PERAN REGULASI DAN
PERKEMBANGAN INTERNET DALAM
MEMAJUKAN EKONOMI INDONESIA
Denny Setiawan
Kasubdit Penataan Frekuensi
Ditjen Postel-Depkominfo
•
Pendahuluan
•
Faktor Pendorong Broadband (“Pita Lebar”)
•
Broadband- Aplikasi
•
Broadband- Teknologi
•
Faktor-faktor kunci sukses
•
Peranan Pemerintah dalam mempromosikan Broadband
•
Regulasi Pendukung Broadband
•
Studi Kasus Indonesia
–
Tujuan Kebijakan Broadband
–
Statistik
–
Penyempurnaan Regulasi dan Perizinan
•
Kesimpulan
PENDAHULUAN
Definisi - Broadband
•
Secara umum, Broadband dideskripsikan sebagai komunikasi data
yang memiliki Kecepatan tinggi, kapasitas tinggi menggunakan
DSL, Modem Kabel, Ethernet, Wireless Access, Fiber Optik, W-LAN,
V-SAT. dsb.
•
Rentang kecepatan layanan bervariasi dari 128 Kbps s/d 100 Mbps.
•
Tidak ada definisi internasional spesifik untuk Broadband.
•
Dalam Draft RPM Penataan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan
Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (
Broadband Wireless
Access
) diusulkan definisi Broadband adalah layanan
telekomunikasi nirkabel yang memiliki kemampuan kapasitas
1) Untuk Pemerintah:-
–
Broadband dilihat sebagai infrastruktur penting untuk mencapai
tujuan-tujuan pemerintah di bidang sosio-ekonomi.
–
Untuk mendorong penyediaaan layanan publik seperti E-governance,
E-learning, Tele-medicine.
2) Untuk Penyelenggara Jaringan / Jasa Telekomunikasi :
-–
Suatu pilihan untuk mengurangi penurunan pendapatan dari teknologi
lama (POTS/PSTN).
–
Potensi tambahan pendapatan dari Layanan Nilai Tambah.
–
Potensi penambahan secara eksponensial dalam ARPU.
3) Untuk Konsumen :
-–
Tersedianya rentang aplikasi yang lebih banyak dan lebih kaya.
–
Akses yang lebih cepat terhadap informasi.
–
Layanan yang semakin mengarah konvergensi (VOIP, Video on
Demand).
Layanan Personal
Akes Internet Berkecepatan Tinggi (256 kbps dan lebih)
Multimedia
Layanan Publik dari Pemerintah
E-governance
E-education
Tele-medicine
Layanan Komersial
E-commerce
Corporate Internet
Videoconferencing
Layanan Video dan Hiburan
Broadcast TV
TEKNOLOGI BROADBAND
–
Infrastruktur Eksisting
–
DSL melalui jaringan akses tembaga (DSL over Copper loop)
–
Modem kabel melalui jaringan TV Kabel (Cable Modem over
Cable TV network)
–
Akses Broadband Jalur Listrik (Power Line Broadband Access)
–
Infrastruktur Baru
–
Fiber To The Home (FTTH)
–
Hybrid Fiber Coaxial (HFC)
–
Infrastruktur Nirkabel
–
Wireless Access (FWA) / High speed WLL
–
Wireless LAN (Wi-Fi) (802.11), WiMax (802.16), I-Burst
(802.20), dsb
–
V-SAT
Konektivitas Broadband untuk Layanan Nilai Tambah
& VIDEO ON
SAME
SERVICE (FR/ATM)DSL
WAP ENABLED/ GPRS/ EDGE
HANDSET
INTERNET
(CONNECTIONLESS)
Broadband
Leased
Lines (Optic
Fiber/ Radio)
Internet throughCable TV
Access Point
FTTH
Broadband dalam Kota melalui Ethernet
Access
Providers
Backbone
(Optic Fiber)
Ethernet in
First Mile
Access
Switch
Access
Node
TANTANGAN KEBIJAKAN
Broadband merupakan faktor teknologi fundamental yang
memungkinkan transformasi ekonomi dan sosial
Merupakan faktor kunci (kritikal) bagi tingkat kompetitif suatu bangsa
Dapatkah Terjadi dengan Sendirinya ?
Ya, kekuatan
pasar
BROADBAND - FAKTOR-FAKTOR KUNCI SUKSES
•
Mendidik publik mengenai Broadband.
•
Kompetisi dan Regulasi Pro – Kompetisi
•
Inovasi dan Teknologi alternatif
•
Aplikasi dan Konten.
•
Tarif dan Daya Beli (
affordability
)
•
Dukungan Pemerintah untuk mempromosikan broadband
DAPATKAH KEKUATAN PASAR MELAKUKANNYA ?
Kebutuhan pengguna terhadap
broadband semakin tinggi
Pengembangan
Aplikasi dan
Konten yang
Inovatif
Kebutuhan yang
semakin meningkat
mendorong
penyediaan yang
kompetitif
Kasus Bisnis Broadband
SOHO
PERAN PEMERINTAH DALAM MEMAJUKAN BROADBAND
•
Menciptakan lingkungan kebijakan yang tepat dengan
menghilangkan hambatan-hambatan kebijakan.
•
Memformulasikan program nasional, regional dan lokal.
•
Program edukasi dan promosi Broadband.
•
Membangun Infrastruktur Backbone Nasional.
•
Mendorong Kompetisi.
•
Mendanai investasi di Broadband di wilayah pedesaan yang secara
ekonomis kurang menguntungkan melalui program USO.
•
Menginventarisasi kebutuhan akses broadband instansi Pemerintah
sendiri.
PERUBAHAN REGULASI DIINGINKAN DALAM
BROADBAND
•
Mendorong kompetisi
facility-based
dengan mengurangi hambatan
masuk ke pasar.
•
Mengurangi biaya “
Rights of Ways (ROW)
” / jalur infrastruktur,
seperti jalur galian kabel, serat optik, dsb.
•
Mendorong “
infrastructure sharing
” / penggunaan bersama
infrastruktur di antara penyelenggara jasa untuk pemanfaatan
optimum.
•
Membolehkan penggunaan infrastruktur perusahaan utilitas
(seperti kereta api, jalan tol, gas, listrik, dsb), untuk digunakan
bagi layanan broadband publik.
•
Mengurangi
“bottleneck”
/ kemacetan di akses
“last-mile”
dengan
membolehkan pengembangan teknologi-teknologi alternatif seperti
jaringan TV kabel, Wireless dsb.
1. Jumlah penduduk : 230 juta 2. GDP per kapita: US$ 1,500
a) Fixed telephone :
b) Fixed Wireline (8.8 juta) c) FWA (6.5 juta) ;
3. Teledensity: 7% ( 15.3 juta)
a) Kota-kota besar utama : 10 – 40%
b) Daerah “Rural” / pedesaan kurang dari 0.2% ( 60% dari desa tanpa telepon sama sekali) 4. Densitas pengguna telepon bergerak : 31.1% ( 68.42 juta)
5. Densitas Fixed and Mobile : 38.2% 6. Internet:
a) 2 juta pelanggan
b) Kurang lebih. 25 juta pengguna (± 11.4 %) 7. Broadband: ADSL, Fiber Optic: 500 ribu pelanggan.
8. Mobile Broadband ( EDGE, EV-DO, 3G/HSDPA ) : 2,5 juta pelanggan 9. Jumlah PCs … juta
10. Jumlah TV – 34 juta (Data BPS tahun 2004)
11. Jumlah sambungan TV Kabel (termasuk TV satelit) - … juta (Data belum ada)
12. Konektivitas Internasional – 7.3 Gbps D/L, 4.2 Gbps U/L (data rekapitulasi Postel th.2006) 13. Gateway Internasional untuk Trafik Internet (NAP): 26 penyelenggara (data rekapitulasi
Sulawesi
Banda AcehSabang
TARIF BROADBAND DI INDONESIA
TEKNOLOGI
Juni 2006
Juni 2007
ADSL
High
Rp. 400,- / Mb
Rp. 200,- / Mb
Low
Rp. 400,- / Mb
Rp. 133,- / Mb
384 kbps Rp. 200 ribu per 5 jam
Mobile Broadband
2.5 G / GPRS
High
Rp. 25,- / kb
Rp. 15,- / kb
Low
Rp. 15,- / kb
Sama seperti 3G
3G
High
N/A
Rp. 0,25 / kb
Low
N/A
Rp. 0,15 / kb
3.2 Mbps Rp. 200 ribu per 40 jam
VISI DAN MISI DEPKOMINFO
”Terwujudnya
penyelenggaraan
komunikasi dan
informatika yang
efektif dan efisien
menuju masyarakat
informasi yang
sejahtera dalam
kerangka Negara
Kesatuan Republik
Indonesia”
VISI
MISI
Komunikasi Publik
Yang Efektif
Ketersediaan dan
Keterjangkauan
Informasi
Efisiensi dan Integrasi
Layanan Publik
Pengembangan
Ekonomi Informasi
DRIVING VALUE
Kesatuan dan
Persatuan Bangsa
Sinergi
Inovasi Nilai dan
Kreativitas
KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI
• SASARAN STRATEGIS:
– Tersedianya prasarana, sarana dan konten informasi
• UKURAN:
– Teledensity
– Wilayah cakupan layanan
– Jenis layanan
• TARGET: (TBD)
– Fixed Broadband: Th.2020
Teledensity : [50%], Wilayah cakupan:
[50%] nasional, Jenis layanan: Multimedia
– Mobile Broadband: Th.2020
Teledensity : [95%], Wilayah cakupan:
DRAFT PROGRAM KERJA DITJEN POSTEL DALAM HAL
KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI
• Mengkaji kondisi statistik ukuran TIK saat ini, terdiri dari densitas, wilayah cakupan layanan dan jenis layanan.
• Membangun infrastruktur TIK backbone internasional melalui jaringan fiber optik internasional dan sistem
komunikasi satelit
• Membangun layanan TIK pedesaan melalui integrasi program telepon pedesaan, desa berdering, titik akses
komunitas, pusat layanan penyiaran pedesaan, dsb.
• Optimalisasi dan efisiensi jaringan infrastruktur TIK yang ada melalui kebijakan dan regulasi sbb:
– Pemisahan penyelenggaraan infrastruktur jaringan TIK dengan dan konten
Revisi UU Penyiaran dan
Telekomunikasi.
– Pro kompetisi
anti monopoli dan diskriminasi, mencegah duplikasi / inefisiensi pengembangan jaringan.
– Jaringan infrastruktur TIK terintegrasi optimal
• Regulasi Tower, Galian dan Jalur Distribusi Bersama
• Akses Co-location
• Unbundling Local Loop
– Mendorong kompetisi layanan / jasa telekomunikasi inovatif memanfaatkan infrastruktur yang ada:
• MVNO
• Multiplex TV Digital: satu jaringan infrastruktur muliplex TV Digital dengan kompetisi sejumlah
penyelenggara konten
• Optimalisasi dan efisiensi sumber daya vital dan infrastruktur yang menunjang TIK, antara lain:
– Spektrum Frekuensi Radio
– Penomoran (Nomor teleponi, Alamat IP, serta E-Numbering)
PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI RADIO
•
SASARAN STRATEGIS:
– Optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya
strategis nasional yang bila digunakan efektif dan efisien, merupakan
pendorong tumbuh kembangnya sector ICT nasional, dan meningkatkan
efisiensi dan produktivitas bangsa.
•
PROGRAM KERJA STRATEGIS
– Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum
– Peningkatan Regulasi Perizinan
PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI (1)
•
Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum
– Kondisi sebelumnya:
• Izin diberikan tanpa dasar kebijakan yang jelas, hanya bersifat administratif teknis semata.
• Izin diberikan berdasarkan urutan “first come first served”, seringkali pemilik menjualnya (melalui berbagai cara), dengan mendapatkan keuntungan signifikan.
• Izin diberikan tanpa melihat keperluan “reserve” / cadangan spektrum bagi masa depan untuk pemanfaatan lebih optimal.
– Kondisi akan datang:
• Memberikan prioritas spektrum kepada penyelenggaraan jaringan akses wireless bagi penyelenggara telekomunikasi publik
• Mendorong penggunaan sistem non wireless pada sisi backbone / backhoul terintegrasi,
•
Peningkatan Regulasi Perizinan
– Kondisi sebelumnya:
• Jenis izin Frekuensi hanya Izin Stasiun Radio
• Dulu seluruh perizinan Frekuensi harus berupa izin stasiun radio first yang didistribusikan secara come first served, sekarang untuk akses eksklusif di suatu pita Frekuensi dilakukan secara lelang.
– Kondisi sekarang dan akan datang.
• Jenis perizinan dilengkapi izin pita dan izin kelas. Referensi: PM.17/2005
• Izin kelas diperuntukkan untuk penggunaan bersama oleh banyak pengguna dengan prinsip tidak boleh memberikan interferensi dan tidak mendapat proteksi, serta pengoperasian perangkat wireless pada pita Frekuensi dimaksud harus sesuai dengan batasan teknis.
•
Reformasi Tarif Spektrum Frekuensi
– Kondisi sebelumnya dan saat ini:
• Besar BHP (Biaya Hak Penggunaan) spektrum frekuensi radio dikenakan per stasiun radio per kanal, dan sangat bergantung jenis layanan dan jenis teknologi.
• Kontribusi BHP Frekuensi secara total banyak disumbang servis selular (sekitar 90%).
• Terdapat sejumlah servis yang dikenakan tarif sangat murah yaitu penyiaran (TV, AM, FM), serta komunikasi HF, dan radio konsesi (telekomunikasi khusus)
• Terdapat pengguna frekuensi radio yang tidak dikenakan BHP Frekuensi seperti pertahanan keamanan, transportasi perhubungan udara, perhubungan laut, misi diplomatik, dsb.
• Pada tahun 2006 telah dilakukan lelang Frekuensi dan izin berbasis pita pada pita Frekuensi IMT-2000 secara nasional, sehingga dapat dijadikan dasar bagi penyesuaian tarif BHP Frekuensi sistem selular lainnya.
– Kondisi yang akan datang.
• Besaran BHP Frekuensi untuk servis yang sifatnya akses eksklusif dan perangkat CPEnya bersifat mass market seperti selular, BWA, broadcast, maka akan ditentukan melalui nilai pasar yang akan didapatkan melalui proses lelang pada saat pemberian izin. Bentuk izin untuk servis yg seperti ini, akan berupa izin pita Frekuensi (bandwidth license).
• Kontribusi BHP Frekuensi akan semakin terdistribusi untuk beragam servis berdasarkan nilai ekonomisnya. • BHP Frekuensi untuk penyiaran (TV, AM, FM), komunikasi HF dan radio konsesi (telekomunikasi khusus)
akan ditingkatkan secara bertahap agar sesuai dengan nilai ekonomisnya, dan juga bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan Frekuensi.
• Semua Pengguna Izin Stasiun Radio (dan juga izin pita) akan dikenakan BHP Frekuensi.
PERENCANAAN KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR BROADBAND
• Memetakan jaringan backbone microwave link, fiber optik penyelenggara
telekomunikasi, distribusi jaringan gas, listrik, kereta api, jalan tol, distribusi
air minum, dan infrastruktur lainnya yang memungkinkan digunakan
bersama dengan jaringan transmisi fiber optik
• Mengkaji kebijakan dan regulasi open access dan non discriminatory (pro
kompetisi) terhadap akses infrastruktur essensial
• Menelilti regulasi di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
yang menyangkut kebijakan serta regulasi perizinan infrastruktur
ALOKASI PITA FREKUENSI
• Pita IMT-2000 dan IMT-Advanced
– Pita didefinisikan melalui forum internasional ITU, meskipun tidak hanya satu
– Contoh: IMT 2000 : Pita 2.1 GHz (core band), dan kandidat lain (extended band) yang telah
diidentifikasikan melalui ITU
• Pita yang tidak ditentukan (Multi Pita)
– Standard tidak menentukan pita, Regulator masing-masing menentukan beberapa pita
– Akibatnya di dunia ada beberapa deret pita yang tidak sama
PERMASALAHAN
1.
Penyelenggaraan BWA saat ini menghadapi beberapa permasalahan yang
menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi yang telah dialokasikan kepada
sejumlah penyelenggara telekomunikasi seperti kepada ISP, NAP, penyelenggara
jaringan tetap lokal berbasis packet switched & penyelenggara multimedia.
2.
Penyelenggara yang telah mendapatkan alokasi frekuensi BWA dengan
mekanisme evaluasi, tidak memanfaatkan spektrum frekuensi yang diberikan
secara optimal.
3.
Telah teridentifikasi penggunaan frekuensi BWA yang melanggar ketentuan.
4.
Standar BWA lama yang belum menggunakan standar terbuka mengakibatkan
terdapat beberapa sistem pengkanalan.
5.
Belum optimalnya teknik mitigasi interferensi pada penggunaan bersama/sharing
antara operasional BWA eksisting dengan sistem komunikasi radio lainnya
seperti : stasiun bumi sistem satelit extended C, komunikasi radio link gelombang
mikro dll. Terdapat permasalahan interferensi antara operasional satelit extended
C band dan BWA pada pita 3400 – 3700 MHz.
6.
Banyak permohonan izin baru BWA sementara ketersediaan spektrum frekuensi
untuk layanan BWA sangat terbatas.
TUJUAN PENATAAN FREKUENSI
• memberikan pedoman dalam penggunaan frekuensi untuk keperluan BWA
• mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi dan informatika nasional
• mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga dapat
memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.
• pengoptimalan pemanfaatan spektrum frekuensi melalui pemberian izin pita
dan pendistribusian wilayah layanan BWA menjadi 17 zone wilayah layanan
BWA sehingga dapat mendorong penyebaran jaringan BWA
PROSES PENYUSUNAN PERMEN PENATAAN FREKUENSI BWA
Sosialisasi via Website
Proses Evaluasi Masukan dan
Inventarisasi
Penyusunan Buku Putih
Buku Putih
Sosialisasi via Website Konsultasi
Publik II
DITJEN POSTEL
PUBLIK/STAKE HOLDER
Penerimaan Masukan Buku Putih
DITJEN POSTEL
PUBLIK/STAKE HOLDER
Proses Evaluasi Masukan dan
Inventarisasi
Draft Permen
Konsultasi Publik III
Sosialisasi via Website
Proses Evaluasi Masukan
Penetapan Permen (diharapkan Akhir Agust 2007) Penerimaan
25 Mei 2006
14 Nop 2006
Penyesuaian Dan Migrasi
Ketersediaan Frekuensi Clearance Frekuensi
DITJEN POSTEL
PENGGUNA FREKUENSI EKSISTING
PUBLIK/STAKE HOLDER
2
Pengumuman Ke Publik Pembukaan
Peluang Usaha
Proses Evaluasi/ Seleksi/Lelang
Penetapan Penyelenggara
Pelaksanaan Oleh Penyelenggara
TARGET PENATAAN : PENETAPAN FREKUENSI BWA
Pita Penetapan
Eksisting
Pita
Penetapan
Baru
Standard
Skema Perizinan
Frekuensi
300 MHz
1.5 GHz
Proprietary:
7/8 MHz
Bandwidth
5.8 GHz
Netral :Maks
TDD 20
MHz BW
Izin per
stasiun
2.4 GHz
Netral : TDD
5 MHz BW
Izin Kelas
2.3 GHz
Netral : TDD
Izin Pita
300 MHz
Pita BWA
Penyesuaian
Blok
frekuensi non BWAPenyelenggara BWA eksisting
3.3 GHz Penyelenggara BWA eksisting 3.5 GHz
BWA eksisting
Masa laku ISR
Pengguna frekuensi non BWA
2 tahun
Skema BHP Izin Frek
Untuk Izin Pita akan
diberlakukan BHP Pita
yang besarannya akan
ditentukan kemudian
(sedang dilakukan
studi BHP ISR ke BHP
Pita ATAU
menyesuaikan dengan
hasil lelang/price taker
pita terkait di daerah
lain dengan
prosentase.
Untuk Izin ISR tetap
diberlakukan BHP ISR
sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
Pengguna frek
REVISI KETENTUAN TEKNIS WIRELESS DATA
2.4 GHz DAN 5.8 GHz
•
Kebijakan Perizinan dan Ketentuan Teknis Wireless Data 5.8 GHz
:
– Untuk pemohon baru, izin stasiun radio akan diberikan hanya untuk aplikasi point-to-point. Pemohon harus
menyiapkan rencana pengembangan jaringan yang terintegrasi dengan infrastruktur transmisi jaringan telekomunikasi publik
– Penggunaan kanal maksimum hanya diberikan maksimum dengan bandwidth 20 MHz dengan persyaratan didasari atas analisa teknis dan proyeksi kebutuhan trafik sistem komunikasi yang akan dibangun
– Batasan ketentuan teknis Wireless Data Point-to-Point 5.8 GHz: • Tinggi antenna minimum 20 meter dari permukaan tanah. • Menggunakan polarisasi horisontal
– Bagi pemegang izin eksisting BWA dapat mengoperaiskan perangkat BTS aksesnya sampai dengan masa izinnya selesai, dengan batasan sbb:
• EIRP maksimum 36 dBm
• Tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah
•
Batasan Teknis Penggunaan Frekuensi 2.4 GHz :
– Melengkapi persyaratan pada Kepmenhub No.2/2005 ttg penggunaan 2.4 GHz untuk akses internet, Izin Kelas – Batasan EIRP maksimum: 36 dBm untuk outdoor; 27 dBm untuk indoor
– Daya pancar perangkat TX maksimum 100 mW – Emisi out of band -20 dBc per 100 kHz
– Hanya diperuntukkan untuk jaringan akses denan tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah – Dilarang untuk komunikasi backhaul komunikasi link point to point dan/atau menggunakan antena reflektor