• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan Diri Pada Mahasiswa di Bandun (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerimaan Diri Pada Mahasiswa di Bandun (3)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

PENERIMAAN DIRI PADA MAHASISWA DI BANDUNG

Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

Pembimbing:

Tantri Wulandari

Disusun oleh: Mega Maghfira Robbaanii

1503848

DEPARTEMEN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

BAB I

Masa dewasa adalah masa yang paling lama dalam rentang kehidupan manusia (Arnett, 2006; Mustafa, 2016) dimana berkisar antara usia 18-45 tahun dan pertumbuhan fisiknya telah sempurna, serta memiliki kematangan psikologis (Mustafa, 2016). Individu yang berada pada masa dewasa diidentikkan memiliki puncak kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan, fungsi sensorik, dan fungsi motorik yang tinggi (Iriani & Ninawati, 2005). Pada masa dewasa, perubahan fisik dan fisiologis dapat menimbulkan masalah penyesuaian diri, tekanan, dan harapan bagi seseorang (Mustafa, 2016).

Masa dewasa dibagi menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal, masa dewasa menengah, dan masa dewasa akhir (Iriani & Ninawati, 2005; Mustafa, 2016). Masa dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun dan merupakan sebuah periode yang tidak terstruktur (Arnett, 2006; Arnett 2007a), selain itu sering ditandai dengan krisis identitas dan ketidakstabilan (Arnett, 2007b). Sebagian besar individu di masa dewasa awal merasa bahwa mereka bukan remaja dan bukan pula dewasa namun berada diantaranya (Arnett, 2006; Nelson dkk., 2007). Di Indonesia sendiri, masa dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun (Mustafa, 2016). Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) rata-rata usia mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia berkisar antara usia 19-23 tahun, dengan kata lain, mahasiswa di Indonesia termasuk ke dalam kategori dewasa awal.

(3)

& Bashori (2013) seseorang yang masuk ke dalam lingkungan baru harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya, apabila seseorang sulit menyesuaikan diri, maka dapat menimbulkan stres. Selain itu, permasalahan yang terdapat pada mahasiswa yaitu masalah penerimaan diri.

Penerimaan diri pada mahasiswa menjadi hal yang sangat penting karena dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari (Ridha, 2012). Penerimaan diri adalah kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya (Rodriguez dkk., 2015). Apabila mahasiswa memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak diterimanya, sehingga ia akan mencari treatment untuk hal yang kurang (Ridha, 2012). Salah satu contohnya terjadi pada mahasiswa penderita bulimia yang memuntahkan kembali makanannya, hal ini dikonseptualisasikan sebagai indikator penerimaan diri yang rendah (Deming & Lynn, 2010). Selain itu, mahasiswa yang perfeksionis juga dikonseptualisasikan memiliki penerimaan diri yang rendah (Flett dkk., 2003). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Ridha (2012) kepada 5 orang mahasiswa, diperoleh data bahwa sebagian mahasiswa merasa kesulitan mencapai harapan diri yang ideal sehingga mereka merasa memiliki penerimaan diri yang rendah.

Penerimaan diri dianggap sebagai karakteristik mental sehat (Chamberlain & Haaga, 2001; Scott, 2007) dan dapat mempengaruhi kesejaheraan pribadi (Scott, 2007). Rendahnya penerimaan diri pada mahasiswa dapat merusak kesejahteraan pribadi (Flett dkk., 2003). Apabila penerimaan diri mahasiswa rendah, maka dapat menyebabkan gejala kecemasan (Chamberlain & Haaga, 2001) serta kesulitan emosional seperti kemarahan dan depresi (Carson & Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Selain itu, ada pula mahasiswa yang menjadi malu dan menutup diri dari pergaulan sosial karena penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012).

(4)

Ridha (2012), apabila seseorang memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak dapat diterimanya. Selain itu, apabila penerimaan diri seseorang rendah, maka dapat menyebabkan kesulitan emosional seperti kemarahan (Carson & Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Sama halnya dengan pelaku yang marah dan tidak terima diejek oleh korban lalu akhirnya menganiaya korban (Dinillah, 2017). Apabila pelaku memiliki penerimaan diri yang tinggi, maka ia tidak akan mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai dirinya berdasarkan pandangan orang lain (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012), sehingga pelaku tidak akan melakukan penganiayaan kepada korban. Kejadian tersebut dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Mahasiswi salah satu universitas swasta yang melakukan penganiayaan tersebut telah ditahan bersama pelaku yang lainnya dan mungkin saja mendapatkan Drop Out dari pihak universitas, selain itu kejadian ini dapat merugikan pihak universitas sehingga namanya tercoreng. Oleh karena itu, penerimaan diri yang merupakan pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain (Handayani dkk., 1998) sangat penting dimiliki seseorang khususnya mahasiswa untuk menghindari kejadian serupa terulang kembali.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin mengembangkan konsep penerimaan diri menurut Deming & Lynn (2010) yang menyatakan bahwa penerimaan diri dikonseptualisasikan dengan body-image. Peneliti ingin membuktikan bahwa penerimaan diri, khususnya pada mahasiswa, tidak hanya dikonseptualisasikan dengan body-image, namun juga permasalahan akademik dan psikologis. Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh gambaran mengenai penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.

C. Rumusan Masalah

(5)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep diri terutama tentang penerimaan diri pada mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

(6)

BAB II KAJIAN TEORI A. Dasar Teori

1. Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya (Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni & Yuniawati, 2015; Ridha, 2012) tanpa menyalahkan orang lain serta memiliki keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang mampu dan mau menerima karakter pribadinya (Kusuma, 2013). Kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya disebut penerimaan diri (Iriani & Ninawati, 2005; Rodriguez dkk., 2015). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming & Lynn, 2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup sehari-hari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015). Menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri adalah keputusan seseorang secara sadar yang dibuat atas tanggung jawab diri dalam menciptakan dunianya sendiri. Keadaan estimasi diri yang stabil dari kepribadian terutama ketika membandingkan diri dengan orang lain disebut penerimaan diri (Matyja, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan kelemahannya yang digunakan untuk pengembangan diri dan kelangsungan hidup sehari-hari.

(7)

Tingginya kecemasan dan depresi akibat penerimaan diri yang rendah mendorong seseorang untuk membebaskan diri dari kegagalan (Ridha, 2012). Ketidakmampuan seseorang dalam menerima kegagalan masa lalu serta ketidakmampuan bertindak di masa sekarang karena takut gagal membuat seseorang memiliki hambatan utama dalam penerimaan diri (Carson & Langer, 2006).

Menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri dapat ditingkatkan melalui aktif mengamati perbedaan baru, memikirkan diri kita sedang maju, dan menambahkan humor dalam setiap situasi. Penerimaan diri seseorang perlu ditingkatkan, hal itu dikarenakan selain seseorang bertanggung jawab atas diri sendiri (Carson & Langer, 2006), penerimaan diri mempengaruhi kesehatan psikologis dan intervensi kognitif (Macinnes, 2006), serta dapat mempengaruhi kesejaheraan pribadi (Scott, 2007). Penerimaan diri melibatkan ekspresi aktif pikiran dalam melihat dan memahami karakter diri (Strenger, 2009), sehingga seorang individu yang terus aktif mengeksplorasi aspek-aspek diri akan dapat meningkatkan penerimaan diri mereka (Carson & Langer, 2006).

Penerimaan diri oleh orang lain juga dapat memberikan efek positif bagi diri, namun hal tersebut terkadang memberikan pemikiran agresif dan harapan rendah untuk menerima kelompok (Greenaway, 2015). Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, realistis, subjektif, serta kesadaran akan kekuatan dan kelemahan (Kusuma, 2013). Oleh karena itu, penerimaan diri tidak selalu disambut baik oleh seseorang, tetapi terkadang juga dapat dianggap merugikan dan tidak diperlukan (Greenaway, 2015).

2. Aspek Penerimaan Diri

Penerimaan diri yang merupakan kondisi seseorang dalam menerima keadaan dirinya memiliki beberapa aspek, diantaranya:

(8)

Ketidakterikatan yaitu menerima bahwa segala sesuatu yang dimiliki akan datang dan pergi, hal terbaik yaitu tidak terikat dengan sesuatu di dunia ini (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Hal ini dikarenakan setiap keterikatan dengan suatu hal akan sia-sia dan menimbulkan penderitaan (Williams & Lynn, 2010).

b. Tidak menghindar

Tidak menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika ancaman hadir (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak menghindar diartikan menahan diri dari perilaku yang sia-sia dan maladaptif (Williams & Lynn, 2010).

c. Tidak menghakimi

Tidak menghakimi yaitu menyadari pengalaman baik, buruk, benar, salah, serta lebih menggambarkan rangsangan daripada mengevaluasi rangsangan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak menghakimi merupakan konseptualisasi modern dari penerimaan diri, yaitu dimana seseorang mengkategorisasi pengalaman baik, buruk, benar, dan salah (Williams & Lynn, 2010). d. Toleransi

Toleransi yaitu kemampuan untuk tetap ada dan menyadari pengalaman apapun yang terjadi (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Penerimaan mengharuskan seseorang mentolerir pengalaman, sehingga seseorang tidak hanya mengejar kesenangan, melarikan diri dari rasa sakit, dan terperangkap dalam pengalaman (Williams & Lynn, 2010).

e. Kemauan

Kemauan yaitu memilih berpartisipasi dalam kegiatan yang akan dijalani meskipun tidak sesuai keinginan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Penerimaan meliputi kemauan seseorang untuk memiliki pengalaman (Williams & Lynn, 2010).

(9)

Penerimaan diri sebagai hal yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan pribadi memiliki beberapa faktor, diantaranya:

a. Body image

Body image adalah gambaran diri ideal seseorang yang memahami diri serta memiliki keyakinan diri yang baik untuk mengembangkan diri, meliputi tampilan fisik, fungsi tubuh, gerakan tubuh, koordinasi tubuh (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

b. Keberhasilan

Keberhasilan adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang yang meningkatkan penerimaan diri secara positif (Ridha, 2012). c. Pandangan orang lain

Pandangan orang lain adalah persepsi orang lain mengenai siapa diri kita, tanpa mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai diri (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

d. Identifikasi diri

Identifikasi diri adalah kemampuan yang baik dan dimiliki seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Ridha, 2012).

e. Penghargaan diri

Penghargaan diri adalah suatu kesempatan yang diberikan lingkungan dan orang lain untuk meningkatkan penerimaan diri secara positif (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

f. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan tempat yang sangat penting dalam perkembangan penerimaan diri seseorang (Mullins & Murdock, 2007).

(10)

Perilaku terkait rangsang yaitu bagaimana seseorang menanggapi rangsang tertentu (Matyja, 2014).

h. Kesediaan mendominasi

Kesedian mendominasi yaitu kemauan seseorang untuk mendominasi, misalnya mendominasi di perusahaan tempat ia bekerja atau lingkungan tempat ia berada (Matyja, 2014).

i. Kegiatan sehari-hari

Kegiatan sehari-hari terkait dengan penerimaan diri, baik penerimaan diri yang tinggi ataupun penerimaan diri yang rendah (Matyja, 2014).

j. Keluarga yang lengkap atau tidak lengkap

Sebuah keluarga yang terdiri dari anggota yang lengkap maupun tidak lengkap dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang (Matyja, 2014).

B. Karakteristik Subjek

Subjek penelitian ini terdiri dari 455 orang mahasiswa/i aktif di Bandung.

C. Hipotesis

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan indigenous psychology dan metode deskriptif. Pendekatan kuantitatif merupakan proses pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian sesuai variabel yang diteliti dan hasilnya dianalisis secara statistik (Sugiyono, 2011). Indigenous psychology yaitu pendekatan yang berusaha memahami fenomena psikologis dalam konteks budaya (Efendi, 2013). Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran sistematis, faktual, dan akurat dari fenomena tanpa menyelidiki penyebabnya (Sevilla, 2006).

B. Partisipan

Partisipan adalah 455 orang mahasiswa/i aktif di Bandung yang berusia 19-23 tahun. Partisipan laki-laki sebanyak 155 orang, sedangkan partisipan perempuan sebanyak 300 orang. Penyebaran angket terbuka dilakukan dalam lima hari dan dalam satu hari di dapatkan kurang lebih 100 partisipan.

C. Variabel

Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel penerimaan diri (self-acceptance).

1. Definisi Konseptual

Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming & Lynn, 2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup sehari-hari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015).

2. Definisi Operasional

Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan kelemahannya yang digunakan untuk pengembangan diri dan kelangsungan hidup sehari-hari.

(12)

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian disusun sendiri oleh peneliti yaitu berupa angket terbuka mengenai penerimaan diri.

2. Angket Terbuka

Angket terbuka yaitu angket yang berisi pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden menjawab bebas dan seluas-luasnya terhadap pertanyaan (Pujihastuti, 2010).

3. Uji Ketercobaan

Uji ketercobaan dilakukan kepada seorang mahasiswi jurusan Psikologi UPI pada tanggal 24 April 2017, lalu hasilnya diberikan judgement oleh ahli yaitu Medianta Tarigan M.Psi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik random quota sampling melalui angket terbuka yang diberikan kepada 455 orang mahasiswa/i di Bandung. Menurut Nasution (2003) teknik random quota sampling yaitu teknik pengambilan data berdasarkan pertimbangan peneliti saja, besarnya sampel telah ditentukan terlebih dahulu yaitu sebanyak 455 orang dan setiap orang memiliki kesempatan sama untuk dijadikan sampel.

F. Analisis Data

Analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan data (Moleong, 2012). Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik analisis statistik deskriptif. Dalam penelitian ini digunakan teknik statistik untuk mengolah data yang diperoleh yaitu rata-rata (mean) dan persentase.

(13)

Prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapan-tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi kegiatan penentuan fokus penelitian, penyesuaian paradigma dengan teori, penyusunan alat penelitian, dan konsultasi fokus penelitian.

Kegiatan Waktu

Penentuan fokus penelitian, penyesuaian paradigma dengan teori

Maret – April 2017

Penyusunan alat penelitian April – Mei 2017

Konsultasi fokus penelitian Maret – Mei 2017

2. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi penyebaran angket penelitian secara online dan offline.

Kegiatan Waktu

Penyebaran angket online dan

offline Mei 2017

3. Tahap analisis data, meliputi analisis data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket penelitian secara online dan offline.

Kegiatan Waktu

Penyekoran data Mei 2017

4. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai dengan interpretasi data. Setelah itu melakukan konsultasi dengan pembimbing untuk mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kepentingan penelitian ini.

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan membahas hasil penelitian yang diperoleh dari pengambilan data dan pengolahan data secara statistik yang mencakup data deskriptif, hasil uji hipotesis, dan pembahasan. Data penelitian ini diperoleh dari 455 responden mahasiswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berusia 19-23 tahun di Bandung.

1. Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

Berikut ini merupakan uraian mengenai gambaran demografis partisipan penelitian yang meliputi jenis kelamin. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi dari gambaran demografis yang didapat dari pengambilan data dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1

Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

No Karakteristik Penelitian

Data

Partisipan Frekuensi Persentase

1 Jenis Kelamin Laki-Laki 155 34%

Perempuan 300 66%

Jumlah 455 100%

(15)

Gambar 4.1

Diagram Persentase Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin 2. Deskripsi Umum

Untuk mengetahui detail data secara umum pada variabel penerimaan diri, maka data akan dipaparkan dengan statistika deskriptif dari masing-masing pertanyaan angket terbuka.

a. Hasil Pandangan Mengenai Diri

Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi pandangan mengenai diri pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 4 kategori besar yaitu positif, negatif, tidak tahu, dan unidentified. Berikut pada tabel 4.2 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori pandangan mengenai diri pada mahasiswa/i di Bandung.

Tabel 4.2

Gambaran Pandangan Mengenai Diri

No Kategori Besar Frekuensi Persentase

1 Positif 259 57%

2 Negatif 177 39%

3 Tidak Tahu 11 2%

4 Unidentified 8 2%

(16)

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, jumlah partisipan yang memandang dirinya positif sebanyak 259 orang (57%), memandang dirinya negatif sebanyak 177 orang (39%), tidak tahu sebanyak 11 orang (2%), dan unidentified sebanyak 8 orang (2%).

Gambar 4.2

Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri b. Hasil Menghadapi Kesulitan

Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi menghadapi kesulitan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 7 kategori besar yaitu menangani, mengabaikan, menyerahkan pada Tuhan, sharing pada orang lain, menghindari, tidak pernah, dan unidentified. Berikut pada tabel 4.3 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori menghadapi kesulitan pada mahasiswa/i di Bandung.

Tabel 4.3

Gambaran Menghadapi Kesulitan

No Kategori Besar Frekuensi Persentase

1 Menangani 191 42%

(17)

3 Menyerahkan pada Tuhan 90 20%

4 Sharing pada orang lain 25 5%

5 Menghindari 13 3%

6 Tidak pernah 50 11%

7 Unidentified 12 3%

Total 455 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, jumlah partisipan yang menghadapi kesulitan dengan cara menangani sebanyak 191 orang (42%), mengabaikan sebanyak 71 orang (16%), menyerahkan pada Tuhan sebanyak 90 orang (20%), sharing pada orang lain sebanyak 25 orang (5%), menghindari sebanyak 13 orang (3%), tidak pernah sebanyak 50 orang (11%), dan unidentified sebanyak 12 orang (3%).

Gambar 4.3

(18)

Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi penyesalan dalam kehidupan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8 kategori besar yaitu berkaitan dengan verbal, perilaku, pengalaman, akademik, hubungan interpersonal, afektif, tidak ada, dan unidentified. Berikut pada tabel 4.4 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori penyesalan dalam kehidupan pada mahasiswa/i di Bandung.

Tabel 4.4

Gambaran Penyesalan dalam Kehidupan

No Kategori Besar Frekuensi Persentase

1 Verbal 30 7%

2 Perilaku 213 47%

3 Pengalaman 21 5%

4 Akademik 73 16%

5 Hubungan interpersonal 51 11%

6 Afektif 6 1%

6 Tidak ada 52 12%

7 Unidentified 9 2%

Total 455 100%

(19)

Gambar 4.4

Diagram Persentase Penyesalan dalam Kehidupan d. Hasil Orientasi Masa Depan

Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi orientasi masa depan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8 kategori besar yaitu berkaitan dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal, religiusitas, mencapai tujuan, afektif, tidak ada, dan unidentified. Berikut pada tabel 4.5 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori orientasi masa depan pada mahasiswa/i di Bandung.

Tabel 4.5

Gambaran Orientasi Masa Depan

No Kategori Besar Frekuensi Persentase

1 Perilaku 280 62%

2 Pengalaman 47 10%

3 Hubungan interpersonal 43 9%

4 Religiusitas 39 9%

5 Mencapai tujuan 15 3%

6 Afektif 5 1%

(20)

7 Unidentified 4 1%

Total 455 100%

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, jumlah partisipan dengan gambaran orientasi masa depan berkaitan dengan perilaku sebanyak 280 orang (62%), pengalaman sebanyak 47 orang (10%), hubungan interpersonal sebanyak 43 orang (9%), religiusitas sebanyak 39 orang (9%), mencapai tujuan sebanyak 15 orang (3%), afektif sebanyak 5 orang (1%), tidak ada sebanyak 22 orang (5%), dan unidentified sebanyak 4 orang (1%).

Gambar 4.5

Diagram Persentase Orientasi Masa Depan B. Pembahasan

1. Pembahasan Pandangan Mengenai Diri

(21)

orang tidak tahu bagaimana memandang dirinya, dan sebanyak 8 orang menjawab unidentified. Jika dilihat dari pengertiannya, penerimaan diri adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya (Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni & Yuniawati, 2015; Ridha, 2012) tanpa menyalahkan orang lain serta memiliki keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Maka dari penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar mahasiswa di Bandung memandang dirinya dengan positif.

Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang memandang dirinya dengan negatif memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena pesimis akan dirinya sendiri serta tidak berfikir positif. Selain itu, mahasiswa/i di Bandung yang tidak mengetahui bagaimana dirinya dan menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam penerimaan diri yang baik atau kurang baik.

2. Pembahasan Menghadapi Kesulitan

(22)

dengan cara menangani. Selain itu, mahasiwa/i di Bandung yang menghadapi kesulitannya dengan cara sharing pada orang lain juga termasuk ke dalam penerimaan diri yang baik karena mencoba mencari solusi. Pada mahasiswa/i yang tidak pernah mengalami kesulitan dalam kehidupannya, maka berarti memiliki penerimaan diri yang baik pula karena menganggap kesulitannya bukanlah masalah besar dalam hidup.

Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang menghadapi kesulitannya dengan cara mengabaikan, menyerahkan pada Tuhan, dan menghindari memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena ia kabur ketika ancaman hadir. Selain itu, mahasiswa/i di Bandung yang menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam penerimaan diri yang baik atau kurang baik.

3. Pembahasan Penyesalan dalam Kehidupan

Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum mengalami penyesalan terbesar dalam hal perilaku. Hal ini bisa dilihat pada tabel 4.1.2.3 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang mengalami penyesalan terbesar dalam hal perilaku menempati jumlah responden terbanyak yaitu 213 responden. Dari 455 responden, mahasiswa yang mengalami penyesalan terbesar dalam hal verbal sebanyak 30 orang, dalam hal pengalaman sebanyak 21 orang, dalam hal akademik sebanyak 73 orang, dalam hal hubungan interpersonal sebanyak 51 orang, dalam hal afektif sebanyak 6 orang, tidak ada penyesalan sebanyak 52 orang, dan unidentified sebanyak 9 orang.

(23)

Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang tidak memiliki penyesalan dalam hidup dan unidentified belum bisa diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada mahasiswa/i di Bandung.

4. Pembahasan Orientasi Masa Depan

Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan perilaku. Hal ini bisa dilihat pada tabel 4.1.2.4 yang menjelaskan bahwa mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan perilaku menempati jumlah responden terbanyak yaitu 280 responden. Dari 455 responden, mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan pengalaman sebanyak 47 orang, berhubungan dengan hubungan interpersonal sebanyak 43 orang, berhubungan dengan religiusitas sebanyak 39 orang, berhubungan dengan mencapai tujuannya sebanyak 15 orang, berhubungan dengan afektif sebanyak 5 orang, tidak ada sebanyak 22 orang, dan unidentified sebanyak 4 orang. Jika dilihat dari salah satu aspek penerimaan diri, toleransi yaitu kemampuan untuk mentolerir pengalaman dan tidak terperangkap dalam pengalaman (Williams & Lynn, 2010). Maka dari penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa depan berhubungan dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal, religiusitas, mencapai tujuan, dan afektif.

(24)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari pengolahan data yang dilakukan dengan metode statistik, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa di Bandung terbukti memiliki penerimaan diri yang baik, dilihat dari pandangan mengenai diri yang positif, menghadapi kesulitan dengan menangani, dan orientasi masa depan berhubungan dengan perilaku yang ingin diubah, sedangkan penerimaan diri dikonseptualisasikan tidak hanya dengan body image tetapi juga akademik, perilaku, pengalaman, dan permasalahan akademik.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan selama penelitian berlangsung sebagai berikut:

1. Keterbatasan pengawasan terhadap angket terbuka yang disebarkan secara online, apabila peneliti memiliki cukup waktu untuk menyebar angket terbuka secara offline, maka lebih baik dilakukan secara offline daripada online untuk menghindari responden mengisi angket terbuka tidak sesuai harapan.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Arnett, Jeffrey Jensen. (2006). “Emerging Adulthood in Europe: A Response to Bynner”. Journal of Youth Studies. 9(1), 111-123.

Arnett, Jeffrey Jensen. (2007a). “Emerging Adulthood: What Is It, and What Is It Good For?”. Journal Compilation. 1(2), 68-73.

Arnett, Jeffrey Jensen. (2007b). “Suffering, Selfish, Slackers? Myths and Reality About Emerging Adults”. J Youth Adolescence. 36, 23-29.

Bernard, Michael E. (2013). The Strength of Self-Acceptance: Theory, Practice, and Research. New York: Springer.

Carson, Shelley H. & Ellen J. Langer. (2006). “Mindfulness and Self-Acceptance”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 24(1), 29-43.

Chamberlain, John M. & David A. Haaga. (2001). “Unconditional Self-Acceptance and Responses to Negative Feedback”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 19(3), 177-189.

Deming, Amanda & Steven Jay Lynn. (2010). “Bulimic and Depressive Symptoms: Self-Discrepancies and Acceptance”. Imagination, Cognition And Personality. 30(1), 93-109.

Dinillah, Mukhlis. (2017, 28 Januari). Beredar di Medsos, Mahasiswi di Bandung Dianiaya Sekelompok Orang. [Online], 1. Tersedia:

Efendi, Rohmad. (2013). “Self Efficacy: Studi Indigenous pada Guru Bersuku Jawa”. Journal of Social and Industrial Psychology. 2(2), 61-67.

Flett, Gordon L., dkk. (2003). “Dimensions of Perfectionism, Unconditional Self Acceptance, and Depression”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 21(2), 119-138.

(26)

Handayani, Muryantinah Mulyo, dkk. (1998). “Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri”. Jurnal Psikologi. 2, 47-55.

Handono, Oki Tri & Khioruddin Bashori. (2013). “Hubungan Antara Penyesuaian Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Stres Lingkungan pada Santri Baru”. Journal Empathy. 1(2), 79-89.

Iriani, Fransisca & Ninawati. (2005). “Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Dewasa Muda Ditinjau dari Pola Attachment”. Jurnal Psikologi. 3(1), 44-64.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Ikhtisar Data Pendidikan Tingkat Nasional. Jakarta: Kemdikbud.

Kusuma. (2013). “Self-Acceptance of Street Children”. Cognitive Discourses International Multidisicplinary Journal. 1(1), 119-124.

Macinnes, D. L. (2006). “Self-Esteem and Self-Acceptance: An Examination into Their Relationship and Their Effect on Psychological Health”. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing. 13, 483-489.

Marni, Ani & Rudy Yuniawati. (2015). “Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta”. Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 1-7.

Matyja, Katarzyna Walecka. (2014). “Adolescent Personalities and Their Self Acceptance within Complete Families, Incomplete Families and Reconstructed Families”. Polish Journal of Applied Psychology. 12(1), 59-74.

Moleong, L.J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Morgado, Fabiane Frota da Rocha, dkk. (2014). “Development and Validation of the Self-Acceptance Scale for Persons with Early Blindness: The SAS-EB”. Plos One. 9(9), 1-9.

Mullins, Pamela-Darby & Tamera B. Murdock. (2007). “The Influence of Family Environment Factors on Self-Acceptance and Emotional Adjustment Among Gay, Lesbian, and Bisexual Adolescents”. Journal of GLBT Family Studies. 3(1), 75-91.

Mustafa, MA. (2016). “Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa”. Jurnal Edukasi. 2(1), 77-90.

Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampling. Sumatera: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(27)

Parents Have for Adulthood”. Journal of Family Psychology. 21(4), 665-674.

Pujihastuti, Isti. (2010). “Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian”. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 2(1), 43-56.

Ridha, Muhammad. (2012). “Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Aceh di Yogyakarta”. Jurnal Empathy. 1(1), 111-121.

Rodriguez, Marcus A., dkk. (2015). “Self-Acceptance Mediates The Relationship between Mindfulness and Perceived Stress”. Psychological Reports: Mental & Physical Health. 116(2), 513-522.

Sandjaja, Heriyanto A. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sevilla, dkk. (2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Scott, Joe. (2007). “The Effect of Perfectionism and Unconditional Self Acceptance on Depression”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 25(1), 35-64.

Strenger, Carlo. (2009). “Sosein Active Self-Acceptance in Midlife”. Journal of Humanistic Psychology. 49(1), 46-65.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel 4.1Gambaran Demografis Partisipan Penelitian
Gambar 4.1Diagram Persentase Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4.2Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
Gambar 4.3Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengolahan distribusi frekuensi, dapat diketahui bahwa Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas “X” di Kota Bandung memiliki rata-rata

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh dari 136 mahasiswa angkatan 2012 fakultas psikologi universitas “X” di Kota Bandung sebagian besar memiliki academic adjustment

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ke dua latihan memiliki efek yang sama baik dalam meningkatkan daya tahan kardiorepsirasi pada mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi tingkat kecemasan pada mahasiswa

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UMS yang lulus tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif pada

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Kelas Edukasi Menyusui terbukti efektif dapat meningkatkan Efikasi Diri Ibu Menyusui

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat disimpulkan 1) Kerja ilmiah mahasiswa yang dilatihkan dan proporsi mahasiswa yang bisa