• Tidak ada hasil yang ditemukan

200907 Peran Regulasi Broadband Ekonomi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "200907 Peran Regulasi Broadband Ekonomi Indonesia"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN REGULASI DAN

PERKEMBANGAN INTERNET DALAM

MEMAJUKAN EKONOMI INDONESIA

Denny Setiawan

Kasubdit Penataan Frekuensi

Ditjen Postel-Depkominfo

(2)

Pendahuluan

Faktor Pendorong Broadband (“Pita Lebar”)

Broadband- Aplikasi

Broadband- Teknologi

Faktor-faktor kunci sukses

Peranan Pemerintah dalam mempromosikan Broadband

Regulasi Pendukung Broadband

Studi Kasus Indonesia

Tujuan Kebijakan Broadband

Statistik

Penyempurnaan Regulasi dan Perizinan

Kesimpulan

(3)

PENDAHULUAN

Definisi - Broadband

Secara umum, Broadband dideskripsikan sebagai komunikasi data

yang memiliki Kecepatan tinggi, kapasitas tinggi menggunakan

DSL, Modem Kabel, Ethernet, Wireless Access, Fiber Optik, W-LAN,

V-SAT. dsb.

Rentang kecepatan layanan bervariasi dari 128 Kbps s/d 100 Mbps.

Tidak ada definisi internasional spesifik untuk Broadband.

Dalam Draft RPM Penataan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan

Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (

Broadband Wireless

Access

) diusulkan definisi Broadband adalah layanan

telekomunikasi nirkabel yang memiliki kemampuan kapasitas

(4)

1) Untuk Pemerintah:-

Broadband dilihat sebagai infrastruktur penting untuk mencapai

tujuan-tujuan pemerintah di bidang sosio-ekonomi.

Untuk mendorong penyediaaan layanan publik seperti E-governance,

E-learning, Tele-medicine.

2) Untuk Penyelenggara Jaringan / Jasa Telekomunikasi :

-–

Suatu pilihan untuk mengurangi penurunan pendapatan dari teknologi

lama (POTS/PSTN).

Potensi tambahan pendapatan dari Layanan Nilai Tambah.

Potensi penambahan secara eksponensial dalam ARPU.

3) Untuk Konsumen :

-–

Tersedianya rentang aplikasi yang lebih banyak dan lebih kaya.

Akses yang lebih cepat terhadap informasi.

Layanan yang semakin mengarah konvergensi (VOIP, Video on

Demand).

(5)

Layanan Personal

Akes Internet Berkecepatan Tinggi (256 kbps dan lebih)

Multimedia

Layanan Publik dari Pemerintah

E-governance

E-education

Tele-medicine

Layanan Komersial

E-commerce

Corporate Internet

Videoconferencing

Layanan Video dan Hiburan

Broadcast TV

(6)

TEKNOLOGI BROADBAND

Infrastruktur Eksisting

DSL melalui jaringan akses tembaga (DSL over Copper loop)

Modem kabel melalui jaringan TV Kabel (Cable Modem over

Cable TV network)

Akses Broadband Jalur Listrik (Power Line Broadband Access)

Infrastruktur Baru

Fiber To The Home (FTTH)

Hybrid Fiber Coaxial (HFC)

Infrastruktur Nirkabel

Wireless Access (FWA) / High speed WLL

Wireless LAN (Wi-Fi) (802.11), WiMax (802.16), I-Burst

(802.20), dsb

V-SAT

(7)

Konektivitas Broadband untuk Layanan Nilai Tambah

& VIDEO ON

SAME

SERVICE (FR/ATM)

DSL

WAP ENABLED/ GPRS/ EDGE

HANDSET

INTERNET

(CONNECTIONLESS)

Broadband

Leased

Lines (Optic

Fiber/ Radio)

Internet through

Cable TV

Access Point

FTTH

(8)

Broadband dalam Kota melalui Ethernet

Access

Providers

Backbone

(Optic Fiber)

Ethernet in

First Mile

Access

Switch

Access

Node

(9)

TANTANGAN KEBIJAKAN

Broadband merupakan faktor teknologi fundamental yang

memungkinkan transformasi ekonomi dan sosial

Merupakan faktor kunci (kritikal) bagi tingkat kompetitif suatu bangsa

Dapatkah Terjadi dengan Sendirinya ?

Ya, kekuatan

pasar

(10)

BROADBAND - FAKTOR-FAKTOR KUNCI SUKSES

Mendidik publik mengenai Broadband.

Kompetisi dan Regulasi Pro – Kompetisi

Inovasi dan Teknologi alternatif

Aplikasi dan Konten.

Tarif dan Daya Beli (

affordability

)

Dukungan Pemerintah untuk mempromosikan broadband

(11)

DAPATKAH KEKUATAN PASAR MELAKUKANNYA ?

Kebutuhan pengguna terhadap

broadband semakin tinggi

Pengembangan

Aplikasi dan

Konten yang

Inovatif

Kebutuhan yang

semakin meningkat

mendorong

penyediaan yang

kompetitif

(12)

Kasus Bisnis Broadband

SOHO

(13)

PERAN PEMERINTAH DALAM MEMAJUKAN BROADBAND

Menciptakan lingkungan kebijakan yang tepat dengan

menghilangkan hambatan-hambatan kebijakan.

Memformulasikan program nasional, regional dan lokal.

Program edukasi dan promosi Broadband.

Membangun Infrastruktur Backbone Nasional.

Mendorong Kompetisi.

Mendanai investasi di Broadband di wilayah pedesaan yang secara

ekonomis kurang menguntungkan melalui program USO.

Menginventarisasi kebutuhan akses broadband instansi Pemerintah

sendiri.

(14)

PERUBAHAN REGULASI DIINGINKAN DALAM

BROADBAND

Mendorong kompetisi

facility-based

dengan mengurangi hambatan

masuk ke pasar.

Mengurangi biaya “

Rights of Ways (ROW)

” / jalur infrastruktur,

seperti jalur galian kabel, serat optik, dsb.

Mendorong “

infrastructure sharing

” / penggunaan bersama

infrastruktur di antara penyelenggara jasa untuk pemanfaatan

optimum.

Membolehkan penggunaan infrastruktur perusahaan utilitas

(seperti kereta api, jalan tol, gas, listrik, dsb), untuk digunakan

bagi layanan broadband publik.

Mengurangi

“bottleneck”

/ kemacetan di akses

“last-mile”

dengan

membolehkan pengembangan teknologi-teknologi alternatif seperti

jaringan TV kabel, Wireless dsb.

(15)

1. Jumlah penduduk : 230 juta 2. GDP per kapita: US$ 1,500

a) Fixed telephone :

b) Fixed Wireline (8.8 juta) c) FWA (6.5 juta) ;

3. Teledensity: 7% ( 15.3 juta)

a) Kota-kota besar utama : 10 – 40%

b) Daerah “Rural” / pedesaan kurang dari 0.2% ( 60% dari desa tanpa telepon sama sekali) 4. Densitas pengguna telepon bergerak : 31.1% ( 68.42 juta)

5. Densitas Fixed and Mobile : 38.2% 6. Internet:

a) 2 juta pelanggan

b) Kurang lebih. 25 juta pengguna (± 11.4 %) 7. Broadband: ADSL, Fiber Optic: 500 ribu pelanggan.

8. Mobile Broadband ( EDGE, EV-DO, 3G/HSDPA ) : 2,5 juta pelanggan 9. Jumlah PCs … juta

10. Jumlah TV – 34 juta (Data BPS tahun 2004)

11. Jumlah sambungan TV Kabel (termasuk TV satelit) - … juta (Data belum ada)

12. Konektivitas Internasional – 7.3 Gbps D/L, 4.2 Gbps U/L (data rekapitulasi Postel th.2006) 13. Gateway Internasional untuk Trafik Internet (NAP): 26 penyelenggara (data rekapitulasi

(16)

Sulawesi

Banda Aceh

Sabang

(17)

TARIF BROADBAND DI INDONESIA

TEKNOLOGI

Juni 2006

Juni 2007

ADSL

High

Rp. 400,- / Mb

Rp. 200,- / Mb

Low

Rp. 400,- / Mb

Rp. 133,- / Mb

384 kbps Rp. 200 ribu per 5 jam

Mobile Broadband

2.5 G / GPRS

High

Rp. 25,- / kb

Rp. 15,- / kb

Low

Rp. 15,- / kb

Sama seperti 3G

3G

High

N/A

Rp. 0,25 / kb

Low

N/A

Rp. 0,15 / kb

3.2 Mbps Rp. 200 ribu per 40 jam

(18)

VISI DAN MISI DEPKOMINFO

”Terwujudnya

penyelenggaraan

komunikasi dan

informatika yang

efektif dan efisien

menuju masyarakat

informasi yang

sejahtera dalam

kerangka Negara

Kesatuan Republik

Indonesia”

VISI

MISI

Komunikasi Publik

Yang Efektif

Ketersediaan dan

Keterjangkauan

Informasi

Efisiensi dan Integrasi

Layanan Publik

Pengembangan

Ekonomi Informasi

DRIVING VALUE

Kesatuan dan

Persatuan Bangsa

Sinergi

Inovasi Nilai dan

Kreativitas

(19)

KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI

• SASARAN STRATEGIS:

– Tersedianya prasarana, sarana dan konten informasi

• UKURAN:

– Teledensity

– Wilayah cakupan layanan

– Jenis layanan

• TARGET: (TBD)

– Fixed Broadband: Th.2020

Teledensity : [50%], Wilayah cakupan:

[50%] nasional, Jenis layanan: Multimedia

– Mobile Broadband: Th.2020

Teledensity : [95%], Wilayah cakupan:

(20)

DRAFT PROGRAM KERJA DITJEN POSTEL DALAM HAL

KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN INFORMASI

• Mengkaji kondisi statistik ukuran TIK saat ini, terdiri dari densitas, wilayah cakupan layanan dan jenis layanan.

• Membangun infrastruktur TIK backbone internasional melalui jaringan fiber optik internasional dan sistem

komunikasi satelit

• Membangun layanan TIK pedesaan melalui integrasi program telepon pedesaan, desa berdering, titik akses

komunitas, pusat layanan penyiaran pedesaan, dsb.

• Optimalisasi dan efisiensi jaringan infrastruktur TIK yang ada melalui kebijakan dan regulasi sbb:

– Pemisahan penyelenggaraan infrastruktur jaringan TIK dengan dan konten

Revisi UU Penyiaran dan

Telekomunikasi.

– Pro kompetisi

anti monopoli dan diskriminasi, mencegah duplikasi / inefisiensi pengembangan jaringan.

– Jaringan infrastruktur TIK terintegrasi optimal

• Regulasi Tower, Galian dan Jalur Distribusi Bersama

• Akses Co-location

• Unbundling Local Loop

– Mendorong kompetisi layanan / jasa telekomunikasi inovatif memanfaatkan infrastruktur yang ada:

• MVNO

• Multiplex TV Digital: satu jaringan infrastruktur muliplex TV Digital dengan kompetisi sejumlah

penyelenggara konten

• Optimalisasi dan efisiensi sumber daya vital dan infrastruktur yang menunjang TIK, antara lain:

– Spektrum Frekuensi Radio

– Penomoran (Nomor teleponi, Alamat IP, serta E-Numbering)

(21)

PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI RADIO

SASARAN STRATEGIS:

– Optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya

strategis nasional yang bila digunakan efektif dan efisien, merupakan

pendorong tumbuh kembangnya sector ICT nasional, dan meningkatkan

efisiensi dan produktivitas bangsa.

PROGRAM KERJA STRATEGIS

– Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum

– Peningkatan Regulasi Perizinan

(22)

PROGRAM KERJA PENATAAN FREKUENSI (1)

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Spektrum

– Kondisi sebelumnya:

• Izin diberikan tanpa dasar kebijakan yang jelas, hanya bersifat administratif teknis semata.

• Izin diberikan berdasarkan urutan “first come first served”, seringkali pemilik menjualnya (melalui berbagai cara), dengan mendapatkan keuntungan signifikan.

• Izin diberikan tanpa melihat keperluan “reserve” / cadangan spektrum bagi masa depan untuk pemanfaatan lebih optimal.

– Kondisi akan datang:

• Memberikan prioritas spektrum kepada penyelenggaraan jaringan akses wireless bagi penyelenggara telekomunikasi publik

• Mendorong penggunaan sistem non wireless pada sisi backbone / backhoul terintegrasi,

Peningkatan Regulasi Perizinan

– Kondisi sebelumnya:

• Jenis izin Frekuensi hanya Izin Stasiun Radio

• Dulu seluruh perizinan Frekuensi harus berupa izin stasiun radio first yang didistribusikan secara come first served, sekarang untuk akses eksklusif di suatu pita Frekuensi dilakukan secara lelang.

– Kondisi sekarang dan akan datang.

• Jenis perizinan dilengkapi izin pita dan izin kelas. Referensi: PM.17/2005

• Izin kelas diperuntukkan untuk penggunaan bersama oleh banyak pengguna dengan prinsip tidak boleh memberikan interferensi dan tidak mendapat proteksi, serta pengoperasian perangkat wireless pada pita Frekuensi dimaksud harus sesuai dengan batasan teknis.

(23)

Reformasi Tarif Spektrum Frekuensi

– Kondisi sebelumnya dan saat ini:

• Besar BHP (Biaya Hak Penggunaan) spektrum frekuensi radio dikenakan per stasiun radio per kanal, dan sangat bergantung jenis layanan dan jenis teknologi.

• Kontribusi BHP Frekuensi secara total banyak disumbang servis selular (sekitar 90%).

• Terdapat sejumlah servis yang dikenakan tarif sangat murah yaitu penyiaran (TV, AM, FM), serta komunikasi HF, dan radio konsesi (telekomunikasi khusus)

• Terdapat pengguna frekuensi radio yang tidak dikenakan BHP Frekuensi seperti pertahanan keamanan, transportasi perhubungan udara, perhubungan laut, misi diplomatik, dsb.

• Pada tahun 2006 telah dilakukan lelang Frekuensi dan izin berbasis pita pada pita Frekuensi IMT-2000 secara nasional, sehingga dapat dijadikan dasar bagi penyesuaian tarif BHP Frekuensi sistem selular lainnya.

– Kondisi yang akan datang.

• Besaran BHP Frekuensi untuk servis yang sifatnya akses eksklusif dan perangkat CPEnya bersifat mass market seperti selular, BWA, broadcast, maka akan ditentukan melalui nilai pasar yang akan didapatkan melalui proses lelang pada saat pemberian izin. Bentuk izin untuk servis yg seperti ini, akan berupa izin pita Frekuensi (bandwidth license).

• Kontribusi BHP Frekuensi akan semakin terdistribusi untuk beragam servis berdasarkan nilai ekonomisnya. • BHP Frekuensi untuk penyiaran (TV, AM, FM), komunikasi HF dan radio konsesi (telekomunikasi khusus)

akan ditingkatkan secara bertahap agar sesuai dengan nilai ekonomisnya, dan juga bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan Frekuensi.

• Semua Pengguna Izin Stasiun Radio (dan juga izin pita) akan dikenakan BHP Frekuensi.

(24)

PERENCANAAN KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR BROADBAND

• Memetakan jaringan backbone microwave link, fiber optik penyelenggara

telekomunikasi, distribusi jaringan gas, listrik, kereta api, jalan tol, distribusi

air minum, dan infrastruktur lainnya yang memungkinkan digunakan

bersama dengan jaringan transmisi fiber optik

• Mengkaji kebijakan dan regulasi open access dan non discriminatory (pro

kompetisi) terhadap akses infrastruktur essensial

• Menelilti regulasi di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

yang menyangkut kebijakan serta regulasi perizinan infrastruktur

(25)

ALOKASI PITA FREKUENSI

• Pita IMT-2000 dan IMT-Advanced

– Pita didefinisikan melalui forum internasional ITU, meskipun tidak hanya satu

– Contoh: IMT 2000 : Pita 2.1 GHz (core band), dan kandidat lain (extended band) yang telah

diidentifikasikan melalui ITU

• Pita yang tidak ditentukan (Multi Pita)

– Standard tidak menentukan pita, Regulator masing-masing menentukan beberapa pita

– Akibatnya di dunia ada beberapa deret pita yang tidak sama

(26)

PERMASALAHAN

1.

Penyelenggaraan BWA saat ini menghadapi beberapa permasalahan yang

menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi yang telah dialokasikan kepada

sejumlah penyelenggara telekomunikasi seperti kepada ISP, NAP, penyelenggara

jaringan tetap lokal berbasis packet switched & penyelenggara multimedia.

2.

Penyelenggara yang telah mendapatkan alokasi frekuensi BWA dengan

mekanisme evaluasi, tidak memanfaatkan spektrum frekuensi yang diberikan

secara optimal.

3.

Telah teridentifikasi penggunaan frekuensi BWA yang melanggar ketentuan.

4.

Standar BWA lama yang belum menggunakan standar terbuka mengakibatkan

terdapat beberapa sistem pengkanalan.

5.

Belum optimalnya teknik mitigasi interferensi pada penggunaan bersama/sharing

antara operasional BWA eksisting dengan sistem komunikasi radio lainnya

seperti : stasiun bumi sistem satelit extended C, komunikasi radio link gelombang

mikro dll. Terdapat permasalahan interferensi antara operasional satelit extended

C band dan BWA pada pita 3400 – 3700 MHz.

6.

Banyak permohonan izin baru BWA sementara ketersediaan spektrum frekuensi

untuk layanan BWA sangat terbatas.

(27)

TUJUAN PENATAAN FREKUENSI

• memberikan pedoman dalam penggunaan frekuensi untuk keperluan BWA

• mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi dan informatika nasional

• mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga dapat

memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

• pengoptimalan pemanfaatan spektrum frekuensi melalui pemberian izin pita

dan pendistribusian wilayah layanan BWA menjadi 17 zone wilayah layanan

BWA sehingga dapat mendorong penyebaran jaringan BWA

(28)

PROSES PENYUSUNAN PERMEN PENATAAN FREKUENSI BWA

Sosialisasi via Website

Proses Evaluasi Masukan dan

Inventarisasi

Penyusunan Buku Putih

Buku Putih

Sosialisasi via Website Konsultasi

Publik II

DITJEN POSTEL

PUBLIK/STAKE HOLDER

Penerimaan Masukan Buku Putih

DITJEN POSTEL

PUBLIK/STAKE HOLDER

Proses Evaluasi Masukan dan

Inventarisasi

Draft Permen

Konsultasi Publik III

Sosialisasi via Website

Proses Evaluasi Masukan

Penetapan Permen (diharapkan Akhir Agust 2007) Penerimaan

25 Mei 2006

14 Nop 2006

(29)

Penyesuaian Dan Migrasi

Ketersediaan Frekuensi Clearance Frekuensi

DITJEN POSTEL

PENGGUNA FREKUENSI EKSISTING

PUBLIK/STAKE HOLDER

2

Pengumuman Ke Publik Pembukaan

Peluang Usaha

Proses Evaluasi/ Seleksi/Lelang

Penetapan Penyelenggara

Pelaksanaan Oleh Penyelenggara

(30)

TARGET PENATAAN : PENETAPAN FREKUENSI BWA

Pita Penetapan

Eksisting

Pita

Penetapan

Baru

Standard

Skema Perizinan

Frekuensi

300 MHz

1.5 GHz

Proprietary:

7/8 MHz

Bandwidth

5.8 GHz

Netral :Maks

TDD 20

MHz BW

Izin per

stasiun

2.4 GHz

Netral : TDD

5 MHz BW

Izin Kelas

2.3 GHz

Netral : TDD

Izin Pita

(31)

300 MHz

Pita BWA

Penyesuaian

Blok

frekuensi non BWA

Penyelenggara BWA eksisting

3.3 GHz Penyelenggara BWA eksisting 3.5 GHz

BWA eksisting

Masa laku ISR

Pengguna frekuensi non BWA

2 tahun

Skema BHP Izin Frek

Untuk Izin Pita akan

diberlakukan BHP Pita

yang besarannya akan

ditentukan kemudian

(sedang dilakukan

studi BHP ISR ke BHP

Pita ATAU

menyesuaikan dengan

hasil lelang/price taker

pita terkait di daerah

lain dengan

prosentase.

Untuk Izin ISR tetap

diberlakukan BHP ISR

sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

Pengguna frek

(32)

REVISI KETENTUAN TEKNIS WIRELESS DATA

2.4 GHz DAN 5.8 GHz

Kebijakan Perizinan dan Ketentuan Teknis Wireless Data 5.8 GHz

:

– Untuk pemohon baru, izin stasiun radio akan diberikan hanya untuk aplikasi point-to-point. Pemohon harus

menyiapkan rencana pengembangan jaringan yang terintegrasi dengan infrastruktur transmisi jaringan telekomunikasi publik

– Penggunaan kanal maksimum hanya diberikan maksimum dengan bandwidth 20 MHz dengan persyaratan didasari atas analisa teknis dan proyeksi kebutuhan trafik sistem komunikasi yang akan dibangun

– Batasan ketentuan teknis Wireless Data Point-to-Point 5.8 GHz: • Tinggi antenna minimum 20 meter dari permukaan tanah. • Menggunakan polarisasi horisontal

– Bagi pemegang izin eksisting BWA dapat mengoperaiskan perangkat BTS aksesnya sampai dengan masa izinnya selesai, dengan batasan sbb:

• EIRP maksimum 36 dBm

• Tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah

Batasan Teknis Penggunaan Frekuensi 2.4 GHz :

– Melengkapi persyaratan pada Kepmenhub No.2/2005 ttg penggunaan 2.4 GHz untuk akses internet, Izin Kelas – Batasan EIRP maksimum: 36 dBm untuk outdoor; 27 dBm untuk indoor

– Daya pancar perangkat TX maksimum 100 mW – Emisi out of band -20 dBc per 100 kHz

– Hanya diperuntukkan untuk jaringan akses denan tinggi antena pemancar maksimum 20 meter dari permukaan tanah – Dilarang untuk komunikasi backhaul komunikasi link point to point dan/atau menggunakan antena reflektor

(33)

Untuk penyelenggara BWA di pita 2 GHz, 2.3 GHz, 3.3 GHz, 10.5 GHz akan diberikan izin

penggunaan frekuensi pada 17 wilayah zona BWA yang ditentukan.

Wilayah zona BWA ditentukan berdasarkan suatu unit wilayah standar dengan luas sekitar 11 x 11

km2. (1 derajat x 1 derajat dalam longitude/lattitude)

Koordinasi antar penyelenggara BWA untuk mencegah interferensi:

– Dalam hal penyelenggara telekomunikasi yang mendapatkan izin alokasi BWA TDD di 2.3 GHz,

3.3 GHz terkait diwajibkan melakukan sinkronisasi waktu (TDD) dengan penyelenggara yang

memiliki alokasi frekuensi bersebelahan

– Dalam hal penyelenggara telekomunikasi memasang stasiun radio (BTS) di daerah yang

berbatasan dengan wilayan penyelenggara layanan BWA lainnya, dengan frekuensi yang sama,

maka:

• perbatasan zone wilayah layanan BWA didasarkan bukan pada wlayah administrasi saja

melainkan wilayah unit standar di perbatasan

• Pemasangan BTS ditentukan sedemikian sehingga besar kuat medan / level sinyal

penerimaan di wilayah yang bersebelahan tidak boleh melewati batas maksimum emisi

tertentu

Penyelenggara telekomunikasi dimaksud dianjurkan untuk melakukan sedapat mungkin teknik

pencegahan interferensi meliputi diskriminasi antena, pengaturan antena, polarisasi,

shielding/blocking, pemilihan lokasi pemancar atau pengendalian daya pancar.

(34)

HAL PENTING LAIN YANG DIATUR

Pemanfaatan Infrastruktur Telekomunikasi :

– Tujuan : mengurangi beban CAPEX dan OPEX penyelenggara tanpa mengurangi

kadar persaingan antar penyelenggara.

– Mengutamakan pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi yang telah ada atau

unsur infrastruktur telekomunikasi secara bersama

– Pemanfaatan unsur infrastruktur telekomunikasi berdasarkan kesepakatan antar

penyelenggara, dianjurkan, meliputi :

• menara antena

• galian kabel (duct and trenches)

• ruangan dalam bangunan

• tenaga listrik

(35)

• Sesuai PP No.38 tahun 2007 mengenai pembagian kewenangan Pemerintah

Pusat dan Daerah, ditetapkan sebagai berikut:

– Semua kewenangan pengelolaan spektrum frekuensi radio berada di

Pemerintah Pusat (c.q. Ditjen Postel)

– Kewenangan pengelolaan akses infrastruktur ICT essensial seperti

Menara Telekomunikasi dan Galian dilakukan oleh Pemerintah Daerah

(Kota/Kabupaten)

• Pemerintah Pusat (Depkominfo, c.q. Ditjen Postel) harus memberikan

panduan, norma, standar kepada Pemerintah Daerah paling lambat 2 tahun.

• Kesempatan “emas” ini sangat baik untuk memperbaiki kebijakan, regulasi,

(36)

KESIMPULAN

Pembangunan ICT memerlukan peran pemerintah sebagai Regulator untuk

memberikan lingkungan kebijakan yang tepat sehingga industri bisa memberikan

layanan yang kompetitif

Peran Regulator:

Mendorong kompetisi

facility-based

dengan mengurangi hambatan masuk ke

pasar.

Mengurangi biaya “Rights of Ways (ROW)” / jalur infrastruktur, seperti jalur

galian kabel, serat optik, dsb.

Mendorong “

infrastructure sharing

” / penggunaan bersama infrastruktur di

antara penyelenggara jasa untuk pemanfaatan optimum.

Membolehkan penggunaan infrastruktur perusahaan utilitas (seperti kereta api,

jalan tol, gas, listrik, dsb), untuk digunakan bagi layanan broadband publik.

Mengurangi

“bottleneck”

/ kemacetan di akses

“last-mile”

dengan

membolehkan pengembangan teknologi-teknologi alternatif seperti jaringan TV

kabel, Wireless dsb.

“Unbundling local loop” untuk layanan berbasis DSL.

(37)

REFERENSI

S.N. Gupta, Market Entry for Broadband, Telecom Regulatory

Authority of India, Third APT Regulators’ Forum, Chiang Rai,

Thailand, 10-12 July 2003

Koesmarihati, The Role of Broadband Access Network in Developing

NGN, Seminar Apresiasi Nasional Jaringan, Akses – ANJA, RISTI,

PT TELKOM, 30 Agustus 2007

A. Alkaff, Staf Khusus Menteri, Depkominfo, Visi dan Misi

Depkominfo, Agustus 2007

(38)

E-mail:

denny@postel.go.id

denny.setiawan71@ui.edu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil literature mengenai berbagai risiko proyek jalan tol di ASEAN dengan skema PPP, Hasil menunjukkan bahwa 10 faktor risiko yang paling banyak dilaporkan

KP.04.06/II.4/2538/2014 tanggal 13 Mei 2014 serta Surat Tugas dari Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa RSUP Fatmawati Nomor : 179/ULP/XI/2015 tanggal 11 November 2015,

Pihak Jabatan Pertanian Amerika Syarikat – Bahagian Pemeriksaan Haiwan dan Tumbuhan (USDA- APHIS) telah melakukan tinjauan awal ke kemudahan yang terlibat dalam rantaian proses

Nilai ekonomi sampah Kota Medan dari sektor informal berasal dari penjualan ulang dari bahan-bahan yang dapat diolah kembali.. Pada umumnya sampah yang memiliki nilai

Oleh karena pentingnya media sosial terhadap suatu produk maka penulis mengangkat judul penelitian: “Pengaruh Iklan Youtube “Iya Juga Ya” Terhadap Brand Awareness

Proses identifikasi prioritas perbaikan indikator kinerja kunci dilakukan dengan mengadopsi teknik penyebaran fungsi kualitas (Quality Function Deployment), dengan membangun

Skripsi berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Metode Mnemonik Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X Di SMA Muhammadiyah 1 Surabaya ini

Berkembangnya kawasan industri di wilayah Kabupaten Bekasi, tumbuh dan berkembangnya sektor properti di wilayah ini baik investor dalam nengeri maupun investor