PENDAHULUAN Latar Belakang
Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun peningkatan konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Hal tersebut terbukti pada tahun 2012 - 2013 produksi gula dalam negeri mengalami penurunan sebesar 40.696 ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai 2.550.991 ton dengan luas wilayah 469.227 Ha. Penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri diantaranya penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013).
Kebutuhan bibit selama satu tahun mencapai 256 milyar bibit pada luas lahan 469.227 ha. Pada kenyataannya jumlah tersebut belum dapat dipenuhi oleh produsen bibit unggul tebu dalam negeri. Persediaan bibit tebu dalam negeri mengalami produktivitas yang rendah. Rata-rata produktivitas tebu yang ditanam sekitar 76,5 ton/ha dengan rendemen gula sekitar 7%. Produktivitas dan rendemen ini masih dibawah potensi produktivitas dan rendemen yang ada, yaitu diatas 100
ton/ha untuk pertanaman tebu dengan rendemen gula diatas 10% (Indrawanto, et al., 2010).
Biasanya bahan tanaman untuk bud chips yang digunakan adalah berumur 6 bulan dengan pertimbangan pada umur tersebut jumlah mata tunas dianggap memadai dan daya tumbuhnya optimal karena masih muda/ meristematis sehingga masih aktif dalam pembentukan tunas. Tetapi kendala teknis di lapangan seperti lahan di lapangan belum siap, kurangnya tenaga kerja dan transportasi tidak memungkinkan untuk menanam bud chips berumur 6 bulan sehingga digunakan bibit bud chips berumur 7, 8 dan 9 bulan.
Sitokinin berfungsi untuk memacu pembelahan sel dan pembentukan
organ tanaman. Salah satu jenisnya adalah BAP (6 benzyl amino purine).
Sitokinin merupakan hormon tumbuhan turunan adenin. Dari hasil percobaan
terbukti bahwa 75% spesies tanaman membentuk tunas jika menggunakan ZPT
BAP (Oksana,et al., 2000). Sehingga pemberian ZPT BAP pada berbagai bibit
tebu metode bud chips dapat merangsang tunas dan memacu pembelahan sel untuk pertumbuhan bibit.
Hasil penelitian Jauhari (2008) menyatakan bahwa pada pembibitan jambu mete dengan pemberian BAP konsentrasi 100 ppm memberikan respons yang paling optimal terhadap tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan bobot tajuk serta bobot akar.
Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan bibit bud chips tebu (Saccharum officinarum L.) pada berbagai umur bahan tanaman dengan pemberian BAP.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit bud chips
tebu (Saccharum officinarum L.) pada berbagai umur bahan tanaman dengan pemberian BAP.
Hipotesis penelitian
Terdapat perbedaan respons dari bibit bud chips tebu
(Saccharum officinarum L.) dengan umur yang berbeda dengan perlakuan ZPT BAP.
Kegunaan penelitian
Penelitian ini berguna untuk mengetahui pertumbuhan bibit bud chips tebu
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman tebu memiliki akar serabut, hal ini sebagai salah tanda bahwa tanaman ini termasuk dalam kelas monokotil. Tumbuhnya perakaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek disebut pula akar bibit yang masa hidupnya tidak lama dan tumbuh pada cincin akar dari stek batang. Sedangkan akar tunas merupakan akar pengganti akar bibit. Pertumbuhan akar ada yang tegak lurus kebawah, ada yang mendatar dekat permukaan tanah (Indrawanto, et al., 2010).
Batang tebu memiliki ruas-ruas dari bagian pangkal sampai pertengahan, sedangkan bagian pucuk ruasnya pendek, warna batang hijau kekuningan dan kerap kali berlilin. Diameter batang antara 3 – 5 cm dengan tinggi batang antara 2 – 5 meter dan tidak bercabang (Andaka, 2011).
Tanaman ini memiliki daun yang tidak lengkap, karena terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja. Kedudukan daun berpangkal pada buku, panjang daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, helai daun melengkung < ½ dan berbentuk garis, bertepi kasar, warna daun hijau tua dan sendi segitiga daun berwarna kekuningan. Panjang daun 1 – 2 meter, sedangkan lebar 4 – 7 cm, ujungnya meruncing, tepinya seperti gigi dan mengandung kersik yang tajam (Menteri Pertanian, 2007).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12 – 14 jam setiap harinya. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24 ºC – 34 ºC dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 ºC (Soejono, 2004).
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi proses fotosintesis. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam di siang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh (Indrawanto, et al., 2010).
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5 – 6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif dan pemasakan tebu (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
Tanah
>1200 m di atas permukaan laut pertumbuhan tanaman relatif lambat. Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2%
apabila tanahnya ringan dan sampai 5% apabila tanahnya lebih berat (Soejono, 2004).
Kemasaman tanah yang baik untuk tebu adalah 6 – 7,5 akan tetapi masih toleran pada kemasaman tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi (Marliani, 2011).
Bibit tebu
Bibit pucuk diambil dari bagian pucuk tebu. Jumlah mata tunas yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air ((Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
Penanaman tebu pada lahan kering diperlukan bibit varietas tebu yang memiliki sifat-sifat, antara lain: tahan kekeringan, mudah berkecambah, bertunas
banyak, rendemen tinggi, mudah diklentek, dan tahan roboh (Indrawanto, et al., 2010).
Bud Chips
mata tunas, diperbanyak melalui pendederan, yang dipindahkan ke kebun dalam bentuk tunas tebu umur 2 bulan. Bud chips populer dalam 2 tahun terakhir ini karena keunggulannya bisa melipat gandakan bibit dalam jumlah banyak dan waktu relatif cepat. Metode pembibitan bud chips diadopsi dari proses pembibitan tebu di Columbia (Toharisman, 2013).
Bud Chips merupakan metode baru menanam tebu dengan menanam bibit
tebu satu mata tunas yang ditanam pada pottray selama 2,5 – 3 bulan (Rois, 2013).
Keunggulan bibit tebu bud chips adalah pada saat bud chips dipindahkan ke lapangan, tebu mampu membentuk anakan 10 – 20 anakan. Anakan tersebut akan tumbuh sempurna sampai panen 8 – 10 batang per rumpun, yang lebih menguntungkan bahwa bibit bud chips dalam pembentukan anakan serempak pada umur 1 – 3 bulan. Pertumbuhan tanaman tebu sejak awal tumbuh seragam menjadikan tingkat kemasakan tebu di lapangan sama dan mampu meningkatkan
rendemen dan produksi persatuan luas tanam (Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, 2013).
ZPT BAP
akar selanjutnya diangkut oleh xylem menuju sel-sel target pada batang. Ahli biologi tumbuhan juga menemukan bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun, bunga dan buah dengan cara mengontrol dengan baik proses kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke jaringan meristem atau bagian lain dari tanaman yang membutuhkannya (Parnata, 2004).
Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain : a) Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik.
b) Merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem.
c) Mendorong pertumbuhan tunas samping, dominasi apikal dan perluasan daun. d) Menunda penuaan daun.
e) Merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji (breaking dormancy) serta merangsang pertumbuhan embrio.
f) Pada beberapa spesies tumbuhan, peningkatan pembukaan stomata (Fahmi, 2013).
Pemberian BAP konsentrasi tinggi dapat menghambat perkembangan akar sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Sitokinin (BAP) dalam konsentrasi tinggi akan dapat menghambat inisiasi akar sehingga kemampuan tanaman dalam menyerap hara juga akan terbatas (Satria, 2004).
tempat yang diberi perlakuan dan mencegah terombaknya klorofil (Bandriyanti, et al., 2003).
Zat pengatur tumbuh mempunyai sifat merangsang, menghambat dan mengubah proses fisiologis dalam tanaman. Oleh sebab itu salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan penggunaan zat pengatur tumbuh bagi tanaman adalah konsentrasi pemberiannya. Apabila konsentrasi yang digunakan terlalu tinggi menyebabkan kematian bagi tanaman, sedangkan konsentrasi pemberian yang terlalu rendah menyebabkan menurunnya efek zat pengatur tumbuh tersebut (Fahruddin, 2011).
Sitokinin dapat menghambat dormansi apikal dan merangsang poliferasi tunas ketiak dan munculnya tunas baru, dengan penghambatan dormansi apikal maka pertumbuhan tanaman mengarah kepada pertumbuhan lateral sehingga akan mengurangi pertumbuhan tinggi tanaman (Wattimena, 1998).
Sitokinin juga dapat merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein, beberapa di antara protein ini dapat berperan sebagai enzim yang dibutuhkan untuk terjadinya mitosis (Lizawati, et al., 2009).
Agusta (1995) mengatakan bahwa sitokinin (BAP) berfungsi dalam merangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel dan merangsang sel. Selanjutnya pendapat ini didukung Wattimena (1988) yang menyatakan bahwa sitokinin berperan dalam merangsang pembelahan sel, mendorong pembentukan buah dan biji, mendorong inisiasi tunas lateral dan mengurangi dormansi apikal.