• Tidak ada hasil yang ditemukan

II.A.2 4 Laporan Penelitian MP3EI Tahun 2017 Ketua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "II.A.2 4 Laporan Penelitian MP3EI Tahun 2017 Ketua"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Koridor

: Bali-Nusa Tenggara

Fokus

: Perikanan

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011 – 2025

(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)

PERIKANAN/BALI-NUSA TENGGARA

STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI WILAYAH

DAN MASYARAKAT NELAYAN TRADISIONAL PULAU TERLUAR BERBASIS OPTIMASI KEUNGGULAN LOKAL

DI KABUPATEN ROTE NDAO

Dr. Chaterina A. Paulus, S.Pi, M.Si/0019088405

Ir. Yohanis Umbu L. Sobang, M.Si/0007126607

Ir. Marthen R. Pellokila, MP, Ph.D/0017036505

(3)
(4)

iii

RINGKASAN

Strategi Percepatan Ekonomi Wilayah dan Masyarakat Nelayan Tradisional Pulau Terluar Berbasis Optimasi Keunggulan Lokal di Kabupaten Rote Ndao 1

Oleh

Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan: 1) untuk penentuan dan pembentukan kelompok usaha produktif dan kreatif, 2) mengukur kinerja usaha yang dikembangkan, dan 3) penguatan kelembagaan dari hasil analisis interpretatif struktural modeling (ISM). Penelitian dilakukan menggunakan metode survey melalui teknik wawancara dan observasi. Responden dalam penelitian ini sebanyak 35 orang yang diambil secara purposive (sengaja).

Hasil penelitian diperoleh bahwa Diversifikasi usaha melalui kombinasi usaha penangkapan ikan, usaha ternak babi, dan usaha tenun ikat memberikan peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Nemberala Rote Ndao. Kombinasi usaha nelayan dan ternak babi memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan kombinasi usaha nelayan dan usaha tenun ikat. Lembaga yang diharapkan sangat berperanan dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif pada tahap pertama adalah perguruan tinggi dan pemerintah desa. Peran masyarakat perguruan tinggi dan pemerintah desa sangat diperlukan untuk menjamin kesuksesan pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut: (1) Pendampingan lebih lanjut dari perguruan tinggi dalam hal ini Undana bersama pemerintah Desa Nemberala melalui program Ipteks bagi masyarakat terutama kedua Kelompok Usaha Bersama AMERTA dan Kelompok Wanita Nemberala, dan (2) Komitmen desa dalam penguatan modal bagi kelompok usaha masyarakat dalam penganggaran dana desa.

Kata kunci: nelayan, kelembagaan, ISM, Rote Ndao

1)

Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun Anggaran 2017

2)

(5)

iv SUMMARY

The Strategy of Regional Economic and Traditional Fishermen Acceleration Based Optimization of Local Excellence in Rote Ndao Regency1)

By

Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2

A study has been conducted that aims to: 1) for the determination and formation of productive and creative business groups, 2) measure business performance developed, and 3) institutional strengthening of the interpretive results of structural modeling (ISM). The research was conducted using survey method through interview and observation technique. Respondents in this study were 35 taken purposively (intentionally).

The result of the research shows that business diversification through a combination of fishing business, pig business, and ikat weaving business has increased the income of fisherman households in Nemberala Rote Ndao Village. The combination of fisherman and pigs business provides higher income compared to the combination of fishing business and weaving business. Institutions that are expected to play a role in the development of productive and creative enterprises in the first phase is the college and village government. The role of community colleges and village government is needed to ensure the success of productive and creative business development in Nemberala Village.

The result of the research shows that business diversification through a combination of fishing business, pig business, and ikat weaving business has increased the income of fisherman households in Nemberala Rote Ndao Village. The combination of fisherman and pigs business provides higher income compared to the combination of fishing business and weaving business. Institutions that are expected to play a role in the development of productive and creative enterprises in the first phase is the college and village government. The role of community colleges and village government is needed to ensure the success of productive and creative business development in Nemberala Village.

Based on the conclusion, it can be recommended as follows: (1) Mentoring more than college in this case Undana together with the village government Nemberala through a program of science and technology for society, especially the two Group Joint AMERTA and Women Group Nemberala, and (2) Commitments village the strengthening of capital for community business groups in the budgeting of the village fund.

Keywords: peasant fisher, alternative livelihoods, multidimensional, Rote Ndao

1)

National Priorities Research Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development (MP3EI) 2017

2)

(6)

v

PRAKATA

Puji dan Syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas perkenananNya, sehingga penelitian ini dapat dilakukan sampai dengan penulisan

laporan ini. Dalam rangka meningkatkan ekonomi wilayah dan nelayan pulau terluar di

Rote Ndao, maka perlu dilakukan terobosan penelitian dengan mempelajari potensi

diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki

potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan untuk

meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan penghidupan

masyarakat nelayan pesisir di Rote Ndao. Untuk itu telah dilakukan penelitian tahun III

dari 3 (tiga) tahun yang bertujuan untuk 1) mengetahui kinerja model cabang usaha

terpilih meliputi aspek sosial budaya, ekonomi, dan pasar, dan 2) menilai indeks

keberlanjutan model usaha yang telah diterapkan pada tahun 1 dan mendapatkan strategi

untuk mengembangkan model yang telah diterapkan. Terlaksananya penelitian ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu perkenankan kami untuk

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dirjen DIKTI yang telah memberikan kepercayaan dan dana untuk melakukan

penelitian ini khususnya melalui program MP3EI.

2. Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah memfasilitasi dan memberikan

kepercayaan untuk melakukan kegiatan penelitian ini.

3. Ketua Lembaga Penelitian Undana yang telah membantu proses pelaksanaan

penelitian ini.

4. Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP), yang telah memotivasi stafnya

untuk giat melakukan penelitian dan menyediakan fasilitas untuk penelitian.

5. Dekan Fakultas Peternakan (Fapet), yang telah memotivasi stafnya untuk giat

melakukan penelitian dan menyediakan fasilitas untuk penelitian.

6. Dekan Fakultas Pertanian (Faperta), yang telah memotivasi stafnya untuk giat

melakukan penelitian dan menyediakan fasilitas untuk penelitian.

7. Pemerintah Desa Nembrala yang telah berpastisipasi dalam kegiatan desiminasi dan

mendukung penguatan modal dalam anggaran desa untuk pembentukan Kelompok

Tenun Wanita Nemberala.

8. KUB Amerta Desa Nembrala yang telah berpartisipasi selama berlangsungnya

(7)

vi

9. Mahasiswa S1 Fakultas Kelautan dan Perikanan dan Fakultas Peternakan Undana

yang telah terlibat dalam penelitian serta membantu dalam penyelesaian penelitian

ini.

10.Alumni Fakultas Kelautan dan Perikanan yang turut berpartisipasi dalam kegiatan

desiminasi dan pendampingan kelompok usaha masyarakat di Desa Nembrala.

Akhirnya kami berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan, namun kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagai bagian dari keterbatasan kami.

Kupang, 23 Oktober 2017

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

RINGKASAN ……… iii

PRAKATA ……… v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… 3

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……… 7

BAB 4. METODE PENELITIAN ……… 8

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ……… 10

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 18

DAFTAR PUSTAKA ……… 19

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rataan umur, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan Formal ……… 1 Tabel 2. Rataan pendapatan rumah tangga responden berdasarkan

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Jalan (Road Map) Penelitian ……… 6 Gambar 2. Matriks Driver Power – Dependence Lembaga yang

Terlibat dalam Pengembangan Usaha Produktif dan

Kreatif di Desa Nemberala ……… 15 Gambar 3. Struktur Hirarki Sub Elemen Lembaga yang Terlibat

dalam Pengembangan Usaha Produktif dan Kreatif di Desa

(11)

BAB 1. PENDAHULUAN

Pulau Rote sebagai pulau terselatan Indonesia memiliki banyak potensi

sumberdaya alam dan sosial budaya yang dapat dikembangkan dengan nilai ekonomis

tinggi namun pengelolaannya belum optimal (BPS Rote Ndao, 2013). Faktor pembatas

untuk melakukan eksplorasi kelautan dan perikanan di Pulau Rote sebagai pulau terluar

adalah dampak ekologis dari tercemarnya Laut Timor akibat tumpahan minyak dan

peralihan kawasan budidaya menjadi kawasan pariwisata (Paulus, 2014). Komunitas

masyarakat nelayan dengan lingkungan alam yang memiliki kelimpahan stok

sumberdaya akan memiliki perilaku (sosiologi) yang berbeda dengan komunitas

masyarakat nelayan pada kondisi stok sumberdaya alam dan lingkungan yang terbatas

seperti komunitas masyarakat nelayan pada pulau kecil terluar di Kabupaten Rote Ndao.

Sebaliknya, kelimpahan dan keterbatasan stok sumberdaya alam dan lingkungan

tidak menjamin kesejahteraan hidup masyarakat nelayan lebih baik. Oleh karena itu,

diperlukan suatu model pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan yang lebih

terfokus pada kesadaran tentang kondisi lingkungannya atau melihat hubungan yang

sangat erat antara perubahan perilaku masyarakat nelayan (sosiologi masyarakat

nelayan) dengan perubahan-perubahan lingkungan di sekitarnya (sosio-ekologi).

Keterkaitan antara faktor-faktor ekologi dan proses sosial adalah sangat penting sebagai

dasar untuk mendesain model bagi manajemen berkelanjutan komunitas masyarakat

nelayan sebagai kehidupan yang masih tradisional.

Solusi dari permasalahan yang dihadapi Kabupaten Rote Ndao adalah

diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki

potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan, sehingga

dapat meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan

penghidupan masyarakat nelayan pesisir di Rote Ndao. Tujuan khusus dari penelitian

ini adalah: (1) Mengetahui kinerja cabang usaha terpilih meliputi aspek sosial budaya,

ekonomi, dan pasar; (2) Mengetahui pengaruh dari model pengembangan usaha berbasis

inovasi oleh masyarakat nelayan (kontrol) terhadap tingkat pendapatan masyarakat

pulau terluar, dan (3) Menemukan model percepatan ekonomi masyarakat nelayan dan

wilayah terluar Pulau Rote yang dapat diaplikasikan pada masyarakat pulau terluar

melalui peningkatan hasil tangkapan dan pengolahan ikan, usaha ternak babi yang

(12)

2 Urgensi atau Keutamaan Penelitian

Kabupaten Rote Ndao sebagai kabupaten terluar yang memiliki kekayaan alam

yang sangat besar namun belum dikelola secara optimal, sehingga kelimpahan

sumberdaya alam dan sosial budaya sangat kontras dengan tingginya kasus kemiskinan

masyarakat nelayan pesisir (BPS Rote Ndao, 2013) dan illegal fishing yang

berkepanjangan yang dapat memicu konflik dengan negara tetangga (Australia). Dalam

upaya optimalisasi potensi wilayah pulau terluar seperti halnya di pulau Rote perlu

dilakukan pemetaan dan permodelan potensi sumberdaya yang tersedia dan dapat

diakses oleh masyarakat nelayan serta memiliki peluang pengembangannya untuk

percepatan ekonomi wilayah melalui pengembangan komoditi ekspor sebagai unggulan

wilayah meliputi pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif.

Tabel Rencana Target Capaian Tahunan

No Jenis Luaran Indikator Capaian

Tahun I (2015) Tahun II (2016) Tahun III (2017) 1 Publikasi

ilmiah

Internasional Draft: 1 international

Nasional Published: 2 prosiding

Internasional Terdaftar Sudah dilaksanakan

Internasional Terdaftar Sudah dilaksanakan

6 Teknologi Tepat Guna Produk Penerapan Penerapan 7 Model/Purwarupa/Desain/Kar

ya seni/Rekayasa sosial

Produk Penerapan Penerapan 8 Buku Ajar (ISBN) Draft Final editing

dan ISBN: 978-602-6906-24-3

Published

(13)

3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum dan Potensi Konplik Wilayah Terluar

Kabupaten Rote Ndao merupakan daerah kepulauan yang memiliki satu pulau

terluar dan terdepan Indonesia yaitu Pulau Ndana. Keberadaan Pulau Rote sebagai

pulau terselatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Australia di Laut

Timor, hubungan kedua negara ini senantiasa dihadapkan pada pelanggaran kedaulatan

baik oleh warga negaranya maupun oleh institusi yang mewakili negaranya itu sendiri.

Pelanggaran kedaulatan tersebut berujung pada terciptanya ketegangan hubungan

diplomatik kedua negara.

Ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh kedua negara dalam hal realisasi

kedaulatan bukanlah faktor utama penyebab ketegangan, akan tetapi rambu-rambu

hubungan internasional yang pernah berlangsung tidak bisa diabaikan. Salah satu

pelanggaran kedaulatan yang kerap dilakukan oleh warga negara Indonesia di wilayah

kedaulatan Australia adalah aktivitas illegal yang dilakukan oleh masyarakat nelayan

tradisional Indonesia, seperti melakukan tindakan penangkapan satwa-satwa atau

binatang yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan Australia (Thontowi,

2002). Masyarakat nelayan tradisional Indonesia yang sering berkunjung ke wilayah

perairan Australia, khususnya Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah berasal dari daerah

Pulau Rote, Flores, Buton, Sabu, Timor, Alor, Sulawesi dan Maluku. Dengan demikian,

adanya kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan tradisional Indonesia sejak

berabad-abad tahun yang lalu ini merupakan peluang yang besar bagi terjadinya konflik

antara Indonesia dan Australia, sebagai negara-negara yang masing-masing memiliki

kedaulatan.

Selama 7 tahun terakhir, tercatat kurang lebih lima kasus terbesar dari

pelanggaran batas wilayah penangkapan oleh kurang lebih 250 masyarakat nelayan

tradisional Indonesia pada setiap kasus (kebanyakan masyarakat nelayan Rote).

Menurut Adhuri (2005), paling tidak ada beberapa isu utama yang harus kita pahami

untuk mengerti konflik atau pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh masyarakat

nelayan Indonesia:

(1) Conflicting Claims. Meskipun Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia telah

melakukan perjanjian-perjanjian, namun masyarakat nelayan, khususnya

masyarakat nelayan dari Nusa Tenggara Timur menganggap bahwa fishing ground

(14)

4 (2) Pasar Internasional Sumberdaya Laut. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor

keberadaan pasar internasional ikut andil dalam mendorong aktivitas masyarakat

nelayan tradisional Indonesia di wilayah perairan Australia. Mengingat,

sumberdaya yang ditangkap seperti teripang, trochus, dan sirip hiu bukan lah

komoditas yang dikonsumsi secara langsung oleh mereka, melainkan untuk dijual

ke luar negeri, yaitu pasar Cina.

Kondisi Sosial Ekonomi wilayah dan Masyarakat Rote Ndao

Kabupaten Rote Ndao merupakan pulau kecil dengan luas 1.278 km2 memiliki

potensi kelautan dan perikanan yang besar, dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Rote Ndao yang

mencapai 13 % (BPS Rote, 2013). Namun demikian ternyata kualitas kehidupan para

masyarakat nelayan masih sangat memperihantinkan, sebagian besar masuk dalam

kategori penduduk miskin. Sebanyak 67,38% dari total 124.835 penduduknya hidup

sebagai petani/masyarakat nelayan subsistem, dengan pendapatan kurang dari

Rp.15.000 per hari (Sembiring, 2012).

Efek domino yang timbul dari kemiskinan di Pulau Rote adalah busung lapar

yang tercatat mencapai 10 anak setiap tahun, angka kematian bayi mencapai 7,5/1000

kelahiran hidup dan angka kematian ibu sekitar 421/100.000 kelahiran hidup. Salah satu

jawaban terhadap kondisi paradoksial ini dijumpai dalam penelitian terhadap kehidupan

ekonomi sosial yang dilakukan oleh Therik (2008) di Desa Papela (pusat masyarakat

nelayan di sebelah timur Rote) dan Carnegie (2008) di Desa Oelua (pusat masyarakat

nelayan di sebelah barat Rote) yang berargumentasi bahwa permasalahan kemiskinan

yang dihadapi oleh para masyarakat nelayan di kedua kantong masyarakat nelayan ini

bukan hanya terletak pada produksi/produktifitas perikanan yang rendah tetapi masih

terdapat banyak faktor lainnya seperti faktor hubungan patron-klien yang merugikan

bahkan cenderung eksploitatif yang mempengaruhi negosiasi biaya dan pembagian

keuntungan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok ikan. Sementara itu

Fox & Sen (1999), Stacey (1999; 2001) dan Balint (2005) cenderung menyalahkan

pemerintah Australia atas kebijakan pengelolaan perikanan di area MOU Box 1974

yang tidak hanya membatasi pemanfaatan teknologi perikanan tetapi juga semakin

memarginalkan masyarakat nelayan tradisional.

Persoalan yang menjadi akar kemiskinan masyarakat nelayan berdasarkan

(15)

5 mitra) adalah tingginya ketergantungan terhadap kegiatan penangkapan. Faktor-faktor

ketergantungan ini sangat beragam. Akan tetapi, jika ketergantungan itu terjadi di

tengah-tengah masih tersedianya pekerjaan lain di luar sektor perikanan, tentu hal ini

mengurangi daya tahan masyarakat nelayan dalam menghadapi tekanan-tekanan

ekonomi yang ada. Salah satu akibat dari tekanan ekonomi pada masyarakat nelayan

masyarakat nelayan Pulau Rote adalah adanya kegiatan penangkapan yang dilakukan

masyarakat nelayan Rote pada wilayah perairan antara Laut Timor dan Northern

Territory (Australia).

Keragaman sumber pendapatan sangat membantu kemampuan masyarakat

nelayan dalam beradaptasi terhadap kemiskinan. Masyarakat nelayan terkadang kurang

menyadari bahwa kondisi ekosistem perairan mudah berubah setiap saat, sehingga dapat

berpengaruh terhadap pendapatannya. Di samping itu, rendahnya keterampilan

masyarakat nelayan untuk melakukan diversifikasi usaha penangkapan dan keterikatan

yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap turut memberikan kontribusi

terhadap timbulnya kemiskinan masyarakat nelayan.

Pranata yang terbentuk pada masyarakat nelayan pesisir Pandansimo, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menjadi model diversifikasi sumber pendapatan.

Selain menangkap ikan, masyarakat nelayan juga bertani dan beternak sehingga ketika

musim paceklik terjadi, mereka tidak kehilangan sumber pendapatan (Rakhmanda,

2014).

Pengembangan diversifikasi usaha bertujuan untuk menambah sumber

pendapatan keluarga dan mengembangkan usaha yang berpotensi ekspor, khususnya

bagi masyarakat nelayan pesisir dan wanita masyarakat nelayan yang suami atau

keluarganya memiliki mata pencaharian sebagai masyarakat nelayan, agar pada musim

paceklik tiba, mereka memiliki sumber penghasilan lain untuk mempertahankan

ekonomi keluarga. Dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga

masyarakat nelayan, diperlukan kontribusi wanita masyarakat nelayan dalam

menciptakan dan mengelola usaha ekonomi produktif bernilai ekspor sebagai mata

pencarian alternatif. Optimasi sumberdaya melalui diversifikasi usaha berbasis

keunggulan lokal seperti budidaya laut, pertanian, peternakan, industri kreatif, dan

pariwisata di Pulau Rote perlu dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat nelayan dan percepatan ekonomi wilayah sehingga mencegah kasus illegal

(16)

6 Gambar 1 Peta Jalan (Road Map) Penelitian

Pulau Rote di provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan pulau terluar bagian Selatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Australia. Sebagaimana dengan pulau lain di Indonesia, warga pesisir pulau Rote menggantungkan hidupnya pada potensi hasil laut dengan pola eksploitasi yang masih tradisional. Karena dorongan ekonomi sering terjadi konflik antara Indonesia dan Australia dengan adanya masyarakat nelayan dari pulau Rote yang melewati batas negara Indonesia dan Australia. Fenomena rendahnya taraf hidup masyarakat nelayan khususnya di pulau Rote sangat berpotensi memicu konflik antar negara akibat eksploitasi hasil laut yang melewati batas negara (Adhuri, 2005).

Kegiatan penelitian tahun 1, pemetaan potensi yang dimiliki wilayah pulau terluar dengan nilai ekonomis yang dapat dikembangkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dan komoditi ekspor, pendekatan menggunakan metode survey meliputi wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis melalui metode skoring dan ranking untuk mendapatkan alternatif usaha yang paling berpotensi meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar (Rote). Selanjutnya untuk mendapatkan model pengembangan sesuai potensi lokal yang ada, maka dilakukan analisis hirarki proses (AHP) sesuai petunjuk Saaty

Luaran tahun 1, peta potensi keunggulan lokal dan model pengembangan potensi untuk mendorong percepatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar dan peluang ekspor yang dapat diujicoba pada penelitian tahun ke 2, publikasi pada jurnal akreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat.

Kegiatan penelitian tahun ke 2, ujicoba model pengembangan potensi terbaik yang dihasilkan pada tahun 1 melalui inovasi teknologi sesuai dengan potensi usaha yang dikembangkan.

Selanjutnya dilakukan analisis indikator

keberhasilan model diperoleh dengan

melakukan analisis perbandingan pola

pengembangan usaha yang telah ada dan dilakukan oleh masyarakat nelayan (kontrol). Setelah mendapatkan analisis keberhasilan, dilakukan penilaian status keberlanjutan dari model yang dikembangkan, perlu dilakukan

pendekatan multidimensional scaling (MDS)

(Kavanagh, 2001) akan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Rote (IKB-Rote) dan analisis prospektif (Paulus, 2012).

Luaran pada tahun ke 2, Model/jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan, nilai indeks keberlanjutan dari usaha yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Pulau Rote, publikasi jurnal terakreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat dalam penelitian, rancangan pola kemitraan dan kelembagaan dengan pihak pemerintah dan swasta untuk mendorong percepatan adopsi model oleh masyarakat nelayan pulau terluar.

Kegiatan tahun ke 3, diseminasi penerapan model pengembangan usaha melalui pola kemitraan dan model kelembagaan (pelatihan dan pendampingan usaha). Model kelembagaan

dibuat berdasarkan analisis interpretatif

struktural modeling (ISM) (Marimin, 2004)

dengan mengidentifikasi hubungan kontekstual antar sub elemen dari suatu sistem berdasarkan gagasan/ide atau struktur penentu dalam sebuah masalah yang komplek (Saxena et al., 1992).

Luaran tahun ke 3, usaha produktif masyarakat nelayan dengan pola kemitraan dan model kelembagaan yang menguntungkan, modul pelatihan, publikasi pada jurnal akreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat.

Muara dari penelitian ini, perbaikan taraf hidup masyarakat nelayan pulau terluar (Pulau Rote), penguatan karakter dan ketahanan bangsa dalam

konteks kesatuan NKRI, hubungan yang

(17)

7 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

1. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar melalui optimasi

keunggulan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa dalam menjaga

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena masyarakat nelayan

pulau terluar merupakan aset terdepan yang perlu mendapat perhatian dari

pemerintah Indonesia.

2. Mengurangi angka kemiskinan, melalui pengembangan usaha produktif dan kreatif

dengan mengoptimalkan berbagai sumberdaya lokal (pertanian, peternakan,

perikanan, pariwisata, dan industri kreatif) yang berdampak pada peningkatan

pendapatan masyarakat nelayan, sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan di

pedesaan (pesisir) sesuai dengan arah kebijakan nasional.

3. Membuka lapangan kerja baru dan percepatan ekonomi wilayah pulau terluar,

adanya usaha produktif dan kreatif yang bernilai ekspor akan memberikan motivasi

berusaha bagi angkatan kerja yang ada seperti tenaga kerja perempuan dan

anak-anak putus sekolah, sehingga dapat mengurangi masalah penggangguran baik pada

angkatan kerja tidak terdidik maupun angkatan kerja terdidik.

4. Desain model dari penelitian ini dapat menjadi basis pengambilan keputusan dan

kebijakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pembangunan yang

berpihak pada masyarakat nelayan pulau terluar.

5. Akses teknologi dan informasi, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan komunikasi

antar ilmuan dan mendorong akses tekonogi oleh masyarakat nelayan pedesaan

(pesisir pulau terluar) melalui publikasi pada media-media ilmiah terakreditasi,

(18)

8 BAB 4. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

partisipatif (on farm research), dimana dalam penelitian ini melibatkan partisipasi

pemerintah daerah, dinas terkait, dan kelompok nelayan dalam melakukan penerapan

model produktif dan kreatif. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan model

usaha yang dilakukan oleh nelayan selama ini dengan model usaha yang diinovasi

dengan teknologi. Adapun model usaha yang diterapkan adalah usaha perikanan (UP) +

usaha tenun (UT) dan usaha perikanan (UP) + usaha tenun (UT) + usaha ternak babi

(UTB).

Pada penelitian ini akan dilakukan 3 sub penelitian yakni: (1) Pembentukan pola

kerjasama pemerintah dan kelompok usaha produktif dan kreatif (2 bulan); (2)

Pelaksanaan penerapan model usaha produktif dan kreatif (5 bulan); (3) Tabulasi,

Analisis Data dan Pemantauan (Monitoring dan Evaluasi) (1 bulan). Sesuai dengan hasil

penelitian uji coba model terbaik pada tahun 2, maka akan diterapkan usaha masyarakat

nelayan yang diinovasi teknologi dengan pola kerjasama pemerintah daerah dan instansi

terkait.

Tahapan Metodologi (Bagan) Penelitian yang diusulkan : Tahun III

Tahap Kegiatan Luaran Indikator I Penentuan dan penerapan model usaha yang kreatif dan terlibat dalam kegiatan penerapan model model terpilih (Usaha Perikanan + usaha tenun dan usaha perikanan + usaha tenun + usaha ternak babi)

- Data tentang kinerja usaha (teknis dan ekonomi) dari model yang diujicoba (Usaha Perikanan + usaha tenun dan usaha perikanan + usaha tenun + usaha ternak babi)

II.1. Usaha Perikanan

hasil tangkapan dan hasil pengolahan ikan

(19)

9

- Pertambahan berat badan harian dalam kg/hari, bobot hidup dalam kg, jumlah anak dalam ekor, kandang yang sehat, pendapatan dari penjualan babi potong dan anak babi (Rp) II.3. Usaha

Tenun Ikat

Tenun ikat motif ”Ti’i Langga” sebagai motif

baru di pulau Rote

- Jumlah produksi tenun ikat motif

” Ti’i Langga” dalam lembar, kesepahaman (MoU) dengan Pemda Rote Ndao, penerapan teknologi produksi, sistim perencanaan dan pembukuan usaha

IV Tabulasi dan analisis Data

Data hasil analisis - Simpangan baku - Rataan, persentase

- ANOVA menggunakan SAS (Cody and Smith,1997)

- Hasil uji lanjut

- Menentukan pola kerjasama dalam deseminasi model

Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan - Log Book Penelitian

- Naskah Akademik (laporan penelitian)

VII Publikasi Hasil Penelitian Terpublikasi

- Publikasi Prosiding

(20)

10 BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Identitas Responden dan Analisis Pendapatan Usaha Identitas Responden

Rataan umur, jumlah tanggungan, pendapatan dari usaha penagkapan, usaha rumput

laut, usaha lainnya, dan total pendapatan rumah tangga nelayan, seperti pada Tabel 1

berikut.

Tabel 1. Rataan umur, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan Formal

Variabel Rataan Simpangan baku

Umur responden (tahun)

Jumlah tanggungan responden (orang)

Pendapatan usaha penangkapan ikan (Rp)

Pendapatan usaha rumput laut (Rp)

Pendapatan usaha lainnya (Rp)

Total pendapatan rumah tangga (Rp)

49.86

Sumber: Data primer diolah (2016)

Umur dan jumlah tanggungan keluarga responden

Responden dalam penelitian ini rata-rata berumur 49.66±7.15 tahun. Hal ini

menggambarkan bahwa responden sebagai nelayan umumnya telah berpengalaman dan

masih berada dalam umur produktif (30 – 55 tahun). Rataan jumlah tanggungan

keluarga responden diperoleh 5.43±1.20 atau berkisar 4-6 orang. Jumlah tanggungan

keluarga dalam penelitian ini umumnya merupakan istri dan anak-anak. Keberadaan

anggota keluarga ini, nampaknya memiliki manfaat ekonomi karena dapat membantu

kepala keluarga melalui aktivitas usaha lainnya sebagai sumber pendapatan alternatif

seperti usaha ternak, usaha tenun ikat, dan pedagang. Dalam penelitian ini juga

diperoleh bahwa tingkat pendidikan formal responden adalah tidak tamat SD 48,57 %,

tamat SD 34,26 %, dan tamat SMP 17,14 %. Hal ini memberikan gambaran bahwa

tingkat pendidikan sebagai indikator kualitas sumberdaya manusia, maka nelayan di

Desa Nembrala masih rendah dan hal ini akan berdampak pada kemampuan

pengambilan keputusan dalam pengembangan usaha. Hasil penelitian sesuai dengan

pendapat Sudarso (2008) yang menemukan bahwa nelayan khususnya nelayan

tradisional, pada umumnya mereka memiliki ciri tingkat pendidikan formal rendah atau

(21)

11 keterlibatan responden dalam kegiatan pelatihan teknologi masih rendah yaitu 45,71 %

dan sebesar 54,39 % belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan teknologi. Fakta ini

semakin memperkuat bahwa akses terhadap informasi dan teknologi nelayan yang

rendah, tidak saja dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan formal nelayan tetapi

juga karena kurang kegiatan pelatihan teknologi di kalangan nelayan.

Analisis Pendapatan Responden Peserta Ujicoba

Rataan pendapatan rumah tangga responden berdasarkan usaha yang dilakukan, seperti

terlihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rataan pendapatan rumah tangga responden berdasarkan usaha yang dilakukan Variabel Pendapatan Usaha Rataan Simpangan baku

1. Usaha Nelayan (Rp/tahun)

2. Nelayan+Usaha Ternak Babi (Rp/tahun)

3. Nelayan+Tenun Ikat (Rp/tahun)

Sumber: Data Primer Diolah (2017)

Pendapatan Usaha sebagai Nelayan

Berdasarkan pada Tabel di atas, rataan pendapatan responden sebagai nelayan diperoleh

Rp. 9638888.90±2237434/tahun atau setara dengan Rp. 803240.7/bulan. Rendahnya

pendapatan nelayan dari usaha penangkapan dipengaruhi oleh kondisi alat tangkap yang

digunakan dan waktu melaut yang kurang dalam setahun sebagai akibat dari perubahan

musim yang tidak menentu, hal ini sesuai dengan pendapat Allison dan Ellis (2001)

mengemukakan bahwa ketidakpastian yang dihadapi nelayan terutama dalam

menghadapi fluktuasi musim ikan dan cuaca yang tidak menentu, sehingga membatasi

nelayan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Lebih lanjut Suyanto (1996)

dalam Ekadianti (2014) menyatakan bahwa pendapatan nelayan sangat tergantung pada

hasil tangkapan dan pemasaran ikannya. Sedangkan penangkapan itu sendiri pada

umumnya sangat dipengaruhi oleh macam perahu, alat tangkap, musim dan keadaan

alam, khususnya angin dan bulan purnama serta potensi sumberdaya ikan yang ada.

Pada musim hujan biasanya produksi ikan laut menurun, sedangkan pada musim

(22)

12 laut. Rataan pendapatan nelayan dalam penelitian ini hampir sama yang diperoleh

Fatimah, dkk (2014) yang memperoleh bahwa rataan pendapatan nelayan di Kecamatan

Muncar Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp 863.183 per bulan. Lebih lanjut dinyatakan

bahwa secara riil pendapatan rumah tangga nelayan pandhiga mengalami penurunan.

Penurunan pendapatan rumah tangga nelayan tradisional disebabkan oleh adanya

perubahan iklim pada musim paceklik, sehingga menimbulkan perbedaan pendapatan

rumah tangga nelayan sebelum dan sesudah perubahan iklim. Rataan pendapatan

nelayan dalam penelitian ini sedikit lebih tinggi dibanding dengan hasil penelitian Asih

dan Laapo (2009) yang memperoleh total pendapatan rumah tangga nelayan di

Kecamatan Ampana Kota sebesar Rp 8.192.420/nelayan/tahun.Namun hasil penelitian

ini lebih tinggi dari yang diperoleh Tarigan (2010) bahwa pendapatan utama sebagai

nelayan sebesar Rp. 316,666.67/bulan dan rataan pendapatan total nelayan sebesar Rp.

730,666.67/bulan serta Sembiring dan Adiwidjaya (2012) yang memperoleh

penghasilan nelayan tradisional umumnya rendah atau tidak lebih dari Rp. 15.000/hari

atau setara Rp. 450.000/bulan.

Pendapatan Kombinasi Usaha Nelayan dan Ternak Babi

Pada Tabel 1 di atas, rataan pendapatan nelayan dari kombinasi usaha sebagai nelayan

dan usaha ternak babi, diperoleh Rp. 17625000±2054090/tahun. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rataan pendapatan nelayan dari kombinasi usaha penangkapan ikan

dan usaha ternak babi. Tingginya pendapatan tersebut dikontribusi oleh pendapatan dari

usaha ternak babi yang cukup besar. Tingginya kontribusi usaha ternak babi

dipengaruhi oleh tingginya harga ternak babi di lokasi penelitian karena memiliki peran

penting dalam kegiatan sosial budaya masyarakat Rote. Selain itu budidaya ternak babi

peranakan VDL dalam ujicoba teknologi dapat memberikan tingkat produktivitas yang

lebih tinggi (litter zise dan pertambahan berat badan harian) dibanding jenis ternak babi

lokal yang selama ini diusahakan responden. Hal ini memberikan gambaran bahwa

sebenarnya usaha ternak babi dapat memberikan pendapatan tambahan yang cukup

signifikan bagi nelayan, sekalipun usaha ternak babi hanya dilakukan sebagai usaha

sambilan. Tingginya pendapatan usaha ternak babi dalam penelitian ini, disebabkan oleh

harga jual ternak babi yang cukup tinggi karena ternak babi merupakan salah satu jenis

ternak yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Rote Ndao

seperti halnya masyarakat lainnya di Nusa Tenggara Timur. Nampak bahwa ternak babi

(23)

13 petani/petermak/nelayan. Pentingnya ternak babi dalam perekonomian rumah tangga di

pedesaan dapat ditemukan di Nigeria (Umesh, et al, 2015), di Namibia (Petrus, et al,

2011), Vietnam (Lapar and Staal, 2010), Phillippines (Maharjan and Fradejas., 2006),

dan Laos ( Pengsavanh, et al, 2011). Umesh, et al (2015) menyatakan bahwa walaupun

secara teknis usaha ternak babi efisien, namun masih menghadapi kendala modal,

penyakit, dan kurangnya penyuluhan, sehingga diperlukan efisiensi pemanfaatan

sumberdaya. Oleh karena itu untuk mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga

nelayan tradisional dapat dilakukan pengembangan usaha ternak babi dengan

memperhatikan permasalahan utama seperti permodalan, penyakit, dan penyuluhan dari

dinas terkait.

Pendapatan Kombinasi Usaha Nelayan dan Tenun Ikat

Pada Tabel 1 di atas, rataan pendapatan nelayan dari kombinasi usaha sebagai nelayan

dan usaha tenun ikat, diperoleh Rp. 13,477,272.73±1,318,590.85/tahun. Rataan

pendapatan nelayan dari kombinasi usaha nelayan dan tenun ikat cukup tinggi setelah

kombinasi usaha nelayan dan ternak babi. Hal ini memberikan gambaran bahwa usaha

tenun ikat dapat menjadi usaha alternatif yang dilakukan oleh kaum ibu dan anak wanita

dalam rumah tangga nelayan. Keberadaan lokasi penelitian Nemberala sebagai kawasan

wisata pantai dan banyak dikunjungi oleh wisatawan asing memberikan peluang

berkembangnya usaha tenun ikat di wilayah ini. Namun untuk mengembangkan usaha

tenun ikat pada skala yang lebih besar diperlukan perhatian pemerintah untuk

memberikan fasilitasi modal usaha bagi nelayan untuk pengadaan bahan baku benang

dan pewarna.

Pendapatan Kombinasi Usaha Nelayan dan Ternak Babi serta Tenun Ikat

Pada Tabel 1 di atas, rataan pendapatan nelayan dari kombinasi usaha sebagai nelayan

dan usaha ternak babi serta usaha tenun ikat, diperoleh Rp.

21,714,285.71±934,395.65/tahun. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa

kombinasi usaha sebagai nelayan dan usaha ternak babi serta tenun ikat dapat

memberikan peningatan pendapatan bagi nelayan. Berdasarkan hasil penelitian ini

membuktikan bahwa upaya peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan hanya bisa

dimungkinkan melalui diversifikasi usaha sesuai dengan potensi yang tersedia dan dapat

diakses oleh nelayan. Hal ini sesuai dengan pendapat Allison et al., (2001) yang

(24)

14 nelayan tidak hanya bergantung pada hasil penangkapan saja. Hal ini perlu dilakukan

terutama pada nelayan lapisan bawah yang memiliki keterbatasan sarana, yang tidak

dapat melaut sepanjang tahun. Namun hal ini tidak berlaku untuk semua keluarga

nelayan, hanya sebagian kecil keluarga nelayan yang memiliki pekerjaan sampingan,

sisanya hanya bergantung dari hasil tangkapan dalam melaut.

5.2 Analisis Kelembagaan (ISM)

Lembaga yang Terlibat dalam Pengembangan Usaha Kreatif dan Produktif di Desa Nemberala, Kabupaten Rote Ndao

Berdasarkan hasil pendapat pakar (Paulus, dkk 2017), ditemukan 12 sub elemen

lembaga yang terlibat dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa

Nemberala, yaitu: (L1) pemerintah Kabupaten Rote Ndao, (L2) dinas/instansi yang

terkait, (L3) perbankan/BUMN, (L4) koperasi nelayan, (L5) kelompok usaha

masyarakat, (L6) lembaga swadaya masyarakat/NGO, (L7) perguruan tinggi, (L8)

investor asing, (L9) perusahaan mitra (perikanan/peternakan/tenun ikat), (L10)

pemerintah Desa Nemberala, (L11) kementerian terkait, dan (L12) pasar

(lokal/nasional/regional/internasional). Gambar 2 menyajikan hasil analisis dengan

menggunakan metode ISM dari setiap sub elemen lembaga yang terlibat dalam

pengembangan pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala.

Pada Gambar 2, terlihat bahwa sub elemen (L7) perguruan tinggi, (L9)

perusahaan mitra (perikanan/peternakan/tenun ikat), dan (L12) pasar

(lokal/nasional/regional/internasional); terletak pada sektor IV yang merupakan sub

elemen lembaga yang sangat berpengaruh dalam pengembangan usaha produktif dan

kreatif di Desa Nemberala. Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak (driver

power) yang besar dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif, dan memiliki

ketergantungan (dependence) yang rendah terhadap lembaga lainnya. Ketiga sub elemen

ini merupakan sub elemen kunci lembaga yang terlibat dalam program pengembangan

usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala. Sedangkan sub elemen (L2)

dinas/instansi yang terkait, (L3) perbankan/BUMN, (L4) koperasi nelayan, (L5)

kelompok usaha masyarakat, (L6) lembaga swadaya masyarakat/NGO, dan (L8)

investor asing terletak pada sektor III yang merupakan sub elemen pengait (linkages)

dari sub elemen lainnya. Sub elemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong

(driver power) yang besar terhadap suksesnya program tetapi memiliki ketergantungan

(25)

15 tindakan terhadap lembaga pada sub elemen ini akan mempengaruhi suksesnya program

pengembangan usaha produktif dan kreatif dan sebaliknya apabila sub elemen ini

mendapatkan perhatian yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan

program usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala. Paulus, 2016 menyatakan

kelembagaan memainkan peran lebih besar dalam diversifikasi kegiatan ekonomi

pesisir.

Gambar 2 Matriks Driver Power – Dependence Lembaga yang Terlibat dalam Pengembangan Usaha Produktif dan Kreatif di Desa Nemberala

Sub elemen (L1) pemerintah Kabupaten Rote Ndao, (L10) pemerintah Desa

Nemberala, dan (L11) kementerian terkait merupakan sub elemen akibat dari tindakan

pemenuhan kebutuhan program lainnya dan apabila beberapa sub elemen lembaga

lainnya seperti di atas terpenuhi, maka sub elemen ini menjadi sangat penting.

Pemerintah Desa Nemberala memegang peranan penting dalam kebijakan mengenai

program usaha produktif dan kreatif, demikian juga dengan perguruan tinggi yang

membantu dalam melakukan penelitian dan kebaruan dalam ilmu dan teknologi tepat

guna yang dapat dipakai dalam program usaha produktif dan kreatif. Di sisi lain,

(26)

16 kebijakan pembangunan desa dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa

Nemberala. Menurut Siagian (2003:108), “Pembangunan desa adalah keseluruhan

proses rangkaian usaha-usaha yang dilakukan dalam lingkungan desa dengan tujuan

untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta memperbesar kesejahteraan

dalam desa”. Tiga unsur utama yang perlu diperhatikan bagi keberhasilan pembangunan

desa yaitu:

a. Keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan.

b. Timbulnya gagasan-gagasan baru didalam masyarakat mengenai kehidupan

mereka dimasa mendatang.

c. Diterapkan teknologi yang tepat guna dan padat karya.

Struktur hirarki hubungan sub elemen lembaga yang terlibat dalam

pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala secara rinci dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur Hirarki Sub Elemen Lembaga yang Terlibat dalam Pengembangan Usaha Produktif dan Kreatif di Desa Nemberala

Pada Gambar 3, terlihat ada enam tahapan keterlibatan setiap lembaga dalam

(27)

17 diharapkan sangat berperanan dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif pada

tahap pertama adalah perguruan tinggi dan pemerintah desa, kemudian disusul pada

tahap kedua yaitu koperasi nelayan, kelompok usaha masyarakat dan lembaga swadaya

masyarakat. Peran perguruan tinggi sangat penting terutama pada aspek tridharma yakni

pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam proses pembangunan

dan dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dalam

implementasinya, peran serta perguruan tinggi yang memiliki pengalaman dibidang

pemberdayaan masyarakat dan pengembangan potensi sumberdaya, diperlukan sebagai

fasilitator dan mediator bagi pengembangan akses dan kerjasama dalam

mengembangkan potensi pesisir dan pantai untuk kesejahteraan masyarakat.

Tahap ketiga adalah perbankan/BUMN dan investor asing, kemudian tahap

keempat adalah pemerintah Kabupaten Rote Ndao dan instansi terkait seperti Dinas

Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Dinas Peternakan, dan sebagainya. Namun,

jika dilihat pada gambar matriks Driver Power - Dependence (Gambar 2) sebenarnya

tahapan kedua sampai keempat terdapat enam lembaga yang terlibat pada sektor yang

sama yakni sektor III (linkages) sehingga keenam lembaga tersebut dapat bekerja

bersama-sama dalam pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa Nemberala.

Pada tahap kelima terdapat perusahaan mitra dan pasar. Sub elemen lembaga terakhir

yang terlibat adalah kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan,

(28)

18 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Diversifikasi usaha melalui kombinasi usaha penangkapan ikan, usaha ternak babi,

dan usaha tenun ikat memberikan peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan di

Desa Nemberala Rote Ndao.

2. Kombinasi usaha nelayan dan ternak babi memberikan pendapatan yang lebih

tinggi dibanding dengan kombinasi usaha nelayan dan usaha tenun ikat.

3. Lembaga yang diharapkan sangat berperanan dalam pengembangan usaha produktif

dan kreatif pada tahap pertama adalah perguruan tinggi dan pemerintah desa. Peran

masyarakat perguruan tinggi dan pemerintah desa sangat diperlukan untuk

menjamin kesuksesan pengembangan usaha produktif dan kreatif di Desa

Nemberala.

Saran

1. Perlu diadakan pendampingan lebih lanjut dari perguruan tinggi dalam hal ini

Undana bersama pemerintah Desa Nemberala melalui program Ipteks bagi

masyarakat terutama kedua Kelompok Usaha Bersama AMERTA dan Kelompok

Wanita Nemberala.

2. Perlu komitmen desa dalam penguatan modal bagi kelompok usaha masyarakat

(29)

19 DAFTAR PUSTAKA

Adhuri, Dedi S. 2005. Fishing In, Fishing Out: Memahami Konflik-konflik

Kemasyarakat nelayanan di Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur. LIPI

Press. Jakarta.

Allison, E.H. dan F. Ellis (2001). The livelihoods approach and management of

small-scale fishers. Marine policy, 25, 377-388.

Asih D. N. dan A. Laapo. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Perikanan Tangkap Dan

Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Penyaluran Dan Penerimaan Kredit

Perikanan Di Kecamatan Ampana Kota. J. Agroland 16 (4) : 290 – 295,

Desember 2009, ISSN : 0854 – 641X.

Atmaja, A, P, Edi,. 2010. Sengkarut Nelayan Dan Hak Perikanan Tradisional

Mereka Dalam Negara Kepulauan. Makalah Hukum Laut Internasional.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Balint, R. 2005. Troubled waters: Borders, boundaries and possession in the Timor Sea.

Allen & Unwin, New South Wales, Australia.

Carnegie, M. 2008. Development prospects in Eastern Indonesia: Learning from

Oelua’s Diverse Economy. Asia Pacific Viewpoint, Vol. 49, P 356:369.

Cody, R. P and J. K. Smith. 1997. Applied Statistics and the Programming Language.

Fourth Edition. New York: Prentice-Hall.

Ekadianti, M. 2014. Analisis Pendapatan Istri Nelayan Dalam Upaya Meningkatkan

Pendapatan Keluarga Di Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang, Kabupaten

Rembang. Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro,

Semarang.

Fatimah D, Aryo Fajar S, Mustapit. 2014. Srtategi Mata Pencaharian Rumah Tangga

Nelayan Akibat Perubahan Iklim Di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember (UNEJ).

Fox, J.J. and Sen, S. 1999. A study of socio-economic issues facing

traditional Indonesian fishers who access the MOU Box. A Report for

Environment Australia.

Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish Software

Description (for Microsoft Excel). Vancouver: University of British Colombia,

(30)

20 Lapar, L. and S. Staal, 2010. Competitiveness of smallholder pig producers in Vietnam,

Improving the Competitiveness of Pig Producers in Vietnam, Nairobi, Kenya.

International Livestock Research Institute.

Maharjan, K. L. & C. C. Fradejas, 2006. Role of Cooperative in Improving

Accessibility to Production Resources and Household Economy of Backyard Pig

Raisers in Batangas, Philippines. Gold Coast, Australia. pp. 1 - 4.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Grasindo. Jakarta.

Paulus, C. A. 2012. Dimensi Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Minapolitan

Berbasis Budidaya Laut di Kabupaten Kupang. Jurnal Flobamora. Balitbangda

Provinsi NTT. ISSN: 0216-2741. Vol. VII/No. 03/2012. Kupang. NTT

Paulus, C. A. 2014. Menyikapi Tragedi Pencemaran Laut Timor: Montara Membara,

Masyarakat nelayan Sengsara. Opini. Sabtu, 14 Maret 2014. Harian Umum

Victory News. Kupang. Hal. 4.

Petrus, N. P., I. Mpofu, , M. B. Schneider, &, M. Nepembe, 2011. The constraints and

potentials of pig production among communal farmers in Etayi Constituency of

Namibia. Livestock Research for Rural Development, 23(7).

Phengsavanh, P., B. Ogle, , W. Stür, , B. E. Frankow-Lindberg, & J. E, Lindberg,. 2011.

Smallholder Pig Rearing Systems in Northern Lao PDR. Asian - Australasian

Journal of Animal Sciences, 24(6), pp. 867 - 874.

Rakhmanda, A. 2014. Mengurai Akar Kemiskinan Masyarakat nelayan. Opini. Sosial

Ekonomi. Forum Kajian Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian.

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. [http://www.kajianperikanan.com/]

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik

untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (terjemahan).

Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 270 hal.

Saxena, J. P. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Element Using

Interpretative Structural Modelling. Systems Practice, Vol. 12 (6), P 651:670.

Sembiring, P. dan T. Adiwijaya. 2012. Analisis Manajemen Rantai Pasok produk

Perikanan Di Kabupaten Rote Ndao (Studi Kasus Masyarakat nelayan Mou Box

1974). Laporan Penelitian Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan

Perekayasa. Kemenristek. Jakarta.

Sembiring, P., T. Adiwijaya, dkk . 2012. Analisis Manajemen Rantai Pasok produk

(31)

21 1974). Laporan Penelitian Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan

Perekayasa. Kemenristek. Jakarta.

Songa, Wilhelmus Wetan. 2000. Pelaksanaan Perjanjian Antara Indonesia dan Australia

tentang hak Perikanan Tradisional Dikaitkan dengan Masyarakat nelayan Asal

Nusa Tenggara Timur (Tidak Dipublikasikan). [Tesis]. Bandung. Program Studi

Ilmu Hukum. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Stacey, N. 2001. Crossing Borders: Implications of the Memorandum of

Understanding on Bajo fishing activity in northern Australian waters. A Draft

paper presented at the Symposium: “Understanding the Cultural and Natural

Heritage Values and Management Challenges of the Ashmore Region” 4-6 April

2001, Darwin.

Stacey, N.1999. Boats to burn: Bajo fishing activity in the Australian fishing zone. The

Australian National University E Press. Canberra. Australia.

Tarigan, S. E. 2010. Analisis Pekerjaan Alternatif Nelayan Tatawi Kabupaten Batu Bara

(Studi Kasus Desa Mesjid Lama Kecamatan Tatawi Kabupaten Batu Bara.

Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Therik, W. 2008. Masyarakat nelayan Dalam Bayang Juragan: Potret Kehidupan

Masyarakat nelayan Tradisional Bajo di Tanjung Pasir, Pulau Rote, Nusa

Tenggara Timur. Working Paper Institute of Indonesia Tenggara Studies

Umesh, Joseph C., Chris Ogbanje, and M. A. Adejo. 2015. Technical Efficiency

Analysis of Pig Production: A Sustainable Animal Protein Augmentation for

Nigerians. Journal of Advanced Agricultural Technologies Vol. 2, No. 1, June

Gambar

Gambar 1 Peta Jalan (Road Map) Penelitian
Tabel 1. Rataan umur, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan Formal
Tabel 2. Rataan pendapatan rumah tangga responden berdasarkan usaha yang dilakukan
Gambar 2 Matriks Driver Power – Dependence Lembaga yang Terlibat dalam Pengembangan Usaha Produktif dan Kreatif di Desa Nemberala
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dan analisa dengan bantuan software Mike 11, dapat diketahui bahwa peran Floodway dalam mengatasi banjir di Krueng Aceh sangat signifikan hal ini

Untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar anak didik, guru perlu mengembangkan alat evaluasi yang efektif. Guru juga perlu mengetahui aspek yang

Mengingat Kota Tarutung merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa, maka selain perlunya evaluasi terhadap bangunan yang telah ada,

Laporan Pembangunan Dunia (World Development Report/WDR) terbaru, yang bertemakan ”Agriculture for the Development” menyatakan bahwa investasi yang lebih besar dan lebih

Karya ilmiah ini ditulis 1) untuk mengetahui apakah silabus dalam pelaksanaan Pendekatan Multiple Intelligence di LazuardiKamilaGIS Surakarta; 2) untuk mengetahui

Diperoleh 2 (dua) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan Teknologi dan Infrastruktur) yaitu :

PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN,SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KUALITAS

B: Yang ketiga itu ialah makanan yang melindungi tubuh kita supaya tidak cepat sakit. Makanan ini seperti sayur yang warna hijau tua seperti daun ubi kayu, daun