• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON THE SMUGGLING OF THE PROTECTED WILDLIFE By Darul Kutni Almurowi, Sunarto, Rini Fathonah Email : daruel.almurowigmail.com

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRACT A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON THE SMUGGLING OF THE PROTECTED WILDLIFE By Darul Kutni Almurowi, Sunarto, Rini Fathonah Email : daruel.almurowigmail.com"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENYELUNDUPAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

Oleh:

Darul Kutni Almurowi, Sunarto, Rini Fathonah Email : daruel.almurowi@gmail.com

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati. Indonesia dikenal juga sebagai Negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Selain itu kurangnya kesadaraan masyarakat akan pentingnya kelestarian satwa-satwa dan maraknya penyelundupan satwa liar yang dilindungi menjadi salah satu faktor utama yang dapat merusak kelestarian sumber daya alam. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi dan bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normative dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling. Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data dengan cara editing, kalsifikasi data, sitemasi data, dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi, yaitu faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik, dan faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa liar yang dilindungi tersebut, faktor masyarakat, faktor ketidaktahuan masyarakat, faktor nilai jual tinggi, faktor hobi, dan faktor kurang optimalnya proses penjatuhan sanksi pidana, namun faktor yang sering menjadi penyebab penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik dan faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan masyarakat. Upaya penanggulangan terhadap penyelundupan satwa liar yang dilindungi dapat dilakukan dengan cara, yakni upaya preventif dan represif. Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah sebaiknya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan penyuluhan agar tetap menjaga kelestarian satwa Indonesia, serta sebaikanya aparat yang berwajib serta manyarakat bekerja sama guna mencegah terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi.

(2)

ABSTRACT

A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON THE SMUGGLING OF THE PROTECTED WILDLIFE

By

Darul Kutni Almurowi, Sunarto, Rini Fathonah Email : daruel.almurowi@gmail.com

Indonesia is one of the countries with rich in natural resources, both biological and non-biological. Indonesia is also known as a country with a long list of endangered wildlife. In addition, the lack of public awareness on the importance of the preservation of wildlife and the proliferation of protected wildlife is one of the main factors that can damage the sustainability of natural resources. The problems in this research are formulated as follows: what are the causing factors in the smuggling of protected wildlife and what efforts can be done to overcome the smuggling of the protected wildlife? This research used normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary and secondary data. The sampling technique was done using purposive sampling. The collected data was then processed through data processing and data assessment by editing, classification, sistematization, and was analyzed by using qualitative analysis. Based on the results and discussion of the research, among the factors causing the occurrence of smuggling of protected wildlife, included: economic factor, law enforcement factor, bad environmental condition, and the lack of social control of the family and community, the lack control from the government in protecting the protected wildlife, community factor, community ignorance, high selling factor, hobby factor, and less optimal in the process of criminal sanction imprisonment; while factors caused the most smuggling of protected wildlife, included: economic factor, law enforcement factor, bad environmental condition and the lack of social control in families and communities. There were two kinds of efforts to combat the smuggling of protected wildlife: preventive and repressive efforts. It is suggested that the government should improve the welfare of the community and provide counseling in order to maintain the preservation of Indonesian wildlife, and it is expected that the authorities and the community should be working together to prevent the occurrence of smuggling of protected wildlife.

(3)

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati. Sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya mempunyai kedudukan dan peranan penting bagi kehidupan manusia khususnya bagi penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

Dalam menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagai pengaturan yang menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumber daya alam hayati tersebut adalah serangan hama dan

penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Pencegahan masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah negara Republik Indonesia mencegah tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, di perlukan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam satu sistem yang maju dan tangguh. Sehubungan dengan hal-hal di atas, perlu ditetapkan ketentuan tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Berdasarkan keterangan World Wide Fund (WWF) Indonesia diketahui sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia di samping Zaire dan Brazil, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertingi yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri, membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan satwa di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar perdagangan satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul memperhatikan kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar dapat diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan.1

1

(4)

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan bahwa yang disebut Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Satwa liar yang dilindungi dilarang untuk dipelihara,

dimiliki, diburu maupun

diperdagangkan, namun masyarakat tidak dapat membedakan satwa yang dilindungi dan yang tidak dilindungi.2 Perilaku manusia ini yang dapat mengancam kepunahan dari satwa langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya di habitat asalnya.

Kepunahan satwa langka ini dapat dicegah dengan ditetapkan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Satwa langka tidak boleh dibunuh, dimiliki, ditangkap, diburu serta diperdagangkan, hal ini untuk menjaga kelestarian satwa tersebut dari kepunahan. Pencegahan ini bertujuan agar satwa-satwa langka yang hampir punah, hanya menjadi cerita bagi anak cucu kita nantinya karena keserakahan manusia dalam mengambil keuntungan dari yang diperolehnya.

Kejahatan terhadap Satwa liar (wildlife crime) di Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir, sudah menjadi isu nasional yang sering diperbincangkan di berbagai forum ilmiah, kebijakan dan media. Ada lima komponen dasar yang merupakan pemicu wildlife crime, yaitu satwa liar (wildlife), pelanggaran dan/atau kejahatan (offence), komoditas perdagangan satwa liar (commodity),

2

Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan hasil Hutan dan satwa (Jakarta: PT Glora Aksara Prata, 1995), hlm. 47.

tingkatan-tingkatan perdagangan (level of trade), dan nilai perdagangan (value). Begitu pula di Lampung, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung terus menggagalkan penyelundupan satwa liar yang langka dan dilindungi oleh negara di areal Seaport Interdiction

Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan sekitar pukul 00.30 WIB pada hari Rabu 14 september 2016.

Penyelamatan hewan dari perdagangan ilegal itu didapati dari operasi razia yang digelar petugas Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung. Dalam operasi tersebut, didapati hewan langka berupa 6 ekor macan akar, 2 ekor elang brontok, dan 15 ekor musang yang tersimpan di dalam keranjang putih dan diangkut menggunakan bus angkutan dengan tujuan Palembang, Sumatera Selatan, Tasikmalaya, dan Jawa Barat, sekitar pukul 23.00 WIB, hari Selasa 13 September 2016. Selanjutnya, petugas kembali mendapatkan 4 kardus yang berisi 129 ekor burung dari berbagai jenis yang tidak memiliki surat izin dan tidak disertai dokumen resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) asal pengiriman dari bus Ranau Indah jurusan Palembang, Sumatera Selatan-Jakarta, sekitar pukul 00.30 WIB. Ratusan burung itu terdiri dari Burung sutra 63 ekor, burung ais 3 ekor, burung batu, 13 ekor, burung lekek 1 ekor, burung siri 3 ekor, burung gonggong 4 ekor, burung punai 1 ekor, burung cabe 3 ekor, burung batik 12 ekor, kutilang emas 20 ekor, burung lukai 6 ekor. Atas penggagalan penyelundupan itu, seluruh satwa akan dirawat terlebih dahulu di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).3

3

(5)

Sebagaimana contoh kasus lain penyelundupan satwa liar yang dilindungi kembali lagi terjadi. Belasan ekor ikan arwana berhasil digagalkan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni, Lampung Selatan (Lamsel) saat melintas di Seport Bakauheni Lamsel. Kepala KSKP Bakauheni Lamsel, IPTU Nawardin

mengatakan, penggagalan

penyelundupan ikan arwana tersebut terjadi pada hari Sabtu (5/11) sekitar pukul 22.00WIB. Dimana, saat aparat melakukan razia rutin di Seport Interdiction (SI) Bakauheni Lamsel, sebuah kendaraan ekspedisi Eka Sari Lorena (ESL) nopol B 9666 LR melintas dan dilakukan pemeriksaan, didalamnya terdapat ikan arwana sebanyak 6 koli, berisi 19 ekor yang akan di kirim ke pulau jawa. Ikan-ikan tersebut tidak disertai dengan dokumen pengiriman.

Ikan-ikan tersebut berasal dari Pekanbaru, Riau akan dibawa ke Jakarta dan selanjutnya dibawa ke Surabaya. Jenis arwana tersebut yakni golden red dan super red yang termasuk hewan dilindungi. Dimana, ikan arwana itu jika di pasaran dapat mencapai harga Rp 1 juta dan beberapa bernilai di atas Rp 3 juta.4

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yakni Pasal 102A Undang-Undang Atas Undang-Undang Kepabeanan, setiap orang yang :

1. Mengekspor barang tanpa menyerahakan pemberitahuan kepabean.

2. Dengan sengaja pemberithauan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam

4

http://www.haluanlampung.com/index.php/ berita-utama/14115-penyelundupan-ikan-arwana-digagalkan

Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan Negara dibidang ekspor; 3. Memuat barang ekspor diluar

kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 11A ayat (3);

4. Membongkar barang ekspor didalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean;

5. Mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan dalam pasal 9A ayat (1);

Dipidanakan karena melakukan penyelundupan dibidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).5

Berdasarkan uraian diatas undang-undang tersebut memiliki hubungan

yang signifikan terhadap

penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi

tentang “Analisis Kriminologis

Terhadap Penyelundupan Satwa Liar yang dilindungi”.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka persoalan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu :

a. Apakah faktor penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi?

b. Bagaimanakah upaya

penanggulangan terhadap

5

(6)

penyelundupan satwa liar yang dilindungi?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normative dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive

sampling. Data yang terkumpul

kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data dengan cara editing, kalsifikasi data, sitemasi data, dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Terjadinya Penyelundupan Satwa Liar yang Dilindungi

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan bahwa keseluruhan narasumber yang menyatakan bahwa faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah faktor ekonomi, penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Selain dari pada ke empat faktor diatas menulis penulis dalam kejahatan ini terdapat salah satu faktor lainnya yang menjadi pennyebab dan bahwa mengakibatkan meningkatnya kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi ini adalah akibat dari sistem hukum di Indonesia yang tidak atau belum dijalankan dengan baik dan benar oleh semua pihak yang terkait dengan perlindungan terhadap satwa-satwa liar tersebut sehingga kontrol dari pemerintah belum maksimal dan memadai yang mana hal ini merupakan bagian dari pada bentuk kontrol sosial.

Berdasarkan keseluruhan hal diatas bahwa, pada intinya banyak sekali faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam penyelundupan satwa liar yang dilindungi yang mana faktor-faktor tersebut muncul berbeda-beda setiap individunya dan berdasarkan pada kondisi yang dialami oleh para pelaku kejahatan tersebut. Secara garis besar bahwa terdapat faktor penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi yaitu faktor ekonomi, penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa liar dilindungi tersebut.

(7)

Berdasarkan keseluruhan hal diatas bahwa, pada intinya banyak sekali faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam penyelundupan satwa liar yang dilindungi yang mana faktor-faktor tesebut muncul berbeda-beda setiap individunya dan berdasarkan pada kondisi yang dialami oleh para pelaku kejahatan tersebut. secara garis besar bahwa terdapat faktor penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi, yaitu faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan masyarakat yang tidak baik, dan kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindugnan bagi satwa-satwa dilindungi tersebut.

Pertama, faktor ekonomi dan faktor yang sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Pemenuhan kebutuhan inilah yang dijadikan alasan para pelaku kejahatan. Terjadinya kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi ini dikarenakan oleh faktor ekonomi dari pelaku yang masih tergolong rendah sedangkan kebutuhannya yang mendesak untuk terpenuhi. Tekanan atau desakan seperti itulah yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya.

Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternatif pekerjaan agar mendapatkan uang yang lebih banyak lagi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ekonomi yang rendah mengakibatkan atau membuat pelaku menjadi tidak berfikir panjang

mengenai dampak dari pada perbuatan yang dilakukan, mereka hanya memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan uang secara cepat dan banyak, tanpa memikirkan akibat perbuatannya yang dapat secara langsung membuat kondisi ekosistem menjadi rusak serta dapat punahnya satwa-satwa tertentu tersebut.

Kedua, faktor penegakan hukum, yakni masih kurangnya kerjasama antar aparat yang memiliki kewenangan sehingga memberikan celah bagi para pelaku untuk melakukan penyelundupan satwa liar yang dilindungi tersebut dan masih ditemukan adanya oknum atau aparat yang bermain dalam industri penjualan satwa liar yang dilindungi tersebut baik dari perijinan penangkapan atau yang lainnya.

(8)

dilindungi, baik dilakukan dengan menggunakan upaya-upaya preventif maupun dalam upaya represif, sehingga

dapat menghilangkan atau

meminimalisir terjadinya

penyelundupan satwa liar yang dilindungi.

Keempat faktor lingkungan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kejahatan. Hal tersebut sangat mempengaruhi pula terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain, memberikan kesempatan untuk melakukan kejahatan, lingkuangan dan pergaulan yang memberi contoh dan teladan yang tidak atau kurang baik, dan lingkungan ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan sehingga menyebabkan terjadinya kejahatan tersebut.

Berdasarkan keempat faktor diatas, bahwa penulis mengklasifikasikan faktor-faktor lainnya yang mana menjadi penyebab penyelundupan satwa liar yang dilindungi, yaitu:

1. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat itu sendiri juga merupakan faktor yang cukup besar terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Masyarakat cenderung tidak memikirkan dampak yang akan terjadi dikemudian hari, tanpa disadari jika semakin banyak pelaku memperniagakan satwa-satwa liar yang dilindungi akan merusak rantai makanan kehidupan jika satwa-sartwa terus diburu hingga habis maka rantai makanan akan rusak dan membuat satwa-satwa kecil yang dianggap hama oleh masyarakat akan berkembang biak dengan pesat dan merusak ekosistem serta perkebunan masyarakat itu sendiri dan menimbulkan kerugian yang besar.

2. Faktor Ketidaktahuan Masyarakat Faktor ketidaktahuan masyarakatpun yang menjadi penyebab terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Kurangnya sosialisaisi/ penyuluhan kepada masyarakat inilah yang menyebabkan kejahatan ini terjadi. Padahal perbuatan penjualan satwa liar yang dilindungi melawan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Hal tersebutlah terkadang menjadi faktor ketidaktahuan masyarakat terhadapa perbuatannya tersebut, mengenai jenis-jenis satwa yang dilindungi atau tidak dilindungi, sehingga pemerintah perlu mengadakan sosialisasi agar masyarakat mengetahui satwa liar yang dilindungi yang terdapat dalam Undang-Undang.

3. Faktor Nilai Jual yang Tinggi

Satwa-satwa liar yang dilindungi rata-rata memiliki nilai jual yang sangat tinggi, karena kelangkaannya. Oleh karena itu banyak sekali orang-orang yang melakukan suatu kejahatan tersebut, karena biasanya permintaan terhadap pembelian satwa-satwa tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah satwa-satwa langka yang tersedia atau diperjual belikan secara ilegal.

4. Faktor Hobi

(9)

cara diselundupkan oleh si penjual diluar kota untuk mengelabui petugas.

5. Kurang Optimalnya Proses Penjatuhan Sanksi Pidana

Penjualan hewan yang dilindungi adalah perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan Undang-undang ini pelakunya dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan dikenakan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa ancaman pidana penjara selama lima tahun ternyata tidak juga dapat menyurutkan perbuatan dari pada para pelaku kejahatan tersebut. Hal tersebut dalam praktiknya banyak sekali pelaku-pelaku yang hanya dijatuhi hukuman yang terkategori ringan jika mengacu kepada ancaman maksimal yang dapat diberikan kepada para pelaku, yang mana hal tersebut dikhawatirkan tidak dapat menimbulkan suatu efek jera bagi para pelaku kejahatan tersebut.

B. Upaya Penanggulangan

Terhadap Penyelundupan Satwa Liar Yang Dilindungi

Terdapat beberapa cara yang digunakan dalam melakukan penanggulangan kejahatan, yaitu:

1. Penerapan hukum pidana (criminal law application)

2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) 3.

Mempengaruhi pandangan

masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (influencing views of society on crime and punishment/mass media.6

6

Barda Nawawi Arif, Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 1998), hlm. 52.

Berdasarkan teori penanggulangan kejahatan dapat menjadi dasar untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang akan dibahas. Marc Ancel7 menyatakan bahwa kebijakan kriminal (criminal policy) adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu upaya penal yang merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya repressive (penindasan/ pemberantasan/penumpasan) dengan menggunakan sarana penal (hukum penal), dan sarana non penal yang merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitik beratkan pada upaya-upaya yang sifatnya

preventive (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan criminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat. Dengan demikian, sekitarnnya kebijakan-kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap yudikatif/aplikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa kesejahteraan sosial dan kebijakan untuk perlindungan masyarakat.

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat, namun aspek

7

(10)

yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan/perlindungan masyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilai kepercayaan,

kebenaran/kejujuran/keadilan.

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral ada keseimbangan sarana penal dan non penal. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana nonpenal karna lebih bersifat preventif dan karena kebijakan penal mempunyai keterbatasan/kelemahan yaitu bersifat fragmatis/tidak struktural fungsional dan harus didukung oleh infrastruktur biaya yang tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden yaitu Karit,8 dapat diketahui bahwa upaya yang dilakukan pihak BKSDA dalam hal penanggulangan terhadap penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah:

a. Upaya preventif yaitu pendekatan kepada masyarakat yaitu memberitahukan kepada masyarakat bahwa memelihara, memiliki dan memperjualbelikan satwa atau bagian tubuh satwa yang dilindungi adalah tidak diperbolehkan.

b. penyuluhan hukum dari pihak penyidik agar masyarakat

mengetahui perbuatan

penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah perbuatan yang melanggar hukum.

c. memberikan pengarahan kepada masyarakat terutama generasi muda bahwa keberadaan satwa-satwa kita perlu dan penting adanya.

Penanggulanan terhadap penyelundupan satwa liar yang dilindungi akan lebih dikedepankan upaya-upaya non penal,

8

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 09 mei 2017 di Kantor BKSDA Provinsi Lampung

yaitu satu upaya yang bersikat preventif, yaitu pencegahan. Terhadap upaya-upaya preventif ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilkakukan dengan langkah-langkah internal dan eksternal.

1. Tindakan Preventif dengan Cara Non Penal

Artinya mengupayakan melakukan pencegahan oleh masyarakat luas, antara lain dengan cara penyuluhan ke sekolah-sekolah atau ke masyarakat dan ke daerah-daerah agar masyarakat tahu dan memahami bahwa terdapat satwa-satwa dilindungi oleh pemerintah. 2. Tindakan Represif dengan Cara Penal Artinya tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana lain dengan cara menegakan hukum sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya ALam Hayati, Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabean dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Puji Hartono9, upaya penanggulangan yang dapat dilakukan terkait penyelundupan satwa liar yang dilindungi yaitu:

1. Memberikan pemahaman yang baik terhadap masyarakat terkait akibat-akibat hukum yang dapat timbul apabila melakukann kejahatan, terutama kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi.

2. Memberikan pemahaman tentang perilaku negatif kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi dari sudut pandang pelestarian satwa-satwa. Disini peran

9

(11)

instansi-instani terkait sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa pentingnya kelestarian satwa-satwa tersebut.

3. Menjelaskan tentang adanya sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabean, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Ketiga Undang-Undang ini telah menjelaskan secara khusus hukuman yang akan didapat para pelaku penyelundupan satwa liar yang dilindungi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden Erna Dewi10, dapat diketahui bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi kejahatan

penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah upaya penal dan upaya non penal.

a) Upaya non penal adalah upaya yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi, bentuk penegahan tersebut adalah:

1. Penyuluhan hukum sehingga

masyarakat mengetahui

pengetahuan tentang hukum. 2. Peningkatan kualitas sumber daya

manusia agar mannusia dapat berfikir bahwa perbuatan-perbuatan yang menjurus kekejahatan tidak lagi mereka perbuat.

3. Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga tidak ada lagi kejahatan yang dilakukan

10

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 25 mei 2017 di Fakultas Hukum Universitas Lampung

yang berlatarbelakang faktor ekonomi.

b) Upaya penal adalah yang bersifat penghukuman yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku sehingga pelaku menyadari kesalahan dan tidak akan mengulanginya dikemudian hari serta memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak meniru perilaku tersebut yang dapat dirugikan orang lain bahkan diri pelaku itu sendiri.

Kemudian berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan terhadap responden yaitu Arie Apraja11, dapat diketahui bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi yaitu:

a. Dengan cara non penal mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang hukum dan pentingnya kelangsungan hidup satwa-satwa yang dilindungi, kemudian dapat juga dilakukan pemberian peringatan kepada pelaku.

b. Memberikan pengarahan kepada masyarakat luas pentingnya untuk menjaga kelestarian alam agar satwa-satwa tersebut populasinya tetep terjaga dan tidak mengalami kepunahan karna sangat penting kerjasama antar masyarakat karena dengan menyerahkan semua kepada aparat tanpa pengarahan kepada masyarakat maka tetap akan sulit dan kasus seperti ini akan terulang terus menerus apabila tak ada kesadaran sendiri dari masyarakat.

Penjelasan keempatan narasumber semua menyatakan upaya non penal

dikarenakan upaya pencegahan lebih

11

(12)

penting dari pada sudah terjadinya kejahatan kemudian baru dilakukannya upaya-upaya untuk penanggulangan kejahatan. Upaya-upaya secara non penal dapat ditempuh dengan cara penyuluhan tentang hukum dimasyara-kat karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum serta memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa terdapat berbagai macam satwa-satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang dan menjelaskan kepada masyarakat dan masyarakat dihimbau untuk menjaga kelestarian alam.

Uraian-uraian mengenai penanggulang-an terhadap penyelunduppenanggulang-an satwa liar yang dilindungi yang telah dipaparkan, penulis berpendapat bahwa upaya-upaya yang dilakuan untuk menanggulangi penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah dengan cara

preventif dan represif. Kedua upaya tersebut seharusnya direncanakan dan dilakukan dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Mengedepankan upaya yang bersifat preventif tentu akan lebih membawa pengaruh positif terhadap usaha pencegaan kejahatan penjualan satwa liar yang dilindungi, karena upaya

preventif akan jauh lebih efisien dibandingkan upaya-upaya yang dilakukan ketika suda terjadi suatu tindak kejahatan. Tetapi terhadap upaya-upaya represif pula tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena langkah ini pula sangat penting dalam mempengaruhi proses penanggulangan kejahatan, sehingga dalam apabila langkah-langkah preventif tidak dapat berfungsi optimal dan masih terjadi kejahatan tersebut, pada tahap inilah upaya harus dilakukan dengan baik dan seoptimal mungkin, sehingga dapat menjadi suatu efek jera bagi para pelaku

yang melakukan kejahatan

penyelundupan satwa liar.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi yaitu, faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik, dan faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan masyarakat, serta belum maksimalnya kontrol dari pemerintah dalam melakukan perlindungan bagi satwa-satwa liar yang dilindungi tersebut, faktor masyarakat, faktor ketidaktahuan masyarakat, faktor nilai jual yang tinggi, faktor hobi, dan faktor kurang optimalnya proses penjatuhan sanksi pidana, namun faktor yang sering menjadi penyebab penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik dan faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga dan masyarakat.

2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi penyelundupan satwa liar yang dilindungi adalah dengan cara preventif dan represif. Kedua upaya tersebut seharusnya direncanakan dan dilkaukan dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Mengedepankan upaya yang bersifat

preventif tentu akan lebih membawa pengaruh positif terhadap usaha pencegahan penyelundupan satwa liar yang dilindungi, karena upaya

(13)

tindak kejahatan. Tetapi terhadapa upaya-upaya represif pula tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena langkah ini sangat penting dalam

mempengaruhi proses

penanggulangan kejahatan, sehingga apabila langkah-langkah preventif

tidak dapat berfungsi optimal dan masih terjadi kejahatan tersebut, pada tahap inilah upaya ini harus dilakukan dengan sebaik dan seoptimal mungkin, sehingga dapat menjadi suatu efek jera bagi para pelaku yang melakukan kejahatan penyelundupan satwa liar yang dilindungi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan:

1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar tidak terjadi lagi penyelundupan satwa liar yang dilindungi dengan latar belakang faktor ekonomi, agar tidak terjadi kesenjangan dimasyarakat karna faktor ekonomi dan faktor ketidak tahuan masyarakat yang menjadi faktor paling dominan, sebaiknya pemerintah terus mengkampanyekan kepada seluruh masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam agar flora dan fauna Indonesia tetap utuh dan tidak mengalami kepunahan karena satwa yang saat ini dikategorikan banyak dihabitatnya apabila perburuan, penjualan, penyelundupan dan berbagai motif kajahatan lain terus berlangsung tanpa perhatian serius dari pemerintah maka alam akan terus menerus mengalami kerusakan baik flora maupun fauna. 2. Agar lebih menekan jumlah tindak

pidana penyelundupan tersebut harus ada kerjasama antar intansi selain BKSDA, Kepolisian, dan Balai Karantina Pertanian. Selain ketiga

intansi tersebut Dinas Perhubungan, beacukai dan masyarakatpun harus ikut andil dalam menekan jumlah tindak pidana penyelundupan karena berbagai motif atau cara para pelaku untuk melakukan kejahatan. Dinas Perhubungan dan beacukai disini diperlukan kerjasamanya karena kasus penyelundupan itu sendiri erat kaitanya dengan perhubungan, guna memperketat jalur perdagangannya itu sendiri baik itu jalur antar area maupun luar area dan masyarakatpun harus ikut andil karena apabila

menemukan atau menemui

kepemilikan satwa liar yang dilindungi tersebut agar segera melaporkan kepada petugas yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Barda Nawawi. 1998. Kebijakan

Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana. Jakarta: Kencana.

Marpaung, Leden. 1995. Tindak Pidana Terhadap Hutan hasil Hutan dan satwa (Jakarta: PT Glora Aksara Prata.

Wibowo, Yudi. 2013. Tindak pidana

Penyelundupan di Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika

http://www.haluanlampung.com/index.p

hp/berita-utama/14115- penyelundupan-ikan-arwana-digagalkan

http://www.wwf.or.id/?48442/Memeran gi-Peredaran-Ilegal-Satwa-Liar-Dilindungi

http://www.wwf.or.id/berita_fakta/blog/ index.cfm?uGlobalSearch=cites+di +indonesia&uGlobalLang=id

Referensi

Dokumen terkait