• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Makanan Ringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Makanan Ringan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Pembahasan dilakukan terhadap beberapa hal penting yang terlibat selama proses penelitan sehingga dihasilkannya model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil berbasis manajemen strategi. Pembahasan meliputi proses penentuan karateristik teknis standar, proses penentuan indikator kinerja kunci, proses evaluasi kinerja yang terdiri atas proses pengukuran dan proses perbaikan kinerja, hingga berakhir pada proses penentuan rekomendasi perbaikan kinerja.

Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK

Makanan Ringan

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik teknis UMK makanan ringan yang telah dilakukan, maka ditetapkan 25 karakteristik teknis kinerja UMK makanan ringan. Dari hasil tersebut dilakukan penentuan karakteristik teknis standar kinerja melalui pengujian dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators sehingga menghasilkan sepuluh (10) karaktersitik teknis yang menjadi standar kinerja UMK makanan ringan (Tabel 14).

Dari Tabel 14 terlihat bahwa karakteristik teknis standar terdistribusi dari empat variabel evaluasi kinerja yang berbasis manajemen strategi, antara lain variabel kinerja operasi perusahaan diukur dengan target penjualan, tingkat penciptaan produk baru, tingkat pemasaran produk baru, tingkat kesalahan dalam proses, tingkat hasil (output) per satuan modal, dan tingkat kemampuan menghasilkan uang. Kinerja manajemen sumberdaya perusahaan diukur dengan tingkat motivasi pemilik perusahaan dan tingkat pengembangan modal. Kinerja hubungan dengan lingkungan perusahaan diukur dengan tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan, dan kinerja pelaksanaan kebijakan diukur dengan tingkat penerapan standar kualitas.

(2)

124

Tabel 14. Karakteristik Teknis Standar Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

Variabel Dimensi Indikator

Kinerja Operasi Perusahaan

Tingkat Penjualan dan Posisi Pasar

1. Tingkat Target penjualan

Tingkat Inovasi 2. Tingkat penciptaan produk baru

3. Tingkat pemasaran produk baru

Kualitas dan Produktivitas 4. Tingkat kesalahan dalam proses

5. Tingkat perbandingan hasil (output) per satuan modal

Tingkat Profitabilitas 6. Tingkat kemampuan menghasilkan uang Kinerja

Manajemen

Organisasi dan Motivasi 7.Tingkat motivasi pemilik perusahaan

Sumberdaya Perusahaan

Sumberdaya modal 8. Tingkat pengembangan modal

Kinerja Hubungan dengan

Lingkungan Perusahaan

Publik dan Lingkungan 9. Tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan

Kinerja Kinerja yang Berkaitan dengan Kebijakan

Penerapan Kebijakan 10. Tingkat penerapan standar Kualitas

Dari tabel tersebut juga dapat dilihat keterkaitan antara dimensi dengan karakteristik teknis standar. Target penjualan menunjukkan tingkat penjualan dan posisi pasar perusahaan. Tingkat penciptaan produk baru dan tingkat pemasaran produk baru menunjukkan tingkat inovasi perusahaan. Tingkat kesalahan dalam proses dan tingkat hasil perbandingan (output) per satuan modal menunjukkan kualitas dan produktivitas. Tingkat kemampuan menghasilkan uang menunjukkan profitabilitas usaha.Tingkat motivasi pemilik perusahaan menunjukkan organisasi dan motivasi dalam perusahaan. Tingkat pengembangan modal menunjukkan kondisi sumberdaya modal. Tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap publik dan lingkungan. Tingkat penerapan standar kualitas menunjukkan penerapan kebijakan oleh perusahaan.

(3)

Identifikasi Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan

Identifikasi terhadap indikator dari setiap dimensi yang mempengaruhi kinerja UMK makanan ringan diperoleh dari hasil elaborasi dari studi literatur, obervasi lapangan, dan survey pakar. Proses tersebut menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK makanan ringan. Untuk menghasilkan indikator penting dalam pen gukuran dan perbaikan kinerja UMK makanan ringan dilakukan verifikasi terhadap usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung. Hasil uji validasi dan reliabitas tersebut menghasilkan 46 indikator penting bagi pengukuran dan perbaikan kinerja UMK makanan ringan, khususnya industri pengolahan keripik pisang, seperti terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Indikator Penting Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas

VARIABEL INDIKATOR

Lingkungan Eksternal 1. Tingkat Inflasi (Tingkat kenaikan harga-harga)

2. Tingkat Ketersediaan Bahan Bakar 3. Tingkat Harga Bahan bakar 4. Tingkat Upah Tenaga Kerja

5. Tingkat Teknologi yang Digunakan

6. Tingkat Pertambahan Produk Baru (Tingkat inovasi)

7. Tingkat Kapasitas Produksi

8. Tingkat Penerapan Peraturan Pemerintah 9. Tingkat Jumlah Pesaing

10. Tingkat Biaya Tetap Pesaing

11. Tingkat Kesamaan Performansi Produk substitusi

12. Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi 13. Tingkat Penyebaran Lokasi Pemasok 14. Tingkat Jumlah Pemasok

15. Tingkat Kualitas Produk UMK 16. Tingkat Harga Jual Produk

Lingkungan Internal 17. Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang dalam Perusahaan

18. Tingkat Transferabilitas

(4)

126

VARIABEL INDIKATOR

Perencanaan Strategi 20. Tingkat/Persentase Peningkatan Pendapatan/Th

21. Tingkat Biaya Produksi

22. Tingkat Kapabilitas Personal di Perusahaan

23. Tingkat Kualitas Data untuk Pelayanan Kepada Pelangan

24. Tingkat Peremajaan Perlengkapan/Alat Secara Berkelanjutan

25. Tingkat Pertumbuhan Return On Asset per Tahun

26. Tingkat Kenaikan pendapatan per Tahun 27. Tingkat/Persentase Penurunan Biaya per

Tahun

28. Tingkat/Persentase Pertambahan Pelanggan baru per Tahun

29. Tingkat Berkurangnya Waktu Proses/ Th 30. Tingkat/Persentase Jumlah Pelanggan yg

dapat dipertahankan per Tahun Perspektif Keuangan 31. Tingkat Pertumbuhan penjualan

32. Tingkat Profitabilitas perusahaan 33. Tingkat Biaya per unit output Perspektif Pelanggan 34. Tingkat/Jumlah pelanggan/tahun 35. Tingkat Kepuasan Pelanggan

36. Tingkat Volume penjualan/tahun

37. Tingkat Penambahanpelanggan baru/tahun 38. Tingkat pelanggan yang dapat

dipertahankan

39. Kelengkapan atribut produk Tabel 15. Indikator Penting Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas (Lanjutan)

(5)

VARIABEL INDIKATOR

Perspektif Proses Bisnis Internal 40.Tingkat/Jumlah produk baru

41. Tingkat/Jumlah Produk Baru yang Berhasil Dikembangkan

42.Tingkat/Jumlah bahan baku terbuang percuma

43. Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

44. Tingkat Kemampuan Pekerja

45. Tingkat Motivasi Pekerja

46. Tingkat Pemberdayaan Pekerja.

Untuk memperoleh indikator yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder UMK dan makanan ringan maka perlu dilakukan pengujian terhadap indikator penting tersebut sehingga dapat diperoleh indikator kinerja kunci. Metode yang digunakan pada proses pengujian indikator kinerja kunci adalah dengan mengadakan wawancara mendalam dengan para pakar. Pendekatan dengan survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator yang benar-benar perlu diperhatikan dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Selanjutnya penentuan IKK dilakukan menggunakan teknik Ordered Weighted Averagng (OWA) Operators.

Pada setiap baris pendapat diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil. Kemudian ditentukan bobot OWA dengan rumus : b(k) = Int [1 + (k * (q-1/r))] , dimana k adalah indeks pakar, q adalah jumlah skala, dan r adalah jumlah pakar. Setelah itu memimimalkan matriks yang telah diurut dengan bobot OWA, dan memaksimalkan setiap baris pada matriks sehingga diperoleh skor IKK. Dari hasil pengolahan data diperoleh 22 indikator kinerja kunci yang akan dijadikan dasar dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan (Oktavina et al., 2006).

(6)

128

Tabel 16. Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan

VARIABEL INDIKATOR

Lingkungan Eksternal 1. Tingkat Kapasitas Produksi (KP) 2. Tingkat Harga Dasar Produk

Substitusi (HPS)

3. Tingkat Kualitas Produk UMK (KPU)

4. Tingkat Harga Jual Produk UMK (HP)

Lingkungan Internal 5. Tingkat Pembagian Tugas dan

Wewenang (PTW)

6. Tingkat Transferabilitas (T) 7. Tingkat Replikabilitas (R)

Perencanaan Strategi 8. Tingkat Penambahan Pelanggan

Baru per Tahun (PPB)

9. Tingkat Penurunan Biaya Produksi per Tahun (PBP)

10. Persentase Kenaikan pendapatan per Tahun (NP)

Perspektif Keuangan 11.Tingkat Pertumbuhan Penjualan

(TPP)

12. Tingkat Biaya per unit output (BU)

13. Tingkat Profitabilitas Perusahaan (PP)

Perspektif Pelanggan 14. Tingkat Jumlah Pelanggan yang

dapat Dipertahankan/th (JPD) 15. Tingkat Kepuasan Pelanggan

(TKP)

16. Kelengkapan atribut Produk (KAP)

Perspektif Proses Bisnis Internal 17. Jumlah Produk Baru per Tahun (PB)

18. Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma/th (BBT)

19. Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi per Tahun (TKB) Perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan

20. Tingkat Kemampuan Pekerja (TKK)

21. Tingkat Motivasi Pekerja (TMP) 22. Tingkat Pemberdayaan Pekerja

(7)

Proses Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

Pengukuran Kinerja UMK Makanan Ringan

Pengukuran kinerja mengikuti kaidah-kaidah teknik Balanced Scorecard. Tahap awal proses pengukuran dimulai dengan penentuan bobot kepentingan dari masing-masing variable, dimensi dan indikator kunci kinerja. Indikator kinerja kunci yang telah dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 16 merupakan alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan masing-masing UMK. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap masing-masing IKK oleh sejumlah pakar yang memiliki kompetensi dalam evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat memberikan nilai kepentingan yang dapat dijadikan dasar dalam pengukuran dan perbaikan kinerja pengukuran kinerja UMK makanan ringan.

Pembobotan Variabel, Dimensi dan Indikator Kinerja Kunci

Berdasarkan kajian terdahulu diketahui bahwa kinerja UMK makanan ringan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan dimensi, yang masing-masing memiliki bobot dalam menentukan kinerja tersebut. Pembobotan dalam Perhitungan Fuzzy AHP dilakukan terhadap masing-masing komponen pada setiap level hirarki seperti digambarkan dalam struktur hirarki dengan menggunakan bantuan program Excel.

Pengolahan hasil bobot kepentingan pada sejumlah alternatif IKK akan dilakukan dengan teknik fuzzy dan AHP dengan pendekatan triangular fuzzy number. Bobot ini kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Metode fuzzy AHP mengkonversi penilaian linguistik tersebut ke dalam suatu selang dan saling tumpang tindih.

Adapun skala yang digunakan dalam pemberian nilai dapat dilihat pada Tabel 17, dengan konversi crisp ke TFN seperti pada Tabel 18.

(8)

130

Tabel 17. Label Linguistik untuk Skala AHP

Label Keterangan E Sama penting (equally)

W Sedikit lebih penting (moderatly) S Jelas lebih penting (strongly)

VS Sangat jelas lebih penting (very strongly) A Mutlak lebih penting (extremly preferred)

Tabel 18. Konversi Crisp ke TFN Label Crisp Fuzzy TFN Label Invers

Crisp Invers Fuzzy TFN E 1 (1,1,1) jika diagonal (1,1,3) lainnya E-1 1/1 (1/1, 1/1,1/1) jika diagonal (1/3, 1,1) lainnya W 3 (1,3,5) W-1 1/3 (1/5,1/3,1/1) S 5 (3,5,7) S-1- 1/5 (1/7,1/5,1/3) VS 7 (5,7,9) VS-1 1/7 (1/9,1/7,1/5) A 9 (7,9,9) A-1 1/9 (1/9,1/9,1/7)

Gambar 42. TFN dari Skala 1-9

Konversi ke nilai crisp dilakukan pada tahap awal sebelum matriks diolah menggunakan geomean. Konversinya adalah sebagai berikut :

1 ~ = [0,2]=1 3~ = [2,4]=3 ~3−1 = [1/4,1/2]=0.375 5~ = [4,6]=5 ~5−1 = [1/6,1/4]=0.2083 7~ = [6,8]=7 ~7−1 = [1/8,1/6]=0.1458 9~ = [8,10]=9 ~9−1 = [1/10,1/8]=0.1125

(9)

Data penilaian pakar dikonversi dengan metode fuzzy AHP, untuk kemudian dinormalisasi dengan menggunakan rata-rata geometri.

Tabel 19. Data Penilaian Pakar terhadap Kriteria Kriteria PP DL DS NT BB KT PP E W VS S VS W DL W-1 E VS W S W DS VS-1 VS-1 E W-1 W-1 S-1 NT S-1 W-1 W E W W-1 BB VS-1 S-1 W W-1 E W-1 KT W-1 W-1 S W W E

Untuk menyederhanakan persoalan yang akan diselesaikan maka fokus dilakukan penguraian menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Fokus pada persoalan adalah penentuan indikator kinerja kunci, dengan kriteria terdiri atas tujuh perspektif kinerja berbasis manajemen strategi, dan alternatifnya adalah 22 IKK yang akan dicari bobotnya masing-masing. Penguraian fokus, kriteria dan alternatif disusun ke dalam suatu struktur hirarki, seperti yang terlihat pada Gambar 43.

(10)

Gambar 43. Struktur Hirarki Kinerja UMK Makanan Ringan Keterangan: KP = Kapasitas Produksi PTW=Pembagian Tugas dan Wewenang PPB= Penambahan Pelanggan Baru TPP= Tingkat Pertumbuhan Penjualan JPD= Pelanggan yang diper-tahankan

PB= Produk Baru TKK= Tingkat

Kemampuan Pekerja HPS = Harga Produk Substitusi T= Transferabilitas PBP= Penurunan Biaya Produksi BU=Biaya/unit TKP = Tingkat Kepuasan Pelanggan BBT= Bahan Baku Terbuang TMP = Tingkat Motivasi Pekerja KPU= Kualitas Produk R= Replikabilitas NP= % Kenaikan Pendapatan PP = Profit Perusahaan KAP= Kelengkapan Atribut Produk TKB= Tingkat Kerusakan Barang TPP = Tingkat Pemberdayaan Pekerja HP = Harga Produk

Indikator kunci kinerja UMK makanan ringan

Lingkungan

Eksternal Rencana Strategis Kinerja Keuangan Kinerja Pelanggan

Kinerja Proses Bisnis Internal Kinerja Pembela-jaran Pertumhunan P B P N P T P P J P D T K P P P P B B B T T K K T M P K P H P S K P U H p T P P B B U K A P T K B T P P Fokus Kriteria Alternatif P T W R Lingkungan Internal

(11)

Pada struktur hirarki di atas dapat dilihat bahwa pengembangan industri makanan didasarkan pada tujuh perspektif antara lain (1) perspektif lingkungan eksternal, (2) perspektif lingkungan internal, (3) perspektif rencana strategik, (4) perspektif keuangan, (5) perspektif pelanggan, (6) perspektif proses bisnis internal, dan (7) perspektif pertumbuhan dan perkembangan.

Prosedur AHP dengan penilaian perbandingan berpasangan dengan skala ordinal 1-9 digunakan untuk penentuan bobot masing-masing sub kriteria. Bobot tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Data berisi penilaian dari setiap alternatif berdasarkan masing-masing kriteria (dimensi kinerja). Pada pendekatan fuzzy AHP tersebut digunakan nilai derajat kepercayaan (α) = 0.5 dan derajat optimisme (μ) = 0.5. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penilaian yang terlalu berlebihan atau sebaliknya penilaian yang underestimate.

Penentuan tingkat kepentingan kriteria/ alternatif ternormalisasi yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) dengan langkah-langkah:

• Melakukan perbandingan berpasangan untuk setiap kriteria / alternatif dengan menggunakan skala lingustik atau skala 1-9. Hasil perbandingan berpasangan tersebut kemudian difuzzykan dengan TFN.

• Menentukan tingkat kepentingan setiap faktor /kriteria dengan mengalikan tiap-tiap nilai dalam TFN (batas bawah, nilai tengah, batas atas) pada suatu baris, kemudian diambil akar ke-n dari hasil perkalian tersebut, di mana n adalah banyaknya kriteria/alternatif.

• Melakukan normalisasi terhadap tingkat kepentingan dengan aturan : ƒ Nilai bawah dibagi dengan jumlah dari nilai atas.

ƒ Nilai atas dibagi dengan jumlah dari nilai bawah

ƒ Nilai tengah dibagi dengan jumlah dari nilai tengah semua kriteria/alternatif.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah pengambilan keputusan kelompok fuzzy dengan multi pakar dan multi kriteria (Multi Expert Multi Criteria Decision Making – ME MCDM). Hasil pengolahan

(12)

134

data menunjukkan bobot untuk masing-masing kriteria dan sub kriteria seperti pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan.

Kriteria Bobot Alternatif Bobot

Perspektif 0.435 Tingkat Kapasitas Produksi 0.540

Lingkungan Tingkat Harga Jual Produk 0.055

Eksternal Tingkat Kualitas Produk UMK 0.144

Tingkat HargaTerhadap Produk Substitusi 0.260 Perspektif

0.206 Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang 0.109

Lingkungan Tingkat Transferabilitas 0.264

Internal Tingkat Replikabilitas 0.627

Perspektif Rencana 0.159 Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th 0.188

strategik Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th 0.129

Tingkat Kenaikan Pendapatan/Th 0.683

Perspektif

Keuangan 0.026

Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th

0.264

Tingkat Biaya per unit output 0.109

Tingkat Profit Perusahaan 0.627

Perspektif 0.032 Tingkat Pelanggan yang Dipertahankan /th 0.609

Tingkat Kepuasan Pelanggan 0.304

Tingkat Kelengkapan Atribut Produk 0.087 Perspektif Proses

0.051

Tingkat Pertambahan Jumlah Produk

Baru/Th 0.158

Bisnis Internal Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th 0.457

Tingkat Kerusakan Produksi/Th 0.385

Perspektif 0.091 Tingkat Kemampuan Pekerja 0.627

Pertumbuhan dan Tingkat Motivasi Pekerja 0.109

Pembelajaran Tingkat Pemberdayaan Pekerja 0.264

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa lingkungan eksternal memiliki nilai prioritas paling tinggi (43.5%), diikuti oleh lingkungan internal (20.6%), rencana strategis (15.9%), pertumbuhan dan pembelajaran (9.09%), proses bisnis internal (5.06%), pelanggan (3.20,%), dan keuangan (2.64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikatortingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal bobot prioritas tertinggi adalah

(13)

indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja.

Hasil pembobotan tersebut juga dapat menggambarkan keterkaitan antar variabel kinerja dan masalah yang telah diformulasikan pada sub Bab Analisis Sistem. Menurut Kelly (1993), kesesuaian antara lingkungan organisasi dan strategi, struktur, serta proses organisasi, berpangaruh positif terhadap kinerja organisasi. Lebih lanjut Hamel and Prahalad (1990) dan Child (1997) menyatakan bahwa lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Pengamatan terhadap lingkungan meliputi analisis eksternal dan analisis internal. Lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Lingkungan internal terdiri atas variabel-variabel yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak (Burrows and Levine, 1993; Gupta and Govindarajan, 1994; Wheelen and Hunger, 1996; Jauck and Glueck, 1997). Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan sumberdaya organisasi. Sruktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan, dan bakat manajerial (Wheelen and Hunger, 1996)

Lingkungan eksternal terdiri atas dua bagian, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali dapat memperngaruhi keputusan jangka panjang, yaitu

(14)

136

kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum-politik, kekuatan sosio-kultural. Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan, yaitu pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan (Wheelen and Hunger, 1996).

Di sisi lain, ketidakpastian lingkungan adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi operasional organisasi. Untuk organisasi yang organis tepat dalam lingkungan yang tidak stabil, dan untuk organisasi yang mekanistik tepat dalam lingkungan yang stabil (Robbins and Pearce, 1992; Wheelen and Hunger, 1996). Selain itu ketidakpastian lingkungan mempunyai keterkaitan dengan karakteristik strategi (Gupta and Govindarajan, 1984; Wheelen and Hunger, 1996) dan menurut Beaver and Parker (1995); Gilad (2004), terdapat hubungan antara perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang yang terjadi dalam implementasi suatu strategi. Perusahaan mengembangkan strateginya melalui penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada.

Penentuan Skor Indikator Kinerja Kunci

Tahap berikutnya dalam proses pengukuran kinerja dengan teknik Balanced Scorecard adalah menentukan skor indikator kinerja kunci untuk UMK yang menjadi sasaran pengukuran. Penilaian skor tersebut berdasarkan kriteria, yaitu (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003):

1. Skor 1, jika indikator kinerja kunci dinilai kurang baik.

2. Skor 2, jika indikator kinerja kunci dinilai cukup baik.

3. Skor 3 jika indikator kinerja kunci dinilai baik.

Skor indikator kinerja kunci pada UMK yang sedang diukur dinilai berdasarkan nilai target maksimum atau minimum yang hendak dicapai, dengan menggunakan nilai yang dikembangkan dari referensi yang berasal dari best practices in the class yang dihasilkan dengan teknik Fuzzy AHP dan elisitasi

(15)

pendapat pakar. Kriteria pemilihan best practices in the class didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan usaha (Hambali, dkk, 2005), yaitu modal (kapasitas produksi), produk (jenis), teknologi dan keahlian (tahapan proses). Sedangkan untuk faktor sumberdaya manusia tidak dijadikan kriteria dengan alasan tenaga kerja yang diperlukan dalam industri pengolahan keripik pisang tidak membutuhkan kriteria khusus. Pemilihan UMK dibatasi pada UMK yang merupakan anggota pembinaan dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung dan tergabung di dalam pusat perdagangan bersama produk UKM di Propinsi Lampung, yaitu:

1. PD Melati 2. PD Dwi Putra

3. PD Asa Wira Perkasa 4. PK Sutarjo 5. PK Lateb Jaya 6. PK Karya Mandiri 7. PK Rona Jaya 8. PK Tunas 9. PK Khamdo

Struktur Hirarki untuk penentuan level skor IKK dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambar 44. Struktur Hirakri Pemilihan Best Practices in the Class

Hasil pengolahan data dengan teknik Fuzzy AHP menunjukkan bobot kriteria dan alternatif seperti pada Tabel 21. Berdasarkan hasil Fuzzy AHP maka disusun nilai level skor IKK dengan melakukan in depth interview dengan pakar dan pengusaha pengolahan keripik pisang yang termasuk dalam alternatif.

Best Practices in the Class

Kapasitas Produksi Jenis Produk Kriteria

Tujuan

Alternatif 1 2 3 4 5 6

Teknologi

(16)

Tabel 21. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Pemilihan Best Practices in the Classs

Kriteria Ranking Bobot Alternatif

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kapasitas produksi 1 0.631 0.024 0.352 0.041 0.056 0.016 0.106 0.250 0.134 0.022 Jenis Produk 2 0.259 0.104 0.335 0.115 0.065 0.038 0.030 0.081 0.202 0.030 Teknologi 3 0.109 0.256 0.143 0.102 0.061 0.059 0020 0.262 0.071 0.025 Skor 0.070 0.325 0.067 0.059 0.026 0.078 0.208 0.145 0.024 Ranking 5 1 6 7 8 4 2 3 9

(17)

Tabel 22. Standar Penilaian Level Kinerja

IKK Nilai Target

1. Tingkat Kapasitas Produksi Maksimum (300kg/hari, skala 3)

2. Tingkat Harga Jual Produk Minimum (Rp.20.000/ kg, skala 3)

3. Tingkat Kualitas Produk UMK Maksimum (skala 3) 4. Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi Minimum (0%,

skala 3)

5. Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang Maksimum (skala 3) 6. Tingkat Transferabilitas Maksimum (skala 3)

7. Tingkat Replikabilitas Maksimum (skala 3)

8. Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th Maksimum (100%, skala 3)

9. Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th Maksimum (100%, skala 3)

10. Tingkat Kenaikan pendapatan/Th Maksimum (100%, skala 3)

11. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th

Maksimum (100%, skala 3)

12. Tingkat Biaya per unit output Minimum

(Rp.11.000/kg, skala 3) 13. Tingjkat Profit Perusahaan/Tahun Maksimum (100%,

skala 3) 14. Tingkat Pelanggan yang dipertahankan/Th

Maksimum (100%, skala 3)

15. Tingkat Kepuasan Pelanggan Maksimum (skala 3) 16. Tingkat Kelengkapan Atribut Produk Maksimum (skala 3) 17. Tingkat Pertambahan Jumlah Produk

Baru/Th

Maksimum (skala 3)

18. Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th Minimum (0%, skala 3)

19. Tingkat Kerusakan Produk yang Diproduksi/Th

Minimum (0%, skala 3)

20. Tingkat Kemampuan Pekerja Maksimum (skala 3) 21. Tingkat Motivasi Pekerja Maksimum (skala 3) 22. Tingkat Pemberdayaan Pekerja Maksimum (skala 3)

(18)

140

Penentuan Level Kinerja

Level perspektif kinerja merupakan nilai yang dihasilkan dalam suatu pengukuran kinerja. Level kinerja ditetapkan untuk masing-masing perspektif kinerja dengan penilaian (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003):

1. Jika nilai pengukuran perspektif antara 0.00 dan 1.99 maka kinerja perspektif dinilai kurang baik.

2. Jika nilai pengukuran perspektif antara 2.00 dan 2.99 maka kinerja perspektif dinilai cukup baik.

3. Jika nilai pengukuran perspektif = 3.00 maka kinerja perspektif dinilai baik.

Perbaikan Kinerja UMK Makanan Ringan

Setelah hasil pengukuran kinerja dibandingkan dengan nilai target untuk masing-masing indikator kinerja kunci, maka dapat ditentukan indikator-indikator yang membutuhkan perbaikan. Proses identifikasi prioritas perbaikan indikator kinerja kunci dilakukan dengan mengadopsi teknik penyebaran fungsi kualitas (Quality Function Deployment), dengan membangun rumah kualitas (House of Quality), dimulai dari hubungan antara strategi dengan kebutuhan stake holder yang digambarkan oleh indikator kinerja kunci yang nilainya di bawah nilai target pada pengukuran kinerja, penentuan indikator karakteristik teknis standar (Tabel 61) yang menjadi standar perbaikan indikator kinerja kunci, penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci, penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci yang akan diperbaiki dengan indikator karaktersitik teknis yang menjadi standar, hubungan antara karaktersitik teknis, dan penentuan prioritas perbaikan.

(19)

Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Kunci Berdasarkan Kebutuhan Stakeholder

Berdasarkan strategi yang diturunkan dari kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan yang dihasilkan oleh Departemen Perindustrian, maka ditetapkanlah strategi pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan (Gambar 23). Untuk menentukan ukuran-ukuran yang mampu menggambarkan level kinerja UMK maka dilakukan pengkajian hubungan antara strategi dan perspektif kinerja UMK berdasarkan diagram lingkar sebab akibat manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan (Gambar 24).

Tabel 23. Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Berdasarkan Kebutuhan Stakeholder Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

No Strategi Perspektif Indikator Kinerja Kunci

1 1. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder

2. Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan

3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri besar/BUMN maupun lembaga-lembaga pendukung permodalan dan pemasaran Lingkungan Eksternal

Tingkat Kualitas Produk UMK (KPU)

Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi (HPS)

Tingkat Kapasitas Produksi (KP)

Tingkat Harga Jual Produk (HP)

2 1. Meningkatkan

kemampuan. perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan.

Lingkungan Internal

Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang (PTW)

Tingkat Transferabilitas (T) Tingkat Replikabilitas (R)

3 1. Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target usaha

Perencanaan Strategis

Tingkat Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru/th (PPB) Tingkat Penurunan Biaya Produksi/th (PBP)/Th

Tingkat Kenaikan Pendapatan /Th (NP)

(20)

142

No Strategi Perspektif Indikator Kinerja Kunci

4 1. Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi.

Keuangan Tingkat Pertumbuhan Penjualan (TPP)

Tingkat Biaya per Unit Output (BU)

Tingkat Profit Perusahaan (PP) 5 1. Peningkatan daya saing

UMK makanan ringan melalui evaluasi pengetahuan tentang konsumen/pelanggan meliputi mutu dan kelengkapan atribut produk

Pelanggan Tingkat Pelanggan yang dapat Dipertahankan (JPD)

Tingkat Kepuasan Pelanggan (TKP)

Kelengkapan Atribut Produk (KAP)

6 1. Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan

2. Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan

Proses Bisnis Internal

Tingkat Bahan Baku yang Terbuang (BBT)

Tingkat Pertambahan Produk Baru (PB)

Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi (TKB)

7 1. Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja.

Pertumbuhan dan Pembelajaran

Tingkat Kemampuan Pekerja (TKK)

Tingkat Motivasi Pekerja (TMP)

Tingkat Pemberdayaan Pekerja (TPP)

Penentuan Bobot Kepentingan Perbaikan Indikator Kinerja Kunci

Penentuan tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci UMK makanan ringan diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap pakar. Penentuan bobot indikator kinerja kunci dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan skala likert (skala lima poin) (Cohen, 1995):

Nilai 1 jika pakar menganggap tidak penting Nilai 2 jika pakar menganggap kurang pentin Nilai 3 jika pakar mengganggap agak penting Nilai 4 jika pakar menganggap penting

Nilai 5 jika pakar mengganggap sangat penting

Tabel 23. Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Berdasarkan Kebutuhan Stakeholder Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan)

(21)

Data tersebut kemudian diolah menggunakan teknik OWA Operators, sehingga menghasilkan bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci (Tabel 24).

Tabel 24. Bobot Kepentingan Perbaikan Indikator Kinerja Kunci Indikator Kinerja Kunci Bobot Kepentingan

Tingkat Kapasitas produksi 4

Tingkat Harga jual produk 3

Tingkat Kualitas Produk UMK 5

Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi 5

Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang 3

Tingkat Transferabilitas 4

Tingkat Replikabilitas 4

Tingkat Penambahan Pelanggan/Th 5

Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th 4

Tingkat Kenaikan Pendapatan/Th 5

Tingkat Pertumbuhan Penjualan 5

Tingkat Biaya per Unit Output 4

Tingkat Profit Perusahaan 5

Tingkat Pelanggan yang Dipertahankan /th 4

Tingkat Kepuasan Pelanggan 4

Tingkat Kelengkapan Atribut Produk 4

Tingkat Pertambahan Produk Baru/Th 4

Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th 3

Tingkat Kerusakan Produk 4

Tingkat Kemampuan Pekerja 4

Tingkat Motivasi Pekerja 4

Tingkat Pemberdayaan Pekerja 4

Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Karakteristik teknis merupakan kumpulan keinginan terhadap suatu produk atau proses yang ditetapkan oleh organisasi. Apabila karakteristik kebutuhan UMK menunjukkan suara pelaku usaha, maka karakteristik teknis menunjukkan suara pengembang atau pakar. Dengan menempatkan kedua ’suara’

(22)

144

tersebut pada bagian kiri dan atas matriks maka kita dapat mengevaluasi hubungan antara keduanya secara sistematis. Pengisian bagian ini merupakan pekerjaan terbesar dari matriks rumah kualitas. Pada tahap ini digunakan matriks prioritas dimana untuk setiap sel dimasukkan suatu nilai atau simbol yang merefleksikan hubungan tingkat kesesuaian antara karaketristik teknik dan keinginan pelanggan.

Penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis standar adalah sebagai berikut:

(i) Hubungan Kuat

Hubungan yang kuat antara faktor kebutuhan konsumen dengan faktor kebutuhan teknis menunjukkan bahwa faktor kebutuhan teknis tersebut sangat berpengaruh kepada karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan.

(ii) Hubungan Sedang

Hubungan yang sedang berarti bahwa faktor-faktor kebutuhan teknis juga mempengaruhi setiap faktor kebutuhan konsumen, tetapi tidak terlalu mempengaruhi dibandingkan dengan hubungan kuat.

(iii) Hubungan Lemah

Hubungan lemah berarti faktor kebutuhan teknis tidak terlalu mempengaruhi kebutuhan konsumen, tetapi keberadaannya harus tetap diperhatikan dan tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena bagaimanapun hubungan ini mempengaruhi dalam pembentukan karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan konsumen.

Tabel 25. Penilaian Hubungan Indikator Kinerja Kunci Dengan Karakteristik Teknis Standar (Cohen, 1995)

Tingkat Kualitas Bobot Simbol

Sangat Kuat 9 •

Sedang 3 Ο

Lemah 1

(23)

Penentuan nilai tingkat hubungan dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators. Hasil rata-rata nilai hubungan yang diberikan oleh pakar dapat dilihat pada Gambar 45.

KARAKTERISTIK TEKNIS IKK TP CPB PPB KP OM KMU M P PM TJ P SK

Kinerja Operasi Kinerja Sumber Daya Kinerja Hubungan dengan Lingkung an Kebijak an Perspektif Lingkungan Eksternal KP 9 9 9 9 HPS 1 1 KPU 9 3 3 9 9 9 3 3 9 9 HP 9 9 1 9 9 1 3 9 1 Perspektif PTW 1 1 9 0 3 9 1 Lingkungan Internal T 1 9 9 3 1 1 9 1 3 R 1 9 1 1 1 9 1 3 Perspektif Perencanaan Strategik PPB 9 9 9 1 3 9 3 9 1 PBP 1 9 9 3 3 3 1 1 NP 3 9 9 3 3 9 3 9 1 Perspektif Keuangan TPP 9 9 9 1 1 9 3 3 1 BU 1 9 9 3 1 1 1 PP 3 9 9 9 9 9 3 9 1 1 Perspektif Pelanggan JPD 9 3 3 1 3 1 1 9 9 TKP 3 9 3 3 1 3 9 1 9 9 KAP 3 3 9 3 3 3 9 9 Perspektif Bisnis Internal PB 9 9 9 9 3 9 3 3 BBT 9 9 3 TKB 9 1 3 1 Perspektif TKK 9 9 9 9 9 9 9 1 3 3 Pembelajaran dan TMP 3 9 3 9 9 3 9 3 3 Pertumbuhan TPP 3 9 9 9 9 9 9 3 9 Penentuan

(24)

146

Penentuan Hubungan Antar Karakteristik Teknis Standar

Hubungan antar karakteristik teknis standar sering disebut sebagai matriks korelasi yang diletakkan pada bagian atap rumah kualitas. Hubungan tersebut menunjukkan pengaruh antara karakteristik teknis yang satu dengan lainnya. Bobot dan simbol hubungan yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Simbol Untuk Korelasi Antar Karakteristik Teknis

Nilai Simbol Keterangan

2 * Sangat Postif

1 + Positif

-2 = Sangat Negatif

-1 - Negatif

(Kosong) Tidak Ada Korelasi

Hubungan antar karakteristik teknis standar yang dihasilkan dari proses pengumpulan dan pengolahan data diletakkan pada bagian atap dari rumah kualitas (house of quality). Nilai hubungan tersebut digunakan untuk membantu penyusunan rekomendasi perbaikan kinerja UMK yang akan dikonsultasikan kepada pakar. Nilai hubungan yang positif menunjukkan bahwa peningkatan suatu karakteristik teknis standar akan berkorelasi positif terhadap peningkatan karakteristik teknis standar lainnya. Sebaliknya nilai hubungan yang negatif menunjukkan bahwa peningkatan suatu karakteristik teknis standar akan menurunkan karaktersitik teknis standar lainnya. Hubungan antar karakteristik teknik dapat dilihat pada Gambar 46.

(25)

TP CPB PPB KP OM

KM

U

MP PM TJP SK

Kinerja Operasi Kinerja

Manajemen Sumber Daya Kinerja Hubung an Dengan Ling-kungan Kebi- jakan

Gambar 46. Hubungan Antar Karakteristik Teknis

Penentuan Urutan Prioritas Karakteristik Teknis Standar

Urutan tingkat prioritas merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil perhitungan secara sistematis antara nilai hasil hubungan antara keinginan pelanggan dengan karakteristik teknis dan nilai bobot keinginan pelanggan. Nilai prioritas karakteristik teknis (S) disebut juga Importance of The HOWs, yang dirumuskan sebagai berikut:

S=Nilai Hubungan Karaktristik Teknis vs IKK x Bobot Kepentingnan IKK ....11) 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2

(26)

148

Hasil penjumlahan kolom dari masing-masing variabel pada karakteristik teknis adalah nilai target untuk variabel karakteristik teknis tersebut. Nilai target ini menggambarkan kepentingan masing-masing variabel karakteristik teknis.

Adapun penilaian terhadap target perbaikan kinerja UKM yang mempertimbangkan urutan prioritas karakteristik teknisnya diberi status sebagai berikut:

↑ = Level indikator ditingkatkan ↔ = Level indikator dipertahankan ↓ = Level indikator diturunkan

Penentuan status dilakukan dengan membandingan level kinerja UMK dengan standar penilaian level kinerja (Tabel 69).

Pembentukan Rumah Kualitas (House of Quality)

Berdasarkan pada pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan oleh peneliti dalam identifikasi keinginan pelanggan, karakteristik teknis, benchmarking, dan target perbaikan pada sub bab sebelumnya, maka dihasilkan pembentukan rumah kualitas.

Rekomendasi Perbaikan

Berdasarkan hasil perhitungan pada rumah kualitas dapat diurutkan prioritas perbaikan dilihat dari indikator kinerja kunci, mulai dari prioritas tertinggi hingga prioritas terendah. Rekomendasi perbaikan diperoleh berdasarkan hasil analisis tingkat hubungan antar karakteristik teknis standar, kajian teoritis yang dielaborasi dengan pendapat pakar melalui wawancara mendalam (in depth interview) untuk setiap kemungkinan karakteristik teknis yang menjadi prioritas perbaikan.

(27)

Tabel 27. Rekomendasi Perbaikan Untuk Setiap Indikator Karakteristik Teknis

Variabel Indikator Karak-teristik Teknis

Rekomendasi Perbaikan

Kinerja Operasi Perusahaan

Target Penjualan - Meningkatkan Kapasitas Produksi - Meningkatkan Penciptaan Produk Baru - Meningkatkan Jumlah Produk Baru

- Meningkatkan Tingkat Kemampuan Pekerja - Optimalisasi Output per Material

- Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing

- Meningkatkan Jumlah Pelanggan Baru

Pencipataan Produk Baru

- Meningkatkan Transferabilitas - Meningkatkan Replikabilitas - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Pemasaran

Produk Baru

- Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing

- Meningkatkan Transferabilitas - Meningkatkan Jumlah Produk Baru - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk

Kesalahan dalam

Proses

- Optimalisasi Pembagian Tugas dan Wewenang

- Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja

Hasil (output) per

satuan Modal

- Menurunkan Jumlah Bahan Baku yang Terbuang

- Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Kemampuan

Menghasilkan Uang

- Meningkatkan Kapasitas Produksi - Menurunkan Harga Jual Produk Agar

Bersaing

- Meningkatkan Jumlah Produk Baru - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pemilik Perusahaan Manajemen

Sumberdaya Perusahaan

Motivasi Pemilik Perusahaan

- Meningkatkan Daya Transferabilitas - Meningkatkan Daya Replikabilitas - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Pengembangan

Modal

- Meningkatkan Kapasitas Produksi - Meningkatkan Jumlah Produk Baru

(28)

150 Variabel Indikator Karakteris-tik Teknis Rekomendasi Perbaikan Hubungan dengan Lingkungan Perusahaan Tanggungjawab terhadap Pelanggan

- Meningkatkan Kualitas Produk

- Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk - Meningkatkan Penerapan Standar Kualitas

(SNI)

Kebijakan Standar Kualitas - Meningkatkan Kualitas Produk

- Meningkatkan Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan

- Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

- Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk - Meningkatkan Kemampuan Pekerja

- Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja

Target Penjualan

Target penjualan merupakan nilai estimasi potensi perusahaan terhadap potensi wilayah pemasaran (Kotler, 1995). Penentuan target penjualan dimaksudkan untuk mengidentifikasi pesaing-pesaing serta mengestimasi penjualan mereka. Selain itu penentuan target penjualan juga bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perusahaan terhadap industri secara keseluruhan. Peningkatan terhadap target penjualan dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah pelanggan baru melalui peningkatan kapasitas produksi yang ekonomis, peningkatan jumlah produk baru, yang didukung dengan peningkatan tingkat kemampuan pekerja, optimalisasi output per material, serta penurunan harga agar lebih bersaing.

Tingkat Penciptaan Produk Baru

Menurut Urban dan Hauser (1993), penciptaan produk baru biasanya didorong oleh permintaan pelanggan akan suatu spesifikasi tertentu. Selain itu persaingan terhadap lingkungan juga menjadi penyebab suatu perusahaan harus bersikap inovatif dalam menjalankan usahanya. Menurut Kim (1997), inovasi dapat dibentuk dari proses imitasi (meniru). Proses imitasi tersebut dapat berupa Tabel 27. Rekomendasi Perbaikan Untuk Setiap Indikator Karakteristik Teknis

(29)

peniruan terhadap jenis produk, teknologi dan sumberdaya yang digunakan pesaing. Kecakapan untuk menggunakan sumber daya dan untuk meniru kesuksesan perusahaan pesaing disebut replikabilitas, sedangkan kecakapan dalam mengambil alih/mengumpulkan sumber daya dan yang perlu untuk mendukung usaha disebut transferabilitas. Disamping itu dalam menciptakan produk baru, hal yang harus diperhatikan antara lain adalah kemampuan dan motivasi/komitmen pekerja, sehingga pengusaha dapat memberdayakan pekerjanya.

Tingkat Pemasaran Produk Baru

Pemasaran produk baru membutuhkan kemampuan dan pemberdayaan pekerja, khususnya tenaga pemasar yang ada di perusahaan. Selain itu menurut Urban dan Hauser (1993), kemampuan bersaing yang atraktif dalam pemasaran produk baru dipengaruhi oleh strategi penetapan harga dan strategi ritel produk, sehingga mekanisme penurunan harga dapat digunakan sebagai salah satu strategi pemasaran produk baru.

Tingkat Kesalahan Dalam Proses

Kesalahan dalam proses berkaitan erat dengan kualitas produk. Proses yang berjalan dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas. Menurut Longenecker, Moore, and Petty ( 2001), mencapai tingkat kualitas merupakan sasaran utama pengelolaan terhadap proses produksi. Proses produksi terdiri atas sekumpulan kegiatan yang memproduksi produk atau jasa bagi para konsumen. Proses tersebut dimulai dari pembelian bahan baku dan meliputi langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menciptakan produk yang diinginkan oleh kosumen, sehingga optimalisasi terhadap pembagian tugas dan wewenang, peningkatan kemampuan, motivasi, serta pemberdayaan terhadap pekerja, merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses tersebut.

Menurut Hambali et al. (2005), proses awal pembuatan keripik pisang adalah pengupasan. Proses tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau. Proses pengupasan diikuti oleh tahap berikutnya yaitu pencucian, yang bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Pisang yang telah dibersihkan direndam dalam

(30)

152

larutan natrium bisulfit (NaHSO3) 1% sebanyak 5-10 menit dengan tujuan

menghindari timbulnya warna kecoklatan pada permukaan pisang dan irisan pisang.

Pengirisan dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan alat pengiris. Pengirisan hendaknya dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan irisan pisang dengan bentuk dan ketebalan yang seragam. Ketebalan irisan antara 1-1,5 mm. Bentuk Pisang dapat diiris memanjang maupun berbentuk lingkaran, serong, atau miring, bergelombang. Selain itu pisang juga dapat dipotong membentuk persegi panjang, bujur sangkar ataupun bentuk lainnya. Namun proses tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama, tenaga yang lebih besar, dan banyak bagian pisang yang terbuang. Meskipun demikian bentuk irisan yang menarik akan menghasilkan produk yang lebih menarik pula.

Setelah diiris pisang dapat direndam dalam larutan bisulfit untuk menghambat reaksi pencokelatan, kemudian ditiriskan dan digoreng. Penggorengan hendaknya dilakukan pada suhu 180oC dan waktu tunggu irisan pisang untuk digoreng maksimal 10 menit setelah pisang ditiriskan. Penggorengan keripik pisang dapat dilakukan dengan cara deep frying yaitu seluruh bahan yang digoreng tercelup dalam minyak. Bila penggorengan dilakukan sekaligus maka setiap kilogram pisang memerlukan tiga liter minyak goreng, yang dapat digunakan untuk maksimum empat kali penggorengan.

Setelah penggorengan, dilakukan penirisan. Penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Penirisan bisa dilakukan dengan sentrifuse atau menggunakan nyiru dengan kertas yang mudak menyerap minyak. Tahap selanjutnya adalah pemberian rasa. Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk mendapatkan rasa yang berbeda antara lain gula, garam, cabai bubuk, dan seasoning. Tahap terakhir adalah penyortiran dan pengemasan. Proses penyortiran bertujuan untuk menentukan grade keripik pisang yang utuh dan yang pecah, serta untuk menyeragamkan ukuran dan bentuk keripik pisang dalam satu kemasan. Pada proses pengemasan, bahan dan metode pengemasan memegang peranan yang sama pentingnya. Jenis kemasan harus yang dapat melindungi produk dari kerusakan. Teknik pengemasan yang dilakukan adalah sealing atau melekatkan dua ujung plastik dengan menggunakan logam tipis yang dipanaskan.

(31)

Proses sealing dilakukan dengan menggunakan sealer. Pada saat dilakukan sealing ujung kemasan harus benar-benar tertutup rapat, untuk menghindari masuknya gas atau udara ke dalam kemasan.

Tingkat Perbandingan Hasil (Output) per Satuan Modal

Hasil per satuan modal lebih dikenal sebagai produktivitas. Menurut Longenecker et al., (2001), untuk tetap kompetitif maka suatu perusahaan seharusnya terus menerus mencoba memperbaiki produktivitasnya. Usaha perbaikan sangat beraneka ragam, antara lain dengan melibatkan reorganisasi, perubahan teknologi, atau meningkatkan kemampuan operasional yang ada melalui pelatihan dan pengembangan karyawan.

Produktivitas seringkali dikaitkan dengan tingkat efisiensi perusahaan. Pemikiran yang berkembang di masyarakat menunjukkan rendahnya efisiensi UMK disebabkan oleh skala usaha yang relatif kecil. Efisiensi tersebut pada hakikatnya dapat ditingkatkan melalui penjalinan kerjasama (networking) antara sesama usaha UMK atau antara UMK dengan usaha menengah (UM) dan atau usaha besar (UB) terspesialisasi sehingga proses produksi dapat dijalankan secara lebih efisien. Selain itu peningkatan akses pemasaran akan membuka jalan bagi pmeningkatnya skala usaha UMK yang bersangkutan

Peningkatan hasil (output) per modal dapat dicapai melalui penurunan jumlah bahan baku terbuang, peningkatan kemampuan pekerja, peningkatan motivasi pekerja, serta peningkatan pemberdayaan terhadap pekerja. Penurunan jumlah bahan baku terbuang dapat dilakukan melalui pemilihan teknologi proses yang tepat, sedangkan peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja dibutuhkan dalam penggunaan teknologi proses yang telah dipilih. Melalui penurunan jumlah bahan baku yang terbuang dan peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, diharapkan akan meningkatkan hasil (output) per modal atau produktivitas UMK.

Tingkat Kemampuan Menghasilkan Uang

Kemampuan menghasilkan uang diartikan sebagai tingkat profitabilitas usaha. Menurut Christopher (1993), kemampuan suatu usaha menghasilkan uang

(32)

154

dibutuhkan untuk memberikan hasil bagi pengusaha dan untuk menunjukkan perkembangan usaha. Kemampuan menghasilkan uang merupakan hasil diantara biaya dan pendapatan. Minimasi biaya dapat dilakukan melalui efisiensi proses yang dapat dibangun melalui pemberdayaan pekerja dan motivasi pemilik perusahaan. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi, penciptaan produk baru, serta meningkatkan jumlah pembeli melalui penetapan harga yang bersaing.

Tingkat Motivasi Pemilik Perusahaan

Menurut Longenecker, Moore, and Petty ( 2001), kelemahan manajerial dalam perusahaan kecil adalah daya juang yang rendah, dengan sistem operasi yang sederhana dan tanpa pengelolaan serius. Kelemahan tersebut merupakan hasil dari motivasi pemilik perusahaan yang rendah, yang tidak meyakini bahwa usaha yang dikelola dapat berkembang menjadi suatu perusahaan besar. Motivasi pemilik perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain perencanaan terhadap waktu dan partisipasi pekerja, serta pemberian informasi. Partisipasi pekerja dapat dilakukan dengan membangkitkan motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, sedangkan informasi dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran inovatif yang dapat membantu pemilik perusahaan untuk membangkitkan tranferabilitas dan replikabilitasnya .

Tingkat Pengembangan Modal

Perusahaan yang berkembang akan melakukan perubahan di dalam pengelolaannya. Menurut Norton dan Kaplan (1996), dalam persperktif keuangan, investasi dan reinvestasi (yang menunjukkan pengembangan modal) termasuk ke dalam tahap bertahannya suatu usaha yang sudah berkembang. Dalam hal ini, pengembangan modal berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi untuk produk yang sudah ada, atau pengembangan terhadap produk baru dalam bentuk penambahan investasi. Pengembangan modal bertujuan untuk memperluas target pasar yang dituju, baik dari jenis produk yang sudah ada, maupun dari produk baru. Perluasan target pasar dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah penjualan

(33)

produk, yang akan berdampak pada peningkatan penerimaan dan keuntungan UMK yang bersangkutan.

Tingkat Tanggung Jawab terhadap Pelanggan

Menurut Longenecker et al., (2001), pada tingkatan tertentu, perusahaan-perusahaan kecil berupaya untuk memperoleh keuntungan dari kebutuhan konsumen. Perhatian terhadap konsumen dan fleksibilitas di dalam memenuhi kebutuhan tersebut secara tradisional menjadi aktiva yang kuat dari usaha yang berskala kecil. Para pengusaha kecil memiliki hubungan yang erat dengan para konsumen sehingga dapat menentukan dan menjawab kebutuhan mereka. Membangun tanggung jawab terhadap konsumen memiliki konsekuensi yang sama dengan membangun penawaran produk secara total. Penawaran produk secara total lebih dari sekedar mengolah bahan mentah dan menjualnya, tetapi dapat melalui peningkatan kualitas produk, melengkapi atribut produk (merek, label, pengemasan, dan jaminan), meningkatkan pemenuhan terhadap standar kualitas, serta memberikan harga yang bersaing. Hal lain yang tidak kalah penting dalam hal tanggungjawab terhadap pelanggan adalah CRM (Customer Relationship Management) atau pengelolaan hubungan dengan pelanggan. Menurut Sumarsono (2007, kegiatan CRM meliputi acquire (mendapatkan), enhance (tingkatkan) dan retain (pertahankan) pelanggan. Artinya bagaimana untuk selalu mendapatkan pelanggan baru, meningkatkan hubungannya dengan pelanggan sehingga mereka puas dengan pelayanan yang diberikan, sehingga pada akhirnya dapat menjadi pelanggan yang loyal yang selalu bisa dipertahankan. CRM digunakan sebagai sarana penghubung dari suatu perusahaan ke pelanggannya.

Melalui channel (kanal) yang dikelola dengan baik, kita bisa mendengarkan apa yang diinginkan pelanggan, apa yang mereka keluhkan, bagaimana kompetitor bertindak terhadap produk/jasa kita, dan berbagai kegiatan sejenis. Data pelanggan secara rajin perlu dicatat dengan teliti, sehingga setiap mereka menggunakan jasa/produk kita, kita bisa melayani sesuai riwayat data transaksi. Tidak perlu ditanyakan satu persatu secara detail, bahkan cukup dengan mneyebutkan kode atau identitas pelanggan, kita bisa tahu semua informasi detail

(34)

156

mereka. Untuk usaha mikro dan kecil, akan sangat nyaman begitu ada pelanggan yang datang, bagian penjualan langsung mencatat sehingga bisa diketahui pengalaman pembeliannya, kapan terakhir membeli, jenis yang dibeli, dan lain-lain. Sehingga pada saat pelanggan bertanya, bagian penjulan sudah siap untuk menjawab segala pertanyaan.

Tingkat Penerapan Standar Kualitas

Paradigma yang berkembang dimasyarakat umumnya menyatakan bahwa kualitas UMK termasuk kategori rendah karena memiliki variansi yang cukup besar. Variansi tersebut diakibatkan karena umumnya produk UMK diproduksi secara manual. Tetapi di lain pihak, pengerjaan secara manual seringkali menghasilkan produk yang unik (sophisticated hand work), yang disukai oleh pelanggan dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada produk yang berasal dari produksi masal (mass production). Dengan berdasar pada konsep kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan dan berimplikasi pada kepuasan pelanggan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas produk UMK yang rendah tidak sepenuhnya benar.

Penerapan standar kualitas pada UMK makanan ringan bertujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang sesuai dengan karakteristik keinginan pelanggan, serta memenuhi syarat-syarat kesehatan yang berlaku. Menurut Juran (1974) kualitas merupakan kesesuaian terhadap fungsinya, sedangkan menurut Mitra (1993), kesesuaian produk atau pelayanan terhadap keinginan pelanggannya. Dimensi kualitas produk menurut Garvin (1984) terdiri atas performansi, fitur, reliabilitas, konformansi, durabilitas, estetika, dan reputasi. Untuk menghasilkan keripik pisang yang berkualitas beberapa pendekatan dapat dijadikan rujukan.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1996), keripik pisang dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat mutu seperti yang terdapat pada SNI Nomor 01-4315-1996 (Lampiran 2). Sedangkan menurut Hambali et al. (2005), kunci keberhasilan pembuatan keripik pisang diantaranya adalah pemilihan bahan baku dan bahan tambahan, pengupasan, pencucian, perendaman, pengirisan, penggorengan, penirisan, pemberian rasa, dan pengemasan yang baik.

(35)

Bahan baku pada pembuatan keripik pisang adalah buah pisang olahan, antara lain pisang kepok, nangka, tanduk, siam, raja, dan kapas. Pisang yang akan digunakan sebaiknya pisang yang mentah, sudah tua, dan permukaan kulitnya berwarna hijau tua. Selain bahan baku, bahan tambahan berguna untuk memberikan rasa dan daya awet sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya jual. Bahan tambahan pada keripik pisang antara lain garam halus, natrium bisulfit, gula pasir, gula merah, palm suiker (gula semut), cabai bubuk, aneka flavour atau seasoning.

Proses pengupasan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau, diikuti proses pencucian, yang bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Setelah diiris pisang dapat direndam dalam larutan bisulfit untuk menghambat reaksi pencokelatan, kemudian ditiriskan dan digoreng pada suhu 180oC. Waktu tunggu irisan pisang untuk digoreng maksimal 10 menit setelah pisang ditiriskan, untuk menghindari proses pencokelatan.

Setelah penggorengan, dilakukan penirisan. Penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Tahap selanjutnya adalah pemberian rasa. Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk mendapatkan rasa yang berbeda antara lain gula, garam, cabai bubuk, dan seasoning. Tahap terakhir adalah penyortiran dan pengemasan. Proses penyortiran bertujuan untuk menentukan grade keripik pisang yang utuh dan yang pecah, serta untuk menyeragamkan ukuran dan bentuk keripik pisang dalam satu kemasan. Selain bahan kemasan, metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Jenis kemasan yang dapat melindungi produk adalah kemasan plastik jenis PE (poly ethylene), PP (poly propylene), PET (poly ethylene terephtalate). Selain jenis kemasan, proses pengemasan juga akan mempengaruhi keberhasilan proses pengemasan. Pada proses tersebut plastik harus benar-benar tertutup rapat, untuk menghindari udara masuk.

(36)

158

Kontribusi dan Keterbatasan Model Evaluasi Kinerja Usaha

Mikro dan Keci Makanan Ringan

Proses pengukuran kinerja dan proses perbaikan kinerja merupakan dua proses yang membentuk suatu siklus evaluasi kinerja. Pada setiap siklus evaluasi yang dilakukan secara terintegrasi akan bermuara pada tindakan perbaikan yang diperoleh dari alternatif rekomendasi yang sesuai untuk setiap hasil pengukuran kinerja. Tahap ini dilakukan sebagai umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK yang bersangkutan. Proses evaluasi yang dilakukan secara periodik dan berkelanjutan ditujukan untuk menentukan prioritas perbaikan kinerja UMK sehingga dapat berjalan lebih efisien dan efektif.

Kontribusi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang direkomendasikan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis maupun maupun dari sisi praktis. Pendekatan strategi berbasis sumber daya, strategi berbasis pengetahuan, dan strategi berbasis resiko yang digunakan pada model rekomendasi diharapkan mampu memberikan penggambaran yang mendekati realita dari sistem usaha UMK yang sesungguhnya. Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang mengambil studi kasus pada UMK pengolahan keripik pisang juga diharapkan sebagai bentuk temuan baru dari penelitian ini, sehingga dapat disebut sebagai novelty (kebaruan) dalam beberapa hal, yaitu (1) memberikan manfaat teoritis pengembangan teori pengukuran kinerja dan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil di Indonesia, (2) memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usaha, dan (3) sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia, dengan memanfaatkan teori evaluasi kinerja maupun sistem majamen ahli yang telah dihasilkan.

Kontribusi Teoritis Model

Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibangun dengan tujuan untuk menghasilkan sistem evaluasi yang terintegrasi mulai dari tahap identifikasi indikator kinerja kunci sampai dengan penentuan rekomendasi perbaikan. Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang direkomendasikan

(37)

didasarkan pada pengelolaan strategi perusahaan (manajemen strategi) secara komprehensif sebagai salah satu kekuatan model. Model evaluasi kinerja yang ada hingga saat ini masih menggunakan aspek manajemen kinerja secara parsial sehingga tidak mampu menunjukkan level kinerja secara komprehensif dari berbagai aspek manajemen strategi. Selain itu indikator kinerja yang tersedia masih bersifat umum, sehingga terdapat beberapa indikator kinerja yang tidak dapat diukur pada level usaha mikro dan kecil (UMK). Oleh, karena itu, model evaluasi kinerja UMK yang mengambil studi kasus pada UMK makanan ringan keripik pisang di Propinsi Lampung diharapkan dapat memberikan suatu evaluasi kinerja yang bersifat komprehensif dan sesuai dengan kondisi riil dari suatu UMK.

Berdasarkan landasan konseptual terdahulu diperoleh suatu pemikiran, yaitu bahwa aspek-aspek kinerja yang didasarkan pada teori pengukuran kinerja berbasis strategi, apabila dielaborasi dengan berbagai aspek kinerja dari teori manajemen strategi akan menghasilkan teori pengukuran kinerja baru yang mampu menggambarkan secara komprehensif level kinerja dari suatu UMK (UMK Scorecard). Selain itu Apabila teori pengukuran kinerja berbasis strategi diintegrasikan dengan teori perbaikan kinerja yang juga berbasis strategi, akan menghasilkan teori evaluasi kinerja baru, yaitu teori evaluasi kinerja berbasis manajemen strategi.

Kontribusi Praktis Model

Mengingat bahwa sekitar 99,2% usaha di Indonesia didominasi oleh usaha mikro dan kecil (BPS, 2007) menunjukkan bahwa potensi pengembangan UMK sebagai salah satu penggerak perekonomian daerah posisinya menjadi sangat penting. Untuk mengembangkan UMK diperlukan proses evaluasi diri dan lingkungannya sehingga dapat dirumuskan suatu rekomendasi perbaikan yang akurat dan mampu dilaksanakan oleh UMK yang bersangkutan. Proses evaluasi terhadap UMK membutuhkan alat ukur yang akurat dan alat perbaikan yang tepat.

Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang ditawarkan dirancang sedemikian rupa untuk dapat melakukan proses pengukuran dan perbaikan yang efektif. Pendekatan strategi berbasis sumberdaya, pengetahuan, dan resiko yang

(38)

160

diterapkan pada proses perancangan model diharapkan mampu menghasilkan model evaluasi yang sesuai dengan kondisi sistem sesungguhnya. Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi menghasilkan suatu proses evaluasi kinerja berkelanjutan yang dapat dilakukan secara periodik dengan umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK pada setiap periode proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK (Oktavina et al., in press, 2008)

Perancangan sistem manajemen ahli juga ditujukan untuk mempermudah proses pengoperasian model evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Sistem manajemen ahli dibangun dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat user friendly. SMA yang diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Perfomance Evaluation System) dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS), Knowledge Based Management System (KBMS), serta dilengkapi dengan Dialog Management System (DMS). Model dialog tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengguna menggakses sistem, serta sebagai penghubung antara model pengolahan yang digunakan dengan data base yang berasal dari knowledge based model sehingga menghasilkan informasi yang berkaitan dengan perbaikan kinerja UMK yang bersangkutan. SMA juga dilengkapi dengan pedoman manual (Lampiran 3) sehingga dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pelaku UMK, pemerintah melalui Departemen Perindustrian, Kementrian Usaha Kecil dan Menengah, serta lembaga keuangan atau lembaga terkait lainnya dalam menentukan posisi/peringkat UMK yang dievaluasi.

(39)

Gambar 47. Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Tahap Pengukuran Kinerja UMK Tahap Prioritas Perbaikan Kinerja UMK Penentuan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Bobot IKK Perspektif:

- Lingkungan Internal - Lingkungan Eksternal - Rencana Strategis - Keuangan - Pelanggan - Proses Bisnis Internal - Pembelajaran Target Kinerja Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Alternatif Rekomendasi Perbaikan Kinerja Tindakan Perbaikan Umpan Balik

(40)

162

Keterbatasan Model

Penggunaan model manajemen strategi evaluasi kinerja secara bersama-sama antara usaha mikro dan usaha kecil memungkinkan beberapa indikator kinerja tidak terukur pada beberapa usaha mikro, disebabkan oleh keterbatasan data yang mampu ditampilkan oleh suatu usaha mikro. Untuk itu seharusnya perlu dilakukan pemisahan database untuk usaha mikro dan kecil pada proses identifikasi indikator kinerja kunci. Dari sisi penggunaan teknik evaluasi, penyempurnaan bangunan model evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan penilaian yang bersifat fuzzy pada seluruh tahap evaluasi untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat dan tidak bias dalam penilaian pakar.

Pada dasarnya model evaluasi kinerja UMK makanan ringan pengolahan keripik pisang dapat diaplikasikan pada UMK makanan ringan yang lain. Tetapi dibutuhkan suatu proses penyesuaian pada identifikasi indikator kinerja kunci, pembobotan IKK, penentuan skor kepentingan perbaikan IKK, dan penentuan target kinerja harus didefinisikan ulang. Hal ini dilakukan jika UMK tersebut memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda dengan UMK pengolahan keripik pisang. Identifikasi IKK dilakukan pada kondisi ekonomi dimana observasi dan identifikas IKK dilakukan, sehingga penyesuaian ulang juga perlu dilakukan apabila terjadi perubahan kondisi perekonomian yang dianggap berpengaruh pada keberlangsungan UMK makanan ringan.

Kontribusi Sistem Manajemen Ahli Dalam Implementasi

Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

Hasil implementasi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan diharapkan mampu memberikan rekomendasi yang efektif dalam upaya perbaikan kinerja UMK baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. Selain itu untuk meningkatkan efisiensi operasionalisasi model maka dibangun sistem manajemen ahli terkomputerisasi yang terdiri atas rangkaian pengambilan keputusan yang didasarkan pada data, model, dan pengetahuan yang telah disediakan.

(41)

Pada menu identifikasi, penentuan indikator kinerja kunci (IKK) dilakukan dengan mengisi kode pakar yang akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan, mengisi penilaian pakar terhadap setiap elemen yang akan diidentifikasi. Program komputer akan melakukan pengolahan berdasarkan teknik OWA Operators dan menghasilkan IKK bagi UMK yang akan dievaluasi.

Pada Tahap pembobotan IKK, pengguna akan memasukkan nilai perbandingan berpasarangan dari label lingustik yang diperoleh dari pakar yang terlibat. Program akan melakukan pengolahan dengan menggunakan teknik Fuzzy AHP sehingga dihasilkan bobot untuk setiap IKK. Bobot yang telah dihasilkan dihubungankan dengan model pengukuran kinerja yang menggunakan teknik Balanced Scorecard. Pada tahap ini, pengguna memasukkan nilai skor untuk masing-masing IKK, sehingga akan dihasilkan nilai kinerja. Nilai kinerja ini menunjukkan status dan level kinerja UMK yang dievaluasi.

IKK yang berstatus “cukup baik ” dan “kurang baik” akan dilanjutkan pada proses perbaikan dengan menggunakan teknik Quality Fuction Deployment. Pada tahap ini ditentukan skor kepentingan perbaikan IKK. Tahap ini juga akan dilengkapi dengan penentuan nilai hubungan IKK dengan karakteristik teknis dan nilai hubungan antar karakteristik teknis, sehingga dihasilkan nilai prioritas perbaikan untuk setiap karakteristik teknis UMK yang dievaluasi. Nilai prioritas tersebut akan membawa pengguna pada alternatif rekomendasi yang telah disusun sesuai karakteristik teknis yang terpilih sebagai prioritas tertinggi.

Proses pengukuran kinerja yang telah dilaksanakan menghasilkan level kinerja yang dapat menjadi dasar dalam penentuan rekomendasi perbaikan kinerja. Selain itu hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK. Pemeringkatan tersebut dimaksudkan sebagai pemenuhan syarat kesederhanaan (simplifikasi) suatu model yang bersifat communication sharing dan mudah untuk digunakan (user friendly).

Penentuan karakteristik UMK sebagai dasar pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Nilai aktual untuk setiap IKK menjadi input bagi matriks awal penilaian alternatif pemilihan peringkat. Bobot IKK digunakan sebagai bobot kriteria dalam proses transformasi, sehingga dihasilkan nilai dan

(42)

164

peringkat alternatif. Dari hasil penentuan peringkat dapat diketahui karakteristik dari suatu UMK sehingga dapat dijadikan dasar dalam penentuan keputusan atau kebijakan terhadap UMK yang bersangkutan.

Pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan skala 0 sampai dengan 1 sehingga diperoleh hasil perhitungan bobot alternatif antara 0 sampai dengan 1. Setelah diperoleh bobot, tahap berikutnya adalah penentuan skor dengan interval skala 0.0 < bobot <=0.2, skor 1 artinya kinerja UMK tidak baik. Interval 0.2 < bobot <=0.4, skor 2 artinya kinerja UMK kurang baik. Interval 0.4 < bobot <=0.6, skor 3artinya kinerja UMK cukup baik. Interval 0.6 < bobot <=0.8, skor 4 artinya kinerja UMK baik. Interval 0.8 < bobot <=1.0, skor 5 artinya kinerja UMK sangat baik.

Perubahan pada kondisi lingkungan eksternal yang dinamis akan berpengaruh terhadap nilai kinerja suatu UMK makanan ringan. Indikator lingkungan eksternal yang bersifat dinamis dan termasuk dalam kategori input tak terkendali pada UMK makanan ringan adalah atas harga bahan baku (pisang mentah) dan harga jual produk. Prosedur deteksi dini (estimasi) menggunakan teknik jaringan syaraf tiruan (JST) atau neural network. Asumsi yang digunakan pada aplikasi teknik JTS adalah menggunakan mekanisme pembelajaran back propagation learning algorithm, dimana y sebagai teaching pattern. Arsitektur jaringan terdiri dari multi layer (1,8,1) dan (2,8,1), dengan tipe aktivasi sigmoid biner selang (0,1), dimana f(x)= 1/(1+exp(-x)). Hasil deteksi dini dilakukan baik secara parsial untuk setiap variabel bebas (independent variable), maupun secara komprehensif untuk kedua variabel bebas. Variabel bebas terdiri atas harga jual keripik pisang (X1), dan harga bahan baku pisang mentah (X2),

sedangkan variabel tak bebas (dependent variable) adalah jumlah penjualan (Y). Berdasarkan hasil estimasi secara menyeluruh dapat dilihat bahwa hasil estimasi Y mengikuti pola yang terjadi pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa model estimasi hubungan antara X1 dan X2 mampu menghasilkan pola estimasi terhadap Y yang sesuai dengan kondisi sistem sesungguhnya. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X1 terhadap Y adalah sebesar 0.0160. Artinya terdapat 1.60% hasil estimasi yang

Gambar

Tabel 16. Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan
Tabel 17. Label Linguistik untuk Skala AHP
Gambar 43. Struktur Hirarki Kinerja UMK Makanan Ringan  Keterangan:  KP   = Kapasitas  Produksi  PTW=Pembagian             Tugas dan     Wewenang  PPB= Penambahan     PelangganBaru   TPP= Tingkat           Pertumbuhan  Penjualan         JPD= Pelanggan  yan
Tabel 20.   Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci  UMK Makanan Ringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cendawan yang tumbuh di sekeliling bagian dasar pohon merupakan bukti bahwa terdapat hubungan simbiotik bawah tanah yang terjadi antara pohon tersebut dengan jamur

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengkajian tentang keterlibatan unit bisnis pada pengelolaan investasi TI dengan menggunakan kerangka kerja VAL IT dan

Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk pengolahan data konsumen, promosi produk, penjualan produk dan mengolah data pelayanan konsumen untuk mendapatkan

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa dan merancang suatu sistem informasi pembelian dan penjualan yang dapat

Perwujudan kerjasama Jepang dan Indonesia dibidang ekonomi direalisasikan melalui IJEPA, suatu bentuk kerjasama yang menawarkan gagasan baru, lebih kompleks dibandingkan

Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (Dpd) Dan Hubungannya Dengan Lembaga Negara Lainnya Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia.. 4) DPD melakukan pengawasan

Masuknya bakteri di dalam sel inang, meliputi peran aktif bagi organisme dan peran pasif bagi sel inang. Pada kebanyakan invasi, bakteri menghasilkan faktor virulen