• Tidak ada hasil yang ditemukan

E adalah nilai maksimum

Dalam dokumen 3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf (Halaman 110-114)

dan minimum dari

E

1 dalam interval waktu

tertentu.

Sinyal yang sudah diskala kemudian dikuadratkan untuk memperkirakan kekuatannya dan dihaluskan dengan moving window integrator

[2,5],

[ ]

(

2

[ ])

2 1 3 1 1

1

2

1

=

+

+

=

N N i

i

n

E

N

n

E

(3)

sinyal E3[n] merepresentasikan perkiraan kekuatan

jangka pendek ECG yang sudah difilter sekitar waktu n.

Proses dynamic thresholding kemudian dilakukan untuk mendeteksi onset dan offset

gelombang QRS [2,5]

[ ] [ ]

[ ] [ ]

B

K

n

T

n

E

n

T

n

T

+1

=

+

3

+1

+

(4)

dimana

T[ ]n+1

dan

T[ ]n

adalah nilai T yang baru dan nilai T yang lama.

E

3

[ ]n+1

adalah sinyal ECG yang telah difilter, dan B adalah nilai offset. Adanya noise dan gangguan bentuk gelombang kadang masih menyebabkan kesalahan deteksi gelombang QRS. Threshold

dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi berdasarkan faktor pembobot K. Terakhir, setelah menggunakan dynamic threshold maka posisi kompleks QRS dapat diketahui dengan mencari lokasi sinyal

E

[ ]n

3 maksimum dalam periode deteksi QRS.

Dalam penelitian ini untuk klasifikasi gelombang QRS digunalan metoda Minimum

teknik ini mempunyai keuntungan dalam kemudahan implementasi dan kelebihan dalam waktu perhitungan yang cukup cepat. Penggunaan fungsi diskriminan diperlukan untuk menentukan jarak terdekat suatu objek dalam suatu ruang ciri

(feature space ) yang digunakan untuk klasifikasi.

Misalnya ada banyak titik yang terdapat pada

feature space dimana titik-titik tersebut

berkelompok dan mewakili masing-masing class, maka klasifikasi jarak minimum mengelompokkan titik pola x ke dalam class yang terdekat dengannya.

Klasifikasi jarak minimum digunakan untuk mengenali pola kompleks QRS normal. Pengukuran jarak berikut ini digunakan untuk menentukan kompleks QRS normal atau ventrikular [1]

(

)

( ) (

) (

)

2 5 5 2 2 2 2 1 1 5 2 1

,c

,c

c

c

c

c

c

c

c

d

=

+

+

(5) dimana c1, c2, dan c5 adalah koefiesien polinomial

Chebyshev yang merepresentasikan sinyal yang dianalisa.

III. HASIL

Gambar 3 menunjukan sinyal ECG sebelum proses penapisan dilakukan sinyal tersebut diambil pada durasi tertentu. Data yang digunakan bersumber dari referensi [4]. Sinyal tersebut dilewatkan dalam bandpass filter untuk menghilangkan segala bentuk gangguan dan noise.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah penghilangan geseran garis dasar sehingga garis dasar gelombang mendekati nol dengan menggunakan metode pengepasan kurva berdasarkan polinomial Chebyshev [5]. Agar dapat dengan efisien menghilangkan pergeseran garis dasar, digunakan pendekatan polinomial orde ke-6 dihitung dalam window 1024 sample (2.85 detik). Lalu hasil perhitungan perkiraan garis dasar dikalikan dengan fungsi pembobot (weighting

function) kemudian dikurangkan dari sinyal. Fungsi

pembobot di tampilkan pada Gambar 4.

Sinyal ECG

Baseline removal Filter lolos rendah Filter Lolos pita

Baseline removal, dan moving

Dynamic threshold

Ekstrasi QRS

Deteksi QRS

Klasifikasi bentuk

QRS

Puncak R

Klasifikasi bentuk QRS Puncak R Analisa Diagnosa

Lalu window digerakkan sebanyak 512

sampel dan prosedur diatas diulangi. Alasan dilakukan ini adalah untuk menghilangkan

diskontinuitas dari pendekatan kurva pada akhir

window. Hasil yang didapatkan setelah proses base removal dapat dilihat pada Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa garis dasarnya mendekati nilai nol.

Setelah proses base line removal dilakukan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah proses averaging, scaling dan squaring. Untuk proses squaring, sinyal dikuadratkan dan dihaluskan bentuknya dengan menggunakan moving window

integrator. Lebar window integrator yang

digunakan sama dengan 5. Gambar 6 menunjukan hasil dari proses squaring tersebut.

Garis batas (threshold) digunakan sebagai batas acuan untuk mendeteksi kompleks QRS. Garis threshold ini akan mengikuti sinyal ECG, namun apabila terjadi perubahan yang mendadak, maka garis ini tidak akan mampu mengikuti sinyal ECG tersebut. Sehingga area gelombang akan berada di atas garis threshold dan area tersebut dianggap sebagai kandidat kompleks QRS.

Dengan menemukan nilai maksimum dari suatu sinyal pada periode deteksi tertentu, maka lokasi puncak R dapat diketahui seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 3 Sinyal EKG Asli Sebelum Tahap Digital Bandpass Filter dilakukan

Gambar 5 Garis Dasar Digeser Sehingga Mendekati Nol

Gambar 4 Fungsi Pembobot (Weighting Function) Untuk Perkiraan Garis Dasar [2]

Setelah lokasi kompleks QRS dapat diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan apakah kompleks QRS yang terdeteksi normal atau tidak. Karena bandpass filter sudah banyak mendistorsi sinyal, maka pada langkah ini kembali menggunakan sinyal ECG yang masih belum diolah. Sinyal tersebut selanjutnya ditapis dengan menggunakan tapis lolos rendah (low pass filter).

Dengan formula Chebyshev didapatkan koefisien-koefisien yang berguna untuk menentukan distribusi sinyal ECG tersebut dalam ruang ciri (feature space). Kombinasi dari koefisien-koefisien tersebut akan mengelompok menurut jenisnya, sehingga akan diperoleh klasifikasi pola sinyal ECG.

Klasifikasi pola sinyal menggunakan

Euclidean distance untuk mengenali pola

Gambar 6 Tahap Squaring Dan Moving Window Integrator

Gambar 7 Posisi Kompleks QRS

kompleks QRS normal atau tidak. Persamaan 5 digunakan untuk mencari titik pusat gravitasi pada ruang ciri (feature space). Bila ternyata pemetaan koefisien jaraknya jauh dari pusat gravitasi normal, maka titik tersebut tergolong ventrikular. Gambar 8 menunjukan klasifikasi sinyal ECG berdasarkan nilai perhitungan jarak (eiclidian distance) dalam ruang ciri. Simbol V merah menunjukan adanya anomali (ventricular) dalam sinyal ECG yang diproses.

Setelah kompleks QRS diklasifikasi,

arrythmia jantung dapat diketahui jenisnya dengan

satu set rules fuzzy expert system. Dalam dua langkah proses sebelumnya didapatkan lokasi denyut dan pengukuran jaraknya dari kompleks QRS normal (pada feature space). Maka hasil- hasil tersebut yang dijadikan input dalam fuzzy

expert system sehingga menghasilkan diagnosa

akhir. Input data diperoleh dari lima QRS berturut- turut seperti pada Gambar 9.

Dari hasil tersebut dapat ditentukan beberapa karakteristik yang akan digunakan dalam diagnosis yaitu :

• Interval antar kelima kompleks QRS (t1, t2, t3, t4)

dalam satuan detik.

• Denyut jantung per menit.

• Jumlah kompleks QRS ventrikular diantara lima denyut yang dianalisa.

• Varian interval.

• Waktu yang terhitung sejak kompleks QRS terakhir.

Kelima hal di atas menjadi variabel dalam

expert system, dimana untuk setiap variabel

didefinisikan sebuah subset fuzzy dengan nilai yang telah ditentukan dari berbagai sumber [2].

V. KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasi penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Perangkat keras sistem telecardiology telah berhasil dibuat dan dapat beropersi dengan baik.

Program yang dibuat telah berhasil mengenali pola dari data rekaman ECG.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengenalan pola dipengaruhi terutama oleh banyak gelombang yang dibaca oleh aplikasi. Semakin banyak gelombang yang akan dianalisa maka waktu proses dan pengenalan pola semakin lama.

Waktu yang diperlukan untuk menganalisa gelombang jauh lebih singkat daripada bila dilakukan secara manual.

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. E.R., Davies, Machine Vision: Theory,

Algorithms, Practicalities, San Diego:

Academic Press Inc., 1990.

2. K. Dubowik, Automated Arrhythmia Analysis –

An Expert System for an Intensive Care Unit.

New Jersey: Prentice-Hall, 1999.

3. L. Schamroth, An Introduction to

electrocardiography, Blackwell Scientific

Publication, Oxford, 1990.

4. MIT/BIH Arrhythmia Database, Harvard University & Massachusetts Institute of Technology Division of Health Sciences and Technology, Cambridge, MA.

5. J.G. Proakis and D. G. Manolakis, Digital Signal Processing. Principles, Algorithms and

Applications, Third Edition, Prentice Hall Inc.,

New York, 1996.

6. K. P. Lin, and W.H. Chang, “ A Technique for Automated Arrhythmia Detection of Holter ECG, Engineering in Medicine and Biology Society, Vol. I, 1997, pp. 183-184.

7. Ricardo Poli et al. , “A Genetic Algorithm Approach to Design of Optimal QRS Detectors, IEEE Trans. on Biomedical Engineering, 11(42), 1995, pp.1137-1141.

Gambar 9 Lima QRS Berurutan Yang Dijadikan Input Dalam Analisa

Dalam dokumen 3328639 Prosiding Semiloka 2004. pdf (Halaman 110-114)

Dokumen terkait