• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hagemoni: Jejak Bahasa POlitik Pasca MOU Helsinki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hagemoni: Jejak Bahasa POlitik Pasca MOU Helsinki"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

PUBLISHING

BANDAR

PUBLISHING

BANDAR

PUBLISHING

BANDAR

PUBLISHING

BANDAR

Lamgugop, Syiah Kuala Banda Aceh, Provinsi Aceh Email. [email protected] www.bandarpublishing.com

bandar.publishing @bandarbuku Bandar Publishing 08116880801

Firdaus M. Yunus - Raina Wildan - Syamsul Rijal Lukman Hakim - Syarifuddin - Munawarah

Mutiara - M. Fathin Shafly Marzuki Muhammad Zunuwanis - Rizki Putri

JEJAK BAHASA POLITIK PASCA MOU HELSINKI

Pasca Perjanjian Helsinki telah terjadi banyak perubahan di Aceh, termasuk munculnya berbagai bahasa yang menghegemoni. Beberapa kata dan frasa dianggap sebagai hegemoni dan dapat menimbulkan rasa takut dan tekanan-tekanan pada kelompok tertentu dan masyarakat luas. Politisasi bahasa merupakan hal yang umum terjadi selama dan setelah konflik.

Istilah-istilah yang dipolitisasi cenderung menakutkan banyak orang, termasuk istilah "diamankan,

disekolahkan, separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Orang Tak Dikenal (OTK)". Istilah-istilah ini sangat menghegemoni bagi masyarakat di Aceh pada saat itu, meskipun beberapa istilah tersebut jarang digunakan hari ini. Kemudian beberapa istilah lain muncul menjelang pemilukada pertama pasca MoU Helsinki, seperti istilah "Orang yang Belum Teridentifikasi" (OBT), "Orang yang Tidak

Bertanggung Jawab" (OTB), dan "Pelaku yang Belum Teridentifikasi" (PBT).

Penggunaan istilah-istilah ini menunjukkan bahwa bahasa telah dieksploitasi sedemikian rupa untuk keuntungan politik pribadi dan kelompok, fenomena ini sebagai upaya mencegah masyarakat berpikir kritis.

HEGEMONI

JEJAK BAHASA POLITIK PASCA MOU HELSINKI

HEGEMO NI

JEJAK BAHASA POLITIK PASCA MOU HELSINKI

HEGEMONI

Referensi

Dokumen terkait