BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tahapan Penelitian
Pada penelitian Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro (Protein), Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium, Fosfor), Cairan dan Kadar Air Tubuh (BIA) pada Pasien GGK dengan CAPD di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ini untuk mendapatkan izin penelitian harus melalui proses pengujian kaji etik terlebih dahulu. Adapun proses pengujian kaji etik dengan cara, peneliti mengisi dan melengkapi form kaji etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) seperti terdapat pada lampiran. Sebelum penelitian dilaksanakan proposal diuji terlebih dahulu apakah sudah memenuhi standar kaji etik oleh reviewer FKUI yaitu Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK.
B. Keterbatasan Penelitian
keterbatasan waktu dalam penelitian dan waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Ramadhan sehingga beberapa pasien yang muslim ada yang sedang menjalankan ibadah puasa sehingga penggunaan metode food recall 24 jam kurang maksimal dan recall hanya dilakukan 1 hari.
Pada cairan dialisa terdapat beberapa komposisi zat gizi selain dextrose, yaitu sodium lactate, magnesium chloride USP, sodium chloride USP dan Ca chloride untuk kandungan tersebut tidak diperhitungkan karena kesulitan untuk menentukan konversi dari mineral tersebut, sehingga tidak ditambahkan pada asupan hasil recall 24 jam.
Penelitian ini juga sulit untuk menentukan prevalensi asupan kebutuhan cairan karena hampir semua pasien GGK dengan CAPD tidak mengukur jumlah urin tampung disebabkan penggunaan alat CAPD yaitu berupa penggantian cairan yang berkelanjutan sehingga buang air kecilnya sedikit dan ada beberapa pasien yang sama sekali tidak mengeluarkan urin.
C. Gambaran Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
a. Sejarah RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Indonesia, karena perkembangan kedua instansi ini adalah saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, Dr H.Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan. Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1919 didirikan Centrale Burgelijke Ziekenhuis (CBZ) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas. Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin).
perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM.
Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor 553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116 Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, Perjan RSCM berubah menjadi Badan Layanan Umum berdasarkan PP. Nomor 23 tahun 2005.
b. Visi
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan
Nasional terkemuka di Asia Pasifk tahun 2014
c. Misi
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
manajemen yang Dinamis dan Akuntabel
D. Gambaran Umum Divisi Ginjal Hipertensi di Poli CAPD Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Divisi Ginjal Hipertensi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terbagi dari dua bagian Poli yaitu Poli Hemodialisa (HD) untuk pasien yang melakukan cuci darah dan Poli Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) untuk pasien yang melakukan dialysis secara mandiri berupa penggatian cairan dialisa secara berkelanjutan.
Poli CAPD terdapat beberapa rangkaian kegiatan di dalamnya : 1. Poli Control Pasien CAPD
Pada Poli Control Pasien CAPD kegiatannya berupa pengambilan cairan dextrose setiap 1 bulan dan berupa penggantian cairan yang rutin dilakukan setiap 4 – 5 jam dibantu oleh dokter atau perawat yang sedang dinas di Poli CAPD. Adapun jadwal yang sudah ditetapkan yaitu setiap 3x seminggu yaitu: Senin, Rabu dan Jum’at.
2. Poli Tindakan Pasien CAPD
Adapun rangkaian kegitannya yaitu :
a. Ganti Transferset (selang) setiap 6 bulan 1x b. Peritoneal Equilibrium Test (PET)
Untuk mengetahui fungsi membran sel di perut setiap 1 tahun sekali
c. Edukasi
Edukasi kepada setiap pasien yang akan merencanakan menggunakan CAPD
E. Variabel Univariat
Analisis yang termasuk dalam analisa univariat adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, asupan energi, asupan zat gizi makro (protein), asupan zat gizi mikro (natrium, kalium, kalsium, fosfor), asupan cairan, pengukuran kadar air tubuh (BIA) dan pengukuran status gizi berdasarkan Indek Massa Tubuh (IMT).
13.00%
87.00%
Umur
≤ 30 tahun > 30 tahun
Diagram 1. Distribusi Frekuensi Menurut Umur
Berdasarkan diagram 1, dapat diketahui sebagian besar sebanyak 20 orang (87%) berumur > 30 tahun dan 3 orang (13%) berumur < 30 tahun.
kemampuan usia lanjut dalam merespons suatu stressor.
(
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1keperawatan/207 312079/BAB%20VI.pdf )
Berdasarkan data tersebut di atas hasil penelitian ini sesuai dengan NHANES III, dimana faktor usia lanjut lebih berisiko untuk mangalami gagal ginjal.
2) Jenis Kelamin
65.20% 34.80%
Jenis Kelamin
Laki - laki Perempuan
Diagram 2. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin
laki – laki dan 34,8% (8 orang) dengan jenis kelamin perempuan.
Penelitian di Canada pada tahun 2001 menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit gagal ginjal kronik ini adalah pria. Hal tersebut mirip dengan yang terjadi di RS dr. Moh. Hoesin Palembang. Kasus gagal ginjal kronik di RS dr. Moh. Hoesin Palembang paling banyak di derita oleh pria berusia lebih dari 17 tahun. Hal ini terlihat misalnya pada data penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2002. Dari data tersebut penderita penyakit ini adalah sebanyak 179 orang. Dari jumlah tersebut 63,68 % merupakan pasien pria.
– 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita.
(http://thebenez.wordpress.com/2008/10/13/klasifkasi- stadium-gagal-ginjal-kronik-pada-pria-yang-menderita- gagal-ginjal-kronik-berdasarkan-perhitungan-laju-fltrasi- glomerulus-di-rsmh-palembang-periode-1-januari-2003-%E2%80%93-31-desembe/ )
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena gagal ginjal kronik dibandingkan jenis kelamin perempuan.
3) Tingkat Pendidikan
4.30%
21.72%
30.43% 43.54%
Tingkat Pendidikan
Tamat SD Tamat SMP Tamat SLTA
Diagram 3. Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat Pendidikan
Berdasarkan diagram 3, dapat diketahui sebagian besar 10 pasien (43,5%) dengan tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi, 7 pasien (30,4%) dengan tingkat pendidikan tamat SLTA, 5 pasien (26%) tingkat pendidikan tamat SMP dan 1 pasien (3,4%) dengan tingkat pendidikan tamat SD.
Menurut Soekirman yang dikutip Notoatmodjo (2010) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin tinggi pendapatan dan status gizinya. Sehingga berdasarkan ulasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan berpengaruh dalam mempertimbangkan efsiensi dan efektivitas pola berpikir memilih CAPD dibandingkan dengan HD. Setelah mengetahui keuntungan dan kelemahannya sehingga penggunaan CAPD lebih efektif dan efsien dibandingakan dengan HD.
30.43%
17.42% 4.30%
13.01% 34.83%
Jenis Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta Pendeta
Pensiunan Wiraswasta
Diagram 4. Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Pekerjaan
Berdasarkan diagram 4, dapat diketahui sebagian besar jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 8 orang (34,8%), jenis pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 7 orang (30,4%), jenis pekerjaan karyawan swasta sebanyak 4 orang (17,4%), pensiunan sebanyak 3 orang (13%) dan pendeta sebanyak 1 orang (4,3%).
Askes kesehatan lainnya agar meringankan biaya dialisa dan biaya perawatan lainnya.
Untuk biaya tindakan pemasangan alat CAPD adalah ±20 juta rupiah dengan menggunakan kartu Jamkesmas atau Askes. Kemudian untuk biaya perawatan setiap bulannya pasien bisa mengeluarkan biaya hingga ± 9 juta rupiah untuk pembelian cairan dialisa (bagi yang tidak menggunakan kartu Jamkesmas atau Askes) sedangkan yang menggunakan kartu Jamkesmas atau Askes biaya ditanggung 50% (±4,5 juta rupiah).
b. Penilaian Asupan Energi Zat Gizi Makro (Protein) 1) Asupan Energi
43.5
17.4 21.7
17.4
Asupan Energi
Kurang < 75% dari kebu-tuhan
Lebih > 125% dari kebu-tuhan
Diagram 5. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan Energi Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK dengan CAPD sebagian besar asupan energinya adalah dengan kategori kurang yaitu sebanyak 10 pasien (43,5%).
kenyang dan mual sehingga tidak nafsu makan. Dextrose merupakan salah satu karbohidrat sederhana dengan bentuk alami D-glukosa dimana glukosa tersebut mudah diserap oleh tubuh dan merupakan sumber tenaga (Winarno, 2008)
Untuk sehari pasien melakukan penggantian cairan dialisa 4x sehari, adapun penambahan energi dari penggantian cairan dialisa seharinya adalah 336 kkal.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa asupan energi kadang sulit terpenuhi, karena pasien sering kehilangan cita rasa (berubahnya indera pengecap). Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dipertimbangkan makanan yang disukai untuk dimasukan dalam perencanaan anjuran menu sehari, selain itu dicoba untuk makan porsi kecil dan sering.
2) Asupan Protein
73.9 13
4.3
4.3 4.3
Asupan Protein
Kurang < 75% dari kebu-tuhan
Lebih > 125% dari kebu-tuhan
Diagram 6. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan Protein Pasien
Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien GGK dengan CAPD sebagian besar asupan proteinnya adalah kategori kurang yaitu sebanyak 17 pasien (73,9%).
terbuang. Diperkirakan protein terbuang 8-10 g/hr. kekurangan protein akan lebih banyak lagi apabila terjadi peritonitis. (Triyani, 2005)
Dengan demikian dokter menyarankan mengkonsumsi putih telur 6 butir sehari untuk meningkatkan kadar albumin dalam tubuh, akan tetapi pasien kebanyakan tidak mematuhinya karena tidak suka , hal ini disebabkan aroma amis telur yang membuat rasa mual.
c. Penilaian Asupan Zat Gizi Mikro (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor)
1) Asupan Natrium
21.7
73.9 4.3
Asupan Natrium
Kurang (< 1 gr/hr) Baik ( 1- 4 gr/hr) Lebih (> 4 gr/hr)
Diagram 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Natrium Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebanyak 17
pasien (73,9%) asupan natriumnya dengan kategori baik (1 - 4gr/hr), 5
pasien (21,7%) asupan natriumnya dengan kategori kurang (< 1gr/hr)
dan 1 pasien (3,4%) asupan natriumnya dengan kategori lebih (>
4gr/hr).
Di dalam tubuh, natrium dibutuhkan tubuh bekerjasama
dengan kalium untuk mengatur tekanan darah. Terlalu banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium
menyebabkan kita banyak minum, kenyataannya asupan cairan pasien
Dari hasil recall 24 jam pasien sebagian besar membatasi
asupan garam (natrium) dikarenakan pasien akan mengalami edema
dibagian tubuhnya kalau kelebihan mengkonsumsinya, sebab ginjal
yang sudah tidak dapat berfungsi untuk mengabsorsi garam akan
menumpuk didalam darah dan mengikat cairan tubuh, sehingga
menyebabkan edema. Beberapa pasien kebanyakan mempunyai
penyakit komplikasi ginjal dengan hipertensi sehingga mengurangi
konsumsi garam.
Ada beberapa pasien mengaku tetap menggunakan garam tanpa
membatasinya karena tidak mendapatkan keluhan ketika
mengkonsumsinya. Menurut Triyani, 2005 pembatasan garam dan air
pada pasien GGK dengan CAPD tidak selalu diperlukan, karena jarang
terjadi penumpukan cairan dan pada penelitian ini pasien melakukan
pergantian cairan dialisa sebanyak 4 kali sehari.
2) Asupan Kalium
100
Asupan Kalium
Kurang (< 2,7 gr/hr) Baik (2,7 – 3,3gr/hr) Lebih (> 3,3gr/hr)
Diagram 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalium Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram 8 dapat diketahui semua pasien sebanyak
23 orang (100%) asupan kaliumnya dengan kategori kurang (< 2,7 gr/
hr).
Kalium adalah kation intraseluller dan kerusakan berat pada
jaringan meyebabkan peningkatan kalium serum yang mengancam
jiwa pasien GGK.(www.GangguanGGK.com)
Kadar kalium dalam darah harus dipertahankan dalam batas
normal. Pada beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat
disebabkan karena asupan kalium dari makanan yang berlebih atau
karena obat-obatan yang diberikan.(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
Untuk mengetahui asupan kalsium dilakukan recall 24 jam terhadap 23 pasien GGK dengan CAPD dan dari penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
4.3
91.3 4.3
Asupan Kalsium
Kurang (< 900 mg/hr) Baik (900 - 1100 mg/hr) Lebih (> 1100 mg/hr)
Diagram 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Kalsium Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram 9 dapat diketahui sebagian besar adalah
21 pasien (91,3%) asupan kalsiumnya dengan kategori baik (< 900mg/
hr atau > 1100mg/hr) dan asupan kalsiumnya dengan kategori kurang
(< 900 mg/hr) dan lebih (> 1100 mg/hr) masing-masing 1 pasien
(4,3%).
Pada pasien GGK, sering timbul keluhan seperti nyeri sendi
ataupun tulang. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar kalsium
hiperfosfatemia (tingginya kandungan fosfat dalam darah) karena
menurunnya fungi ginjal. Biasanya supplemen kalsium yang biasa
diberikan oleh dokter adalah kalsium karbonat, karena selain untuk
supplemen juga sebagai fosfat binder (pengikat fosfat).(FERNEFRI
dan AsDI, 2009)
4) Asupan Fosfor
Dari 23 pasien yang diteliti terhadap pasien GGK dengan CAPD dilihat dari distribusi % tingkat asupan fosfor yang dilakukan dengan recall 24 jam dan dari penilaian itu didapatkan hasil sebagai berikut :
73.9 26.1
Asupan Fosfor
Sesuai Kebutuhan (baik) (< 17mg/BBI/hr)
Tidak Sesuai Kebutuhan (tidak baik) (≥ 17mg/BBI/ hr)
Berdasarkan diagram 10 dapat diketahui sebagian besar adalah
17 pasien (73,9%) asupan fosfornya sesuai kebutuhan (< 7mg/BBI/hr)
dengan kategori baik dan 6 pasien (4,3%) asupan fosfor nya tidak
sesuai kebutuhan (≥ 17mg/BBI/hr) dengan kategori tidak baik.
Ginjal memegang peran yang cukup penting dalam
metabolisme fosfor. Fosfor dan Kalsium mempunyai hubungan yang
erat dan keduanya ini sebagian besar terdapat sebagai Garam
Kalsium-Fosfat di dalam tulang dan gigi geligi. Pada pasien GGK, dengan
semakin menurunnya fungsi ginjal maka berakibat terjadinya
hiperfosfatemia (kelebihan Fosfat di dalam darah).(FERNEFRI dan
AsDI, 2009)
d. Asupan Konsumsi Cairan Sehari
17.4
39.1 43.5
Asupan Cairan
500 – 1000 ml/hr
1000 - 1500 ml/hr > 1500 ml/hr
Diagram 11. Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Cairan yang Diminum Pasien Berdasarkan Recall 24 Jam pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui sebagian besar adalah 10 pasien (43,5%) tingkat asupan cairannya tinggi >
1500ml/hr, 9 pasien (39,1%) tingkat asupan cairannya sedang dan 4
pasien (17,4%) tingkat asupan cairannya rendah.
Pembatasan asupan perlu dilakukan seiring dengan
menurunnya kemampuan ginjal. Karena jika pasien GGK
mengkonsumsi terlalu banyak cairan, maka cairan yang ada akan
menumpuk di dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan edema
(pembengkakan).(FERNEFRI dan AsDI, 2009)
menjadi lemas sedangkan pasien yang asupan cairan dibatasi rata-rata
pasien yang hanya mengalami edema.
Pasien pasien GGK dengan CAPD hampir semua tidak
melakukan pengukuran urine tampung sehingga sulit untuk
menentukan asupan kebutuhan cairan pada pasien.
e. Hasil Pengukuran BIA (Bio Impedance Analys) – Kadar Air dalam Tubuh
Dari 23 pasien GGK dengan CAPD yang diteliti dapat dilihat dari distribusi pengukuran kadar air tubuh (hydration) dengan BIA (Bio Impedance Analys) sebagai berikut :
30.4
26.1 21.7
4.3
17.4
Status Kadar Air Tubuh (BIA)
Sangat Tinggi Tinggi Normal Kurang Sangat Kurang
Berdasarkan diagram 12 dapat diketahui sebanyak 7 pasien
(30,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat tinggi, 6
pasien (26,1%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori tinggi, 5
pasien (21,7%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori normal, 1
pasien (4,3%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori kurang dan
4 pasien (17,4%) tingkat kadar air tubuhnya dengan kategori sangat
kurang.
Karena pengantian cairan dialisa yang dilakukan secara terus
menerus setiap 4-5 jam sekali menyebabkan cairan tubuh diserap
secara terus menerus oleh tubuh sehingga kadar air dalam tubuh
menjadi tinggi ditambah lagi dengan asupan cairan yang tinggi.
f. Hasil Pengukuran Status Gizi Berdasarkan Indek Massa Tubuh (IMT)
13
69.6 17.4
Indek Massa Tubuh (IMT)
Berat Badan Kurang Normal
Berat Badan Lebih Obese
Diagram 13. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Indek Massa Tubuh (IMT) pada Pasien GGK dengan CAPD
Berdasarkan diagram di atas dari 23 pasien sebagian besar adalah gizi normal yaitu sebanyak 16 pasien (69,6%), obese sebanyak 4 pasien (17,4%) dan kurus sebanyak 3 pasien (13%).
IMT 25 beresiko 3 kali lebih besar. (www.Bukumyhealthylife.com)
F. Variabel Bivariat
TABEL 1.
DISTRIBUSI ASUPAN ENERGI TERHADAP STATUS GIZI PASIEN GGK DENGAN CAPD
pasien dengan asupan energi sedang lebih/lebih terhadap status normal sebanyak 2 pasien (8,7%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan energi yang dalam kategori defsit dikarenakan pasien GGK dengan CAPD sudah mengalami kenyang karena cairan dialisa, di dalam cairan dextrose terkandung kalori yang tinggi sehingga asupan makan pasien yang dari luar berkurang, karena untuk energi sudah didapat dari cairan dialisa sedangkan pasien yang mengalami gizi kurang menggambarkan status gizi pada saat sekarang.
TABEL 2.
DISTRIBUSI ASUPAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI PASIEN GGK DENGAN CAPD
asupan protein defsit/sedang terhadap status gizi termasuk kedalam kategori normal yaitu 15 pasien (65,2%), sebagian besar pasien dengan asupan protein baik terhadap status gizi termasuk kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien (3,4%), sebagian besar pasien dengan asupan protein baik terhadap status gizi termasuk kedalam kategori berat badan kurang yaitu 1 pasien (4,3%), sebagian besar pasien dengan asupan protein sedang lebih/ lebih terhadap status gizi termasuk kedalam kategori normal dan berat badan lebih/obese yaitu masing-masing 1 pasien (4,3%).
Berdasarkan hasil penelitian, rata – rata asupan protein yang dalam kategori defsit karena tidak mengikuti saran dokter untuk mengkonsumsi putih telur 6 butir sehari dan disebabkan tidak menyukai putih telur yang beraroma amis.
TABEL 3.
DISTRIBUSI ASUPAN NATRIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Tabel diatas menunjukan perbandingan asupan natrium dengan kadar air tubuh. Dari tabel diatas, sebagian besar pasien dengan asupan natrium kurang terhadap kadar air tubuh termasuk kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 4 pasien (17,4%), sebagian besar pasien dengan asupan natrium baik terhadap kadar air tubuh termasuk kedalam kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 8 pasien (34,8%) dan pasien dengan asupan natrium lebih terhadap kadar air tubuh termasuk kategori sangat tinggi/tinggi yaitu 1 pasien (4,3%).
TABEL 4.
DISTRIBUSI ASUPAN KALIUM TERHADAP KADAR AIR TUBUH PADA PASIEN GGK DENGAN CAPD
Asupan