BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penerimaan Diri
A.1 Pengertian Penerimaan Diri
Penerimaan diri merupakan suatu tingkat kemampuan dan keinginan
individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan
dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu lebih banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi
dengan lingkungannya (Hurlock, 2002).
Menurut Jersild (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penerimaan diri adalah individu menerima dirinya sendiri dan yakin akan standar-standar serta
pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya
sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang di milikinya, merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginanya, serta menyadari kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri.
Menurut Santrock (2002) penerimaan diri adalah suatu keadaan yang disadari oleh diri sendiri untuk menerima begitu saja kondisi diri tanpa
Chaplin (2004) berpendapat bahwa penerimaan diri merupakan rasa puas terhadap kualitas, bakat yang dimiliki serta pengakuan terhadap
keterbatasan diri. Pengakuan terhadap keterbatasan diri ini tidak disertai dengan perasaan malu dan bersalah. Individu tersebut akan menerima
keadaan mereka apa adanya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan
bahwa penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan kelebihan dan kekurangan yang di miliki tanpa menyalahkan diri sendiri.
A.2 Aspek-aspek Pengukuran Penerimaan diri
Menurut Jersild (1958) aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut :
a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
Individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana ia terlihat dalam pandangan
orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut
dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya.
b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang
yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tidak berdiam diri
dengan tidak memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, ia akan menggunakan bakat yang di milikinya dengan
lebih leluasa. Individu yang bersikap baik dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya akan bersikap baik pula dalam
menilai kelemahan dan kekuatan orang lain. c. Perasaan rendah diri sebagai gejala penolakan diri
Individu yang terkadang merasakan rendah diri (inferiority
complex) adalah individu yang tidak memiliki sikap penerimaan
diri dan hal tersebut akan mengganggu penilaian yang realistik
atas dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri maka ia akan mampu menyesuaikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan di tolak oleh orang lain.
d. Respon atas penolakan dan kritikan
Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan,
namum demikian ia mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini
penolakan terhadapnya. Penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali
sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri. e. Kesimbangan antara “real self” dan “ideal self”
Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan
baik dalam batas-batas memungkinkan individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan
menghabiskan energinya. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuannya individu mempersiapkan dalam konteks yang mungkin
dicapai, untuk memastikan dirinya tidak akan kecewa saat nantinya. Berarti individu memiliki keberanian dalam menghadapi segala resiko yang akan timbul akibat perilakunya.
f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
Hal ini berarti apabila seeorang individu menyayangi dirinya,
maka akan lebih memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain, dan apabila seorang individu merasa benci pada dirinya, maka akan lebih memungkinkan untuk merasa benci pada orang
lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain yaitu individu yang memiliki
g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri
Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda.
Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya. Individu yang menerima dirinya
akan menerima dan bahkan menuntut pembagian yang layak akan sesuatu yang baik dalam hidup dan tidak mengambil kesempatan
yang tidak pantas untuk memiliki posisi yang baik atau menikmati sesuatu yang bagus, dalam hal menonjolkan diri ia tidak akan membiarkan orang lain selangkah lebih maju darinya dan
mengganggu langkahnya. Individu dengan penerimaan diri menghargai harapan orang lain dan meresponnya dengan bijak.
Namun, ia memiliki pendirian yang terbaik dalam berfikir, merasakan dan membuat pilihan. Ia tidak hanya akan menjadi pengikut apa yang dikatakan orang lain.
h. Penerimaan diri, spontanitas, dan menikmati hidup
Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak
keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu
i. Kejujuran dalam menerima diri
Individu dengan penerimaan diri yang baik adalah individu yang
memiliki fleksibilitas dalam pengaturan hidupnya. Individu memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk
apa nantinya, dan tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada
suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus menipu diri dan orang lain.
j. Sikap yang baik terhadap penerimaan diri
Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang belum
sempurna, individu yang dapat menerima dirinya akan menggunakan kemampuannya dengan baik dalam perkembangan hidupnya.
A.3 Ciri-ciri Penerimaan Diri
Jersild (dalam Hurlock, 2002) mengemukakan beberapa ciri
penerimaan diri untuk membedakan antara orang yang menerima keadaan diri dengan orang yang menolak keadaan diri (denial). Berikut ini adalah ciri dari orang yang menerima keadaan diri :
a. Orang yang menerima dirinya memiliki harapan yang realistis terhadap keadaannya dan menghargai dirinya sendiri
c. Memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri secara irasional
d. Menyadari aset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya
e. Menyadari kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri A.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Menurut Jersild (dalam Anggraini, 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri sebagai berikut :
a. Usia
Penerimaan diri individu cenderung sejalan dengan usia individu tersebut. Semakin matang dan dewasa seseorang maka semakin tinggi pula
tingkat penerimaan dirinya. b. Pendidikan
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi tentu akan
memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, sehingga semakin tinggi kepuasan diri yang
diraih.Seseorang yang merasa puas akan dirinya, tentu dapat menerima dirinya secara realistis.
c. Keadaan Fisik
d. Dukungan Sosial
Penerimaan diri juga lebih mudah dilakukan oleh orang-orang yang
mendapat perlakuan yang lebih baik dan menyenangkan. e. Pola Asuh Orang Tua
Hurlock (2002) mengemukakan bahwa pola asuh yang baik akan membuat individu merasa dihargai sebagai manusia dalam keluarga. Individu
yang merasa dihargai sebagai manusia cenderung akan menghargai dirinya sendiri dan memperkirakan sendiri tanggung jawab yang harus dipikulnya, sehinggaia akan mengendalikan perilakunya sendiri dengan kerangka aturan
yang ia buat dengan berpedoman pada norma-norma yang ada di masyarakat. B.Masa Dewasa
Hurlock (dalam Jahja, 2011) membagi masa dewasa menjadi tiga bagian : 1. Masa Dewasa Awal (Masa Dewasa Dini/Young Adult)
Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40
tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
a. Ciri-ciri masa dewasa dini
Masa dewasa dini sebagai “masa pengaturan”, masa dewasa dini sebagai “usia reproduktif”, masa dewasa dini sebagai “masa bermasalah”, masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional,
masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial, masa dewasa dini
dewasa dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru, dan masa dewasa dini sebagai masa kreatif.
b. Tugas perkembangan masa dewasa dini
Mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar
hidup bersama dengan suami atau isteri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima
tanggung jawa sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
2. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)
Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang
jelas nampak pada setiap orang. a. Ciri-ciri masa dewasa madya
Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti, usia madya
merupakan masa transisi, usia madya merupakan masa stres, usia
madya merupakan “usia yang berbahaya”, usia madya merupakan “usia
canggung”, usia madya merupakan masa berprestasi, usia madya merupakan masa evaluasi, usia madya dievaluasi dengan standar ganda yaitu satu standar bagi pria dan satu standar bagi wanita, usia madya
b. Tugas perkembangan usia madya
Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, tugas yang berkaitan
dengan perubahan minat, tugas yang berkaitan dengan penyesuaian juruan dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga.
3. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult)
Masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada
waktu ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian dan dandanan memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak, dan berperasaan
seperti kala mereka masih lebih muda. a. Ciri-ciri masa dewasa lanjut
Usia lanjut merupakan periode kemunduran, Perbedaan individual pada efek menua, usia lanjut dinilai dengan kriteria berbeda, usia lanjut mempunyai status kelompok minoritas, usia lanjut membutuhkan
perubahan peran, usia lanjut merupakan periode penyesuaian yang buruk dan keinginan menjadi muda kembali sangat kuat.
b. Tugas perkembangan usia lanjut
Kewajiban menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena
C.Gagal Ginjal Terminal
C.1 Pengertian Gagal Ginjal Terminal
Penyakit ginjal terminal merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang bersifat kronik, progresif dan menetap berlangsung. Beberapa tahun pada keadaan ini ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan cairan tubuh dalam keadaan asupan diet normal (Rindiastuti, 2006).
Gagal ginjal terminal adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal terminal yaitu penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat di simpulkan bahwa gagal
ginjal terminal merupakan kerusakan ginjal yang menyebabkan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan metabolisme dalam darah.
C.2 Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Terminal
yang bisa diperoleh jika seseorang telah menderita gagal ginjal terminal dibagi berdasarkan sistem, adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pada sistem pencernaan
1. Tidak ada nafsu makan, mual hingga muntah-muntah. Ini terjadi karena
gangguan metabolisme tubuh. Akibat fungsi ginjal terganggu, metabolisme protein di usus menjadi terganggu dan terbentuk zat-zat
seperti amonia, dan lain-lain. Usus menjadi sembab.
2. Bau yang khas yang keluar dari mulut Fetor uremik adalah bau yang khas yang keluar dari mulut penderita yang disebabkan oleh ureum yang
berlebihan pada air liur. Oleh bakteri di mulut (yang biasanya memang ada), ureum ini diubah menjadi amonia sehingga bernapas dan
berbicarapun berbau amonia. Selain itu juga bisa timbul luka-luka kecil pada bibir (stomatitis).
3. Sering mengalami cegukan, penyebabnya kenapa hal ini terjadi, belum
diketahui.
4. Menderita sakit maag, dan peradangan pada usus.
b. Gangguan pada kulit
1. Kulit gatal, pucat dan kekuning-kuningan. Penderita gagal ginjal terminal akan menjadi lebih putih (pucat) akibat anemia dan berwarna kuning
akibat penimbunan urokrom. Selain itu bisa terdapat luka-luka gores akibat sering menderita gatal dan digaruk. Gatal terjadi karena racun
Akibatnya hanya sebagian kecil saja racun yang bisa dikeluarkan kulit, namun efeknya sangat besar bagi kulit karena memang kulit tidak
dipersiapkan untuk itu.
2. Sering terjadi memar akibat terganggunya fungsi pembekuan darah
(menurun).
c. Sistem hematologi/darah
Kurang darah atau anemia. Anemia pada gagal ginjal terminal terjadi karena banyak sebab yang saling mendukung. Oleh karena itu hanya mengobati/memperbaiki salah satu sebab saja tidaklah optimal.
d. Gangguan pada sistem saraf dan otot 1. Sering merasa pegal pada kaki
Sering pegal pada kaki atau diistilahkan dengan 'restless leg syndrome' bisa dialami oleh pasien gagal ginjal terminal. Akibatnya pasien sering menggerak-gerakan kakinya.
2. Rasa seperti terbakar
Penderita bisa juga mengalami rasa seperti terbakar atau semutan
terutama pada telapak kaki. Hal ini diistilahkan dengan burning feet syndrome.
3. Ensefalopali metabolik (Gangguan pada sistem saraf otak)
Ensefalopati metabolik mengakibatkan perasaan lemah, tidak bisa tidur,
e. Gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
1. Terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi terjadi akibat
penimbunan cairan dan terganggunya produksi renin seperti yang pernah dijelaskan. Tekanan darah bisa meningkat akibat gagal ginjal terminal,
tapi bisa juga tekanan darah yang tidak terkontrol menyebabkan gagal ginjal yang terminal.
2. Sering mengalami nyeri dada dan sesak napas. Hal ini disebabkan karena selaput pembungkus jantung (perikard) mengalami radang yang diistilahkan dengan perikarditis.
3. Penyakit jantung koroner bisa juga terjadi akibat aterosklerosis yang timbul dini. Aterosklcrosis terjadi karena gangguan metabolisme lemak
yang terjadi pada penderita gagal ginjal terminal ini. f. Gangguan sistem endokrin (hormonal)
1. Terjadi penurunan libido, fertilitas dan aktivitas seksual lainnya. Pada
wanita bisa terjadi gangguan menstruasi hingga tidak dapat mens lagi. 2. Terjadi gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin hingga
gangguan produksi insulin yang menyebabkan penyakit kencing manis (diabetes melitus).
3. Gangguan metabolisme lemak yang ditandai dari meningkatnya kadar
trigliserid, kolesterol, dan lain-lain dalam darah
4. Gangguan metabolisme vitamin D. Disamping gangguan metabolisme
fungsi imun dengan berbagai penyakit yang menyertai dan sering telah memakan obat, sedangkan penurunan fungsi imun juga dapat
mempengaruhi penurunan status gizi pada gagal ginjal terminal (Suhardja,2003).
D. Kerangka Teoritik
Gagal ginjal merupakan suatu penyakit yang mengakibatkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin
buruk yaitu ginjal sama sekali tidak mampu bekerja sebagaimana fungsinya dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transpaltasi ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).
Dunia kedokteran mengenal dua macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Price & Wilson, 2005). Dikatakan akut apabila
penyakit berkembang sangat cepat, terjadi dalam beberapa hari. Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
mengganggu fungsi normal ginjal), Renal (ginjal kekurangan darah dalam waktu lama dan terjadi kerusakan ginjal) dan Postrenal (aliran dalam saluran kemih
terhambat). Dikatakan kronis apabila penyakit terjadi dan berkembang secara perlahan sampai beberapa tahun (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009). Gagal
ginjal kronis merupakan suatu proses kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan
akan menimbulkan gangguan multisistem (Reeves chalene, 2001).
Gagal ginjal kronis diklasifikasikan menjadi tiga stadium. Stadium pertama yaitu penurunan cadangan ginjal. Stadium kedua yaitu insufisiensi ginjal,
jaringan ginjal mengalami kerusakan lebih dari 75%. Stadium ketiga yaitu stadium akhir gagal ginjal kronis yang disebut gagal ginjal terminal atau uremia.
Gagal ginjal terminal terjadi jika sekitar 90% massa nefron rusak. Pada stadium ini penderita akan merasakan gejala-gejala yang cukup parah yaitu ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan cairan dan elektrolit yang mempengaruhi setiap
sistem dalam tubuh (Price & Wilson, 2005).
Penyakit ginjal terminal merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi
ginjal yang bersifat kronik, progresif dan berlangsung menetap. Beberapa tahun pada keadaan ini ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan cairan tubuh dalam keadaan asupan diet normal (Rindiastuti, 2006).
Tanda dan gejala yang diperoleh jika seseorang telah menderita gagal ginjal terminal yaitu terjadinya gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pada kulit,
sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) dan gangguan pada sistem hormonal (Soenarso, 2004).
Data unit hemodialisis menunjukkan pasien terbanyak ada pada kelompok usia madya sekitar 40-55 tahun yaitu sebanyak 30,26% dan diagnosa penyakit
utama menunjukkan pasien gagal ginjal terminal merupakan pasien terbanyak yaitu 84% (Indonesian Renal Registry, 2014). Penyakit gagal ginjal terminal dapat
menyerang baik laki-laki maupun perempuan dan tidak mengenal batas usia. Umumnya penderita tidak menyadari bahwa dirinya menderita penyakit gagal ginjal terminal dikarenakan penyakit ini berlangsung bertahap dan memakan
waktu bertahun-tahun seiring dengan menurunnya fungsi ginjal dari penderita. Pada fungsi ginjal sebesar 60%, penderita masih belum merasakan keluhan, tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea. Sampai pada fungsi ginjal sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita seperti: badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Jika fungsi ginjal sudah di bawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius (Sudoyo, dkk, 2009).
Penderita gagal ginjal terminal merasakan respon kehilangan yang cukup
berat, dengan tahap penerimaan diri yang berbeda-beda tergantung mekanisme coping sebagai pertahanan melawan respon kehilangan. Meskipun tidak mudah
bagi mereka untuk mampu menerima keadaan dirinya yang menderita gagal
mempengaruhi dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan yang mereka lakukan.
Segi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, penyandang gagal ginjal akan mengarahkan aktivitasnya untuk tujuan hidup yang mereka yakini mampu
mencapainya. Dengan keyakinan itu pula penyandang gagal ginjal dapat mengembangkan diri mereka secara personal. Kondisi kesehatan dari penyakit
gagal ginjal sangat mempengaruhi kondisi psikis dari penyandangnya. (Nur Aini dan Nur Asiyah, Jurnal Penelitian Psikologi, No. 1, 2013 : 35-45).
Menurut Jersild (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penerimaan diri
adalah individu menerima dirinya sendiri dan yakin akan standar-standar serta pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki
perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang di milikinya, merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginanya, serta menyadari
kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri.
Jersild (1958) menggambarkan penerimaan diri melalui pemahaman poses
yang mencakup persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan infeoritas sebagai gejala penolakan diri, respon atas penolakan dan kritikan, kesimbangan
antara “real self” dan “ideal self”, penerimaan diri dan penerimaan orang lain, penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri, Penerimaan diri,
Pre Renal Renal Post
Renal
Dewasa Madya Penderita Gagal Ginjal terminal
Stadium
Pemahaman poses yang mencakup persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
Penerimaan Diri dan Penerimaan Orang Lain
Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
Menuruti kehendak dan menonjolkan diri
Perasaan rendah diri sebagai gejala penolakan diri
Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
Respon Atas Penolakan dan Kritikan