• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM PERAW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM PERAW"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN TANGERANG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Kep)

Oleh:

RISKA DWI SEPTIA

NIM 1113104000002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara I Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehtan universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain , maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juni 2017

(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM

PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN TANGERANG

Telah Disetujui dan Diperiksa oleh Pembimbing Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh Riska Dwi Septia NIM. 1113104000002

Pembimbing I Pembimbing II

Ita Yuanita, S,Kp, M.Kep Dwi Setiowati, S.Kep, Ns, M.kep NIP. 19700122 200801 2 005 NIP. -

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

iv

PERNYATAAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN TANGERANG

Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:

Riska Dwi Septia NIM. 1113104000002

Pembimbing I Pembimbing II

Ita Yuanita, S,Kp, M.Kep Dwi Setiowati, S.Kep, Ns, M.kep NIP. 19700122 200801 2 005 NIP. –

Penguji I

Karyadi S.Kp., M.Kep., PhD NIP. 19710903 200501 1 007

Penguji II

Jamaludin, S.Kp., M.Kep NIP. 19680522 200801 1 007

Penguji III

Dwi Setiowati, S.Kep, Ns, M.kep NIP. -

Penguji IV

(5)

v

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI DENGAN JUDUL

GAMBARAN KESEHATAN SPIRITUAL ISLAM PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN TANGERANG

Telah disusun :

Riska Dwi Septia NIM. 1113104000002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc NIP. 19790210 200501 2 002

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)

vi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NEGERI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Mei 2017

Riska Dwi Septia, NIM 1113104000002

Gambaran Kesehatan Spiritual Islam Perawat Di RSUD Kabupaten Tangerang

xvi+ 78 halaman + 11 tabel + 2 bagan + 5 lampiran ABSTRAK

Tingkat pemenuhan kebutuhan spiritual pasien oleh perawat masih rendah, dikarenakan perawat merasa kurang nyaman dengan spiritualitas pribadinya dan kurang menganggap penting kesehatan spiritual. Selain hal tersebut kesehatan spiritual perawat dirumah sakit umum belum pernah diteliti. Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui gambaran kesehatan spiritual islam perawat. Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Sampel penelitian adalah 151 perawat di RSUD Kabupaten Tangerang, dengan cara proportionate stratifed random sampling. Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki kesehatan spiritual tinggi sebesar (51,0%) dan yang memiliki kesehatan spiritual rendah sebesar (49,0%). Kesehatan spiritual berdasarkan komponennya, menunjukkan responden memiliki kesejahteraan spiritual tinggi sebesar (60,3 %) dan kesejahteraan spiritual rendah sebesar (39,7%), lokus kontrol spiritual tinggi sebesar (51,0%) dan lokus kontrol spiritual rendah sebesar (49,0%), serta pengalaman spiritual tinggi sebesar (53,0%) dan pengalaman spiritual rendah sebesar (47,0%). Kesimpulan : tingkat kesehatan spiritual perawat di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Tangerang sebagian sudah termasuk dalam kategori tinggi. Saran: dapat dijadikan masukan untuk perawat agar lebih memperhatikan serta meningkatkan kesehatan spiritual, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap pasien.

(7)

vii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, Mei 2017 Riska Dwi Septia, NIM 1113104000002

Description Nurse’s Spiritual Health Islam At RSUD Kabupaten

Tangerang

xvi+ 78 page + 11 table + 2 chart + 5 attachement ABSTRACK

The patient's level of spiritual fulfillment by nurses is still low, because the nurse feels uncomfortable with her personal spirituality and lacks important spiritual health. In addition, the spiritual health nurses at public hospitals has never been researched. The purpose of this research is to know in the description of the Islamic spiritual health nurses. The method of this research is quantitative research with descriptive design. The research sample is 151 nurses at the RSUD Kabupaten Tangerang, by means of proportionate stratifed random sampling. The results showed respondents have high spiritual health registration (51.0%) and has a low of spiritual health (49.0%). Spiritual health based on its components, showed respondents have high spiritual well-being of (60.3%) and a low of spiritual well-being (39.7%), high spiritual control of locus (51.0%) and a low of spiritual locus of control (49.0%), as well as high of spiritual experience (53.0%) and a low of spiritual experience (47.0%). Conclusion: the nurse in patient care unit RSUD Kabupaten Tangerang have a high spiritual health. Suggestions: it can be used as suggestion for nurses to

observed and improve a spiritual health, it’s to improve the quality of health

service given to patients.

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riska Dwi Septia

Tempat Tanggal Lahir : Gumaawang, 27 September 1994

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Tugu Harum 003/001, Belitang Madang Raya, OKU TIMUR

Telepon : 08993643374

E-Mail : riskadwiseptia29@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisyah : 2000 - 2001

2. SDN 1 GUMAWANG : 2001 - 2007

3. SMPN 1 BELITANG : 2007 - 2010

4. SMAN 1 BELITANG : 2010 - 2013

5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2013 - 2017 Riwayat Organisasi

1. Anggota NURTYDEMA : 2014-2015

2. MRI UIN Jakarta : 2015-2016

3. Anggota Klub Tari Tradisional : 2015-2016

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Gambaran Kesehatan Spiritual Islam Perawat Di RSUD Kabupaten Tangerang”. Shalawat serta salam senantiasa kita limpahkan kepada Rasul kita

Muhammad SAW.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan serta tantangan yang peneliti jumpai, namun berkat rahmat dan hidayah-Nya serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar

–besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku Ketua Program Studi dan Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp. KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

x

meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses pembuatan proposal penelitian ini.

4. Ibu Yenita Agus, SKp., Mkep., Sp.Mat., PhD selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberi motivasi dan masukan selama proses perkuliahan.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) maupun dosen tamu yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama perkuliahan.

6. Kedua Orang tua saya, ayahanda Arbain dan ibunda Sri Mulyati yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil tak terhingga kepada saya. Tak lupa, kakakku Dicky Beri Pratama, Indah Putri Lestari dan seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat tanpa henti dan putus asa.

7. Awang setiawan Ns. Amd.yang selalu memberikan dukungan, motivasi, saran serta doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 8. Sahabat-sahabat terbaik Ashri nabilah putrie, Santi Puspitasari, Aulia Rahma,

Sabrina Salsabila, Lisnani Hamidah, Asmawati Mulya, yang selalu menyemangati, menghibur, membantu serta memberi referensi terbaik bagi penelitian ini.

(11)

xi

Sangat besar harapan saya proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik serta saran yang membangun dari semua pihak. Semoga kita semua senantiasa diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang tak terhingga oleh Allah SWT.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, Januari 2017

(12)

xii

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Konsep Spiritualitas ... 9

1. Spiritualitas ... 9

2. Tahapan Perkembangan Spiritual ... 11

3. Konsep Yang Berhubungan Dengan Spiritual ... 13

(13)

xiii

B. Konsep Kesehatan Spiritual ... 16

1. Kesehatan spiritual ... 16

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual ... 17

3. Indikator Kesehatan Spiritual ... 21

4. Kesehatan Spiritual Perawat ... 22

5. Kegiatan Untuk Mencapai Kesejahteraan Spiritual ... 24

6. Kesehatan Spiritual Dalam Islam... 25

7. Tanda Sehat Spiritual Islam ... 25

8. Dimensi Kesehatan Spiritual Islam ... 27

9. Komponen Kesehatan Spiritual dalam Islam ... 31

C. Penelitian Terkait ... 39

D. Kerangka Teori ... 43

BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ... 44

A. Kerangka Konsep ... 44

B. Definisi Operasional ... 45

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN... 48

A. Desain Penelitian ... 48

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 48

C. Populasi, Dan Sampel... 48

1. Populasi ... 48

2. Sampel... 49

D. Instrumen Penelitian ... 51

E. Validitas Dan Reliabilitas Kuisoner ... 52

F. Prosedur Pengambilan Data ... 54

G. Pengolahan Data ... 55

H. Analisis Data ... 56

(14)

xiv

BAB V HASIL PENELITIAN ... 60

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

B. Karakteristik Responden ... 62

C. Kesehatan Spiritual Islam Perawat ... 63

D.Kesehatan Spiritual Islam Perawat Berdasarkan Karakteristik Responden..64

BAB VI PEMBAHASAN ... 66

A. Pembahasan ... 66

B. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri WHO : World Health Organization

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman Table 2.1 Perbandingan Religi dan Spiritualitas

Tabel 2.2 Tahap Perkembangan Spiritual Table 2.3 Karakteristik Spiritualitas

Tabel 2.4 Indikator Kesehatan Spiritual Tabel 3.1 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Jumlah Sampek Peruangan Tabel 4.2 Kisi- Kisi Kuisoner Penelitian

Tabel 4.3 Skor Perhitungan Statistik Kesehatan Spiritual Islam dan Komponennya

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Demografi Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kesehata

Spiritual Dan Komponennya

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Data Demografi dan

(18)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2 Kuisoner Penelitian

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan yang merupakan tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh suatu tim multidisiplin termasuk tenaga perawat. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang profesional, dimana perawat memiliki peranan yang paling besar sebagai pemberi asuhan keperawatan yang bersifat humanistik, caring dan holistik. Asuhan keperawatan secara holistik yang dimaksud adalah peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial / kultural dan spiritual yang utuh dan unik (Potter & Perry, 2013).

(20)

2

sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (Azarsa, Davoodi, Khorami Markani, Gahramanian, & Vargaeei, 2015).

Spiritualitas menurut Mickley ET all dalam Potter & Perry, (2013) yaitu suatu yang bersifat multidimensi, yang terdiri dari dimensi ekstensial dan dimensi agama. Dimensi ekstensial berfokus pada tujuan dan arti dari kehidupan, sedangkan dimensi agama berfokus terhadap hubungan individu dengan Tuhannya. Farran et al. (1989) dalam Potter & Perry (2013), menyampaikan bahwa komitmen tertinggi dari individu yang merupakan suatu prinsip yang komprehensif dari perintah, atau nilai final yaitu argumen yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan dalam hidup kita. Makna spiritualitas sendiri dipengaruhi oleh kultur, perkembangan, pengalaman hidup, dan ide- ide mereka tentang hidup (Potter & Perry, 2013). Karakteristik pada spiritualitas yaitu pencarian makna dan tujuan hidup seseorang, hubungan, serta transendensi. Pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan suatu hal penting dalam mencapai suatu kualitas hidup seseorang. Sebagai seorang perawat yang memiliki tugas dalam pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, emosional serta spiritual pasien, tentunya akan menimbulkan suatu krisis dan stres bagi perawat di tempat kerja. Studi yang dilakukan oleh (Suhonen et al, 2012 dalam Azarsa et al., 2015) menunjukkan bahwa situasi krisis pasien dan pemenuhan asuhan secara holistik terhadap pasien adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan spiritual perawat, serta menyebabkan kepuasan hidup perawat yang rendah (Azarsa et al., 2015).

(21)

3

merasa saling dekat dengan Tuhan, diri sendiri, alam, serta dengan orang lain. Kesehatan spiritual menurut (Shojaei, 2011 dalam Abbas et al., 2016) merupakan suatu pemeliharaan dan aktualisasi dalam berhubungan dengan Allah dan merancang pribadi yang stabil dan dari pribadi stabil tersebut memiliki tujuan hidup, jujur, mempunyai hubungan produktif yang sehat dengan diri sendiri dan orang lain. Ekspresi dari spiritualisasi seseorang terhadap orang lain dapat dilihat dari perasaan kegembiraan, tertawa, keterlibatan dalam keagamaan, melalui persahabatan, tertawa, ampunan, harapan, melayani orang lain, serta memiliki rasa empati terhadap orang lain (Kozier, 2010).

(22)

4

terhadap spiritual dalam mendapatkan arti hidup, meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri, menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain meskipun berbeda dengan keyakinan spiritual perawat tersebut, serta menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, kreativitas dalam berinteraksi dengan orang lain, serta memiliki perilaku yang caring (Hamid, 2008). Ketika perawat sehat secara spiritual akan menyebabkan tingginya kualitas kerja mereka dan penerimaan mereka terhadap situasi dan suatu keterbatasan tertentu, sehingga mereka akan bekerja dengan maksimal. Perawat yang sehat spiritualnya juga akan memiliki sikap yang ihklas, memiliki tujuan hidup, empati serta caring terhadap orang lain. Penelitian Rudolfsson, & Barbosa, (2014) didapatkan bahwa konsep spiritualitas dan caring memiliki arti yang sama, dan jelas bahwa spiritualitas dan spiritual dalam konteks keperawatan berkaitan erat dengan konsep caring.

(23)

5

(Budiono & Alamsyah, 2014). Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mulyono (2010) menyebutkan bahwa pengalaman spiritual yang diperoleh perawat yang terfasilitasi di STK (Tingkat Spiritualitas Ditempat Kerja) dapat memberikan dampak positif bagi dirinya dan menimbulkan kepercayaan terhadap organisasi di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap (Mulyono, 2010) .

Berdasarkan studi literatur serta observasi yang dilakukan peneliti, belum dipenuhinya kebutuhan spiritual pasien oleh perawat di RSUD Kabupaten Tangerang, menurut Hamid (2008) alasan perawat tidak memberikan asuhan keperawatan spiritual karena perawat merasa kurang nyaman dengan spiritualitas pribadinya, serta kurang menganggap penting kebutuhan spiritual pasien. Selain hal tersebut juga penelitian yang berkaitan dengan gambaran kesehatan spiritualitas saat ini baru diteliti di rumah sakit islam. Penelitian yang dilakukan oleh Cipta, (2015) didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai kesehatan spiritual yang tinggi yaitu sebesar 76%, sedangkan penelitian untuk mengetahui gambaran kesehatan spiritual perawat dirumah sakit umum belum dilakukan. Dari uraian di atas peneliti ingin mengetahui gambaran kesehatan spiritual islam perawat di RSUD Kabupaten Tanggerang yang termasuk salah satu rumah sakit yang bukan berbasis islam.

B. Rumusan Masalah

(24)

6

menyebabkan kepuasan hidup yang rendah. Padahal dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat harus menjadi role model peran spiritual bagi kliennya.

Penelitian yang dilakukan oleh Cipta dengan judul “Gambaran Kesehatan

(25)

7

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kesehatan spiritual Islam perawat di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tanggerang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja).

b.Mengetahui gambaran kesehatan spiritual Islam perawat di RSUD Kabupaten Tanggerang.

c.Mengetahui gambaran kesehatan spiritual Islam perawat di RSUD Kabupaten Tanggerang melalui tiga komponen yaitu: kesejahteraan spiritual,pengalaman spiritual, lokus kontrol spiritual

d.Mengetahui distribusi proporsi kesehatan spiritual berdasarkan karakteristik responden

D. Manfaat Penelitian

(26)

8

E. Ruang Lingkup Penelitian

(27)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Spiritualitas 1. Spiritualitas

Spiritualitas adalah suatu satu kesatuan tema yang ada didalam hidup kita dan merupakan suatu keadaan hidup. Farran et al, (1989) dalam Potter Parry (2013) mengatakan bahwa spiritual merupakan suatu komitmen tertinggi individu, dan merupakan prinsip yang paling komprehensif dari perintah atau suatu nilai final yaitu argumen yang sangat kuat yang diberikan dalam hidup kita. Watson (1999) menggambarkan bahwa spiritualitas merupakan milik manusia yang memungkinkan kesadaran diri, meningkatkan kesadaran, dan memberikan kekuatan untuk melampaui diri dari biasanya (Chan, 2010). Mickley et al (1992) dalam Hamid (2008) mengatakan bahwa spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, dimana dimensi eksistensial lebih berfokus terhadap tujuan dan arti dari kehidupan,sedangkan dimensi agama lebih memandang pada hubungan seseorang dengan tuhan yang maha esa (Hamid, 2008).

(28)

seseorang. Ketika seseorang mengajukan pertanyaan seperti “apa artinya ini” dan

“mengapa saya?” merupakan suatu usaha seseorang dalam menemukan suatu

makna. Frankl (1985) dalam DeLaune (2011) menyebutkan bahwa, orang yang menemukan kebermaknaan dengan yang mereka ambil dari dunia, dan apa yang telah mereka berikan kepada dunia, serta sikap mereka dalam menanggapi suatu masalah (DeLaune & Ladner, 2011).

Banyak orang yang mengalami kesulitan dalam membedakan spiritualitas dengan realigi. Kedua istilah berikut pastinya memiliki hubungan dimana seseorang mengikuti suatu ritual atau praktik keagamaannya tentunya untuk mengekspresikan spiritualitasnya, namun kedua istilah tersebut tidak sama. Keyakinan spiritual merupakan suatu upaya seseorang dalam memahami tempat seseorang didalam kehidupan, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan sesuatu yang lebih tinggi, diri sendiri, orang lain dan lingkungan secara menyeluruh. Sedangkan religi berkaitan dengan “keadaan

melakukan” atau suatu sistem yang berkaitan dengan bentuk ibadah tertentu.

(29)

Sumber : DeLaune & Ladner, (2011)

2. Tahapan Perkembangan Spiritual

Proses perkembangan manusia tidak hanya terjadi perkembangan secara fisik, kognitif, moral, namun mereka juga mengalami perkembangan spiritual. Westerhoff (1976) dalam Berman (2008) menjelaskan bahwa spiritualitas mengalami perkembangan yang sebelumnya cara berprilaku, kepercayaan masih dipandu oleh orang tua dan orang lain selama masih bayi dan anak-anak dan ketika mereka dewasa, keyakinan yang dimiliki akan berfungsi sebagai petunjuk untuk melakukan sesuatu tindakan. Fowler membagi perkembangan spiritual ini kedalam bebrapa tahapan dengan masing - masing karakteristiknya seperti yang terdapat didalam tabel 2.2 (Kozier, Barbara J. Berman, 2008).

Tabel 2.2

Tahap Perkembangan Spiritual Tahap perkembangan Karakteristik

0-3Tahun

 Neonatus dan balita memperoleh dasar-dasar spiritual dari rasa percaya, kebersamaan, keberanian, serta rasa cinta dan kasih sayang. Transisi ketahap berikutnya dimulai ketika pemikiran dan bahasa anak sudah dapat memungkinkan menggunakan simbol-simbol Anak masa pra- sekolah (3-7

tahun )

(30)

Tahap perkembangan Karakteristik

 Anak dapat menghubungkan antara intuisi dengan kondisi terakhirnya melalui cerita- cerita,gambar dan perasaan serta menjadikan suatu keyakinan sebagai bentuk kejadian yang nyata (misalnya : santa claus, dan tuhan merupakan kakeknya yang berada dilangit)

Anak usia sekolah (7 – 12 tahun)

 Anak sudah dapat menggunakan konsep secara abstrak atau fantasi untuk menggambarkan spirituallitas meraka serta anak sudah dapat berfikir konkrit untuk menuntut bukti.

 Anak sudah dapat menerima cerita dan arti dari keyakinan, anak dapat diajak diskusi tentang apa keyakinan mereka dan mengevaluasi pikiran.

Remaja

 Sudah menegtahui arti dan tujuan hidup, kepercayaan dapat berkembang dan memcobanya dalam kehidupan meraka serta keyakinan spiritual dapat membantu pemahaman mereka tentang lingkungan.  Menguji nilai kepercayaan orang tua mereka

dan dapat menolak atau menerimanya.

 Umumnya kepercayaan mereka sesuai dengan kepercayaan orang-orang yang ada di sekitar mereka.

Dewasa muda (18 – 25 tahun)

 Sudah mampu mengetahui identitas diri dan dapat membedakan pandangan dunia, serta mengembangkan agama dan kepercayaan secara personal sebagai simbol agama dan sudah memiliki rencana kehidupan, dan mengevaluasi kejadian terdahulu terhadap kepercayaan dan nilai spiritualitasnya.

Dewas akhir (38 – 65 tahun)

 Pada tahap ini seseorang mengintropeksi diri dan nilai spiritualitasnya

Lanjut usia ( 65 tahun sampai meninggal)

 Mulai membayangkan dan mempersiapkan kematian, menurut Heber (1987) bahwa seseorang yang spiritualitasnya baik dapat melanjutkan kehidupannya secara baik pula, serta dapat mmenerima kehidupan dan tidak takut mati, sedangkan bagi seseorang yang spiritualitasnya tidak baik menunjukkan kurangnya tujuan hidup, tidak dicintai, dan takut mati

(31)

3. Konsep Yang Berhubungan Dengan Spiritual

Kozier dkk (2008) menyebutkan karena spiritualitas merupakan suatu refleksi dari pengalaman batin yang diekspresikan secara personal atau individual maka spiritualitas dapat banyak mempresentasikan berbagai aspek yang berada didalam manusia, diantaranya adalah agama, iman, harapan, transendensi dan pengampunan. Konsep yang berkaitan tersebut akan diuraikan secara singkat sebagai berikut:

a. Agama

(32)

b. Keimanan (Faith)

Kozier (2008) menyebutkan iman adalah percaya atau memiliki komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Fowler (1981) menggambarkan bahwa keimanan dapat ada pada individu yang beragama maupun tidak. Iman kadang-kadang melibatkan kepercayaan terhadap zat yang lebih tinggi kekuasaannya seperti Allah umtuk memberi tujuan dan makna dalam kehidupan (Potter & Patricia., 2009). Keimanan dapat memberikan arti hidup, memberikan kekuatan terhadap seseorang yang mengalami kesulitan dalam hidupnya. Seseorang yang sedang sakit keimanan terhadap Allah yang berada didalam dirinya maupun dari dalam diri setiap tim kesehatan atau kombinasi dari keduanya akan memberikan kekuatan dan harapan. Iman seseorang akan menjadi lebih kuat ketika mereka memandang bahwa penyakit dan kesulitan yang ada sebagai kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik (Kozier, Barbara J & Berman, 2008).

c. Harapan

(33)

d. Trensendensi

Merupakan presepsi individu tentang diri sendiri untuk melihat perspektif yang lebih luas dari kehidupan dan keberadaannya. Trensendensi juga merupakan suatu pengakuan individu bahwa terdapat sesuatu yang lain yang lebih tinggi dari dirinya (Kozier, Barbara J. Berman, 2008). Trensendensi memiliki sifat yang dinamis dimana pencarian terus menerus untuk mendapatkan pengayaan melalui keterhubungan. Dalam penelitian L chung 2007, mereka menggunakan istilah spiritualitas untuk menunjukkan inti terdalam dari kepribadian individu yang mencakup hubungan dengan diri sendiri, orang lain dan Tuhan (Chung, Wong, & Chan, 2007).

e. Pengampunan

Konsep pengampunan mendapat perhatian yang lebih dari kalangan tenaga kesehatan profesional. Bagi banyak klien yang sakit atau menderita kecacatan membawa rasa malu atau perasaan bersalah. Keadaan tersebut ditafsirkan sebagai suatu hukuman atas dosa- dosa di masa lalu. Klien yang akan menghadapi kematian akan mencari pengampunan dari orang lain serta dari Allah. Perawat memiliki peranan penting dalam membantu klien untuk memahami proses pengampunan dan penerimaan terhadap penyakitnya (Kozier, 2010).

4. Karakteristik Spiritual

(34)

Table 2.3

Karakteristik Spiritualitas

Karakteristik Deskripsi

Hubungan dengan diri sendiri Memiliki pengetahuan diri (siapa dirinya) dan mengetahui kemampuan diri sendiri, serta memiliki sikap percaya diri.

Hubungan dengan orang lain Caring tehadap orang lain ketika meraka memerlukan bantuan

Memiliki sikap berbagi Hubungan dengan lingkungan Melesatarikan alam

Berkomunikasi dengan alam (contohnya: bertanam dan berjalan kaki)

Hubungan dengan Tuhan Meditasi atau berdoa

Berpartisipasi dalam ritual ibadah Sumber : (DeLaune & Ladner, 2011).

Penjelasan di atas dapat menyatakan secara ringkas bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya jika mampu:

a. Mengetahui makna dan arti personal yang positif tentang tujuan serta keberadaannya di dunia

b. Mengembangkan arti suatu masalah atau penderitaan dan dapat mengambil hikmah dari suatu kejadian tersebut

c. Menjalin hubungan positif, rasa percaya dan cinta teradap orang lain serta mengembangkan hubungan dengan orang lain secara positif

d. Merasa diri berharga dan dapat membina integritas personal

e. Memiliki kehidupan yang terarah yang terlihat dari harapan (Hamid, 2008).

B. Konsep Kesehatan Spiritual 1. Definisi Kesehatan Spiritual

(35)

memperoleh kesehatan spiritual dengan menemukan keseimbangan antara nilai - nilai, tujuan, keyakinan dan hubungan mereka dengan orang lain. Seseorang yang sehat secara spiritual akan mampu memaafkan diri sendiri dan orang lain, dapat menerima suatu penderitaan atau kematian, memiliki kualitas hidup yang baik, dan memiliki nilai positif terhadap fisik, dan memiliki kesejahteraan emosional (Potter & Patricia A, 2009).

Sehat spiritual adalah suatu rasa keharmonisan antara diri dengan orang lain, alam, dan kekuatan yang tertinggi (Allah) (Kozier, Barbara J. Berman, 2008). Thomas (1999) dalam Amirsyam (2010) sehat spiritual merupakan suatu kemampuan individu dalam membangun spiritualnya sehingga penuh dengan potensi dan kemampuan untuk mengetahui tujuan hidup, belajar mencintai orang lain, kasih sayang, kedamaian, kesejahteraan, serta dapat membantu diri sendiri dan orang lain untuk dapat menerima potensi tertinggi yang dimiliki (Syam, 2010). Seseorang dilahirkan dalam keadaan spiritual yang sehat, dan kemuadian mereka akan diajarkan religiusitas yang nantinya akan menentukan bagaimana tingkat spiritualitas seseorang (Memaryan, Rassouli, & Mehrabi, 2016).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual

(36)

adalah tahap perkembangan. Faktor – faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Budaya (Ruth, 2009)

Latar belakang sosial budaya seseorang akan mempengaruhi keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang akan mengikuti dan mempelajari tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak akan belajar pentingnya melaksanakan kegiatan keagamaan, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga serta peran dalam berbagai bentuk kegiatan keagaman. Apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut seseorang, tetap saja pengalaman spiritual merupakan hal yang unik bagi tiap individu. Namun tidak semua orang akan mengikuti tradisi spiritual dan agama dari keluarga asal meraka.

b. Jenis Kelamin

Spiritual akan bergantung dengan kepercayaan masyarakat dan kelompok agama terhadap ajaran tentang jenis kelamin atau perilaku yang diharapkan untuk pria dan wanita. Sebagai contoh, islam memerintahkan wanita untuk menutup auratnya. Dalam beberapa kasus yang menjadi pemimpin spiritual selalu laki-laki.

c. Pengalaman Hidup

(37)

yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya. Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun, seperti pernikahan, pelantikan kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan. Saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

d. Krisis Dan Perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan tingkat spiritualitas seseorang. Krisis spiritual sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada klien yang mengalami penyakit terminal atau prognosis yang buruk. Perubahan kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan suatu pengalaman spiritual.

e. Terpisah Dari Ikatan Spiritual

Klien yang menderita sakit, klien yang dirawat dirumah sakit atau dipanti jompo sering membuat seseorang merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan dukungan sosial. Klien mungkin merasa tidak aman dan merasa terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan berubahnya kebiasaan hidup sehari-hari. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.

f. Isu Moral Terkait Dengan Terapi

(38)

sekali menjadi dilema karena dapat dipengaruhi oleh agama, misalnya transplantasi organ, sirkumsisi, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Adanya konflik antara keyakinan agama dan prosedur medis sering dialami oleh klien serta tenaga kesehatan.

g. Asuhan keperawatan yang tidak sesuai

Perawat diharapkan peka dan mengerti kebutuhan spiritual klien ketika memberikan asuhan keperawatan, namun pada praktiknya perawat justru menghindar dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual, alasannya perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya pribadi, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual klien, tidak memiliki atau tidak mendapatkan pendidikan spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukanlah tugasnya, namun merupakan tanggung jawab dari pemuka agama. Isu yang mungkin timbul antara perawat dan klien dalam memberiakan asuhan spiritual, antara lain:

1) Pluralisme: klien dan perawat menganut kepercayaan dan iman yang berbeda dengan penerimaan terhadap kepercayaan yang berbeda. 2) Fear: ketidakmampuan mengatasi situasi, merasa melanggar privasi

klien, atau merasa bimbang atau tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai yang ada didalam dirinya sendiri

3) Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti, tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat 4) Bingung: bingung atau tidak dapat membedakan antara agama dan

(39)

h. Tahap Perkembangan

Hamid (2008) menyatakan seorang anak seharusnya memiliki kemampuan berpikir abstrak sebelum memahami spiritualitas yang ada didalam dirinya untuk mengeksplorasi hubungan dengan kekuatan yang paling tinggi. Berdasarkan penelitian hasil david heller terhadap anak - anak usia 4 sampai 12 tahun, dengan empat agama yang berbeda ditemukan mereka memiliki presepsi terhadap Tuhan dan kegiatan ibadah yang berbeda menurut usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian anak. Anak-anak mendeskripsikan tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan saling terikat dengan kehidupan, mempercayai tuhan terlibat dalam suatu perubahan,mempercayai tuhan memiliki kekuatan. Anak- anak yang dewasa, pengalaman hidup biasanya berpengaruh dengan kematangan keyakinan spiritual.

3. Indikator Kesehatan Spiritual

Indikator seseorang dikatakan sehat spiritual menurut Kozier (2008) ditujukkan pada tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4

Indikator Kesehatan Spiritual a. Beriman

b. Berharap

c. Memiliki makna dan tujuan hidup d. Perasaan damai

(40)

l. Berekspresi melalui lagu m. Berekspresi melalui seni n. Berekspresi melalui tulisan o. Keterhubungan dengan diri sendiri p. Keterhubungan dengan orang lain

q. Dapat berinteraksi dengan orang lain untuk berbagi pikiran , perasaan dan keyakinan.

Sumber : Kozier, barbara J. berman, (2008)

4. Kesehatan Spiritual dan Perawat

Profesi keperawatan dibandingkan dengan tenga kesehatan lainnya, perawat lebih menghabiskan banyak waktu dengan pasien, mereka membantu pasien dalam menemukan makna hidup dan berusaha meningkatkan kesehatan mereka, membantu menyelesaikan krisis penyakit, hospitalisasi, dan kehilangan orang yang mereka cintai, perawat juga membantu meningkatkan hubungan pasien dengan Allah melalui nilai - nilai dan kualitas hidup (Mauk, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Abdollah Khorami-Markani (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kesehatan spiritual perawat dan presepsi mereka terhadap pemenuhan asuhan keperawatan spiritual terhadap pasien. Perawat yang bekerja pada ruangan onkologi memiliki kesehatan spiritual yang baik. Perawat menyatakan bahwa ketika bekerja pada ruangan onkologi mereka melihat dirinya lebih dekat dengan kematian, mereka bekerja tanpa memikirkan material yang didapatkan, dimana mereka mendapatkan kedamaian dalam bekerja (Markani, 2015).

(41)

keperawatan yang tidak hanya aman, efektif tetapi juga memelihara kesehatan dan kesejahteraan hidup, sewhingga perawat harus dapat mencapai keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi mereka. Perawat perlu memiliki waktu untuk dapat merenungkan kesehatan fisik pribadi mereka, kesehatan mental, sosial serta spiritual yang akan mempengaruhi pemenuhan asuhan keperawatan terhadap klien. Ketika perawat sehat secara fisik, mental, sosial dan spiritual, akan menyebabkan tingginya kualitas kerja mereka dan bermanfaat untuk orang lain sera menerima setiap situasi dan keterbatasan (Mauk, 2004).

(42)

5. Kegiatan Untuk Mencapai Kesejahteraan Spiritual

Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan spiritual antara lain: a. Mengikuti Pengajian/ Kegiatan Keagamaan

Berpartisipasi dalam komunitas keagamaan dapat memberikan banyak manfaat dan dapat memperkaya jiwa. Ritual ibadah menjadi sumber seseorang untuk mendapatkan kenyamanan.

b. Berdoa

Berdoa, menghabiskan waktu sendirian untuk bermeditasi, adalah suatu kegiatan atau latihan yang berguna. Seseorang dapat berdoa dengan doa yang sesederhana mungkin untuk meminta bantuan atau memohon rahman terhadap Allah.

c. Dukungan Spiritual

Dukungan spiritual dapat datang dari berbagai bentuk, ada yang mendapatkan dukungan spiritual dari suatu komunitas yang dijadwalkan secara rutin di mesjid. Cara lain yang sering digunakan seseorang untuk mendapat dukungan spiritual adalah mencari guru spiritual, atau pembimbing spiritual.

d. Energi spiritual yang dapat dari perawat

(43)

6. Kesehatan Spiritual Dalam Islam

Islam secara harfiah berarti “menyerah” dengan apapun kehendak Allah.

Dalam ajaran islam yang terdapat didalam Al-Quran dan hadist, tidak ada perbedaan antara agama dan spiritualitas. Dalam konteks islam, tidak ada spiritualitas tanpa pengalaman dan praktik keagamaan; agama akan memberikan jalan spiritual untuk keselamatan dan jalan hidup seseorang. Seorang muslim akan merangkul Allah dan mencari makna, tujuan dan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat (Abbas et al., 2016).

Kesehatan spiritual menurut Mesbah (2012) dalam Abbas et al., (2016) mengatakan bahwa kesehatan spiritual merupakan suatu situasi dengan beberapa tahapan yang berbeda, dimana pengetahuan, sikap dan kemampuan akan diaktualisasikan dalam semangat yang akan menyebabkan keterkaitan dengan Allah, diri sendiri, masyarakat dan alam. Shojaei (2011) menyatakan kesehatan spiritual yaitu suatu aktualisasi individu sebagai fitrah untuk terhubung secara kuat dengan Allah sehingga individu tersebut memiliki pribadi yang stabil, memiliki tujuan hidup, jujur, dan hubungan produktif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Kesehatan spiritual dalam islam merupakan serangkaian tindakan dan langkah-langkah yang diambil untuk mengembangkan jiwa sehingga seperti sifat sang pencipta (Allah).

7. Tanda Sehat Spiritual Islam

(44)

akhirat, dan memiliki moral yang baik yang merupakan karakteristik atau tanda sehat secara spiritual dalam islam. Abbas (2016) menjelaskan poin –poin diatas sebagai berikut:

a. Cinta sang pencipta

Rasa keterhubungan dengan Allah, individu lainnya dan alam semesta. Karena Allah lah yang menciptakan manusia, maka Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kehidupan umatnya. Individu menyembah dan berdoa serta mematuhi setiap perintah-Nya, dan apapun yang ia kerjakan hanya untuk Allah.

b. Psikologis yang seimbang

Seorang yang yang beriman terhadap Allah tidak akan mengalami stres, kecewaan yang berlebihan serta depresi. Mereka memiliki rasa damai, harapan, kepercayaan, memiliki makna, tujuan hidup serta kepuassan spiritual. Seeorang yang memiliki kesehatan spiritual percaya bahwa tidak akan ada sesuatu yang buruk dapat terjadi dan yang menyakiti kita kecuali atas kehendak Allah. Hal ini menyebabkan keseimbangan psikologis.

c. Hidup berdasarkan tugas

(45)

cara yang benar sesuai tugasnya berdasarkan perintah Allah. Dengan ini ia akan menjadi individu yang penyayang dan penuh perhatian terhadap semua mahluk, bersifat jujur yang menjadi dasar mengingat Allah. Menghilangkan perasaan marah dan dendam, hal ini akan menyebabkan seseorang memiliki sikap alturisne. Alturisme berarti membantu orang lain dengan tulus, bahkan jika hal tersebut tidak akan membawa keuntungan untuk diri sendiri. Adil berarti tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain.

d. Percaya akhirat

Percaya terhadap suatu kehidupan setelah kematian merupakan tanda atau karakteristik individu yang sehat spiritualnya. Individu dengan dengan kesehatan spiritual yang baik akan mengetahui akhirat adalah suatu kehidupan yang lebih baik dan hidup kekal. Dengan demikian, seseorang harus dapat memafaatkan sepenuhnya potensi yang diberikan kepada mereka untuk mencari ridha Allah. Kesehatan spiritual seseorang dapat diukur dengan beberapa kriteria berikut: tidak menyakiti orang lain, tenang dan damai, dekat dengan Allah, sabar, menghindari larangan Allah, mencari progresif dan pengetahuan agama, menjalankan kewajiban agama (Abbas et al., 2016).

8. Dimensi Kesehatan Spiritual Islam

(46)

positif antara individu dengan orang lain, lingkungan dan lainnya (Potter & Perry, 2013).

a. Hubungan individu dengan Allah (Habluminallah)

Habluminallah merupakan suatu hubungan antara makluk dengan Allah yang menciptakannya. Hubungan antara Allah dan mahluk-Nya diistilahkan

dalam islam dengan “Tauhid”. Tauhid berasal dari kata wahaya, yuwahidu,

tauhidan, artinya keesaan atau mengesakan Allah (Gholib, 2011). Dasar dari hubungan ini dapat dilihat dalam Al-Quran surah Az-Dzaariat ayat 56:

Artinya : “aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mengabdi kepada-Ku”.

Ayat diatas jelas dikatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. Kata mengabdi diartikan sebagai semua tindakan atau aktivitas dalam hidupnya hanya untuk Allah SWT (Kurniawan, n.d.) Kodrat dari setiap mahluk, baik jin dan manusia untuk mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Ayat Al – Quran yang menjelaskan tentang tujuan manusia juga terdapat dalam QS Al-fatihah 1:5 yang berbunyi:

Artinya: “ kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami memohon

(47)

Hubungan manusia dengan Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah, dan meyakini keesaan-Nya yang disempurnakan dengan ibadah yang tulus ikhlas. Ibadah menjadi suatu implementasi yang dilakukan oleh manusia sebagai suatu sarana penghubung dengan Allah, sebagai contoh adalah pelaksanaan rukun islam yaitu membaca 2 kalimat syahadat, melaksanakan salat, membayar zakat, puasa dibulan ramdhan, dan naik haji. Ibadah yang dilakukan tidak hanya terbatas pada kegiatan ritual saja, tapi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Kurniawan, n.d.). Muhammad Quth dalam Gholib, (2011) menjelaskan bahwa tauhid uluhiyyah

dimanisfestasikan dengan

1) Mahabbatullah / mencintai Allah dengan penuh ikhlas, 2) Berdoa, bertawakkal dan berharap hanya kepadanya

3) Memiliki tujuan hidup hanya untuk mencari keridhaan-Nya b. Hubungan manusia dengan manusia (Habluminnas)

(48)

Artinya: “hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu, sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujuraat 49:13)

Artinya: “ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya allah amat berat siksanya.” (QS Al-Maidah (5): 2)

Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi memiliki manfaat bagi kita. Manusia diciptakan Allah memiliki akal pikiran dan dijadikan sebagai Khalifah dimuka bumi ini. Manusia diperintahkan Allah untuk memakmurkan dan memanfaatkan apa saja yang ada dialam dengan sebaik-baiknya (Kurniawan, n.d.). Allah SWT berfirman:

(49)

selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)" (QS hud: 61).

9. Komponen Kesehatan Spiritual dalam Islam

Kesehatan spiritual memiliki tiga komponen pendukung menurut Shorkey, (2008) dalam Gray, (2010) diantaranya, pengalaman spiritual, kesejahteraan spiritual, serta lokus kontrol spiritual. Seseorang yang sehat secara spiritual akan memiliki tujuan hidup, dimana tujuan hidupnya dapat dipengaruhi oleh bagaimana pengalaman-pengalaman yang pernah dialami seseorang dimasa lalu. Dengan menjalankan kehidupan yang mereka pilih dengan keyakinan yang mereka miliki akan menimbulkan suatu keharmonisan sehingga dapat memperoleh kesejahteraan spiritual. Tingkat kesejahteraan spiritual seseorang dapat dipengaruhi oleh bagaimana presepsi individu tersebut dalam menerima kehidupannya sehingga akan mempengaruhi tingkat kesehatan spiritual seseorang (Gray, 2010). Komponen kesehatan spiritual dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesejahteraan Spiritual

(50)

menghargai setiap kehidupan yang dijalani, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, serta memiliki sikap positif dalam menjalankan suatu masalah (Kozier, Barbara J. Berman, 2008). Fehring dalam (Fisher, 2011) menyebutkan bahwa kesejahteraan spiritual merupakan suatu indikasi dari kualitas hidup seseorang dalam dimensi spiritual atau suatu indikasi dari kesehatan spiritual.

Kesejahteraan spiritual sering digambarkan sebagai dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dimana mengambarkan hubungan antara individu dengan kekuatan yang lebih tinggi, sedangkan dimensi horizontal menggambarkan hubungan positif antara individu dengan orang lain, lingkungan dan lainnya (Potter & Patricia A, 2009). Hubungan antara individu dengan kekuatan yang lebih tinggi dalam islam disebut habluminallah, sedangkan hubungan individu dengan orang lain disebut habluminannas. Habluminallah diartikan percaya dengan keesaan Allah dan setiap tindakan yang dilakukan oleh individu berpedoman dengan Al-Quran dan Hadis, misalnya; sholat, membayar zakat, puasa, dan melakukan ibadah lain yang diperintahkan Allah untuk mengikat hubungan baik dengan Allah. Yakin dengan keesaan Allah dijelaskan dalam

kalimat syahadat yang memiliki arti “aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan

selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”. Seseorang

(51)

ketika bertemu seseorang, saling menolong atau peduli dengan sesama (Urdan, 1995 dalam Wijayati, 2016). Abu Dzar Al Ghifari radhiallahu’anhu,

Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu

berada, dan hendaknya setelah melakukan perbuatan buruk, engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan ahlak yang baik.” (HR. AT Tirmidzi).

Shorkery et al (2008) dalam Gray (2010) menyatakan kesejahteraan spiritual adalah suatu keharmonisan dan keselarasan yang dirasakan seseorang dengan dunianya, serta seberapa besar tujuan dan makna hidup mereka. Karakteristik umum dari spiritualitas antara lain, pencarian makna dan tujuan hidup, hubungan dan transendensi. Burkhardt (1989) menjelaskan bahwa pencarian makna dan tujuan hidup suatu hal yang penting, jika seseorang tidak dapat menemukan makna dan tujuan dari hidupnya akan mudah terpengaruh dan merasakan kekosongan (Markani, 2012). Al- Quran telah menjelaskan tentang tujuan hidup manusia dengan sangat jelas yaitu untuk beribadah

kepada Allah SWT. “ dan tidaklah kami ciptakan jin dan manusia, kecuali

(52)

Makna hidup dalam pandangan islam adalah berserah diri kepada Allah SWT. Berserah diri kepada Allah dilakukan dengan menjalankan segala perintah

allah yang bersifat ‘ubudiyyah dan menjauhi larangannya (Rahmat, 2003).

Allah berfirman dalam Al-Quran sebagai berikut:

Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun. (QS Al-Mulk 672)

Artinya : Sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" QS Al-Baqarah 2(155-156)

(53)

melipti: Al-Intifa yaitu mengambil manfaat dan mendayagunakan alam sebaik-baiknya, Al-I’tiba yaitu; mengambil pelajaran, mensyukuri dan menggali rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan allah, Al-Islah yaitu memelihara dan menjaga kelesatrian alam yakni untuk kemakmuran manusia, serta tetap terjaganya harmoni kehidupan dengan alam ciptaan Allah (Nur, 2014).

b. Pengalaman Spiritual

(54)

terhadap kehidupan sehari hari dengan rasa syukur dalam beribadah terhadap Tuhannya (Underwood & Teresi 2002 dalam Rahmawati.2016). Heydari (2016) menyatakan bahwa tingkat kesehatan spiritual seseorang tergantung pada beberapa banyak seseorang yang mengalami musibah atau sakit, namun tetap dekat dengan Allah bahkan mereka memaknai penyakit atau kesulitan yang terjadi sebagai suatu refleksi kedekatan dengan Allah (Abbas et al., 2016).

c. Lokus Kontrol Spiritual

Shorkey et al. (2008) dalam Gray, (2010) berpendapat bahwa locus of control merupakan suatu presepsi individu terhadap sumber yang mempengaruhi dan menerima tanggung jawab dari suatu kejadian dalam kehidupannya. Lokus kontrol dapat dibagi menjadi 2 yaitu lokus kontrol internal merupakan suatu presepsi seseorang yang mengacu kepada suatu kejadian baik positif maupun negatif dipengaruhi oleh tindakan atau karakteristik diri mereka yang cenderung menetap. Lokus kontrol eksternal adalah suatu presepsi individu dimana suatu kejadian positif maupun negatif tidak berhubungan langsung dengan diri sendiri atau dipengaruhi oleh faktor ekstenal dari dirinya seperti: keberuntungan, kesempatan, nasib serta kuasa Tuhan (Christina & Brahmana, 2009).

(55)

kontrol internal yang tinggi akan memiliki etos kerja yang tinggi, sabar dalam menghadapi segala macam kesulitan. Lee (1990) dalam (Rahayuningsih, 2015) juga menyatakan bahwa seseorang yang memiliki lokus kontrol eksternalnya tinggi akan mudah pasrah dan menyerah ketika terjadi suatu masalah yang sulit, bahkan mereka memandang masalah yang sulit suatu ancaman bagi dirinya. Individu dengan lokus kontrol eksternal yang tinggi, ketika mereka tidak mampu atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan suatu persoalan mereka akan menilai kegagalan sebagai suatu nasib yang mendorong seseorang untuk lari dari persoalan. (Lee, 1990 dalam Rahayuningsih, 2015). Crider (1983) dalam (Rahayuningsih, 2015) meyebutkan perbedaan karakteristik anatara lokus kontrol internal dan lokus kontrol eksternal. Karakteristik dari lokus kontrol internal antara lain; bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha menyelesaikan masalah, memiliki presepsi apabila ingin berhasil harus dengan usaha. Karakteristik dari lokus kontrol eksternal antara lain; kurang inisiatif, mudah menyerah, kurang mencari informasi, mudah dipengaruhi.

(56)

Artinya : “Bagi manusia ada malaikat- malaikat yang selalu mengikutinya

bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (QS

Ar-ra’ad ayat 11).

Artinya: “ hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf

dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmad Allah, melainkan

kaum yang kafir” (QS. Yusuf : 87).

Artinya: “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a):

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami

(57)

yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap

kaum yang kafir”.

Berdasarkan ayat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa manusia harus bersikap optimis, sehingga akan membuat individu senantiasa tegar,dan tidak berputus asa dalam menghadapai suatu masalah. Allah telah berfirman bahwa tidak akan membebani hambanya melebihi dari kemampuannya, artinya setiap masalah yang diberikan Allah kepada seseorang telah diukur oleh-Nya sesuai dengan kemampuan seseorang. Individu yang berorientasi pada lokus kontrol internal memiliki karakteristik tidak mudah menyerah, giat, dan optimis dengan kemampuannya sendiri serta mampu menyelesaikan masalah (Sukma, 2005).

C. Penelitian Terkait

1. Kesehatan Spiritual Perawat Di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

(58)

sebagian besar perawat di RS islam Bandung memiliki kesehatan spiritual yang tinggi yaitu sebesar 76,6%. Berdasarkan komponen yang mempengaruhi kesehatan spiritual sebagian besar responden memiliki pengalaman spiritual yang rendah (69.6). Komponen lokus kontrol spiritual masih rendah (69.9), dan untuk kesejahteraan spiritual responden dikategorikan tinggi (78.63). Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah tempat dilakukannya penelitian yaitu di Rumah Sakit Umum, dan populasi yang akan dijadikan penelitian yaitu perawat rawat inap yang beragama islam, seta jumlah sampel sebesar 141 responden .

2. Kesehatan Spiritual Di Keperawatan Dari Sudut Pandang Islam.

(59)

3. Kesehatan Spiritual Perawat Onkologi

Abdollah (2015) melakukan penelitian tentang Oncology Nurses Spiritual Health Experience: A Qualitative Content Analysis. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif fenomenologis. Pengambilan data dilakukukan dengan wawancara semi-tersruktur dan dua pertemuan kelompok 16 perawat dengan cukup usia,dan keragaman jenis kelamin. Hasil dari penelitian didapatkan perawat onkologi memiliki kesehatan spiritual seperti percaya kepada tuhan, al-quran, nabi, dan hari pembalasan, serta mencari pertolongan dan menyembah tuhan, (kesehatan agama). Memiliki kesehatan sempurna ; memiliki kepuasan hidup dan kerja yang tinggi, serta mencari makna dan tujuan hidup (kesehatan eksistensial). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tempat dilakukannya penelitian,serta jenis penelitian,dimana pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

4. Kesejahteraan Spiritual Perawat

(60)
(61)

43

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: (Ruth, 2009) (Hamid, 2008) (Gray, 2010)

Komponen kesehatan spiritual  pengalaman spiritual,  kesejahteraan spiritual,  lokus kontrol spiritual. (Gray, 2010)

Faktor yang mempengaruhi kesehatan spiritual

a. Pengalaman hidup b. Jenis kelamin c. Budaya

d. Krisis dan perubahan e. Terpisah dari ikatan spiritual f. Isu moral terkait dengan terapi g. Asuhan keperawatan yang tidak

sesuai

h. Tahap perkembangan (Ruth, 2009)

Dimensi kesehatan spiritual islam  Habluminallah

(62)

44 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang memudahkan peneliti menyusun teori dan menghubungkan hasil penelitian dengan teori dari sebuah penelitian, serta merupakan refleksi dari keterkaitan antar variabel yang akan diteliti, yang bertujuan untuk mengarahkan penelitian serta panduan dalam analisis dan intervennsi (Nursalam 2008).

Diagram dibawah dapat menjelaskan bahwa tingkat kesehatan spiritual seseorang dapat dinilai melalui tiga dimensi penting dari kesehatan spiritual yaitu: pengalaman spiritual, lokus kontrol serta kesejahteraan spiritual.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Komponen sehat spiritual islam

perawat Kesejahteraan

Spiritual

Pengalaman Spiritual Lokus Kontrol

(63)

B.Definisi Operasional

(64)

46

Tabel 3.1

DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur Kesehatan Spiritual

Islam Perawat

Aktualisasi individu sebagai fitrah untuk terhubung secara kuat dengan Allah sehingga individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan spiritual, pengalaman spiritual, serta memiliki presepsi positif dalam menerima kehidupannya.

Sikap atau suatu perasaan harmonis antara habluminallah dan habluminnas

Skala likert Menggunakan Kuisoner spiritual health inventory

Pengalaman Spiritual Suatu peristiwa spiritual yang memberian makna dan dampak positif terhadap kehidupan sehari-hari dengan rasa syukur dalam beribadah kepada Allah SWT.

Skala likert Menggunakan Kuisoner spiritual health inventory Gray (2010) yang telah dimodifikasi terdiri dari 13 pertanyaan

presepsi individu dalam menyakini kekuatan internal dan eksternal yang mempengaruhi suatu kejadian dalam kehidupannya.

(65)

47

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur

(66)

48 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi atau rerata suatu variabel (Dahlan, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesehatan spiritual islam perawat.

B.Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Tangerang. Penelitian dilakukan pada bulan April 2017.

C.Populasi, Dan Sampel 1. Populasi

(67)

49

Atas sebanyak 15 perawat, di ruang NICU, Flamboyan, Soka, dan Hemodialisa masing-masing sebanyak 13 perawat, di ruang Perinatologi Atas sebanyak 22 perawat, di ruang Seruni sebanyak 12 perawat, di ruang Thalasemia sebanyak 9 perawat, diruang Kemoterapi 5 perawat serta di ruang Kemoterapi Anak sebanyak 4 perawat.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian subjek yang dapat mewakili dari populasinya yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Sumantri, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah perawat yang beragama islam dan bekerja di ruangan rawat inap. Pengambilan sampel mengacu pada kriteria inkulsi dan eskulsi yang ditetapkan oleh peneliti. Kriteria inkulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: perawat yang beragama islam, perawat yang bekerja diruang rawat inap, bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria esklusi yang digunakan adalah: responden cuti sakit dan melahirkan.

a. Tehnik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam peneltian ini adalah propability sampling dengan proportionate stratifed random sampling, alasan peneliti mengambil metode ini karena jumlah perawat yang disetiap ruangan tidak homongen serta metode ini lebih mudah dalam mengambil responden.

b. Jumlah Sampel

Peneliti menggunakan rumus Slovin, pada penelitian ini untuk menetukan jumlah sampel (Hamdi, 2014).

(68)

50

n = 140,68 (dibulatkan menjadi 141 orang) Untuk mengantisi responden yang dropout, maka total sampel yang diambil sebanyak 141 orang ditambah 10%, sehingga sampel penelitian sebanyak 156 orang. Penyebaran data perawat disetiap ruangan menggunakan rumus sebaran data pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Jumlah Sampel Peruangan 1. Jumlah perawat di ruang Pavilium Edelweiss =10x156

217 = 7 orang

2. Jumlah perawat di ruang Pavilium Cempaka =14x156

217 = 10 orang

3. Jumlah perawat di ruang Pavilium Dahlia =16x156

217 = 12 orang

4. Jumlah perawat di ruang Pavilium Flamboyan =13x156

217 = 9 orang

5. Jumlah perawat di ruang Pavilium Kenanga =16x156

217 = 12 orang

6. Jumlah perawat di ruangPavilium Kemuning Atas =15x156

217 = 11 orang

7. Jumlah perawat di ruangPavilium Kemuning Bawah =14x156

217 = 10 orang

8. Jumlah perawat di ruangPavilium Mawar =14x156

217 = 10 orang

9. Jumlah perawat di ruangPavilium NICU =13x156

217 = 9 orang

10. Jumlah perawat di ruangPavilium Anyelir Atas =14x156

217 = 10 orang

11. Jumlah perawat di ruangPavilium Perinatologi Atas =22x156

217 = 16 orang

12. Jumlah perawat di ruangPavilium Seruni =12x156

(69)

51

13. Jumlah perawat di ruangPavilium Soka =13x156

217 = 9 orang

14. Jumlah perawat di ruangPavilium Thalasemia =9x156

217 = 6 orang

15. Jumlah perawat di ruangPavilium Hemodialisa =13x156

217 = 9 orang

16. Jumlah perawat di ruangPavilium Kemoterap =5x156

217 = 4 orang

17. Jumlah perawat di ruangPavilium Kemoterapi Anak =4x156

217 = 3 orang

Pada saat pengambilan data terdapat responden yang drop out sebanyak 5 (lima)morang dikarenakan tidak mengisi penuh kuisoner, sehingga jumlah sampel menjadi 151 responden. Sampel yang drop out terdapat dua orang di ruangan kemuning bawah, 1 orang di kemuning atas, dan 2 orang di anyelir atas.

D. Instrumen Penelitian

(70)

52

Pertanyaan- pertanyaan yang dibuat digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran kesehatan spiritual islam perawat dalam bentuk skala linkert dengan memberi bobot pada setiap jawaban istrumen. Penelitian ini menggunakan sakala 1-5 dengan kategori: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Kuisoner terdiri dari pertanyaan

favorabel 1,2,3,4,5 dimulai dari (sangat setuju,setuju, ragu-ragu,tidak setuju,dan sangat tidak setuju) sedangkan pertanyaan unfavorable 5,4,3,2,1 dimulai dari (sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju, sangat setuju).

E. Validitas Dan Reliabilitas Kuisoner

(71)

53

1,2,16,17,30 direvisi sesuai dengan saran yang diberikan oleh expert. kuisoner disarankan lebih aplikatif, sehingga peneliti merubah dan menambahkan pertanyaan nomor 4,7,23,26,28,30. Setelah dilakukan uji judgement expert,

peneliti melakukan uji validitas responden di RSUD Kabupaten Tangerang di instalasi Wijayakusuma sebanyak 30 responden. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment, dimana suatu pertanyaan dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel, sedangkan pertanyaan yang dianggap tidak valid maka nilai r hitung < r tabel (0,361) pada n= 30 (Hastono, 2006). Hasil uji validitas berdasarkan statistik pada instrumen kesehatan spiritual perawat dari 33 pertanyaan, hanya 29 pertanyaan yang valid, namun secara konten sudah mendukung isi dari penelitian serta sudah diuji judgement expert, maka pertanyaan yang tidak valid tetap dimasukkan dalam pertanyaan instrumen.

(72)

54

F. Prosedur Pengambilan Data 1. Sumber data

Data primer yang diperoleh peneliti adalah langsung dari responden melalui kuisoner yang diberikan oleh peneliti. Responden diminta utuk mengisi sendiri kuisoner yang telah diberikan dan tidak boleh diwakilkan.kuisoner yang telah diisi langsung dikumpulkan kepada peneliti.

2. Prosedur Pengambilan Data

Proses dalam pengambilan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu antara lain:

a. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti memodifikasi kuisoner dari Gray (2010).

b. Kuisoner diuji dengan judgement expert oleh ahli agama yaitu Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis dan Dr. Yuli Yasin, Lc., M.A

c. Selanjutnya pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada bagian diklat RSUD Kabupaten Tanggerang.

(73)

55

f. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh para calon respomden apabila mereka setuju menjadi objek penelitian.

g. Memberikan penjelasan kepada responden dalam tata cara pengisian kuisoner.

h. Memberikan waktu kepada responden untuk dapat mengisi kuisoner i. Memberikan kesempatan bertanya kepada peneliti apabila ada yang tidak

jelas dalam kuisoner

j. Mengingatkan responden untuk memriksa kembali kuisoner yang telah diisi untuk memastikan semua item telah diisi dengan baik.

k. Responden memberikan lagi kuisoner yang telah diisi kepada peneliti untuk diperiksa

l. Mengolah data dan menganalisa data sesuai uji statistik yang telah ditetapkan oleh peneliti

G. Pengolahan Data

Gambar

Tabel 2.2
Table 2.3 Karakteristik Spiritualitas
Tabel 2.4 Indikator Kesehatan Spiritual
Tabel 3.1 DEFINISI OPERASIONAL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi Mental Spiritual Klien yang Berhubungan dengan Diri Sendiri Dalam. kegiatan sehari-hari klien mampu menolong dirinya sendiri seperti makan

Karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan diri sendiri paling banyak berada pada karakteristik kurangnya makna hidup (51,7%), berdasarkan aspek

Seseorang yang dikategorikan kebutuhan spiritual nya terpenuhi apabila mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan hidup, keberadaannya di dunia atau

Hasil penelitian ini adalah ditemukannya 6 kategori yang berkaitan dengan kesehatan spiritual partisipan, yaitu konsep sehat sakit, agama, harapan dalam hidup,

Meningkatkan kualitas hidup: Dengan menjaga tekanan darah pada tingkat yang sehat, obat hipertensi dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan

Kuesioner hubungan dengan diri sendiri 1 Saya mampu menerima seluruh situasi hidup saya. 2 Saya dapat menerima perubahan-perubahan

Dalam diri seseorang mungkin lebih menyadari akan pentingnya aspek spiritual bagi kehidupannya, yaitu dengan lebih menyadari tentang makna, tujuan dan nilai hidup, maka

Menurut Worthington dan Wade 1999, salah satu faktor yang mempengaruhi memaafkan adalah kecerdasan emosional, dimana seseorang mampu untuk memahami emosi diri sendiri dan orang lain,