• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM ERA TEKNOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM ERA TEKNOLOGI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

(Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Lampung)

ABSTRACT

The objective of this article is focusing on analysis theoretically about students’ independence in studying. It discussed based on theory and supported by some findings in some published research journals. Some theories such as learning theories, independency in learning and metacognition. In order to get a precision argumentation as the innovative idea in learning process. Analysis result said that students who got opportunity in doing their study independently will have better result in class instead. As the conclusion, we need to provide opportunities for students to construct their own knowledge. Educational institution has a role to provide better facilities in supporting independent learner, and family has a role in shaping as independent learner.

Keywords:students’ independence

ABSTRAK

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis secara teoretik tentang masalah kemandirian belajar peserta didik, berdasarkan teori dan temuan penelitian dalam berbagai jurnal penelitian. Hal yang dibahas yaitu dari sisi teori belajar, teori tentang kemandirian, metakognisi, dan didukung dengan temuan beberapa penelitian yang menunjukkan keberhasilan kemandirian dalam pembelajaran di kelas. Hal ini untuk menemukan argumentasi yang tepat sebagai dasar gagasan inovatif dalam pembelajaran yaitu pentingnya memberikan peluang lebih besar bagi siswa dalam mengasah kemandirian dalam pembelajaran di kelas. Hasil analisis mengungkapkan bahwa peserta didik yang bekerja secara mandiri akan memberikan pencapaian yang lebih baik di kelas. Simpulan tulisan ini adalah di dalam era teknologi saat ini pendidik berperan penting dalam mendorong kemandirian siswa, para pendidik perlu memberikan peluang yang lebih besar bagi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Lembaga Pendidikan berperan menyediakan fasilitas yang mendukung kemandirian peserta didik, dan keluarga juga berperan dalam terbentuknya pribadi mandiri bagi peserta didik.

(2)

PENDAHULUAN

Proses pendidikan merupakan suatu proses perbantuan pada siswa agar dapat berkembang sepenuhnya sesuai dengan bakat serta kemampuan yang dimilikinya. Manusia dilahirkan tak berdaya karena dia tergantung kepada tuntutan-tuntutan biologis yang disediakan oleh orangtuanya dan oleh lingkungan alamiahnya. Para siswa yang secara intelektual dan emosional merupakan individu yang perlu dibimbing agar dia dapat berkembang sehingga dia dapat menguasai perkembangan dirinya dan alam sekitarnya untuk kepentingannya sendiri. Eksplorasi terhadap dirinya serta alam sekitarnya maupun dengan sesama manusia membantu perkembangan dirinya agar dia dapat berdiri sendiri dan memberdayakan dirinya sendiri atas tanggung jawabnya sendiri. Inilah yang disebut proses pemberdayaan, yaitu dari individu yang tidak berdaya menjadi individu yang independen serta kreatif sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain serta terhadap Tuhannya.

Proses pemberdayaan siswa berarti menghormati kemandirian dari pribadi siswa itu sendiri dan bukan merampas hak-hak asasinya maupun martabat seseorang siswa sebagai sesama manusia. Disinilah terletak

nilai-nilai etis dari proses pendidikan, bahwa antara guru dan siswa terdapat hubungan tanggung jawab yang bersifat etis. Guru mengabdikan seluruh kepribadiannya untuk kepentingan siswa serta pihak siswa secara lambat laun sesuai dengan tingkat perkembangannya akan mengambil alih tanggung jawab itu oleh dirinya sendiri. Relasi memberi dan menerima tanpa pamrih ini benar- benar merupakan suatu tindakan etis dalam relasi antara guru dan siswa, antara orang tua dan anak. Proses pemberdayaan siswa itu tercermin dalam kemandirian belajar.

(3)

IPS SMA Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011.

Demikian pula pada penelitian Irzan Tahar dan Enceng (2006) juga mendapatkan temuan yang sama dalam mata kuliah Manajemen Keuangan. Mereka mengungkapkan bahwa kemandirian belajar merupakan salah satu prediktor hasil belajar mata kuliah Manajemen Keuangan. Semakin tinggi kemandirian belajar seseorang peserta ajar, maka akan memungkinkannya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.

Dalam teori belajar konstruktivisme ditegaskan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan men-transformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan penge-tahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Konstruktivisme tidak mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran ada dan harus ditemukan serta diuji, tetapi agar siswa menciptakan pembelajaran mereka sendiri. Asumsi konstruk-tivisme (Schunk, 2012 : 324) adalah guru sebaiknya tidak mengajar dengan cara tradisional kepada sejumlah siswa, tetapi seharusnya membangun situasi-situasi

sedemi-kian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi sosial.

Menurut Jean Piaget (Riyanto, 2009 :9) proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu: a) asimilasi, yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa, b) akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, c) equilibrasi, yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Menurut teori ini, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi sampai dewasa mengalami empat tingkatan per-kembangan kognitif yaitu sensori-motor (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11- dewasa). Implikasi penting dari teori Piaget bagi pendidikan adalah (1) pahami perkembangan kognitif-nya, (2) jaga agar siswa tetap aktif, (3) ciptakan ketidaksesuaian dengan membiarkan siswa menyelesaikan soal dan mendapat jawaban yang salah, (4) memberikan interaksi sosial (Schunk, 2012 : 332-336).

(4)

umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedangkan hidup batin itu terdapat dari pendidikan. Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain akan tetapi berdasar atas

kekuatan sendiri” (Dewantara, 1928:3). Beliau menerapkannya melalui Perguruan Taman Siswa dengan prinsip tiga asas yang merupakan roh dari perguruan tersebut yaitu: a) Asas kemandirian manusia; b) Asas sistem among yang merupakan habitus dari perkembangan prinsip kemandirian; c) Habitus budaya termasuk lingkungan alamiah di mana terjadi perwujudan kemandirian dan sistem among tersebut. Penjelasan dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

a) Asas Kemandirian

Manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas eksistensinya. Inilah asas

Zelfbeschikkingsrecht atau self determination yaitu asas untuk mengatur diri sendiri, bertanggung jawab atas keberadaannya sendiri tanpa tergantung kepada orang lain. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa seseorang tidak mempunyai hak untuk merampas kemandirian orang lain. Hak untuk menjadi diri sendiri ini tidak lain adalah perwujudan dari identitas seseorang. Namun demikian identitas seseorang tidak dapat terwujud tanpa sesama

yang lain atau dalam relasi dengan sesamanya. Relasi antar manusia berarti suatu relasi dari berbagai identitas dan berbagai kemungkinannya. Perkembangan serta terbentuknya identitas seseorang dalam relasi sesamanya hanya dapat terjadi dalam hubungan interpersonal yang tertib dan damai. Tidak mungkin dalam kondisi yang serba bermusuhan serta kecurigaan atau tidak adanya trust di dalam interaksi sesama manusia itu akan terbentuk identitas seseorang. Dalam suasana damai dapat terjadi saling membantu, saling pengertian, saling mengisi, dan saling bertanggung jawab untuk perkembangan pribadi dan perkembangan masyarakat pada umumnya. Identitas seseorang mengimplikasikan adanya identitas sesama yang lain di dalam suasana saling menghormati dan saling menghargai. Dalam kondisi saling mencurigai bahkan saling bermusuhan tidak mungkin terjadi pembentukan dan perkembangan identitas seseorang.

b) Sistem Among

(5)

yang tertuju ke arah kemandirian. Hal ini berarti dalam sistem among relasi antara pendidik dan peserta didik bukanlah suatu relasi saling ketergantungan, tetapi suatu relasi yang semakin lama semakin memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiri sendiri. Sistem among bukan berarti suatu sistem perintah dari atas atau membiarkan peserta didik mencari jalannya sendiri. Dengan demikian pendidikan bukanlah suatu proses totaliter atau kemerdekaan tanpa batas, tetapi proses pemandirian yang bertahap sesuai dengan perkembangan pribadi peserta didik.

Sistem among mempunyai implikasi di dalam relasi antara pendidik dan peserta didik. Pendidik bukanlah seorang diktator atau yang haus kekuasaan atau kehormtan pribadi, tetapi dengan satu visi yang secara sukarela dan penuh dedikasi dalam membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri atas kemampuannya sendiri. Inilah prinsip among yng menuju kemandirian yang memerlukan dedikasi seorang pendidik.

c) Prinsip Kebudayaan

Proses pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (1928:30)

“pendidikan terjadi di dalam habitus yang sentripetal artinya yang berpusat dari budaya lokal dan berangsur-angsur meningkat kepada

lingkungan semakin luas sampai pada budaya nasional bahkan budaya

global”. Inilah prinsip yang modern dari Tamansiswa yang sejak semula telah mengenal prinsip-prinsip multikultural yang marak pada abad XXI ini. Tamansiswa telah menunjukkan pentingnya pengembangan identitas manusia yang berakar dari keluarga serta budaya lokal sehingga hubungan personal antar manusia yang konkret merupakan dasar dari terbentuknya identitas seseorang, identitas etnis dan identitas bangsa Indonesia.

(6)

pesantren sebagaimana temuan penelitian dari Uci Sanusi (2012) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kemandirian santri yang ditemukan di lapangan dimulai dari perilaku pengelolaan kehidupan yang sederhana, misalnya makan, mencuci, dan sebagainya. Walaupun sederhana, kalau dilakukan secara berulang dan dijalani apa adanya, akan membuahkan perilaku kemandirian yang mantap. Ciri minimal yang akan terbentuk adalah pada urusan sederhana, santri tidak mengandalkan orang lain. Ini menjadi indikator penting dalam kemandirian. Beliau juga mengungkapkan bahwa kreativitas santri sebagai indikator kemandirian tidak ditemukan pada proses pembelajaran atau pengajian. Kreativitas muncul pada kegiatan di luar pengajian, seperti membuat kaligrafi untuk hiasan dinding dan panggung pengajian ceramah umum.

Dalam teori kemandirian yang dikembangkan Steinberg (1995) istilah independence dan autonomy

sering disejajarartikan secara silih berganti (interchangeable) sesuai dengan konsep kedua istilah tersebut. Meski secara umum kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi sesungguhnya secara konseptual kedua istilah tersebut berbeda. Secara leksikal independence berarti kemerdekaan atau kebebasan (Kamus Inggris-Indonesia). Secara konseptual independence mengacu

kepada kapasitas individu untuk memperlakukan diri sendiri. Steinberg (1995 : 286) menyatakannya independence generally refers to individuals’ capacity to behave on their own.

Berdasarkan konsep independence

ini Steinberg (1995) menjelaskan bahwa anak yang sudah mencapai

independence ia mampu menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak ingin buang air kecil ia langsung pergi ke toilet, tidak merengek-rengek meminta dibantu buka celana atau minta dicarikan toilet. Kemandirian yang mengarah kepada konsep independence ini merupakan bagian dari perkembanganautonomy

selama masa remaja, hanya saja

autonomy mencakup dimensi emosional, behavioral, dan nilai. Steinberg (1995 : 286) menegaskan

(7)

Istilah autonomy seringkali disama artikan dengan kemandirian, sehingga didefinisikan bahwa individu yang otonom ialah individu yang mandiri, tidak mengandalkan bantuan atau dukungan orang lain yang kompeten, dan bebas bertindak. Padahal dalam perspektif Hanna Widjaja (1986) autonomy dan kemandirian adalah dua konsep yang berbeda. Menurutnya, kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan, dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi. Dengan menggunakan istilah autonomy, Steinberg(1995:285)mengonsepsikan kemandirian sebagai self governing person, yakni kemampuan menguasai diri sendiri. Jika konsep-konsep di atas dicermati, maka konsep kemandirian adalah kemampuan untuk menguasai, mengatur, atau mengelola diri sendiri. Remaja yang memiliki kemandirian ditandai oleh kemampuannya untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut, serta kemampuan menggunakan (memiliki) seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting

dan tidak penting (Steinberg, 1995). Kemampuannya untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua disebut kemandirian emosional (emotional autonomy), kemampuan mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut disebut kemandirian behavioral (behavioral autonomy), serta kemampuan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting disebut kemandirian nilai (values autonomy).

TEORI METAKOGNISI

Lebih lanjut, arah pembelajaran secara mandiri yaitu sebagaimana dijelaskan dalam teori metakognisi. Penjelasan tentang metakognisi dijelaskan di dalam Encyclopedia of Educational Technology. Di sebutkan di sana bahwa metakognisi sebagai konsep pembelajaran pertama kali diungkapkan oleh John Flavell tahun 1976. Hal ini dapat didefinisikan dengan istilah sederhana yaitu "thinking about thinking” atau berpikir tentang

(8)

mengetahui strategi kerja mana yang terbaik adalah sebuah kecakapan berharga yang membedakan pebelajar ahli (expert learners) dari pebelajar pemula (novice learners). Dalam Encyclopedia of Educational Technology juga dikutip pendapat dari Ertmer dan Newby (1996) berikut ini:

“Novice Learners don't stop to evaluate their comprehension of the material. They generally don't examine the quality of their work or stop to make revisions as they go along. Satisfied with just scratching the surface, novice learners don't attempt to examine a problem in depth. They don't make connections or see the relevance of the material in their lives. Expert learners are "more aware than novices of when they need to check for errors, why they fail to comprehend, and how they need to redirect their efforts."

Ini berarti seorang siswa pemula (novice learners) tidak terbiasa mengevaluasi pengertian mereka terhadap materi. Mereka biasanya tidak menguji kualitas pekerjaan mereka atau berhenti untuk membuat perbaikan selama mereka bekerja. Cukup puas hanya dengan membahas masalah di permukaannya

saja, novice learners tidak mencoba untuk menguji masalah lebih dalam. Mereka tidak membuat hubungan atau melihat relevansi dari materi dengan kehidupan nyata mereka. Sedangkan siswa ahli (expert learners) lebih peduli/sadar dibandingkan novices learners, dimana mereka selalu butuh mengecek setiap kesalahan yang mungkin dibuat, bertanya mengapa mereka gagal memperoleh kemajuan/mendapatkan hasil, dan bagaimana mereka butuh mengalihkan tujuan dari usaha yang telah dilakukan. Sehingga jika guru mengharapkan siswa menjadi seseorang yang ahli dalam suatu bidang khususnya matematika maka guru haruslah dapat melatihkan kemampuan metakognisi tersebut. Kedudukan guru dalam meningkatkan kemampuan metakognitis siswa sangatlah penting. Guru dapat bertindak sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan melalui pertanyaan – pertanyaan yang mengiring, sehingga siswa menyadari akan kemampuan kognitif yang dimilikinya.

PEMBAHASAN

(9)

teori terbaru diistilahkan sebagai metakognisi. Landasan teori tersebut diperkuat dengan penelitian empiris berikut ini yang berasal dari jurnal pendidikan. Penelitian berikut ini menunjukkan bahwa kemandirian adalah hal penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Ni Nyoman Lisna Handayani, Nyoman Dantes, I Wayan Suastra (2013) juga mendapatkan temuan serupa di SMPN 3 Singaraja yaitu bahwa Rata-rata kemandirian belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran mandiri lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Tahmid Sabri (2010) dalam penelitiannya menyarankan bahwa guru di sekolah perlu membuat suatu perencanaan, minimal dijadikan materi sisipan yang betul- betul diprogramkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), agar upaya pemupukan atau pengembangan kemandirian siswa dalam belajar dapat terwujud untuk dijadikan modal dasar bagi anak menghadapi masa dewasanya sebagai manusia yang mandiri, handal, aktif dan kreatif serta mampu memecahkan berbagai persoalan kehidupan menuju hidup yang sejehtera secara berkesinambungan baik lahir maupun batin, yang intinya kesemua ini modal dasarnya adalah kemandirian yang dimiliki oleh anak atau individu yang dibina dan

dikembangkan sejak usia dini melalui pendidikan sesuai jenjangnya, TK, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi yang merupakan refleksi dari pengembangan empat pilar pendidikan, yaitu: Learning to know/ penguasaan pengetahuan;Learning to do/ penguasaan keterampilan; Learning to be/ pengembangan diri; dan learning to live together/belajar untuk hidup bermasyarakat.

Cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian siswa misalnya sebagaimana yang ditemukan oleh Supriyati (tanpa tahun) yaitu dengan cara layanan bimbingan klasikal. Ia mengatakan bahwa: Penggunaan layanan bimbingan klasikal dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam mencari alternative solusi atas persoalan yang dihadapi individu dan kelompok.

(10)

presentasi. Perlu adanya perluasan cakupan mata kuliah dengan menggunakan pembelajaran Lesson Study dengan harapan akan berimplikasi kepada kemandirian belajar mahasiswa serta profesionalisme dosen.

Model lain adalah sebagaimana yang ditemukan oleh Sehatta Saragih (tanpa tahun) dalam penelitiannya yang berjudul Application of Generative Learning in Cooperative Settings TPS Type on Learning Areas and Space Analitic Geometry, Ia melakukan metode penerapan pembelajaran Generatif dalam Setting Kooperatif tipe Think Pair Share (GSKTPS). Ia mendapatkan bahwa Penerapan model pembelajaran GSKTSP memungkin kan berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemandirian belajar mahasiswa, maka strategi pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai alternative pembelajaran yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran matematika.

Temuan dari Catherine Manathunga dan Justine Gooze (2007) juga mengungkapkan cara meningkatkan kemandirian siswa yaitu dengan cara mengembangkan critical analysis

dan keterampilan menulis, kemudian siswa diminta mengoreksi pekerjaan teman lainnya, namun dalam mengerjakan tugas tersebut, tetap dalam bimbingan guru sehingga peserta didik dapat terlibat secara

produktif dan belajar tentang banyak hal terkait memberikan dan menerima umpan balik.

Di dalam penelitiannya, Nurwahyuni (2013) menegaskan pentingnya peran orang tua untuk memberikan kontribusi bagi kemandirian belajar siswa. Ia mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemandirian belajar siswa adalah konsep diri dan pola asuh orang tua. Maka sepatutnyalah staf pendidik dan pemegang kebijakan dalam mengembangkan potensi siswa terkait dengan peningkatan kemandirian belajarnya harus banyak memberikan pendidikan yang berupa pendidikan karakter yang dapat menumbuhkan kemandirian belajar siswa terutama siswa SMP yang ada di Palu Sulawesi Tengah. Begitu pula halnya orang tua, perlu disadari bahwa cara mendidik dan memperlakukan anak di tengah-tengah keluarga sangatlah mempengaruhi kemandirian belajar anak sehingga selayaknyalah bagi orang tua mendidik dan memperlakukan anak secara tepat sesuai dengan karakter dan kondisi anak tersebut.

(11)

yang dapat memungkinkan siswa bekerja secara mandiri. Bahkan meskipun beliau mengutip bahwa pendidikan telah bertransformasi menjadi sharing pengetahuan yang dimediasi oleh teknologi dan bahwa pendidikan adalah sebagai kendaraan bagi knowledge society (lingkungan pengetahuan) (Harasim, 2012; Bates & Sangra, 2010; Scardamalia & Bereiter, 2006; Jonassen, 1996; Moore & Kearsley, 1996 dalam Serdyukov, 2013), namun temuan beliau menunjukkan bahwa dua pertiga dari peserta didik lebih memilih kelas yang terorganisir dibandingkan kelas yang diberi kebebasan dalam belajar.

SIMPULAN

Pendidikan dalam era teknologi saat ini telah bertransformasi menjadi

sharing pengetahuan yang dimediasi oleh teknologi dan bahwa pendidikan adalah sebagai kendaraan bagi sebuah lingkungan pengetahuan yang mendunia, maka sebagai pendidik, kita perlu menyiapkan dan memberikan kesempatan seluasnya bagi terwujudnya kemandirian peserta didik dalam kelas. Kemandirian tidak berarti melepaskan siswa begitu saja, namun dengan menciptakan kelas yang terorganisir dengan baik agar mencapai hasil yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, bukan hanya peran dari pendidik, tetapi juga orang tua dan lembaga pendidikan. Bagaimana peran orang

tua dalam meningkatkan kemandirian bagi putra putrinya. Sementara lembaga pendidikan baik itu Sekolah atau Universitas selayaknya memberikan fasilitas yang mendorong siswa bekerja secara mandiri.

(12)

Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain akan tetapi berdasar atas kekuatan sendiri. Pada teori yang terkini, yaitu metakognisi yang dikemukakan pertama kali oleh John Flavell tahun 1976, ekspektasi kemandirian lebih terdefinisi yaitu metakognisi adalah berpikir tentang berpikir.

Secara aplikasi, penelitian-penelitian tentang kemandirian selanjutnya mengungkapkan bahwa kemandirian dalam peserta didik memberikan hasil yang baik dalam tercapainya proses pembelajaran di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Prastistya Nor., Taman, Abdullah. 2012. Pengaruh Kemandirian Belajar dan Lingkungan Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 halaman 48-65.

DA, Nudji. 2014. Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa PPKN Melalui Pembelajaran Lesson Study. Jurnal Heritage

Volume 2 Nomor 2. Januari 2014 Program Studi Ilmu Komunikasi UYP.

Encyclopedia of Educational Technology.Metacognition. [Online]. Tersedia:

http://www.cordonline.net/mnt utorial2/module_4/Reading%2 04-1%20metacognition.pdf. [16 Mei 2015].

Handayani, Ni Nyoman., Dantes, Nyoman., Suastra, I Wayan. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Mandiri terhadap Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VIII SMPN 3 Singaraja.

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar Volume 3 Tahun 2013.

Livingston, J., (1997).

Metacognition: An overview.

[Online]. Tersedia:

http://www.gse.buffalo.edu/fa s/shuell/cep564/Metacog.htm. [16 May 2015]

Manathunga, Catherine., Gooze, Justine. 2007. Challenging the dual assumption of the

‘always/already’ autonomous

student and effective supervisor. Teaching in Higher Education Vol. 12, No. 3, June 2007, pp. 309_322

Nurwahyuni. 2013. Pengaruh Konsep Diri Siswa dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMP Di Palu Sulawesi Tengah.

(13)

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Reformasi Bagi Guru Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Ruben Moruk de Laktutus. 2011. Ki Hajar Dewantara: Tokoh Pendidikan Nasional.

https://sekolahmerdeka.wordpr ess.com/2014/03/31/ki-hajar-dewantara/ diakses tanggal 2 Mei 2015.

Sabri, Tahmid. 2010. Memupuk Kemandirian sebagai Strategi Pengembangan Kepribadian Individu Siswa dalam Belajar.

Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan HumanioraVol. 1. No. 1. April 2010.

Sanusi Uci. 2012. Pendidikan Kemandirian di Pondok Pesantren (Studi Mengenai Realitas Kemandirian Santri di Pondok Pesantren al-Istiqlal Cianjur dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tasikmalaya).

Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 2 -2012

Saragih, Sehatta. Tanpa tahun. Application of Generative Learning in Cooperative Settings TPS Type on Learning Areas and Space Analitic Geometry. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA,Vol 6 Nomor 1, hal 27-48.

Schunk, Dale.H. (terjemahan Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar). 2012.Learning Theories. Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Serdyukov, Peter. 2013. Flying with Clipped Wings: Are Students Independent in Online College Classes? Journal of Research in Innovative Teaching

Volume 6, Issue 1, March 2013.

Supriyati. Tanpa tahun. Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Layanan Bimbingan Klasikal. JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN

BIMBINGAN DAN

KONSELING

Steinberg, Laurence. 1995.

Adolescense. Sanfrancisco : McGraw-Hill Inc.

Tahar, Irsan., Enceng. 2006. Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume. 7, Nomor 2, September 2006, 91-101

Widjaja, Hanna. 1986. Hubungan Antara Asuhan Anak dan Ketergantungan Kemandirian.

Referensi

Dokumen terkait

penunjukan langsung terhadap penyedia barang/pekerjaaan kontruksi/pekerjaan jasa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi barang/pekerjaan

Pada hari ini Rabu Tanggal Tiga Bulan Oktober Tahun Dua ribu dua belas (03- Oktober-2012), Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Dinas Bina Marga yang ditetapkan dengan Surat Keputusan

Diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja (Pokja) menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) di

Belanja modal INTA akan berasal dari pendanaan internal. Tahun depan, INTA menargetkan kenaikan pendapatan 20% menjadi

terkandung dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa

dalam penelitian ini berisi tentang daftar pertanyaan yang ditunjukan kepada orangtua untuk menggali data tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam membantu

UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK PRASEKOLAH1. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]