• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan Diri pada Mahasiswa di Bandun (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerimaan Diri pada Mahasiswa di Bandun (2)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Mega Maghfira Robbaanii NIM 1503848

Tugas ke-5 / Revisi ke-2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Judul

Judul penelitian ini adalah Penerimaan Diri pada Mahasiswa di Bandung.

1.2 Latar Belakang

Masa dewasa adalah masa yang paling lama dalam rentang kehidupan manusia (Arnett, 2006; Mustafa, 2016) dimana berkisar antara usia 18-45 tahun dan pertumbuhan fisiknya telah sempurna, serta memiliki kematangan psikologis (Mustafa, 2016). Individu yang berada pada masa dewasa diidentikkan memiliki puncak kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan, fungsi sensorik, dan fungsi motorik yang tinggi (Iriani & Ninawati, 2005). Pada masa dewasa, perubahan fisik dan fisiologis dapat menimbulkan masalah penyesuaian diri, tekanan, dan harapan bagi seseorang (Mustafa, 2016).

(2)

Mahasiswa sebagai individu yang berada dalam kategori dewasa awal, tidaklah jauh dari permasalahan hidup sehari-hari yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Salah satunya yaitu masalah penyesuaian diri (Mustafa, 2016). Menurut Handono & Bashori (2013) seseorang yang masuk ke dalam lingkungan baru harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya, apabila seseorang sulit menyesuaikan diri, maka dapat menimbulkan stres. Selain itu, permasalahan yang terdapat pada mahasiswa yaitu masalah penerimaan diri. Penerimaan diri pada mahasiswa menjadi hal yang sangat penting karena dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari (Ridha, 2012). Penerimaan diri adalah kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya (Rodriguez dkk., 2015). Apabila mahasiswa memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak diterimanya, sehingga ia akan mencari treatment untuk hal yang kurang (Ridha, 2012). Salah satu contohnya terjadi pada mahasiswa penderita bulimia yang memuntahkan kembali makanannya, hal ini dikonseptualisasikan sebagai indikator penerimaan diri yang rendah (Deming & Lynn, 2010). Selain itu, mahasiswa yang perfeksionis juga dikonseptualisasikan memiliki penerimaan diri yang rendah (Flett dkk., 2003). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Ridha (2012) kepada 5 orang mahasiswa, diperoleh data bahwa sebagian mahasiswa merasa kesulitan mencapai harapan diri yang ideal sehingga mereka merasa memiliki penerimaan diri yang rendah.

(3)

itu, ada pula mahasiswa yang menjadi malu dan menutup diri dari pergaulan sosial karena penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012).

Salah satu fenomena yang terjadi di Bandung akhir-akhir ini yaitu seorang mahasiswi yang dianiaya oleh temannya, hal ini terjadi karena berawal dari saling bully antara korban dan pelaku di media sosial (Dinillah, 2017). Fenomena ini mungkin terjadi dikarenakan penerimaan diri pelaku yang rendah. Seperti yang telah dikatakan Ridha (2012), apabila seseorang memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak dapat diterimanya. Pelaku yang tidak terima diejek oleh korban lalu memanggil korban dan berpura-pura untuk meminta bantuan, setelah itu pelaku lalu menganiaya korban dibantu pelaku lainnya (Dinillah, 2017). Apabila penerimaan diri seseorang rendah, maka dapat menyebabkan kesulitan emosional seperti kemarahan (Carson & Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Fenomena tersebut terjadi karena pelaku tidak terima korban mem-bully pelaku, sehingga pelaku kesal dan menganiaya korban (Dinillah, 2017). Apabila pelaku memiliki penerimaan diri yang tinggi, maka ia tidak akan mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai dirinya berdasarkan pandangan orang lain (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012). Sehingga, pelaku mungkin tidak akan melakukan penganiayaan kepada korban apabila pelaku memiliki penerimaan diri yang tinggi. Kejadian tersebut dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Mahasiswi salah satu universitas swasta yang melakukan penganiayaan tersebut telah ditahan bersama pelaku yang lainnya dan mungkin saja mendapatkan Drop Out dari pihak universitas, selain itu kejadian ini dapat merugikan pihak universitas sehingga namanya tercoreng. Oleh karena itu, penerimaan diri yang merupakan pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain (Handayani dkk., 1998) sangat penting dimiliki seseorang khususnya mahasiswa untuk menghindari kejadian serupa terulang kembali.

(4)

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung?

1.4 Manfaat

A. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep diri terutama tentang penerimaan diri pada mahasiswa.

B. Manfaat Praktis

(5)

BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Dasar Teori

Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya (Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni & Yuniawati, 2015; Ridha, 2012) tanpa menyalahkan orang lain serta memiliki keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang mampu dan mau menerima karakter pribadinya (Kusuma, 2013). Kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya disebut penerimaan diri (Iriani & Ninawati, 2005; Rodriguez dkk., 2015). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming & Lynn, 2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup sehari-hari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015). Sedangkan menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri adalah keputusan seseorang secara sadar yang dibuat atas tanggung jawab diri dalam menciptakan dunianya sendiri. Keadaan estimasi diri yang stabil dari kepribadian terutama ketika membandingkan diri dengan orang lain disebut penerimaan diri (Matyja, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan kelemahannya yang digunakan untuk pengembangan diri dan kelangsungan hidup sehari-hari.

(6)

masa lalu serta ketidakmampuan bertindak di masa sekarang karena takut gagal membuat seseorang memiliki hambatan utama dalam penerimaan diri (Carson & Langer, 2006).

Menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri dapat diarahkan dan ditingkatkan melalui hal-hal berikut, diantaranya:

a) Aktif mengamati perbedaan baru

b) Memikirkan bahwa diri kita sedang berada dalam kemajuan bekerja c) Merenungkan teka-teki dan paradoks

d) Menambahkan humor dalam setiap situasi e) Melihat situasi dari berbagai perspektif

f) Mempertimbangkan pemahaman alternatif dari setiap permasalahan diri g) Katalog saat gembira

h) Memulai jurnal kesadaran

Penerimaan diri seseorang perlu ditingkatkan, hal itu dikarenakan selain seseorang bertanggung jawab atas diri sendiri (Carson & Langer, 2006), penerimaan diri mempengaruhi kesehatan psikologis dan intervensi kognitif (Macinnes, 2006), serta dapat mempengaruhi kesejaheraan pribadi (Scott, 2007). Penerimaan diri melibatkan ekspresi aktif pikiran dalam melihat dan memahami karakter diri (Strenger, 2009), sehingga seorang individu yang terus aktif mengeksplorasi aspek-aspek diri akan dapat meningkatkan penerimaan diri mereka (Carson & Langer, 2006).

Penerimaan diri oleh orang lain juga dapat memberikan efek positif bagi diri, namun hal tersebut terkadang memberikan pemikiran agresif dan harapan rendah untuk menerima kelompok (Greenaway, 2015). Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, realistis, subjektif, serta kesadaran akan kekuatan dan kelemahan (Kusuma, 2013). Oleh karena itu, penerimaan diri tidak selalu disambut baik oleh seseorang, tetapi terkadang juga dapat dianggap merugikan dan tidak diperlukan (Greenaway, 2015).

2.2 Aspek Penerimaan Diri

Penerimaan diri yang merupakan kondisi seseorang dalam menerima keadaan dirinya memiliki beberapa aspek, diantaranya:

(7)

Ketidakterikatan yaitu menerima bahwa segala sesuatu yang dimiliki akan datang dan pergi, hal terbaik yaitu tidak terikat dengan sesuatu di dunia ini (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Hal ini dikarenakan setiap keterikatan dengan suatu hal akan sia-sia dan menimbulkan penderitaan (Williams & Lynn, 2010)

2. Tidak menghindar

Tidak menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika ancaman hadir (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak menghindar diartikan menahan diri dari perilaku yang sia-sia dan maladaptif (Williams & Lynn, 2010).

3. Tidak menghakimi

Tidak menghakimi yaitu menyadari pengalaman baik, buruk, benar, salah, serta lebih menggambarkan rangsangan daripada mengevaluasi rangsangan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak menghakimi merupakan konseptualisasi modern dari penerimaan diri, yaitu dimana seseorang mengkategorisasi pengalaman baik, buruk, benar, dan salah (Williams & Lynn, 2010).

4. Toleransi

Toleransi yaitu kemampuan untuk tetap ada dan menyadari pengalaman apapun yang terjadi (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Penerimaan mengharuskan seseorang mentolerir pengalaman, sehingga seseorang tidak hanya mengejar kesenangan, melarikan diri dari rasa sakit, dan terperangkap dalam pengalaman (Williams & Lynn, 2010).

5. Kemauan

Kemauan yaitu memilih berpartisipasi dalam kegiatan yang akan dijalani meskipun tidak sesuai keinginan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Penerimaan meliputi kemauan seseorang untuk memiliki pengalaman (Williams & Lynn, 2010).

(8)

Penerimaan diri sebagai hal yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan pribadi memiliki beberapa faktor, diantaranya: 1. Body image

Body image adalah gambaran diri ideal seseorang yang memahami diri serta memiliki keyakinan diri yang baik untuk mengembangkan diri, meliputi tampilan fisik, fungsi tubuh, gerakan tubuh, koordinasi tubuh (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

2. Keberhasilan

Keberhasilan adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang yang meningkatkan penerimaan diri secara positif (Ridha, 2012).

3. Pandangan orang lain

Pandangan orang lain adalah persepsi orang lain mengenai siapa diri kita, tanpa mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai diri (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

4. Identifikasi diri

Identifikasi diri adalah kemampuan yang baik dan dimiliki seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Ridha, 2012). 5. Penghargaan diri

Penghargaan diri adalah suatu kesempatan yang diberikan lingkungan dan orang lain untuk meningkatkan penerimaan diri secara positif (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).

6. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan tempat yang sangat penting dalam perkembangan penerimaan diri seseorang (Mullins & Murdock, 2007). 7. Perilaku terkait rangsangan

Perilaku terkait rangsang yaitu bagaimana seseorang menanggapi rangsang tertentu (Matyja, 2014).

8. Kesediaan mendominasi

(9)

9. Kegiatan sehari-hari

Kegiatan sehari-hari terkait dengan penerimaan diri, baik penerimaan diri yang tinggi ataupun penerimaan diri yang rendah (Matyja, 2014).

10. Keluarga yang lengkap atau tidak lengkap

Sebuah keluarga yang terdiri dari anggota yang lengkap maupun tidak lengkap dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang (Matyja, 2014).

Daftar Pustaka

Arnett, Jeffrey Jensen. (2006). “Emerging Adulthood in Europe: A Response to Bynner”. Journal of Youth Studies. 9(1), 111-123.

Arnett, Jeffrey Jensen. (2007a). “Emerging Adulthood: What Is It, and What Is It Good For?”. Journal Compilation. 1(2), 68-73.

Arnett, Jeffrey Jensen. (2007b). “Suffering, Selfish, Slackers? Myths and Reality About Emerging Adults”. J Youth Adolescence. 36, 23-29.

Bernard, Michael E. (2013). The Strength of Self-Acceptance: Theory, Practice, and Research. New York: Springer.

Carson, Shelley H. & Ellen J. Langer. (2006). “Mindfulness and Self-Acceptance”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 24(1), 29-43.

Chamberlain, John M. & David A. Haaga. (2001). “Unconditional Self-Acceptance and Responses to Negative Feedback”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 19(3), 177-189.

Deming, Amanda & Steven Jay Lynn. (2010). “Bulimic and Depressive Symptoms: Self-Discrepancies and Acceptance”. Imagination, Cognition And Personality. 30(1), 93-109.

Dinillah, Mukhlis. (2017, 28 Januari). Beredar di Medsos, Mahasiswi di Bandung Dianiaya Sekelompok Orang. [Online], 1. Tersedia: https://news.detik.com/berita/d-3408129/beredar-di-medsos-mahasiswi-di-bandung-dianiaya-sekelompok-orang. [6 April 2017].

(10)

Flett, Gordon L., dkk. (2003). “Dimensions of Perfectionism, Unconditional Self Acceptance, and Depression”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 21(2), 119-138.

Greenaway, Katharine H, dkk. (2015). “The Dark Side of Inclusion: Undesired Acceptance Increases Aggression”. Group Processes & Intergroup Relations. 18(2), 173-189.

Handayani, Muryantinah Mulyo, dkk. (1998). “Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri”. Jurnal Psikologi. 2, 47-55.

Handono, Oki Tri & Khioruddin Bashori. (2013). “Hubungan Antara Penyesuaian Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Stres Lingkungan pada Santri Baru”. Journal Empathy. 1(2), 79-89.

Iriani, Fransisca & Ninawati. (2005). “Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Dewasa Muda Ditinjau dari Pola Attachment”. Jurnal Psikologi. 3(1), 44-64.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Ikhtisar Data Pendidikan Tingkat Nasional. Jakarta: Kemdikbud.

Kusuma. (2013). “Self-Acceptance of Street Children”. Cognitive Discourses International Multidisicplinary Journal. 1(1), 119-124.

Macinnes, D. L. (2006). “Self-Esteem and Self-Acceptance: An Examination into Their Relationship and Their Effect on Psychological Health”. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing. 13, 483-489.

Marni, Ani & Rudy Yuniawati. (2015). “Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta”. Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 1-7.

Matyja, Katarzyna Walecka. (2014). “Adolescent Personalities and Their Self Acceptance within Complete Families, Incomplete Families and Reconstructed Families”. Polish Journal of Applied Psychology. 12(1), 59-74.

Morgado, Fabiane Frota da Rocha, dkk. (2014). “Development and Validation of the Self-Acceptance Scale for Persons with Early Blindness: The SAS-EB”. Plos One. 9(9), 1-9.

Mullins, Pamela-Darby & Tamera B. Murdock. (2007). “The Influence of Family Environment Factors on Self-Acceptance and Emotional Adjustment Among Gay, Lesbian, and Bisexual Adolescents”. Journal of GLBT Family Studies. 3(1), 75-91.

(11)

Nelson, Larry J., dkk. (2007). ““If You Want Me to Treat You Like an Adult, Start Acting Like One!” Comparing the Criteria That Emerging Adults and Their Parents Have for Adulthood”. Journal of Family Psychology. 21(4), 665-674.

Ridha, Muhammad. (2012). “Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Aceh di Yogyakarta”. Jurnal Empathy. 1(1), 111-121. Rodriguez, Marcus A., dkk. (2015). “Self-Acceptance Mediates The Relationship

between Mindfulness and Perceived Stress”. Psychological Reports: Mental & Physical Health. 116(2), 513-522.

Scott, Joe. (2007). “The Effect of Perfectionism and Unconditional Self Acceptance on Depression”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy. 25(1), 35-64.

Strenger, Carlo. (2009). “Sosein Active Self-Acceptance in Midlife”. Journal of Humanistic Psychology. 49(1), 46-65.

Referensi

Dokumen terkait

Sumbangan efektif antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri menunjukkan bahwa koefisien determinan (r 2 ) sebesar 0, 967, sehingga variabel penerimaan diri

Kesimpulan penelitian ini menyatakan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial. Artinya semakin tinggi penerimaan diri maka

Sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri pada remaja penyandang tuna rungu, maka semakin tinggi kecemasan berinteraksi

Ketiga subjek memiliki kesamaan dalam hal penerimaan diri yang dicirikan dengan berfikir positif dan realistis, mampu menempatkan diri, optimis menjalani hidup, dan tidak

Perempuan yang memiliki penerimaan diri maka ia merasakan adanya kepercayaan diri dan harga diri, sehingga perempuan terdorong untuk melihat diri dari sisi positif dan

Setelah peneliti melihat bahwa praktik perkuliahan bermanfaat untuk mrningkatkan kualitas diri mahasiswa terutama pada penerimaan diri, maka selanjutnay peneliti

Individu yang memiliki penerimaan diri maka ia akan mampu menyesuaikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan di tolak oleh orang lain.. Respon atas penolakan

Hal ini mungkin terjadi karena individu yang memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatasi situasi dan kondisi yang ada dan ia juga memiliki kepercayaan diri untuk