• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber: Hallegraeff,

Dalam dokumen 3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf (Halaman 84-89)

1993)

Gambar 1. Distribusi Global dari PSP pada tahun 1970 dan 1990 (Hallegraeff, 1993).

Dapat dilihat pada Gambar 1 diatas, kejadian HABs yang pada tahun 1970-an hanya terjadi di perairan temperate, telah dilaporkan pada tahun 1990-an terjadi di perairan tropis, antara lain Indonesia.

Dalam uraiannya, Hallegraeff (1993) menyebutkan 3 tipe HABs:

1. Spesies yang tidak menyebabkan perubahan warna air tetapi dapat menyebabkan kematian ikan dan invertebrata karena deplesi oksigen (contoh: Dinoflagelata : Gonyaulax sp. dan

Noctiluca sp.)

2. Spesies yang tidak toksik terhadap manusia tapi toksik terhadap ikan dan invertebrata, karena antara lain dapat mematahkan insang (contoh : Chaetoceros sp.)3. Spesies yang memproduksi toksin, dapat memasuki rantai makanan hingga ke tubuh manusia dan menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pencernaan dan sistem saraf manusia:

a. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) :

Alexandrium sp.

b. Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP) :

Dinophysis sp.

c. Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) :

Nitzschia sp.

c. Ciguatera Fishfood Poisoning (CFP) :

Gambierdiscus sp.

d. Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP) :

Gymnodinium sp.

Selain dampaknya terhadap biota dan manusia seperti telah disebutkan di atas, HABs juga memiliki dampak negatif terhadap pariwisata (wisatawan tidak akan datang ke laut yang terkena HABs) maupun perekonomian secara umum.

Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa HABs dapat diakibatkan oleh faktor alam (contoh:

upwelling) maupun akibat aktivitas manusia (buangan domestik yang mengakibatkan tingginya konsentrasi nutrien di suatu badan air). Namun, secara umum, pemicu kejadian HABs adalah kombinasi atau gabungan dari perubahan

beberapa parameter di suatu badan air. Pada perairan temperata, pemicu utama dari alam adalah cahaya matahari dan temperatur, sedangkan pada perairan tropis, karena kondisi cahaya dan temperatur hampir merata sepanjang tahun maka faktor campur tangan manusia lebih berperan, contohnya adalah eutrofikasi (pengayaan nutrien di suatu badan air). Penyebab utama eutrofikasi adalah nutrien (Nitrat, Fosfat, Silikat, dan lain-lain) yang dapat berasal dari antara lain, limbah domestik (rumah tangga). APLIKASI ANN UNTUK MENDETEKSI HABs

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimisasi terjadinya fenomena HABs, baik untuk perairan tawar maupun laut. Sebagian besar upaya dilakukan melalui program pemantauan, baik dengan pengukuran langsung (sampel dari perairan dianalisis dengan mikroskop) maupun pengukuran tidak langsung (teknologi sensor dan penginderaan jauh). Namun, program pemantauan masih menemui berbagai kendala dalam meramalkan terjadinya HABs karena masih membutuhkan waktu lebih lanjut untuk pengolahan data, selain sangat kompleksnya suatu sistem akuatik sehingga kejadian HABs tidak dapat diprediksi dari satu parameter saja maupun hanya dengan persamaan linear. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dinamik nonlinear-lah yang dapat menggambarkan pola dari suatu ekosistem akuatik (2).

Seperti yang telah diujicobakan di Australia, ANN telah berhasil dijadikan suatu sistem peringatan dini bagi fenomena HABs di 4 (empat) perairan tawar meliputi danau dan sungai yang tersebar di Australia, Jepang dan Finlandia. Pada bagian input data ANN di Danau Biwa, Jepang, parameter yang dimasukkan meliputi beberapa jenis nutrien, oksigen, kecerahan (kedalaman penetrasi cahaya), temperatur, pH, kecepatan angin dan klorofil a. Sedangkan pada bagian output layer, terdapat beberapa jenis fitoplankton yang memiliki potensi blooming pada perairan tersebut (Gb.1.2.)

Gb.2. Struktur ANN untuk Danau Biwa, Jepang.( Recknagel,1997).

Setelah melalui beberapa proses pembelajaran diperoleh hasil yang cukup baik dalam

pemanfaatan ANN untuk prediksi HABs dari Melosira granulata (Gb.1.3.)

Gb.3. Hasil validasi dari prediksi blooming Melosira granulata di Danau Biwa, Jepang. (Recknagel, 1997).

Lebih lanjut, aplikasi ANN sebagai sistem peringatan dini bagi fenomena HABs di Sungai Darling, Australis juga telah dilakukan untuk memprediksi blooming dari Anabaena spp.(3). Hasilnya sangat memuaskan, dimana ANN dapat dimanfaatkan untuk memprediksi waktu kejadian 4 minggu lebih awal.

Kejadian HABs di perairan Teluk Jakarta telah beberapa kali terjadi, baik yang rutin maupun yang insidentil. Kejadian HABs rutin biasanya terjadi di awal musim penghujan dimana limbah oranik, baik yang berasal dari limbah domestik maupun agrikultur masuk ke sungai-sungai diguyur hujan sebagai run-off hingga dapat langsung memperkaya nutrien di perairan estuari dan laut. 2. TEORI DAN METODA EKSPERIMEN

Chaetoceros dan Skeletonema costatum

dipilih sebagai species obyek karena keduanya telah seringkali blooming di perairan Teluk Jakarta. Kejadian kematian masal ikan yang terjadi pada bulan Mei 2004 yang lalu juga dilaporkan disebabkan oleh antara lain Chaetoceros dan

Skeletonema sp.(4).

Sehubungan dengan keterbatasan data time series yang akan digunakan sebagai input bagi model ANN untuk Teluk Jakarta, maka sebagai tahap awal akan dilakukan eksperimen dalam skala laboratorium. Metoda yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

a. Kultur murni Chaetoceros dan Skeletonema sp. dalam skala laboratorium. Kedua kultur diujicoba tumbuh dalam berbagai kisaran nilai beberapa parameter, meliputi :

1. OrthoPhosphat 2. Nitrogen 3. Silikat 4. Temperatur 5. Cahaya 6. Kecepatan arus 7. Kecepatan angin 8. Klorofil a

Sebagai informasi, kisaran nilai akan dibuat mulai dari kondisi kebutuhan dasar

Chaetoceros dan Skeletonema untuk tumbuh hingga kondisi dimana kedua species tersebut blooming (dengan acuan jumlah atau kelimpahan sel sekitar 1 juta sel/l atau lebih). b. Mesokosm eksperimen, yaitu pembuatan kolam

di laut, dimana faktor-faktor alami lebih berperan. Pada mesokosm eksperimen ini, dapat dibuat suatu kantong besar dari plastik polybag dengan volume sekitar 60-70 l. Jika kondisi blooming sulit diperoleh, akan ditambahkan beberapa nutrien (pada konsentrasi yang diperoleh dari hasil skala laboratorium) untuk mengkondisikan eutrofikasi. c. Pembelajaran dan Pengujian ANN

Pembelajaran atau learning process

merupakan sarana pelatihan untuk mendapatkan nilai bobot yang sesuai pada setiap node yang membentuk jaringan syaraf (ANN). Data akan dibagi menjadi 2 bagian yang pertama untuk digunakan sebagai proses pembelajaran yang disebut dengan data training dan yang bagian kedua untuk proses pengujian yang disebut data testing. Untuk kasus diatas pola pembelajaran dan pengujiannya dapat diuraikan sbb :

• Memasukan sejumlah data berupa nilai angka pada node input dan output

• Menggunakan algoritma pembelajaran seperti back propagation untuk melakukan update nilai bobot pada node di lapisan hiddennya

• Bila proses belajar sudah mencapai konvergen, nilai bobot tersebut akan disimpan dan untuk diujikan kembali untuk data yang sama

• Mencatat prosentase kesalahan pada node output, bila prosentase kesalahan cukup besar maka prose belajar akan diulang dengan memperbaiki algoritma atau menambhakan node dilapisan hidden

• Melakukan pengujian dengan menggunakan data yang berlainan dengan proses pembelajaran

Mencatat kesalahan terjadi bila prosetase cukup besar akan dilakukan pengulangan

proses belajar dengan memperbaiki data training

Pada proses pembelajaran dalam penelitian ini akan dimasukkan sebagian data angka-angka parameter hasil pengujian, baik yang diperoleh dari hasil skala laboratorium maupun dari hasil mesokosm sebagai data pembelajaran. Sedangkan data lainnya akan dimasukkan sebagai data pengujian.

3. PROSPEK DAN PENGEMBANGAN

Sistem peringatan dini yang telah diuraikan diatas mempunyai prospek yang cukup menjanjikan untuk pembangunan Indonesia masa yang akan datang dalam melakukan eksplorasi sumber daya kelautan. Agar sistem dapat diimplementasikan dan didayagunakan harus dikombinasikan dengan perangkat lainnya. Berdasarkan cara penggunaannya ada 2 jenis sistem yang dapat diintegrasikan menjadi sistem peringatan dini yang terpadu yaitu Sistem Telemetri dan Mobile.

a. Sistem Telemetri

Pada sistem ini bagian input pada ANN dihubungkan dengan sensor-sensor sehingga data parameter lingkungan dapat langsung diambil secara real time.

Data-data akan diambil pada setiap interval waktu tertentu yang telah disetup pada mikroprosesor (CPU). Nilai-nilai bobot yang telah disimpan pada suatu memori ROM akan digunakan ANN prosesor untuk melakukan proses pengenalan. Dengan menggunakan gelombang radio (UHF) hasil pengenalan akan dikirim oleh transmitter ke receiver dipelabuhan terdekat yang selanjutnya oleh server diinformasikan kepada user melalui sistem jaringan komputer seperti internet. Bila hasil pengenalan menunjukan pola yang baru server akan memerintahkan CPU untuk belajar kembali untuk memperbaiki nilai bobotnya. Sensor, CPU, ANN Prosesor dan transmitter akan diiintegrasikan dalam suatu perangkat yang dinamakan Buoy (pelampung) yang selanjutnya ditempatkan sepanjang waktu di lautan. Sistem ini memang membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam perawatannya, akan tetapi manfaat yang tinggi tentunya akan seimbang dengan mengingat tingginya kerugian secara ekonomis bila terjadi HABs. Sebagai illustrasi untuk sistem telemetri ini ditunjukan dalam gambar 5.

b. Sistem Mobile

Cara kerja perangkat sistem ini hampir sama dengan sistem telemetri, hanya saja hasil pengenalannya tidak ditransmit dengan gelombang radio akan tetapi dikirim langsung ke komputer melalui USB atau RS 232. Manfaat sistem mobile

lebih banyak kearah penelitian atau monitoring lingkungan sesaat. Buoy dapat dipindahkan sewaktu-waktu diperairan yang akan diteliti sesuai dengan permintaan user. Dan hasil pengamatan akan langsung diketahui dalam hitungan detik tanpa melalui proses di laboratorium seperti proses penghitungan plakton dengan menggunakan mikroskop.

Gambar 5. Sistem Telemetri untuk HABs

4. KESIMPULAN

Pada makalah ini telah dijelaskan tentang adanya kebutuhan terhadap suatu sistem peringatan dini dalam mengatasi permasalahan Algal Blooms di perairan Indonesia.

Sebagai alternatif, suatu sistem Jaringan Saraf Tiruan, seperti telah dijelaskan di atas, dapat dengan cepat membuat prediksi terhadap “bencana” lingkungan tersebut sehingga dampak merugikan dari fenomena tersebut, baik terhadap manusia maupun ekosistem di sekitarnya, dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hallegraeff, G.1993. A review of harmful algal blooms and their apparent global increase.

Phycologia 32 ,79-99.

2. Recknagel, F., M.French, P.Harkonen dan K.I.Yabunaka.1997. Artificial Neural Network Approach for Modelling and Prediction of Algal Blooms. Ecological Modelling 96, 11-28. 3. Maier, H.R., G.C. Dandy dan M.D.Burch.1998.

Use of Artificial Neural Networks for Modelling Cyanobacteria Anabaena spp. In the River Murray, South Australia. Ecological Modelling 105, 257-272.

4. Adnan, Q.2004. Penyimpangan Iklim dan Kematian Biota di Teluk Jakarta. Proceeding Workshop: Deteksi, Mitigasi dan Pencegahan Degradasi Lingkungan Pesisir dan Laut di Indonesia: 77-83.

RIWAYAT PENULIS

Rahmania A. Darmawan lahir di Bandung pada tanggal 28 Desember 1971. Menyelesaikan pendidikan S-1 di Jurusan Biologi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1995. Sejak tahun 1997 bekerja di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL) – BPPT. Penelitian di bidang Algal Blooms dimulai pada tahun 1997 dengan memanfaatkan teknologi telemetri pada program pemantauan lingkungan laut (SEAWATCH Indonesia). Pada tahun 2000- 2002 menyelesaikan program S2 dari University of Bremen, Germany di bidang Aquatic Ecology dengan spesialisasi pada thesis tentang Dampak Eutrofikasi terhadap komunitas Fitoplankton di Teluk Jakarta (Marine Ecology).

Hary Budiarto lahir di Surabaya pada 28 Juni

1967. Menamatkan pendidikan S1 di Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya tahun 1990 dalam bidang Matematika Terapan, menyelesaikan pendidikan S2 di fakultas Ilmu

Komputer Universitas Indonesia Jakarta tahun 1998

dan S3 di Tokyo Institute of Technology pada Department of Electric and Electrical tahun 2004. Saat ini bekerja sebagai peneliti di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL) BPPT, Jakarta. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah IEEE, COMSOC, COST 273, IEICE Japan dan IECI.

Dalam dokumen 3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf (Halaman 84-89)

Dokumen terkait