• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANDEQ RACE Upaya Pelestarian Perahu Tra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SANDEQ RACE Upaya Pelestarian Perahu Tra"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SANDEQ RACE

“Upaya Pelestarian Perahu Tradisional sebagai Proses Glokalisasi”

A. Latar Belakang

Tulisan ini hendak mengkaji serta mengungkapkan perahu sandeq sebagai perahu

tradisional dan warisan

budaya masyarakat mandar tetap survive

di tengah bermunculan perahu-perahu modern. Strategi survive sandeq ini tercermin dar bertransformasinya sandeq sebagai perahu nelayan untuk menangkap ikan menjadi perahu untuk olahraga bahari. Dalam upaya upgrading

perahu tradisional ini merupakan produk wisata bahari yang dimiliki oleh masyarakat Mandar. Sebagai produk wisata tentunya perahu ini menyajikan kepuasan bagi para wisatawan, selain itu sandeq juga dapat menjadi alat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan.

Berbicara kepariwisataan, tentunya berkaitan dengan produk wisata, pengunjung (baik masyarakat lokal maupun asing) yang dengan sengaja mengunjungi suatu tempat untuk menikmati tempat tersebut dengan maksud mencapai kepuasan tersendiri. Untuk menikmati tempat tersebut para pengunjung tidak segan-segan mengeluarkan biaya demi menikmati tempat yang disebut sebagai tempat wisata. Sebagai tempat wisata tentunya menyajikan fenomena-fenomena alam maupun buatan manusia yang indah dan menarik mata pengunjung.

(2)

Bukan hanya itu perahu sandeq merupakan cerminan kearifan masyarakat mandar. Sebagai perahu tradisional, sandeq dikategorikan sebagai perahu tercepat yang pernah ada di Austronesia dan tercatat mampu berlayar ke beberapa pulau di nusantara hingga ke Singapura, Malaysia, Jepang, Australia bahkan Madagaskar. Karena kemampuan berlayarnya maka perahu ini (baca: sandeq) seringkali tampil di acara perlombaan olahraga bahari, dan menjadi salah satu aset nasional yang telah dipamerkan di Paris, Perancis juga dimuseumkan di Museum D’Histoire Naturelle dengan nama “Semangat Mandarí”. Semua proses tersebut merupakan wujud upgrading dari perahu sandeq agar tetap survive dan eksis hingga skala global.

Untuk tetap survive hingga eksis dalam skala global bukanlah perkara mudah bagi perahu tradisional ini. Sebagai warisan budaya perahu ini memiliki nilai-nilai kehidupan yang dikanndungnya, mulai dari proses pembuatannya yang mengacu pada nilai-nilai kebudayaan serta religious. Misalnya bahan utama perahu sandeq berasal dari pohon kandaruang mamea1

yang telah tua, hal ini merupakan wujud dari pemeliharaan ekosistem hutan dan menghindari penebangan liar. Dan sebelum penebanga pohon pun dilakukan doa bersama serta meminta izin kepada hutan untuk menebang pohon, hal ini diyakini agar berlayar nantinya kayu yang telah menjadi perahu itu memiliki kekuatan untuk melawan ombak.

Meski bentuknya berbeda dari perahu nelayan lainnya yang mana memiliki panjang lambung kurang lebih 9-16 m dan lebar 0,5-1 m. serta di kiri kanannya dipasang cadik bambu sebagai penyeimbang, dan mengandalkan dorongan angin yang ditangkap layar berbentuk segitiga. Meski sekilas perahu ini terkesan rapuh dan mudah rusak ketika melawan ombak, hal ini terbantahkan oleh kenyataan bahwa perahu ini memiliki kekuatan yang luar biasa dan mampu dipacu hingga kecepatan 15-20 Knot atau 30-40 Km/jam. Kekuatan yang dimiliki perahu inilah telah menambah fungsinya, selain digunakan oleh masyarakat untuk menangkap ikan perahu inipun digunakan untuk mengarungi samudera serta mempertegas bahwa masyarakat Sulawesi (Selatan dan Barat) merupakan pelaut ulung yang tangguh berlayar.

(3)

Namun di tengah arus globalisasi saat ini masyarakat cenderung mengikuti arus tersebut dengan mengikuti perkembangan teknologi dan zaman yang senantiasa memanfaatkan produk modern serta meninggalkan produk tradisional. Perahu sandeq sebagai produk yang bersifat tradisional semakin terpuruk, tercermin berkurangnya peserta sandeq race yang berminat mengikuti event tersebut. Inilah yang memicu peran serta pemerintah daerah dalam mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal yang dikandung sandeq kepada masyarakat lokal itu sendiri kemudian berupaya untuk memperkenalkan sandeq kepada dunia luar sebagai produk wisata lokal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka tulisan ini hendak menjawab rumusan masalah yakni “Bagaimana upaya pemerintah menjadikan Sandeq sebagai refresentasi budaya politik lokal yang mengglobal?”.

C. Dinamika Phinisi dan Sandeq di Nusantara Eksistensi Phinisi

(4)

Meski berasal dari salah satu daerah yang jauh dari pusat ibukota provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Bulukumba, Kecamatan Bonto Bahari, phinisi memiliki daya tarik sendiri hingga ke luar Negeri. Salah satu bukti pencapaian phinisi di tingkat global yakni ketertarikan pengusaha yang berasal dari Polandia sengaja memesan kapal Phinisi tersebut langsung ke salah satu perancang dan pembuat kapal raksasa (baca: phinisi) tersebut.

Phinisi berupa kapal layar yang berkapasitas 700 ton, bukan hanya sebagai kapal layar, phinisi juga digunakan sebagai kapal wisata. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau.

Sebagai kapal terbesar, proses pembuatannya pun memerlukan waktu yang cukup lama. Selain membutuhkan waktu yang lama (sekitar ± 9 bulan), bahan-bahannya pun berasal dari kayu pilihan dari berbagai daerah, yang didatangkan dari luar daerah Bulukumba seperti Selayar dan daerah sekitarnya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kayu dengan kualitas yang bagus, karena dengan menggunakan kayu yang berkualitas tentunya phinisi inipun mampu bertahan di perairan dan tidak mudah lapuk.

Adapun panjang kapal phinisi yakni sekitar 50 meter, dengan lebar 9 meter dan kedalaman 5 meter. Dalam proses pembuatannya pun membutuhkan tenaga pekerja lebih dari 10 hingga 15 orang tenaga kerja. Untuk menurunkan kapal raksasa itu ke laut dari lokasi pembuatan, tentunya akan membutuhkan lebih banyak tenaga lagi sekitar 100 orang. Jadi sangat wajar ketika dalam prosesnya phinisi bisa dikatakan sebagai hasil buah tangan manusia yang berlandaskan pada prinsip gotong royong.

(5)

dalle’na yang artinya rezeki sudah di tangan, sedangkan angka 7 disimbolkan natujuangngi dalle’na artinya selalu mendapat rezeki. Tahap selanjutnya adalah menebang, mengeringkan dan memotong kayu. Kemudian kayu atau bahan baku tersebut dirakit menjadi sebuah perahu dengan memasang lunas, papan, mendempulnya, dan memasang tiang layar. Tahap terakhir adalah peluncuran perahu ke laut. Sejarah membuktikan bahwa Perahu Pinisi Nusantara telah berhasil berlayar ke Vancouver Kanada, Amerika Serikat, pada tahun 1986.

Eksistensi Sandeq

Sama halnya dengan Phinisi yang merupakan perahu layar namun perahu Sandeq merupakan perahu tradisional milik masyarakat mandar yang tercepat di nusantara, sehingga menjadi icon pariwisata mandar (Provinsi SulBar). Sandeq juga merupakan sarana penunjang ekonomi bagi masyarakat mandar karena digunakan nelayan untuk mencari ikan. Hal yang menarik dari perahu ini adalah tidak menggunakan mesin tetapi tenaga manusia dalam melayarkan perahu tersebut.

Proses pembuatan sandeq berdasarkan keterampilan pembuat sandeq dan kekuatan magis. Proses pembuatan sandeq diuraikan dengan jelas dalam buku yang ditulis oleh Muhammad Ridwan Alimuddin yang berjudul Sandeq ‘Perahu Tercepat Nusantara’Untuk membuat perahu sandeq hampir sama dengan phinisi yang menggunakan bahan pilihan yakni kayu pilihan yang dianggap kayu tersebut tidak mudah lapuk dan mampu bertahan diperairan. Bahan utama untuk membuat Perahu Sandeq adalah pohon Kanduruang Mamea yang telah cukup tua, sehingga selain kuat juga mempunyai diameter yang cukup lebar. Adapun peralatan yang digunakan untuk membuat Perahu Sandeq terbagai menjadi dua, yaitu peralatan saat pencarian bahan dan saat pembuatan perahu:

 Pada saat pencarian bahan. Peralatan yang dibutuhkan dalam pencarian bahan Sandeq

di antaranya adalah: kampak besar, cangkul kayu, dan parang. Seiring perkembangan zaman, peralatan untuk menyiapkan bahan juga semakin modern, yaitu menggunakan passenso (mesin pemotong kayu).

 Pada saat pembuatan perahu. Dalam proses pembuatannya, peralatan yang dibutuhkan

di antaranya adalah: ketam kayu, gergaji, bor, dan lain-lain.

(6)

juga menjaga ekosistem hutan. Mereka tidak menbang pohon dengan semena-mena tetapi dengan cara sistem tebang pilih, pohon yang layak utuk ditebang yakni pohon yang sudah tua dan memiliki bibit pengganti. Hal ini dilakukan demi menjaga ekosistem tanaman dan menghindari penebangan liar.

Dalam pembuatan Perahu Sandeq, penentuan waktu untuk memulai pembuatan perahu (penyediaan bahan) sangat vital. Artinya, untuk memulai pembuatan perahu ini harus dipilih waktu baik dan menghindari waktu buruk. Untuk menentukan waktu baik, biasanya dilakukan dengan menggunakan rumusan-rumusan kuno (potika). Waktu yang dianggap baik untuk memotong pohon adalah pada bulan purnama, atau hari ke-15 menurut kalender Hijriah. Adapun waktu untuk melakukan pemotongan kayu adalah ketika matahari menanjak naik (pagi hari), dan ketika angin sedang berhembus. Dua tanda alam itu dijadikan sebagai “ussul”, sebuah pengharapan agar perahu yang dibuat “rezekinya naik, lajunya kencang” (Muhammad Ridwan Alimuddin, 2007).

Selanjutnya. Adapun proses-proses pembuatan perahu sandeq terbagi menjadi empat tahap antara lain:

1) Tahap mempersiapkan alat

 Persiapan paling awal yang harus dilakukan untuk membuat Perahu Sandeq di antaranya adalah:

 Mencari pohon Kanduruang Mamea yang cocok untuk membuat Perahu Sandeq.

 Menentukan waktu pemotongan pohon. Pemotongan kayu biasanya

dilakukan pada pagi hari bulan purnama (tanggal 15 menurut kalender Hijriah), yaitu ketika matahari beranjak naik.

 Mempersiapkan peralatan, baik untuk memotong pohon (kampak besar,

cangkul kayu, dan parang) maupun untuk membuat perahu (ketam kayu, gergaji, dan bor).

 Mencari atau mengubungi tenaga ahli.

2) Pemotongan kayu

 Sehari sebelum waktu pemotongan kayu dilakukan, orang yang hendak

membuat Perahu Sandeq, ahli kayu, dan ahli membuat Perahu Sandeq

(7)

membersihkan lokasi di sekitar kayu yang hendak dipotong dari hal-hal gaib yang dapat mengganggu tahapan pembuatan Perahu Sandeq. Adakalanya saat ”mengunjungi” pohon yang hendak di potong ini, mereka membawa makanan yang tidak saja untuk dimakan sendiri tetapi juga untuk diberikan kepada si penunggu pohon.

 Setelah ritual pembersihan selesai, mereka pulang dan akan kembali

keesokan harinya.

 Keesokan harinya, orang-orang yang hendak membuat Perahu Sandeq

ini kembali mendatangi tempat sang pohon berada dengan membawa peralatan-peralatan seperti: kampak besar, cangkul kayu, parang, dan juga passenso (mesin pemotong kayu).

 Setelah sampai di tempat pohon yang hendak dipotong, mereka

memperhatikan dengan cermat kondisi alam, seperti hembusan angin dan sinar matahari yang sedang naik. Hal ini terkait dengan pengharapan masyarakat Mandar bahwa matahari naik terkait dengan “rezekinya naik”, dan hembusan angin, terkait dengan "lajunya kencang”. Oleh karenanya, jika matahari sedang naik (pagi hari) dan bersinar cerah, serta hembusan angin cukup keras, maka rencana pemotongan pohon dapat dilanjutkan.

 Kemudian peralatan-peralatan untuk memotong pohon diletakkan tepat

di bawah pohon.

 Setelah itu, orang yang ahli Perahu Sandeq berdiri menghadap ke pohon, dengan mengambil arah selatan, dan membaca doa.

 Sambil membaca doa-doa, tangan sang ahli perahu memegang pohon itu.

 Setelah itu, sang ahli tersebut mendongakkan kepalanya ke atas, melihat

semua bagian pohon.

 Kemudian dia membelai-belai (mengusap-usap) kulit pohon itu.

Tujuannya adalah untuk membujuk si pohon agar bersedia untuk ditebang.

 Selesai membaca doa dan berkomunikasi dengan penghuni hutan, sang

(8)

 Kemudian sebagian serpihan yang diambil dilemparkan ke arah yang

dikehendaki sebagai arah tumbangnya pohon.

 Sisa serpihan itu kemudian disimpan.

 Setelah itu, tukang senso dipersilahkan untuk melanjutkan pemotongan kayu hingga kayu tersebut jatuh (rebah). Cara jatuh kayu juga diperhatikan, karena hal tersebut dapat menjadi penanda apakah calon perahu yang akan dibuat akan menjadi perahu yang dapat melaju cepat dan membawa keberuntungan ataukah tidak. Jika pohon itu “melompat”, maka kelak kapal yang dibuat dapat melaju dengan cepat dan membawa keberuntungan kepada pemiliknya.

 Selanjutnya, serpihan dan bilah kayu dibawa ke tempat pohon yang

tergeletak.

 Bilah dan serpihan kayu tersebut digunakan untuk “membelai” batang

pohon dari bagian yang dipotong hingga pucuk. Di dekat ujung pucuk pohon, serpihan itu kemudian dilemparkan.

 Selain “membelai” pohon, serpihan kayu biasanya dikunyah-kunyah

sehingga sipengunyah kelihatan seperti orang yang sedang makan.

 Setelah kayu roboh, maka rangkaian proses pembuatan Perahu Sandeq

dapat dilanjutkan pada tahap pembuatan balakang (calon perahu).

3) Pembuatan calon perahu (balakang)

 Tahap pembuatan balakang, meliputi proses pengukuran kayu dan pengerukan kayu. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:

 Setelah pohon rebah, tahap

selanjutnya adalah menentukan panjang kayu yang akan dijadikan perahu. Panjang perahu biasanya

(9)

 Kemudian bagian atas batang pohon (sisi pohon yang menghadap ke

atas) diiris (dibuang) dengan menggunakan passenso. Namun sebelum mengenal passenso, untuk mengiris bagian atas biasanya menggunakan kampak besar.

 Setelah itu, batang pohon dikeruk. Pengerukan menggunakan kampak,

parang, dan cangkul kayu. Namun sebelum dikeruk, terlebih dahulu dibuat batas-batas yang akan dikeruk di atas sisi pohon yang telah dibuat datar.

 Setelah selesai dikeruk maka akan dijumpai sebuah calon perahu

(balakang) yang lebih mirip lesung panjang.

 Kemudian balakang tersebut dibawa keluar dari hutan. Sebelum dibawa keluar, sang ahli kayu memohon ijin kepada kayu yang ditinggalkan. Permintaan ijin ini ditandai dengan menyentuhkan serpihan potongan kayu ke “kayu yang akan pergi” dan “kayu yang akan ditinggalkan”.

 Kemudian balakang dibawa menuju perkampungan, yaitu ke rumah orang yang hendak membuat perahu.

4) Pembuatan perahu

 Tahapan ini merupakan proses terakhir dari rangkaian pembuatan

Perahu Sandeq. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut.

 Setelah balakang betul-betul kering, selanjutnya dibawa ke rumah tukang perahu (biasanya dibawa dengan menggunakan perahu), dan diletakkan di battilang (tempat pembuatan perahu) yang umumnya berada di pesisir.

 Setelah berada di battilang, maka proses selanjutnya adalah pemasangan

Pallayarang (tiang layar utama) dan tambera (tali penahan pallayarang).

 Dilanjutkan dengan pemasangan sobal (layar) dan guling (kemudi).

 Kemudian pemasangan palatto (cadik), baratang dan tadiq.

(10)

Berbeda dengan phinisi, perahu sandeq yang telah jadi ketika hendak diturunkan ke pantai hanya membutuhkan sedikit tenaga manusia yakni 5-10 orang untuk membawa perahu sandeq tersebut, sedangkan phinisi membutuhkan banyak tenaga manusia yakni sekitar 100 orang untuk membawa phinisi ke laut. Sandeq ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk mencari ikan mengingat masyarakat Polewali Mandar mayoritas bekerja sebagai nelayan, hal ini disebabkan letak geografis Polweali Mandar yang merupakan pesisir pantai.

Sandeq kemudian menjadi alat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Polman (Polewali Mandar), bukan hanya itu dalam meningkatkan nilai perahu sandeq ini kemudian dijadikan sebagai produk wisata bahari yang senantiasa mengadakan event-event

yang menampilkan para passandeq2, kegiatan tersebut dikenal dengan “Sandeq Race”.

D. Pembahasan

Sandeq race merupakan ajang untuk memperkenalkan perahu sandeq kepada para wisatawan (baik lokal maupun asing) yang dilaksanakan sertiap tahun, selain untuk ajang kepariwisataan sandeq race juga merupakan acara untuk memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Sandeq race mulai dilaksanakan pada tahun 1996 hingga sekarang menjelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, biasanya dilaksanakan pada bulan agustus.

Upaya melestarikan seta memperkenalkan sandeq yang merupakan warisan masyarakat Mandar agar mampu mengglobal sebagai produk lokal tentunya diperlukan peran aktif stakeholders seperti pemerintah, swasta dan masyarakat lokal itu sendiri ditambah aktor lain sepeti media yang berfungsi untuk menyebarkan berita dan informasi mengenai sandeq sebagai produk wisata. Upaya pelestarian atau pemasaran ini menggunakan konsep Tourism Value Chain (TVM) dalam membantu para stakeholders ini untuk meng-upgrading produk tersebut (baca: perahu sandeq).

The Tourism Value Chain merupakan metode bagaimana memproduksi suatu barang dan jasa dan dipasarkan melalui produk wisata kepada konsumen. Semua hasil produk wisata baik berupa barang jasa ini tentunya dilakukan oleh para agen dan produsen atau pembuat barang tersebut yang kemudian ditawarkan kepada konsumen untuk dapat dinikmati.

Dalam hal ini sandeq sebagai hasil produksi yang berwujudkan perahu tradisional yang dibuat oleh masyarakat, perahu ini yang dulunya digunakan para nelayan untuk

(11)

menangkap ikan serta memasarkan hasil tangkapan atau barang jualan mereka kepada masyarakat lainnya. Kini pemerintah berupaya untuk melestarikan perahu tradisional ini sebagai icon masyarakat Mandar, selain itu perahu inilah telah menorehkan sejarah sehingga masyarakat Mandar kini dikenal sebagai pelaut ulung karena menggunakan sandeq dalam mengarungi samudera. Berdasarkan catatan sejarah, perahu Sandeq telah terbukti sanggup berlayar hingga ke Singapura, Malaysia, Jepang dan Madagaskar, Australia, Amerika. Menurut peneliti asal Jerman bernama Horst H Liebner “sandeq merupakan perahu tercepat Austronesia” (Alimuddin, 2009).

Hadirnya event sandeq race menjadi ajang untuk meningkatkan nilai perahu sandeq dari perahu nelayan bertransformasi menjadi perahu yang digunakan untuk olahraga bahari yang setiap tahunnya ditampilkan sekaligus dalam rangka memperingati HUT RI. Selain itu

event tersebut membuktikan bahwa sandeq memiliki ciri-ciri 3 T (Terkeras, Terjauh, dan Tercepat) yang patut diketahui oleh semua orang. Proses mengglobalnya suatu produk tidak terlepas dari peran para stakeholders yakni:

1) Pemerintah selaku pembuat kebijakan; 2) Swasta selaku sponsor kegiatan;

3) LSM/ Organisasi Tertentu selaku panitia event sandeq race;

4) Masyarakat sebagai aktor yang berperan untuk memproduksi sandeq serta orang yang memiliki keterampilan serta keahlian dalam melayarkan perahu sandeq di samudera;

5) Akademisi, dimana diwakili oleh perwakilan dari Universitas Hasanuddin Makassar yakni The Coastal Research and Development Project (P3MP: Proyek Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Pantai).

6) Media, berfungsi menyiarkan serta mensosialisasikan sandeq race kepada masyarakat. Media yang serngkali berperan dalam meliput acara sande race antara lain: Kompas (nasional), Fajar (regional), dan media Rada Sulbar (regional).

Adapun rute sandeq race terbagi menjadi beberapa etape serta medan yang memiliki hambatan serta tantangan masing-masing, yakni:

 Mamuju –Malunda (60 km)

(12)

 Majene-Polewali (45 km)

 Polewali-Ujung Lero (95 km)

 Ujung Lero-Barru (45 km)

 Barru-Makassar (110 km)

Setiap wilayah memiliki hambatan dan tantang masing-masing yang menuntut kerja keras para passandeq dalam melayarkan perahunya serta dibutuhkan perahu yang kuat dalam mengarungi setiap medan. Seperti pada wilayah perairan Barru yang memiliki hambatan yakni angin kencang dan ombak besar untuk itu dibutuhkan perahu yang memiliki layar kuat untuk menghadapi angin kencang tersebut.

Selanjutnya pada kegiatan sandeq race membutuhkan biaya yang tidak sedikit dimana proses sosialisasi kegiatan hingga proses perlombaan tersebut, panitia berupaya mendapatkan dana yang besar. Tidak tanggung-tanggung kegiatan sandeq race ini membutuhkan biaya Rp. 952.250.000 hingga mencapai ± 1 milyar rupiah. Biaya operasional tersebut biasanya diperoleh dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana khusus dari Dinas Pariwisata dan Kebudyaan, Dinas Pendidikan Kabupaten Polewali Mandar, sumbangan pribadi dari pemerintah Daerah Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, sumbangan dari pihak swasta3, dan sumbangan dari tokoh-tokoh masyarakat. Dana yang terkumpulkan

kemudian digunakan untuk keperluan sosialisasi event dengan cara mencetak spanduk atau brosur kepada masyarakat, konsumsi passandeq pada saat berlangsungnya kegiatan,

hadiah/tropi/medali bagi para pemenang dan sebagainya.

Berdasarkan metode Tourism Value Chain dalam meningkatkan produk wisata tersebut, diharapkan dapat mendatangkan banyak wisatawan (baik lokal maupun internasional) untuk menyaksikan Sandeq Race tiap tahunnya. Namun yang jadi permasalahan adalah tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam mengikuti event tersebut tiap tahunnya semakin berkurang. Adapun jumlah peserta Sandeq Race dapat dilihat pada grafik di bawah ini4:

3 Dalam hal ini baik pihak swasta,panitia dan passandeq terdapat proses perjanjian yakni ketika pihak swasta ini memberikan dana maka layar pada sandeq tersebut harus bertuliskan atau berlogo yang berkaitan dengan pihak swasta tersebut. Seperti ketika pengusaha rokok ‘Sampoerna’ memberikan dana maka pada salah satu layar sandeq akan bertuliskan “Sampoerna”. Selain itu nama lain dari sandeq biasanya diambil dari nama pejabat tertentu atau dinas terkait seperti: Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Ada juga yang menggunakan nama dengan judul film “Liontin, RCTI, Rahasia Ilahi dan sebagainya. Semua nama tersebut tentunya berdasarkan kesepakatan antara panitia dan pemilik sandeq.

(13)

1996-20030 2006 2007 2011 10

20 30 40 50 60

Peserta Sandeq Race

Peserta Sandeq Race

Menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti Sandeq Race disebabkan berkurangnya para passandeq yang mampu melayarkan perahu tersebut di tengah lautan. Hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dimana para passandeq kebanyakan meninggalkan daerah asal mereka untuk merantai dalam ranga meningkatkan perekonomian mereka. Misalnya kebanyakan para pelaut Mandar (nelayan) merantau ke daerah NTT guna mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan mencari ikan di perairan sendiri (perairan Polewali Mandar).

Hadirnya Sandeq Race bukan sekedar kegiatan perlombaan olahraga bahari namun dijadikan oleh pemerintah sebagai wisata bahari yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan untuk menyaksikan sandeq race tersebut. Namun berkurangnya minat masyarakat untuk mengikuti Sandeq Race sebagai ajang lomba olahraga bahari menjadi hambatan dalam mendatangkan wisatawan untuk itu dibutuhkan adanya partisipasi dari pihak masyarakat sebagai aktor yang memproduksi sandeq tersebut. Sehingga Pemerintah berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan nilai sandeq sebagai perahu tradisional kemudian bertransformasi menjadi produk wisata bahari. Adapun upaya peningkatan partisipasi masyarakat berdasarkan metode

Tourism Value Chain antara lain:

1) Meningkatkan kinerja kerja masyarakat dalam industri pariwisata lokal;

(14)

bagaimana melayarkan perahu sandeq di samudera. Pelatihan ini bermaksud agar tidak terputusnya pengetahuan mengenai sandeq pada generasi muda. Dengan meningkatkan keterampilan dasar ini dapat melestarikan sandeq sebagai perahu tradisional milik masyarakat Mandar serta meningkatkannya sebagai pariwisata bahari.

2) Persediaan barang untuk memproduksi barang;

Persediaan bahan baku dalam pembuatan perahu sandeq memiliki strategi dalam memperoleh bahan tersebut. Seperti kayu kandaruang mamea dan bambu khusus untuk membuat layar harus tersedia ketika hendak membuat perahu tersebut. Pemilihan bahan tersebut akan menjaga kualitas perahu, namun untuk menjaga ekosistem hutan, masyarakat dilarang untuk menebang pohon secara liar. Untuk itu hanya pohon yang sudah tua saja serta memiliki bibit pengganti yang dapat ditebang dan dijadikan perahu, hal ini guna menghindari terjadinya hutan gundul karena adanya penebangan liar.

3) Pendirian dan Pelatihan Kepariwisataan dari UKM;

Bukan hanya melakukan pelatihan serta keterampilan bagi generasi muda dalam pembauatan perahu sandeq serta cara melayarkannya, namun dalam meningkatkan nilai perahu tersebut dapat dilakukan dengan melatih masyarakat untuk membuat sebuah

replika sandeq. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa wisatawan ketika berkunjung ke daerah wisata tentunya mereka akan membawa pulang buah tangan dari daerah wisata tersebut. Dengan adanya replika sandeq yang dapat dijadikan buah tangan tentunya menambah nilai dan semakin mudah untuk memperkenalkan dengan masyarakat luar. Adapun biaya dalam memproduksi barang (baca: replika sandeq) tersebut, UKM menyediakan tempat pelatihan serta dana yang dibutuhkan masyarakat lokal dalam menciptakan industri pariwisata.

4) Perluasan dan pertumbuhan industri pariwisata sebagai strategi pro-masyarakat lokal.

(15)

wisatawan untuk menyaksikan event tersebut. Para passandeq yang merupakan masyarakat Mandar semakin dikenal kegigihannya dalam mengaruhi lautan. Bukan hanya itu wisatawan yang berkunjung untuk menyaksikan Sandeq Race tentunya membutuhkan penginapan serta hasil kerajinan masyarakat lokal. Melalui pajak penginapan ini tentunya menambah pemasukan Pendapatan Daerah, ditambah penjualan hasil kerajinan masyarakat lokal akan memperbaiki serta meningkatkan perekonomian masyarakat tersebut.

Selain peran pemerintah terdapat pula peran akademisi yakni dari Universitas Hasanuddin Makassar yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat pantai, dimana dari pihak akademisi ini menjadi panitia Sandeq Race pada tahun 2006. Selain itu dari pihak akademisi pun senantiasa melakukan pemberdayaan bagi masyarakat pantai guna meningkatkan perekonomian mereka.

Para stakeholders senantiasa berupaya untuk meingkatkan nilai dari perahu sandeq untuk mengglobal, dimana melibatkan peran serta masyarakat lokal. Dari masyarakat lokal sendiri dituntut kesadarannya dalam melestarikan warisan budaya ini (baca: Perahu Sandeq) serta meneruskan keterampilan mereka dalam melayarkan sandeq di tengah samudera luas kepada generasi muda.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

(16)

kualitas masyarakatnya secara berimbang dan menyeluruh dalam suatu kerangka (comprehensive framework) dengan melakukan berbagai strategi seperti:

1. Pemerintah, sebagai aktor yang berperan dalam penciptaan kebijakan, regulasi serta instrumen kebijakan yang sesuai dan dapat mengatur serta mendorong maupun mengarajkan terbentuknya proses SDM pariwisata.

2. Sosialisasi kepada masyarakat tentang program-program pemerintah dalam mempertahankan warisan budaya yakni sandeq sebagai perahu tradisional yang patut dilestarikan.

3. Tetap mengadakan Sandeq Race tiap tahunnya dalam rangka mendatangkan wisatawan untuk berkunjung di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan sehingga mampu meningkatkan pendapatan Daerah.

Daftar Pustaka

(17)

Muljadi, A.J. 2010. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Purwanti, Nurul Dwi. 2009. Strategi Pemulihan Citra Wisata Alam Pasca Bencana di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Pemda Bantul-Yogyakarta dalam Penanganan Bencana Gempa Bumi. Yoyakarta. Gava Media.

Slob, Bart dan Joseph Wilde. 2006. Tourism and sustainability in Brazil The tourism value chain in Porto de Galinhas, Northeast Brazil. Brazil. Somo Centre for research on MultinationalCorporations.

Steck, Birgit. 2010. Tourism: More value For Zanzibar “Value Chain Analysis”. Summary Report.

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI.

Vellas, Francois, dan Lionel Becherel. 2008. Pemasaran Pariwisata Internasional: Sebuah Pendekatan Strategis. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Media Internet

http://www.perahu-phinisi-raksasa-akan-diluncurkan-di-bulukumba-013905757. Diakses pada tanggal 27 Maret 2013.

Referensi

Dokumen terkait