• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM (2)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara yang memiliki beribu pulau yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan laut,selat dan teluk, sedangkan daerah lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat kandungan air tawar dalam bentuk sungai,danau,rawa, dan waduk. Demikian luasnya wilayah laut Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut memanfaatkan kelautan sebagai mata pencaharian. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir dengan pola hidup yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir (Geertz,h.,)

Secara kuantitas jumlah penduduk Indonesia yang merupakan terbesar kelima di dunia, yaitu lebih kurang 220 juta jiwa. Dan lebih dari 50 persen diantaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sehingga beberapa antaranya menggantungkan segala kebutuhannya pada hasil laut tersebut.

Daerah pesisir merupakan daerah yang sangat terkait dengan hajat hidup banyak orang, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Menurut Mashyuk/ulhak dalam Proceeding Book Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia daerah pesisir adalah daerah pertemuan antara pengaruh daratan dan lautan , ke arah darat sampai pada daerah masih adanya pengaruh pembesan air laut dan angin laut , dank e aarah laut sampai pada daerah masih ada pengaruh air tawar yang memiliki beragam sumber daya. Secara social ekonomi walayah pesisir merupakan aktivitas masyarakat bersosialisasi, yaitu kepemerintahan,social,ekonomi budaya , pertahanan dan keamanan.

Di dalam masyarakat maritim ada berbagai macam karakter-karakter yang terbentuk, dari segala macam karakter tersebut tentu saja harus ada suatu wadah untuk mengumpulkan pendapat masyarakat maritime tersebut agar tercipta suasana yang tentram demi terwujudnya suatu tujuan bersama yang menguntungkan kehidupan masyarakat maritim.

(2)
(3)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dikaji adalah ? C. Tujuan

Untuk mengetahui pengertian organisasi sosial terlebih dahulu Untuk mengetahui tipe-tipe pesisir pantai

(4)

BAB 2 PEMBAHASAN

Di Sulawesi Selatan, tempat kediaman dan asal usul komunitas-komunitas nelayan Bugis, Bajo, dan Makassar di berbagai tempat di Nusantara ini, dikenal dengan kelompok kerjasama nelayan yang dikenal dengan istilah Po(u) nggawa-sawi (P-Sawi), yang menurut keterangan dari setiap desa telah bertahan sejak ratusan tahun silam. Meskipun kelompok P-Sawi juga digunakan dalam kegiatan pertanian, perdagangan di darat dan pengelolaan tambak, namun kelompok ini lebih eksis dan menyolok peranannya dalam aktivitas pelayaran dan perikanann rakyat Bugis, Makassar, dan Bajo di Sulawesi Selatan.

Struktur inti/elementer dari kelompok/organisasi ini ialah P.Laut atau Juragan dan Sawi. P.Laut berstatus pemimpin pelayaran dan aktivitas produksi dan sebagai pemilik alat-alat produksi. Para P.Laut memiliki pengetahuan dan keterampilan manajerial, sementara Para Sawi hanya memiliki pengetahuan kelautan dan keterampilan kerja/produksi semata.

Suatu perubahan structural yang berarti terjadi ketika suatu usaha prikanan mengalami perkembangan jumlah unit prahu dan alat-alat produksi yang dikuasai oleh seorang P.Laut/juragan tadi sebagai akibat dari pengaruh dari kapitalisme. Untuk pengembangan dan eksistensi usaha, maka P.Laut/Juragan tidak lagi ikut memimpin pelayaran dan proses produksi di laut, melainkan tetap tinggal di darat/pulau untuk mengelola perolehan pinjaman modal dari pihak lain, mengurus biaya-biaya anggota yang beroperasi di laut, membangun jaringan pemerasan dan lain-lain. Di sinilah pada awalnya muncul satu status baru pada strata tertinggi dalam kelompok kerja nelayan yang di sebut P.Darat/P.Laut. untuk memimpin pelayaran dan aktivitas produksi di laut, P.Darat merekrut juragan-juragan baru untuk menggantikan posisinya dalam memimpin unit-unit usaha yang sedang berkembang dan meningkat jumlahnya. Para P.Laut/juragan dalam proses dinamika ini sebagian masih berstatus pemilik, sebagian lainnya hanyalah berstatus pemimpin operasi kelompok nelayan. Para juragan yang direkrut dari sawi-sawi berbakat/potensial dikenal juga dengan istilah P.Caddi, sedangkan P.Darat disebut P.Lompo.

(5)

kompleks (P.Darat/P.Lompo-P.laut/Juragan-Sawi) ialah hubungan patron client. Hubungan patron-cilent memolakan dari atas bersifat servis ekonomi, perlindungan, pendidikan informal, sedangkan dari bawah mengandung muatan moral dan sikap ketaatan dan kepatuhan, kerja keras,

A. PENGERTIAN ORGANISASI SOSIAL

Organisasi sosial adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri (http://id.wikipedia.org). Pengertian organisasi sosial juga dapat dilihat dari berbagai pendekatan disiplin ilmu,diantaranya :

1. Pendekatan Antropologi Sosial

Definisi organisasi sosial berdasarkan pendekatan Antrofologi Sosial dikemukakan antara lain oleh :

WHR Rivers, mengemukakan bahwa organisasi sosial adalah suatu proses yang menyebabkan individu disosialisasikan dalam kelompok.

(6)

2. Pendekatan Sosiologi

Berdasarkan pendekatan sosiologi, diantaranya dikemukakan oleh :

 Alvin L. Bertrand, mengemukakan pengertian organisasi sosial dalam arti luas adalah tingkah laku manusia yang berpola kompleks serta luas ruang lingkupnya di dalam setiap masyarakat. Organisasi sosial dalam arti khusus adalah tingkah laku dari para pelaku di dalam sub-sub unit masyarakat misalnya keluarga, bisnis dan sekolah.

 Robin Williams, mengemukakan bahwa organisasi sosial menunjuk pada tindakan manusia yang saling memperhitungkan dalam arti saling ketergantungan. Ia selanjutnya menjelaskan bahwa pada saat individu melakukan interaksi berlangsung terus dalam jangka waktu tertentu, maka akan timbul pola-pola tingkah laku.

 JBAF Maijor Polak, mengemukakan bahwa organisasi sosial dalam arti sebagai sebuah asosiasi adalah sekelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu, kepentingan tertentu, menyelenggarakan kegemaran tertentu atau minat-minat tertentu.

 Soerjono Soekanto, mengemukakan organisasi sosial adalah kesatuan-kesatuan hidup atas dasar kepentingan yang sama dengan organisasi yang tetap sebagai sebuah asosiasi.

(7)

B. TIPE-TIPE DESA PESISIR

Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69). Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati secara sosial (Kluckhon, 1984:85, 91).Berdasarkan hasil riset, Fachrudin dkk. (1976) mengelompokkan, desa-desa pesisir ke dalam empat jenis, yaitu:

1. desa pesisir tipe bahan makanan, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani sawah; 2. desa pesisir tipe tanaman industri, yaitu desa-desa yang sebagian besar

atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani tanaman industri;

3. desa pesisir tipe nelayan/empang, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, dan pembudidaya perairan; dan

4. desa pesisir tipe niaga dan transportasi, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai pedagang antarpulau dan penyedia jasa transportasi antarwilayah (laut) (Hasanuddin, 1985: 108).

(8)
(9)

C. ORGANISASI SOSIAL MASYARAKAT MARITIM  Serikat Nelayan Indonesia

Serikat Nelayan Indonesia (SNI) adalah organisasi nelayan tradisional yang didirikan pada tanggal 6 Desember 2007 di Denpasar Bali. Pertemuan Bali merupakan musyawarah nasional nelayan tradisional Indonesia yang pertama yang dilalui dari proses perjalanan panjang konsolidasi di tingkat Desa-Kabupaten dan Propinsi di Sumatera Utara, Pantura Jawa, dan Sulawesi. Pertemuan ini mengeluarkan beberapa keputusan (1) Pembentukan Komite Persiapan Serikat Nelayan Indonesia yang terdiri dari Presidium sementara dan Eksekutif Nasional (2). Ikrar Persatuan Nelayan Tradisional Nelayan Indonesia, (3). Garis Besar Acuan Organisasi (GBAO), serta (4), program Jadwal menuju kongres Serikat Nelayan Indonesia (SNI).

Pembentukan SNI dilatarbelakangi oleh keprihatinan nelayan terhadap situasi kemiskinan yang dihadapi dan tidak adanya keberpihakan Negara terhadap nelayan, terutama Nelayan-Tradisional. Tidak ada tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi nelayan tradisional dalam persaingannya terhadap pemakaian teknologi penangkapan ikan dalam skala besar dengan menggunakan trawl. Pemerintah juga tidak menjamin ketersedian pasar yang menguntungkan nelayan dalam melindungi harga ikan yang selalu dimonopoli oleh para spekulan dan pemodal besar seperti impor ikan dan garam yang membuat harga ikan, dan garam jatuh.

Bahkan wilayah tangkap nelayan tradisional malah justru

dipersempit dengan memberlakukan wilayah tertutup bagi usaha penangkapan nelayan tradisional untuk kepentingan wisata dan eksplorasi pertambangan. Kebijakan ini telah mengundang

beroperasinya TNC/MNC diwilayah pesisir dan perairan Indonesia.

Tujuan

(10)

 Pemuda Mandiri Cinta Bahari

Darpius Indra memprakarsai pembentukan sedikitnya 12 organisasi di Nagari Cerocok Anau Ampang Pulai, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Organisasi-organisasi itu semuanya ditujukan untuk memberdayakan nelayan di wilayah kanagarian tersebut sejak tahun 2004.

Darpius memulainya dengan mengorganisasi kelompok pemuda dalam wadah Pemuda Mandiri Cinta Bahari (PMCB). Pilihannya pada kelompok muda didasari alasan logis. ”Pemuda itu energik, pemberani, tanpa pamrih.

Merekalah yang bisa mengubah nasib keluarga. Mereka yang akan mengambil alih tongkat kepemimpinan sebagai kepala keluarga,” katanya.

Dari kelompok itu kemudian dilakukan pembagian berdasarkan spesialisasi tertentu. Misalnya, kelompok nelayan keramba jaring apung, nelayan tambak, nelayan penyelam, pengolahan, dan kelompok simpan pinjam.

Selain itu, terbentuk juga kelompok nelayan kolam air tawar, usaha pengasapan ikan, pengawas masyarakat kegiatan perikanan dan pertanian, pekerja bongkar muat kapal, pekerja transportasi, serta kelompok pengelola air bersih.

Khusus untuk kelompok simpan pinjam, semua pengelolanya perempuan. Berdasarkan pengalaman subyektif Darpius, keputusan itu didasarkan kemampuan pengelolaan keuangan yang cenderung lebih teliti.

Sementara kelompok transportasi melayani bongkar muat, terutama pada Selasa dan Jumat yang merupakan hari balai atau hari pasar. Beragam komoditas perikanan dan hasil bumi, seperti pinang dan pala, diangkut dari pelabuhan di wilayah kanagarian itu.

(11)

Ia beranggapan, beraneka jenis kelompok itu memang harus diorganisasi dalam sebuah wadah karena beragamnya aktivitas warga sehari-hari. Darpius juga mengajak 20 warga mengikuti pelatihan tanggap kebencanaan guna meningkatkan respons warga terhadap ancaman bencana di perkampungan mereka.

Kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan beragam kegiatan itu menjalankan program yang terkait dengan sejumlah kegiatan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dinas kelautan dan perikanan, serta Universitas Bung Hatta, Padang.

”Pemuda pokoknya harus diberi pelatihan, seperti pelatihan kewirausahaan, perikanan, dan pengolahan ikan,” kata Darpius.

Pengaturan

Darpius memulai aktivitasnya di kanagarian itu sejak 2004. Dia pindah ke lokasi itu menyusul istrinya yang berasal dari nagari tersebut.

Sebelum ia memulai aktivitasnya, para nelayan cenderung menjalani kehidupan dengan begitu saja. Relatif tak ada penataan, termasuk perkampungan yang masih terkesan kumuh.

Kini, perkampungan nelayan itu tertata apik dengan rumah-rumah berikut pekarangan yang bersih. Kapal-kapal pencari ikan sandar dengan rapi di dermaga.

”Dulu sangat kumuh karena memang cenderung tidak ada cetak biru dari pemerintah mengenai penataan perkampungan nelayan,” katanya.

Bagaimana ia mengubah cara pandang sebagian besar nelayan di kawasan itu penuh liku-liku.

”Masa awal diberi tahu cara-cara yang baik dan bagaimana pengaturan harus dilakukan, memang ada yang tidak terima. Bahkan, ada yang lari dari ajakan,” katanya.

(12)

Ia menganalisis, sikap itu muncul karena cara pandang sebagian nelayan yang berpikir keseharian dan cenderung tak memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan produktif. ”Sebagian besar cenderung keras dalam bersikap dan berbahasa. Itu bisa dimaklumi karena dipengaruhi faktor alam dan lingkungan,” katanya.

Agar bisa diterima dengan baik, ia melakukan pendekatan secara perlahan. Sejumlah orang yang selama ini dianggap relatif sulit diatur terus dibina. Mereka akhirnya berubah menjadi tokoh masyarakat yang perilakunya bisa diteladani.

Kuncinya adalah mengajari anggota kelompok masyarakat agar mampu berbicara dan berkomunikasi. Ini sangat berguna karena kemampuan

komunikasi akan berujung pada kemampuan beradaptasi. ”Selanjutnya akan dicintai orang dan ini akan memunculkan gairah hidup,” ujarnya.

Perlawanan

Hal itu berbuah ketika tahun 2010 dia melakukan perlawanan pada

pemerintah yang berencana mengambil sekitar 30.000 kubik kayu di kawasan hutan Nagari Sungai Nyalo, Kabupaten Pesisir Selatan. Kayu-kayu besar itu akan ditebang untuk kebutuhan pembangunan rumah korban gempa bumi di Kabupaten Padang Pariaman pada 30 September 2009. Padahal, jika hutan itu jadi digunduli, dampaknya kerusakan lingkungan hingga ke Nagari Ampang Pulai dan sekitarnya. Posisinya sebagai pegawai negeri sipil tak membuat Darpius kendur menentang kebijakan pemerintah ketika itu.

”Saya tantang mereka, kalau memang mau diteruskan, sekalian saja saya suruh masyarakat membabat habis semua hutan yang ada. Rencana penebangan hutan itu tidak jadi dilakukan karena kami juga mendapat dukungan pemerintah pusat.”

Kini, bagi warga nagari yang melanggar dan merusak lingkungan, mekanisme sanksi sosial berupa pengucilan mulai diperketat. ”Bentuknya bisa berupa tidak diberi bantuan, tidak diajak dalam kelompok, dan sebagainya,” kata Darpius.

Kini, sehari-hari Darpius membagi waktunya sebagai Kepala Seksi

(13)

kegiatan masyarakat dan merelakan waktu tidurnya hanya sekitar empat jam sehari.

”Alasan saya kenapa mau seperti ini karena memang saya senang

bermasyarakat dan cinta lingkungan. Bukan mau dilirik orang, tetapi karena paling tidak ini akan berguna buat anak cucu saya,” ucap anak kelima dari tujuh bersaudara itu.

 Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Sejarah berdirinya KNTI

Awalnya diberbagai daerah sudah bermunculan organisasi nelayan tingkat lokal. Sebut saja misalnya INSAN (Ikatan Nelayan Saijaan) Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan, SNKB (Solidaritas Nelayan Kabupaten Bengkalis) FKNJ (Forum Komunikasi Nelayan Jakarta) dan banyak lagi organisasi nelayan tingkatan lokal yang sudah berdiri. Kalau ditinjau munculnya organisasi nelayan tingkatan lokal lebih disebabkan oleh kebutuhan akan pentingnya persatuan di kalangan nelayan tradisional akibat konflik dengan nelayan besar, perusahaan perusak lingkungan maupun pengguna jaring trawl. Hal ini muncul akibat kekosongan kepemimpinan secara organisasi di kalangan nelayan tradisional karena tidak berfungsinya organisasi nelayan yang sudah ada maupun tidak sampainya fungsi dan tugas organisasi nelayan semisal KTNA maupun HNSI. Organisasi nelayan yang dibentuk di jaman orde baru lebih dikenal sebagai organisasi yang selalu muncul bila ada “proyek-proyek” bantuan pemerintah khususnya dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Namun jika nelayan mengalami persoalan dan tekanan mereka lari jauh menghindar.Konflik sumberdaya di perairan pesisir dan laut dangkal antara nelayan tradisional dengan kegiatan perikanan yang merusak (trawl, bom, racun), dengan perusahaan tambang (pengeboran, pembuangan tailing ke laut) jamak terjadi. Dalam kasus itu sedikit peran negara dalam membela kepentingan nelayan tradisonal.

(14)

hukum” dapat mengusai bagian tertentu dan kolom tertentu dari laut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sertifikat HP3 dapat pula menjadi agunan ke lembaga perbankan untuk peminjaman uang. dan celakanya siapapun boleh mendapat HP3.

Dengan HP3 seseorang/subyek hukum dapat menguasai perairan tersebut, dan dapat melarang siapapun untuk beraktifitas dilokasi yang telah diterbitkan HP3. Hal inilah yang mengancam keberadaan nelayan tradisional.

Dalam catatan KNTI sudah banyak nelayan tradisional yang tidak boleh lagi melewati lokasi pantai milik perusahaan pariwisata maupun budidaya mutiara dan banyak industri lain. Pantai tidak lagi menjadi milik publik.

Ancaman lainnya munculnya Keputusan Menteri Nomer 06 tahun 2008 yang memperolehkan penggunaan jaring trawl/pukat harimau/pukat hela beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara. Bagi nelayan hal ni akan menjadi kemunduran pengelolaan laut serta sumber-sumber agraria di dldalamnya. Maka pada awal tahun 2008 berbagai perwakilan organisasi nelayan lokal melakukan pertemuan di Jakarta dan mendeklarasikan terbentuknya KPNNI (Komite Persiapan Organisasi Nelayan Nasional). KPNNI yang akan mempersiapkan berdirinya sebuah organisasi nelayan tingkat nasional.

Pada Tanggal 11-12 Mei 2009 di Manado berlangsunglah Kongres Nelayan Tradisonal Indonesia I bertepatan dengan kegiatan WOC (World Ocean Confrence). Dalam kongres tersebut disepakati bahwa nama organisasi nelayan yakni KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia). Serta menghasilkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Susunan Pengurus, serta program kerja selama 3 tahun.

Apa yang akan dikerjakan oleh KNTI ke depan ?

KNTI sebagai organisasi nelayan tradisional akan memperjuangkan semua hal yang terkait dengan hajat hidup dan kepentingan masa depan nelayan tradisional. Namun prioritas yang akan dilakukan yakni

• Melakukan advokasi pencabutan HP3

(15)

mapun hak-hak dasar nelayan tradisonal, semisal hak atas asuransi dan hak atas informasi

• Memperjuangkan nasib nelayan tradisonal yang tergusur maupun terancam oleh industri dan pertambangan

• Membangun penguatan ekonomi di kalangan nelayan tradisional

• Memperkuat pengetahuan nelayan tradisional akan pesisir dan laut serta persoalan lingkungan

• Melakukan langkah-langkah untuk memastikan hak atas pendidikan bagi keluarga nelayan

• Memperkuat peranan dan posisi nelayan perempuan

D. Masalah Kemiskinan Yang Dihadapi Masyarakat Pesisir Pantai  Kondisi Nelayan Indonesia

Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia,

mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Namun, terlepas dari perbedaan angka-angka tersebut, yang terpenting bagi kita adalah bukan memperdabatkan masalah banyaknya jumlah orang miskin di Indonesia, tapi bagaimana menemukan solusi untuk

mengatasi masalah kemiskinan tersebut.

(16)

mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.

Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula

memicu sebuah lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang dengan cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.

 Penyebab Kemiskinan Nelayan “ Masyarakat Pesisir Pantai”

Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab

terjadinya kemiskinan nelayan.

Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir. 1. Kondisi Alam

(17)

tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan setiap tahunnya.

2. Tingkat pendidikan nelayan

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat

produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap teknologi.

3. Pola kehidupan nelayan sendiri

Streotipe semisal boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos kerja yang handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada sebagian nelayan yang mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah

4. Pemasaran hasil tangkapan

Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran.

5. Program pemerintah yang tidak memihak nelayan

(18)

membutuhkan rata-rata 10 liter solar sekali melaut, maka setiap sampan akan mengelurakan biaya Rp.21.000 dalam kondisi harga normal atau di pangkalan sebesar Rp.2100. Tetapi pada umumnya nelayan membeli harga solar Rp.25.00-27.000, karena tergantung pada tingkatan agen yang bermain di lapangan. Semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan semakin tinggilah harga solar sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-pasan.

(19)

SUMBER : http://sni.or.id/tentang-kami/\

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/10/31/02123581/ Memberdayakan.Nelayan.dengan.Organisasi

https://rezzeq.wordpress.com/2013/12/01/makalah-tentang-kemiskinan-masyarakat-nelayan-di-indonesia/

2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir

Abu Ahmadi, Drs. 1989.

Pengantar Sosiologi. Rhamadani Edisi Revisi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transparansi pengelolaan dana desa dalam pembangunan infrastruktur di Desa Diat Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang

Dengan mengetahui hal-hal tersebut diatas, maka institusi berkewajiban untuk menginformasikan kepada para dosen Penasehat Akademik FTUP untuk dapat memperbaiki /

Dari sejumlah ayat tentang Malaikat dan kita hubungkan dengan Rukun Iman kedua, arti beriman kepada para MalaikatNya Allah harus dimaknai ‘meneladani’ para Malaikat

Contoh: Pelanggan yang dalam kurun waktu seminggu melakukan transaksi lebih dari 5 kali di tempat yang sama akan memperoleh diskon untuk semua produk di tempat

15 IUCN Red List (http://www.iucnredlist.org). Assessment of HCVs in La Nga State Forestry Company. Assessment of HCVs in Ba To State Forestry Company. Assessment of HCVs in Ha

Menurut Rudy Suryanto (2008), mencoba mengungkap terjadi atau tidaknya kasus korupsi dengan mengaudit biasa sama halnya menebang pohon dengan pisau dapur. Auditor perlu alat

(2012) melaporkan bahwa penanaman bibit kelapa sawit dengan jarak sekurang-kurangnya 2 m dari lubang tanam lama pada saat tanam ulang dapat menunda proses infeksi penyakit melalui

Teknik yang digunakan dalam iklan ini adalah dengan cara memberikan demonstrasi kepada konsumen tentang manfaat suatu produk yang ditawarkan7. Slice