• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara gejala Climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara gejala Climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan - USD Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA GEJALA CLIMATERIC DENGAN PENERIMAAN DIRI PEREMPUAN DEWASA PERTENGAHAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Valensia Putri Adhyartasari 149114087

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Halaman Motto dan Persembahan

Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan,

Dialah yang mempunyai pertimbangan dan

pengertian... (Ayub 12 : 13)

USAHA AKAN MEMBUAHKAN HASIL

SETELAH SESEORANG TIDAK MENYERAH.... (Napoleon Hill)

LEARN BEFORE EARN,

PLAN BEFORE SPEND (Merry Riana)

Success is Stumbling from Failure to Failure

With no loss of Enthusiasm....

(Winston S. Churchill)

(5)

v

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

Penulis,

(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA GEJALA CLIMATERIC DENGAN PENERIMAAN DIRI PEREMPUAN DEWASA PERTENGAHAN

Valensia Putri Adhyartasari

ABSTRAK

Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan. Hipotesis penelitian adalah ada hubungan negatif antara gejala

climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan. Subjek

penelitian ini terdiri dari 61 perempuan dewasa dengan batasan usia 40-65 tahun dan bertempat tinggal di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Greene Climateric Scale (Greene, 1976) dan Berger Self-Acceptance Scale (Berger, 1951). Koefisien alfa-cronbach Greene Climateric Scale sebesar 0,894. Koefisien alfa-cronbach Berger Self-Acceptance Scale sebesar 0,875. Hasil penelitian ini telah memenuhi uji asumsi yaitu linier dan normal. Data penelitian ini dianalisis menggunakan Pearson Correlation. Hasil koefisien korelasi sebesar -0,307 dengan p sebesar 0,008 (p<0,05). Penelitian ini memberikan hasil bahwa ada hubungan negatif signifikan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa semakin gejala climateric rendah maka semakin tinggi penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

(7)

vii

RELATIONSHIP BETWEEN CLIMATERIC SYMPTOMS AND SELF-ACCEPTANCE OF MIDDLE ADULTHOOD WOMEN

Valensia Putri Adhyartasari

ABSTRACT

This quantitative study aims to ascertain whether there is a relationship between climateric symptoms and self-acceptance of middle adulthood women. The research hypothesis is that there is a negative relationship between climateric symptoms and self-acceptance of middle adulthood women. The subjects of this study consisted of 61 adult women with an age limit of 40-65 years residing in Yogyakarta. Greene Climateric Scale (Greene, 1976) and Berger Self-Acceptance Scale (Berger, 1951) are used for collecting data. The alfa-cronbach of the Greene Climateric Scale is 0.894. The alfa-cronbach of the Berger Self-Acceptance Scale is 0.875. The assumption result of this research are linier and normal. Pearson Correlation was used to analyze the data. The result of the correlation coefficient is -0.307 with p equal to 0.008 (p <0.05). The results show that there is a significant negative relationship between climateric symptoms and self-acceptance of middle adulthood women. In this case, it can be interpreted that the lower the climateric symptoms, the higher the self-acceptance of middle adulthood women.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma : Nama : Valensia Putri Adhyartasari

Nomor Mahasiswa : 149114087

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Antara Gejala Climateric dengan Penerimaan Diri Perempuan Dewasa Pertengahan

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan yang saya buat ini dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal :

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan karunia-Nya, karya ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Kiranya karya yang berupa skripsi ini pun dapat menjadi berkat dan berguna bagi penunjang sumber keilmuan terkhusus bagi bidang Psikologi. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi dalam program studi Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi yang telah disusun ini berjudul “Hubungan Antara Gejala Climateric dengan Penerimaan Diri Perempuan Dewasa Pertengahan”.

Proses pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhirnya tentu tidak terlepas dari banyak pribadi yang dengan tangan terbuka bersedia untuk memberikan dukungan dan bantuannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.App., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih kepada penulis. Terimakasih atas kesediaan waktu, ilmu, dan pengetahuan yang telah diberikan di dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Diana Permata Sari, S.Psi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing kedua

yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih kepada penulis pula. Terimakasih atas kesediaan waktu, ilmu, dan pengetahuan yang telah diberikan di dalam proses penyusunan skripsi ini.

(10)

x

5. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik, mengajar, dan memberikan pengetahuannya kepada penulis dalam proses studi dan proses pembuatan skripsi.

6. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia membantu penulis di dalam proses pengerjaan skripsi. 7. Seluruh staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah

membantu penulis selama proses pembuatan skripsi.

8. Bapak Ketua RW Perum Nogotirto 1, Gamping, Sleman, Yogyakarta yang telah bersedia dan memberikan izinnya kepada penulis selama proses penelitian. Terimakasih atas kerjasama yang diberikan.

9. Subjek penelitian yaitu Ibu-Ibu Perum Nogotirto 1, Sleman, Yogyakarta dan perempuan dewasa tengah yang telah berkenan dan bersedia untuk mengikuti proses penelitian. Semoga Tuhan selalu memberikan berkat dan kasih-Nya.

10.Penerjemah : Mas Stefan dan Mbak Inggit yang telah bersedia membantu penulis di dalam proses penelitian.

11.Keluargaku : Bapak, Ibu, dan Adikku Nanta yang selalu memberikan doa, dukungan, cinta kasih, semangat, dan bimbingannya kepada penulis. Terimakasih atas semua hal yang telah diberikan kepada penulis. Kiranya kasih dan anugerah Tuhan selalu beserta kalian.

12.Sahabat-sahabat yang terbaik dalam hidupku : Feli, Claudia, Karin, Angel, Intan, Fiyo, Fendy, Dewa, dan Onel yang selalu memberikan doa, dukungan, bantuan, dan mengingatkan untuk terus semangat. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Terimakasih atas canda, tawa, suka, duka, dan tangis bersama kalian. Kiranya kasih Tuhan bersama kalian selalu.

(11)

xi

14.Teman-teman KKN dusun Cremo : Mbak Inggit, Dewa, Eci, Dewi, Inda, dan Abel atas dukungan yang diberikan melalui semangat dan dukungannya kepada peneliti. Terimakasih pula atas canda, tawa, tangis, dan kebahagiaan bersama kalian. Kiranya Tuhan selalu menyertai kalian. 15.Teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2014, khususnya kelas

D. Terimakasih atas kasih, canda, tawa, suka, duka, kebahagiaan, dukungan, doa, dan dinamikanya selama proses perkuliahan. Sukses selalu untuk kalian.

16.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas doa dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRCT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

(13)

xiii

2. Aspek-Aspek Gejala Climateric ... 12

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Climateric ... 16

B. Penerimaan Diri Perempuan Dewasa Pertengahan ... 19

1. Definisi Penerimaan Diri ... 19

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri ... 21

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 22

C. Teori Perkembangan ... 31

D. Hubungan antara Gejala Climateric dengan Penerimaan Diri Perempuan Dewasa Pertengahan ... 34

E. Skema penelitian... 40

F. Hipotesis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Prosedur ... 43

F. Metode Pengumpulan Data ... 43

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 50

H. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Pelaksanaan Penelitian ... 55

(14)

xiv

C. Deskripsi Data Penelitian ... 57

D. Hasil Penelitian ... 61

E. Analisis Tambahan ... 64

F. Pembahasan ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Keterbatasan Penelitian ... 78

C. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Item Greene Climateric Scale ....... 46

Tabel 2. Blueprint GreeneClimateric Scale ... 46

Tabel 3. Skor Item BergerSelf-Acceptance Scale ... 49

Tabel 4. Blueprint BergerSelf-Acceptance Scale ... 49

Tabel 5. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 56

Tabel 6. Deskripsi Status Pekerjaan Subjek Penelitian ... 56

Tabel 7. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 57

Tabel 8. Kategori Skor Gejala Climateric dan Distribusi Skor Subjek ... 59

Tabel 9. Kategori Skor Penerimaan Diri dan Distribusi Skor Subjek ... 59

Tabel 10. Data Teoritis dan Data Empiris ... 59

Tabel 11. Signifikansi antara Mean Teoritis dan Mean Empiris Gejala Climateric ... 60

Tabel 12. Signifikansi antara Mean Teoritis dan Mean Empiris Penerimaan Diri ... 60

Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 62

Tabel 14. Hasil Uji Linearitas ... 63

Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis ... 63

Tabel 16. Perbandingan Rata-Rata Status Pekerjaan dengan Gejala Climateric ... 64

Tabel 17. Signifikansi Perbandingan Rata-Rata Status Pekerjaan dengan Gejala Climateric ... 64

Tabel 18. Perbandingan Rata-Rata Status Pekerjaan dengan Penerimaan Diri ... 65

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala ... 86

Lampiran 2. Reliabilitas Skala I & II Data Tryout dan Data Sesungguhnya ... 103

Lampiran 3. Deskrispsi Subjek Penelitian dan Deskripsi Data Penelitian .... 107

Lampiran 4. Hasil Uji Mean Teoritis dan Mean Empiris ... 110

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 114

Lampiran 6. Uji Linearitas ... 116

Lampiran 7. Uji Hipotesis ... 118

Lampiran 8. Hasil Penelitian Tambahan ... 120

Lampiran 9. Form Penilaian Validitas Isi Greene Climateric Scale dan Berger Self-Acceptance Scale ... 122

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan yang terjadi dalam diri manusia yang berkaitan dengan bertambahnya ukuran maupun kemampuan pada fungsi tubuh (Reber & Reber, 2010). Perkembangan adalah urutan perubahan-perubahan di sepanjang masa hidup manusia yang tidak dapat diulang kembali yang mengarah pada proses pendewasaan (Reber & Reber, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan manusia berlangsung dengan cepat saat berada pada masa kanak-kanak hingga masa dewasa awal (Santrock, 2012). Akan tetapi saat memasuki usia dewasa tengah, pertumbuhan pada individu akan mengalami penurunan secara perlahan yang mengakibatkan berbagai perubahan fungsi tubuh (Proverawati, 2010). Menurunnya fungsi tubuh pada laki-laki dan perempuan mulai terjadi pada rentang usia 40-65 tahun (Berk, 2012; Feldman, Old, & Papalia, 2011).

(19)

reproduksi (Berk, 2012). Perubahan fisiologis pada perempuan dewasa pertengahan tersebut sesuai dengan hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada seorang perempuan di tahap perkembangan dewasa pertengahan. Perempuan ini merasakan kondisi tubuhnya sudah tidak seperti dahulu. Sebelum usia 45 tahun, ia dapat melakukan beberapa tugas sekaligus namun saat ini, beliau lebih mudah lelah, otot dan tulang sering terasa sakit, cepat berkeringat karena merasa panas pada bagian tubuh tertentu, dan sering mengalami sakit kepala. Sehingga perempuan ini merasa sangat terganggu dengan kondisi tersebut yang menyebabkan aktivitasnya juga terganggu.

(20)

Neurotransmiter di otak terdiri dari hormon dopamin, hormon serotonin, dan hormon endorphin. Fungsi hormon dopamin antara lain mengatur fungsi motorik, meregulasi emosi, proses pembelajaran perilaku, kekebalan tubuh, motivasi, dan perilaku seks (Proverawati, 2010). Fungsi hormon serotonin antara lain mengatur suasana hati dan mengatur aktivitas tidur (Proverawati, 2010). Sedangkan fungsi hormon endorphin antara lain persepsi rasa nyeri, pernafasan, suhu tubuh, tekanan darah, ingatan, dan tingkah laku seksual (Proverawati, 2010). Ketika pesan dari otak yang harus ditransmisikan ke bagian-bagian tubuh tidak tersampaikan dengan sempurna maka perempuan mulai merasakan adanya berbagai gejala yang terjadi pada tahap climateric (Proverawati, 2010). Gejala climateric adalah indikator yang muncul secara fisiologis dan psikologis pada perempuan yang disebabkan oleh hormon akibat peralihan dari fase reproduksi menuju fase masa tua (Baziad, 2003; Kartono, 2007; Reber & Reber, 2010).

(21)

2014). Hal ini terjadi karena pada tahap climateric hormon estrogen mulai menurun, sehingga fungsi estrogen sebagai pelindung perempuan menjadi tidak berjalan normal, sehingga berbagai gejala climateric pun muncul (Sulisetyawati, 2011; Suparni & Trisnawati, 2014).

Jika dilihat dari fungsi sosial dan emosional, perempuan yang berada pada masa usia dewasa pertengahan akan mengalami konsep pemerolehan dan kehilangan (Santrock, 2012). Perempuan akan mengalami masa puncak pada dukungan sosial budaya seperti pendidikan, karir, dan relasi namun pada masa ini pula perempuan mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsi fisiologis dan psikologisnya (Santrock, 2012). Penurunan fungsi biologis ini dapat membuat perempuan pada dewasa pertengahan merasa rendah diri dan sulit untuk menerima dirinya (Hurlock, 1980).

(22)

sosial, perspektif diri, pola asuh, perilaku sosial yang mendukung, keadaan fisik, pendidikan, dan usia (Hurlock, 1974; Jersild, 1965).

Bagi perempuan dewasa pertengahan, penerimaan diri penting untuk dimiliki karena penerimaan diri dapat memberikan kontribusi bagi diri individu yaitu mengenai tanggung jawab atas kondisi yang dialaminya (Margaretha & Paramita, 2013). Kondisi perempuan yang menerima dirinya, menurut Erikson, perempuan berada pada tahap generativity. Tahap ini merupakan suatu tahap di mana perempuan dapat menyatukan antara keinginan diri untuk memberikan kemampuannya kepada sesama atau generasi berikutnya, kemampuan dalam produksi kerja, dan menyalurkan gagasan-gagasan baru sebagai kontribusi untuk membangun dunia yang lebih baik tetapi tetap bertanggung jawab terhadap kondisi dirinya (Hurlock, 1974; Berk, 2012).

Sebaliknya, perempuan yang berada pada tahap stagnansi berarti perempuan menolak dirinya sehingga merasa tidak percaya pada dirinya sendiri, merasa diri tidak berharga, tidak layak untuk merasakan kepuasan ataupun kesuksesan, bahkan memandang orang lain dari sisi negatifnya (Jersild, 1965). Sehingga menurut Erikson, jika perempuan dewasa berada pada tahap stagnansi, ia menjadi individu yang tidak berkembang, menjadi egois, dan hanya menyalahkan kondisi dirinya (Hurlock, 1974; Berk, 2012).

(23)

usia dewasa awal dan kondisi psikologis yang akan mudah berubah (Hurlock, 1980). Penerimaan diri merupakan cara individu untuk dapat menyesuaikan diri dari berbagai perubahan kondisi fisiologis ataupun psikologis yang sedang dialaminya pada saat ini, yaitu pada tahap climateric (Margaretha & Paramita, 2013). Perempuan yang memiliki penerimaan diri maka ia merasakan adanya kepercayaan diri dan harga diri, sehingga perempuan terdorong untuk melihat diri dari sisi positif dan mampu menerima kondisinya pada tahap climateric (Daulay & Siregar, 2013). Selain itu, penerimaan diri merupakan dimensi dari kesejahteraan psikologis perempuan, di mana perempuan yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki kesejahteraan psikologi yang positif sehingga perempuan mampu untuk meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki terlepas dari kelemahannya (Daulay & Siregar, 2013). Di samping itu, penerimaan diri merupakan mediator terkuat atas kesadaran perempuan mengenai berbagai kondisi yang belum pernah perempuan hadapi, salah satu nya mulai munculnya gejala climateric (Aris & Rinaldi, 2015).

(24)

climateric sehingga perempuan merasa tidak mengalami perubahan pada fisiologis dan psikologisnya sebelum masuk tahap climateric dengan pada saat berada pada tahap climateric, sehingga konsep diri yang dimiliki tetap positif.

Selain itu, penelitian Suparni dan Trisnawati (2014) yang menghubungkan antara gejala climateric dengan tingkat kecemasan perempuan mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif antara gejala climateric dengan tingkat kecemasan. Di mana hasil yang didapatkan sebesar 81,8% perempuan yang mengalami gejala climateric dengan intensitas berat maka perempuan akan cenderung mengalami kecemasan.

Penelitian yang menghubungkan gejala climateric dengan sisi psikologis seperti konsep diri atau kecemasan cukup banyak diteliti, akan tetapi penelitian yang menghubungkan antara gejala climateric dengan penerimaan diri belum banyak diteliti. Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat fenomena ini dengan melihat hubungan antara gejala climateric pada penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

B. RUMUSAN MASALAH

(25)

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah guna mengetahui hubungan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah melihat secara empirik hubungan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat berguna dalam pengembangan bidang psikologi perkembangan, khususnya yang berhubungan dengan perkembangan fisiologis dan psikologis perempuan dewasa pertengahan.

2. Manfaat Praktis

(26)
(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. GEJALA CLIMATERIC

1. Definisi Climateric

Climateric, yaitu peralihan dari fase reproduksi menuju fase masa tua (senium) yang terjadi karena menurunnya fungsi generatif ovarium (Baziad, 2003). Menurut Kartono (2007), climateric berasal dari kata climater, yaitu tahun perubahan yang cukup besar pada fisik dan psikis, dengan kemampuan secara vitalitas mengalami kemunduran. Kartono (2007) pun mengatakan bahwa climateric disebut sebagai periode kritis. Hal ini dikarenakan adanya perubahan-perubahan dalam sistem hormonal yang mempengaruhi perubahan pada fisik dan psikis perempuan yang sedang mengalaminya.

(28)

yang dimulai antara 2-5 tahun sebelum mengalami menopause, di mana siklus menstruasi sudah mulai mengalami ketidakteraturan (Proverawati, 2010). Masa Pramenopause biasa terjadi pada usia sekitar 40-50 tahun (Proverawati, 2010). Di Indonesia, pramenopause dialami oleh perempuan yang sudah memasuki usia 40 tahun (Proverawati, 2010). Manson (2014) mengatakan pramenopause dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan masa yang mendahului terlebih dahulu sebelum masa menopause itu datang. De Franciscis (2007) mengatakan fase pramenopause dapat berlangsung hingga 10 tahun sebelum memasuki fase selanjutnya yaitu menopause (Santrock, 2009).

(29)

Fase ketiga, yaitu pascamenopause adalah fase terakhir dari gejala climateric setelah lebih dari 1 tahun tidak lagi mengalami siklus menstruasi dan ovarium tidak berfungsi sama sekali (Baziad, 2003). Fase pascamenopause dapat terjadi antara usia 60-65 tahun (Baziad, 2003; Gosden, 2007, dalam Santrock, 2009).

Sehingga peneliti memberikan kesimpulan, gejala climateric adalah indikator yang muncul secara fisiologis dan psikologis pada perempuan yang disebabkan oleh hormon akibat peralihan dari fase reproduksi menuju fase masa tua (Baziad, 2003; Kartono, 2007; Reber & Reber, 2010).

2. Aspek-Aspek Gejala Climateric

Aspek-aspek gejala climateric terdiri dari gejala atau symptoms yang terjadi pada tahap climateric. Aspek-aspek tersebut dibagi menjadi tiga yaitu aspek psikologis, aspek fisik, dan aspek vasomotor. Aspek-aspek tersebut antara lain :

a. Aspek Psikologis

Neugarten dan Kraines (1965) memberikan sejumlah aspek-aspek psikologisyang menjadi gejala climateric :

1) Merasa cemas dan mudah marah 2) Merasa sedih dan depresi

3) Merasa terlupakan

(30)

5) Mengalami sulit tidur 6) Tidak dapat berkonsentrasi 7) Menangis terus-menerus

8) Merasa cemas dengan keadaan tubuh saat ini 9) Mudah merasa panik dan takut

b. Aspek Fisik

Neugarten dan Kraines (1965) mengemukakan sejumlah aspek-aspek fisik sebagai gejala atau symptoms climateric. Aspek-aspek fisik tersebut antara lain :

1) Merasa pusing yang berputar

2) Merasa tertekan di kepala atau badan 3) Mati rasa di bagian tubuh

4) Bertambahnya berat badan

5) Adanya rasa sakit di bagian payudara 6) Mengalami diare atau sembelit

7) Seperti ada sesuatu yang menjalar di permukaan kulit 8) Sakit kepala

9) Merasa lemas dan sulit untuk bernafas

(31)

c. Aspek Vasomotor

Vasomotor berkaitan dengan saraf yang mengontrol otot-otot pada pembuluh darah dalam tubuh manusia (Reber & Reber, 2010). Neugarten dan Kraines (1965) memberikan sejumlah aspek-aspek vasomotor sebagai gejala climateric :

1) Memori mengalami penurunan 2) Hot flush

3) Tangan dan kaki terasa dingin

Gejala vasomotor lain yang biasanya dirasakan oleh perempuan pada gejala climateric antara lain (Proverawati, 2010): 1) Adanya hot flush

Hot flush merupakan perasaan panas dari dada hingga wajah, sehingga menyebabkan wajah dan leher berkeringat. Saat hot flush terjadi, kulit menjadi kemerahan disertai rasa panas di bagian dada dan lengan. Hot flush ini terjadi beberapa bulan sebelum dan sesudah berhentinya menstruasi (menopause). Akan tetapi terdapat 25%-50% perempuan mengalami hot flush sampai lebih dari 5 tahun. Hot flush dialami oleh sekitar 75% perempuan pramenopause sampai menopause terjadi. Durasi waktu terjadinya hot flush selama 30 detik hingga 5 menit.

(32)

Berkeringat di malam hari juga dapat terjadi selama climateric. Tidak hanya keluarnya keringat yang dirasakan, namun disertai gemetar pada tubuh. Durasi waktu terjadinya night sweat selama 30 detik sampai 5 menit.

3) Insomnia (susah tidur)

Salah satu gejala vasomotor yang menjadi bagian dari gejala climateric yaitu beberapa perempuan mengalami kesulitan tidur, seperti tidak dapat tidur dengan mudah atau terbangun pada dini hari. Salah satu penyebab dari insomnia pada masa menuju menopause ini adalah hot flush. Secara hormonal, insomnia ini disebabkan karena rendahnya kadar serotonin yang disebabkan karena kadar endorfin yang rendah pula. Serotonin dan endorfin ini berkaitan dengan suasana hati, mengatur aktivitas tidur, suhu tubuh, tekanan darah, ingatan, dan persepsi terhadap rasa nyeri.

4) Penurunan daya ingat

Perununan daya ingat ini dikarenakan adanya penurunan pada hormon endorfin. Hormon ini menjalankan fungsi yang berhubungan dengan ingatan. Ketika hormon ini memiliki kadar yang rendah, maka daya ingat yang dimiliki seseorang pun juga mengalami penurunan.

(33)

Inkontinensia urin merupakan keadaan di mana kandung kemih mengalami kesulitan untuk menampung air seni dalam waktu yang cukup lama. Inkontinensia urin ini terjadi karena adanya penurunan dari kadar hormon estrogen. Kadar estrogen yang menurun ini memberikan dampak pada elastisitas dan kekuatan dari kandung kemih di dalam menampung urin.

Beberapa perempuan mengalami inkontinensia urin saat bersin, batuk, tertawa, bahkan berjalan. Inkontinensia urin pun akan lebih mungkin terjadi pada perempuan yang telah memasuki fase pascamenopause sekitar 15%-50%.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Climateric

Menurut Proverawati (2010) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gejala climateric :

a. Faktor psikis

(34)

Oleh karena itu, gejala climateric yang berupa gejala-gejala fisiologis dan psikologis tersebut akan dirasakan apabila psikis perempuan tidak stabil.

b. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi dapat mempengaruhi faktor fisik dan kesehatan seseorang. Apabila faktor sosial ekonomi ini berada pada tingkat cukup baik maka akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis seseorang itu. Greenwood (1986) menambahkan bahwa perempuan yang memiliki pekerjaan yang menarik, penghasilan tetap, merasa dirinya berguna, ataupun memiliki kesibukan biasanya melaporkan lebih sedikit merasakan gejala climateric. Gejala climateric yang berupa gejala fisiologis dan psikologis dapat berkurang atau jarang dirasakan oleh perempuan karena beban yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomi telah terpenuhi.

c. Budaya dan lingkungan

(35)

terlebih mereka yang telah mencapai usia dewasa pertengahan (Greenwood, 1986). Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan dengan lingkungan yang memiliki tuntutan tinggi akan keoptimalan diri akan lebih merasakan gejala climateric. d. Hormonal

Sistem reproduksi pada perempuan saat mulai memasuki climateric mulai mengalami penurunan dalam keberfungsiannya. Mulai menurunnya fungsi sistem reproduksi perempuan disebabkan oleh adanya penurunan jumlah sel-sel folikel telur akibat berkurangnya produksi dari hormon reproduksi perempuan yaitu progesteron, inhibin, dan estrogen (Proverawati, 2010). Akan tetapi, hormon yang memberikan pengaruh yang kuat bagi keberfungsian fisiologis dan psikologis perempuan adalah hormon estrogen.

(36)

dari menurunnya kadar dopamin, serotonin, dan endorphin sebagai neurotransmiter yang berperan sebagai penstabil dan penjaga bagi fisiologis dan psikologis perempuan menjadi tidak berfungsi normal (Proverawati, 2010). Sehingga menyebabkan terjadinya gejala climateric (Proverawati, 2010).

B. PENERIMAAN DIRI PEREMPUAN DEWASA PERTENGAHAN

1. Definisi Penerimaan Diri

Penerimaan diri merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan seseorang dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (Rogers, 1951 & Scott, 1968, dalam Shepard, 1979). Reber dan Reber (2010) mengatakan penerimaan diri merupakan sikap seseorang menerima dirinya terhadap berbagai talenta, berbagai kemampuan dan nilai-nilai diri yang dimiliki, serta sebuah pengakuan realistik terhadap keterbatasan yang dimiliki.

(37)

Jersild (1971) menambahkan bahwa orang yang menerima dirinya pasti memiliki pandangan yang realistik terhadap kemampuan yang dimiliki dipadukan dengan penghargaan terhadap diri sendiri yang dinilai berharga (Hurlock, 1974; Sheerer, 1949, dalam Cronbach, 1963). Selain itu, orang yang menerima dirinya memiliki kepastian mengenai standar-standar dan keyakinan-keyakinan dirinya tanpa ditekan dengan pendapat yang diberikan oleh orang lain terhadap dirinya dan menilai secara realitas keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya tanpa adanya pandangan diri yang tidak rasional (Hurlock, 1974). Mereka juga menyadari kelemahan yang dimiliki tanpa menyalahkan diri mereka sendiri atas kelemahan tersebut (Hurlock, 1974).

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamidah dan Putri (2012) yang mengatakan bahwa seseorang dikatakan telah memiliki penerimaan diri apabila ia telah mampu memahami dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Supratiknya (1995) pun mengatakan pula bahwa penerimaan diri merupakan penghargaan terhadap diri sendiri, rela mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain, serta dapat menerima diri terhadap orang lain.

(38)

hidup dan kebahagiaannya, sehingga tidak hanya terbuka untuk diri sendiri tetapi juga terbuka dengan lingkungan yang dimilikinya (Hurlock, 1974; Shepard, 1979; Reber & Reber, 2010; Supratiknya, 1995; Sheerer, 1949, dalam Cronbach, 1963).

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri

Sheerer (1949) mengemukakan aspek-aspek dari penerimaan diri antara lain (Cronbach, 1963) :

a. Memiliki kepercayaan atas kemampuan diri untuk dapat menghadapi kehidupan.

b. Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain. c. Tidak memandang dirinya sebagai orang yang aneh atau

abnormal.

d. Tidak mengharapkan dirinya ditolak atau dikucilkan oleh orang lain.

e. Tidak takut ataupun malu apabila dicela oleh orang lain. f. Bersedia bertanggung jawab terhadap setiap tingkah lakunya. g. Mengikuti standar hidup yang dimilikinya sendiri daripada

mengikuti tekanan dari luar dirinya.

h. Mampu menerima segala pujian, saran, dan kritikan secara objektif.

(39)

j. Tidak menyangkal kata hati, emosi-emosi, ataupun rasa bersalah atas keterbatasan ataupun kelebihannya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri menurut Hurlock (1974) sebagai berikut :

a. Pemahaman diri

Pemahaman diri merupakan persepsi seseorang mengenai dirinya, tanpa berpura-pura, bersifat realistis, dan tanpa adanya tipu daya. Orang dengan pemahaman diri positif tidak hanya sekadar menyadari kenyataan mengenai dirinya tetapi benar-benar memahami arti dari setiap kenyataan yang dimiliki oleh dirinya.

Di dalam memahami diri, seseorang tidak hanya bergantung pada kapasitas intelektual yang dimilikinya yang berupa kemampuan daya penerimaan informasi seseorang tersebut terhadap dirinya, tetapi juga berbagai kesempatan yang didapatkan orang tersebut untuk menggali dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki pemahaman diri yang positif pasti memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki tanpa mendapatkan tekanan dari orang lain.

(40)

untuk melihat dirinya yang hanya berdasar pada apa yang ia inginkan dalam dirinya bukan melihat bagaimana dirinya yang sesungguhnya. Saat seseorang tersebut tidak ingin melihat kenyataan dirinya, maka sebenarnya ia menipu dirinya sendiri dan hanya menutupi dirinya dengan berbagai hal yang dia inginkan. Pemahaman diri bersifat negatif akan mendorong ketidakcocokan antara konsep diri idealnya yang berupa pandangan seseorang tersebut terhadap apa yang dirinya inginkan dengan penilaian dari orang lain mengenai dirinya. Ketika konsep diri ideal tidak sesuai dengan penilaian dari orang lain maka penerimaan akan diri yang dimiliki seseorang tersebut akan bersifat negatif karena pemahaman orang tersebut akan dirinya pun bersifat negatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan beriringan satu sama lain.

b. Adanya harapan-harapan yang realistis

Setiap manusia pasti memiliki harapan dalam kehidupannya. Saat harapan-harapan yang ingin dicapainya menjadi kenyataan dengan berbagai kesempatan yang dimiliki seseorang itu, maka seseorang ini berusaha untuk mencapai kepuasan hidupnya. Kepuasan hidup ini merupakan aspek penting bagi penerimaan diri dari seseorang tersebut.

(41)

yang dimilikinya, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi harapan, serta kemampuan (skill) yang dibutuhkan untuk mencapai harapan-harapan tersebut.

Jersild (1965) mengatakan bahwa di dalam seseorang mencapai sebuah harapan maka memerlukan keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”. Pada saat seseorang memiliki sebuah harapan, mereka menyadari bahwa harapan tersebut adalah sesuatu yang harus mereka perjuangkan. Hal ini karena menurut Sheerer (1949) mereka yang memiliki harapan atas hidupnya harus tetap bertanggungjawab atas perilakunya (Cronbach, 1963). Akan tetapi, saat terdapat pembatas antara konsep diri ideal (ideal self) dengan konsep diri yang sesungguhnya (real self) yang didasari pada harapan-harapan yang tidak realistis, maka seseorang tersebut akan menolak dirinya sendiri dan penerimaan diri pun tidak terbentuk positif. c. Perilaku-perilaku sosial yang mendukung

(42)

sosial kepada seseorang individu inilah yang dapat membentuk sikap diri pada individu tersebut. Saat sikap diri individu diterima dan didukung oleh kelompok sosialnya, maka penerimaan dirinya terbentuk positif.

d. Kondisi emosi yang menyenangkan dan tidak adanya tekanan Kondisi emosi menyenangkan yang tercipta di dalam diri individu maupun lingkungan sekitar individu, dapat memberikan dampak berupa peningkatan relaksasi diri dan kebahagiaan. Kondisi emosi yang menyenangkan mampu memberikan kontribusi bagi proses evaluasi sosial yang merupakan basis utama dalam evaluasi diri dan penerimaan diri seseorang.

Kondisi emosi individu menyenangkan atau justru adanya tekanan dapat pula dikarenakan faktor hormonal. Hormon tersebut adalah hormon estrogen. Hormon estrogen yang masih diproduksi dengan baik maka dapat menjaga kinerja dari dopamin, serotonin, dan endorphin yang bekerja sebagai pengantar pesan dalam hal salah satunya yaitu regulasi emosi (Proverawati, 2010). Ketika regulasi emosi perempuan berjalan dengan baik tentu membuat perempuan mampu untuk mengenal dan memahami emosi yang dirasakannya (Aris & Rinaldi, 2010).

(43)

Apabila perilaku yang ditunjukkan kepada orang lain atau lingkungan bersifat negatif maka perilaku tersebut dapat mempengaruhi reaksi dan evaluasi sosial kepada individu (Hurlock, 1974). Seperti pada paragraf sebelumnya, dijelaskan bahwa evaluasi sosial memberikan kontribusi bagi evaluasi diri yang membentuk penerimaan diri seseorang (Hurlock, 1974). e. Frekuensi pengalaman sukses

Tingkat pengalaman sukses yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan proses penerimaan diri seseorang. Bagi seseorang yang memiliki pengalaman sukses yang lebih besar maka ia akan dengan mudah menerima dirinya. Akan tetapi, bagi seseorang yang memiliki pengalaman yang bersifat gagal lebih besar maka ia akan memilih untuk melakukan penolakan terhadap dirinya. Hal tersebut karena pengalaman sukses lebih penting dan bermakna daripada kegagalan berdasarkan pendapat sosial dan diri sendiri.

f. Adanya identitas diri yang sesuai dengan pendapat sosial

(44)

itu pun juga terbentuk. Sehingga ketika seseorang memiliki identitas diri positif dan dilanjutkan dengan sikap hidup yang positif pula, maka hal tersebut dapat membawa diri seseorang ke arah penilaian diri dan penerimaan diri yang sesuai.

g. Perspektif diri

Seseorang yang dapat melihat dirinya sama seperti orang lain melihat dirinya maka ia memiliki pemahaman pada perspektif dirinya. Seseorang dengan perspektif diri yang positif dapat berasal dari bagaimana kemampuan mengendalikan, mengelola, dan memodifikasi emosi yang dimiliki ke arah yang tepat, sehingga seseorang tersebut dapat mengorganisir dirinya untuk berperilaku yang tepat (Aris & Rinaldi, 2015). Oleh karena itu, seseorang yang memiliki perspektif diri yang positif dapat dikatakan ia memiliki penerimaan diri yang positif pula.

h. Pola asuh

(45)

individu. Sehingga anak belajar untuk menghargai dirinya dan merasa bertanggung jawab atas tingkah lakunya. Sehingga konsep dirinya pun terbentuk, di mana konsep diri merupakan dasar pembentukan penerimaan diri.

i. Konsep diri yang stabil

Konsep diri yang stabil merupakan salah satu jalan bagi individu dalam melihat dirinya yang sesungguhnya dan bersifat konstan atau tidak berubah-ubah. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif dan stabil akan memiliki penerimaan diri yang positif, jika perempuan memiliki konsep diri yang negatif dan kurang stabil maka ia tidak akan memiliki penerimaan diri atas dirinya atau melakukan penolakan diri (Burns, 1993, dalam Hamidah dan Putri, 2012).

Jersild (1965) menambahkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang antara lain :

a. Usia

(46)

dengan kepribadian dari orang lain (Amatora, 1957, dalam Jersild, 1965).

Apabila dibandingkan saat usia remaja, perempuan dewasa pertengahan akan lebih mengenali dan menerima kualitas diri mereka dan merasa positif tentang diri dan kehidupan mereka (Berk, 2012).

b. Pendidikan

(47)

c. Dukungan sosial

Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Brandt (1958) yang menemukan bahwa para pelajar kelas 6 hingga 11 akan mengira-ngira seberapa baik diri mereka dengan cara membandingkannya dengan teman-teman sebayanya (Jersild, 1965). Brandt (1958) menemukan bahwa kelompok-kelompok yang dibentuk oleh para remaja akan mempengaruhi penampilan diri seorang remaja terhadap diri mereka sendiri (Jersild, 1965). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan orang lain kepada diri seseorang dapat memberikan penerimaan karakteristik diri seseorang.

d. Keadaan fisik

Kondisi fisik yang dimiliki oleh setiap individu tentu berbeda-beda. Seseorang yang menerima dirinya akan menerima keadaan tubuhnya dan melihat dirinya berdasarkan kualitas kehidupan yang dimilikinya tanpa menghukum diri mereka atas kondiri tubuh yang berada di luar kendali diri mereka (Jersild, 1965). seperti contoh “terdapat seorang perempuan yang memiliki tubuh

(48)

1965). Contoh tersebut menggambarkan bahwa perempuan tersebut menerima kondisi fisiknya tanpa menyalahkan diri atas kondisi yang dimilikinya, sehingga penerimaan diri yang dimiliki pun akan bersifat positif.

C. TEORI PERKEMBANGAN

Masa usia dewasa pertengahan adalah masa keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab terhadap relasi di tengah-tengah perubahan fisik dan psikologis yang berlangsung dengan proses penuaan (Lachman, 2004, dalam Santrock, 2012). Masa usia dewasa pertengahan terjadi ketika seseorang berada pada rentang usia 40-65 tahun (Berk, 2012; Feldman, Old, & Papalia, 2011).

Pada masa usia dewasa pertengahan ini individu akan mengalami konsep pemerolehan dan kehilangan (Santrock, 2012). Pada masa ini individu akan mengalami penurunan fungsi fisiologis dan psikologis mereka, akan tetapi mengalami masa puncak pada dukungan sosial budaya seperti pendidikan, karir, dan relasi (Lachman, 2004, dalam Santrock, 2012; Willis & Schaie, 2005, dalam Santrock, 2012).

(49)

pendengaran mengalami penurunan, dan fungsi sistem reproduksi yang mengalami penurunan.

Terkhusus sistem reproduksi terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Baziad (2003) memberikan gambaran mengenai perbedaan fertilitas antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut : usia 20-24 tahun, perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki fertilitas 100%. Usia 35-39 tahun, fertilitas perempuan hanya sejumlah 60% dan laki-laki masih memiliki fertilitas yang tinggi yaitu 95% (Baziad, 2003). Usia 45-49 tahun, fertilitas laki-laki masih mencapai 80% sedangkan perempuan hanya 5% saja (Baziad, 2003). Penurunan hormon estrogen pada perempuan yang drastis inilah yang menyebabkan gejala climateric terjadi sehingga perempuan merasakan gejala-gejala tersebut (Baziad, 2003).

(50)

Perubahan psikologis yang terjadi di usia dewasa pertengahan terutama bagi perempuan antara lain usia dewasa pertengahan dapat menjadi masa stres, penyebabnya adalah penyesuaian perubahan fisiologis, psikologis, peran, pola perilaku, dan sosial. Terdapat empat jenis stres pada masa usia pertengahan antara lain pertama, stres somatik yaitu stres yang disebabkan karena perubahan fisik yang terjadi pada masa dewasa pertengahan. Kedua, stres ekonomi, stres yang disebabkan oleh beban keuangan dari segala kebutuhan untuk mendidik anak dan kebutuhan keluarga. Ketiga, stres psikologis, yang dapat terjadi karena kematian pasangan ataupun saat anak meninggalkan rumah, kejenuhan dalam pernikahan, dan mendekati masa kematian.

Keempat, stres budaya, stres ini bergantung pada masing-masing budaya. Pada budaya barat yang menganggap bahwa masa muda individu tersebut merasa disanjung oleh orang lain karena kemampuan dan kesuksesan mereka yang masih baik kemudian beralih ke masa dewasa pertengahan yang mulai tidak dipandang sebaik dahulu. Akan tetapi, berbeda dengan budaya timur yang memandang masa dewasa pertengahan berarti mereka berada pada strata penghormatan yang lebih tinggi di dalam sosialnya (Menon, 2002, dalam Berk, 2012).

(51)

D. Hubungan antara Gejala Climateric dengan Penerimaan Diri Perempuan Dewasa Pertengahan

Ketika memasuki masa dewasa pertengahan, perempuan akan mengalami siklus transisi dalam hidup mereka yaitu climateric. Climateric ini terjadi dikarenakan mulai menurunnya hormon estrogen sehingga fungsi metabolisme menjadi berkurang dan gejala climateric mulai dirasakan oleh perempuan. Oleh karena itu, pengertian gejala climateric adalah indikator yang muncul secara fisiologis dan psikologis pada perempuan yang disebabkan oleh hormon akibat peralihan dari fase reproduksi menuju fase masa tua (Baziad, 2003; Kartono, 2007; Reber & Reber, 2010).

Mulai berkurangnya hormon estrogen ini memberikan pengaruh bagi keberfungsian fisiologis dan psikologis perempuan. Ketika hormon estrogen menurun maka aliran darah menuju ke otak menjadi berkurang dan menyebabkan metabolisme otak berkurang (Proverawati, 2010). Hal tersebut karena neurotransmiter (pengantar pesan) di otak tidak berjalan normal (Proverawati, 2010). Neurotransmiter tersebut antara lain hormon dopamin, hormon serotonin, dan hormon endorphin.

(52)

persepsi rasa nyeri, pernafasan, suhu tubuh, tekanan darah, ingatan, dan tingkah laku seksual (Proverawati, 2010). Ketika pesan dari otak yang harus ditransmisikan ke bagian-bagian tubuh tidak tersampaikan dengan sempurna maka perempuan mulai merasakan berbagai gejala yang terjadi pada tahap climateric (Proverawati, 2010).

Gejala climateric secara garis besar terdiri dari pertama, gejala fisiologis yang terdiri dari merasakan pusing dan tertekan di kepala, bertambahnya berat badan, merasa sulit bernafas dan terasa lemas, adanya rasa sakit di bagian payudara, hot flush, keringat di malam hari dan merasakan sakit di bagian sepanjang leher serta punggung (Neugarten & Kraines, 1965). Kedua, gejala psikologis yang terdiri dari merasa cemas dan mudah marah, merasa sedih dan depresi, mudah tersinggung, merasa takut dan panik, dan merasa cemas dengan keadaan tubuh saat ini (Neugarten & Kraines, 1965).

(53)

Penerimaan diri adalah sikap menerima dan terbuka terhadap segala kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, merasa telah memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaannya, sehingga tidak hanya terbuka untuk diri sendiri tetapi juga terbuka dengan lingkungan yang dimilikinya (Hurlock, 1974; Johnson, 1981; Shepard, 1979; Supratiknya, 1995; Sheerer, 1949, dalam Cronbach, 1963). Penerimaan diri ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keadaan fisik, dukungan sosial, pendidikan, usia, konsep diri yang stabil, pola asuh, perspektif diri, kesesuaian identitas diri dengan pendapat sosial, pengalaman sukses, kondisi emosi yang menyenangkan, perilaku sosial yang mendukung, harapan-harapan yang realistis, dan pemahaman diri.

(54)

ataupun psikologis yang sedang dialaminya pada saat ini (Margaretha & Paramita, 2013).

Aris dan Rinaldi (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa penerimaan diri perempuan dikatakan baik apabila perempuan tersebut memiliki regulasi emosi yang baik. Dalam penelitian tersebut, permasalahan yang dihadapi subjek adalah gejala-gejala yang muncul pada tahap climateric menyebabkan emosi perempuan menjadi tidak stabil dan bersifat negatif. Sehingga perempuan menjadi kurang mampu untuk mengenal, mengatur, dan mengendalikan emosi negatif seperti rasa cemas dan khawatir akan gejala climateric yang menyebabkan perubahan pada fisiologis dan psikologisnya. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi kurang siap untuk menghadapi dan menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.

(55)

yang realistis atas apa yang ia miliki, sehingga akhirnya membuat perempuan memiliki penerimaan diri yang positif.

Sebaliknya, ketika perempuan kurang mampu untuk mengenal dan memahami emosinya yang berarti regulasi emosi negatif menyebabkan kondisi emosi dalam diri perempuan menjadi tidak menyenangkan (Aris dan Rinaldi, 2015; Hurlock, 1974). Pada saat perempuan memiliki kondisi emosi kurang menyenangkan maka perilaku perempuan akan bersifat negatif (Hurlock, 1974). Kemudian evaluasi sosial terhadap diri perempuan menjadi negatif dan evaluasi sosial ini berdampak pada evaluasi diri yang tentu akan bersifat negatif, sehingga akan membentuk penerimaan diri yang bersifat negatif (Hurlock, 1974).

Hubungan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan dapat dikatakan bahwa gejala climateric yang dikarenakan adanya penurunan dari hormon estrogen menyebabkan fungsi dari para neurotransmiter menjadi tidak normal (Proverawati, 2010). Sehingga ketika gejala climateric, yang terdiri atas gejala fisiologis dan gejala psikologis dirasakan oleh perempuan maka akan memunculkan suatu kekhawatiran yang menyebabkan kondisi emosi perempuan menjadi tidak menyenangkan.

(56)

mengenal, memahami, dan mengatur emosinya, apakah positif atau negatif. Ketika regulasi emosi kurang stabil maka kondisi emosi dalam diri perempuan menjadi tidak menyenangkan dan akhirnya penerimaan diri perempuan menjadi negatif (Hurlock, 1974). Sebaliknya, ketika regulasi emosi cukup stabil maka kondisi emosi dalam diri perempuan menjadi menyenangkan dan akhirnya penerimaan diri perempuan menjadi positif (Hurlock, 1974).

(57)

PENERIMAAN DIRI NEGATIF

E. SKEMA PENELITIAN

Note. = Faktor yang menghubungkan kedua variabel secara tidak langsung.

Gambar 1. Skema hubungan antara gejala climacteric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan. Hubungan negatif tersebut berarti semakin rendah gejala climateric maka semakin tinggi penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan. Sebaliknya, semakin tinggi gejala climateric maka semakin rendah penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

(58)

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasi. Metode korelasi adalah salah satu metode penelitian dengan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Sugiyono, 2002). Hasil data penelitian dengan metode korelasi didapatkan melalui analisis skor jawaban subjek pada dua jenis skala. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan antara gejala climateric dengan penerimaan diri perempuan dewasa pertengahan.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini memiliki dua variabel antara lain : Variabel Bebas : gejala climateric

(59)

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Gejala Climateric

Gejala climateric adalah indikator yang muncul secara fisiologis dan psikologis pada perempuan yang disebabkan oleh hormon akibat peralihan dari fase reproduksi menuju fase masa tua (Baziad, 2003; Kartono, 2007; Reber & Reber, 2010).

2. Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah suatu sikap menerima dan terbuka terhadap segala kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, merasa telah memiliki kepuasaan hidup dan kebahagiaannya, sehingga tidak hanya terbuka untuk diri sendiri tetapi juga terbuka dengan lingkungan yang dimilikinya (Hurlock, 1974; Johnson, 1981; Shepard, 1979; Supratiknya, 1995; Sheerer, 1949, dalam Cronbach, 1963).

D. SUBJEK PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu suatu teknik pengumpulan sampel berdasarkan kriteria yang diperlukan oleh peneliti (Sugiyono, 2012).

Kriteria subjek yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Perempuan berusia 40-65 tahun.

(60)

E. PROSEDUR

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam adaptasi skala penelitian yang akan digunakan antara lain :

1. Meminta izin penggunaan skala kepada narasumber dalam hal ini pembuat skala.

2. Kedua skala tersebut diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia kemudian diubah kembali dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Kedua proses tersebut dilakukan oleh dua orang Sarjana Bahasa Inggris.

3. Membuat blueprint pada kedua skala untuk dilakukan validitas isi kepada satu orang expert judgement, yaitu dosen pembimbing dan dua orang peer judgement pada masing-masing skala untuk melihat item-item yang tepat.

4. Melakukan tryout item-item skala dan proses seleksi item pada data tryout.

5. Penyebaran item-item kedua skala kepada subjek penelitian sebagai data sesungguhnya.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

(61)

menggunakan respon subjek sebagai dasar penentuan skalanya dan digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial (Sugiyono, 2012). Fenomena sosial dalam penelitian ini telah ditetapkan oleh peneliti yaitu variabel penelitian, kemudian variabel yang hendak diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, dan indikator tersebut sebagai acuan di dalam menyusun item-item instrumen penelitian yang berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2012).

1. Skala Gejala Climateric

Skala gejala climateric dalam penelitian ini menggunakan Greene Climateric Scale (1976). Jenis skala ini merupakan skala Likert yang terdiri dari 21 pernyataan mengenai gejala climateric yang terdiri dari tiga aspek yaitu psikologis, fisik, dan vasomotor.

Greene Climateric Scale (1976) menggunakan dasar teori dari Neugarten dan Kraines (1965) yang mengemukakan aspek-aspek gejala climateric sebagai berikut :

a. Aspek psikologis

1) Merasa cemas dan mudah marah 2) Merasa sedih dan depresi

3) Merasa terlupakan

(62)

6) Tidak dapat berkonsentrasi 7) Menangis terus-menerus

8) Merasa cemas dengan keadaan tubuh saat ini 9) Mudah merasa panik dan takut

b. Aspek fisik

1) Merasa pusing yang berputar

2) Merasa tertekan di kepala atau badan 3) Mati rasa di bagian tubuh

4) Bertambahnya berat badan

5) Adanya rasa sakit di bagian payudara 6) Mengalami diare atau sembelit

7) Seperti ada sesuatu yang menjalar di permukaan kulit 8) Sakit kepala

9) Merasa lemas dan sulit untuk bernafas

10) Merasakan sakit di bagian sepanjang tulang leher dan punggung

c. Aspek vasomotor

1) Memori mengalami penurunan 2) Hot flush

(63)

Skala ini menggunakan format Likert dengan 4 kategori skor yaitu 0 sampai dengan 3. Kategori respon yang diberikan adalah “Tidak Pernah”, “Pernah”, “Sering”, dan “Sangat Sering”. Indikator

skor Greene Climateric Scale adalah semakin tinggi skor skala climateric maka gejala-gejala climateric semakin dirasakan sebaliknya semakin rendah skor skala climateric maka gejala-gejala climateric semakin kurang dirasakan (Greene, 1976; Neugarten & Kraines, 1965).

Berikut merupakan tabel dari pemberian skor dan blueprint Greene Climateric Scale :

Tabel 1

Skor ItemGreene Climateric Scale

Respon Skor

Aspek-Aspek Item Jumlah Item Psikologis

Merasa cemas dan mudah marah. Merasa sedih dan depresi. Merasa terlupakan.

Merasa bahagia yang terkadang tidak terkontrol. Mengalami sulit tidur.

Tidak dapat berkonsentrasi. Menangis terus-menerus.

Merasa cemas dengan keadaan tubuh saat ini. Mudah merasa panik dan takut.

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11

(64)

Fisik

Merasa pusing yang berputar.

Merasa tertekan di kepala atau badan. Mati rasa di bagian tubuh.

Bertambahnya berat badan.

Adanya rasa sakit di bagian payudara. Mengalami diare atau sembelit.

Seperti ada sesuatu yang menjalar di permukaan kulit.

Sakit kepala.

Merasa lemas dan sulit untuk bernafas. Merasakan sakit di bagian sepanjang tulang leher dan punggung.

Tangan dan kaki terasa dingin.

19, 20, 21 3 Item

Total 21 Item

2. Skala Penerimaan Diri

Skala penerimaan diri menggunakan Berger Self-Acceptance Scale (1951). Jenis skala Berger Self-Acceptance Scale ini merupakan skala Likert yang terdiri dari 36 pernyataan mengenai penerimaan diri. Dasar teori skala yang telah disusun oleh Berger (1951) menggunakan teori dari Sheerer (1949, dalam Cronbach, 1963) yang mengemukakan aspek-aspek dari penerimaan diri antara lain :

a. Memiliki kepercayaan atas kemampuan diri untuk dapat menghadapi kehidupan.

b. Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain. c. Tidak memandang dirinya sebagai orang yang aneh atau

(65)

d. Tidak mengharapkan dirinya ditolak atau dikucilkan oleh orang lain.

e. Tidak takut ataupun malu apabila dicela oleh orang lain. f. Bersedia bertanggung jawab terhadap setiap tingkah lakunya. g. Mengikuti standar hidup yang dimilikinya sendiri daripada

mengikuti tekanan dari luar dirinya.

h. Mampu menerima segala pujian, saran, dan kritikan secara objektif.

i. Tidak menyalahkan diri sendiri atas keterbatasan dirinya maupun penolakan terhadap kelebihannya.

j. Tidak menyangkal kata hati, emosi-emosi, ataupun rasa bersalah atas keterbatasan ataupun kelebihannya.

Skala ini menggunakan format Likert dengan 5 kategori skor yaitu 1 sampai dengan 5. Kategori respon yang diberikan adalah “Sangat Tidak Setuju”, “Tidak Setuju”, “Netral”, “Setuju”, dan “Sangat Setuju”. Indikator skor Berger Self-Acceptance Scale adalah

semakin tinggi skor skala maka penerimaan diri semakin tinggi sebaliknya semakin rendah skor skala maka penerimaan diri semakin rendah (Denmark, 1973).

(66)

Tabel 3

Skor ItemBerger Self-Acceptance Scale

Respon Favourable Unfavourable

Sangat Tidak Setuju 1 5

Aspek-Aspek Komponen dan Nomor Item Jumlah Item

Favorable Unfavorable

Memiliki kepercayaan atas kemampuan diri untuk dapat menghadapi kehidupan.

2, 15, 25 1, 11, 22, 36 7 Item

Tidak mengharapkan dirinya ditolak atau dikucilkan oleh orang lain.

- 10, 18, 33 3 Item

Tidak takut ataupun malu apabila dicela oleh orang lain.

21 5, 12, 35 4 Item Bersedia bertanggung jawab

terhadap setiap tingkah lakunya.

- 30 1 Item

Mengikuti standar hidup yang dimilikinya sendiri daripada mengikuti tekanan dari luar dirinya.

- 14, 26, 29, 34 4 Item

Mampu menerima segala pujian, saran, dan kritikan secara emosi-emosi, ataupun rasa bersalah atas keterbatasan ataupun kelebihannya.

- 8, 20, 23, 31 4 Item

Tidak memandang dirinya sebagai orang yang aneh atau abnormal.

(67)

Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain.

7, 19, 32 13, 16 5 Item

Total 36 Item

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

1. Validitas

Validitas instrumen adalah sejauh mana instrumen dapat mengukur apa yang ingin diukur (Suryabrata, 2008). Dalam penelitian ini jenis validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi adalah sebuah langkah untuk menelaah dan merevisi butir pertanyaan atau pernyataan berdasarkan pendapat profesional (profesional judgement) di bidangnya serta melihat taraf sejauh mana sampel item-item secara bersama merupakan definisi operasional yang memadai dari konstruk yang diukur (Suryabrata, 2008; Supratiknya, 2016).

(68)

Hasil skor validitas isi-skala (IVI-S) pada Greene Climateric Scale yaitu 0,95. Akan tetapi, terdapat skor validitas isi-item (IVI-I) pada item nomor 1, 6, dan 21 mendapat skor 0,67. Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan item tersebut karena skor pada item tersebut telah mendekati minimal skor IVI-I sebesar 0,7 dan apabila dibulatkan pun telah mencapai skor minimal IVI-I (Supratiknya, 2016). Sehingga, peneliti menganggap bahwa item-item tersebut tetap dapat digunakan. Sedangkan, hasil IVI-S pada Berger Self-Acceptance Scale yaitu 1 dan hasil IVI-I nya pada tiap-tiap item mendapat skor sebesar 1. Sehingga peneliti menetapkan untuk menggunakan seluruh item pada Berger Self-Acceptance Scale. Hasil lengkap perhitungan kuantifikasi validitas isi pada kedua skala ini dapat dilihat pada lampiran halaman 144.

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kekonsistenan suatu instrumen apabila digunakan oleh orang atau sekelompok orang yang sama dalam waktu yang berbeda atau digunakan oleh orang atau sekelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau berlainan dapat menunjukkan hasil yang tetap atau konsisten (Suryabrata, 2008).

(69)

secara lebih luas dan dikotomis (Supratiknya, 2014). Selain itu, peneliti memilih menggunakan teknik Alpha Cronbach karena item yang dihadirkan pada skala hanya berkisar 20-30 item (Supratiknya, 2014). Koefisien reliabilitas yang baik adalah ≥ 0,70 (Kline, 1986, dalam Supratiknya, 2014).

Pada penelitian ini, kedua skala merupakan skala adaptasi. Skala adaptasi merupakan penggunaan skala dengan tidak mengubah struktur ataupun isi dari skala tersebut, namun tetap disesuaikan bahasa dan budaya pada subjek penelitian (Beaton, Bombardier, Guillemin, & Ferraz, 2000). Sehingga tidak memerlukan proses seleksi item. Selain itu, tidak dilakukan proses seleksi item karena melihat dari skor alfa-cronbach pada kedua skala tidak mengalami kenaikan yang signifikan apabila dilakukan seleksi item.

H.METODE ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi Analisis Data

Uji asumsi analisis data ini dilakukan guna mendapatkan kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Uji asumsi terdiri dari dua tahap, antara lain :

a. Uji Normalitas

(70)

menggunakan Kolmogorov Smirnov karena data berskala interval dan jumlah subjek lebih dari 50 orang (Priyatno, 2012; Santoso, 2010). Syarat taraf signifikan (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) menjelaskan bahwa data tersebut berdistribusi normal dan dapat diuji dengan statistik parametrik (Noor, 2011; Priyatno, 2014; Santoso, 2010; Sugiyono, 2002). Apabila taraf signifikan (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka data tersebut berdistribusi tidak normal, sehingga data harus diuji menggunakan statistik non-parametrik (Noor, 2011; Priyatno, 2014; Santoso, 2010; Sugiyono, 2002).

b. Uji Linearitas

(71)

tersebut tidak mengikuti fungsi garis linear (Hadi, 2004; Priyatno, 2012, ; Sugiyono, 2002).

2. Uji Hipotesis

(72)

55 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data dilaksanakan tanggal 22 Maret-11 April 2018 di Perumahan Nogotirto 1, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Subjek penelitian merupakan perempuan berusia 40-65 tahun, bersedia secara sukarela menjadi subjek dalam penelitian ini, serta memiliki kemampuan membaca dan menulis. Menurut Azwar (2012) jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian kuantitatif minimal sejumlah 60 orang. Pada penelitian ini sampel yang didapatkan sejumlah 61 orang. Sehingga data tersebut dapat dianalisis lebih lanjut karena telah memenuhi syarat minimal jumlah subjek. Pengumpulan data dilakukan dengan meminta subjek untuk menjawab pernyataan-pernyataan pada Greene Climateric Scale yang berjumlah 21 item dan Berger Self-Acceptance Scale yang berjumlah 36 item, yang dijadikan satu dalam bentuk booklet.

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

(73)

Tabel 5 menggambarkan rentang usia subjek yaitu usia 40-45 tahun sejumlah 3 orang atau sebesar 4,9%. Usia 46-50 tahun sejumlah 23 orang atau sebesar 37,7%. Usia 51-55 tahun sejumlah 24 orang atau sebesar 39,3%. Usia 56-60 tahun sejumlah 8 orang atau sebesar 13,1%. Sedangkan usia 61-65 tahun sejumlah 3 orang atau sebesar 4,9%.

Tabel 6

Deskripsi Status Pekerjaan Subjek Penelitian

Status Pekerjaan Jumlah Persen Tidak Bekerja 23 37,7%

Bekerja 38 62,3%

Total 61 100%

Tabel 6 menunjukkan status pekerjaan subjek sejumlah 23 orang atau sebesar 37, 7% dengan status “Tidak Bekerja” dan sejumlah 38 orang

atau sebesar 62,3% dengan status “Bekerja”. Beberapa subjek telah

pensiun sehingga untuk hasil status “Tidak Bekerja” termasuk beberapa subjek yang telah pensiun tersebut.

Usia Jumlah Persen

40-45 tahun 3 4,9%

46-50 tahun 23 37,7% 51-55 tahun 24 39,3%

56-60 tahun 8 13,1%

61-65 tahun 3 4,9%

(74)

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Pada hasil data penelitian, item yang digunakan adalah item-item pada kedua skala adaptasi yaitu Greene Climateric Scale dan Berger Self-Acceptance Scale. Pernyataan-pernyataan pada skala adaptasi yang digunakan terdiri dari 21 item Greene Climateric Scale dan 36 item Berger Self-Acceptance Scale. Hasil data penelitian diperoleh dengan deskripsi sebagai berikut :

Tabel 7

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Deskripsi Data Gejala Climateric Penerimaan Diri

Mean 17,56 126,52

SD 7,928 17,103

𝑋𝑚𝑎𝑥 37 168

𝑋𝑚𝑖𝑛 2 95

Tabel 7 mendeskripsikan bahwa mean dari variabel gejala climateric sebesar 17,56 dengan standar deviasi sebesar 7,928. Nilai tertinggi yang didapatkan dari data pada skala gejala climateric sebesar 37 dan nilai terendah sebesar 2. Pada variabel penerimaan diri mean yang didapatkan sebesar 126,52 dengan standar deviasi sebesar 17,103. Nilai tertinggi sebesar 168 dan nilai terendah sebesar 95.

(75)

merupakan perhitungan manual mean teoritis berdasarkan skor terendah dan skor tertinggi pada kedua skala :

Mean teoritis = (Skor Terendah x Jumlah Item)+(Skor Tertinggi x Jumlah Item)2

Mean empiris merupakan rata-rata skor pada hasil penelitian berdasarkan statistik (azwar, 1993, dalam Widhiarso, 2010). Mean empiris dapat dilihat pada hasil analisis statistik SPSS versi 21.0 for windows.

Berikut perhitungan manual mean teoritis untuk Greene Climateric Scale :

Mean teoritis =(0 x 21) + (3 x 21)2 =0 + 632 = 632 = 31,5

Berikut perhitungan manual mean teoritis untuk Berger Self-Acceptance Scale :

Mean teoritis =(1 𝑥 36) + (5 x 36)2 = 36 + 1802 = 2162 = 108

Berikut perhitungan manual standar deviasi teoritis untuk kategori skor Greene Climateric Scale :

σ = (Skor Tertinggi x Jumlah Item)−(Skor Terendah x Jumlah Item) 6

(76)

Berikut perhitungan manual standar deviasi teoritis untuk kategori skor Berger Self-Acceptance Scale :

σ = (Skor Tertinggi x Jumlah Item)−(Skor Terendah x Jumlah Item) 6

σ = (5 x 36)−(1 x 36)6 =180−366 = 1446 = 24

Tabel 8

Kategori Skor Gejala Climateric dan Distribusi Skor Subjek

Kategori Skor* Skor Kategorisasi Subjek

Frekuensi Persentase

Kategori Skor Penerimaan Diri dan Distribusi Skor Subjek

Kategori Skor* Skor Kategorisasi Subjek

Frekuensi Persentase

Gambar

Gambar 1.  Skema Hubungan
Gambar 1. Skema hubungan antara gejala climacteric dengan penerimaan diri
Tabel 1 Skor Item Greene Climateric Scale
Tabel 4 Blueprint Berger Self-Acceptance Scale
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Subjek

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yakni ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada pasien diabetes mellitus tipe II.

Mereka yang memiliki penerimaan diri dalam tingkat optimal atau tinggi akan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk dirinya, serta

Percaya diri merupakan salah satu hasil karya dari aktualisasi diri yang positif, dengan memiliki kepercayaan diri siswa mampu mengembangkan bakat, minat dan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat korelasi positif antara kepercayaan diri dengan citra diri pada remaja akhir.Semakin tinggi

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri memiliki hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah diantara kepercayaan diri dan dukungan sosial yang mengurangi kecemasan perempuan dewasa awal yang belum menikah.

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara harga diri dengan kepercayaan diri mahasiswa psikologi Univesitas Muhammadiyah Surakarta. Subjek pada