• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstelasi Politik di Eropa Pasca Kekala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konstelasi Politik di Eropa Pasca Kekala"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Konstelasi Politik di Eropa Pasca Kekalahan Pasukan Napoleon Pada Periode Perang Koalisi VII (Pertempuran Waterloo Tahun 1815)

Fathurrahman1

NIM. 1402045164

Perang merupakan salah satu hal yang tidak dapat terlepas dari perkembangan sejarah dunia hubungan internasional, hal ini disebabkan karena dalam interaksi yang terjadi antar negara terdapat beberapa negara yang memiliki kekuatan lebih besar cenderung akan melakukan penaklukan, perebutan kekuasaan, ekspansi, dan invasi ke negara lain yang memiliki kekuatan lebih kecil untuk tujuan-tujuan tertentu, sehingga perang menjadi akibat dari adanya berbagai upaya penaklukan tersebut. Biasanya perang dilandasi oleh adanya kepentingan politik, ekonomi, dan sosial. Berbagai peristiwa perang yang pernah terjadi, secara tidak langsung berdampak pada kondisi dan keadaan politik di negara-negara yang ikut terlibat dalam perang tersebut.

Salah satu perang besar yang pernah terjadi dalam catatan sejarah dunia ialah perang yang terjadi di kawasan Eropa, yaitu Perang Napoleon. Perang Napoleon (Napoleonic Wars; Guerres Napoleoniennes) merupakan perang yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte melawan koalisi negara-negara Eropa dengan anggota yang bervariasi, namun selalu diisi oleh Inggris sebagai salah satu anggota penyusunnya.2 Perang Napoleon (1799-1815) terjadi selama Napoleon memerintah sebagai pemimpin negara yang terjadi di Eropa dan beberapa tempat di benua lainnya, disebut juga sebagai kelanjutan dari perang yang dipicu oleh Revolusi Perancis pada tahun 1789. Perang Napoleon diawali dengan Perang Koalisi I pada tahun 1805 yang dimana Austria bergabung dengan aliansi Inggris dan Rusia.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trissusilo bahwa:

“Terjadinya Perang Koalisi bukan merupakan suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba, namun itu merupakan akhir dari suatu proses pengangkatan Napoleon menjadi kaisar Perancis. Perkembangan negara Perancis yang dipimpin oleh Kaisar Napoleon membuat situasi politik di kawasan Eropa semakin memanas dengan diwarnai ketegangan yang mendorong terjadinya perang koalisi. Perancis bergerak di hampir seluruh kawasan Eropa melawan negara-negara yang dianggap penting dan strategis. Hal ini diakibatkan adanya ambisi Napoleon untuk menaklukan Kawasan Eropa dan menjadikan Perancis sebagai negara yang paling kuat di Eropa.”3

Secara umum, apa yang dikemukakan oleh Trissusilo menunjukkan pembenaran atas teori Balance of Power yang menekankan pada efektifitas kontrol terhadap kekuatan sebuah negara oleh kekuatan negara-negara lain.4 Dalam hal ini, Perancis sebagai negara yang dominan dengan melakukan peningkatan kekuatan secara agresif sehingga menimbulkan

1 Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Angkatan 2014 (Kelas HI B), Universitas Mulawarman, Samarinda. Email: fathurrahmanjazz@gmail.com

2 Republik Eusosialis Tawon, Perang Napoleon, Ketika Perancis Menjadi Pengganyang Eropa, http://www.re-tawon.com/2016/01/perang-napoleon-ketika-perancis-menjadi.html, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 02.09 WITA

(2)

respon dari negara-negara yang merasa terancam. Negara-negara ini membentuk aliansi atau koalisi untuk menjaga keamanan negara dari ancaman Perancis. Namun, upaya perlawanan terhadap Perancis akhirnya gagal, sehingga di bawah pemerintahan Napoleon Perancis tumbuh menjadi the first class yang hampir menguasai seluruh daratan Eropa (sebagian besar Jerman, Belanda, Swiss, Polandia, dan Finlandia).5

Keberhasilan Perancis menguasai sebagian besar wilayah Eropa didukung oleh kekuatan militer yang dimiliki Perancis di bawah kekuasaan Napoleon. Selama masa hidupnya, Napoleon melakukan penyusunan strategi perang secara terus menerus yang pada akhirnya berdampak pada perubahan besar pada sistem militer di Eropa terutama pada artileri dan organisasi militer.6 Pada masa menjadi kaisar Perancis pada tahun 1804-1814, Napoleon menjadi semakin agresif dengan cita-cita nasionalismenya dalam bentuk slogan liberty, equality, dan fraternity, berusaha mengusik negara-negara kawasan Eropa lainnya yang dianggap strategis seperti Austria, Spanyol, Belanda, Prusia, Swiss, dan Rusia.

Berbagai keberhasilan Napoleon untuk menaklukan berbagai negara di kawasan Eropa telah mengakibatkan perubahan peta politik Eropa. Napoleon juga telah merusak batas-batas internasional yang sudah diatur sebelum perang terjadi. Wilayah Spanyol membentang hingga perbatasan Rusia telah jatuh ke tangan Napoleon pada tahun 1808. Namun, masih ada satu wilayah yang belum dapat dikuasai oleh Napoleon, yaitu Rusia. Napoleon sangat berambisi ingin menguasai Rusia dengan berbagai cara, bahkan Napoleon mengerahkan ratusan ribu pasukan untuk menyerang Rusia. Namun, upaya Napoleon untuk menguasai Rusia tidak berhasil dan hal ini menjadi salah satu momentum menurunnya kekuatan militer Perancis di bawah kekuasaan Napoleon yang telah dipertahankan selama bertahun-tahun. Dikutip dalam tulisan Trissusilo mengenai pemikiran Lanza,7 dikatakan tentang maksud dari Napoleon ingin menguasai Rusia pada tahun 1812, yaitu ‘ ... dengan maksud memaksa Kaisar Alexander I tetap mengikuti sistem kontinental yang diterapkannya dan memperkecil kemungkinan ancaman Rusia yang akan menginvasi Polandia’.8

Kemunduran kekuatan militer pasukan Napoleon pada saat menyerang Rusia diakibatkan oleh keadaan alam di Rusia yang beriklim “Continental” (suhu sangat panas jika musim panas, dan sangat dingin jika musim dingin). Keadaan alam yang tidak biasa bagi pasukan Napoleon dengan cuaca yang sangat dingin akhirnya membuat Napoleon menarik pasukannya kembali dan hal ini menjadi titik balik kekalahan Napoleon dalam Perang Rusia Tahun 1812. Kekalahan Napoleon dalam perang ini, menjadi kesempatan bagi Prusia, Swedia, Austria, dan beberapa negara kecil di Jerman untuk ikut kembali dalam peperangan. Namun, Napoleon tidak tinggal diam menanggapi hal ini, ia dengan cepat kembali membentuk tentara baru mencapai 400.000 tentara pada awalnya, namun pada tahun 1814 pasukan Napoleon berkurang menjadi 70.000 tentara akibat dari beberapa kekalahan Napoleon pada perang-perang kecil yang terjadi setelah Perang Rusia 1812 sampai tahun

4 Mohamad Havid, Balance of Power, https://www.academia.edu/7912444/Balance_Of_Power, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 03.22 WITA

5 Yuniarti S.IP., M.Si, 2016, Perebutan Kekuasaan Pasca Westphalia 1648 sampai dengan Perang Dunia I,

lembaran kuliah berupa Power Point dibagikan pada Mata Kuliah HI di Eropa, Universitas Mulawarman, Gedung Pascasarjana FISIP Ruang 12, Samarinda, 03 Oktober

6 Ario Trissusilo, loc. cit.

7 Penulis buku Napoleon and Modern War, His Military Maxims: Napoleon dan Strategi Perang Modern

(2010)

(3)

1814 saat Napoleon mulai memasuki wilayah Paris. Akhirnya, Napoleon kalah dan turun takhta pada tanggal 06 April 1814, tetapi pasukannya di Italia, Spanyol, dan Belanda masih terus melakukan perlawanan selama musim semi tahun 1814.9 Kekalahan Napoleon ini menjadi momentum berakhirnya Perang Koalisi VI yang berlangsung dari tahun 1812 hingga tahun 1814.

Babak perang baru dimulai kembali pada tahun 1815 pada saat pasukan Napoleon berhasil menggulingkan kekuasaan raja Louis XVIII. Pihak koalisi yang terdiri dari Inggris, Rusia, Prusia, Swedia, Austria, dan Belanda serta sejumlah negara kecil di Jerman mengumpulkan pasukan kembali untuk melawan pasukan Napoleon. Pada pertempuran kali ini, Napoleon berhasil membuat Prusia mundur dari peperangan akibat adanya serangan kejutan Napoleon ke posisi pasukan koalisi yang berada di Belgia. Kekalahan Prusia membuat Jenderal Wellington yang merupakan sekutu Prusia juga mundur dan kembali ke posisi semula di tebing Gunung Santa Jean, beberapa mil di selatan desa Waterloo. Napoleon yang semakin optimis dan yakin akan dapat menguasai Eropa kembali, membuat ia berusaha mengejar pasukan Wellington. Namun, usaha Napoleon untuk mengejar Wellington berhasil digagalkan oleh pasukan Prusia yang sempat bersatu kembali dan akhirnya mampu menyerang sayap kanan Perancis dalam jumlah besar, strategi Napoleon untuk memecah koalisi pun gagal.10 Kekalahan Napoleon dalam perang kali ini, menjadi penutup sejarah kekaisaran Napoleon di Perancis. Pertempuran ini dicatat dalam sejarah sebagai penutup dari seratus hari sejak larinya Napoleon dari pulau Elba. Pertempuran yang terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di dekat desa Waterloo (sekitar 15 km selatan ibu kota Belgia, Brussels) ini disebut sebagai Pertempuran Waterloo 1815,11 yang mana merupakan bagian dari Perang Koalisi VII tahun 1815.

Setelah kekalahan pasukan Napoleon pada periode Perang Koalisi VII, khususnya pada Pertempuran Waterloo 1815 akhirnya membawa perubahan besar dalam berbagai aspek di kawasan Eropa. Pertanyaan besar dalam permasalahan ini ialah bagaimana kemudian konstelasi politik di Eropa pasca kekalahan pasukan Napoleon pada Pertempuran Waterloo 1815. Dalam hal ini, penulis berusaha menggambarkan berbagai perubahan yang terjadi dalam tatanan atau pun konstelasi politik di Eropa pasca berakhirnya Perang Napoleon, khususnya Pertempuran Waterloo 1815.

Walau pun semasa Napoleon menjabat sebagai pemimpin negara berhasil menaklukan sebagian besar wilayah Eropa, namun setelah Perang Napoleon berakhir dominasi Perancis di Eropa secara otomatis lenyap dan kembali lagi seperti pada masa Louis XIV. Inggris pun muncul sebagai negara superpower di dunia dan tidak dapat dibantah lagi bahwa angkatan laut Inggris menjadi yang terkuat di dunia, demikian juga mereka menjadi negara maju di bidang ekonomi dan industri. Kuatnya pengaruh Inggris bukan berarti hilangnya pengaruh Perancis di kawasan Eropa. Cita-cita Revolusi Perancis yang pernah dibawa oleh Napoleon (seperti demokrasi, hak dan persamaan dalam bidang hukum, dll.) mulai diadopsi di banyak negara kawasan Eropa. Hal ini membuat para raja di Eropa kesulitan untuk mengembalikan hukum lama mereka dan terpaksa tetap memegang hukum-hukum yang diterapkan oleh

9 Wikipedia, “Peperangan Era Napoleon”, Ensiklopedia Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Peperangan_era_Napoleon diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 04.55 WITA

10 Ibid.

11 Wikipedia, “Pertempuran Waterloo”, Ensiklopedia Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia,

(4)

Napoleon. Bahkan hingga saat ini pun, beberapa dari hukum tersebut masih dipakai di Eropa yang secara jelas mengadopsi kode Napoleon.12 Beberapa hukum tersebut walau pun sebenarnya merupakan sumbangan Romawi pada bidang sistem hukum, namun sumbangan pemikiran Romawi tersebut semakin konkrit dengan adanya pengaruh kuat dari Napoleon, beberapa hukum tersebut di antaranya:

a. Ius Civile, hukum sipil khusus diberlakukan bagi warga sipil Romawi (atau saat ini Eropa), bukan warga lain;

b. Ius Gentium, hukum sipil yang diberlakukan tanpa memandang kewarganegaraan seseorang; dan

c. Ius Naturale, prinsip hukum yang memandang keadilan dan kebenaran sesuai dengan rasionalitas dan hakikat alam.

Ketiga hukum di atas, dapat dilacak di Perancis, Italia, Swiss, Jerman, Belanda, AS, dan beberapa negara jajahan dari negara yang mengadopsi sistem tersebut.13 Faham nasionalisme yang relatif baru pada saat itu berkembang dan mempengaruhi alur sejarah Eropa, mulai dari berdirinya negara baru atau berakhirnya suatu negara. Peta Politik di Eropa berubah drastis setelah Perang Napoleon, tidak lagi berbasis aristokrasi atau monarki mutlak, namun telah berubah menjadi sistem kerakyatan atau demokrasi.14 Tentu, perubahan peta politik Eropa ini sangat berlawanan dari masa sebelumnya dengan masa sekarang, sebab jika kita mencoba melihat pada pemikiran para filsuf Yunani Kuno yaitu Plato dan Aristoteles, maka dikatakan oleh mereka bahwa bentuk negara ideal yaitu negara yang menganut sistem aristokrasi dan monarki, sedangkan negara terburuk bagi mereka ialah negara yang menganut sistem demokrasi dan tirani.15 Pada faktanya, justru kebanyakan negara-negara di Eropa saat ini menganut sistem demokrasi. Padahal, sistem hukum dan lembaga politik Eropa lebih banyak dipengaruhi Yunani-Romawi, Napoleon pun lebih banyak mengadopsi pemikiran Romawi.

Ada pun, dalam pembagian wilayah, berakhirnya Perang Napoleon menyebabkan negara Jerman modern dan Italia modern berdiri dengan bergabungnya negara-negara bagian dan juga kerajaan-kerajaan kecil. Ide lain yang diadopsi dari Napoleon (walau pun dia sendiri gagal mewujudkannya) adalah harapan untuk mewujudkan Eropa yang bersatu (ide ini digulirkan lagi setelah Perang Dunia II) dan saat ini ide tersebut telah diwujudkan dengan adanya mata uang tunggal Uni Eropa yaitu Euro.16 Selain itu, Perancis mendapatkan kembali wilayahnya seperti semula sebelum terjadinya Perang Napoleon, Belanda merdeka dan wilayahnya diperluas (sistem hukum sipil Belanda juga mengikuti Code Civil Napoleon), Swiss merdeka dan mendapat jaminan keamanan dari negara-negara Eropa lainnya, Finlandia dan Polandia diserahkan ke Rusia, dan Eastern Rhineland dikembalikan kepada Prusia.17

Dari segi hukum internasional, setelah Pertempuran Waterloo 1815 berakhir, beberapa negara di kawasan Eropa kemudian melakukan perjanjian dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, perdamaian, dan perimbangan kekuasaan di Eropa yang diwadahi dalam suatu kongres bernama “Congress of Vienna” (Kongres Wina) pada tahun 1815. Kongres ini

12 Ibid.

13 Etha Pasan, S.IP., MA, 2016, Pilar-Pilar Pemikiran Politik Barat, lembaran kuliah berupa Power Point dibagikan pada mata kuliah Pemikiran Politik Barat, Universitas Mulawarman, FISIP Ruang 04, Samarinda, 07 September

14 Wikipedia, loc. cit.

15 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia, 2007) h. 25-48

16 Wikipedia, loc. cit.

(5)

dipelopori oleh 5 tokoh penting yang mewakili masing-masing negara dalam suatu koalisi yang sama yaitu Von Matternich dari Austria, Alexander I dari Rusia, Lord Caslereagh dari Inggris, Pangeran Karl August von Hadenberg dari Prusia, dan Charles Maurice de Talleyrand-Perigrod dari Perancis. Kongres ini diharapkan mampu memantapkan ide-ide nasionalisme dan demokrasi di kawasan Eropa akan tetapi pada kenyataannya kongres ini menjadi bentuk reaksi terhadap Perancis dan bahkan kongres ini justru dijadikan alat untuk memperluas wilayah kekuasaan melalui peperangan.18 Kongres Wina 1815 ini dirasa merugikan pihak Perancis akibat dari adanya beberapa keputusan yang merugikan Perancis, diantaranya Perancis harus membayar biaya perang sebesar 700 juta Franc, angkatan perang Perancis harus diistirahatkan selama 5 tahun, dan Perancis kembali ke bentuk asal, yaitu Monarkhi.19 Namun, tak ada satu pun keputusan yang dituruti oleh Perancis dari Kongres Wina ini, sebab bagi Perancis hal tersebut sangat merugikan negaranya.

Gagasan yang terbentuk untuk menciptakan Balance of Power dalam Kongres Wina mendorong lahirnya sistem Concert of Europe yang memiliki tujuan untuk memelihara persebaran teritori antar negara-negara Eropa.20 Konstelasi politik di Eropa menimbulkan adanya revolusi industri yang juga merubah keadaan dunia dan perkembangan sejarah hubungan internasional dengan mendorong lahirnya kolonisasi. Hingga pada akhirnya, sistem

Councert of Europe yang telah dibentuk perlahan-lahan mengalami degidrasi dan keadaan dunia menjadi tidak stabil sejak tahun 1914 dikarenakan konflik yang mempengaruhi situasi internasional pada masa itu dan adanya Revolusi Industri oleh pihak Inggris yang hanya berfokus pada ekonomi dan produksi.21 Sejak saat itulah, pengaruh Perancis sudah mulai hilang dan didominasi oleh pengaruh Inggris dalam beberapa aspek seperti ekonomi, sosial, dan politik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konstelasi politik di Eropa pasca kekalahan pasukan Napoleon dalam Pertempuran Waterloo 1815 mengalami berbagai dinamika dan konsekuensi yang cukup besar yang dapat dilihat dari berbagai aspek mulai dari pelimpahan kekuasaan, pembagian wilayah, tatanan politik, hukum internasional, kehidupan sosial, dan keadaan ekonomi masing-masing negara di Eropa yang mempengaruhi jalannya perpolitikan di kawasan tersebut. Adanya perjanjian yang dilakukan oleh negara-negara yang terlibat pasca berakhirnya Perang Napoleon ditujukan untuk menciptakan perdamaian terbukti dengan diadakannya Kongres Wina 1815 dan pembentukan sistem

Councert of Europe. Namun, perdamaian yang didambakan dalam bentuk penyatuan Eropa secara utuh tidak dapat terwujud sejak Napoleon memerintah sampai Eropa saat ini. Hal ini dapat terlihat dari berbagai konstelasi politik Eropa yang berubah-ubah dan saling melakukan pengaruh satu sama lain. Pada akhirnya, Perancis yang dulu berjaya di bawah kekuasaan Napoleon, saat ini harus menurunkan pengaruhnya akibat dari kekuatan Inggris yang saat ini semakin terlihat pasca Revolusi Industri terjadi dan dampak yang dihasilkan pun juga mempengaruhi politik internasional di kawasan lain di luar Eropa.

18 Yuniarti S.IP., M.Si, op. cit. h. 9

19Ibid., h. 12

20 Charles Seignobos, 1815-1915 From The Congress of Vienna to The War of 1914, diterjemahkan oleh P.E. Matheson, Librairie Armand Colin, dan Boulevard Saint-Michael dengan judul yang sama (Paris, 1915) h. 1-38

(6)

Referensi:

Havid, Mohamad, Balance of Power,

https://www.academia.edu/7912444/Balance_Of_Power, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 03.22 WITA

Laksono, Dina Arumsari, Diplomasi Concert of Europe sampai dengan Perang Dunia I,

https://dinda-arumsari-laksono-fisip14.web.unair.ac.id, diakses pada 27 Oktober 2016 pukul 12.13 WITA.

Pasan, Etha, 2016, Pilar-Pilar Pemikiran Politik Barat, lembaran kuliah berupa Power Point dibagikan pada mata kuliah Pemikiran Politik Barat, Universitas Mulawarman, FISIP Ruang 04, Samarinda, 07 September

Seignobos, Charles, 1915, 1815-1915 From The Congress of Vienna to The War of 1914,

diterjemahkan oleh P.E. Matheson, Librairie Armand Colin, dan Boulevard Saint-Michael dengan judul yang sama, Paris.

Suhelmi, Ahmad, 2007, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia.

Tawon, Republik Eusosialis, Perang Napoleon, Ketika Perancis Menjadi Pengganyang Eropa, http://www.re-tawon.com/2016/01/perang-napoleon-ketika-perancis-menjadi.html, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 02.09 WITA

Trissusilo, Ario, 2015, Perang Koalisi VI: Suatu Kajian Mengenai Kekalahan Pasukan Napoleon dalam Pertempuran Di Rusia (1812), Tesis Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, diakses pada 27 Oktober 2016 pukul 02.59 WITA, Perpustakaan UPI,

http://repository.upi.edu/17665/3/S_SEJ_0901763_chapter1.pdf

Wikipedia, “Peperangan Era Napoleon”, Ensiklopedia Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Peperangan_era_Napoleon diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 04.55 WITA

Wikipedia, “Pertempuran Waterloo”, Ensiklopedia Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Waterloo diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 05.25 WITA

Referensi

Dokumen terkait

mengambil resiko keutamaan, kreativitas, dan keteladanan dalam menangani usaha atau perusahaan dengan berpijak pada. kemauan dan

Dan kontribusi dari hasil belajar MKKP terhadap kesiapan mahasiswa untuk mengikuti PPL di SMKsebesar dua puluh lima persen dan sisanya kesiapan mahasiswa

Berdasarkan penelitian dan analisis data penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Zat pengatur tumbuh BAP pada konsentrasi 0,5 ppm berpengaruh

• Menyedari kepentingan dan manfaat dari kajian seperti ini, topik ini diutarakan bagi mengaitkan P&P dan teknologi, iaitu; aplikasi atas talian khas untuk P&P bahasa yang

Kyai Muadz Al-Barkazi selaku pengasuh Pondok Pesantren Tahfiizh Al- Qur‟an Putri Al-Yamani adalah satu-satunya pembimbing ( guru ) dalam menghafal Al- Qur‟an santri. Pada

The results indicate that on-the-job training (including the initial training, informal training, mentoring, coaching, and the availability of resources) improve the

Penulisan ilmiah ini akan membahas mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat desain, pembentukan elemen, penggabungan

Bila dikaji dengan 10 (sepuluh) isu permasalahan yang dapat menghambat implementasi Balanced Scorecard pada suatu organisasi menurut Niven (2003, h. 317), maka tidak