• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI TANAMAN KARET PADA PEMBERIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRODUKSI TANAMAN KARET PADA PEMBERIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI TANAMAN KARET PADA PEMBERIAN STIMULAN ETEPHON

LATEX PRODUCTION IN RELATION TO ETEPHON APPLICATION

Nasaruddin dan Deasy Maulana Jurusan Budidaya Tanaman Faperta Unhas Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Tamalanrea, Makassar

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan karet PT. PP London Sumatra, Balombissie Estate, Bulukumba yang berlangsung mulai Februari sampai April 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh stimulan etephon terhadap produksi tanaman karet jika diberikan stimulan etephon dengan dosis yang berbeda. Praktik lapang ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan berdasarkan rancangan acak lengkap. Pemberian etephon dilakukan sebanyak dua kali yaitu pemberian etephon pertama dilakukan tanggal 20 Februari 2009 dan pemberian etephon kedua tanggal 20 Maret 2009. Dengan lima ulangan dimana perlakuannya terdiri dari satu faktor dengan 5 taraf yaitu: kontrol (tanpa pemberian etephon), pemberian etephon dosis 0,3 cc pohon-1, pemberian etephon dosis 0,6 cc pohon-1,pemberian etephon dosis 0,9 cc pohon-1 dan pemberian etephon dosis 1,2 cc pohon-1 pada klon karet RRIM 600 dan klon PB 260. Hasil penelitian menunjukkan untuk klon PB 260 pada dosis 0,9 cc pohon-1 pada komponen lateks yang terbentuk 628 g (pemberian bulan pertama) dan 776 g (pemberian bulan kedua), lump yang terbentuk 120 g (pemberian bulan pertama) 128 g (pemberian bulan kedua). Untuk kadar karet kering hasil terbaik ditunjukkan pada tanaman kontrol yakni 29,40% (pemberian bulan pertama) dan 30% (pemberian bulan kedua).

Kata kunci: Karet, stimulan stephon.

ABSTRACT

This research was executed at rubber plantation PT's PP is Sumatra's London, Balombissie Estate, Bulukumba. Starting from February until April 2009. This research intent to study the effect of stimulan etephon's as stimulan on latex production under various dosage. The treatment was arranged in completely randomized design. Etephon's application is done as much two-time which is application etephon first done on 20 February 2009 and etephon's second applications on 20 March 2009. With five replication, where treatment consisted one factors with 5 levels i.e: control (without application etephon), etephon's application dose 0,3 cc plant-1, etephon's application dose 0,6 cc plant-1, etephon's application dose 0,9 cc plant-1 and etephon's application dose 1,2 cc plant-1 on RRIM'S 600 rubber clone and PB's 260 clones. On the other side PB's 260 clone on dose 0,9 cc plant-1 latex component 628 g (first application) and 776 g (second application), lump 120 g (first application) 128 g (second application). Highest dry rubber was on control's plant namely 29,40% (first application) and 30% (second application).

(2)

PENDAHULUAN

Perekonomian Indonesia akan mendapat tekanan yang cukup berat sebagai imbas dari ancaman penurunan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan. Pe-nurunan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor ko-moditas, namun diharapkan dengan pang-sa papang-sar yang cukup bepang-sar dan adanya perbaikan perekonomian dunia dalam 2 – 3 tahun ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan perekonomian da-lam jangka panjang. Adapun kinerja eks-por komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil-hasil perkebunan. Salah satu komo-ditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah tanaman karet (Anonim, 2008a).

Tanaman karet berasal dari bahasa latin

Hevea yang berasal dari Negara Brazil. Karet merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan,

conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet (Anwar, 2006).

Karet merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia. Komoditas ini di-budidayakan relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Tanaman ini di introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Dari total area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan hanya 7,1% merupakan milik negara (Heru dan Andoko, 2008).

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan konstribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia.

Eks-por karet selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahu 2004. Pendapatan devisa dari komo-diti ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan Negara (Anwar, 2006).

Khusus di Provinsi Sulawesi Selatan salah satu daerah penghasil karet adalah Kabu-paten Bulukumba. Daerah ini mempunyai kesesuaian lahan, iklim, dan topografi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet. Posisi Kabupaten Bulukumba di jazirah selatan Provinsi Sulawesi Selatan, yang secara geografis wilayahnya berada pada 5,20° 5,40° LS dan antara 119,58° 120,28° BT dengan batas wilayah meliputi sebelah selatan dengan Kabupaten Selayar dan Laut Flores, sebelah Utara dengan Kabupaten Sinjai, Sebelah Timur dengan Teluk Bone, dan sebelah barat dengan Kabupaten Bantaeng (Anonim, 2007).

Pada tahun 2006 luas areal tanaman karet di Sulawesi mencapai 19,475.00 ha de-ngan ketersediaan lahan di kabupaten Bulukumba 19,390 ha, produksi sekitar 7,958.00 ton sedangkan produktivitas yang dicapai sekitar 1.256,89 kg ha-1 (Anonim, 2007). Tanaman karet khusus PT. PP London Sumatra Indonesia divisi Balombissie Estate pada tahun 2007 sekitar 1.784,94 kg karet kering ha-1 dan produksi 3097 ton karet kering, dengan produksi 1,74 ton ha-1 (Anonim 2009).

(3)

teratur, sistem penanaman dan peme-liharaan yang baik dan sebagainya.

Dalam dua sampai tiga dasa warsa ter-akhir ini telah dikembangkan pula peng-gunaan stimulan. Pengpeng-gunaan stimulan bertujuan untuk menggenjot produksi la-teks tanaman dan memperpanjang masa pengaliran lateks karet. Stimulan adalah suatu campuran yang terdiri dari minyak nabati (misalnya minyak kelapa sawit) dengan gemuk alami (disebut carrier stimulan) dan hormon atau bahan aktif lainnya (Setyamidjaja, 1993).

Stimulasi lateks umumnya dilaksanakan pada tanaman karet yang telah dewasa dengan tujuan untuk mendapatkan kenaik-an hasil lateks sehingga diperoleh tam-bahan keuntungan bagi pengusaha per-kebunan karet. Pemberian stimulan tanpa menurunkan intensitas sadapan akan ber-pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang masih muda. Karenanya tanaman karet hanya bisa di-pacu produksinya dengan stimulan jika telah berumur 15 tahun atau 10 tahun jika disadap dengan intensitas rendah (Setyamidjaja, 1993).

Bahan perangsang yang biasa dipakai untuk perangsangan dengan cara oles adalah stimulan berbahan aktif ethepon dengan berbagai merek dagang seperti Ethrel, ELS dan Cepha. Bahan aktif ini mengeluarkan gas etilen yang jika di-aplikasikan akan meresap ke dalam pem-buluh lateks. Di dalam pempem-buluh lateks gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks. Aplikasi stimulan pada tanaman karet, tidak semua memberikan respons yang diharapkan. Hal ini tergantung pada ma-sing-masing klon karet. Menurut Heru dan Andoko (2006), sebagai ukuran jika kadar karet kering lateks lebih kecil dari 30% dengan pemberian stimulan artinya res-ponnya terhadap stimulan kurang berarti.

Sehingga perlu diketahui jenis-jenis klon yang mempunyai respon yang baik ter-hadap stimulan berupa zat perangsang tumbuh ethrel yang berbahan aktif ethepon.

Berdasarkan uraian yang telah dikemuka-kan maka dilakudikemuka-kan praktik lapang untuk mengetahui produksi dua klon karet ter-hadap pemberian berbagai dosis stimulan etephon.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, Divisi Balombissie Estate Kelurahan Tanete, Kecamatan Bulukumpa, Kabu-paten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai April 2009.

Percobaan ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan Rancangan gabungan dalam rancangan acak lengkap. Yang jika sidik ragam gabungannya tidak homogen maka dihomogenkan dengan indicator Fhomogen = Nilai KTgalat terbesar dibagi dengan nilai KTgalat terkecil. Pemberian etephon di-lakukan sebanyak dua kali yaitu pem-berian etephon pertama dilakukan tanggal 20 Februari 2009 dan pemberian etephon kedua tanggal 20 Maret 2009

Pada penelitian ini terdiri 5 perlakuan yang dicobakan pada Klon RRIM 600 dan Klon PB 260. Setiap perlakuan terdiri 5 ulangan dan setiap perlakuan digunakan 5 tanaman sehingga terdapat 125 unit tanaman

Perlakuan yang dicobakan pada setiap klon adalah :

(4)

Pohon karet yang digunakan adalah pohon karet dengan sistem sadap normal (1/2 lilitan). Kemudian penempelan label pada pohon sampel. Pengenceran pada etephon yakni dengan mencampur ethrel konsen-trasi 10% dengan air dengan perbandingan 3 : 1 menjadi konsentrasi 2,5 % kemudian mengambil spoit ukuran untuk mengukur dosis tersebut juga diberikan pada klon RRIM 600 dan klon PB 260, kemudian memasukkan dalam 4 wadah plastik untuk selanjutnya diaplikasikan.

Pengaplikasian stimulan etephon dilaku-kan sehari setelah tanaman sampel di deres agar stimulan yang dioleskan me-resap optimal masuk kedalam pembuluh lateks. Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari suhu udara (tempe-ratur) dan penguapan air yang terlalu tinggi dan menggunakan sistem scrapping aplication yakni stimulan dioleskan meng-gunakan kuas kecil sesuai dengan dosis yang ditentukan. Aplikasi etephon dilaku-kan di awal pengamatan dan dilakudilaku-kan lagi pada bulan kedua.

Parameter pengamatan adalah sebagai berikut :

1. Lateks yang keluar (gram), yang di-hitung setiap 3 hari sekali.

2. Lump yang terbentuk (gram), yang di-hitung setiap 2 hari setelah peng-ambilan lateks.

3. Kadar karet kering (%) yang diukur 3 hari sekali, bersamaan dengan peng-ukuran lateks.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lateks

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata lateks yang keluar tertinggi pada klon RRIM 600 (654,00 g) dan sangat berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0) dan 0,3 cc pohon-1 (e1) tetapi tidak berbeda nyata

dengan dengan dosis etephon 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4).

Sidik ragam gabungan menunjukkan bah-wa hubungan dosis etephon dengan lateks yang keluar bersifat kuadratik, dan pe-ngaruh dosis etephon tidak berbeda nyata dua klon tanaman karet. Hubungan antara dosis etephon dengan lateks yang keluar pada bulan pertama pada dua klon ta-naman karet yang berbeda disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap lateks yang keluar dari pohon karet bersifat kuadratik. Dosis etephon maksimum pada klon RRIM 600 adalah 0,7646 cc pohon-1 yang menghasil-kan lateks sebanyak 683,143 g (rklon I = 0.9975**), sedangkan pada Klon PB 260 dosis etephon maksimum adalah 0,8178 cc pohon-1 yang menghasilkan lateks se-banyak 709,076 g (rklon II = 0.8978*).

Lump

Tabel 1 menunjukkan dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata lump menghasilkan rata-rata lump yang ter-bentuk tertinggi (120,00 g) dan berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0) dan 0,3 cc pohon-1 (e1) tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4).

(5)

bulan pertama pada dua klon tanaman karet yang berbeda disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap lump yang ter-bentuk pada pohon karet pada bersifat linear artinya semakin tinggi dosis etephon yang diberikan akan semakin

me-ningkatkan lump yang terbentuk. Setiap penambahan 0,1 cc dosis etephon pada

Gambar 1. Hubungan rata rata lateks yang keluar dari pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 (a) dan PB 260 (b) pada bulan pertama.

Gambar 2. Hubungan rata-rata lateks yang keluar dari pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 (a) dan PB 260 (b) pada bulan kedua.

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

L

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

L

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

L

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

(6)

Tabel 1. Rata-rata lateks yang keluar, lump yang terbentuk dan kadar karet kering pada tanaman karet klon RRIM 600 dan klon PB 260

Perlakuan

Rata-rata lateks (g) yang

keluar bulan pertama

Rata-rata lateks (g) yang keluar bulan

kedua

Rata-rata lump (g) yang terbentuk bulan

pertama

Rata-rata lump (g) yang terbentuk bulan

kedua

Rata-rata kadar karet kering (%) yang

terbentuk bulan pertama

Rata-rata kadar karet kering (%)

yang terbentuk bulan kedua Dosis etephon RRIM 600 Klon RRIM 600 Klon PB 260 Klon RRIM 600 Klon PB260 Klon RRIM 600 Klon PB 260 Klon RRIM 600 Klon PB 260 Klon RRIM 600 Klon PB 260 Klon

0 cc pohon-1

(e0) 354,00

c

452,00b 490,00c 37,00c 92,00c 58,00c 86,00b 30,00a 29,40a 31,80a 30,00a

0,3 cc pohon-1

(e1) 406,00

bc

596,00ab 612,00bc 43,00bc 98,00bc 70,00bc 106,00ab 29,60ab 28,40ab 30,40ab 29,20ab

0,6 cc pohon-1

(e2)

520,00ab 682,00a 644,00ab 52,00ab 112,00ab 92,00ab 116,00a 28,20bc 28,00abc 28,60bc 27,00b

0,9 cc pohon-1

(e3) 654,00

a

668,00a 776,00a 58,00a 120,00a 106,00a 128,00a 27,60c 26,60c 27,20c 27,00b

1,2 cc pohon-1

(e4) 508,00

abc

612,00a 632,00b 45,00abc 114,00ab 80,00abc 108,00ab 29,40ab 27,40bc 29,00bc 27,60ab

NP BNT0,01/0,05 212,7569 154,2497 140,4971 13,4642 19,1262 27,7705 28,5282 1,6089 1,7300 1,8005 2,5729

(7)

Keterangan : = Klon I = Klon II

Gambar 3. Hubungan rata-rata lump yang terbentuk pada pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 dan klon PB 260 pada bulan pertama

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata lump yang terbentuk tertinggi pada klon RRIM 600 (106,00 g) dan sangat berbeda nyata dibandingkan de-ngan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0) dan 0,3 cc pohon-1 (e1) tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4). Demikian pula pada klon PB 260, dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata lump yang terbentuk tertinggi (128,00 g) dan sangat berbeda nyata di-bandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0), tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon 0,3 cc pohon-1 (e1), 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4).

Sidik ragam gabungan menunjukkan bah-wa hubungan dosis etephon dengan lump yang terbentuk bersifat kuadratik, pe-ngaruh dosis etephon tidak berbeda nyata terhadap dua klon. Hubungan antara dosis etephon dengan lump yang terbentuk pada bulan kedua pada dua klon tanaman karet yang berbeda disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap lump yang terben-tuk pada pohon karet bersifat kuadratik.

Dosis etephon maksimum pada klon RRIM 600 adalah 0,80 cc pohon-1 yang menghasilkan lump 95,861 g (rklon I = 0.9050*), sedangkan pada klon PB 260 dosis etephon maksimum adalah 0,777 cc pohon-1 yang menghasilkan lump 121,897 g (rklon II = 0.9577*).

Kadar Karet Kering (DRC)

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) meng-hasilkan rata-rata kadar karet kering te-rendah pada klon RRIM 600 (27,60 %) dan berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0), 0,3 cc pohon-1 (e1) dan 0,6 cc pohon-1 (e2) tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon dan 1,2 cc pohon-1 (e4). Demikian pula pada klon PB 260, dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata kadar karet kering terendah (26,60%) berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0) dan 0,3 cc pohon-1 (e1), tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4).

Sidik ragam gabungan menunjukkan bahwa hubungan dosis etephon dengan kadar karet kering yang terbentuk bersifat

yklon I = 40.8 + 10.333x , r = 0.6011

tn

yklon II = 94 + 22x , r = 0.8909*

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

0 0.3 0.6 0.9 1.2

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

Lu

m

p

(g)

(8)

kuadratik dan pengaruh dosis etephon tidak berbeda nyata terhadap dua klon pada. Hubungan antara dosis etephon dengan kadar karet kering yang terbentuk pada bulan pertama pada dua klon ta-naman karet yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap kadar karet kering yang terbentuk pada pohon karet pada bersifat kuadratik. Dosis etephon maksi-mum pada klon RRIM 600 adalah 0,7292 cc pohon-1 yang menghasilkan kadar karet kering 28,1484 % (rklon I = 0.8478tn), sedangkan pada klon PB 260 dosis etephon maksimum adalah 1,069 cc pohon-1 yang menghasilkan kadar karet kering 31,847 % (rklon II = 0.9317*)

Tabel 1 menunjukkan bahwa dosis etephon

0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata kadar karet kering terendah pada klon RRIM 600 (27,20) dan sangat berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0) dan 0,3 cc pohon-1 (e1), tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon dan 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4). Demikian pula pada klon PB 260, dosis etephon 0,9 cc pohon-1 (e3) menghasilkan rata-rata kadar karet kering terendah (27,00 %) sangat berbeda nyata dibandingkan dengan dosis etephon 0 cc pohon-1 (e0), tetapi tidak berbeda nyata dengan dengan dosis etephon 0,3 cc pohon-1 (e1), 0,6 cc pohon-1 (e2) dan 1,2 cc pohon-1 (e4).

Gambar 4. Hubungan rata-rata lump yang terbentuk pada pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 (a) dan PB 260 (b) pada bulan kedua

Sidik ragam gabungan menunjukkan bah-wa hubungan dosis etephon dengan kadar karet kering yang terbentuk bersifat kuadratik dan pengaruh dosis etephon tidak berbeda nyata terhadap dua klon. Hubungan antara dosis etephon dengan kadar karet kering yang terbentuk pada bulan kedua pada dua klon tanaman karet yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap dari kadar karet kering yang terjadi pada pohon karet bersifat kuadratik. Dosis etephon maksi-mum pada klon RRIM 600 adalah 0,9561 cc pohon-1 yang menghasilkan kadar karet kering 27,6398 % (rklon I = 0.9232*),

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

L

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

(9)

Gambar 5. Hubungan rata-rata kadar karet kering yang terbentuk pada pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 (a) dan PB 260 (b)

Gambar 6. Hubungan persentase rata-rata kadar karet kering pada pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 (a) dan PB 260 (b).

Klon RRIM 600

Hasil analisis statistik menunjukkan bah-wa pemberian dosis etephon 0,9 cc pohon-1 memberikan hasil terbaik pada parameter jumlah lateks yang keluar, lump yang terbentuk, sedangkan pada parameter kadar karet kering (Tabel 1) memberikan hasil terbaik tanpa pemberian dosis etephon baik pada bulan I dan ke II.

Pemberian dosis etephon 0,9 cc pohon-1 menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dosis yang lain pada pengamatan lateks yang keluar, hal ini disebabkan karena adanya pemberian stimulan pada tanaman

karet yang dapat menggenjot produksi lateks tanaman karet. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyamidjaja (1993) yakni dosis stimulan pada tiap pohon tergantung pada besarnya bagian pohon yang distimulasi dan sistem sadapnya. Secara umum pada sistem panel aplikasi: 0,6 – 1,0 gram pohon-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1995) bahwa pemberian stimulansia berfungsi mem-perpanjang masa pengaliran lateks se-hingga produksi yang diperoleh pada penyadapan d/3 dan d/4 masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyadapan d/2,

y = 30.343 - 6.019x + 4.127x2

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

K

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

K

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

K

Dosis Ethreel (cc pohon-1)

(10)

apalagi jika didukung dengan dosis yang tepat untuk memenuhi persyaratan.

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Heru dan Andoko (2008), bahwa bahan aktif stimulan mengeluarkan gas etilen yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks, gas tersebut menyerap air dari sel sel yang ada di sekitarnya. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks. Te-kanan turgor adalah teTe-kanan pada dinding sel oleh isi sel, banyak sedikitnya isi sel berhubungan dengan besar kecilnya tekan-an pada dinding sel (Siregar, 1995).

Berdasarkan hasil pengamatan lateks yang keluar memperlihatkan adanya respon ta-naman karet terhadap pemberian stimulan etephon. Hal ini memperjelas bahwa per-tumbuhan suatu tanaman dapat diatur melalui pengaturan lingkungan tumbuh dan pemberian unsur hara, selain itu ta-naman mempunyai kemampuan internal untuk mengatur pertumbuhan dan per-kembangan melalui zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa atau zat yang dibutuhkan oleh tanaman, namun karena tidak semua kondisi hormon yang ada pada suatu tanaman tersedia cukup maka penambahan ZPT sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kerja hormon tersebut (Heddy, 1996).

Stimulasi lateks umumnya dilaksanakan pada tanaman karet yang telah dewasa dengan tujuan untuk mendapatkan kenaik-an hasil lateks sehingga dapat diperoleh tambahan keuntungan bagi pengusaha perkebunan karet. Pada perkebunan rakyat penggunaan stimulan mungkin belum bia-sa karena adanya kekurangtahuan ter-hadap stimulan tersebut sehingga hanya menerapkan sistem eksploitasi konven-sional (Setyamidjaja 1993).

Pemberian etephon 0,9 cc-1 memberikan hasil terbaik pada pengamatan lump. Ini terlihat dengan banyaknya lump yang

terbentuk. Hal ini disebabkan karena la-teks yang keluar biasanya sebanding tidak jauh berbeda dengan lump yang diha-silkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Heru dan Andoko (2008) semakin banyak lateks yang keluar maka lump yang terbentuk akan semakin banyak.

Pengamatan kadar karet kering tidak memperlihatkan adanya respon dengan pemberian dosis etephon. Hal ini karena pemberian stimulan dapat menurunkan kadar karet kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yakni aplikasi stimulansia akan mengurangi kebutuhan air dan menaiknya tekanan turgor se-hingga dapat mengakibatkan pengurasan lateks apabila diaplikasikan terhadap areal pertanaman karet yang disadap dengan frekuensi tinggi seperti satu kali dua hari.

Lateks yang dieksploitasi secara ber-lebihan akan memicu proses transpirasi lebih cepat sehingga tanaman menjadi kerdil dan mudah terserang hama penya-kit. Hal ini sesuai dengan Dwidjoseputro (1984), bahwa Jika proses transpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman tersebut akan mengalami kelayuan semen-tara (transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai

permanent wilting percentage. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit untuk ber-produksi karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami plasmolisis.

Klon PB 260

(11)

Pengamatan lateks yang keluar mem-berikan hasil terbaik pada pemberian dosis etephon 0,9 cc pohon-1. Hal ini dipe-ngaruhi oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks Hal ini didukung oleh (Anonim, 2009) Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasil-kan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya

Produksi tanaman karet pada peng-aplikasian ke dua tidak jauh berbeda dengan pengaplikasian pertama, ini di-sebabkan dosis yang diberikan pada aplikasian kedua sama dengan peng-aplikasian bulan I dapat dilihat bahwa nilai rata rata klon PB 260 lebih tinggi dibandingkan klon RRIM 600 hal ini di-sebabkan perbedaan jenis klon yang digu-nakan. Klon PB 260 adalah klon penghasil lateks dengan daya metabolisme tinggi, cepat mencapai puncak produksi, me-mungkinkan untuk disadap pada umur yang lebih muda tanpa harus menunggu ukuran lilit batang terlebih dahulu (Ano-nim, 2007).

Penggunaan klon dapat menaikkan pro-duksi yang cukup tinggi dibandingkan de-ngan tanaman asal biji. Pusat penelitian perkebunan Sembawa (1990), menetapkan anjuran bahan tanaman karet yang ber-guna bagi praktisi perkebunan, para pe-nyuluh lapangan, dan petani. Klon-klon yang dianjurkan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu klon skala besar, skala kecil dan skala percobaan. (Djoehana, 1993).

Pengamatan Lump yang terbentuk menun-jukkan bahwa hasilnya sama antara klon RRIM 600 dan PB 260. Hal ini disebab-kan karena lateks yang keluar biasanya tidak jauh berbeda dengan lump yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Heru dan Andoko (2008) Jenis Klon yang

dipasarkan oleh balai benih merupakan jenis klon yang tahan terhadap beberapa jenis penyakit dan menunjukkan pening-katan produksi lateks jika diberikan sti-mulan.

Kadar karet kering pada klon RRIM 600 dan PB 260 menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu memperlihatkan res-pon yang baik tanpa pemberian dosis etephon (Tabel 5 dan Tabel 6). Ini di-karenakan tidak adanya pengaruh sti-mulan pada tanaman tersebut. Klon PB 260 menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding klon RRIM 600. Hal ini sesuai dengan Anonim (2007), bahwa untuk menghindari penyadapan yang terlalu se-ring dan mengurangi pemakaian Etephon terutama pada klon yang rentan terhadap penyakit kering alur sadap (KAS) yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261, dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta pening-katan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai 10% Pada seluruh areal pertanaman.

Stimulan memperpanjang waktu aliran dan menghambat pembentukan sumbat pada akar sadap. Karena waktu meng-alirnya lateks diperpanjang, maka volume lateks menjadi lebih besar dan bertam-bahnya volume cairan maka jumlah kadar karet kering juga bertambah. Menurut Daryanto (1990) bahwa hubungan antara pengaruh stimulan dengan Kadar Karet Kering (KKK) berbanding terbalik.

KESIMPULAN

(12)

2. Tanpa pemberian stimulan etephon memberikan hasil terbaik pada peng-amatan kadar karet kering pada klon RRIM 600 dan PB 260 serta bersifat kuadratik baik pada pemberian etephon bulan pertama maupun bulan kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Deskripsi Klon. [diakses 13 Juli 2009 pada situs http: //www.worldagroforestry.org/sea/Pr ojects/CFC/Downloadle/Leaflet%20 4-Deskripsi.pdf.

______, 2007, Statistik Perkebunan Indonesia, Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. [diakses 20 Juli 2009 pada situs http://www.bulukumbakab.go.id/?id =72#13].

______, 2008a. Potret Karet Alam Di Indonesia. [diakses 22 Januari 2009 pada situs http://www.bni.co.id/ Portals/0/Document/Ulasan%20Eko nomi/Artikel%20Ekonomi%20dan %20Bisnis/Karet-sep08.pdf.].

______, 2008b. Karet. [diakses tanggal 22 Januari 2009 pada situs http:// id.wikipedia.org/wiki/Karet].

______, 2009. Pengelolaan Penyakit KAS, Peningkatan Produksi dan Kualitas Tanaman Lateks. [Diakses 17 Juli 2009 pada situs http: //abuumayah.blogspot.com/2009/02/ pengelolaan-penyakit-kas

peningkatan.html]

Anwar, C. 2006. Manajemen dan Tek-nologi Budidaya Karet. Pusat Pene-litian Karet Medan. [diakses 22 Januari 2009 pada situs http: //www.ipard.com/art_perkebun.

Arief, S dan Sumarmadji, 2007. Kajian Fisiologi dan Sifat Karet Klon PB 260 Menjelang Buka Sadap.[diakse 22 Januari 2009 pada situs http:

//arwansp.wordpress.com/2008/11/0 4/kajian-fisiologi-dan-sifat-karet- klon-pb-260-menjelang-buka-sadap/].

Darjanto, 1989. Tinjauan Problema dalam Perbanyakan Vegetatif pada Tanam-an Karet. Menara Perkebunan 2 (43) : 93 – 104.

Dewi, A, I, R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Ta-naman. Makalah pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung (Tidak dipublikasikan)

Dewilde. 1990. Practical Application of Ethrel in Agricultural Production. information Sheet. Amchem Pro-duct, Inc. Ambler.

Bondad, N.D. 1996. Respon of Some Tropical and Subtropical Fruit to Pre and Post Harvest Applications of Ethephon. Economic Botany 30: 67

– 80.

Heru, D.S dan A. Andoko. 2005.

Petunjuk Lengkap Budidaya

Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.

_____. 2008. Petunjuk Lengkap

Budidaya Karet Edisi Revisi.

Agromedia Pustaka, Jakarta.

Widyastuti, N., dan D. Tjokrokusumo. 2007. Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman Pada Kultur In Vitro. J. Sains dan Teknologi Indonesia 3 (5); 55 – 63.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya

Dan Pengolahan. Kanisius,

Yogya-karta.

Sophian, T, 2008. Produksi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Di Daerah Bercurah Hujan Tinggi Di Kabupaten Bogor. [diakses 22 Januari 2009 pada situs http://io.ppi jepang.org/article.php?id=242].

(13)

Karet. Pertemuan Teknik Perkebun-an II, Surakarta.

Siregar, T. 1995. Tekhnik Penyadapan Karet. Kanisius, Yogyakarta

Weaver, R.J. 1992. Plant Growth

Substance in Agriculture. W.H.

Gambar

Gambar 3 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap lump yang ter-bentuk pada pohon karet pada bersifat linear artinya semakin tinggi dosis etephon yang diberikan akan semakin me-
Tabel 1.   Rata-rata lateks yang keluar, lump yang terbentuk dan kadar karet kering pada tanaman karet klon RRIM 600 dan klon PB 260
Gambar 3. Hubungan rata-rata lump yang terbentuk pada pohon karet dengan dosis etephon klon RRIM 600 dan klon PB 260 pada bulan pertama
Gambar 5 menunjukkan bahwa pengaruh dosis etephon terhadap kadar karet kering kering 28,1484 % (rsedangkan pada klon PB 260 dosis etephon maksimum adalah 1,069 cc pohonkering 31,847 % (ryang terbentuk pada pohon karet pada bersifat kuadratik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis terdapat hubungan antara pemberian buah mahkota dewa dengan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi kelompok

memberikan definisi upah sebagai berikut : Suatu penerimaan sebagai imbalan dari perusahaan kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

Alatan dan bahan yang terdapat di dalam bengkel perlu diurus oleh guru yang berpengetahuan kerana sekiranya diurus oleh guru yang tidak mempunyai pengetahuan

Alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian,

Keenam bentuk pelanggaran tersebut adalah (1) pelanggaran maksim penghargaan meliputi tuturan ejekan, cacian, dan merendahkan orang lain; (2) pelanggaran maksim kedermawanan

dengan tersedianya makanan dalam jumlah yang memadai ,tidak akan. diikuti deng an panen yang

Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara

Pengujian Masukan Keluaran yang diharapkan Keluaran yang didapat Hasil Sukses Gagal C-01 Memilih tempat makan Klik tempat makan yang telah terdaftar Tidak ada