesaikan S3 di bidang

(23)

ESTIMASI KARAKTERISTIK PROPAGASI GELOMBANG

ELEKTROMAGNETIK PADA

SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK

Dr. Hary Budiarto

P3TL-BPPT Jl. Mh. Thamrin 8 Gd. BPPT II lt. 21 Jakarta

Email : hary@webmail.bppt.go.id

Abstract

Wave propagation prediction models are very crucial in determining propagation characteristics for any arbitrary installation on the implementation of mobile radio communication system. The prediction models are required for proper coverage planning and the determination of multipath effects as well as interference. Our preceding researches show that multipath propagation can be observed at many scatterers on the building surface.

This paper presents the development of simulation techniques for the estimation of electromagnetic wave propagation characteristics on the building surface. Physical Optics (PO) approximation is performed to approximate equivalent currents and the total fields on the integration surface. A model of the rectangular microstrip array antenna was scanned spatially to detect multipath wave scattering. Superresolution method was also applied as an approach to handle signal parameters (DOA, TOA) of the individual incoming waves scattered from building surface roughness. The experimental and simulation results of the signal parameters of the arrival waves are compared in order to investigate accuracy of the prediction model.

Keyword : Multipath, Physical Optics, Wave Propagation Modeling, Mobile Communication, Superresolution, Electromagnetic Wave.

1. PENDAHULUAN

Pemodelan propagasi gelombang sangat dibutuhkan bagi perencanaan, pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi bergerak. Hal itu akan digunakan antara lain untuk memprediksi luasan daya jangkau suatu pemancar, untuk mengetahui efek dari multipath gelombang dan inteferensi gelombang. Hasil riset terdahulu menunjukan bahwa pada daerah perkotaan, propagasi gelombang multipath banyak berasal dari permukaan gedung(1). Bagaimanapun gelombang multipath tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan pada kinerja sistem komunikasi bergerak. Selain itu pemodelan mikroskopik scattering pada suatu obyek sangat diperlukan untuk memprediksi wilayah yang lebih besar (makrokospik). Paper ini akan membahas teknologi prediksi propagasi gelombang multipath yang terscatter pada suatu permukaan gedung dengan menggunakan salah satu high frequency method yaitu Physical Optics Approximation

(POA). Metode POA ini akan digunakan untuk menghitung arus listrik dan total kekuatan medan listrik pada suatu permukaan gedung yang diperoleh dari suatu gelombang elektromagnetik

yang dipancarkan dari suatu antenna pemancar (transmitter). Dibandingkan dengan metode lainnya seperti Method of Moment (MOM), dan

Fast Multipole Method (FMM), POA mempunyai kelebihan lebih sederhana proses komputasinya dan lebih pendek waktu komputasinya, akan tetapi mempunyai akurasi perhitungan yang cukup tinggi. Sehingga cocok untuk dipilih untuk mensimulasikan propagasi gelombang yang terscatter pada permukaan gedung yang cukup luas.

(24)

dengan menggunakan metode superresolution yaitu 3D Unitary ESPRIT. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat akurasi signal parameter yang diperoleh dari simulasi sangat mendekati dengan hasil eksperimennya.

2. METODOLOGI

2.1. Profile Gedung

Profile gedung ditunjukkan pada gambar 1 mempunyai permukaan yang non uniform dan periodik. Permukaan gedung mempunyai berbagai material yaitu gelas, aluminium dan batu bata. Panjang 1 periodiknya 3.7 meter. Terdapat jendela berukuran masing-masing yaitu 0.85 x 1.5 m2, 0.8 x 1.5 m2, dan 0.85 x 1.5 m2 , yang mempunyai kedalaman masing-masing adalah 0.12 dan 0.6 meter dari dinding (tembok). Hal ini sebanding dengan frekuensi gelombang yang digunakan yaitu 4.95 GHz dengan bandwith 180 MHz. Dindingnya dilapisi batu-bata yang berukuran 0.1 x 0.05 m dengan pemisah diantaranya sebesar 0.01 m.

Gambar 1. Profile Permukaan Gedung

2.2. Medan Radiasi pada Transmiter

Gelombang elektromagnetik yang diapancarkan dari tansmitter menggunakan rumus dibawah ini :

k0 adalah panjang gelombang, W dan L adalah panjang patch pada antena mikrostrip, sedangkan h adalah tinggi patch dan Le adalah panjang efektif patch. Gambar 2 menunjukkan medan radiasi antara hasil perhitungan dan hasil pengukuran pada anechois chamber yang tidak mempunyai perbedaan yang cukup signifikan.

Gambar 2 Pola Medan Radiasi Antena Pemancar

2.3. Propagasi Vektor

Untuk menghitung gelombang elektromagnetik yang terpropagasi dari permukaan gedung ke antena penerima digunakan propagasi vektor. Rumus propagasi vektor berasal dari formula green function yang dituliskan sebagai berikut :

∫∫

Dengan G(r|r’) adalah green function, r’ dan r menyatakan masing-masing koordinat titik sumber dan titik tujuan. Sedangkan J(r’) adalah distribusi arus listrik pada titik tujuan.

2.4. Impedance Surface PO Current

Untuk menghitung distribusi arus listrik pada permukaan gedung yang mempunyai berbagai material digunakan formula impedance surface Physical Optics (PO) Current yang dituliskan sebagai berikut :

nxH

(25)

Z

Z

+

=

η

η

α

(6)

0 0

/

ε

µ

η

=

(7)

dengan H adalah incident magnetic field atau medan magnetik yang datang, α merupakan koefisien refleksi, adalah impedansi gelombang pada ruang bebas, µ adalah permebilitas dan ε adalah dielektrik konstan.

2.5. Tehnik Simulasi

Perhitungan propagasi gelombang pada permukaan gedung dapat dibagi menjadi 2 tahap perhitungan yaitu :

Tahap I menghitung distribusi arus listrik pada permukaan gedung dan tahap kedua menghitung medan listrik total pada antena penerima (receiver).

Gambar 3 Strategi Simulasi

Gambar 3 menunjukkan strategi dari kedua tahap simulasi yang telah disebutkan diatas, untuk tahap I dapat diuraikan langkah-langkahnya yaitu : • Menghitung medan radiasi untuk far-field untuk

semua sudut azimuth dan elevasi ( , φ) pada transmitter.

• Membuat diskretisasi permukaan gedung menjadi elemen yang kecil.

• Menentukan elemen-elemen yang masuk daerah iluminasi dan daerah bayangan.

• Menentukan koordinat titik pusat untuk setiap elemen pada permukaan gedung.

• Menghitung medan listrik pada setiap titik pusat elemen dengan menggunakan vektor propagasi dan memasukan factor gain antena. • Menghitung distribusi arus listrik pada setiap

elemen dengan menggunakan formula POA. • Mengulang kembali langkah diatas untuk

panjang gelombang yang berbeda.

Sedangkan tahap II mempunyai langkah-langkah yaitu :

• Menentukan luasan untuk pergerakan antena penerima dan koordinat dari mikrostrip patch • Menentukan sudut azimuth dan elevasi ( , φ).

untuk arah antara titik koordinat patch antena dengan titik pusat semua elemen pada permukaan gedung

• Menghitung kuat medan listrik untuk setiap patch pada antenna penerima dengan sumber dari semua elemen di permukaan gedung • Menghitung total medan listrik dengan

menjumlahkan kontribusi dari setiap elemen dari permukaan gedung dengan memasukan faktor dari gain antenna penerima

• Mengulangi kembali langkah diatas untuk panjang gelombang yang berbeda

• Mengulangi kembali langkah diatas untuk posisi yang berbeda dalam spatial region

2.6. Model Spatial Scanning

Untuk merepresentasikan suatu sistem komunikasi bergerak diperlukan menggerakkan antena penerima atau melakukan spatial scanning pada sintentik mikrostrip antena array. Gambar 4 menunjukkan model spatial scanning dengan ukuran 0.5 m x 8.125 m. Sedangkan pergerakannya mempunyai interval 0.1 m. Untuk sebuah sintetik mikrostrip antena array mempunyai ukuran 10 x 10 patch dengan interval masing-masing patchnya 0.025 m.

Gambar 4 Model spatial Scanning tampak atas

2.7. Pengolahan Sinyal

(26)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Simulasi

Setelah dilakukan proses pengolahan sinyal dengan 3D Unitary ESPRIT, didapatkan signal parameter untuk setiap multipath signal yang datang. Proses simulasi akan menganalisa karakteristik gelombang propagasi yang terscatter dari permukaan gedung untuk 70 titik observasi. Satu titik observasi merupakan hasil analisa dari signal multipath yang diterima dengan menggunakan 10 x 10 patch di antena penerima, jadi setiap titik observasi dilakukan pengolahan data matriks 2 dimensi dengan jumlah 100 elemen. Sedangkan parameter signal yang diperoleh terdiri dari sudut azimuth, sudut elevasi, time delay dan signal power. Dari parameter tersebut menunjukkan bahwa karakteristik multipath signal terdiri dari gelombang refleksi, spekular diffraksi dan second order scattering. Untuk mengetahui distribusi dari jenis multipath signal untuk semua titik observasi akan digambarkan dalam bentuk grafik untuk setiap signal parameter untuk 70 titik observasi.

3.1.1. Direction of Arrival (DOA)

Gambar 5 menunjukkan signal parameter untuk sudut azimuth di 70 titik observasi. Pada gambar tersebut terdapat lima garis yang menunjukkan sudut bila signal merupakan gelombang refleksi (specular angle) dan besar sudut dari lokasi 3 frame jendela sehingga dapat diketahui material dari bidang pantul signal yang datang. Sedangkan besar sudut datangnya digambarkan dengan poin-poin berbeda untuk setiap jenis bidang pantul. Bagian vertikal grafik menggambarkan besar sudutnya sedangkan yang horisontalnya merupakan lokasi titik observasinya.

Gambar 5 Signal Parameter untuk Sudut Azimuth

Bila satu garis vertikal ditarik keatas akan mempunyai beberapa poin, hal itu menjelaskan bahwa dalam satu titik observasi terdapat beberapa signal (multipath) yang datang. Nampak sebagian besar signal yang datang mempunyai sudut datang yang sama dengan sudut spekular refleksi. Pada gambar 6 memperlihatkan bahwa sudut elevasi bernilai nol, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar signal yang datang mempunyai sudut spekular. Sedangkan tiga garis yang berbeda menjelaskan batas antara jendela dengan dinding batu-bata (bricks). Tampak pada grafik ada signal datang yang berasal dari permukaan gedung yang terbuat dari batu bata (bricks), bricks I berarti datang dari arah atas dan bricks II datang dari arah bricks bagian bawah.

Gambar 6 Signal Parameter untuk Sudut Elevasi

(27)

Gambar 7 Model Signal Difraksi pada farme yang Horisontal

Gambar 8 Model Signal Difraksi pada farme yang Vertikal

3.1.2. Time of Arrival (TOA)

Untuk mengetahui akurasi data dari parameter signal seperti DOA dan TOA dapat dengan membandingkan dengan hasil data eksperimen. Gambar 9 menunjukkan hasil perbandingan antara path gain (power) dan delay time antara data eksperimen dan simulasi dengan metode POA untuk bidang pantul jendela. Untuk path gainnya kesalahan rata-ratanya adalah 7 dB. Sedangkan untuk delay timenya kesalahannya cukup kecil..

Gambar 9 Perbandingan time delay dan path gain untuk bidang pantul jendela

Delay time digunakan juga untuk mengkonfirmasikan path atau jejak signal dari transmitter sampai datang ke receiver. Gambar 10 menunjukkan hasil perbandingan antara hasil eksperimen dan simulasi dengan POA untuk permukaan gedung yang berupa batu bata, dibandingkan dengan hasil pada gambar 9 perbedaan rata-rata path gain maupun delay time cukup besar.

Gambar 10 Perbandingan time delay dan path gain untuk bidang pantul batu bata (bricks)

4. KESIMPULAN

Paper ini telah menjelaskan estimasi karakteristik propagasi gelombang elektromagnetik untuk aplikasi komunikasi bergerak dengan menggunakan tehnik simulasi dengan metode Physical Optics. Metode ini mempunyai akurasi yang cukup signifikan, hal itu terlihat dari hasil perbandingan signal parameter antara simulasi dan eksperimennya. Kesalahan estimasi cukup besar untuk permukaan gedung yang berupa obyek batu bata, hal itu dikarenakan diskritisasi elemen-elemen permukaan gedungnya sebesar 0.3 lambda cukup besar sehingga areal antara batu-bata belum terwakili. Model propagasi gelombang terdifraksi mempunyai sesuai dengan Keller’s Law of diffraction.

DAFTAR PUSTAKA

1.

2.

H. Budiarto, K. Horihata, K. Haneda, and J. Takada,”Experimental study of Non-specular Wave Scattering from Building Surface Roughness for the Mobile Propagation Modeling ”, IEICE Trans. On Communications (Accepted Oct. 29, 2003).

(28)

Non-specular Wave Scattering from Building Surface Roughness”, IEEE Antenna and Wireless Propagation Letters, Volume 2, Issue 16, pp.242-245, 2003.

3.

4.

5.

6.

7.

J. Takada, J. Fu, H. Zhu, and T. Kobayashi, “Spatio-Temporal Channel Characterization in a Sub-Urban Non-Line-of-Sight Microcellular Environment”, IEEE J. Select. Areas in Comm., vol. 20, no. 3, pp.532-538, Apr. 2002. H.H. Xia, H.L. Bertoni, L.R. Maciel, A.L. Stewart an R. Rowe, “Radio propagation Characteristic for Line-Of-Sight Microcellular and Personal Communication”, IEEE Trans. on Antenna and Propagation, vol. 41, no.10, pp. 1439-1447, Oct. 1993.

D. Pena, R. Feick, H.D. Hristov, and W. Grote, “ Measurement and Modeling of Propagation Losses in Brick and Concrete Walls for the 900-MHz Band”, IEEE Trans. on Antenna Propagation, vol. 51, no 1., pp. 31-38, Jan., 2003.

M.O. Al-Nuami and M.S. Ding, “Prediction Models and Measurements of Microwave Signals Scattered from Buildings”, IEEE Trans. On Antenna and Propagation, vol.42, No.8 pp. 1126-1137, August 1994.

L. Orlando, J.F. Martin and T.S. Rappaport, “ A Comparison of Theoretical and Empirical Reflection Coe±cients for typical Exterior Wall Surafces in a Mobile Radio Environment”, IEEE Trans. On Antenna and Propagation Vol. 44 No. 3 pp. 341-351, March 1996.

RIWAYAT PENULIS

Hary Budiarto lahir di Surabaya pada 28 Juni

1967. Menamatkan pendidikan S1 di Institut

(29)

Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Kuat Fatik Baja:

Simulasi dan Eksperimen

DR- Ing. H. Agus Suhartono

UPT LUK Puspiptek, Serpong, Indonesia

Abstract

The present research results recognize that the growth of microcracks is significantly influenced by the microstructure of the material. In order to take into account the influence of the microstructure on the damage process a simulation. model is suggested in this paper which considers the local stress state in addition to the random nature of the material structure in the form of grain boundaries and slip systems.

Special emphasis is given to the microcrack behaviour for different grain sizes which is loaded by an axial tension compression loading with regard to their influence on the microcrack growth and the simulated life time. It can be shown, that a grain size causes a significant changing in the crack growth behaviour. The results generated by means of the simulation model are compared and verified with those experiences.

Keywords: simulasi, besar butir, retak mikro, fatik

1. PENDAHULUAN

Pada pembebanan berulang, mikrostruktur bahan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan retak. Perbaikan dalam prediksi umur fatik, perlu mempertimbangkan proses kerusakan secara mikroskopis. Simulasi retak mikro, memungkinkan verifikasi hipotesa yang ada dengan hasil eksperimen. Selain itu parameter yang lain seperti ukuran butir dapat diselidiki, sehingga perbaikan umur fatik dapat dilakukan.

Pada makalah ini dibahas mengenai simulasi dan eksperimen yang menyelidiki pengaruh besar butir kekuatan fatik bahan.

1.1 Besar Butir

Batas butir adalah batas dua struktur kristalografi dari kristal tunggal baja dan larutan padat. Paduan umumnya memiliki banyak kristal yang dapat diamati dengan mikroskop. Baja berkristal BCC yang mengandung unsur paduan dalam bentuk larutan padat disebut ferit. Struktur ferit pada dasarnya adalah besi murni yang mengandung unsur paduan dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada fasa tunggal bahan terdiri atas sejumlah kristal tunggal atau butir. Semua butir memiliki struktur kristal dan komposisi kimia yang sama, perbedaan terletak pada orientasi

yang mengakibatkan terjadinya batas kristal atau lebih umum disebut batas butir antar kristal atau batas butir. Susunan atom pada batas butir sangat tidak beraturan bila dibandingkan dengan susunan atom dalam butir. Tampakan foto mikro 2 dimensi dari batas butir adalah sejumlah garis, tetapi dalam kenyataannya, batas butir merupakan permukaan antar kristal. Pergerakan atom sepanjang batas butir lebih cepat dibanding pergerakan atom melalui susunan kristal. Bila dilakukan etsa, batas butir terserang lebih cepat terhadap. oleh larutan asam dan meninggalkan jejak dangkal pada batas butir. Di bawah pengamatan mikroskop batas butir yang telah dietsa tersebut tampak sebagai garis-garis gelap (1).

Batas butir sudut besar mempunyai energi permukaan yang tinggi, dengan energi yang tinggi ini, batas butir merupakan preferensial untuk reaksi bahan padat (solid state reactions) seperti difusi, transformasi fasa, dan reaksi pengendapan. Energi tinggi dari batas butir biasanya mengakibatkan konsentrasi atom larut yang lebih tinggi di perbatasan dari pada di dalam butir(1).

1.2 Pengaruh Besar Butir Pada Sifat Mekanik Logam

2 1

⋅ + = i k D y σ

σ (1)

(30)

y

σ = tegangan luluh

i

σ = tegangan gesek" yang merupakan ketahanan kisi kristal tehadap pergerakan dislokasi

k = parameter kontribusi pengerasan relatif oleh batas butir

D = diameter butir

Persamaan Hall-Petch(2,3) mula-mula

disusun berdasarkan pengukuran titik luluh baja karbon rendah, dan telah terbukti dapat mengambarkan antara besar butir dan tegangan alir pada berbagai harga regangan plastik hingga perpatahan rapuh. Selain itu dapat pula menggambarkan variasi tegangan perpatahan rapuh dengan besar butir dan ketergantungan kekuatan fatik pada besar butir.

Formula ini dapat memberi gambaran tentang sifat mekanik lain misalnya kekerasan logam yang merupakan sifat kemampuan logam untuk menahan deformasi. Deformasi logam pada dasarnya merupakan hasil pergerakan dislokasi. Karena orientasi/arah bidang geser antar butir tidak seragam, maka gerakan dislokasi akan terhambat oleh batas butir. Makin halus ukuran butir maka presentasi batas butir akan makin banyak pula, sehingga ketahanan deformasi logam akan meningkat.

2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon rendah jenis SC 10. Penelitian dilakukan di UPT Laboratoria Uji Konstruksi dan laboratorium lain yang kompeten. Pengujian yang dilakukan meliputi: karakterisasi bahan baku, metalografi, analisa komposisi kimia dan penentuan sifat mekanis material.

2.2 Metode Penelitian

Pengujian komposisi kimia bahan dilakukan untuk memastikan jenis bahan yang diuji serta kadar masing-masing unsur, yang dapat digunakan untuk mendukung analisa hasil pengujian.

Untuk mendapatkan berbagai ukuran besar butir pada struktur dilakukan proses annealing

dengan memvariasikan temperatur anneal. Sampel dipanaskan sampai mencapai temperatur yang kita inginkan. Kemudian temperatur ditahan selama lebih kurang 45 menit dan selanjutnya didinginkan perlahan di dalam dapur. Dapur yang digunakan untuk proses anil adalah dapur yang mempunyai tiga bagian pemanasan terkontrol yakni; bagian

atas, tengah dan bawah dapur selain menggunakan sistem pengukur yang terpasang, pengukuran temperatur annealing juga menggunakan thermokopel yang ditempelkan langsung pada specimen dalam dapur. Temperatur annealing yang diambil dalam penelitian adalah 930°C, 1000°C dan 1140°C.

Pengujian sifat kekerasan yang dilakukan adalah menggunakan metode Brinnel. Indentasi dilakukan dengan mesin Frank Finotest yang menggunakan sistem hidraulik.

Struktur mikro logam diperoleh melalui proses metalografi. Pengerjaan metalografi didahului dengan proses mounting specimen, yang dilanjutkan dengan pengamplasan yang dimulai dengan amplas kasar 200 # hingga amplas halus 1200 #. Specimen kemudian dietsa dengan nital 3%. Perbesaran foto struktur mikro yang diambil adalah sebesar 100 kali dan 500 kali.

Penelitian terhadap struktur mikro dilakukan untuk mengetahui ukuran besar butir dari hasil proses anealling.

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah baja karbon rendah yang mendapat perlakuan annealing, sehingga struktur mikro yang mungkin dihasilkan adalah fasa ferit dan perlit. Fasa ini umumnya memiliki butir dan batas yang jelas sehingga metode yang cocok dan sering dipakai untuk menghitung besar butir adalah metode Planimetri (Jeffris method) (4).

2.3 Simulasi

Menurut simulasi diasumsikan pertumbuhan retak dibagi menjadi dua tahap tahap 1 dan tahap 2. Pada tahap 1, perambatan retak dipicu oleh tegangan geser dinamis pada butir dalam material polikristal. Perambatan retak tergantung pada amplitudo tegangan geser dan jarak s antara ujung retak dan hambatan mikrostruktur, (batas butir). Persamaan pertumbuhan retak:

s

dimana s jarak ujung retak dan batas butir, a dan α adalahparameter material(5,6). Pada awal simulasi pertumbuhan retak sangat cepat, tapi saat saat retak mencapai batas butir (s ≈ 0) kecepatan retak berkurang hingga mendekati nol. Pada model ini batas butir di anggap sebagai hambatan mikro yang paling dominan.

Gambar

Gambar 5 memperlihatkan posisi kamera dan cara kerja perangkat keras Capturing Device ini, sedangkan salah satu hasilnya dapat dilihat pada Gb
Gambar 3 menyajikan jumlah partikel dalam
Gambar 6. Simulasi self-similar pada  α – moment
Gambar 2.  Peta Aliran dan Vektor Kecepatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengujian hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 5 dan 6 bahwa H1 yaitu pengaruh antara perceived quality dengan brand equity merupakan pengaruh yang positif dan

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh motivasi bonus, motivasi kontrak, motivasi politik dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tersedianya informasi mengenai agribisnis perikanan yang keberadaannya diakui oleh berbagai pihak, adanya keterjangkauan pelaku

Pengobatan alternatif ATFG (Alat Terapi Fisik Gondo) menawarkan solusi sehat dengan harga terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat untuk mengobati beragam

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat, kekuatan, pertolongan dan kemampuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

Setelah data - data yang ditemukan dianalisis dan dijelaskan menurut konsep- konsep yang ada, maka langkah selanjutnya adalah menyandingkan dengan teori-teori yang

Notasi 1 : Intro Fire Dance bagian satu Bagian satu pada Fire Danceberisi musik pembukaan dimana bagian satu merupakan bagian awal dari sebuah lagu, bagian satu terdiri

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan Think Pair Share merupakan teknik belajar berpasangan yang memberikan kesempatan