• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT THE EFFORTS OF CUSTOMS PORT OF PANJANG IN PREVENTING DRUG SMUGGLING By ANNISA DRAHIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRACT THE EFFORTS OF CUSTOMS PORT OF PANJANG IN PREVENTING DRUG SMUGGLING By ANNISA DRAHIKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA BEA DAN CUKAI PELABUHAN PANJANG DALAM PENANGGULANGAN PENYELUNDUPAN NARKOTIKA

(Jurnal Skripsi)

Oleh

ANNISA DRAHIKA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA BEA DAN CUKAI PELABUHAN PANJANG DALAM PENANGGULANGAN PENYELUNDUPAN NARKOTIKA

Oleh

Annisa Drahika. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: annisadrahika@ymail.com. Maroni, Damanhuri WN. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145.

Penyelundupan narkotika merupakan tindak pidana yang terjadi di wilayah kepabeanan, sehingga Kantor Bea dan Cukai sebagai institusi yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan, penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika tentunya berdasarkan mekanisme kerja dan standar operasional prosedural serta bekeja sama dengan Badan Narkotika Nasional. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika? Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Kepala Kantor Unit Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang, Petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika dilaksanakan dengan sarana penal, melaui penyidikan dengan berkoordinasi dengan penyidik Polri dan Penyidik BNN. Upaya ini dilaksanakan dengan: menerima laporan, memanggil orang untuk sebagai tersangka atau saksi; meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan; melakukan penangkapan dan penahanan; meminta keterangan dan bukti; memotret atau merekam; memeriksa catatan; mengambil sidik jari; menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan; menggeledah tempat atau sarana pengangkut; menyita; memberikan tanda pengaman; mendatangkan tenaga ahli; menyuruh berhenti; menghentikan penyidikan; melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab. (2) Faktor-faktor yang menghambat Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika adalah: a) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya secara kuantitas masih kurangnya jumlah PPNS Bea Cukai dibandingkan dengan pelaku tindak pidana kepabeanan, dan secara kualitas masih terbatasnya kemampuan petugas pelaksanaan teknis penyidikan. b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu masih terbatasnya sarana multimedia dan alat penyadap yang bisa menghambat penyidikan. c) Faktor masyarakat, yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika, d) Faktor budaya, yaitu masih adanya terjadinya pergeseran budaya masyarakat Indonesia yang menyukai barang-barang dari luar negeri dan masyarakat telah menjadi masyarakat konsumtif.

(3)

ABSTRACT

THE EFFORTS OF CUSTOMS PORT OF PANJANG IN PREVENTING DRUG SMUGGLING

By

ANNISA DRAHIKA

(4)

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara peserta dari Konvensi Tunggal Narkotika 1961, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976 tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika, pemerintah Indonesia telah melakukan pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya. Konvensi Tunggal Narkotika 1961, merupakan hasil dariUnited Nations Conference For Adoption of a Single Convetion on Narcotic Drugyang diselenggarakan di New York dari tanggal 24 Januari sampai dengan tanggal 30 Maret 1961.Secara prinsipil konvensi ini bertujuan untuk menciptakan suatu Konvensi Internasional terhadap pengawasan Internasional atas Narkotika, menyempurnakan cara-cara pengawasan dan membatasi pengunaan hanya untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan, serta menjamin kerja sama Internasional dalam pengawasan Narkotika tersebut.

Secara realita penyelundupan narkotika banyak terjadi di Indonesia, berbagai kasusnya yang telah digagalkan oleh berbagai institusi. Selama ini, penyelundupan narkotika yang berhasil digagalkan karena diterapkannya suatu proses penyelidikan dan penyidikan. Proses Penyidikan dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Badan Narkotika Nasional yang merupakan lembaga nonstruktural yang kewenangan

melakukan proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyelundupan narkotika berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang juga memiliki kewenengan administrasi penyelidikan dan penyidikan yang juga berdasarkan pada hukum pidana formil dan materil serta tata cara serta praktik menurut hukum acara pidana yang berlaku.

Lembaga atau instititusi tersebut dalam

melakukan pengawasan,

penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika tentunya berdasarkan mekanisme kerja dan standar operasional prosedural masing-masing. Selain Kepolisian selaku kordinator penyidik dan Badan Narkotika Nasional yang melakukan pengawasan, pencegahan, dan pemberantasan tindak pidana penyelundupan narkotika dalam proses penyelidikan dan penyidikan, terdapat juga PPNS yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dibawah naungan Menteri Keuangan.

(5)

Kepabeanan mengatur juga beberapa ketentuan yang menjadi landasan hukum bagi aparat penegak hukum Direktorat Jenderal Bea Cukai dalam menjalankan fungsinya sebagai community protector dengan mengacu beberapa ketentuan yang lebih jelas yakni Upaya pemberantasan penyelundupan yang dengan merinci perbuatanperbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan dan memperberat sanksi untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional berhasil menggagalkan Upaya penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu seberat 57,701 kilogram. Puluhan kilo narkotik itu disembunyikan dalam berbagai barang impor di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung. Pengungkapan tindak pidana ini berawal dari kecurigaan atas tiga kontainer barang impor. Dengan menggunakan analisa intelijen, dan melalui pemeriksaan x-ray dan ionizer, petugas memperoleh banyak informasi. secara historis penyelundupan sabu-sabu biasanya dilakukan di bandar udara, sekarang masuk melalui pelabuhan.1

Penangkapan puluhan ribu narkotika itu, dilakukan secara bertahap. Pada 3 Juli 2015, kontainer pertama berhasil ditangkap. Petugas mendapatkan barang berupa kristal bening yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan narkotest. Hasil pemeriksaan menunjukkan sabu-sabu diselundupkan

1

http://www.beacukai.go.id/berita/perangi-

narkotik-bea-cukai-lampung-gagalkan-penyelundupan-57-kilogram-sabu.html. Diakses Kamis 8 September 2016.

di dalam 12 unit cartridge toner merek Vivid.Kemudian pada 29 Juli 2015, dari kontainer kedua didapatkan barang berupa kristal bening. Kemudian petugas melakukan pemeriksaan dengan narkotest.Hasilnya, barang tersebut adalah sabu-sabu, yang disembunyikan di dalam enam buah toner merk Vivid, tiga buah gas blower merk Tai Shan, empat buah mesin pemotong rumput merk Esen Garden Tool Tipe M 3401 dan dua buah pompa air merk Shun Yuan.Kemudian pada 30 Juli 2015, dari kontainer ketiga didapatkan barang berupa kristal bening. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan narkotest, hasilnya positif sabu-sabu. Barang diselundupkan di dalam enam mesin pompa air merk Shun Yuan dan 27 mesin motor merk Sanili.2

Upaya penggagalan penyelundupan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pihak Bea Cukai dengan menyerahkan perkara dan barang bukti kepada BNN. Sebagai tindak lanjut kasus, BNN melakukan penangkapan terhadap 15 orang yang terdiri dari 11 warga negara Indonesia dan empat orang warga negara asing. Ancaman hukuman terhadap kasus penyelundupan sabu-sabu sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, paling singkat pidana penjara lima tahun, dan paling lama hukuman pidana penjara seumur hidup. Deputi Pemberantasan BNN, Deddy Fauzi Elhakim, mengatakan, penangkapan ini merupakan akibat dari kegagalan para penyelundup sindikat narkotika yang selama ini menyelundupkan lewat jalur udara. Para pelaku berasal dari sindikat yang sama dan selalu menyelundupkan sabu-sabu

(6)

dengan kuantitas yang besar melalui jalur laut. Modus operandi penyelundupan semakin berkembang, yaitu barang-barang yang kuantitasnya besar, kemudian dipecah-pecah, ada yang lewat mesin motor, ada di tas, macam-macam dilakukan.3

Provinsi Lampung sebagai salah satu bagian wilayah Indonesia yang berpotensi maraknya kasus penyelundupan narkotika, menjadi daya tarik bagi sindikat pengedar narkotika jaringan Nasional maupun Internasional untuk melancarkan bisnis ilegal. Direktorat Narkotika Bea dan Cukai harus senantiasa dengan mekanisme dan prosedur yang telah diterapkan sesuai aturan hukum. Mekanisme kerja atau prosedur kerja yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai tentunya dilaksanakan untuk mencegah tindakan penyelundupan bisnis barang haram narkotika jelas melanggar ketentuan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomo 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Petugas Bea Cukai Pelabuhan Panjang yang mengimplementasikan tugas dan wewenangnya sebagai pelindung masyarakat secara langsung di lapangan untuk mencegah adanya pemasukan barang terlarang narkotika yang masuk ke wilayah pabean melalui penumpang dan barang kiriman dari luar negeri. kemampuan serta teknik petugas Bea Cukai Pelabuhan Panjang dalam menganalisa segala usaha penyelundupan narkotika dalam proses penyelidikan dan penyidikan harus

3Ibid

dimiliki dan dilaksanakan oleh petugas Bea Cukai Pelabuhan Panjang.

Permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah upaya Bea dan Cukai

Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika?

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. Pembahasan

A. Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam Penanggulangan Penyelundupan Narkotika

(7)

Kantor Bea dan Cukai dalam penanggulangan penyelundupan narkotika memiliki seksi khusus yaitu Seksi Penindakan dan Penyidikan yang melaksanakan tugas dan berkenan dengan kegiatan intelijen, penindakan, penanganan perkara, intelijen dan penindakan Narkotika dan pengelolaan sarana operasi, sehingga seluruh sarana dan prasarana penunjang kinerja Bea Cukai Dumai dalam menanggulangi atau memberantas penyelundupan tersebut berada atau dikendalikan di bawah Unit atau Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2). Unit P2 inilah yang bertugas sebagai garda terdepan dalam hal melakukan penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika.

Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika dalam penelitian ini termasuk dalam upaya penanggulangan pidana melalui sarana penal, mengingat tindak pidana penyelundupan sudah terjadi, maka pendekatan yang digunakan adalah sarana penal melalui penegakan hukum.

Upaya penanggulangan pidana dengan sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang di dalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar4

Menurut Helmy Suryo Dewanto 5 upaya penal yang dilakukan Bea dan Cukai

4

Barda Nawawi Arif,Op.Cit. hlm.13

5

Hasil wawancara dengan Helmy Suryo Dewanto, selaku Kepala Subseksi Penyidikan dan Administrasi barang Hasil Penindakan pada

Pelabuhan Panjang dalam

penanggulangan penyelundupan narkotika adalah dengan melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap penyelundupan narkotika. Pada Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang terdapat Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai yang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyelundupan narkotika.

Penyelundupan narkotika melalui daerah pabean pada dasarnya merupakan bentuk peredaran gelap narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan setiap atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan. Sementara itu menurut Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perdagangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian dan/atau penjualan, termasuk penawaran untuk menjual narkotika, dan kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh imbalan.

Proses penyidikan terhadap penyelundupan narkotika oleh PPNS Bea Cukai ini berkoordinasi dengan Penyidik Polri dan BNN sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyidikan terhadap peredaran gelap narkotika berdasarkan undang-undang. Kewenangan penyidik

(8)

dalam melakukan penyidikan terhadap peredaran gelap narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas menunjukkan adanya pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang penyidik dalam pengungkapan kasus atau tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai aspek yuridis pelaksanaan peranan tersebut. Peranan dalam kaitannya dengan kewenangan menunjukkan adanya kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tindakan hukum yang diberikan oleh undang-undang. Kewenangan menunjukkan adanya hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika (Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika). Dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya (Pasal 84 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Berdasarkan ketentuan kedua pasal di atas maka diketahui bahwa PPNS Bea Cukai, penyidik Kepolisian dan penyidik BNN melakukan koordinasi dan hubungan kerja sama yang saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana narkotika. Hal ini disebabkan karena peredaran dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga

diperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor dari pihak-pihak yang berwajib serta membutuhkan adanya partisipasi masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten agar peredaran gelap narkotika tidak semakin luas dan membesar serta berpotensi membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka dalam melakukan penyidikan terhadap peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

Menurut Helmy Suryo Dewanto6 upaya melakukan penyidikan terhadap peredaran gelap dan peredaran gelap narkotika, penyidik kepolisian melakukan koordinasi dengan PPNS Bea Cukai. Hubungan dan koordinasi yang terlaksana dengan baik antara Penyidik Kepolisian dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil ini tentunya akan memperlancar kinerja kepolisian dalam hal mengungkap kasus tindak pidana narkotika.

Pasal 86 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:

6

(9)

(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa: (a) Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan (b) data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) tulisan, suara, dan/atau gambar; 2) Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3) huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang

mampu membaca atau

memahaminya.

Ketentuan pasal di atas menunjukkan bahwa optimalisasi kinerja penyidik dalam mengungkap kasus peredaran gelap narkotika adalah dengan mengumpulkan berbagai alat bukti sebagaimana ditentukan oleh Pasal 184 KUHAP. Alat bukti dalam kasus peredaran gelap narkotika ini sangat beragam mengingat tindak pidana peredaran gelap narkotika dewasa ini dilakukan dengan berbagai perangkat teknologi yang semakin canggih.

Selanjutnya Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan:

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan narkotika dan prekursor narkotika,

atau yang diduga narkotika dan prekursor narkotika, atau yang mengandung narkotika dan prekursor narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat: (a) nama, jenis, sifat, dan jumlah; (b). keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan; (c) keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika dan Prekursor Narkotika; dan (d). tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud

pada Ayat (1) wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(10)

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyidikan penyelundupan narkotika ini memiliki kegunaan penting dalam upaya penegakan hukum yang dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum. Kegunaan penyidikan peredaran narkotika bagi kejaksaaan dalam proses penuntutan adalah sebelum Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri, terlebih dahulu harus ada penyerahan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pihak penyidik. Jika BAP dari penyidik telah lengkap menurut Jaksa Penuntut Umum, barulah Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan, di mana surat dakwaan tersebut haruslah berjalan selaras dengan BAP tersebut. Apabila BAP tersebut menurut penyidik telah lengkap yang disertai dengan alat-alat bukti dan keterangan para saksi yang dianggap telah sah menurut hukum, serta BAP tersebut telah berjalan sesuai dengan dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.

Kegunaan Penyidikan peredaran narkotika bagi Pengadilan dalam Proses Persidangan adalah sebagai bahan pertimbangan atau alat bukti yang dapat membantu Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Menurut Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 184 menyebutkan bahwa alat bukti sah yang dimaksud

adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan.

Semua berkas penyidikan yang dilakukan Penyidik ini kemudian dilimpahkan kepada pihak kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut kepada pelaku tindak pidana. BAP dalam hal ini dapat berguna sebagai salah satu alat bukti dan acuan bagi institusi penegak hukum yang akan memproses tindak pidana selanjutnya setelah penanganan kasus di pihak kepolisian selesai, yaitu pihak kejaksaan dan pengadilan.

B. Faktor-Faktor yang Menghambat Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penyelundupan Narkotika

1. Faktor Aparat Penegak Hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat serta harus diaktualisasikan.7

Menurut Helmy Suryo Dewanto8 faktor aparat penegak hukum yang

7

Soerjono Soekanto.Op.Cit. 1986. hlm.8.

8

(11)

menghambat upaya PPNS Bea Cukai dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika adalah secara kuantitas masih terbatasnya personil PPNS Bea Cukai yang khusus melakukan penyidikan

terhadap penanggulangan

penyelundupan, sedangkan tindak pidana di bidang pabean cenderung

mengalami peningkatan

Berdasarkan data Kantor

Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar Lampung.

PPNS Bea Cukai yang khusus melakukan penyidikan terhadap penanggulangan penyelundupan perlud ditambah agar penyidik tidak dihadapkan pada beban pekerjaan

yang menumpuk. Menurut

keterangan Nuridwan maka diketahui bahwa secara kualitas, faktor aparat penegak hukum yang menghambat upaya PPNS Bea Cukai dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika adalah masih terbatasnya profesionalime kerja petugas di bidang penyidikan, sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis penyidikan.

Secara kuantitas masih terbatasnya personil PPNS Bea Cukai yang khusus melakukan penyidikan

terhadap penanggulangan

penyelundupan, sedangkan pelaku merupakan sindikat penyelundup. Secara kualitas terbatasnya profesionalime kerja petugas di

dan Administrasi barang Hasil Penindakan pada Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang, Rabu 28 Desember 2016.

bidang penyidikan, sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis penyidikan di bidang kepabeanan.

2. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

Mnurut Helmy Suryo Dewanto9 faktor sarana dan prasarana yang menghambat upaya PPNS Bea Cukai dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika adalah keterbatasan sarana prasarana penyidikan, sehingga penyidikan terkadang mengalami hambatan. Selain itu kurangnya alat penyadapan yang dibutuhkan penyidik ada saat melaksanan tugasnya dapat menghambat tugas penyidik. Selain itu masih terbatasnya gudang khusus pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar Lampung untuk menyimpan barang bukti yang disita dari tindak pidana penyelundupan narkotika.

Sarana prasarana yang dapat memastikan secara akurat bahwa

9

(12)

terjadi pemalsuan dokumen pabean

dan penyelundupan perlu

direalisasikan sehingga

mempermudah pelaksanaan

penyidikan. Faktor sarana dan prasarana yang dapat menghambat upaya PPNS Bea Cukai dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika adalah masih terbatasnya sarana prasarana penyidikan, sehingga penyidikan mengalami hambatan. Diperlukan pula sarana prasarana yang dapat memastikan secara akurat bahwa terjadi pemalsuan dokumen pabean dan penyelundupan sehingga akan mempermudah pelaksanaan tugas PPNS Bea dan Cuka dalam melakukan penyidikan di bidang kepabeanan.

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum bersumber dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kepentingan masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.10

Menurut penjelasan Nikmah Rosidah11 faktor masyarakat yang menghambat upaya penanggulangan Penyelundupan narkotika adalah masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku

10

Soerjono Soekanto.Op.Cit. 1986. hlm.9.

11

Hasil Wawancara dengan Nikmah Rosidah, Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung. Jumat, 23 Desmber 2015.

penyalahgunaan narkotika. Ketakutan tersebut dapat disebabkan oleh adanya ancaman dari para

pelaku tindak pidana

penyalahgunaan narkotika yang tidak segan-segan melakukan kekerasan terhadap masyarakat yang menyaksikan perbuatan mereka, terlebih para pelaku ini umumnya adalah sindikat. Akibatnya masyarakat tidak melaporkan adanya tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini kepada aparat penegak hukum, sehingga dapat menghambat proses pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Hubungan faktor masyarakat dengan pelaku narkotika dan obat-obatan terlarang adalah apabila masyarakat memiliki kepedulian dan keberanian dalam melaporkan apabila terjadi tindak pidana narkotika maka diharapkan pelaku akan semakin sulit untuk melakukan kejahatannya.

4. Faktor Budaya

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka

semakin mudahlah dalam

menegakkannya.12

12

(13)

Menurut penjelasan Nikmah Rosidah13 kebudayaan masyarakat Indonesia yang mulai bergeser menjadi kebarat-baratan menjadi potensi penghambat upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika. Pelaku kejahatan memanfaatkan pergeseran budaya ini dengan cara mendatangkan barang-barang selundupan dari luar negeri. Artinya faktor budaya yang dapat menghambat upaya PPNS Bea Cukai dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika adalah terjadinya pergeseran budaya masyarakat Indonesia yang menyukai barang-barang dari luar negeri dan masyarakat telah menjadi masyarakat konsumtif sehingga memberikan peluang bagi pelaku untuk menyelundupkan barang dari luar negeri ke Indonesia.

IV. Penutup A. Simpulan

Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan

penyelundupan narkotika

dilaksanakan dengan sarana penal, melaui penyidikan dengan berkoordinasi dengan penyidik Polri dan Penyidik BNN. Upaya ini dilaksanakan dengan: menerima laporan, memanggil orang untuk sebagai tersangka atau saksi;

meneliti, mencari dan

13

Hasil Wawancara dengan Nikmah Rosidah, Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung. Jumat, 23 Desmber 2015.

mengumpulkan keterangan; melakukan penangkapan dan penahanan; meminta keterangan dan bukti; memotret atau merekam; memeriksa catatan; mengambil sidik jari; menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan; menggeledah tempat atau sarana pengangkut; menyita; memberikan tanda pengaman; mendatangkan tenaga ahli; menyuruh berhenti; menghentikan penyidikan; melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.

2. Faktor-faktor yang menghambat Upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang dalam penanggulangan penyelundupan narkotika adalah: (a) Faktor aparat penegak hukum,

yaitu adanya secara kuantitas masih kurangnya jumlah PPNS Bea Cukai dibandingkan dengan pelaku tindak pidana kepabeanan, dan secara kualitas masih terbatasnya kemampuan petugas pelaksanaan teknis penyidikan.

(b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu masih terbatasnya sarana multimedia dan alat penyadap yang bisa menghambat penyidikan.

(c) Faktor masyarakat, yaitu masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika (d) Faktor budaya, yaitu masih

(14)

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. PPNS Bea dan Cukai hendaknya meningkatkan kuantitas dan kualitas penyidikan dalam rangka penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika. Selain itu sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan penyidikan hendaknya dilengkapi.

2. PPNS Bea dan Cukai hendaknya meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan narkotika yang dapat membahayakan bangsa dan negara.

Daftar Pustaka

Ali, Purwito M. 2010.Kepabenanan dan Cukai Lalu Lintas Barang. Konsep dan Aplikasinya. Cetakan Keempat. Kajian Hukum Fiskal FHUI.

Andrisman, Tri. 2007. Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung, Fakultas Hukum Universita Lampung, Bandar Lampung

Anwar, Mochammad. 2001. Segi-Segi Hukum Masalah Penyelundupan. Penerbit Alumni Bandung.

Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara

Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Kusumaatmaja, Mochtar, 2006. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,

Muladi, 2002. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta.

Nawawi Arief, Barda. 1996, Bunga Rampai Kebijakan Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT, Citra Aditya Bakti, Bandung

Marpaung, Leden. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta. ..., 1993. Perbuatan Pidana dan

Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002

(15)

Rahardjo, Satjipto. 1998. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta.

Semedi, Bambang. 2009. Modul Proses Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung.

Sutedi, Ardian. 2001. Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Garfika, Jakarta, 2001.

Tanya, Bernard L. 2011. Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama Genta Publishing, Yogyakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang

Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan

http://www.beacukai.go.id/berita/perangi -narkotik-bea-cukai-lampung- gagalkan-penyelundupan-57-kilogram-sabu.html. Diakses Kamis 8 September 2016.

Referensi

Dokumen terkait

• Dukungan terhadap pencalonan gubernur secara independen: dukungan atas hak warga untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, dukungan atas pandangan bahwa pencalonan gubernur hanya

Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958 Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih

Secara tidak langsung dengan inovsi ini akan mengangkat martabat ilmu Sejarah sebagai satu ilmu yang penting untuk dikuasai oleh rakyat sesebuah negara selain

Th e moral theory says the intrinsic value of pleasure or pain is deserved on the basis of the intrinsic value of virtue or vice; the economic theory says the instrumental value

Penelitian terdahulu menggunakan sampel yang di didapat dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2010, sedangkan penelitian sekarang

[r]

[r]

Gangguan kecemasan akan perpisahan, seorang anak menunjukkan kecemasan yang terus-menerus, ketika dipisahkan dari orang tuanya, yang tidak konsisten