LAPORAN PENDAHULUAN
WOUND INFECTION
A. Tinjauan Teori
1. Definisi Luka
Lazarus mengatakan bahwa Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal yang mengenai organ tubuh (PerryPotter, 2011)
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier,dalam hidayat, 2012).
Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, dalam hidayat 2012).
2. Klasifikasi dan Etiologi
Jenis Luka Etiologi
Berdasarkan kebersihan luka
Clean Wounds (Luka bersih), luka yang tidak mengandung organisme patogen
Clean contaminated wound (luka bersih terkontaminasi), luka dalam kondisi aseptik tetapi melibatkan rongga tubuh yang secara normal mengandung mikroorganisme
Contaminated wound (luka terkontaminasi), luka berada pada kondisi yang mungkin mengandung mikro organisme
Dirty or infection wound (luka kotor atau terinfeksi), terdpat bakteri pada luka, biasanya lebih dari 105organisme/garan
jaringan
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai GIT, Pernafasan, Genetalia, saluran kemih yang tidak terinfeksi atau rongga orofaring
Luka bedah pada GIT, pernafasan, kandung kemih atau rongga orofaring pada kondisi yang terkontrol
Luka terbuka, traumatik, kecelakaan , luka bedah tanpa tekni aseptik yang baik.
Terkolonisasi, luka mengandung mikroorganisme multipel
Luka kronis (ulkus)
Berdasarkan kualitas Deskriptif Laserasi
Jaringan tubuh yang robek tidak beraturan
Abrasi ditandai dengan pembekkan perubahan wartna kulit dan nyeri.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka Stadium I : Luka Superfisial
(“Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness”: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness”: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
a. Berdasarkan waktu penyembuhan luka Luka akut : yaitu luka dengan masa
penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Luka kronis yaitu luka yang mengalami
kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen
Trauma akibat benda tajam
3.
Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu: a. Tahap Respon Inflamasi Akut tanpa Cidera
Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pda tahap ini terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
b. Tahap Destruktif
Pada tahap ini terjadi pembesihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
c. Tahap Poliferatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
d. Tahap Maturasi
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, konstraksi luka dan organisasi jaringan ikat. Selain itu tahapan penyembuhan luka menurut perry potter :
1. Penyembuhan primer
Fase penyembuhan (reaksi)
Leukosit (sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa jam. Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan bakteri dan debris yang kecil. Neutfofi mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri/membantu perbaikan jaringan. Pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati akan membentuk pus. Leukosit penting kedua adalah monosit, yang berubah menjadi makrofag. Makrofag akan melanjutkan proses pembersihan debris luka, menarik lebih banyak makrofag dan menstimulasi pembentukan fibroblast. Setelah makrofag membersihkan luka dan menyiapkannya untuk perbaikan jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka dibawah dasar bekuan darah/keropeng. Sel epitel terus berkumpul di bawah rongga luka selama sekitar 48 jam. Akhirnya di atas luka akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi barier terhadap organisme penyebab infeksi dan dari zat-zat beracun. Hormon pertumbuhan dilepaskan oleh trombosit dan makrofag
Terjadi dalam waktu 3-24 hari. Fase regenerasi akan mengisi luka dengan jaringan penyambung/jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblast akan menutup defek luka. Fibroblast membutuhkan vitamin B dan C, oksigen dan asam amino. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka. Selama periode ini luka akan tertutup oleh jaringan yang baru. Bersamaan dengan proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka meningkat dan risiko terpisah/ruptur luka akan menurun. Tingkat tekanan pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbentuk. Gangguan proses penyembuhan pada fase ini biasanya disebabkan oleh faktor sistematik seperti usia, anemia, hipoproteinemia dan defisiensi zat besi.
Maturasi (remodeling)
2. Penyembuhan Sekunder
Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup defek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan dermis dan epidermis pada setiap sisi luka. Kontraksi luka dimulai pada hari keempat dan terjadi secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong terjadinya kontraksi adalah miofibroblast. Kontraksi luka mengakibatkan jaringan disekitarnya luka menipis, dan ukuran serta bentuk jaringan parut pada akhirnya akan sama dengan garis ketegangan di daerah yang rusak.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Perry Potter (2011) hal yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka diantaranya adalah
a. Usia
Penuaan merupakan faktor yang tidak dapat di hindari karena penuaan merupakan suatu fase kehidupan yang harus dilalui oleh seseorang. Usia lansia dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada usia lanjut secara fisiologis semua organ tubuh mengalami penurunan fungsi seperti perubahan vaskuler yang akan menggangu sirkulasi darah ke area luka. Penurunan fungsi hati akan menggangu sintesis faktor pembekuan yang menyebabkan respon inflamasi akan melambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, serta jaringan parut yang tidak elastis.
b. Malnutrisi
Malnutrisi akan memperlambat penyembuhan luka karena kurangnya nutrsi menyebabkan sel-sel tidak mampu bekerja maksimal karena stres pada luka atau trauma yang parah akan meninngkatkan kebutuhan nutrisi.
c. Obesitas
Jaringan lemak yang banyak pada orang obesitas menyebabkan jaringan lemak kekurangan suplay darah untuk melawan bakteri dan mengirim nutrisi serta elemen selular yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka, sehingga menyebabkan penyembuhan luka terganggu.
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan menganggu sintesis kolagen dan pembentukan sel epitel sehingga serabut kolagen dan fibril tidak terbentuk sempurana dan sel epitel tidak dapoat melapisi semua permukaan kulit yang mengakibatkan penundaan penutupan luka. Jika sirkulasi lokal aliran darah buruk maka jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan jaringan luka mengalami nekrosis, Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan menggangu perbaikan jaringan.
e. Merokok
Merokok mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga menurunkan oksigenasi jaringan, merokok menggangu mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam jaringa sehingga proses penyembuhan luka akan terganggu, selain itu merokok juga menyebakan hiperkoaguklasi dan meningkatkan agregasi trombosit.
f. Obat-obatan
Obat golongan steroid dapat menyebakan penurunan respon inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen sehingga menyebkan gangguan pada proses penyembuhan luka. Sedangkan penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang lama dapat menyebkana terjadinya super infeksi. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi menghambat prose penyembuhan luka karena cara kerja antiinflamasi menekan sintesis protein , kontraksi luka,epitelisasi dan inflamasi yang kesemuanya merupakan tahapan proses penyembuhan luka. Sedangakan pengguaan obat kemoterapi menekan fungsi sumsum tulang sehingga menurunkan jumlah leukosit dan menggangu respon inflamasi. g. Penyakit kronis
Penyakit kronik menyebabkan timbulanya penyakit pembuluh darah kecil yang menggangu perfusi jaringan. Penyakit diabetes menyebabkan hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen, sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke dalam jaringan. Hiperglikemi menggagu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan.
h. Radiasi
menyebkan jaringan mudah rusak dan kekurangan oksigen yang akan menyebabkan perlambatan pada proses penyembuhan luka.
i. Stres luka
Muntah, distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat menyebakan stres pada jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi akan menyebkan terhambatnya pembentukan jaringan kolagen dan sel endotel.
5. Komplikasi Penyembuhan Luka a. Hemoragi
Perdarahan pada area luka merupakan hal yang normal terjadi selama dan sesaat setelah trauma. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit kecuali jika luka mengenai pembuluh darah besar dan pembekuan darah klien buruk. Perdarahan setelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh benda asing. b. Infeksi
Terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan leukosit.
c. Dehisens
Merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya trauma dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia dan rasa nyeri pada daerah luka
d. Eviserasi
Menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat.
e. Fistula
f. Penundaan Penutupan Luka
Adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi drainase yang efektif dari luka yang terkontaminasi-bersih atau luka yang terkontaminasi.
B. Luka Infeksi 1. Definisi infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius pada sel atau jaringan, infeksi disebut asimtomatik (perry&potter, 2011)
2. Rantai Infeksi
a. Agen Infeksius
Agen infeksius adalah mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan hanya menyebabkan infeksi minor. Namun mikroorganisme tersebut dapat menyababkan infeksi serius apabila prosedur invasif/pembedahan memungkinkan mereka masuk ke dalam jaringan.
b. Reservoar
Resevoar merupakan tempat kuman patogen mampu bertahan hidup, tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak.
c. Portal Keluar
Agen Infeksius
Pejamu Reservoar
Agen Infeksius
Portal masuk Portal Keluar
Agen Infeksius
Portal keluar merupakan pintu keluar mikroorganisme setelah menemukan tempat untuk berkembang biak, portal keluar biasanya melalui kulit, membran mukosa, traktus respiratorius, trakttus gastrointestinal, traktus produktif dan darah
d. Cara penularan
Dapat secara kontak langsung, tidak langsung dan droplet, udara (droplet nukleus), melalui peralatan yang terkontaminasi, makanan, maupn dengan cara vektor seperti nyamuk, perpindahan mekanis eksternal (lalat)
e. Portal masuk
Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubu host yang baru dengan cara yang sama ketika keluar seperti saat jarum yang terkontaminasi mengenai kulit klien, kesalahan pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak terlindungi.
f. Pejamu
Pejamu atau host adalah orang yang di infeksi oleh mikroorganisme. Seseorang terkena infeksi tergantung kerentanan terhadap agen infeksius.
3. Klasifikasi Surgical Site Infection (SSI)
a. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
1. Terdapat cairan purulen.
2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial. 3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat. b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam 2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam 3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
4. Penatalaksanaan Medis Surgical Site Infection (SSI)
Untuk pencegahan ILO pada pasien dilakukan dengan perawatan praoperasi,
jenis kuman yang paling sering mengakibatkan infeksi pada daerah tersebut. Pada
umumnya adalah sepalosporin generasi I atau II.
Selain hal di atas, pada saat praoperatif harus juga diperhatikan mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada lengan tim bedah, gaun operasi dan drapping. Pada tahap intra operatif, yang harus diperhatikan adalah bahwa semakin lama operasi, resiko infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik, dan bahan yang digunakan untk jahitan harus sesuai kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monoflame.
C. Asuhan Keperawatan Konseptual 1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
Inspeksi : kaji dibagian tubuh mana yang terdapat luka b. Pengakjian fokus luka
Inspeksi : bagaimana kondisi luka, kedalaman luka, karateristik luka, warna luka, kebersihan luka, apaka ada pus atau tidak, jika ada pus tampak seperti apa (serosa, purulen, serosangiunosa, sanguinosa) apakah ada muncul tanda-tanda infeksi atau tidak.
Palpasi : tekan area tepi luka untuk mengetahui adanya nyeri di area luka atau tidak.
2. Diagnosa yang mungkin muncul Kerusakan integritas jaringan Resiko infeksi
Nyeri
Rencana Asuhan Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3X24 jam penyembuhan luka dengan kriteria hasil :
4. Menunjukkan terjadinya penyembuhan luka
2. Ganti dresing luka dengan dresing yang sesuai
3. Kaji apakah terdapat eksudat atau pus di di luka, catat warna dan karateristik eksudat
4. Bersihkan luka dengan normal salin dengan teknik aseptik
5. Pertahankan teknik steril selama membersihkan luka
6. Posisikan pasien setiap 2 jam sekali, jika memungkinkan
7. Dokumentasikan semua perubahan pada luka
8. Ajarkan kepada pasien dan keluarga untuk mengenal tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor)
9. Bersihkan area sekitar luka dari bulu atau rambut, jika diperlukan 10. Sarankan untuk merawat kulit
2. Inspeksi kondisi insisi bedah 3. Monitor wana dan suhu kulit
Insicion site care
1. Inspeksi bekas insisi apakah ada kemerahan, bengkak, eviserasi, atau dehiciens
2. Catat karateristik jika ada drainase 3. Bersihkan area insisi ddengan
cleansing solution jika memungkinkan
4. Gunakan balutan untuk melindungi area insisi
5. Ajarkan pasien merawat luka insisi sebelum mandi
stres di sekitar area insisi
7. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda infeksi.