• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Elephant Flying Squad Pasukan gaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Elephant Flying Squad Pasukan gaj"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian

Elephant Flying Squad

(Pasukan gajah Reaksi Cepat)

tahun 2012 untuk mitigasi

konflik Gajah

Manusia di

Desa Lubuk Kembang Bunga

dan sekitarnya

Didukung dan didanai oleh WWF – US, WWF Swedia dan WWF France

(2)

Technical Report on 016/CM/2013

Kajian

Elephant Flying Squad

(Pasukan gajah Reaksi Cepat) tahun 2012 untuk

mitigasi konflik Gajah

Manusia di Desa Lubuk Kembang Bunga dan sekitarnya

Oleh Syamsuardi & Wishnu Sukmantoro

Pendahuluan

Gajah sumatera merupakan spesies penting di Pulau Sumatera. Gajah dikenal sebagai megafauna yang terancam punah dan masuk katagori critically endangered species untuk sub spesies di Sumatera (IUCN 2012). Sejak tahun 1931 - sekarang, Gajah Sumatera dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi (Dierenbeschermings Verordening Staatblad, 1931, No.134) dan termasuk satwa yang tidak boleh diperdagangkan (Appendix 1 CITES). Sehingga, upaya perlindungan (terutama habitat dan perburuannya) dan meminimalkan konflik dengan manusia yang mengakibatkan kematian gajah, menjadi langkah strategis yang dapat dipilih untuk wilayah Sumatera.

Sejak tahun 2000an, WWF Indonesia mengembangkan mitigasi konflik gajah dengan manusia di Sumatera terutama di Riau. Mitigasi konflik diarahkan dalam upaya mencegah dan mengurangi konflik gajah dengan manusia dan salah satu aspek pengembangan konservasi gajah di Indonesia. Mitigasi konflik tersebut melibatkan teknik melakukan mitigasi. Teknik melakukan mitigasi dibagi menjadi dua bagian yaitu teknik mitigasi tradisional dan modern. Teknik mitigasi tradisional adalah teknik mitigasi hasil karya lokal yang diwariskan turun temurun misalnya dalam penggunaan api unggun atau obor dalam mengusir gajah. Teknik ini telah lama diperkenalkan masyarakat Sumatera dan Jawa (waktu masih terdapat populasi gajah) dalam mengusir satwa terutama gajah waktu itu. Teknik lain adalah dengan menggunakan kentongan atau bunyi-bunyian.

(3)

Elephant Flying Squad merupakan metode mitigasi konflik dengan mempergunakan minimal 4 ekor gajah jinak dan memiliki tugas untuk patrol, pengusiran dan penggiringan gajah liar ke habitat asalnya pada saat konflik dengan masyarakat atau gajah liar datang ke kebun masyarakat. WWF Indonesia telah mengembangkan teknik ini sejak tahun 2004 di desa Lubuk Kembang Bunga. Dari tingkat efektifitas penurunan konflik sejak tahun 2004 – 2010, konflik dan kerugian akibat konflik dapat diturunkan mencapai 63,8 % - 78,7% (Syamsuardi et. al. 2010, Sukmantoro et. al. 2011). Dari hasil ini juga, keterlibatan masyarakat dalam membantu teknik mitigasi ini relatif tinggi yaitu 50%. Dalam perkembangannya, prosedur operasional standar dibangun untuk meningkatkan efektivitas flying squad dan tim ini memulai penggunakan database MIST untuk kegiatan patrol.

Laporan tahun 2012 ini merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi dari efektivitas flying squad dan untuk mengukur kemampuan flying squad dan kinerja dari tahun ke tahun. Selain itu, laporan tahun 2012 ini sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan dan WWF Indonesia untuk melakukan perbaikan dan menyempurnakan dalam sistem tata kelola flying squad di masa datang.

Metode

Pengumpulan dan kompilasi data ini dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas flying squad untuk mitigasi konflik gajah – manusia di desa Lubuk Kembang Bunga dan sekitarnya. Selain itu, pengumpulan dan kompilasi data ini juga berguna untuk melihat karakteristik gajah liar yang datang ke desa tersebut dari waktu ke waktu. Tujuan dari mengetahui pola dan karakter gajah liar adalah untuk menentukan strategi yang tepat dalam penanganan gajah liar terutama untuk tujuan mitigasi konflik.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode patroli yang dilengkapi dengan formulir data dari masing-masing individu di Flying Squad. Patroli gajah dilakukan setiap Hari selasa dan Sabtu dan patroli bermotor. Di dalam patroli, anggota tim memasukkan informasi temuan dan data kedatangan gajah berdasarkan formulir data yang telah dibuat. Informasi temuan dan kedatangan gajah dicatat secara spasial oleh anggota tim menggunakan GPS. Pada saat pengusiran dan penggiringan, tim flying squad juga dilengkapi formulir data tersendiri.

(4)

Hasil Pemantauan dan Diskusi

1. Kedatangan Gajah

Pada tahun 2009 diperkirakan 55 individu gajah liar yang sampai ke wilayah operasional Flying Squad (Desa Lubuk Kembang Bunga) dengan total 19 kali kedatangan. Dari 19 kali kedatangan, konsentrasi gajah yang masuk ke dalam dan sekitar desa LKB berada pada bulan Maret, Juli, Agustus dan September, dimana puncaknya terjadi pada bulan September yaitu 5 kali kedatangan. Pada bulan Januari, Februari, April Mei, Oktober, November dan Desember tidak ada kedatangan gajah liar di Desa lubuk kembang bunga, hal ini juga dipengaruhi dengan tingginya aktifitas masyarakat di daerah jelajah gajah (perambah hutan yang masuk di areal habitat gajah). Semakin tinggi aktifitas masyarakat maka semakin lambat pergerakan gajah untuk mengikuti jalurnya dan kondisi ini hanya berlaku untuk gajah yang berkelompok (Sukmantoro et. al., 2011).

Pada tahun 2010 terjadi kenaikan jumlah kedatangan gajah di Desa Lubuk kembang Bunga dibandingkan tahun 2009. Tahun 2010 tercatat 21 kali kedatangan gajah dengan perkiraan jumlah gajah yang datang adalah 142 individu. Tahun 2010, hampir seluruh bulan di tahun tersebut, terjadi kedatangan gajah, kecuali pada bulan Juni dan Oktober. Puncak kedatangan terjadi pada bulan Februari, April, Mei dan Juli yaitu 3 kali kedatangan.

Pada tahun 2012, tim Flying Squad mencatat kedatangan gajah berjumlah 33 kali di Desa Lubuk Kembang Bunga. Catatan ini meningkat dibandingkan tahun 2009 dan 2010. Catatan kedatangan gajah tersebut diikuti dengan analisa proporsi berdasarkan umur, ukuran kelompok dan jumlah kedatangan per satuan waktu dalam satu hari.

a. Kedatangan Gajah Sumatera per bulan

Tahun 2012, sejak januari sampai desember, tim Flying Squad mencatat kedatangan gajah. Total kedatangan gajah tahun 2012 adalah 33 kali kedatangan dimana puncak kedatangan terjadi pada bulan April yaitu 7 kali dan Mei yaitu 6 kali. Pada bulan Juli sampai September tidak tercatat kedatangan gajah ke Desa Lubuk Kembang Bunga. Rata-rata kedatangan gajah per bulan dari total kedatangan gajah adalah 3 kali.

(5)

Grafik 1. Frekuensi Kedatangan Gajah per bulan di Tahun 2012

b. Ukuran kelompok Gajah

Dari hasil pengumpulan data kedatangan gajah di tahun 2012, kedatangan gajah soliter atau single adalah terbanyak yaitu 19 kali, sedangkan gajah berpasangan atau (pair) hanya 12 kali dan gajah kelompok hanya 2 kali. Untuk gajah kelompok, diperkirakan 10 individu jumlah gajah kelompok yang datang ke desa Lubuk Kembang Bunga. Informasi tercatat pada tanggal 6 dan 16 Oktober 2012 di Lubuk Bali (00 10'31,9"- 101 59,08,4") dan Perbekalan (00 10'36,1” - 101 58'14,0”) .

Dari catatan – catatan sebelumnya, gajah soliter yang paling sering muncul, umumnya adalah gajah jantan soliter (bull). Tahun 2005 -2006, frekuensi gajah soliter adlah 21 kali kedatangan dan hanya 3 kali kedatangan rombongan gajah >10 individu. Tahun 2007, Sembilan kali kedatangan gajah soliter dan 14 kali kedatangan gajah soliter tahun 2008. Persentase kedatangan gajah soliter tahun 2005-2008 adalah 49,4 % dan untuk ukuran 2-6 ekor adalah 23,6%, ukuran jumlah kelompok 6-10 individu adalah 22,5% sedangkan persentase untuk ukuran kedatangan gajah >10 ekor adalah 4,5%. Tahun 2006, pernah ada catatan kedatangan gajah lebih dari 30 individu ke Lubuk Kembang Bunga (Syamsuardi et. al. 2009). Tahun 2009, komposisi kelompok gajah yang datang ke LKB yaitu gajah tunggal sebanyak 12 kali, gajah kelompok yaitu 6 kali dan gajah campuran sebanyak 1 kali. Tahun 2010, komposisi kelompok yang datang ke LKB yaitu gajah tunggal sebanyak 8 kali, gajah kelompok sebanyak 5 kali dan campuran sebanyak 2 kali. Dari pengumpulan informasi tahun 2010, kedatangan terbanyak dari gajah tunggal terutama gajah soliter. Gajah campuran hanya sebanyak 1 kali perjumpaan oleh tim flying quad. Tahun 2010, juga dijumpai beberapa gajah soliter sedang masa berahi (Sukmantoro et. al. 2011).

Untuk melihat gambaran lebih jelas mengenai ukuran kelompok gajah tahun 2012 berdasarkan kedatangan gajah liar ke desa Lubuk Kembang Bunga dapat dilihat dalam grafik 2. Di bawah ini;

4

3

1 7

6

3

0 0 0

4

3

2

(6)

Grafik 2. Ukuran Kelompok Gajah yang datang ke Lubuk Kembang Bunga tahun 2012

c. Interval Umur Gajah

Untuk internal umur gajah, catatan tahun 2012 untuk kedatangan gajah, 33 kali kedatangan, 33 kali kedatangan gajah dewasa dan diantara kedatangan gajah dewasa, 2 kali juga kedatangan gajah anak, terutama pada saat rombongan gajah berjumlah 10 individu. Tidak ada catatan gajah remaja pada saat kedatangan gajah. Total gajah anak yang teridentifikasi adalah 3 individu dalam satu kelompok gajah yang berjulah 10 individu baik pertemuan di Lubuk Bali maupun Perbekalan (lihat posisi kedatangan gajah tersebut di ukuran kelompok gajah).

Catatan tahun 2005 – 2006 dari lebih dari 30 kali kedatangan gajah, 27 kedatangan merupakan individu dewasa sedangkan 3 kali kedatangan diestimasi remaja. Beberapa catatan lain tidak diketahui kelompok umurnya. Tahun 2005-2006, gajah dewasa yang umum datang adalah gajah jantan (bull) yang diantaranya pada masa birahi. Gajah-gajah jantan soliter ini beberapa kali melakukan penyerangan di wilayah kebun desa Lubuk Kembang Bunga. Dari hasil analisa data EFS yang dilakukan tahun 2009, klasifikasi umur dewasa (>10 tahun) memiliki nilai tertinggi yaitu 12 kali kedatangan di tahun 2009. Kedatangan gajah dewasa umumnya adalah gajah jantan dewasa yang soliter atau dalam kelompok kecil mencari pasangan (bull). Nilai tertinggi kedua adalah pada klasifikasi campuran (beberapa individu gajah yang berbeda umur (anak-anak, remaja dan dewasa atau anak-anak dan dewasa) datang ke LKB. Jumlah kedatangan klasifikasi campuran adalah 6 kali (tahun 2009). Tahun 2010, kelompok umur campuran lebih dominan dengan 13 kali dan 8 kali untuk kedatangan gajah dewasa. Kedatangan gajah dalam klasifikasi campuran (umur) ini umumnya adalah dalam konteks berkelompok (herd) atau dalam satu kelompok. Tahun 2009-2010, dai informasi mahout gajah dan masyarakat, terjadi beberapa kelahiran anak gajah liar dalam kurun waktu tersebut. Hal ini akan menarik, apabila dalam kurun waktu di masa datang, apabila habitat tidak terganggu, populasi gajah akan bertambah. Tahun 2010 (bulan februari)

19

12

2

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

single Berpasangan Berkelompok

(7)

juga diwarnai dengan 2 individu gajah mati di sebelah timur EFS Lubuk kembang Bunga. Usia gajah tersebut diperkirakan 4-6 tahun, jadi sebenarnya dinamika populasi dari gajah liar di dalam TN Tesso Nilo menunjukkan peningkatan jumlah anak gajah, meskipun habitat yang terus mengalami degradasi (Syamsuardi et. al. 2010, Sukmantoro et. al. 2011). Grafik 3 dibawah ini menggambarkan interval umur gajah berdasarkan kedatangan gajah liar tersebut ke Desa Lubuk Kembang Bunga.

Grafik 3. Interval Umur Gajah liar berdasarkan jumlah kedatangannya ke Desa Lubuk Kembang Bunga

d. Kedatangan gajah berdasarkan waktu

Umumnya kedatangan gajah untuk data tahun 2012, dominannya adalah di pagi – siang hari antara pukul 06:00 – 12:00 dengan 14 kali kedatangan, tetapi kedatangan di malam hari (18:00 – 00:00) juga tinggi yaitu 11 kali. Antara jam 12:00 – 18:00 hanya 2 kali kedatangan. Untuk waktu 00:00 – 06:00 pagi hari adalah nol, ini mungkin disebabkan kegiatan patroli dan informasi masyarakat tidak berada di waktu ini atau posisi tim dan masyarakat sedang istirahat.

Sebagai perbandingan, data tahun 2005-2006, kedatangan gajah didominasi dengan kedatangan di malam hari, sedangkan di siang hari hanya 14 kali dan 5 kali di sore hari. Gajah liar di banyak masuk ke areal perkebunan masyarakat lebih banyak dilakukan pada malam hari. Data tahun 2009, 79 % (11 kali) gajah datang pada malam hari dan hanya 3 kasus kedatangan di pagi dan sore hari. Pada siang hari tidak ada gajah yang bergerak menuju lahan masyarakat. Pada tahun 2010, 8 kasus (40%) kedatangan gajah terjadi pada malam hari. Pada siang hari, terjadi kasus kedatangan gajah sebanyak 6 kali (30%) dan 4 kali kedatangan gajah pada sore hari. Pada tahun 2009 dan 2010, dari pola kedatangan pada malam hari adalah dominan (terjadi penurunan kedatangan gajah pada malam hari di tahun 2010 dari data tahun

33

0

2

0 5 10 15 20 25 30 35

Dewasa Remaja Anak

(8)

2009), tetapi tahun 2010 terjadi kenaikan persentase kedatangan gajah pada pagi-sore hari (terutama siang hari) yaitu sebesar 39 % (Syamsuardi et. al. 2010, Sukmantoro et. al. 2011).

Grafik 4. Jumlah kedatangan gajah berdasarkan ukuran waktu perjumpaan di Desa Lubuk Kembang Bunga

2. Informasi Kedatangan Gajah

Informasi kedatangan gajah ini penting bagi tim Fying squad karena penerimaan informasi gajah liar melibatkan masyarakat di desa Lubuk Kembang Bunga dan sekitarnya dan penerimaan informasi ini adalah juga hasil dari inisiatif masyarakat dalam mendukung keberadaan flying squad di desa tersebut. Catatan tahun 2005 – 2008, informasi terbanyak mengenai kedatangan gajah adalah dari patrol tim Flying Squad. Misalnya tahun 2005-2006, patroli sepeda motor melaporkan 24 kali informasi kedatangan gajah dan kedua adalah pemilik lahan yaitu 15 kali. Kemudian laporan juga berasal dari masyarakat desa non pemilik yaitu 7 kali informasi. Tahun 2007 dan 2008, informasi dari patroli flying squad berturut – turut adalah 14 kali dan 12 kali kedatangan gajah. Informasi dari masyarakat hanya 6 dan 5 kali saja.

Tahun 2009 saja, peran pemilik kebun cukup besar sebagai suplai informasi yaitu mencapai 46%. Pemilik kebnun adalah orang yang memiliki kebun yang lahan kebunnya akan atau dimasuki oleh gajah liar. Tahun 2009, patroli rutin dengan sepeda motor dilakukan seperti tahun-tahun lalu. informasi yang dilakukan dengan mengunakan sepeda motor terutama pada malam hari berkontribusi terhadap suplai informasi sebanyak 27 %, sedangkan untuk patroli gajah berkontribusi sebagai penunjang informasi kedatangan gajah yaitu 9% dan lain-lain (dari petugas, pertemuan anggota flying squad tidak dalam kegiatan patroli atau gajah masuk flying squad sebanyak 18%. Informasi masyarakat baik masyarakat

0

14

2

11

0 2 4 6 8 10 12 14 16

00 - 06:00 06:00 -12:00

12:00 -18:00

18:00 - 00

(9)

Lubuk Kembang Bunga maupun diluar desa tersebut (dalam konteks di luar pemilik lahan) adalah nol atau tidak ada pengaduan di tahun 2009.

Pada tahun 2010, informasi kedatangan gajah dari pemilik lahan menurun yaitu hanya 8 % dan tahun tersebut terdapat peranan masyarakat lain di luar pemilik lahan yaitu 8 % sebagai suplai informasi kedatangan gajah. Peran terbesar sebagai suplai informasi kedatangan gajah yaitu dari patroli gajah sebesar 42%, lain-lain (informasi petugas atau petugas flying squad diluar kegiatan patroli) sebesar 29% dan patroli kendaraan (sepeda motor) sebesar 13%. Tahun 2010, patroli gajah dan sepeda motor memang lebih intensif di Taman nasional terutama tahun 2010 dimulainya patroli gabungan yang melibatkan 4 flying squad di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (Sukmantoro et. al. 2011).

Tahun 2012, terjadi kenaikan informasi kedatangan gajah dari masyarakat dibandingkan dengan informasi dari katroli yaitu 15 kali informasi dari masyarakat dan 7 kali dari patrol motor dan 6 kali dari patrol gajah. Identifikasi kedatangan gajah non patroli dan bukan dari masyarakat adalah 5 kali trutama kedatangan gajah ke camp flying squad atau tiba-tiba anggota tim flying squad mengidentifikasi kedatangan gajah liar saat pergi atau keluar camp.

Untuk mengetahui informasi kedatangan gajah dari msyarakat, patroli dan non patroli non masyarakat dapat dilihat dalam grafik 5. dibawah ini.

Grafik 5. Informasi Kedatangan gajah dari kegiatan patrol dan informasi masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga

5

7

6

15

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Tim FS non patroli

FS patroli motor

FS Patroli gajah

Masyarakat

(10)

3. Cara-cara Penanganan Konflik

a. Pengecekan lokasi dan pengusiran

Dari pengumpulan data tahun 2012, ada tiga tipe penanganan konflik yaitu pengecekan lokasi dan pengawasan, pengusiran dan penggiringan. Untuk tipe pengecekan lokasi dan pengawasan dapat dilakukan tanpa menggunakan gajah, sedangkan untuk pengusiran dapat dilakukan dengan gajah jinak flyng squad atau tanpa gajah jinak yaitu dengan menggunakan meriam karbit (carbid canon) yang dibunyikan dengan strategi tertentu.

Tahun 2012, dari 33 kali kedatangan gajah, 28 kali dilakukan pengecekan lokasi, 21 kali dilakukan pengusiran dalam upaya pengecekan lokasi-pengusiran dan 5 kali dilakukan pengawasan atau penjagaan oleh masyarakat di pintu masuk gajah. Puncak pengecekan-pengusiran dilakukan pada bulan April sebanyak 7 kali, sedangkan pengecekan-pengusiran juga dilakukan di bulan januari (4 kali), februari (3 kali), maret (1 kali), mei (4 kali) dan desember (2 kali). Beberapa tindakan hanya dilakukan pengecekan lokasi karena gajah sudah tidak masuk ke kebun atau ladang masyarakat misalnya di bulan Mei 2 kali, Juni 3 kali dan November 2 kali. Dalam pengusiran yang diikuti penggiringan dilakukan sebanyak 6 kali dengan mempergunakan gajah Flying Squad. Dari informasi ini yang menarik adalah beberapa kali pengecekan lokasi di wilayah lahan masyarakat yang berada di dalam kawasan Taman Nasional (perambah) di sekitar Desa Lubuk Kembang Bunga – Air Hitam.

Sebagai perbandingan, upaya yang dilakukan tahun 2005-2008 adalah masim minim dalam strategi sehingga upaya pengecekan misalnya tahun 2007 hanya dilakukan 5 kali tetapi 15 kali dilakukan pengusiran gajah dan tahun 2008, hanya 4 kali pengecekan tetapi tim pada saat gajah liar datang, tim langsung melakukan pengusiran yaitu 9 kali. Pengusiran gajah dilakukan pada tahun 2009 dan 2010. Total kedatangan tahun 2009 adalah 19 kali dan tahun 2010 adalah 21 kali. Upaya pengusiran yang dilakukan adalah menggunakan gajah flying squad sebanyak 2 kali dan pengusiran tanpa gajah sebanyak 7 kali. Tahun 2009 juga terdapat 10 kasus yang dilakukan tanpa pengusiran. Jadi tahun 2009 terjadi 9 kali pengusiran. Pada tahun 2010, terjadi pengusiran menggunakan gajah flying squad sebanyak 5 kali dan tanpa gajah adalah 11 kali. Ada 4 kasus kedatangan gajah yang dilakukan tanpa pengusiran tahun 2010. Jadi total pengusiran tahun 2010 adalah 15 kali. Kasus pengusiran tanpa menggunakan gajah adalah dengan mitigasi konflik bersama-sama masyarakat melakukan pengusiran dengan meriam karbit atau alat-alat untuk menghalau gajah misalnya kentongan. Penggunaan meriam karbit adalah salah satu bentuk mitigasi konflik gajah manusia bersama-sama dengan penggunaan flying squad. Upaya pengusiran dapat dilakukan dalam waktu singkat atau lama dan biasanya gajah Bull (jantan) dan berahi adalah rata-rata terlama waktu untuk mengusirnya (Syamsuardi et. al. 2010, Sukmantoro et. al. 2011).

(11)

Grafik 6. Tindakan pengecekan lokasi dan pengusiran gajah liar per bulan di Desa Lubuk Kembang Bunga

b. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengecekan lokasi dan pengusiran

Frekuensi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengecekan dan pengusiran gajah adalah merata dan tinggi. Partisipasi masyarakat tertinggi tercatat di bulan April yaitu melibatkan 56 orang untuk 7 kali pengecekan lokasi atau rata-rata 8 orang per tindakan dan 42 orang berpartisipasi dalam 7 kali pengusiran atau rata-rata 6 orang per tindakan pengusiran. Pada bulan Januari, 23 orang berpatisipasi dalam pengecekan lokasi dan 5 orang ikut dalam pengusiran gajah. Pada bulan Februari, 14 orang berpartisipasi dalam pengecekan lokasi dan 5 orang ikut dalam pengusiran gajah. Di bulan mei, catatan ini tinggi pula dimana 26 orang berpartisipasi melakukan pengecekan lokasi dan 16 orang ikut dalam pengusiran gajah. Adakalanya masyarakat tidak terlibat dalam pengusiran gajah (hanya melakukan pengecekan lokasi), karena ada dua alasan yaitu pengusiran gajah cukup dilakukan oleh anggota tim flying squad dan posisinya adalah pengusiran-penggiringan. Pada posisi pengusiran-penggiringan, gajah liar tidak dapat dikontrol pergerakannya sehingga dilakukan penggiringan menggunakan gajah jinak flying squad dan kondisi ini sangat berbahaya bagi masyarakat dan dalam SOP penggiringan, masyarakat tidak boleh ikut dalam upaya ini.

Dari data tahun 2009 dan 2010, tingkat partisipasi masyarakat tinggi yaitu 53% (10 kali upaya pengecekan dan pengusiran gajah) di tahun 2009 dan 57% (12 kali upaya pengecekan dan pengusiran gajah) di tahun 2010. Partisipasi masyarakat difokuskan pada saat pengecekan lokasi konflik (tidak saat melaporkan kedatangan) dan pengusiran. dari tahun 2009 dan 2010, dukungan atau partisipasi masyarakat meningkat 4 % untuk kegiatan tersebut. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan kedatangan gajah di tahun 2010, dalam konteks flying squad, keterlibatan masyarakat dibatasi sampai pengusiran saja (Sukmantoro et. al. 2011).

(12)

Grafik 7. Keterlibatan masyarakat dalam pengecekan lokasi dan pengusiran gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga

Tingkat partisipasi masyaraat sangat tinggi dalam pengecekan-pengusiran tahun 2012. Dari kompilasi data, tingkat partisipasi masyarakat untuk pengecekan adalah 22 kali dari 28 kali pengecekan lokasi di tahun 2012. Dalam pengusiran gajah liar, 12 kali masyarakat ikut melakukan pegusiran gajah dari 21 kali kegiatan pengusiran tahun 2012. Jadi apabila dikalkulasi seluruhnya dan dipersentasekan, partisipasi masyarakat dalam pengecekan – pengusiran gajah liar yang masuk ke desa adalah 69%. Tingkat partisipasi ini leih tinggi dari tingkat partisipasi masyarakat tahun 2009 dan 2010 yaitu 53 % (2009) dan 57% (2010). Data tahun 2005-2006 tingkat partisipasi masyarakat hampir sama dengan tingkat partisipasi masyarakat tahun 2009-2010 antara 50 – 60%.

Grafik 8. Partisipasi masyarakat dalam pengecekan – pengusiran gajah liar dan persentase partisipasinya di Desa Lubuk Kembang Bunga

(13)

4. Kerugian masyarakat akibat konflik

Dari tingkat kerugian masyarakat di tahun 2012, 45 kasus kerugian masyarakat yang tersebar selama satu tahun. Dari 45 kasus kerugian di masyarakat (dimana 33 kasus ini teridentifikasi melalui informasi kedatangan gajah dan 12 kasus kerugian tidak terdeteksi oleh tim flying squad (karena tidak ada informasi untuk pendataan dan tindakan)), 437 batang sawit rusak oleh gajah liar, 18 pohon karet hancur dan 2 pondok kerja rusak oleh gajah liar.

Jika dibandingkan dengan kasus kerusakan tahun 2005 – 2010, catatan tahun 2012 adalah yang signifikan tertinggi. Tahun 2005 dan 2006, jumlah kasus kerugian yang tercatat adalah 23 kasus. Tahun 2007, jumlah kasus turun menjadi 17 kasus kemudian turun kembali tahun 2008 menjadi 10 kasus, 2009 naik menjadi 11 kasus kerugian dan tahun 2010 turun kembali menjadi 8 kasus. Tetapi tahun 2012, ada 45 kasus kerugian (Sukmantoro et.al 2011). Kemudian pencatatan jumlah tanaman budidaya yang dirusak gajah liar mulai di catat di tahun 2009 dimana tahun 2009, catatan 110 pohon sawit, 1 buah kelapa dan 8 pohon pisang dirusak. Tahun 2010, angka ini turun menjadi 48 pohon sawit, 5 pohon karet, 1 pohon bamboo dan 6 pohon pisang. Untuk lebih jelas mengenai tanaman atau material yang dirusak gajah liar tahun 2012 di Desa Lubuk Kembang Bunga dapat dilihat dalam grafik 9.

Grafik 9. Material yang dirusak gajah liar dalam 45 kasus kerugian masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga dan sekitarnya

437

18

2 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Sawit Karet Pondok kerja

(14)

5. Pola kedatangan gajah liar, tingkat partisipasi masyarakat dan trend (pola kecenderungan) kerugian masyarakat

Dari data tahun 2007-2012, pola kedatangan gajah random dimana pada bulan Juli-Agustus tahun 2012 tidak terjadi kedatangan gajah tetapi pada tahun 2009 di bulan yang sama, kedatangan gajah berjumlah 5-6 kali. Indikasi kedatangan gajah yang random dan fluktuatif dapat terlihat dari hasil analisa data tahun 2009-2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sukmantoro et. al. 2011 menyatakan dinamika kedatangan gajah liar terlihat acak pada tahun 2005-2010. Tidak ada pola yang jelas tentang kedatangan gajah, karena sewaktu-waktu dalam satu bulan, kedatangan gajah dapat meningkat pesat dibandingkan pada bulan yang sama di tahun kemudian atau sebelumnya. Pola-pola seperti ini menunjukkan bahwa setiap bulan, tim flying squad dan masyarakat harus melakukan patroli dan waspada terhadap kedatangan gajah liar ke Desa Lubuk Kembang Bunga. Januari, Febuari, Mei dan Oktober merupakan bulan dimana interval kedatangan gajah antara 0-3 kali. Bulan Oktober antara 0-2 kali kedatangan. Kalau pola ini dapat dipertahankan, kemungkinan bulan Januari, Februari, Mei dan Oktober adalah bulan-bulan dengan frekuensi kedatangan gajah yang kecil. Bulan-bulan lainnya adalah fluktuatif.

Analisa pola kedatangan gajah mengeliminir data tahun 2005-2006 karena data 2005 dimulai pada bulan Juni dan kurang konsistenan dalam penghitungan kedatangan gajah. Data yang konsisten dimulai pada tahun 2007. Di lihat dari pola yang random ini, bulan Februari – Mei terlihat masih ada pola dimana kedatangan gajah cukup intensif di bulan-bulan ini. Pola kedatangan gajah yang tidak intensif terlihat di bulan Juni – Agustus meskipun di Agustus tahun 2012, terjadi 4 kali kedatangan gajah. Di bulan Desember, kedatangan gajah cukup signifikan dimana puncaknya pada tahun 2008 yaitu 6 kali kedatangan gajah.

Grafik 10. Pola kedatangan gajah ke Desa Lubuk Kembang Bunga tahun 2007 - 2012

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2007

2008

2009

2010

(15)

Dari tingkat partisipasi masyarakat, sejak tahun 2005-2012 terjadi peningkatan partisipasi masyarakat yaitu 60,6% di tahun 2005-2006 kemudian turun dan meningkat di tahun 2012. Partisipasi masyarakat meningkat karena sejalan dengan jumlah konflik atau kasus konflik dan kedatangan gajah tahun 2012. Keterlibatan masyarakat dalam hal pengecekan dan pengusiran yang tinggi dan cukup massal di beberapa kasus konflik. Rata-rata dalam setiap tindakan (28 kali pengecekan) melibatkan 5 orang dan dalam pengusiran (21 kali pengusiran) melibatkan 3-4 orang. Di beberapa kasus konflik yang disertai tindakan tim flying squad, ada beberapa catatan tidak melibatkan masyarakat karena pertama, gajah berpindah sendirinya tanpa perlu pengusiran, konflik dapat ditangani langsung oleh tim flying squad dan resiko bagi masyarakat dan posisi pengusiran-penggiringan yang sangat beresiko pula bagi masyarakat dan tidak diperbolehkan keterlibatan masyarakat dalam pengusiran-penggiringan sesuai SOP flying squad (misalnya penggiringan gajah berahi).

Grafik 11. Persentase partisipasi masyarakat dalam mitigasi konflik gajah – manusia bersama tim flying squad Lubuk Kembang Bunga

Dari hasil catatan, jumlah kasus konflik tahun 2012 meningkat pesat dari 8 kasus di tahun 2010 menjadi 45 kasus konflik. Tigapuluh tiga kedatangan gajah adalah 100% menimbulkan konflik dan dicatat dalam kasus konflik. Lima belas kasus konflik lain tidak teridentifikasi sehingga tidak ada tindakan. Tidak teridentifikasi kasus konflik karena dalam patrol tidak dijumpai gajah konflik dengan kebun masyarakat, masyarakat tidak melaporkan konflik di lahannya sehingga upaya preventif dapat dilakukan atau masyarakat terlambat melaporkan. Catatan menarik, mengapa terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun 2010? Ada beberapa kemungkinan yaitu; 1. Perambahan di dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang semakin luas sehingga meniadakan habitat untuk gajah sumatera dan mengyulitkan tim flying

60,6

53

57

69

45 50 55 60 65 70 75

2005-2006 2009 2010 2012

(16)

squad untuk menentukan arah penggiringan gajah liar, 2. Pengusiran dan mitigasi konflik yang dlakukan oleh masyarakat di luar Lubuk Kembang Bunga yang tidak terkontrol menyebabkan gajah justru masuk ke desa, pengusiran ini diketahui dari catatan tim termasuk pemberian racun kepada satwa tersebut. 3. Patroli motor yang intensif, jadi sebelum tahun 2012, patrol motor kurang intensif dibandingkan patrol motor tahun 2012. Selain itu, tahun 2012, komunikasi di masyarakat lebih intensif sehingga meningkatkan pola komunikasi dan pelaporan konflik dari masyarakat Lubuk Kembang Bunga ke tim flying squad.

Grafik 12. Jumlah Kasus konflik gajah – manusia tahun 2005 – 2012 di Desa Lubuk Kembang Bunga

Kesimpulan

Sampai saat ini, flying squad merupakan salah satu teknik mitigasi konflik yang berhasil menurunkan tingkat kasus konflik mencapai 65,2% dari tahun 2005 sampai tahun 2010, meskipun demikian di tahun 2012 terjadi peningkatan yang signifikan kasus konflik karena pengurangan lahan dan kerusakan habitat di wilayah taman nasional yan semakin luas dan semakin mendesak habitat gajah. Pola kedatangan gajah berkarakter random setiap bulan sehingga menyulitkan untuk menentukan waktu mitigasi yang tepat Tetapi, dari pola kedatangan gajah, setiap saat flying squad harus intensif melakukan patrol sepanjang tahun dan masyarakat tetap perlu waspada dan siap untuk melakukan mitigasi konflik setiap saat. Keterlibatan masyarakat aktif ikut serta dalam pengecekan dan pengusiran gajah relative tinggi dan tertinggi sejak flying squad berdiri di Lubuk Kembang Bunga. Tingginya keterlibatan masyarakat karena konflik terjadi sangat intensif dibandingkan sebelumnya dan hasil dari komunikasi masyarakat dengan tim flying squad. Di tahun 2012, sosialisasi dan pelatihan mitigasi cukup intensif di Lubuk Kembang

23 23

17

10 11

8

45

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2012

(17)

Bunga dan desa-desa sekitarnya menyebabkan masyarakat memiliki akses melapor dan memberikan informasi ke flying squad.

Sebagai bahan evaluasi flying squad ke depan adalah upaya pengembangan database untuk patrol misalnya MIST perlu diintensifkan karena akan enghasilkan informasi spasial yang jauh lebih akurat dan detail dan upaya-upaya patrol terutama sebelum kedatangan gajah mejadi konflik. Beberapa catatan tahun 2010, ada beberapa kasus kedatangan gajah dan tidak menimbulkan konfik apalagi kerugian konflik. Upaya ini perlu diintensifkan dalam skala patroli.

Prioritas bagi pengelolaan kawasan taman nasioanl adalah pengamanan dan penanganan perambahan yang merusak habitat gajah liar. Tim Flying squad kesulitan melakukan mitigasi karena tujuan pengusiran dan penggiringan di beberapa lokasi yang dulunya hutan Tesso Nilo menjadi kebun di dalam taman nasional. Pengusiran dan penggiringan gajah liar apabila tidak dilakukan dengan cermat akan menyebabkan konfik gajah – manusia di wilayah lain. Dari catatan 2012, 7 kasus konflik yang ditangani flying squad berada di dalam taman nasional.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih diucapkan kepada Bapak Dr. Anwar Purwoto, Prof. Dr. Hadi Alikodra, Bapak Nazir Fuad, Bapak Ir. Suhandri, Bapak Sarozi (Kepala BBKSDA Riau) dan Bapak Kuppin Simbolon MSc. (Kepala BTNTN) yang mendukung dan memberikan masukan dalam pembuatan dokumen ini. Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahout yang telah mendukung dalam penyusunan database mitigasi konflik gajah – manusia yang sampai saat ini tetap diperbaharui oleh tim EFS. Terima kasih pula kepada Michael Stuewe, Long Barney, WWF US, WWF Swedia, WWF Jerman, WWF Jepang, masyarakat Lubuk Kembang Bunga dan yang telah membantu dan mendukung dalam hal teknis dan pendanaan dalam pengembangan flying squad di Propinsi Riau.

Referensi

Qomar, N. 2003. Integrasi Sub Sistem Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Tesso Nilo Untuk Pelestarian Gajah Sumatera dan Ekosistemnya. Thesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Samsuardi & A. A. Desai. 2009. Death of four elephants outside the Tesso Nilo National Park. WWF – Indonesia Report on May 2009. Riau.

Sukmantoro, W. & Syamsuardi. 2011. Analisa Tehnik Flying Squad Sebagai Bagian Mitigasi Konflik Gajah

– Manusia di Desa Lubuk Kembang Bunga, Propinsi Riau: Tahun 2009 – 2010. WWF Indonesia Program Riau. Pekanbaru.

(18)

Syamsuadi, Wishnu Sukmantoro & Samsuardi. 2010. Tehnik Flying Squad Sebagai Bagian Mitigasi Konflik Gajah – Manusia di Desa Lubuk Kembang Bunga, Propinsi Riau: Tahun 2005 – 2008. WWF Indonesia Program Riau, Pekanbaru.

Syamsuardi, Wishnu Sukmantoro, Muslino, Nukman, Nurchalis Fadly, Adi Purwoko, Riyadin, Eko Heri & Joko Prawoto. 2010. Standar operasional prosedur untuk elephant flying squad (Pasukan Gajah Reaksi Cepat) dalam mitigasi konflik manusia dan gajah. Tim penulis SOP. Pekanbaru.

---

Lampiran 1. Kedatangan Gajah ke Desa Lubuk Kembang Bunga

(19)

’ ’ ’

Lampiran 2. Tindakan pengecekan lokasi dan gajah liar di Desa Lubuk Kembang Bunga

No

Hari Tanggal Bulan Tahun Waktu Klasifikasi Gajah

(20)

15 Minggu 29 4 2012 1 1

16 Selasa 1 5 2012 Malam 1 1

17 Kamis 3 5 2012 Malam 1 1

18 Selasa 15 5 2012 1 1

19 Kamis 17 5 2012 siang 1 1

20 Senin 21 5 2012 siang 1 2

21 Rabu 23 5 2012 Malam 1 2

22 Jumat 1 6 2012 Malam 1 1

23 Minggu 3 6 2012 Malam 1 1

24 Sabtu 19 6 2012 Malam 1 2

25 Senin 19 11 2012 Pukul 1 2

26 Rabu 21 11 2012 siang

27 Senin 10 12 2012 Malam 1 2

28 Jumat 21 12 2012 Malam 1 2

Lampiran 3. Tindakan Pengusiran gajah liar dari lokasi konflik

No Hari Tanggal Bulan Tahun

Jam Kegiatan

Menggunakan gajah FS

Sarana yang digunakan

Mulai Berakhir

Roda 4

Roda 2 1 Jum’at 6 1 2012 20:30 23:30 1 1

2 Senin 7 1 2012 19:30 1 1

3 Minggu 15 1 2012 19:30 1 1

4 Jum’at 20 1 2012 19:00 23:30 1 1

5 Selasa 7 2 2012 7:30 12:00 1 1

6 Minggu 12 2 2012 19:00 4:00 1 1

7 Rabu 22 2 2012 19:30 24.00 1 1

8 Jumat 2 3 2012 19.00 23.00 1

9 Selasa 10 4 2012 19:30 23.00 1

10 Rabu 12 4 2012 7:00 11:30 1 1

11 Sabtu 14 4 2012 7:30 17.00 1 1

12 Selasa 17 4 2012 7:00 11.00 1

13 Senin 23 4 2012 7:00 12.00 1 1

14 Kamis 26 4 2012 7:00 11:00 1 1

(21)

16 Selasa 15 5 2012 20.00 24.00 1

17 Kamis 17 5 2012 20.00 23:30 1

18 Senin 21 5 2012 21.00 23.00 1

19 Rabu 23 5 2012 19.30 22.00 1

20 Senin 10 12 2012 20.00 22.30 1

Gambar

Grafik 1. Frekuensi Kedatangan Gajah per bulan di Tahun 2012
Grafik 2. Ukuran Kelompok Gajah yang datang ke Lubuk Kembang Bunga tahun 2012
Grafik 3. Interval Umur Gajah liar berdasarkan jumlah kedatangannya ke Desa Lubuk Kembang Bunga
Grafik 4. Jumlah kedatangan gajah berdasarkan ukuran waktu perjumpaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, Diantara tantangan yang dialami pihak Madrasah Tsanawiyah Bali Bina Insani dalam pemasaran lembaganya adalah warga sekitar madrasah mayoritas berbeda agama dengan pihak

Peningkatan hasil belajar mata pelajaran Bioloagi siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Tasikmalaya melalui penggunaan model pembelajaran discovery learning dengan praktik

Namun dalam akuntabilitas produk pelayanan publik sudah cukup memadai yang dapat dilihat dari pamflet yang diletakkan didekat loket pelayanan dengan jarak pandang minimum

Preservasi di STAIN Kediri dilakukan dalam bentuk pemeliharaan bahan pustaka melalui perbaikan jilidan yang rusak akibat tingginya penggunaan bahan pustaka, tugas

Berdasarkan model penelitian dan hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja perusahaan farmasi diperlukan tiga tahap pengembangan,

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara sesuai format asuhan kebidanan pada ibu selama masa kehamilan, persalinan, nifas, BBL daan KB yang berisi

Mengukur TTV dan memberikan pesan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas yaitu: uterus lembek/tidak berkontraksi, perdarahan pervaginam >500 cc, sakit kepala

Dengan demikian, mengingat urgensi dari budaya daerah jatilan, maka para pemuda yang masih tergolong remaja dan menjadi subjek untuk mempertahankan dan