commit to user
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
MUSEUM GEMPA JOGJA
Sebagai Monumen Peringatan
DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh : ADE YUNIAR IRAWAN
I.0206025
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ABSTRAKSI JUDUL
Museum Gempa Jogja, sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat
Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini
adalah:
Bangunan (sebuah fasilitas gedung) yang digunakan sebagai tempat pameran
benda/hal‐hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja,
menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan
mengangkat aspek‐aspek jiwa tempat dalam perancangan arsitektur.
LATAR BELAKANG
1. Sebagai Kebangkitan Perekonomian Jogja
2. Membumikan Sejarah Gempa Jogja
3. Museum Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan yang dapat
Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa
4. Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja
commit to user
Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat.3. Ir. Marsudi, MT., selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir, terima kasih atas bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis.
4. Ir. Hari Yuliarso, MT., selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir, terima kasih atas bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis.
5. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas dukungan, doa, restu, serta segala sesuatu yang turut mengupayakan kemudahan bagi penulis.
6. Keluarga penilis, Andar Setiawan, Sulistiowati, Naholin, serta Dedy Kurniawan, terima kasih atas bantuannya, masukan, kritik dan saran dalam pengerjaan Tugas Akir ini.
7. Teman‐teman Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Rekan‐rekan studio tugas akhir periode 122.
9. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini.
commit to user
bersifat membangun demi perbaikan Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini. Semoga Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Akhir kata, atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis,
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 JUDUL
Museum Gempa Jogja, sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat
1.2 PENGERTIAN JUDUL
1.2.1 Pengertian Judul Dari Terminologi Kata
Museum:
Arti museum, seperti halnya arti kata, dapat dipahami oleh fungsinya dan
kegiatan-kegiatannya. Dari masa ke masa, fungsi museum telah mengalami berbagai macam
perubahan. Akan tetapi hakikat pengertian museum tidak berubah. Landasan ilmiah dan
kesenian tetap menjiwai arti museum, sekalipun fungsi museum dari konferensi ahli
permuseuman dunia dalam ICOM (International Council of Museum, organisasi permuseuman
internasional dibawah Unesco) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum, yang
memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi,
pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya. 1
Gempa:
Getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh
pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi
karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. 2
Jogja :
1
Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud 2
commit to user
Sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan
dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau
Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006
yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah. 3
Monumen:
Monumen adalah salah satu upaya manusia untuk mengabadikan bukti adanya peristiwa
sejarah dibuat ada yang dengan kesengajaan untuk sebuah peninggalan, agar generasi yang
akan datang tetap mengenang suatu peristiwa sejarah, namun ada juga monumen yang
dibangun dengan begitu saja tidak punya maksud untuk dikenang. 4
Semangat Jiwa Tempat:
Pendeskripsisian aspek-aspek jiwa tempat dalam rancangan arsitektur dari potensi2 setempat
yang akan diangkat kedalam rancangan yang merupakan pengistilahan dalam bahasa
Indonesia dari Spirit of Place, implikasi dalam konteks dunia arsitektur modern dari Genius
Loci, sebuah istilah/konsep mitologi kuno jaman Romasi bahwa sesuatu punya jiwa/ruh yang
melindungi, dahulu digambarkan sbagai ular. 5
1.2.2 Definisi Operasional Judul
Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini adalah:
Bangunan (sebuah fasilitas gedung) yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal
yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi
untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa
tempat dalam perancangan arsitektur.
1.3 LATAR BELAKANG
commit to user
1.3.1. Sebagai Kebangkitan Perekonomian Jogja6Gempa bumi 27 Mei 2006 membawa dampak sangat signifikan terhadap perekonomian
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data statistik makro ekonomi tahun 2006 menggambarkan
dampak akibat bencana alam tersebut. Badan Pusat Statistik menyajikan bahwa indikator
ekonomi makro pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) DIY menurun
sejak tahun 2004 akibat tekanan kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan diperparah
akibat gempa bumi pada 27 Mei 2006. Grafik 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB
tahun 2006 tercatat sebesar 3,71% lebih rendah dari tahun 2005 yaitu sebesar 4,64% dan
semakin jauh dari rata-rata pertumbuhan PDB nasional yang tercatat sebesar 5,5% pada tahun
2006.
6
Robby Kusumaharta & Ade B Kurniawan, Refleksi 1 Tahun Peristiwa Gempa Bumi dan Upaya
commit to user
Indikator ekonomi makro lainnya yaitu ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tingkat
pengangguran di DIY pada tahun 2006 meningkat sebesar 2,62% lebih tinggi dibandingkan
tahun 2005 atau ekuivalen dengan 95.148 orang. Secara umum tingkat pengangguran
terbuka juga mengalami peningkatan dari 5,24% pada tahun 2005 menjadi 5,32% pada
tahun 2006. Besarnya nilai kerusakan yang dialami oleh sektor industri akibat gempa
bumi memaksa sejumlah besar unit usaha terpaksa berkurang kapasitas produksinya
dan bahkan ada yang hams berhenti berproduksi karena mengalami kerusakan alat produksi.
Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam unit usaha tersebut.
Secara lebih spesifik, berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNDP (2007) menemukan
bahwa secara total diperkirakan tingkat pengurangan karyawan yang dilakukan oleh sektor
usaha mencapai 14%. Ditinjau dari skala usahanya, maka sektor yang paling banyak
melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja adalah sektor usaha skala menengah dan
besar, yaitu mencapai 51% dari responden skala menengah dan besar. Adapun skala kecil
dan mikro masing-masing menunjukkan 24% dan 40%.
Gambar 1. 3 Prosentase Pengurangan Jumlah
Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan PDRB 2006
commit to user
Sektor Industri Pengolahan tumbuh negatif 1,23% pada tahun 2006 sehingga nilai
tambahnya hanya tercatat sebesar Rp 2.433 miliar, lebih lambat dari laju pertumbuhan tahun
2005 sebesar 2,60%. Secara lebih jauh, gambaran ekspor dari DIY pada tahun 2006 pun
menunjukkan bahwa nilai ekspor DIY tumbuh negatif sebesar-3,48%.
Tingkat inflasi kota Yogyakarta tahun 2006 mencapai angka 10,41% jauh lebih tinggi
dibandingkan rata-rata nasional sebesar 6,60%. Hal ini dipicu karena kelangkaan sejumlah
komoditi terkait dengan kegiatan konstruksi yang sedang dilakukan di DIY. Di sisi yang lain
peran sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja dan pendapatan yang cukup
signifikan bagi sebagian besar masyarakat DIY kini sumbangannya mulai berkurang. Kedua
hal ini pada akhirnya mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi berkurang.
Dari berbagai indikator makro di atas dapat disimpulkan bahwa dampak gempa bumi 27 Mei
2006 tersebut membawa akibat yang sangat serius tidak saja untuk jangka pendek akan
tetapi juga membawa potensi masalah dalam jangka panjang apabila tidak disikapi dengan
sebuah pendekatan yang tepat.
Karena besarnya dampak dan kompleksitas permasalahan pasca gempa, maka sejak dua hari
pasca gempa, muncul pemikiran di kalangan beberapa tokoh cendekiawan, pemerintah, DPR,
dunia usaha, masyarakat, LSM, dan lain-lain, untuk duduk bersama memikirkan
langkah-langkah yang seharusnya diambil. Ada kesepahaman di antara mereka bahwa penanganan
pasca bencana perlu dilakukan secara sistematis dan terpadu, serta melibatkan partisipasi aktif
dari masyarakat korban. Lebih dari itu mereka juga sepakat bahwa penanganan pasca gempa,
mulai dari tahapan tanggap darurat hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang perlu
diselenggarakan berdasar pada prinsip-prinsip good governance.
commit to user
Peran Partnership dalam manajemen pasca bencana alam adalah:
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan percepatan penanganan rehab dan rekon yang
meliputi : prioritasi pelaksanaan program/pelayanan publik yang dapat memenuhi dan
menjamin hak-hak korban bencana, mendorong para pihak yang menjalankan program
penanganan bencana secara lebih efektif, mendayagunakan birokrasi resmi yang berjalan
normal pada semua tingkatan, serta melipatgandakan energi dan modal sosial yang dimiliki
masyarakat korban bencana.
2. Mengoptimalkan pelaksanaan SK Gubernur nomor 23/TIM/2006 tentang Forum Jogja
Bangkit dan kebijakan yang terkait dengan penguatan support system.
3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga donor untuk meminimalisasi kemungkinan tumpang
tindih aksi dan tidak meratanya bantuan bagi para korban.
4. Membuat langkah-langkah terobosan dalam mengoptimalkan sistem penganggaran dalam
program pemulihan.
1.3.2 Membumikan Sejarah Gempa Jogja
Manusia adalah mahluk sejarah, selalu ingin mengenang peristiwa-peristiwa penting dalam
perjalanan kehidupan. Dengan mengenang, akan memberikan sebuah ingatan dan
pembelajaran pada sebuah peristiwa dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik,
misalnya melalui situs, museum dan bentuk lainnya untuk membangun kesadaran warga dan
masyarakat dunia tentang gerak alam yang sesekali mengancam. Kealpaan kita terhadap
gempa selama berabad-abad telah memberi dampak buruk pada tata ruang, sehingga tata
ruang kita selama ini discordant terhadap alam.
1.3.3 Museum Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan yang dapat Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa
Jogja kaya akan tempat-tempat wisata, baik dari wisata alam, wisata candi, wisata sejarah,
wisata kuliner, wisata belanja, wisata religious, wisata dan lain sebagainya. Pasca gempa
Jogja ini, banyak objek wisata yang mengalami penyusutan pengunjung wisata. Banyak objek
wisata yang rusak akibat gempa Jogja silam. Dibutuhkan sarana untuk menampung segala
commit to user
Jogja itu sendiri agar sektor wisata di Jogja dapat terus berkembang dan semakin maju,
sehingga banyak wisatawan-wisatawan baik manca maupun lokal yang berkunjung ke kota
Jogja.
1.3.4 Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja 7
Para korban yang selamat banyak yang mengalami gangguan psikologis yang berdampak
pada kondisi psikis maupun spiritual mereka. Banyak analisis telah memaparkan berbagai hal
tentang realitas bencana yang terjadi hingga rencana ke depan dalam membangun kembali
daerah gempa dari keterpurukan. Untuk rehabilitasi tersebut tentunya tak lepas dari
pemahaman yang kongkrit mengenai kondisi wilayah dan masyarakat yang meliputi kondisi
pra-bencana dan pasca-bencana. Dalam hal ini, tentunya penting pula diperhatikan bagaimana
kondisi psikis dan spiritual masyarakat Yogyakarta, terutama mereka yang secara langsung
menjadi korban bencana.
Dalam banyak kejadian, rehabilitasi fisik relatif lebih kelihatan dan jelas pola penanganannya,
walaupun juga tidak mudah karena memerlukan mobilitas dana dan prasarana yang tidak
sedikit. Namun berbeda halnya dengan rehabilitasi psikis. Kondisi katastropik tersebut telah
meninggalkan luka psikis yang mendalam dalam bentuk gejala-gejaka psikologis yang biasa
disebut sebagai gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).
Dalam penangan mental recovery ini, terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan penyadaran diri
(self awareness), tahapan pengenalan jati diri dan citra diri (self identification), dan tahapan
pengembangan diri (self development).8 Pada fase penyadaran diri, para korban akan melalui
proses pensucian diri dari bekasan atau hal-hal yang menutupi keadaan jiwa melalui cara
penyadaran diri, penginsyafan diri, dan pertaubatan diri. Fase ini akan menguak hakikat
persoalan, peristiwa, dan kejadian yang dialami oleh para korban. Pun menjelaskan hikmah
atau rahasia dari setiap peristiwa tersebut.
Selanjutnya, pada fase pengenalan diri, para korban akan dibimbing kepada pengenalan
hakikat diri secara praktis dan holistik dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan moral.
Melalui fase ini, individu diajak untuk menyadari potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.
Setelah diidentifikasi, berbagai potensi itu perlu segera dimunculkan. Kemudian mengelola
potensi diri yang menonjol tersebut agar terus berkembang dan dicoba untuk diaktualisasikan.
7
www.pikirdong.org 8
commit to user
Adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia pun
akan mengenal Tuhannya.”
Terakhir, pada fase pengembangan diri, para korban akan didampingi dan difasilitasi untuk
tidak hanya sehat fisikal, namun juga sehat mental dan spiritual. Kesehatan mental terwujud
dalam bentuk keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi masalah yang terjadi, dan merasakan secara
positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Adapun kesehatan spiritual mencakup penemuan
makna dan tujuan dalam hidup seseorang, mengandalkan Tuhan (The Higher Power),
merasakan kedamaian, dan merasakan hubungan dengan alam semesta.
Oleh karena itu diperlukan sarana terapi dengan menghadirkan fasilitas publik dalam
penanganan mental recovery masyarakat. Lewat ruang-ruang publiknya yang dapat diakses
bebas/free oleh pengunjung. Dengan begitu akan membudaya kembali budaya ”mangan ora
mangan kumpul” yang telah menjamur pada masyarakat Jogja. Sehingga suasana
kebersamaan, keselarasan, saling berdampingan dapat lebih terasa yang lama kelamaan akan
mumudarkan suasana stress masyarakat akibat bencana gempa Jogja, dan menumbuhkan
keyakinan adanya kemudahan dalam setiap kesusahan dari Sang Maha Kuasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaaq [65]: 7).
1.3 PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1.4.1 Permasalahan
Bagaimana mewujudkan suatu museum Jogja yang desainnya mampu
mewadahi fungsi sebagai museum peringatan sekaligus mengangkat jiwa
tempat museum tersebut didirikan.
1.4.2 Persoalan
1.4.2.1 Makro
• Bagaimana menentukan lokasi dan site yang tepat untuk Museum
commit to user
• Bagaimana mengolah site
• Bagaimana menentukan pola kegiatan
• Bagaimana menentukan program ruang
• Bagaimana mewujudkan bentuk fisik Museum Gempa Jogja yang
sesuai dengan aspek-aspek semangat jiwa tempat
• Bagaimana menentukan sistem struktur, konstruksi, material dan
utilitas yang diperlukan
1.4.2.2 Mikro
Bagaimana menentukan aktifitas kegiatan, kebutuhan ruang,
organisasi ruang, pola hubungan dan besaran ruang yang:
o Mampu menampung aktifitas berkehidupan sehari-hari serta
aktifitas sosial kemasyarakatan dan ekonomi
o Mampu menampung kelancaran sirkulasi dan pencapaian antara
satu jenis kegiatan lain
o Mampu menciptakan kenyamanan dari pelaku kegiatan dengan
pengelompokan karakter kegiatan
1.5 TUJUAN DAN SASARAN
1.5.1 Tujuan
Merancang dan merencanakan bangunan Museum Gempa Jogja (sebuah fasilitas gedung)
yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan
kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang
(makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan
arsitektur.
1.5.2 Sasaran
Menentukan konsep perencanaan dan perancangan yang meliputi:
a. Konsep perencanaan, meliputi:
commit to user
• Konsep pengolahan tapak
b. Konsep perancangan, meliputi:
Konsep kegiatan
• Penentuan jenis kegaitan
• Penentuan penzoningan aktivitas
Konsep peruangan
• Konsep kebutuhan ruang (macam dan jenis ruang)
• Konsep besaran ruang
• Konsep persyaratan ruang
• Konsep pola hubungan dan organisasi ruang
• Konsep sirkulasi
Konsep struktur bangunan
• Struktur bangunan kokoh
• Menerapkan pemilihan meterial yang sesuai
Konsep utilitas bangunan
• Sistem mekanikal elektrikal
• Sistem air bersih dan air kotor
• Sistem keamanan bangunan (pemadam kebakaran, penangkal petir)
Konsep Semangat Jiwa Tempat
• The Structure of Place (Struktur kawasan wilayah Jogja khususnya, dan Jawa
umumnya)
• Representasi mental masyarakat (Mentality People’s) dan aktivitas maupun
kebiasaan-kebiasaan penduduknya (keseharian maupun sesaat/temporal)
• Pemberdayaan Potensi Lokal (Potesi Masyarakat)
• Simbol-kiasan-kenangan (suatu tempat akan memiliki makna khusus bagi
orang-orang yang mendapatkan pengalaman dari tempat tersebut)
1.6 BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN
commit to user
Batasan masalah pada perancangan ini adalah bangunan (sebuah fasilitas gedung)
yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan
kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang
(makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan
arsitektur.
1.6.2 Lingkup Pembahasan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup pembatasan dibatasi
sebagai berikut:
• Pembahasan ditekankan pada disiplin ilmu arsitektur, hal-hal diluar disiplin ilmu
arsitekur dibatasi dan disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul.
Sedangkan untuk pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau
memberi kejelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang
ada.
• Pembahahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data literatur dan
suvey yang berkaitan dengan museum dan semangat jiwa tempat .
• Pembahasan dititikberatkan pada Museum, Semangat Jiwa Tempat dan kondisi kota
Jogja. Sedangkan kondisi perkotaan dan lingkungan secara global dan permasalahan
lain yang mendukung hal ini tersebut akan dibahas secara garis besar.
1.7 METODOLOGI
Metodologi dalam pembuatan konsep perancangan ini dibagi menjadi beberapa tahap
yang dapat digambarkan seperti berikut:
1. Eksplorasi Latar Belakang
Tahap ini merupakan tahap pencarian inspirasi awal, dilakukan dengan mengamati
fenomena yang ada di kota Jogja maupun fenomena secara global. Hasil dari
eksplorasi latar belakang ini menjadi landasan perumusan ide pokok perncanaan dan
perancangan.
2. Perumusan Ide Pokok
Perumusan ide pokok berfungsi untuk menemukan ide-ide pokok yang tersarikan dari
kutu-commit to user
kutub ide yang kemudian digunakan sebgai dasar penentuan judul dan eksplorasi
ide-ide pokok.
3. Penentuan Judul
Judul ditentukan berdasarkan kutub-kutub ide yang diangkat dalam perencanaan dan
perancangan ini.
4. Eksplorasi Kutub-Kutub
Data yang digunakan dalam eksplorasi ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Oleh karena itu, secara garis besar pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik
survey primer dan sekunder.
Teknik Pengumpulan Data Primer
a. Observasi Pengamatan
Merupakan metoda pengamatan langsung dan mendokumentasikan berbagai
peristiwa dan kondisi, serta data di lapangnan. Pengumpulan data lapangan adalah
kegiatan yang dilakukan secara maksimal untuk memperoleh data mengenai kondisi
sebenarnya di lapangan.
b. Wawancara
Kepada pihak informan yang terkait, maka dilakukan tanya jawab langsung dengan
pihak terkait dalam mendapatkan data yang diperlukan.
c. Dokumentasi dan Studi Pustaka
Metoda ini digunakan untuk memperoleh data yang telah terdokumentasi melalui
pengumpulan berbagai sumber referensi yang ada.
Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Selain data primer, juga dibutuhkan data sekunder yang mendukung. Pengumpulan
data sekunder ini dilakukan dengan studi literature yang berkaitan dengan studi, yaitu
mencari buku-buku atau sumber informasi lain yang relevan, guna memperkuat
landasan teoritis. Pengumpulan data ini dilakukan dengan survey instansional yang
terkait dengan data-data yang dibutuhkan.
commit to user
Teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan konsep perencanaan dan
perancangan ini adalah dengan cara mensintesakan hasil dari eksplorasi kutub-kutub
ide menjadi suatu guidelines yang mendasari setiap analisa dalam perencanaan dan
perancangan arsitektur ini. Analisa arsitektur yang dilakukan meliputi: analisa
pemilihan site, analisa penataan site, analisa peruangan, analisa tata massa dan
tampilan, analisa struktur dan utilitas.
6. Analisa Pendekatan Desain
Merupakan tahapan proses untuk mentransformasikan hasil analisa pendekatan
konsep menjadi gambar Pre-design yang pada tahapan selanjutnya akan
dikembangkan menjadi gambar final-design. Analisa pendekatan desain meliputi:
pemilihan lokasi site, penataan site, penataan peruangan, penataan penampilan,
perencanaan struktur dan utilitas.
1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
Mengemukakan pemahaman judul, latar belang, permasalahan dan persoalan, tujuan
dan sasaran, batasan dan lingkuip pembahasan, metoda penulisan serta sistematika
penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Mengemukakan tinjauan teoritik mengenai Disiplin Ilmu Museum dan Preseden yang
digunakan dalam perancangan.
BAB III
commit to user
Mengemukakan eksplorasi tentang wilayah Jogja yang berkaitan dengan perencanaan
dan rancangan, meliputi: Tinjauan Umum Kondisi Jogja, Gambaran Umum Gempa
Jogja, serta Dampak Bencana dan Penanggulangan Gempa Jogja.
BAB IV
PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN DAN PERANCANGAN
Memaparkan Museum Gempa Jogja yang direncanakan meliputi; Tujuan Pendirian
Museum Gempa Jogja, Lingkup dan Status Kelembagaan Museum Gempa Jogja,
Peran museum Gempa Jogja, Ide Pengembangan Museum Gempa Jogja, analisis
perencanaan, meliputi; Analisis Kegiatan, Analisis Pengelompokan Jenis Kegiatan dan
Kebutuhan Ruang, Analisis Peruangan, Analisis Pemilihan Lokasi Kota dan Site
Pendirian Museum Gempa Jogja, serta analisis perancangan meliputi; Analisis
Pengolahan Site, Analisis Ungkapan Ruang Pamer, Analisis Semangat Jiwa Tempat
dalam Rancangan Arsitektur, Analisis Sistem Konstruksi, serta Analisis Sistem Utilitas
Bangunan.
BAB V
PENDEKATAN PROGRAM DAN PERENCANAAN
Mengemukakan konsep pendekatan program dan perencanaan Museum Gempa Jogja
yang meliputi: Konsep Perencanaan, Konsep Perancangan, Konsep Ungkapan Ruang
Pamer, Konsep Semangat Jiwa Tempat dalam Rancangan Arsitektur, Konsep Sistem
Konstruksi, serta Konsep Sistem Utilitas Bangunan.
BAB VI
commit to user
Mengemukakan konsep perencanaan dan perancangan Museum Gempa Jogja yang
meliputi: Konsep Pemilihan Lokasi dan Site, Konsep Program Ruang dan Bangunan,
Konsep Penataan Site, Konsep Pendekatan Teori Semangat Jiwa Tempat dalam
Rancangan Arsitektur, serta Konsep Sistem Bangunan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIK DAN PRESEDEN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori dan preseden yang mendukung/berkaitan dengan
perumusan konsep perencanaan dan perancangan Museum Gempa Jogja. Pada bagian awal akan
diuraikan mengenai tinjauan permuseuman, dari sejarah museum sampai hal-hal yang berkaitan
dengan penyelengaraan museum. Berikutnya diuraikan mengenai bahasa ungkapan dan penghayatan
gatra-ruang arsitektur, kemudian diuraikan preseden-preseden sebagai referensi sebagai konsep of
dalam merumuskan konsep perencanaan dan perancangan. Tinjauan ini meliputi karya arsitektural
berupa museum, juga rancangan arsitektural yang dibangun sebagai monumen peringatan.
2.1. TINJAUAN TEORITIK
2.1.1 Museum9
Tinjauan mengenai permuseuman (apa dan bagaimana) dalam konsep perencanaan dan perancangan
ini digunakan untuk memperoleh perumusan konseptual dan programatik peruangan, yang diperoleh
dari unsur-unsur yang terlibat, peran museum, pokok-pokok penyelenggaraan dan pengelolaan.
Tinjauan ini mengarah pada persoalan wadah kegiatan (fungsi) / pemograman fungsional.
2.1.1.1. Arti dan Fungsi Museum
Arti museum, seperti halnya arti kata, hanya dapat dipahami oleh fungsinya dan
kegiatan-kegiatannya. Dari masa ke masa, ternyata fungsi museum itu telah mengalami
perubahan- 9
commit to user
perubahan. Tetapi hakikatnya pengertian museum tidak berubah. Landasan ilmiah dan
kesenian tetap menjiwai arti museum sampai sekarang, sekalipun fungsi museum dari
konferensi ahli permuseuman dunia dalam ICOM (International Council of Museum, organisasi
permuseuman internasional dibawah Unesco) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap,
tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk
umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan
studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya.
Melengkapi pengertian museum, ICOM juga menyatakan definisi museum sebagai berikut:
1. Lembaga-lembaga konservasi dan ruang-ruang pameran yang secara langsung
diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.
2. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis, peninggalan dan
tempat-tempat bersejarah mempunyai corak museum, karena kegiatan-kegiatannya
dalam hal pengadaan, perawatan dan komunikasi dengan masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup, seperti kebun-kebun
tanaman dan binatang, akuarium dan sebagainya.
4. Suaka alam
5. Planetarium dan pusat-pusat pengetahuan
Menurut definisi tersebut, pengertian museum sangatlah luas. Museum, baik yang bergerak di
bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial, maupun yang bergerak di bidang ilmu-ilmu pengetahuan
alam dan teknologi merupakan unit-unit pelaksanaan teknis dalam kerangka administrasi
perlindungan dan pengawetan peninggalan sejarah dan alam. Ini tidak berarti bahwa dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan perlindungan dan pengawetan itu kemudian profesi
permuseuman diarahkan untuk bersikap konservatif. Justru pemahaman dan penghayatan
akan lebih, bahwa :
1. Sejarah berarti kesinambungan
2. Museum bukan saja pencatat sejarah dengan merawat bahan-bahan pembuktiannya,
tetapi profesi museum juga akan memahami makna yang paling manusiawi: setiap
orang pada hakikatnya juga membuat sejarah
3. seorang profesional di bidang permuseuman akan peka terhadap falsafah, prediktif,
dan futuristik
Hakikat dari definisi menurut ICOM tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Musuem merupakan badan yang tetap, tidak mencari keuntungan dan harus terbuka
commit to user
Musuem dibedakan dari koleksi milik perorangan yang hanya dapat dilihat dan
dinikmati oleh kerabat dan sahabat sang pemilik koleksi itu saja. Dengan demikian
museum itu harus merupakan lembaga atau suatu badan hukum.
2. Museum merupakan lembaga yang melayani masyarakat untuk kepentingan
perkembangannya. Dalam hal ini museum merupakan sarana sosial-budaya.
3. Museum memperoleh atau menghimpun barang-barang pembuktian tentang manusia
dan lingkungannya.
Arti kata ’manusia dan lingkungannya’ sangatlah luas, hingga museum tidak sekedar
tempat barang antik, tetapi juga dapat menjadi tempat menyimpan dan memamerkan
sesuatu yang baru dan mempunyai arti penting.
4. Museum memelihata dan mengawetkan koleksinya untuk digunakan sebagai sarana
komunikasi dengan pengunjung.
Preservasi dan presentasi (pemeliharaan dan penyajian) adalah dua kata yang
menggambarkan dua pokok kegaitan yang khas bagi setiap museum. Untuk kedua
macam kegiatan ini telah dikembangkan spesialisasi pengetahuan dan keterampilan
metodologis dan teknis tersendiri.
5. Kegiatan-kegiatan di belakang layar dan kegiatan yang kelihatan oleh umum, seperti
hasil penerbitan, pameran, ceramah dan peragaan, kesemuanya itu untuk pendidikan
dan kesenangan (education and enjoyment).
Museum memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya (konservasi dan
preservasi)
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Penyebaran (penyaluran) ilmu untuk umum
4. Pengenalan dan penghayatan kesenian
5. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
6. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan (pertumbuhan peradaban umat
manusia)
7. Suaka alam dan suaka budaya (visualisasi warisan alam dan budaya)
8. Objek wisata (sarana kesenian dan hiburan)
9. Pembangkit rasa/sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa
commit to user
Hal-hal yang berkaitan dengan museum dipelajari dalam ilmu Museologi (Museplogy dalam
bahasa Inggris, Museumskundle dalam bahasa Jerman) yaitu suatu ilmu yang mempelajari
museum sebagai gejala sosial temporal, artinya bahwa museum itu harus dipandang sebagai
suatu gejala dalam pergaulan hidup manusia yang juga timbul karena perkembangan sejarah.
Secara kongkritnya meseum merupakan suatu bangunan (kompleks bangunan) yang di
dalamnya terkumpul dan dipamerkan kepada umum mengenai macam-macam benda dan
hal-hal yang berkaitan dengan tujuan menambah pengetahuan umum dan untuk penikmatan seni
khalayak ramai. Museologi sendiri menjad subdisiplin ilmu antropologi, yaitu ilmu tentang
manusia dan hasil-hasil karyanya (kebudayaan), sehingga perlu dilakukan pendekatan secara
multidisipliner dan interdisipliner yang menyangkut banyak hal dari berbagai kajian di
dalamnya.
Ditinjau dari uraian tersebut tentang museum didapatkan gambaran hubungan antara museum
dengan koleksinya. Maka museolgi sebagai ilmu, mempunyai objek penelitian. Objek dan
hubungan itu adalah:
1 Musuem sebagai bangunan/gedung
Diselidiki secara khusus oleh arsitektur museum.
2 Koleksi museum
Diselidiki oleh bermacam ilmu pengetahuan yang menyangkutnya, seperti koleksi
ilmu alam oleh ilmu alam, koleksi sejarah oleh ilmu sejarah, koleksi ethonografi oleh
antropologi-budaya dan lain sebagainya.
3 Hubungan koleksi dengan publik
Hubungan ini menjadi penelitian bagi teknik perawatan dan pameran (Preservation
techniques, display and labelling) serta dalam penyaluran ilmu pengetahuan kepada
umum menjadi penelitian dalam bidang edukasi (museum dan education).
Lebih jelas lagi dapat diuraikan bahwa museologi dalam kenyataannya terbagi dalam
bagian-bagian ilmu seperti berikut:
1. Museum-Management (Manajemen Museum)
Memusatkan perhatiannya terhadap hal-hal organisasi dan penyelenggaraan
museum.
commit to user
Pengelolaan sistematik dan praktek tata usaha objek-objek museum.
3. Museum-Techniques (Teknik Museum)
Memusatkan perhatiannya terhadap aspek-aspek teknis pada museum mulai dari hal
arsitektur, teknik pameran dan teknik perawatan objek-objek museum.
4. Museum and Education (Museum dan Pendidikan)
Memusatkan perhatiannya kepada penelitian ilmiah dan penyaluran ilmu
pengetahuan kepada public.
2.1.1.3. Pokok-Pokok Penyelenggaraan Museum
Penyelengggaraan museum dapat berupa badan pemerintahan, dapat pula badan swasta baik
dalam bentuk perkumpulan maupun yayasan yang diatur kedudukan, tugas dan kewajibannya
oleh undang-undang. Penyelenggaraan museum dan museum itu sendiri yang dikelola oleh
kepala atau badan pengurus museum haruslah berstatus badan hukum.
Menyelenggarakan museum relatif mahal, mengingat fungsi-fungsi museum yang luas, bukan
hanya sebagai tempat pameran, dasar pengelolaan museum itu sendiri bersifat ilmiah untuk
tujuan sdukatif-kultural. Mendirikan museum juga tidak mudah, misalnya badan hukum atau
panitia pendiri harus tahu benar keperluan-keperluan umum sebuah museum, seperti :
1. Letak musuem di bagian kota yang tepat
2. Gedung museum yang dapat menjamin keamanan koleksi, penataan koleksi, sirkulasi
koleksi, personil dan pengunjung
3. Pembagian ruangan yang sesuai dengan fungsi-fungsi museum
4. Perencanaan pengadaan koleksi
5. Perencanaan pengadaan sarana dan fasilitas untuk koleksi, perkantoran dan personil
serta pengunjung museum.
6. Perencanaan pengadaan dan jabatan personil yang sesuai dengan fungsi-fungsi
umum
Museum-museum negeri (pemerintah) dibiayai oleh pemerintah. Untuk semua keperluannya
disediakan anggaran belanja tahunan di departemen atau pemerintah lokal yang
menyelenggarakannya. Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa penyelenggaraan dan
pembinaan museum itu dititikberatkan kepada bagaimana daranya menyusun kebijakan dalam
hal merumuskan program-program kegiatan untuk museum yang diselenggarakan, mengenai
fungsi-commit to user
fungsi museum itu, bagaimana membina sarananya, bagaimana membina tenagannya dan
bagaimana menyusun rencan anggaran untuk pengelolaan museum itu sendiri.
2.1.1.4. Struktur Organisasi Museum
Pengelolaan museum merupakan tugas pokok seorang kepala museum. Akan tetapi dalam
melaksanakan penyelenggaraan dan pengelolaannya berbeda-beda tergantung dari jenis dan
ukuran museum. Perbedaan dalam hal ruangan lingkup dan jaringan komunikasinya, baik
commit to user
Skema 2.1 Struktur Organisasi Museumcommit to user
Tugas- tugas yang dijalankan masing-masing personil dalam pengelolaan museum adalah
sebagai berikut:
1. Mepala Museum (Pimpinan Museum)
Kepala museum memimpin segala kegiatan yang ada dalam museum, baik tata usaha,
pekerjaan ilmiah, dan pekerjaan pengelolaan yang bersifat teknis, seperti pameran dan
perawatan.
2. Tata Usaha
Tugasnya antara lain:
• Melakukan pekerjaan administrasi
• Berkenaan dengan urusan registrasi dan katalogisasi serta dokumentasi koleksi
• Pengadaan dana 3. Kurator
Bagian yang bersifat alamiah sehingga memerlukan ilmuwan yang ahli di bidangnya,
untuk pengkajian tentang benda-benda koleksi museum, yakni : identifikasi, katalogisasi,
klasifikasi, riset, penerbitan dan metode kelengkapan bagi penyajian serta mengawasi dan
mengkoordinir benda koleksi.
4. Konservator
Merupakan petugas yang secara langsung menyelenggarakan konservasi koleksi dengan
kegiatan meliputi:
• Meneliti, merawat dan menjaga benda koleksi agar tidak mengalami kerusakan (pemelikaraan)
• Bersama staff lain memberikan pengarahan dalam desain pameran 5. Bagian Bimbingan Edukatif/Instruktur
Merupakan penggabungan staff ilmiah museum dengan pengunjung museum. Bagian ini
adalah bagian yang memberikan bimbingan penerangan yang bersifat mendidik kepada
publik secara luas. Tugasnya :
• Menyelenggarakan ceramah, demonstrasi objek-objek museum, pemutaran film dan sebagainya
• Menemukan bahan-bahan penerangan (informasi) 6. Preparator
Bagian yang membutuhkan fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan keterampilan teknis
pameran-commit to user
pameran objek museum baik pada pameran tetap maupun temporer/khusus. Tugasnya
antara lain:
• Membuat desain pameran
• Melaksanakan tata fisik pameran
• Memperbaiki kerusakan 7. Ahli Kepustakaan
Mempunyai tugas :
• Menyeleksi buku-buku yang berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan museum
• Mengumpulkan, mencatat, memelihara, serta mengawetkan buku-buku koleksi
• Menyelenggarakan perpustakaan bagi kepentingan intern (pengelola) dan ekstern (pengunjung)
2.1.1.5. Klasifikasi Museum
Museum dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek penggolongan, antara lain:
1. Klasifikasi museum berdasarkan status hukumnya dibagi menjadi:
• Museum resmi (status negeri/pemerintah)
• Museum swasta
2. Klasifikasi museum berdasarkan jenis koleksinya:
• Museum Umum
Museum yang mempunyai koleksi penunjang cabang-cabang ilmu pengetahuan
alam, teknologi dan ilmu pengetahuan sosial.
• Museum khusus
Museum yang mempunyai koleksi penunjang satu cabang ilmu saja, misalnya
museum ilmu alam, museum ilmu teknologi, museum antropologi, museum seni
rupa dan lain sebagainya.
3. Klasifikasi museum berdasarkan lingkup wilayah tugasnya, status hukum dan tujuan
penyelenggaraannya:
• Museum nasional
Merupakan museum yang menjadi urusan pemerintah yang menggambarkan
harta warisan sejarah dan kebudayaan nasional
• Museum lokal
Museum yang dapat dibagi lagi menjadi museum dengan ruang lingkup tugas
commit to user
4. Klasifikasi museum berdasarkan sifat bangunannya:• Museum terbuka
• Museum tertutup
• Museum kombinasi
2.1.1.6. Tata Usaha Museum
Setiap organisasi memerlukan suatu bagian yang menjadi tuang punggung yang mendukung
organisasi termasuk museum , bagian ini biasa disebut bagian tata usaha. Bagian ini
menangani kegiatan-kegiatan surat menyurat, kearsipan, keuangan, kepegawaian,
perlengkapan, protokol, kebersihan, dan keamanan. Namun yang paling menonjul di bidang
ketatausahaan setiap museum ialah unit-unit yang menangani registrasi koleksi dan
pengamanan. Beberapa uraian yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan registrasi
museum dan pengamanan museum, yaitu:
1. Registrasi koleksi
Yang bertugas mengelola koleksi ialah kurator, yang memiliki tugas:
• Mencatat keluar masuknya benda-benda koleksi
• Mencatat dalam buku induk registrasi semua koleksi
• Turut melakukan pengawasan terhadap 2. Pengamanan museum
Pengamanan museum (museum secutiry) merupakan bagian yang terpadu dari
pengelolaan museum. Dalam hal pengamanan museum, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dan dikaitkan dalam sistem pengamanan adalah :
• Sistem dan teknik pengamanan yang mantap
• Personil yang menguasai sistem, teknik dan prosedur pengamanan
• Priosedur pengamanan yang mengatur sistem, teknik dan personil unit pengamanan atau satuan pengamanan museum
2.1.1.7. Pengadaan Dan Pengelolaan Koleksi Museum
1. Pengertian Koleksi
Koleksi museum, mulai dari pengadaan, pencatatan, pengkajian dan
commit to user
Koleksi dan kurator tidak berdiri sendiri. Koleksi merupakan kumpulan benda-benda
pembuktian cabang ilmu tertentu dan kurator adalah ilmuwan yang kegiatan
pokoknya adalah melaksanakan pengkajian dan pelaporan hasil pengkajiannya
mengenai cabang ilmu yang berkaitan dengan koleksi museum.
Jenis benda materi koleksi museum meliputi : benda asli, benda reproduksi dan
benda penunjang.
• Benda asli
Yakni benda-benda yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan koleksi
museum yang benar-benar benda pembuktian sebenarnya dari suatu ilmu
atau peristiwa (situs, peninggalan sejarah dan lain sebagainya)
• Benda reproduksi
Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu
sehingga dapat mewakili/menggantikan yang asli. Macamnya antaralain:
¾ Replika : benda tiruan dan memiliki sifat-sifat benda yang ditiru
¾ Miniatur : benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk,
warna dan cara pembuatan yang sama dengan benda yang asli
(kadang dengan ukuran yang lebih kecil)
¾ Bentuk benda berupa foto, yang dipotret dari dokumen/mikro film
yang sukar dimiliki (diperkirakan akan punah)
¾ Referensi : diperoleh dari rekaman/fotokopi suatu buku mengenai
othobiografi, sejarah dan lainnya
• Benda Penunjang
Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas
informasi/pesan yang akan disampaikan, misalnya : lukisan, grafik, denah,
peta, contoh bahan dan lainnya.
Untuk menetapkan apakah suatu benda itu patut dijadikan benda koleksi museum,
ditentukan oleh suatu sistem penilaian, sistem kaidah dan aturan yang kesemuanya
dituangkan dalam suatu kebijakan pengadaan koleksi. Tidak semua benda dapat
dimasukan ke dalam koleksi museum, hanya benda-benda tertentu saja yang
memenuhi syarat-syarat, yakni:
• Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan estetika
commit to user
• Harus dapat dianggap sebagai dokumen 2. Kebijakan pengaduan koleksi
Benda-benda koleksi keberadaannya dalam museum melalui berbagai cara. Ada
karena sebagai kegiatan pengumpulan dalam ranka kegiatan riset lapangan, tetapi
ada yang melalui pembelian, pemberian atau hibah, wasiat, sebagai barang sitaan
dari pengadilan dan juga dapat sebagai pinjaman.
3. Presentasi koleksi
Dokumemntasi visual (dalam bentuk gambar, film atau rekaman suara) enjadi bagian
presentasi koleksi yang semakin dibentuk dewasa ini, selain hanya sebatas
pencatatan verbal dari proses pengumpulan, identifikasi dan klasifikasi.
4. Katalogisasi
Tugas pokok kurator museum yang menelola koleksi adalah melakukan pengkajian
tentang koleksinya. Kegiatan pengkajian terdiri dari berbagai cara dan bentuk. Proses
itu dimulai dari pencatatan, lalu identifikasi, klasifikasi dan katalogisasi (pencatatan
ringkas invermentasi)
Tahap-tahap utama penanganan materi koleksi dapat digambarkan melalui skema
commit to user
Penerimaan calon benda koleksi(membeli hadiah sumbangan
Pendaftaran /registrasi dalam buku inventaris
Periksaan awal
Gudang karantina Gudang sementara
Laboratorium fungigasi, fisika, kimia, mikrobiologi, fotograpi
Workshop konservasi, reproduksi, restorasi, preservasi
Kurator (identifikasi)
Ruang penyimpanan
Ruang pameran
commit to user
Sumber : Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum, Dirjen Depdikbud
2.1.1.8. Perawatan Koleksi Museum
Perawatan koleksi museum dalam prakteknya dilaksanakan oleh para konservator yang
mempunyai keahlihan di bidang ilmu fisika, biologi dan ilmu pengetahuan bahan. Beberapa
faktor yang dapat merybah kondisi atau yang dapat mengganggu, bahkan merusak
benda-benda koleksi museum, antara lain:
1. Iklim dan lingkungan
Iklim di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia adalah lembab dan bercurah hujan
tinggi. Temperatur antara 25-37 ºC, dengan kadar kelembaban relatif antara 50-100
%. Iklim yang terlalu lembab dapat mengakibatkan:
• Lemahnya daya rekat
• Membusuknya bahan perekat
• Timbulnya bercak-bercak kotor pada kertas
• Kaburnya warna dan kadar tinta
• Timbulnya jamur pada kulit
• Rangsangan karat pada logam
• Buramnya kaca
• Melengketnya tumpukan kertas
• Semakin ketatnya kanvas (lukisan)
Beriklim lembab ditambah faktor naik turunnya temperatur menimbulkan suatu
susana klimatologis yang menyuburkan tumbuh dan berkembangnya jamur dan
bakteri, juga menciptakan keadaan yang sangat menguntungkan bagi
berkembangbiaknya serangga dan kutu yang dapat mengancam koleksi museum.
Iklim yang terlalu kering juga akan menimbulkan berbagai macam kerusakan pada
beberapa benda koleksi tertentu. Khususnya untuk bahan-bahan organik yang
menimbulkan :
• Retak atau pecah kerena kekeringan
commit to user
Dalam hal ini, apabila terjadi perubahan-perubahan yang cepat antara udara yang
terlampau lembab dengan yang terlampau kering, juga akan menimbulkan kerusakan
pula, antara lain :
• Timbulnya bengkokan-bengkokan pada kayu
• Rontok atau timbulnya serpih-serpih halus pada cat
• Mengaktifkan garam-garam yang dapat dilarutkan
• Bergeraknya bahan-bangunan hygroscopic 2. Cahaya
Cahaya, baik yang alamiah maupun buatan seperti cahaya dari lampu listrik, dapat
menimbulkan proses kerusakan pada berbagai bahan benda koleksi. Batu, logam
dan keramik umumnya tidak peka terhadap cahaya. Tetapi bahan-bahan organik
peka terhadap pengaruh cahaya. Alam tropis menyediakan cahaya matahari yang
melimpah ruah, yang memiliki dua jenis radiasi, yang terlihat dan tidak terlihat.
Radiasi ultra violet dan infra merah adalah contoh yang tidak terlihat dan
membahayakan bagi benda-benda koleksi. Lampu-lampu listrik juga mengeluarkan
radiasi ultra violet. Untuk digunakan sebagai alat penerangan dalam ruangan
pameran atau dalam almari pameran perlu adanya modifikasi dan iluminasi untuk
mengurangi radiasinya. Lampu pijar dinyatakan paling banyak mengeluarkan ultra
violet. Lampu tungstem (berlapis gelas susu) lebih sedikit radiasinya. Sekarang sudah
banyak terdapat lampu jenis fluorescent yang rendah radiasinya.
3. Serangga
Khusus di daerah tropis banyak kita dapati berbagai jenis serangga, ini menjadi
ancaman benda-benda koleksi museum yang berasal dari bahan organik. Karena
itulah dalam prosedur keluar-masuknya barang-barang koleksi perlu didingat
cara-cara pencegahan timbulnya gangguan serangga (penyakit endemik oleh serangga).
Benda-benda koleksi yang berasal dari bahan organik sebaiknya diperiksa oleh para
petugas laboratorium korservasi terlebih dahulu.
Ada dua jenis bahan kimia untuk menangani serangga, yaitu untuk mengusir dan
membunuh/memusnahkan. Tetapi penggunaan bahan kimia ini ada berbagai
persyaratan yang perlu ditaati dalam penggunaannya agar tidak merusak benda
koleksi, antara lain :
• Tidak akan mengubah warna asli
commit to user
• Tidak boleh membahayakan bagi manusia 4. Mikroorganisme
5. Pencemaran atmosferik
6. Penanganan koleksi
Kecerobohan manusia/petugas museum adalah melakukan penanganan materi
koleksi, misalnya memegang benda koleksi logam dengan tangan telanjang sehingga
menyebabkan bahan logam terkena zat garam yang terkandung dalam keringat.
7. Bahaya api (kebakaran)
Penyebab kebakaran yang terjadi pada bangunan museum umumnya ditimbulkan
oleh : aliran listrik, bahan kimia, kelalaian pegunjung, kelalaian staaf atau kebakaran
dari sekitar.
2.1.1.9. Penyajian Koleksi Museum
Mata rantai kegiatan yang menyangkut penanganan koleksi museum dimulai dari
pengumpulan, pencatatan, pengkajian, perawatan serta unsur yang juga penting, yaitu
penyajian. Untuk memperoleh sistem dan cara penyajian yang tepat guna, maka beberapa
faktor perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengunjung museum
Pengunjung museum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Disebut Jenis Lama seperti para kolekror, seniman, perancang, ilmuwan,
mahasiswa yang kerena latar belakangnya seakan-akan ada hubungan
tertentu dengan koleksi museum dan lain sebagainya. Pada kategori ini
kunjungan mereka ke museum sudah direncanakan dan mempunyai
motivasi yang jelas. Tanpa bantuan dari siapapun dan penjelasan yang
banyak, mereka biasanya akan secara khusus menghubungi staf museum,
untuk mencari kaitan dengan kepentingan mereka.
b. Jenis yang kedua disebut Frese atau pengunjung yang baru. Sebagai
kelompok, jenis ini sulit untuk dilukiskan karakteristiknya, karena tanpa
tujuan tertentu. Motivasinya biasanya iseng atau spontan dalam kunjungan
museum.
Motivasi yang sering melatar belakangi kaunjungan ke museum adalah :
commit to user
b. Keinginan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang yang
mereka lihat (tematik inteluktual)
c. Keinganan untuk menempatkan dirinya dalam suasan yang lain, yang
berbeda dari lingkungan hidupnya sendiri (romantik)
2. Kebijakan dan perencanaan
Menyajikan koleksi, baik yang bersifat permanen, maupun yang bersifat temporer,
bukan tindakan yang datangnya tanpa pemikiran dan perencanaan. Untuk pameran
tetap biasanya akan diambil kebijakan permuseuman yang umum sifatnya. Program
pengembangan permuseuman termasuk program penyelamatan warisan budaya.
Koleksi museum merupakan warisan budaya bangsa, maka perlu perencanaan dan
perawatan serta penyajian, yang berdasar dan bertujuan atas faktor edukatif-kultural.
Apabila secara makro kebijakan permuseuman itu sudah dipahami, maka setiap
museum dapat menyelaraskan kebijakan mikro masing-masing yang dapat dijadikan
dasar dan tujuan perencanaan kegiatan operasional bagi penyajian koleksi museum
masing-masing. Metode penyajian dapat disesuaikan dengan motivasi masyarakat
lingkungan maupun pengunjung museum yakni dengan menggunakan secara
terpadu ketiga metode:
a. Metode Estetik
Untuk meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai artistik dari koleksi
museum
b. Metode Tematik dan Intelektual
Dalam rangka penyebarluasan informasi tentang guna, arti dan fungsi
koleksi museum
c. Metode Romantik
Untuk menggugah suasana penuh pengertian dan harmoni pengunjung
mengenai suasana dan kenyataan-kenyataaan sosial-budaya di antara
berbagai kondisi masyarakat (suku bangsa)
Setelah mengetahui kebijakan dan metode penyajian koleksi, rencana yang lebih
nyata dapat dituangkan dalam bentuk dan teknik pameran. Rencana bentuk pameran
tergantung dari faktor-faktor :
a. Persediaan lokasi dan dokumentasi foto serta data informasi mengenai
koleksi yang tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan
tema pameran sudah jelas, maka museum itu dapat saja meminjam koleksi
commit to user
b. Persediaan peralatan dan bahan serta tenaga yang akan mendukung
pelaksanaan dan penyebaran informasi
c. Biaya persiapan dan pelaksanaan untuk kegiatan pameran
d. Penyebaran publitas tentang rencana kegiatan pameran tersebut dalam
rangka mengumpulkan pengunjung bila pameran itu sudah dibuka untuk
umum
3. Metode penyajian
Penyajian koleksi museum yang paling tepat ialah dengan cara pameran. Untuk
menggelar pameran, perlu menguasai teknik pameran, yaitu suatu pengetahuan yang
meminta fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan artistik tersendiri, yang harus ada
pada setiap preparator (ahli teknik pameran). Preparator sebelumnya harus
berkonsultasi dahulu dengan kurator tentang segala informasi dan tujuan pemeran.
Jenis pameran ada tiga bentuk, yaitu :
a. Pameran tetap
Pameran yang memajang/memamerkan koleksi museum secara tetap
dengan skenario yang lengkap dengan tujuan waktu jangka lama (10 tahun).
Pada saat sekarang, ruangan-ruangan pameran tetap sebuah museum
terdiri dari 25-40 % dari jumlah koleksi yang dimiliki, karena setiap museum
selalu berusaha untuk memperluas koleksinya.
b. Pameran Khusus (temporer)
Disebut pameran temporer karena diselenggarakan untuk jangka waktu
yang singkat, biasanya antara 1 minggu-1 bulan, atau paling lama 3 bulan.
Disebut pameran khusus karena diselenggarakan secara khusus, misalnya
untuk peringatan atau ada topik/tema khusus. Pameran khusus dapat
mengangkat perubahan menarik dari realita sosial budaya di masyarakat,
biasanya dipamerkan dalam satu paket rangkaian kegiatan.
c. Pameran Keliling
Pameran keliling umumnya berupa suatu paket. Sejumlah benda koleksi
telah dihimpun dan terjaring dalam suatu desain pameran keliling, lengkap
dengan petunjuk tata ruang dan teknik pamerannya. Topiknya sudah jelas,
disertai label yang tinggal dipasang, dengan katalog pameran yang sudah
siap di edarkan. Pameran keliling ini juga dapat berarti pameran yang
commit to user
keliling, untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Misal
pameran untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil.
2.1.2 Semangat Jiwa Tempat (Spirit of Place)10
Tinjauan semangat jiwa tempat (Spirit of Place) ini mendeskripsikan bagaimana aspek-aspek jiwa
tempat dalam rancangan arsitektur dapat digali dari potensi setempat yang diangkat.
2.1.2.1. Genius Loci- Spirit of Place- Jiwa Tempat
Semangat jiwa tempat (Spirit of Place) merupakan pengistilahan dalam bahasa Indonesia dari
Spirit of Place, implikasi dalam konteks dunia arsitektur modern dari Genius Loci, sebuah
istilah/konsep mitologi kuno jaman Romasi bahwa sesuatu punya jiwa/ruh yang melindungi,
dahulu digambarkan sbagai ular. Genius Loci mempunyai implikasi terhadap place-making,
tergolong filosofis dari cabang phenomenology.
Spirit of Place mengacu pada sesuatu yang unik, yang membedakan dan memberi
karakteristik pada aspek tempat. Memperlihatkan jalinan kultur yang tek terlihat (cerita, seni,
memori, kepercayaan, sejarah, dll).
2.1.2.2. Penggalian Aspek Jiwa Setempat
Jiwa tempat itu sendiri dapat digali dari kekhasan karakter,identitas, semangat setempat
(lokal), yang dapat mengangkat dan membentuk sebuah keunikan.
a. The Structure of Place (Struktur kawasan dari suatu wilayah tempat)
• Gambaran situasi geografis wilayah (geographical situations)
• Kepekaan terhadap situasi setempat/kedudukan bangunan terhadap lingkungan
• Kontekstual terhadap iklim setempat (kualitas dan kuantitias pencahayaan, curah hujan dan temperatur)
• Kekhasan karakter dalam tipologi bangunan local (local building typology), tampilan fisik bangunan, langgam arsitektur, kualitas estetis local dan pola pemukiman
setempat (regional settlement pattern)
b. Representasi mental masyarakat (Mentality People’s) dan aktivitas maupun
kebiasaan-kebiasaan penduduknya (keseharian maupun sesaat/temporal)
10
commit to user
Komponen ini mencakup ekspresi budaya yang dibentuk oleh interaksi dari lokasi fisik dan
kegiatan masyarakat di daerah itu dan artefak budaya lainnya yang dikenal masyarakat
akibat sejarah khusus, yaitu bagaimana suatu tempat berinteraksi dengan masyarakatnya.
c. Pemberdayaan Potensi Lokal (Potesi Masyarakat)
Penggunaan material lokal sebagai suatu bahan bangunan, keterampilan dan keahlian
lokal yang tercermin dari benda yang dihasilkan.
d. Simbol-kiasan-kenangan (suatu tempat akan memiliki makna khusus bagi
orang-orang yang mendapatkan pengalaman dari tempat tersebut)
Aspek yang kompleks sebagai akibat pengalaman dan reaksi masyarakat (pengalaman
mental) terhadap aspek-aspek fisik dan fungsional yang dibentuk oleh unsur-unsur visual
sebagai akibat interaksi antara nilai/nilai tertentu dan lokasi.
Penggalian jiwa tempat juga dapat melalui penelusuran sejarah yang bersumber dari
literatur dan informasi. Data dari hasil penelusuran secara verbal tetap harus disertai
dengan data otentik berupa peta dan foto sebab informasi dari informan mempunyai
kecenderungan bersifat kualitatif sera sangat dipengaruhi peta mental informan.
2.1.2.3. Bahasa Ungkapan Dan Penghayatan Gatra –Ruang Arsitektur11
Tinjauan mengenai bahasa ungkapan dan penghayatan gatra-ruang arsitektur adalah untuk
mendeskripsikan bahwa dalam berarsitektur terdapat unsur-unsur lain selain pemenuhan
wadah fungsi semata. Ada nilai, unsur maupun tuntutan lain yang lebih dari sekedar ”asal
berguna”. Tinjauan ini mengarah pada tuntutan kualitatif/pemograman performansi yang
nantinya bersama pemograman fungsional tersimpulkan dalam pemrogaman arsitektur
(rancangan).
a. Bahasa Ungkapan Arsitektur
Manusia tidak hanya berbahasa dengan cakap lidah, tetapi juga dengan gerakan tubuh.
Artinya mengungkapkan isi batin yang tersimpan, agar diketahui orang lain. Tubuh
manusialah yang menghubungkan yang serba dalam batin dengan alam semesta yang di
luar diri kita, khususnya yang berciri materi. Agar menjadi roh manusia yang sempurna,
manusia harus semakin menjadi badan. Dan tentulah sebaliknya juga, agar menjadi
badan manusia yang sempurna, manusia harus semakin menjadi roh.12 Ungkapan ini
dapat kita telaah dalam karya arsitektur. Dalam segenap karya pembangunan kita dapat
11
Dikonstruksikan dari : YB. Mangunwijaya. Wastu Citra. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1992.
12
commit to user
membangun asal berdiri dan dapat dipakai. Namun ada unsur-unsur yang “lebih dari asal
berguna”. Seperti keindahan pada binatang (sayap kupu-kupu, tanduk rusa, bulu-bulu
cenderawasih dan sebagainya) tidak Cuma sekedar berbiologi semata. Misalnya tanduk
rusa yang tidak effisien dalam pertahanan diri dan tidak praktis. Para ahli biologi yakin,
ada sesuatu yang ”lebih” daripada aspek efisien-teknis dan fungsional, bahkan ada
unsur-unsur yang merupakan bayangan semacam ”murni” diri makhluk binatang.
Dalam berarsitektur, artinya berbahasa dengna ruang dan gatra, dengan garis dan
bidang, dengan bahan material dan suasana tempat berarsitektur dengan budaya.
Berarsitektur adalah berbahasa manusiawi dalam arti dengan citra unsur-unsurnya, baik
dengan bahan material maupun dengan bentuk serta komposisinya. Dalam karya
arsitektur kita juga menemukan nilai-nilai pengangkatan (nilai yang diangkat dari karya
arsitektur), sehingga selain unsur guna, ditemukan unsur citra dari budaya manusia.
Kata ”guna” menunjuk pada keuntungan, pemanfaatan (use, bahasa Inggris) yang
diperoleh. Pelayanan yang dapat kita dapat darinya. Seperti dalam karya arsitektur,
karena tata ruang, pengaturan fisik yang tepat dan efisie, kenikmatan (comfort) yang kita
rasakan. Guna dalam arti kata aslinya tidak hanya berarti manfaat, untung material
belaka, tetapi lebih dari itu memiliki ”daya” yang menyebabkan kita dapat hidup lebih
meningkat.
Sedangkan ”citra” menunjukan suatu ”bambaran” image, suatu kesan penghayatan yang
menangkap arti bagi seseorang. Citra tidak jauh dari ’guna’, tetapi lebih bertingkat
spiritual, lebih menyangkut derajat dan martabat manusia. Citra menunjuk pada tingkat
kebudayaan sedangkan guna lebih kepada keterampilan atau kemampuan.
Oleh Cing dalam Snyder (1979), dinyatakan sejak zaman Vitruvius tujuan-tujuan arsitektur
telah dinyatakan dalam pengertian kemantapan (firmness), komoditas (commodity) dan
kesenangan (delight), dipahami sebagai: nilai-nilai teknologi (technology), fungsi (function)
dan estetika (aesthetics). Kompleksitas dalam perkembangan waktu, arsitektur (dalam
skala bangunan atau building) didefinisikan memiliki empat komponen, yaitu bentuk,
commit to user
disebut arsitektur. Lalu oleh Rapoport (1990) dikemukakan sebagai nilai tambah yaitu
arsitektur merupakan wujud karya (rekayasa) budaya dan sosial sebagai lingkungan
binaan (built environment) guna memenuhi kegiatan wadah kegiatan (fungsi) didalam
menjalani hidup dalam pengertian yang luas yang berdasar pada tatanan yang dilandasi
oleh tata nilai yang dipilih manusia, baik individu maupun kelompok. Jadi jelas sudah, ada
bahasa ungkapan dalam berarsitektur selain adanya tuntutan fungsi dan teknologi
konstruksi semata.
b. Penghayatan Gatra-Ruang Arsitektur
Kajian pada kasus arsitektur Yunani yang dikenal mengolah atau bermain dengan
gatra-gatra (volume-volume) atau massa-massa materi. Berarti mengolah tektoon dan statika
bangunan, karena bahan pokonya batu alam dengan volume-volume yang penuh,
kompak, berat, keras dan padat. Bangsa Yunani dikenal dengan pencinta gatra, tertarik
pada penikmatan segala yang agung. Baru pada masa bangsa Romawi seni gatra itu
disempurnakan dengan seni ruang.
Berikutnya penghayatan gatra-ruang arsitektur juga dapat ditelaah dari karya arsitektur di
Mesir. Pada bangunan-bangunan piramida, kemurnian geometrik seperti yang
dimonumentalkan, memperlihatkan konstruksi dan konsekuensi ekstrem dari citarasa dari
disiplin matematika yang tidak mengenal kompromi. Namun oleh kepentingan sebagai
tempat tinggal harafiah bagi maharaja yang telah meninggal, maka makna itu lebih
daripada hanya manumen belaka. Ide monumental, memorial, datang dari manusia yang
sudah masuk dalam tahap penghayatan ontologism. Ekspresi bangunan-bangunan itu
memang hebat, meski mencitrakan kesederhanaan. Namun, ukuran-ukurannya yang
maha raksasa juga karena pembuatannya yang menunjukan teknik dan kecermatan yang
luar biasa serta nilai kosmis yang luhur, citra agung tetap terlihat dari massa yang
sederhana.
Ruang pada dasarnya terjadi karena adanya hubungan antara sebuah objek dan manusia
yang melihatnya. Hubungan ini mula-mula ditentukan oleh penglihatan, tetapi bila ditinjau
dari pengertian ruang secara arsitektur, maka hubungan tersebut dapat dipengaruhi juga
oleh penciuman, pendengaran dan perabaan. Sering terjadi bahwa ruang yang sama
mempunyai kesan atau suasana yang berbeda sama sekali, karena dipengaruhi oleh
commit to user
2.2. PRESEDEN2.2.1 Museum Tsunami Aceh13
Museum tsunami aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami yang maha
daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008 yang menelan
korban lebih kurang 240,000 0rang.
Gedung Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yang sekaligus merangkap
panitia. Di antaranya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sebagai penyandang
anggaran bangunan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) sebagai penyandang
anggaran perencanaan, studi isi dan penyediaan koleksi museum dan pedoman pengelolaan museum),
Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)sebagai penyedia lahan dan pengelola museum,
Pemerintah Kotamadya Banda Aceh sebagai penyedia sarana dan prasarana lingkungan museum dan
Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)cabang NAD yang membantu penyelenggaraan sayembara prarencana
museum.
Menurut Eddy Purwanto sebagaiPenggagas Museum Tsunami Aceh dari BRR Aceh, Museum ini
dibangun dengan 3 alasan:
1. untuk mengenang korban bencana Tsunami
2. Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan
3. Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi.
Museum Tsunami Aceh dibangun di kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Masjid Raya Banda Aceh.
Adapun fungsi Museum Tsunami Aceh ini adalah :
1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran
tentang bencana tsunami.
2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
13
commit to user
3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya
pernah terjadi tsunami.
4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah
Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan jalur
yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa
bumi yang dapat memicu tsunami.
Berikut animasi komputer bangunan Museum Tsunami Aceh yang akan dibangun dengan konsep dan
design "Rumoh Aceh as escape hill" hasil maha karya Muhammad Ridwan Kamil yang kemudian
menjadi Mueum Tsunami Aceh.
Bangunan rumah tradisional masyarakat Aceh, berupa bangunan rumah panggung Aceh diambil
sebagai analogi dasar massa bangunan. Dengan konsep rumah panggung, bangunan ini juga dapat
berfungsi sebagai sebuah escape hill sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai
salah satu antisipasi lokasi penyelamatan jika seandainya terjadinya banjir dan bencana tsunami di
commit to user
Kemudian juga ada the hill of light, selain taman untuk evakuasi yang dipenuhi ratusan tiang, para
pengunjung dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hill di
ruang bawah tanah serta dilengkapi ruang pameran.Desain ini juga sarat dengan konten lokal. Tarian
saman sebagai cerminan Hablumminannas (konsep hubungan antar manusia dalam Islam) distilasi
commit to user
Dalam desain gambar diatas terlihat sebuah lorong sempit dan remang. Melalui lorong itu kita bisa
melihat air terjun di sisi kiri dan kanannya yang mengeluarkan suara gemuruh air. Lorong itu untuk
mengingatkan para pengunjung pada suasana tsunami. The light of God, sebuah ruang berbentuk
sumur silinder yang menyorotkan cahaya keatas sebuah lubang dengan tulisan arab “Allah” dan dinding
sumur silinder dipenuhi nama para korban.sangat mengandung nilai-nilai religi merupakan cerminan
commit to user
Dalam menyikapi konteks urban, bangunan didesain agar dapat berfungsi juga sebagai sebuah taman
kota. Lahan terbuka sebagai hasil bangunan yang diangkat di desain untuk dapat menyeimbangkan
skala manusia dan bangunan. Tampilan interior yang penuh pesona dengan mengetengahkan sebuah
tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita
warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam
mengatasi sesuatu.
2.2.2 Monumen Jogja Kembali (MONJALI)14
Museum Monumen Jogya Kembali, adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia yang ada di kota Yogyakarta dan dikelola oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Museum yang berada di bagian utara kota ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.
Museum Monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi dengan ruang
perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan sejumlah 422 nama
pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai
dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: realia,
replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam
suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah
14