TUGAS KELOMPOK
REFORMASI BIROKRASI SUATU SOLUSI
PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE
MATA KULIAH REFORMASI ADMINISTRASI DAN GOVERNANCE
PROGRAM DOKTORAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
SEMESTER II TA 2015/2016
Oleh:
Ronal Chandra
Akmal Malik
Henni Kusumastut
Sujono HS
Ihsan Dirgahayu
Abdul Mirad
A. Latar Belakang
Begitu kompleks tantangan bangsa Indonesia dalam menghadapi era global
saat ini, mengedepankan pembaharuan, pemikiran-pemikiran yang inovatif dan
produktif pada lembaga pemerintah baik pusat dan daerah merupakan langkah dan
sikap yang tepat serta layak mendapatkan dukungan dari seluruh komponen
masyarakat. Dalam hal ini Reformasi Birokrasi di Indonesia perlu menjadi pilihan
prioritas para penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah guna
mewujudkan good governance, pemerintahan yang bersih, sehat, dan berwibawa.
Secara faktual birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih
yang cukup besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis
multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah
sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sementara pemerintahan pasca reformasi pun
tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik.
Kurangnya komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap reformasi birokrasi ini
cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap
persoalan pelayanan kepada publik yang tidak responsif dan tidak akuntabel. Semua
ini dapat dibuktikan melalui beberapa indikator global.
Berdasarkan Survei Political Economic Risk Consultancy pada tahun 2012, Indeks Efisiensi Pemerintahan di Indonesia adalah 8,37 (dari skor 1 terbaik dan 10
terburuk), Indeks Keefektifan Pemerintahan di Indonesia pada 2013 menurut Forum
Ekonomi Dunia adalah 42 (dari skala 1 terburuk hingga 100 terbaik), Indeks Persepsi
Korupsi menurut IT pada 2013 adalah 32 (dari skala 1 terburuk dan hingga 100
terbaik), sementara untuk kemudahan berbisnis pada 2014 menurut Bank Dunia
berada pada peringkat ke-120.
Kondisi birokrasi Indonesia di era reformasi saat ini bisa dikatakan belum
menunjukan arah perkembangan yang baik, karena masih banyak ditemukan birokrat
yang arogan dan menganggap rakyatlah yang membutuhkannya, praktik KKN yang
masih banyak terjadi, dan mentalitas birokrat yang masih jauh dari harapan. Untuk
melaksanakan fungsi birokrasi secara tepat, cepat, dan konsisten guna mewujudkan
birokrasi yang akuntabel dan baik, maka pemerintah telah merumuskan sebuah
peraturan untuk menjadi landasan dalam pelaksanaan reformasi di Indonesia, yaitu
Peraturan presiden No. 80 tahun 2011 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
Indonesia 2010 – 2025.
Administrasi negara sebagai organ birokrasi negara adalah alat-alat negara
yang menjalankan tugas-tugas negara, diantaranya menjalankan tugas pemerintahan.
Pemikiran ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak selalu sama dengan negara dan
karenanya aparat negara bukanlah selalu aparat pemerintah. Birokrasi juga memegang
peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan
penyelenggara pelayanan publik sering atau selalu dikeluhkan karena ketidak efisien
sehingga dapat dihasilkan transaksional output melalui mekanisme pasar yang paling
ekonomis dari kegiatan masyarakat. Oleh karena itu, dalam good governance tidak
saja dituntut suatu birokrasi publik yang efisien dan efektif, melainkan juga private
sector governance yang efisien dan kompetitif.
Idealnya suatu pemerintahan yang baik, adalah suatu pemerintahan yang
menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal yaitu melaksanakan prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik (good governance). Lahirnya prinsip good governance di
landasi oleh makin besarnya beban pemerintahan, sehingga pemerintahan secara sadar
telah melakukan serangkaian kebijakan untuk mengalihkan beban tersebut kepada
swasta dan masyarakat. Bahkan oleh berbagai personal mikro, terdapat kecendrungan
pemerintahan tidak lagi menangani berbagai permasalahan dan memilih masyarakat
sendiri yang menanggulanginya. Menghadapi hal tersebut paling tidak berbagai
tantangan yang harus dihadapi dalam hubungan antara pemerintah dengan masyarakat
pembangunan, dan pelayanan publik (The way of governance) dan bagaimana upaya
untuk menangani apa yang harus diatur, dibangun, atau dilayani.
B. TEORI
Untuk mendukung argumentasi yang telah dikemukakan dalam bagian latar belakang
di atas, penulis mencoba memaparkan beberapa kerangka defenisional dan teori yang
terkait sebagai berikut:
Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max
Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and
Social Organization”, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern.
Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara,
termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.
Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang
dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. a). Kewenangan
tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi
yang diwariskan antar generasi. b). Kewenangan kharismatik (charismatic authority)
mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat
supranatural. c). Kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai
legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.
Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi
yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan
konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok
organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
2. A systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis)
3. A clear specification of duties for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang
jelas)
4. Clear ang systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan
prosedur yang jelas serta sistematis)
5. The control of operation through a consistent system of abstrac rules (kontrol
operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten)
6. A consistent applications of general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah
umum kehal-hal pesifik dengan konsisten)
7. The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication
(seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif)
8. A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi
berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya)
Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber adalah:
Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice
offices are organized hierarchically)
Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own
area of competence)
Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang
ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the
Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil
servants receive fixed salaries accordingto rank)
Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai
pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of