ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR
EKONOMI,
KAB EMPAT LAWANG
TAHUN 2009-2013 DITINJAU DARI
(LQ, TIPOLOGI KLASSEN, SHIFT SHARE DAN
INDEKS KETIMPANGAN)
DISUSUN OLEH:
SIGIT SATRIA
(01021181419047)
RATIH HETTY WARDHANI
(01021281419225)
JURUSAN:
EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Empat Lawang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 ini merupakan publikasi yang diolah dan disajikan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Empat Lawang. Publikasi ini menyajikan informasi tentang PDRB Kabupaten Empat Lawang Menurut Lapangan Usaha baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000.
Data pendapatan yang ditinjau dari LQ,TIPOLOGI KLASSEN, SHIFT SHARE DAN INDEKS KETIPANGAN dapat memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian Kabupaten Empat Lawang yang mencakup produk seluruh kegiatan sosial ekonomi, struktur dan tingkat pertumbuhan ekonomi serta perkiraan pendapatan perkapita penduduk di wilayah ini.
Walupun makalah ini telah disiapkan sebaik-baiknya, kekurangan dan kesalahan masih sangat mungkin terjadi. Untuk perbaikan guna mendapatkan hasil yang lebih baik tanggapan dan saran–saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan hasil yang akan datang.
Akhirnya kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan data ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...ii
Daftar isi...iii
BAB 1 Pendahuluan... 1.1 pengertian PDRB...1
1.2 Kegunaan PDRB...2
1.3 Empat Lawang...3
BAB 2 Metode Analisis... 2.1 LQ/location quetient...6
2.2 Tipologi Klassen...6
2.3 Shift Share...8
2.4 Indeks Ketimpangan...9
BAB 3 Pembahasan... 3.1 PDRB Empat Lawang dan Sumsel...13
3.2 Analisis LQ...14
3.3 Analisis Shift Share...15
3.4 Analisis Tipologi Klassen...17
3.5 Analisis Indeks Ketimpangan...18
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Perencanaan pembangunan ekonomi, memerlukan bermacam data statistik sebagai dasar berpijak dalam menentukan strategi kebijakan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada masa-masa lalu perlu dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif diperlukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.
Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik Pendapatan Nasional/Regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/daerah, maupun swasta.
Apa yang Dimaksud dengan PDRB?
pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil).
PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur perekonomian. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (riil) disusun berdasarkan harga pada tahun dasar dan bertujuan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi.
1.2Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto
Data pendapatan nasional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah:
1. PDRB harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap kategori dari tahun ke tahun.
3. Distribusi PDRB harga berlaku menurut lapangan usaha menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap kategori ekonomi dalam suatu wilayah. Kategori-kategori ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.
4. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB per satu orang penduduk.
1.3 EMPAT LAWANG
Empat Lawang terletak antara 3,250 hingga 4,150 Lintang Selatan serta antara 102,370
hingga 103,450 Bujur Timur. Pada tahun 2013, luas
wilayah Kabupaten Empat Lawang sebesar 2.256,44 Km2 yang terdiri dari 10 kecamatan yaitu Tebing Tinggi (16,08 persen), Ulu Musi (14,61 persen), Lintang Kanan (11,72 persen), Sikap Dalam (10,23 persen), Saling (10,10 persen), Pasemah Air keruh (9,66 persen), Muara Pinang (8,59 persen), Pendopo (8,55 persen), Talang Padang (6,24 persen), dan Pendopo Barat (4,22 persen).
Secara geografis, Kabupaten Empat Lawang berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas di sebelah utara, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu di sebelah selatan, Kabupaten Lahat di sebelah timur, dan Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahyang Provinsi Bengkulu di sebelah barat.
Dengan posisinya yang sangat strategis, Kabupaten Empat Lawang menjadi daerah perlintasan antar daerah atau antar kabupaten/kota karena merupakan jalur transportasi lintas timur.
Kabupaten Empat Lawang adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Tebing Tinggi.
Kabupaten Empat Lawang diresmikan pada 20 April 2007 setelah sebelumnya disetujui oleh DPR dengan disetujuinya Rancangan Undang-Undangnya pada 8 Desember 2006 tentang pembentukan kabupaten Empat Lawang bersama 15 kabupaten/kota baru lainnya. Kabupaten Empat Lawang merupakan pemekaran dari kabupaten Lahat.
Awal mula terbentuknya Kabupaten ini, pemerintah sebenarnya mencanangkan ibu kotanya di wilayah Kecamatan Muara Pinang, namun karena terpilihnya HBA sebagai Bupati ibu kota akhirnya dipindahkan di Kecamatan Tebing Tinggi.
Suku bangsa
sedangkan Suku Melayu / Tebing (25% bermukim di Tebing Tinggi & Talang Padang) & Suku Pasemah (19% bermukim di Pasemah Air Keruh), kemudian disusul dengan minoritas seperti Jawa, sunda, dll
sejarah
Nama kabupaten ini, menurut cerita rakyat berasal dari kata Empat Lawangan, yang dalam bahasa setempat berarti "Empat Pendekar (Pahlawan)". Hal tersebut karena pada zaman dahulu terdapat empat orang tokoh yang pernah memimpin daerah ini.[2][3]
Pada masa penjajahan Hindia Belanda (sekitar 1870-1900), Tebing Tinggi memegang peran penting sebagai wilayah administratif (onderafdeeling) dan lalu lintas ekonomi karena letaknya yang strategis. Tebing Tinggi pernah diusulkan menjadi ibukota keresidenan saat Belanda berencana membentuk Keresidenan Sumatera Selatan (Zuid Sumatera) tahun 1870-an yang meliputi Lampung, Jambi dan Palembang. Tebing Tinggi dinilai strategis untuk menghalau ancaman pemberontakan daerah sekitarnya, sepertiPagar Alam, Pasemah dan daerah perbatasan dengan Bengkulu. Rencana itu batal karena Belanda hanya membentuk satu keresidenan, yaitu Sumatera.
Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), OnderafdeelingTebing Tinggi berganti nama menjadi wilayah kewedanaan dan akhirnya pada masa kemerdekaan menjadi bagian dari wilayah sekaligus ibu kota bagi Kabupaten Empat Lawang.
Wisata Alam
selain matapencarian petani, kabupaten 4 lawan mempunya wisata alam, yakni curug tanjung alam yang ada di kecamatan lintang kanan, air lintang di kecamatan pendopo, yang merupakan pertemuan air bayau dan air lintang.
Makanan khas
Seperti daerah lainya, kabupaten empat lawang mempunyai kuliner yang sangat khas dan enak, selain empek-empek, ada Kelicuk, Lempeng, sanga duren, serabi, kue suba,lepat, bubur suro, gonjing, serta gulai kojo.
Budaya
Wilayah kecamatan di daerah Empat Lawang
1.1.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Empat Lawang, 2014
Table
Total Area by District in Empat Lawang Regency, 2014
Kecamatan
District
Luas Wilayah
Total Area
(km2)
Persentase terhadap Luas Kabupaten
Percentage to Total Area
(1) (2) (3)
01. Muara Pinang 193,72 8,59
02. Lintang Kanan 264,55 11,72
03. Pendopo 192,86 8,55
04. Pendopo Barat 95,20 4,22
05. Pasemah Air Keruh 217,90 9,66
06. Ulu Musi 329,62 14,61
07. Sikap Dalam 230,76 10,23
08. Talang Padang 140,90 6,24
09. Tebing Tinggi 362,93 16,08
10. Saling 228,00 10,10
Empat Lawang 2 256,44 100,00
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Empat Lawang
BAB 2 METODE ANALISIS
Metode analis yang digunakan dalam pembahasan ini adalah metode LQ, TIPOLOGI KLASSEN, SHIFT SHARE, DAN INDEKS KETIMPANGAN
2.1 LQ/ Location Quotient
Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. Secara umum metode analisis LQ dapat diformulasikan sebagai berikut (Widodo, 2006).
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp) Keterangan:
Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam
pembentukan PDRR daerah referensi p.
Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p;
2. Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k; dan
2.2 TIPOLOGI KLASSEN
Dalam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas kebijakan. Penentuan prioritas kebijakan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih terarah serta berjalan secara efektif dan efisien, dibawah kendala keterbatasan anggaran dan sumberdaya yang dapat digunakan.
Untuk menentukan prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Terkait dengan hal tersebut, seri tulisan ini akan mencoba membahas beberapa teknik dan alat yang dapat digunakan dalam menganalisis struktur ekonomi daerah. Untuk seri pertama tulisan ini, akan membahas mengenai Tipologi Klassen.
Tipologi Klassen mendasarkan pengelompokkan suatu sektor, subsektor, usaha atau komoditi daerah dengan cara membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah (atau nasional) yang menjadi acuan dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi (daerah acuan atau nasional). Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah.
Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral (yang dapat diperluas tidak hanya di tingkat sektor tetapi juga subsektor, usaha ataupun komoditi) menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut.
1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan pangsa yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih kecil dari s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.
4. Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).
2.3 SHIFT SHARE
Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu : Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional(proporsional shift) yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional shift) disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada indutri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah posisitf, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif.
Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut :
• Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah
• Pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri
M ij = E ij (r in – r n)
• Pengaruh keunggulan kompetitif
C ij = E ij (r ij – r in)
Keterangan :
E ij = kesempatan kerja di sektor i daerah j
E in = kesempatan kerja di sektor i nasional
r ij = laju pertumbuhan di sektor i daerah j
r in = laju pertumbuhan di sektor i nasional
r n = laju pertumbuhan ekonomi nasional
2.4 INDEKS KETIMPANGAN
Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.
Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
1. Penyebab Ketimpangan Ekonomi Antarwilayah
1. 1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam
Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing – masing daerah. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini di Indonesia cukup besar.
Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan memengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup banyak akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih sedikit.
Dengan demikian, terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah yang lebih tinggi pada suatu negara.
1. 2. Perbedaan Kondisi Geografis
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antardaerah. Kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan, daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi.
1. 3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
1. 4. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
Karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu Lebih meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, udara, juga ikut
memengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah
Kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut memengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dalam jumlah cukup dan dengan kualitas yang lebih baik
1. 5. Alokasi Dana Pembangunan Antarwilayah
Daerah yang mendapatkan alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta ke daerahnya akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah tertentu ternyata lebih rendah, sehingga kegiatan ekonomi dan pembangunan daerahnya kurang berkembang baik. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut.
Bilamana sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan lebih cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi.
Sebaliknya, bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau desentralisasi, maka dana investasi pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan ekonomi antarwilayah akan cenderung lebih rendah.
Kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Keuntungan lokasi ditentukan oleh ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah.
perkotaan dibandingkan daerah pedesaan , dan menyebabkan daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan.
Formulasi Indeks Williamson
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 PDRB KAB EMPAT LAWANG DAN SUMSEL
PDRB KAB EMPAT LAWANG MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000
(2009-2013)
lapangan usaha 2009 2010 2011 2012 2013
1 PERTANIAN 417.362 433.217 449.391 463.425 478.027
2 PERTAMBANGAN 17.627 18.573 19.623 20.844 21.875
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 92.775 97.579 103.742 110.325 117.153
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1.700 1.795 1.924 2.042 2.158
5 BANGUNAN 81.242 89.798 99.429 110.861 124.579
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 120.615 129.172 139.292 150.772 161.435
7
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI 31.002 33.908 37.244 40.703 43.438
8
KEU. PERSEWAAN DAN
JASA PERUSAHAAN 43.757 47.555 52.073 57.426 62.803
9 JASA-JASA 100.065 106.770 113.786 121.418 128.938
PDRB DENGAN MIGAS 906.145 958.367 1.016.504 1.077.816 1.140.406
PDRB TANPA MIGAS 906.145 958.367 1.016.504 1.077.816 1.140.406
PDRB PROV SUMSEL th 2009-2014 MENURUT LAPANGAN UASAH ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000
LAPANGAN USAHA 2009 2010 2011 2012 2013
1 PERTANIAN 11.927.064 12.481.769 13.131.607 13.842.930 14.508.814
2 PERTAMBANGAN 13.836.934 14.223.391 14.628.235 14.654.127 14.867.294
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 10.353.290 10.826.416 11.441.961 12.136.485 12.944.789
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 295.377 314.021 337.938 368.115 395.694
5 BANGUNAN 4.737.050 5.151.465 5.809.140 6.333.989 6.935.061
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 8.340.138 8.916.330 9.631.920 10.537.443 11.412.270
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 3.284.286 3.703.688 4.160.025 4.631.731 5.023.317
8 KEU. PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 2.550.333 2.738.700 2.963.537 3.233.195 3.510.493
9 JASA-JASA 5.128.472 5.502.373 5.906.947 6.356.151 6.812.032
JUMLAH TOTAL
3.2 Analisis LQ pdrb kab Empat Lawang menurut lapangan usaha
lapangan usaha/industr
y 2009 2010 2011 2012 2013
RATA -RATA
1 PERTANIAN 2,33 2,31 2,29 2,24 2,21 2,28
2 PERTAMBANGAN 0,08 0,09 0,09 0,10 0,10 0,09
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 0,60 0,60 0,61 0,61 0,61 0,60
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 0,38 0,38 0,38 0,37 0,37 0,38
5 BANGUNAN 1,14 1,16 1,15 1,17 1,20 1,17
6
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN 0,96 0,97 0,97 0,96 0,95 0,96
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0,63 0,61 0,60 0,59 0,58 0,60
8
KEU.
PERSEWAAN DAN JASA
PERUSAHAAN 1,14 1,16 1,18 1,19 1,20 1,17
9 JASA-JASA 1,30 1,29 1,29 1,28 1,27 1,29
Pembahasan LQ
Data lq PDRB yang kami gunakan tidak menggunakan 9 sektor lapangan usaha melainkan menjadi 17. Data tersebut sesuai dengan data bps atas tahun dasar 2010. Yang telah dijelaskan di BAB 1
Analisa LQ dalam bidang ditinjau dari jumlah Tenaga Kerja per Lapangan Usaha berdasarkan data tahun2006
:
LQ > 1 : merupakan sektor basis / unggulan untuk Empat Lawang 1. pertanian
2. bangunan 3. perusahaan 4. jasajasa
LQ < 1 : bukan sektor basis / sektor unggulan : 1. pertambangan
2.industri pengolahan
3. listrik gas dan air bersih
3.3 analisis shift share kab Empat Lawang menurut lapangan usaha
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 PDRB SUMSEL dan KAB EMPAT LAWANG tahun 2009-2013
(dalam juta rupiah)
No Lapangan Usaha
PDRB SUMSEL KAB EMPAT LAWANG
PDRB (jutaan rupiah) Perubahan PDRB (jutaan rupiah) Perubahan
2009 2013 Absolut Persen 2009 2013 Absolut
1 Pertanian 11927064,00 14508814,00 2581750,00 21,65 417362,00 478027,00 60665,00
2 Pertambangan dan Penggalian
13836934,00 14867294,00 1030360,00 7,45 17627,00 21875,00 4248,00
3 IndustriPengolahan 10353290,00 12944789,00 2591499,00 25,03 92775,00 117153,00 24378,00
4 Listrik, Gas & Air Bersih
295377,00 395694,00 100317,00 33,96 1700,00 2158,00 458,00
5 Bangunan 4737050,00 6935061,00 2198011,00 46,40 81242,00 124579,00 43337,00
6 Perdagangan, Hotel, &Restoran
8340138,00 11412270,00 3072132,00 36,84 120615,00 161435,00 40820,00
7 Pengangkutan & Komunikasi
3284286,00 5023317,00 1739031,00 52,95 31002,00 43438,00 12436,00
8 Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan 2550333,00 3510493,00 960160,00 37,65 43757,00 62803,00 19046,00
9 Jasa – Jasa 5128472,00 6812032,00 1683560,00 32,83 100065,00 128938,00 28873,00
PDRB 60.452.944,00 76.409.764,00 15.956.820,00 26,40 9.06.145,00 1.140.406,00 234261,00
Analisis Shift-Share Klasik Untuk Kab Empat Lawang , 2009-2013 (Jutaan Rupiah)
Sektor/Industri
1 Pertanian 110.165 -19.822 -29.678 60.665 2 Pertambangan dan Penggalian 4.653 -3.340 -1.313 0
3 IndustriPengolahan 24.488 -1.266 1.156 24.378
4 Listrik, Gas & Air Bersih 449 129 -119 458
5 Bangunan 21.444 16.252 5.640 43.337
6 Perdagangan, Hotel, &Restoran 31.837 12.592 -3.609 40.820 7 Pengangkutan & Komunikasi 8.183 8.232 -3.980 12.436
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 11.550 4.924 2.572 19.046 9 Jasa – Jasa 26.413 6.436 -3.976 28.873
TOTAL
239.181 24.138 -33.306
Dengan menggunakan analisis shift share diketahui bahwa selama kurun waktu 2009-2013, PDRB Kabupaten empat lawang mengalami pertambahan nilai absolut atau mengalami kenaikan kinerja perekonomian daerah sebesar Rp.234,161. Hal ini dapat dilihat dari nilai D ij yang positif pada semua sektor kegiatan ekonomi kecuali pertambangan yang tidak menyumbangkan nilai apapun yaitu sebesar 0(nol). Kenaikan kinerja perekonomian daerah terseebut disumbangkan oleh 3 sektor ekonomi terbesar berikut ini :
1) pertanian
2) bangunan
3) perdangan hotel dan restoran
Berikut ini adalah sektor ekonomi yang kompetitif (C ij yang positif) di Kabupaten Empat lawang selama periode pengamatan terdiri dari :
1) Sektor pengolahan
2) Sektor bangunan
3) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Ketiga sektor ekonomi di Kabupaten Empat Lawang tersebut selama periode pengamatan telah menunjukkan tingkat kekompetitifan yang semakin tinggi dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat perekonomian Propinsi sumsel. Nilai yang negatif mengindikasikan bahwa sektor ekonomi tersebut mengalami penurunan competitiveness relatif terhadap sektor ekonomi yang sama di tingkat Propinsi. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan competitiveness selama periode pengamatan di Kabupaten Empat Lawanng adalah :
1) Sektor pertanian
2) Sektor pertambangan dan penggalian
3) Sektor listrik dan air bersih
4) Sektor perdagangan, hotel dan restoran
5) Sektor pengangkutan dan komuunikasi
6) Sektor jasa-jasa
1. Listrik, Gas & Air Bersih
2. Bangunan
3. Perdagangan, Hotel, &Restoran 4. Pengangkutan & Komunikasi
5. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6. Jasa – Jasa
Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect), yang menunjukan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian Kabupaten Empat Lawang menunjukkan nilai positif (Nij) pada setiap sektor ekonommi dengan total nilai output Rp.239.181.
3.4 ANALISIS TIPOLOGI KLASSEN
lapangan usaha / sektor
daerah analisis (empat lawang) daerah acuan( sumsel)
tahun pertumbuhanrata rata kontribusirata-rata Tahun pertumbuhanrata rata kontribusirata-rata 2009 2013 % % 2009 2013 % %
1 Pertanian 417.362 478.027 3,63 43,75 11.927.064 14.508.814 5,41 19,32 2
2
Pertambangan dan
Penggalian 17.627 21.875 6,02 1,93 13.836.934 14.867.294 1,86 20,97 4
3 IndustriPengolahan 92.775 117.153 6,57 10,26 10.353.290 12.944.789 6,26 17,02 4
4
Listrik, Gas & Air Bersih
1.700 2.158 6,74 0,19 295.377 395.694 8,49 0,50 4
5 Bangunan 81.242 124.579 13,34 10,06 4.737.050 6.935.061 11,60 8,53 1
6
Perdagangan, Hotel, &Restoran
120.615 161.435
8,46 13,78 8.340.138 11.412.270 9,21 14,43 4
7
Pengangkutan & Komunikasi
31.002 43.438
10,03 3,64 3.284.286 5.023.317 13,24 6,07 4
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
43.757 62.803
10,88 5,21 2.550.333 3.510.493 9,41 4,43 1
9 Jasa – Jasa 100.065 128.938 7,21 11,19 5.128.472 6.812.032 8,21 8,72 2 Pdrb
906.145 1.140.406 73 100 60.452.944 76.409.764 74 100
TIPOLOGI KLASSEN
sektor maju dan tumbuh pesat (kuadran 1) sektor maju tapi tertekan (kuadran2)
1.keuangan,persewaan dan jasa perusahaan.
2 bangunan 1. pertanian, 2. jasa-jasa
Sektor potensial atau masih dapat berkembang
dengan pesat (kuadran3) Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV)
xxxx
1.pertambangan dan penggalian, 2. industri pengolahan, 3. listrik, gas dan air bersih, 4.
3.5 Analisis Indeks Ketimpangan
Indeks Ketimpangan Williamson
Data PDRB/ Kapita tahun 2011 di Provinsi Sumatera Selatan
No Kabupaten Penduduk PDRB
1 Kab. Ogan Komering Ulu 322.673 7.038.085.00 0.04 Kecil Ketimpangan Pembangunan
2 Kab. Ogan Komering Ilir 727.334 4.557.741.01 0.08 Kecil Ketimpangan Pembangunan
3 Kab. Muara Enim 715.989 7.652.352.20 0.09 Kecil Ketimpangan Pembangunan
4 Kab. Lahat 369.198 6.579.125.56 0.02 Kecil Ketimpangan
Pembangunan
5 Kab. Empat Lawang 221.065 4.338.090.61 0.05 Kecil Ketimpangan Pembangunan
6 Kab. Musi Rawas 525.180 4.748.848.01 0.06 Kecil Ketimpangan Pembangunan
7 Kab. Musi Banyuasin 560.882 8.408.185.68 0.12 Kecil Ketimpangan Pembangunan
8 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
318.061 3.996.088.80 0.07 Kecil Ketimpangan Pembangunan
9 Kab. Ogan Komering Ulu Timur
609.522 3.840.714.53 0.11 Kecil Ketimpangan Pembangunan
10 Kab. Ogan Ilir 377.629 4.546.790.63 0.06 Kecil Ketimpangan Pembangunan
11 Kota Palembang 1.452.456 11.115.655.14 0.40 Kecil Ketimpangan Pembangunan
12 Kota. Prabumulih 161.443 6.274.660.41 0.08 Kecil Ketimpangan Pembangunan
13 Kota Pagar Alam 125.939 4.811.853.36 0.03 Kecil Ketimpangan Pembangunan
14 Kota Lubuk Linggau 199.247 5.686.409.33 0.01 Kecil Ketimpangan Pembangunan
PROVINSI SUMATERA
Daftar Pustaka
http://abstraksiekonomi.blogspot.co.id/2013/11/ukuran-ketimpangan-pembangunan.html
https://www.academia.edu/4075633/
Analisis_Shift_Share_Perekonomian_Mandailing_Natal_Sumut_dan_Prediksi_Tahun_201 6
http://junaidichaniago.blogspot.co.id/2009/05/mengenal-tipologi-klassen-seri-1.html
http://empatlawangkab.bps.go.id/
http://sumsel.bps.go.id/