• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM GEMPA JOGJA Sebagai Monumen Peringatan DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM GEMPA JOGJA Sebagai Monumen Peringatan DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

MUSEUM GEMPA JOGJA

Sebagai Monumen Peringatan

DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : ADE YUNIAR IRAWAN

I.0206025

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ABSTRAKSI JUDUL 

 

Museum  Gempa  Jogja,  sebagai  Monumen  Peringatan  dengan  Mengangkat  Semangat Jiwa Tempat 

Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini 

adalah: 

Bangunan  (sebuah  fasilitas  gedung)  yang  digunakan  sebagai  tempat  pameran 

benda/hal‐hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, 

menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan 

mengangkat aspek‐aspek jiwa tempat dalam perancangan arsitektur. 

 

LATAR BELAKANG 

1. Sebagai Kebangkitan Perekonomian Jogja 

2. Membumikan Sejarah Gempa Jogja 

3. Museum  Gempa  Jogja  sebagai  Monumen  Peringatan  yang  dapat 

Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa 

4. Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja 

(3)

commit to user

Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa  Tempat. 

3. Ir.  Marsudi,  MT.,  selaku  Dosen  Pembimbing  I  Tugas  Akhir,  terima  kasih  atas  bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis. 

4. Ir.  Hari Yuliarso, MT.,  selaku Dosen  Pembimbing II Tugas Akhir, terima kasih atas  bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis. 

5. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas dukungan, doa, restu, serta segala sesuatu  yang turut mengupayakan kemudahan bagi penulis. 

6. Keluarga  penilis,  Andar  Setiawan,  Sulistiowati,  Naholin,  serta  Dedy  Kurniawan,  terima  kasih  atas  bantuannya,  masukan,  kritik  dan  saran  dalam  pengerjaan  Tugas  Akir ini. 

7. Teman‐teman  Arsitektur  Universitas  Sebelas  Maret  Surakarta  yang  tidak  dapat  penulis sebutkan satu persatu.  

8. Rekan‐rekan studio tugas akhir periode 122. 

9. Semua  pihak  yang  telah  membantu  hingga  terselesaikannya  penyusunan  konsep  perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini. 

(4)

commit to user

bersifat membangun demi perbaikan Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas  Akhir ini. Semoga Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini dapat 

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Akhir kata, atas  perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih. 

Wassalamualaikum Wr.Wb. 

 

Penulis, 

(5)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 JUDUL

Museum Gempa Jogja, sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat

1.2 PENGERTIAN JUDUL

1.2.1 Pengertian Judul Dari Terminologi Kata

Museum:

Arti museum, seperti halnya arti kata, dapat dipahami oleh fungsinya dan

kegiatan-kegiatannya. Dari masa ke masa, fungsi museum telah mengalami berbagai macam

perubahan. Akan tetapi hakikat pengertian museum tidak berubah. Landasan ilmiah dan

kesenian tetap menjiwai arti museum, sekalipun fungsi museum dari konferensi ahli

permuseuman dunia dalam ICOM (International Council of Museum, organisasi permuseuman

internasional dibawah Unesco) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari

keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum, yang

memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi,

pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya. 1

Gempa:

Getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh

pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi

karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. 2

Jogja :

       1

Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud 2

(6)

commit to user

Sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan

dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau

Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006

yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah. 3

Monumen:

Monumen adalah salah satu upaya manusia untuk mengabadikan bukti adanya peristiwa

sejarah dibuat ada yang dengan kesengajaan untuk sebuah peninggalan, agar generasi yang

akan datang tetap mengenang suatu peristiwa sejarah, namun ada juga monumen yang

dibangun dengan begitu saja tidak punya maksud untuk dikenang. 4

Semangat Jiwa Tempat:

Pendeskripsisian aspek-aspek jiwa tempat dalam rancangan arsitektur dari potensi2 setempat

yang akan diangkat kedalam rancangan yang merupakan pengistilahan dalam bahasa

Indonesia dari Spirit of Place, implikasi dalam konteks dunia arsitektur modern dari Genius

Loci, sebuah istilah/konsep mitologi kuno jaman Romasi bahwa sesuatu punya jiwa/ruh yang

melindungi, dahulu digambarkan sbagai ular. 5

1.2.2 Definisi Operasional Judul

Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini adalah:

Bangunan (sebuah fasilitas gedung) yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal

yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi

untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa

tempat dalam perancangan arsitektur.

1.3 LATAR BELAKANG

      

(7)

commit to user

1.3.1. Sebagai Kebangkitan Perekonomian Jogja6

Gempa bumi 27 Mei 2006 membawa dampak sangat signifikan terhadap perekonomian

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data statistik makro ekonomi tahun 2006 menggambarkan

dampak akibat bencana alam tersebut. Badan Pusat Statistik menyajikan bahwa indikator

ekonomi makro pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) DIY menurun

sejak tahun 2004 akibat tekanan kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan diperparah

akibat gempa bumi pada 27 Mei 2006. Grafik 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB

tahun 2006 tercatat sebesar 3,71% lebih rendah dari tahun 2005 yaitu sebesar 4,64% dan

semakin jauh dari rata-rata pertumbuhan PDB nasional yang tercatat sebesar 5,5% pada tahun

2006.

       6 

Robby Kusumaharta & Ade B Kurniawan, Refleksi 1 Tahun Peristiwa Gempa Bumi dan Upaya 

(8)

commit to user

Indikator ekonomi makro lainnya yaitu ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tingkat

pengangguran di DIY pada tahun 2006 meningkat sebesar 2,62% lebih tinggi dibandingkan

tahun 2005 atau ekuivalen dengan 95.148 orang. Secara umum tingkat pengangguran

terbuka juga mengalami peningkatan dari 5,24% pada tahun 2005 menjadi 5,32% pada

tahun 2006. Besarnya nilai kerusakan yang dialami oleh sektor industri akibat gempa

bumi memaksa sejumlah besar unit usaha terpaksa berkurang kapasitas produksinya

dan bahkan ada yang hams berhenti berproduksi karena mengalami kerusakan alat produksi.

Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan

dalam unit usaha tersebut.

Secara lebih spesifik, berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNDP (2007) menemukan

bahwa secara total diperkirakan tingkat pengurangan karyawan yang dilakukan oleh sektor

usaha mencapai 14%. Ditinjau dari skala usahanya, maka sektor yang paling banyak

melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja adalah sektor usaha skala menengah dan

besar, yaitu mencapai 51% dari responden skala menengah dan besar. Adapun skala kecil

dan mikro masing-masing menunjukkan 24% dan 40%.

Gambar 1. 3 Prosentase Pengurangan Jumlah 

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan PDRB 2006 

(9)

commit to user

Sektor Industri Pengolahan tumbuh negatif 1,23% pada tahun 2006 sehingga nilai

tambahnya hanya tercatat sebesar Rp 2.433 miliar, lebih lambat dari laju pertumbuhan tahun

2005 sebesar 2,60%. Secara lebih jauh, gambaran ekspor dari DIY pada tahun 2006 pun

menunjukkan bahwa nilai ekspor DIY tumbuh negatif sebesar-3,48%.

Tingkat inflasi kota Yogyakarta tahun 2006 mencapai angka 10,41% jauh lebih tinggi

dibandingkan rata-rata nasional sebesar 6,60%. Hal ini dipicu karena kelangkaan sejumlah

komoditi terkait dengan kegiatan konstruksi yang sedang dilakukan di DIY. Di sisi yang lain

peran sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja dan pendapatan yang cukup

signifikan bagi sebagian besar masyarakat DIY kini sumbangannya mulai berkurang. Kedua

hal ini pada akhirnya mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi berkurang.

Dari berbagai indikator makro di atas dapat disimpulkan bahwa dampak gempa bumi 27 Mei

2006 tersebut membawa akibat yang sangat serius tidak saja untuk jangka pendek akan

tetapi juga membawa potensi masalah dalam jangka panjang apabila tidak disikapi dengan

sebuah pendekatan yang tepat.

Karena besarnya dampak dan kompleksitas permasalahan pasca gempa, maka sejak dua hari

pasca gempa, muncul pemikiran di kalangan beberapa tokoh cendekiawan, pemerintah, DPR,

dunia usaha, masyarakat, LSM, dan lain-lain, untuk duduk bersama memikirkan

langkah-langkah yang seharusnya diambil. Ada kesepahaman di antara mereka bahwa penanganan

pasca bencana perlu dilakukan secara sistematis dan terpadu, serta melibatkan partisipasi aktif

dari masyarakat korban. Lebih dari itu mereka juga sepakat bahwa penanganan pasca gempa,

mulai dari tahapan tanggap darurat hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang perlu

diselenggarakan berdasar pada prinsip-prinsip good governance.

(10)

commit to user

Peran Partnership dalam manajemen pasca bencana alam adalah:

1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan percepatan penanganan rehab dan rekon yang

meliputi : prioritasi pelaksanaan program/pelayanan publik yang dapat memenuhi dan

menjamin hak-hak korban bencana, mendorong para pihak yang menjalankan program

penanganan bencana secara lebih efektif, mendayagunakan birokrasi resmi yang berjalan

normal pada semua tingkatan, serta melipatgandakan energi dan modal sosial yang dimiliki

masyarakat korban bencana.

2. Mengoptimalkan pelaksanaan SK Gubernur nomor 23/TIM/2006 tentang Forum Jogja

Bangkit dan kebijakan yang terkait dengan penguatan support system.

3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga donor untuk meminimalisasi kemungkinan tumpang

tindih aksi dan tidak meratanya bantuan bagi para korban.

4. Membuat langkah-langkah terobosan dalam mengoptimalkan sistem penganggaran dalam

program pemulihan.

1.3.2 Membumikan Sejarah Gempa Jogja

Manusia adalah mahluk sejarah, selalu ingin mengenang peristiwa-peristiwa penting dalam

perjalanan kehidupan. Dengan mengenang, akan memberikan sebuah ingatan dan

pembelajaran pada sebuah peristiwa dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik,

misalnya melalui situs, museum dan bentuk lainnya untuk membangun kesadaran warga dan

masyarakat dunia tentang gerak alam yang sesekali mengancam. Kealpaan kita terhadap

gempa selama berabad-abad telah memberi dampak buruk pada tata ruang, sehingga tata

ruang kita selama ini discordant terhadap alam.

1.3.3 Museum Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan yang dapat Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa

Jogja kaya akan tempat-tempat wisata, baik dari wisata alam, wisata candi, wisata sejarah,

wisata kuliner, wisata belanja, wisata religious, wisata dan lain sebagainya. Pasca gempa

Jogja ini, banyak objek wisata yang mengalami penyusutan pengunjung wisata. Banyak objek

wisata yang rusak akibat gempa Jogja silam. Dibutuhkan sarana untuk menampung segala

(11)

commit to user

Jogja itu sendiri agar sektor wisata di Jogja dapat terus berkembang dan semakin maju,

sehingga banyak wisatawan-wisatawan baik manca maupun lokal yang berkunjung ke kota

Jogja.

1.3.4 Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja 7

Para korban yang selamat banyak yang mengalami gangguan psikologis yang berdampak

pada kondisi psikis maupun spiritual mereka. Banyak analisis telah memaparkan berbagai hal

tentang realitas bencana yang terjadi hingga rencana ke depan dalam membangun kembali

daerah gempa dari keterpurukan. Untuk rehabilitasi tersebut tentunya tak lepas dari

pemahaman yang kongkrit mengenai kondisi wilayah dan masyarakat yang meliputi kondisi

pra-bencana dan pasca-bencana. Dalam hal ini, tentunya penting pula diperhatikan bagaimana

kondisi psikis dan spiritual masyarakat Yogyakarta, terutama mereka yang secara langsung

menjadi korban bencana.

Dalam banyak kejadian, rehabilitasi fisik relatif lebih kelihatan dan jelas pola penanganannya,

walaupun juga tidak mudah karena memerlukan mobilitas dana dan prasarana yang tidak

sedikit. Namun berbeda halnya dengan rehabilitasi psikis. Kondisi katastropik tersebut telah

meninggalkan luka psikis yang mendalam dalam bentuk gejala-gejaka psikologis yang biasa

disebut sebagai gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).

Dalam penangan mental recovery ini, terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan penyadaran diri

(self awareness), tahapan pengenalan jati diri dan citra diri (self identification), dan tahapan

pengembangan diri (self development).8 Pada fase penyadaran diri, para korban akan melalui

proses pensucian diri dari bekasan atau hal-hal yang menutupi keadaan jiwa melalui cara

penyadaran diri, penginsyafan diri, dan pertaubatan diri. Fase ini akan menguak hakikat

persoalan, peristiwa, dan kejadian yang dialami oleh para korban. Pun menjelaskan hikmah

atau rahasia dari setiap peristiwa tersebut.

Selanjutnya, pada fase pengenalan diri, para korban akan dibimbing kepada pengenalan

hakikat diri secara praktis dan holistik dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan moral.

Melalui fase ini, individu diajak untuk menyadari potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.

Setelah diidentifikasi, berbagai potensi itu perlu segera dimunculkan. Kemudian mengelola

potensi diri yang menonjol tersebut agar terus berkembang dan dicoba untuk diaktualisasikan.

       7

www.pikirdong.org 8

(12)

commit to user

Adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia pun

akan mengenal Tuhannya.”

Terakhir, pada fase pengembangan diri, para korban akan didampingi dan difasilitasi untuk

tidak hanya sehat fisikal, namun juga sehat mental dan spiritual. Kesehatan mental terwujud

dalam bentuk keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta

mempunyai kesanggupan untuk menghadapi masalah yang terjadi, dan merasakan secara

positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Adapun kesehatan spiritual mencakup penemuan

makna dan tujuan dalam hidup seseorang, mengandalkan Tuhan (The Higher Power),

merasakan kedamaian, dan merasakan hubungan dengan alam semesta.

Oleh karena itu diperlukan sarana terapi dengan menghadirkan fasilitas publik dalam

penanganan mental recovery masyarakat. Lewat ruang-ruang publiknya yang dapat diakses

bebas/free oleh pengunjung. Dengan begitu akan membudaya kembali budaya ”mangan ora

mangan kumpul” yang telah menjamur pada masyarakat Jogja. Sehingga suasana

kebersamaan, keselarasan, saling berdampingan dapat lebih terasa yang lama kelamaan akan

mumudarkan suasana stress masyarakat akibat bencana gempa Jogja, dan menumbuhkan

keyakinan adanya kemudahan dalam setiap kesusahan dari Sang Maha Kuasa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang

melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan

kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaaq [65]: 7).

1.3 PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1.4.1 Permasalahan

Bagaimana mewujudkan suatu museum Jogja yang desainnya mampu

mewadahi fungsi sebagai museum peringatan sekaligus mengangkat jiwa

tempat museum tersebut didirikan.

1.4.2 Persoalan

1.4.2.1 Makro

• Bagaimana menentukan lokasi dan site yang tepat untuk Museum

(13)

commit to user

• Bagaimana mengolah site

• Bagaimana menentukan pola kegiatan

• Bagaimana menentukan program ruang

• Bagaimana mewujudkan bentuk fisik Museum Gempa Jogja yang

sesuai dengan aspek-aspek semangat jiwa tempat

• Bagaimana menentukan sistem struktur, konstruksi, material dan

utilitas yang diperlukan

1.4.2.2 Mikro

Bagaimana menentukan aktifitas kegiatan, kebutuhan ruang,

organisasi ruang, pola hubungan dan besaran ruang yang:

o Mampu menampung aktifitas berkehidupan sehari-hari serta

aktifitas sosial kemasyarakatan dan ekonomi

o Mampu menampung kelancaran sirkulasi dan pencapaian antara

satu jenis kegiatan lain

o Mampu menciptakan kenyamanan dari pelaku kegiatan dengan

pengelompokan karakter kegiatan

1.5 TUJUAN DAN SASARAN

1.5.1 Tujuan

Merancang dan merencanakan bangunan Museum Gempa Jogja (sebuah fasilitas gedung)

yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan

kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang

(makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan

arsitektur.

1.5.2 Sasaran

Menentukan konsep perencanaan dan perancangan yang meliputi:

a. Konsep perencanaan, meliputi:

(14)

commit to user

• Konsep pengolahan tapak

b. Konsep perancangan, meliputi:

Konsep kegiatan

• Penentuan jenis kegaitan

• Penentuan penzoningan aktivitas

Konsep peruangan

• Konsep kebutuhan ruang (macam dan jenis ruang)

• Konsep besaran ruang

• Konsep persyaratan ruang

• Konsep pola hubungan dan organisasi ruang

• Konsep sirkulasi

Konsep struktur bangunan

• Struktur bangunan kokoh

• Menerapkan pemilihan meterial yang sesuai

Konsep utilitas bangunan

• Sistem mekanikal elektrikal

• Sistem air bersih dan air kotor

• Sistem keamanan bangunan (pemadam kebakaran, penangkal petir)

Konsep Semangat Jiwa Tempat

• The Structure of Place (Struktur kawasan wilayah Jogja khususnya, dan Jawa

umumnya)

• Representasi mental masyarakat (Mentality People’s) dan aktivitas maupun

kebiasaan-kebiasaan penduduknya (keseharian maupun sesaat/temporal)

• Pemberdayaan Potensi Lokal (Potesi Masyarakat)

• Simbol-kiasan-kenangan (suatu tempat akan memiliki makna khusus bagi

orang-orang yang mendapatkan pengalaman dari tempat tersebut)

1.6 BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN

(15)

commit to user

Batasan masalah pada perancangan ini adalah bangunan (sebuah fasilitas gedung)

yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan

kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang

(makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan

arsitektur.

1.6.2 Lingkup Pembahasan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup pembatasan dibatasi

sebagai berikut:

• Pembahasan ditekankan pada disiplin ilmu arsitektur, hal-hal diluar disiplin ilmu

arsitekur dibatasi dan disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul.

Sedangkan untuk pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau

memberi kejelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang

ada.

• Pembahahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data literatur dan

suvey yang berkaitan dengan museum dan semangat jiwa tempat .

• Pembahasan dititikberatkan pada Museum, Semangat Jiwa Tempat dan kondisi kota

Jogja. Sedangkan kondisi perkotaan dan lingkungan secara global dan permasalahan

lain yang mendukung hal ini tersebut akan dibahas secara garis besar.

1.7 METODOLOGI

Metodologi dalam pembuatan konsep perancangan ini dibagi menjadi beberapa tahap

yang dapat digambarkan seperti berikut:

1. Eksplorasi Latar Belakang

Tahap ini merupakan tahap pencarian inspirasi awal, dilakukan dengan mengamati

fenomena yang ada di kota Jogja maupun fenomena secara global. Hasil dari

eksplorasi latar belakang ini menjadi landasan perumusan ide pokok perncanaan dan

perancangan.

2. Perumusan Ide Pokok

Perumusan ide pokok berfungsi untuk menemukan ide-ide pokok yang tersarikan dari

(16)

kutu-commit to user

kutub ide yang kemudian digunakan sebgai dasar penentuan judul dan eksplorasi

ide-ide pokok.

3. Penentuan Judul

Judul ditentukan berdasarkan kutub-kutub ide yang diangkat dalam perencanaan dan

perancangan ini.

4. Eksplorasi Kutub-Kutub

Data yang digunakan dalam eksplorasi ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Oleh karena itu, secara garis besar pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik

survey primer dan sekunder.

Teknik Pengumpulan Data Primer

a. Observasi Pengamatan

Merupakan metoda pengamatan langsung dan mendokumentasikan berbagai

peristiwa dan kondisi, serta data di lapangnan. Pengumpulan data lapangan adalah

kegiatan yang dilakukan secara maksimal untuk memperoleh data mengenai kondisi

sebenarnya di lapangan.

b. Wawancara

Kepada pihak informan yang terkait, maka dilakukan tanya jawab langsung dengan

pihak terkait dalam mendapatkan data yang diperlukan.

c. Dokumentasi dan Studi Pustaka

Metoda ini digunakan untuk memperoleh data yang telah terdokumentasi melalui

pengumpulan berbagai sumber referensi yang ada.

Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Selain data primer, juga dibutuhkan data sekunder yang mendukung. Pengumpulan

data sekunder ini dilakukan dengan studi literature yang berkaitan dengan studi, yaitu

mencari buku-buku atau sumber informasi lain yang relevan, guna memperkuat

landasan teoritis. Pengumpulan data ini dilakukan dengan survey instansional yang

terkait dengan data-data yang dibutuhkan.

(17)

commit to user

Teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan konsep perencanaan dan

perancangan ini adalah dengan cara mensintesakan hasil dari eksplorasi kutub-kutub

ide menjadi suatu guidelines yang mendasari setiap analisa dalam perencanaan dan

perancangan arsitektur ini. Analisa arsitektur yang dilakukan meliputi: analisa

pemilihan site, analisa penataan site, analisa peruangan, analisa tata massa dan

tampilan, analisa struktur dan utilitas.

6. Analisa Pendekatan Desain

Merupakan tahapan proses untuk mentransformasikan hasil analisa pendekatan

konsep menjadi gambar Pre-design yang pada tahapan selanjutnya akan

dikembangkan menjadi gambar final-design. Analisa pendekatan desain meliputi:

pemilihan lokasi site, penataan site, penataan peruangan, penataan penampilan,

perencanaan struktur dan utilitas.

1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I

PENDAHULUAN

Mengemukakan pemahaman judul, latar belang, permasalahan dan persoalan, tujuan

dan sasaran, batasan dan lingkuip pembahasan, metoda penulisan serta sistematika

penulisan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

Mengemukakan tinjauan teoritik mengenai Disiplin Ilmu Museum dan Preseden yang

digunakan dalam perancangan.

BAB III

(18)

commit to user

Mengemukakan eksplorasi tentang wilayah Jogja yang berkaitan dengan perencanaan

dan rancangan, meliputi: Tinjauan Umum Kondisi Jogja, Gambaran Umum Gempa

Jogja, serta Dampak Bencana dan Penanggulangan Gempa Jogja.

BAB IV

PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN DAN PERANCANGAN

Memaparkan Museum Gempa Jogja yang direncanakan meliputi; Tujuan Pendirian

Museum Gempa Jogja, Lingkup dan Status Kelembagaan Museum Gempa Jogja,

Peran museum Gempa Jogja, Ide Pengembangan Museum Gempa Jogja, analisis

perencanaan, meliputi; Analisis Kegiatan, Analisis Pengelompokan Jenis Kegiatan dan

Kebutuhan Ruang, Analisis Peruangan, Analisis Pemilihan Lokasi Kota dan Site

Pendirian Museum Gempa Jogja, serta analisis perancangan meliputi; Analisis

Pengolahan Site, Analisis Ungkapan Ruang Pamer, Analisis Semangat Jiwa Tempat

dalam Rancangan Arsitektur, Analisis Sistem Konstruksi, serta Analisis Sistem Utilitas

Bangunan.

BAB V

PENDEKATAN PROGRAM DAN PERENCANAAN

Mengemukakan konsep pendekatan program dan perencanaan Museum Gempa Jogja

yang meliputi: Konsep Perencanaan, Konsep Perancangan, Konsep Ungkapan Ruang

Pamer, Konsep Semangat Jiwa Tempat dalam Rancangan Arsitektur, Konsep Sistem

Konstruksi, serta Konsep Sistem Utilitas Bangunan.

BAB VI

(19)

commit to user

Mengemukakan konsep perencanaan dan perancangan Museum Gempa Jogja yang

meliputi: Konsep Pemilihan Lokasi dan Site, Konsep Program Ruang dan Bangunan,

Konsep Penataan Site, Konsep Pendekatan Teori Semangat Jiwa Tempat dalam

Rancangan Arsitektur, serta Konsep Sistem Bangunan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIK DAN PRESEDEN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori dan preseden yang mendukung/berkaitan dengan

perumusan konsep perencanaan dan perancangan Museum Gempa Jogja. Pada bagian awal akan

diuraikan mengenai tinjauan permuseuman, dari sejarah museum sampai hal-hal yang berkaitan

dengan penyelengaraan museum. Berikutnya diuraikan mengenai bahasa ungkapan dan penghayatan

gatra-ruang arsitektur, kemudian diuraikan preseden-preseden sebagai referensi sebagai konsep of

dalam merumuskan konsep perencanaan dan perancangan. Tinjauan ini meliputi karya arsitektural

berupa museum, juga rancangan arsitektural yang dibangun sebagai monumen peringatan.

2.1. TINJAUAN TEORITIK

2.1.1 Museum9

Tinjauan mengenai permuseuman (apa dan bagaimana) dalam konsep perencanaan dan perancangan

ini digunakan untuk memperoleh perumusan konseptual dan programatik peruangan, yang diperoleh

dari unsur-unsur yang terlibat, peran museum, pokok-pokok penyelenggaraan dan pengelolaan.

Tinjauan ini mengarah pada persoalan wadah kegiatan (fungsi) / pemograman fungsional.

2.1.1.1. Arti dan Fungsi Museum

Arti museum, seperti halnya arti kata, hanya dapat dipahami oleh fungsinya dan

kegiatan-kegiatannya. Dari masa ke masa, ternyata fungsi museum itu telah mengalami

perubahan-       9

(20)

commit to user

perubahan. Tetapi hakikatnya pengertian museum tidak berubah. Landasan ilmiah dan

kesenian tetap menjiwai arti museum sampai sekarang, sekalipun fungsi museum dari

konferensi ahli permuseuman dunia dalam ICOM (International Council of Museum, organisasi

permuseuman internasional dibawah Unesco) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap,

tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk

umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan

studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya.

Melengkapi pengertian museum, ICOM juga menyatakan definisi museum sebagai berikut:

1. Lembaga-lembaga konservasi dan ruang-ruang pameran yang secara langsung

diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.

2. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis, peninggalan dan

tempat-tempat bersejarah mempunyai corak museum, karena kegiatan-kegiatannya

dalam hal pengadaan, perawatan dan komunikasi dengan masyarakat.

3. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup, seperti kebun-kebun

tanaman dan binatang, akuarium dan sebagainya.

4. Suaka alam

5. Planetarium dan pusat-pusat pengetahuan

Menurut definisi tersebut, pengertian museum sangatlah luas. Museum, baik yang bergerak di

bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial, maupun yang bergerak di bidang ilmu-ilmu pengetahuan

alam dan teknologi merupakan unit-unit pelaksanaan teknis dalam kerangka administrasi

perlindungan dan pengawetan peninggalan sejarah dan alam. Ini tidak berarti bahwa dengan

melaksanakan kegiatan-kegiatan perlindungan dan pengawetan itu kemudian profesi

permuseuman diarahkan untuk bersikap konservatif. Justru pemahaman dan penghayatan

akan lebih, bahwa :

1. Sejarah berarti kesinambungan

2. Museum bukan saja pencatat sejarah dengan merawat bahan-bahan pembuktiannya,

tetapi profesi museum juga akan memahami makna yang paling manusiawi: setiap

orang pada hakikatnya juga membuat sejarah

3. seorang profesional di bidang permuseuman akan peka terhadap falsafah, prediktif,

dan futuristik

Hakikat dari definisi menurut ICOM tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Musuem merupakan badan yang tetap, tidak mencari keuntungan dan harus terbuka

(21)

commit to user

Musuem dibedakan dari koleksi milik perorangan yang hanya dapat dilihat dan

dinikmati oleh kerabat dan sahabat sang pemilik koleksi itu saja. Dengan demikian

museum itu harus merupakan lembaga atau suatu badan hukum.

2. Museum merupakan lembaga yang melayani masyarakat untuk kepentingan

perkembangannya. Dalam hal ini museum merupakan sarana sosial-budaya.

3. Museum memperoleh atau menghimpun barang-barang pembuktian tentang manusia

dan lingkungannya.

Arti kata ’manusia dan lingkungannya’ sangatlah luas, hingga museum tidak sekedar

tempat barang antik, tetapi juga dapat menjadi tempat menyimpan dan memamerkan

sesuatu yang baru dan mempunyai arti penting.

4. Museum memelihata dan mengawetkan koleksinya untuk digunakan sebagai sarana

komunikasi dengan pengunjung.

Preservasi dan presentasi (pemeliharaan dan penyajian) adalah dua kata yang

menggambarkan dua pokok kegaitan yang khas bagi setiap museum. Untuk kedua

macam kegiatan ini telah dikembangkan spesialisasi pengetahuan dan keterampilan

metodologis dan teknis tersendiri.

5. Kegiatan-kegiatan di belakang layar dan kegiatan yang kelihatan oleh umum, seperti

hasil penerbitan, pameran, ceramah dan peragaan, kesemuanya itu untuk pendidikan

dan kesenangan (education and enjoyment).

Museum memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya (konservasi dan

preservasi)

2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah

3. Penyebaran (penyaluran) ilmu untuk umum

4. Pengenalan dan penghayatan kesenian

5. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa

6. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan (pertumbuhan peradaban umat

manusia)

7. Suaka alam dan suaka budaya (visualisasi warisan alam dan budaya)

8. Objek wisata (sarana kesenian dan hiburan)

9. Pembangkit rasa/sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa

(22)

commit to user

Hal-hal yang berkaitan dengan museum dipelajari dalam ilmu Museologi (Museplogy dalam

bahasa Inggris, Museumskundle dalam bahasa Jerman) yaitu suatu ilmu yang mempelajari

museum sebagai gejala sosial temporal, artinya bahwa museum itu harus dipandang sebagai

suatu gejala dalam pergaulan hidup manusia yang juga timbul karena perkembangan sejarah.

Secara kongkritnya meseum merupakan suatu bangunan (kompleks bangunan) yang di

dalamnya terkumpul dan dipamerkan kepada umum mengenai macam-macam benda dan

hal-hal yang berkaitan dengan tujuan menambah pengetahuan umum dan untuk penikmatan seni

khalayak ramai. Museologi sendiri menjad subdisiplin ilmu antropologi, yaitu ilmu tentang

manusia dan hasil-hasil karyanya (kebudayaan), sehingga perlu dilakukan pendekatan secara

multidisipliner dan interdisipliner yang menyangkut banyak hal dari berbagai kajian di

dalamnya.

Ditinjau dari uraian tersebut tentang museum didapatkan gambaran hubungan antara museum

dengan koleksinya. Maka museolgi sebagai ilmu, mempunyai objek penelitian. Objek dan

hubungan itu adalah:

1 Musuem sebagai bangunan/gedung

Diselidiki secara khusus oleh arsitektur museum.

2 Koleksi museum

Diselidiki oleh bermacam ilmu pengetahuan yang menyangkutnya, seperti koleksi

ilmu alam oleh ilmu alam, koleksi sejarah oleh ilmu sejarah, koleksi ethonografi oleh

antropologi-budaya dan lain sebagainya.

3 Hubungan koleksi dengan publik

Hubungan ini menjadi penelitian bagi teknik perawatan dan pameran (Preservation

techniques, display and labelling) serta dalam penyaluran ilmu pengetahuan kepada

umum menjadi penelitian dalam bidang edukasi (museum dan education).

Lebih jelas lagi dapat diuraikan bahwa museologi dalam kenyataannya terbagi dalam

bagian-bagian ilmu seperti berikut:

1. Museum-Management (Manajemen Museum)

Memusatkan perhatiannya terhadap hal-hal organisasi dan penyelenggaraan

museum.

(23)

commit to user

Pengelolaan sistematik dan praktek tata usaha objek-objek museum.

3. Museum-Techniques (Teknik Museum)

Memusatkan perhatiannya terhadap aspek-aspek teknis pada museum mulai dari hal

arsitektur, teknik pameran dan teknik perawatan objek-objek museum.

4. Museum and Education (Museum dan Pendidikan)

Memusatkan perhatiannya kepada penelitian ilmiah dan penyaluran ilmu

pengetahuan kepada public.

2.1.1.3. Pokok-Pokok Penyelenggaraan Museum

Penyelengggaraan museum dapat berupa badan pemerintahan, dapat pula badan swasta baik

dalam bentuk perkumpulan maupun yayasan yang diatur kedudukan, tugas dan kewajibannya

oleh undang-undang. Penyelenggaraan museum dan museum itu sendiri yang dikelola oleh

kepala atau badan pengurus museum haruslah berstatus badan hukum.

Menyelenggarakan museum relatif mahal, mengingat fungsi-fungsi museum yang luas, bukan

hanya sebagai tempat pameran, dasar pengelolaan museum itu sendiri bersifat ilmiah untuk

tujuan sdukatif-kultural. Mendirikan museum juga tidak mudah, misalnya badan hukum atau

panitia pendiri harus tahu benar keperluan-keperluan umum sebuah museum, seperti :

1. Letak musuem di bagian kota yang tepat

2. Gedung museum yang dapat menjamin keamanan koleksi, penataan koleksi, sirkulasi

koleksi, personil dan pengunjung

3. Pembagian ruangan yang sesuai dengan fungsi-fungsi museum

4. Perencanaan pengadaan koleksi

5. Perencanaan pengadaan sarana dan fasilitas untuk koleksi, perkantoran dan personil

serta pengunjung museum.

6. Perencanaan pengadaan dan jabatan personil yang sesuai dengan fungsi-fungsi

umum

Museum-museum negeri (pemerintah) dibiayai oleh pemerintah. Untuk semua keperluannya

disediakan anggaran belanja tahunan di departemen atau pemerintah lokal yang

menyelenggarakannya. Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa penyelenggaraan dan

pembinaan museum itu dititikberatkan kepada bagaimana daranya menyusun kebijakan dalam

hal merumuskan program-program kegiatan untuk museum yang diselenggarakan, mengenai

(24)

fungsi-commit to user

fungsi museum itu, bagaimana membina sarananya, bagaimana membina tenagannya dan

bagaimana menyusun rencan anggaran untuk pengelolaan museum itu sendiri.

2.1.1.4. Struktur Organisasi Museum

Pengelolaan museum merupakan tugas pokok seorang kepala museum. Akan tetapi dalam

melaksanakan penyelenggaraan dan pengelolaannya berbeda-beda tergantung dari jenis dan

ukuran museum. Perbedaan dalam hal ruangan lingkup dan jaringan komunikasinya, baik

(25)

commit to user

Skema 2.1 Struktur Organisasi Museum

(26)

commit to user

Tugas- tugas yang dijalankan masing-masing personil dalam pengelolaan museum adalah

sebagai berikut:

1. Mepala Museum (Pimpinan Museum)

Kepala museum memimpin segala kegiatan yang ada dalam museum, baik tata usaha,

pekerjaan ilmiah, dan pekerjaan pengelolaan yang bersifat teknis, seperti pameran dan

perawatan.

2. Tata Usaha

Tugasnya antara lain:

• Melakukan pekerjaan administrasi

• Berkenaan dengan urusan registrasi dan katalogisasi serta dokumentasi koleksi

• Pengadaan dana 3. Kurator

Bagian yang bersifat alamiah sehingga memerlukan ilmuwan yang ahli di bidangnya,

untuk pengkajian tentang benda-benda koleksi museum, yakni : identifikasi, katalogisasi,

klasifikasi, riset, penerbitan dan metode kelengkapan bagi penyajian serta mengawasi dan

mengkoordinir benda koleksi.

4. Konservator

Merupakan petugas yang secara langsung menyelenggarakan konservasi koleksi dengan

kegiatan meliputi:

• Meneliti, merawat dan menjaga benda koleksi agar tidak mengalami kerusakan (pemelikaraan)

• Bersama staff lain memberikan pengarahan dalam desain pameran 5. Bagian Bimbingan Edukatif/Instruktur

Merupakan penggabungan staff ilmiah museum dengan pengunjung museum. Bagian ini

adalah bagian yang memberikan bimbingan penerangan yang bersifat mendidik kepada

publik secara luas. Tugasnya :

• Menyelenggarakan ceramah, demonstrasi objek-objek museum, pemutaran film dan sebagainya

• Menemukan bahan-bahan penerangan (informasi) 6. Preparator

Bagian yang membutuhkan fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan keterampilan teknis

(27)

pameran-commit to user

pameran objek museum baik pada pameran tetap maupun temporer/khusus. Tugasnya

antara lain:

• Membuat desain pameran

• Melaksanakan tata fisik pameran

• Memperbaiki kerusakan 7. Ahli Kepustakaan

Mempunyai tugas :

• Menyeleksi buku-buku yang berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan museum

• Mengumpulkan, mencatat, memelihara, serta mengawetkan buku-buku koleksi

• Menyelenggarakan perpustakaan bagi kepentingan intern (pengelola) dan ekstern (pengunjung)

2.1.1.5. Klasifikasi Museum

Museum dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek penggolongan, antara lain:

1. Klasifikasi museum berdasarkan status hukumnya dibagi menjadi:

• Museum resmi (status negeri/pemerintah)

• Museum swasta

2. Klasifikasi museum berdasarkan jenis koleksinya:

• Museum Umum

Museum yang mempunyai koleksi penunjang cabang-cabang ilmu pengetahuan

alam, teknologi dan ilmu pengetahuan sosial.

• Museum khusus

Museum yang mempunyai koleksi penunjang satu cabang ilmu saja, misalnya

museum ilmu alam, museum ilmu teknologi, museum antropologi, museum seni

rupa dan lain sebagainya.

3. Klasifikasi museum berdasarkan lingkup wilayah tugasnya, status hukum dan tujuan

penyelenggaraannya:

• Museum nasional

Merupakan museum yang menjadi urusan pemerintah yang menggambarkan

harta warisan sejarah dan kebudayaan nasional

• Museum lokal

Museum yang dapat dibagi lagi menjadi museum dengan ruang lingkup tugas

(28)

commit to user

4. Klasifikasi museum berdasarkan sifat bangunannya:

• Museum terbuka

• Museum tertutup

• Museum kombinasi

2.1.1.6. Tata Usaha Museum

Setiap organisasi memerlukan suatu bagian yang menjadi tuang punggung yang mendukung

organisasi termasuk museum , bagian ini biasa disebut bagian tata usaha. Bagian ini

menangani kegiatan-kegiatan surat menyurat, kearsipan, keuangan, kepegawaian,

perlengkapan, protokol, kebersihan, dan keamanan. Namun yang paling menonjul di bidang

ketatausahaan setiap museum ialah unit-unit yang menangani registrasi koleksi dan

pengamanan. Beberapa uraian yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan registrasi

museum dan pengamanan museum, yaitu:

1. Registrasi koleksi

Yang bertugas mengelola koleksi ialah kurator, yang memiliki tugas:

• Mencatat keluar masuknya benda-benda koleksi

• Mencatat dalam buku induk registrasi semua koleksi

• Turut melakukan pengawasan terhadap 2. Pengamanan museum

Pengamanan museum (museum secutiry) merupakan bagian yang terpadu dari

pengelolaan museum. Dalam hal pengamanan museum, faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dan dikaitkan dalam sistem pengamanan adalah :

• Sistem dan teknik pengamanan yang mantap

• Personil yang menguasai sistem, teknik dan prosedur pengamanan

• Priosedur pengamanan yang mengatur sistem, teknik dan personil unit pengamanan atau satuan pengamanan museum

2.1.1.7. Pengadaan Dan Pengelolaan Koleksi Museum

1. Pengertian Koleksi

Koleksi museum, mulai dari pengadaan, pencatatan, pengkajian dan

(29)

commit to user

Koleksi dan kurator tidak berdiri sendiri. Koleksi merupakan kumpulan benda-benda

pembuktian cabang ilmu tertentu dan kurator adalah ilmuwan yang kegiatan

pokoknya adalah melaksanakan pengkajian dan pelaporan hasil pengkajiannya

mengenai cabang ilmu yang berkaitan dengan koleksi museum.

Jenis benda materi koleksi museum meliputi : benda asli, benda reproduksi dan

benda penunjang.

• Benda asli

Yakni benda-benda yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan koleksi

museum yang benar-benar benda pembuktian sebenarnya dari suatu ilmu

atau peristiwa (situs, peninggalan sejarah dan lain sebagainya)

• Benda reproduksi

Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu

sehingga dapat mewakili/menggantikan yang asli. Macamnya antaralain:

¾ Replika : benda tiruan dan memiliki sifat-sifat benda yang ditiru

¾ Miniatur : benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk,

warna dan cara pembuatan yang sama dengan benda yang asli

(kadang dengan ukuran yang lebih kecil)

¾ Bentuk benda berupa foto, yang dipotret dari dokumen/mikro film

yang sukar dimiliki (diperkirakan akan punah)

¾ Referensi : diperoleh dari rekaman/fotokopi suatu buku mengenai

othobiografi, sejarah dan lainnya

• Benda Penunjang

Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas

informasi/pesan yang akan disampaikan, misalnya : lukisan, grafik, denah,

peta, contoh bahan dan lainnya.

Untuk menetapkan apakah suatu benda itu patut dijadikan benda koleksi museum,

ditentukan oleh suatu sistem penilaian, sistem kaidah dan aturan yang kesemuanya

dituangkan dalam suatu kebijakan pengadaan koleksi. Tidak semua benda dapat

dimasukan ke dalam koleksi museum, hanya benda-benda tertentu saja yang

memenuhi syarat-syarat, yakni:

• Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan estetika

(30)

commit to user

• Harus dapat dianggap sebagai dokumen 2. Kebijakan pengaduan koleksi

Benda-benda koleksi keberadaannya dalam museum melalui berbagai cara. Ada

karena sebagai kegiatan pengumpulan dalam ranka kegiatan riset lapangan, tetapi

ada yang melalui pembelian, pemberian atau hibah, wasiat, sebagai barang sitaan

dari pengadilan dan juga dapat sebagai pinjaman.

3. Presentasi koleksi

Dokumemntasi visual (dalam bentuk gambar, film atau rekaman suara) enjadi bagian

presentasi koleksi yang semakin dibentuk dewasa ini, selain hanya sebatas

pencatatan verbal dari proses pengumpulan, identifikasi dan klasifikasi.

4. Katalogisasi

Tugas pokok kurator museum yang menelola koleksi adalah melakukan pengkajian

tentang koleksinya. Kegiatan pengkajian terdiri dari berbagai cara dan bentuk. Proses

itu dimulai dari pencatatan, lalu identifikasi, klasifikasi dan katalogisasi (pencatatan

ringkas invermentasi)

Tahap-tahap utama penanganan materi koleksi dapat digambarkan melalui skema

(31)

commit to user

Penerimaan calon benda koleksi 

(membeli hadiah sumbangan

Pendaftaran /registrasi dalam  buku inventaris

Periksaan awal

Gudang karantina Gudang sementara 

Laboratorium fungigasi, fisika,  kimia, mikrobiologi, fotograpi 

Workshop konservasi,  reproduksi, restorasi, preservasi 

Kurator (identifikasi)

Ruang penyimpanan

Ruang pameran

(32)

commit to user

Sumber : Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum, Dirjen Depdikbud

2.1.1.8. Perawatan Koleksi Museum

Perawatan koleksi museum dalam prakteknya dilaksanakan oleh para konservator yang

mempunyai keahlihan di bidang ilmu fisika, biologi dan ilmu pengetahuan bahan. Beberapa

faktor yang dapat merybah kondisi atau yang dapat mengganggu, bahkan merusak

benda-benda koleksi museum, antara lain:

1. Iklim dan lingkungan

Iklim di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia adalah lembab dan bercurah hujan

tinggi. Temperatur antara 25-37 ºC, dengan kadar kelembaban relatif antara 50-100

%. Iklim yang terlalu lembab dapat mengakibatkan:

• Lemahnya daya rekat

• Membusuknya bahan perekat

• Timbulnya bercak-bercak kotor pada kertas

• Kaburnya warna dan kadar tinta

• Timbulnya jamur pada kulit

• Rangsangan karat pada logam

• Buramnya kaca

• Melengketnya tumpukan kertas

• Semakin ketatnya kanvas (lukisan)

Beriklim lembab ditambah faktor naik turunnya temperatur menimbulkan suatu

susana klimatologis yang menyuburkan tumbuh dan berkembangnya jamur dan

bakteri, juga menciptakan keadaan yang sangat menguntungkan bagi

berkembangbiaknya serangga dan kutu yang dapat mengancam koleksi museum.

Iklim yang terlalu kering juga akan menimbulkan berbagai macam kerusakan pada

beberapa benda koleksi tertentu. Khususnya untuk bahan-bahan organik yang

menimbulkan :

• Retak atau pecah kerena kekeringan

(33)

commit to user

Dalam hal ini, apabila terjadi perubahan-perubahan yang cepat antara udara yang

terlampau lembab dengan yang terlampau kering, juga akan menimbulkan kerusakan

pula, antara lain :

• Timbulnya bengkokan-bengkokan pada kayu

• Rontok atau timbulnya serpih-serpih halus pada cat

• Mengaktifkan garam-garam yang dapat dilarutkan

• Bergeraknya bahan-bangunan hygroscopic 2. Cahaya

Cahaya, baik yang alamiah maupun buatan seperti cahaya dari lampu listrik, dapat

menimbulkan proses kerusakan pada berbagai bahan benda koleksi. Batu, logam

dan keramik umumnya tidak peka terhadap cahaya. Tetapi bahan-bahan organik

peka terhadap pengaruh cahaya. Alam tropis menyediakan cahaya matahari yang

melimpah ruah, yang memiliki dua jenis radiasi, yang terlihat dan tidak terlihat.

Radiasi ultra violet dan infra merah adalah contoh yang tidak terlihat dan

membahayakan bagi benda-benda koleksi. Lampu-lampu listrik juga mengeluarkan

radiasi ultra violet. Untuk digunakan sebagai alat penerangan dalam ruangan

pameran atau dalam almari pameran perlu adanya modifikasi dan iluminasi untuk

mengurangi radiasinya. Lampu pijar dinyatakan paling banyak mengeluarkan ultra

violet. Lampu tungstem (berlapis gelas susu) lebih sedikit radiasinya. Sekarang sudah

banyak terdapat lampu jenis fluorescent yang rendah radiasinya.

3. Serangga

Khusus di daerah tropis banyak kita dapati berbagai jenis serangga, ini menjadi

ancaman benda-benda koleksi museum yang berasal dari bahan organik. Karena

itulah dalam prosedur keluar-masuknya barang-barang koleksi perlu didingat

cara-cara pencegahan timbulnya gangguan serangga (penyakit endemik oleh serangga).

Benda-benda koleksi yang berasal dari bahan organik sebaiknya diperiksa oleh para

petugas laboratorium korservasi terlebih dahulu.

Ada dua jenis bahan kimia untuk menangani serangga, yaitu untuk mengusir dan

membunuh/memusnahkan. Tetapi penggunaan bahan kimia ini ada berbagai

persyaratan yang perlu ditaati dalam penggunaannya agar tidak merusak benda

koleksi, antara lain :

• Tidak akan mengubah warna asli

(34)

commit to user

• Tidak boleh membahayakan bagi manusia 4. Mikroorganisme

5. Pencemaran atmosferik

6. Penanganan koleksi

Kecerobohan manusia/petugas museum adalah melakukan penanganan materi

koleksi, misalnya memegang benda koleksi logam dengan tangan telanjang sehingga

menyebabkan bahan logam terkena zat garam yang terkandung dalam keringat.

7. Bahaya api (kebakaran)

Penyebab kebakaran yang terjadi pada bangunan museum umumnya ditimbulkan

oleh : aliran listrik, bahan kimia, kelalaian pegunjung, kelalaian staaf atau kebakaran

dari sekitar.

2.1.1.9. Penyajian Koleksi Museum

Mata rantai kegiatan yang menyangkut penanganan koleksi museum dimulai dari

pengumpulan, pencatatan, pengkajian, perawatan serta unsur yang juga penting, yaitu

penyajian. Untuk memperoleh sistem dan cara penyajian yang tepat guna, maka beberapa

faktor perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengunjung museum

Pengunjung museum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Disebut Jenis Lama seperti para kolekror, seniman, perancang, ilmuwan,

mahasiswa yang kerena latar belakangnya seakan-akan ada hubungan

tertentu dengan koleksi museum dan lain sebagainya. Pada kategori ini

kunjungan mereka ke museum sudah direncanakan dan mempunyai

motivasi yang jelas. Tanpa bantuan dari siapapun dan penjelasan yang

banyak, mereka biasanya akan secara khusus menghubungi staf museum,

untuk mencari kaitan dengan kepentingan mereka.

b. Jenis yang kedua disebut Frese atau pengunjung yang baru. Sebagai

kelompok, jenis ini sulit untuk dilukiskan karakteristiknya, karena tanpa

tujuan tertentu. Motivasinya biasanya iseng atau spontan dalam kunjungan

museum.

Motivasi yang sering melatar belakangi kaunjungan ke museum adalah :

(35)

commit to user

b. Keinginan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang yang

mereka lihat (tematik inteluktual)

c. Keinganan untuk menempatkan dirinya dalam suasan yang lain, yang

berbeda dari lingkungan hidupnya sendiri (romantik)

2. Kebijakan dan perencanaan

Menyajikan koleksi, baik yang bersifat permanen, maupun yang bersifat temporer,

bukan tindakan yang datangnya tanpa pemikiran dan perencanaan. Untuk pameran

tetap biasanya akan diambil kebijakan permuseuman yang umum sifatnya. Program

pengembangan permuseuman termasuk program penyelamatan warisan budaya.

Koleksi museum merupakan warisan budaya bangsa, maka perlu perencanaan dan

perawatan serta penyajian, yang berdasar dan bertujuan atas faktor edukatif-kultural.

Apabila secara makro kebijakan permuseuman itu sudah dipahami, maka setiap

museum dapat menyelaraskan kebijakan mikro masing-masing yang dapat dijadikan

dasar dan tujuan perencanaan kegiatan operasional bagi penyajian koleksi museum

masing-masing. Metode penyajian dapat disesuaikan dengan motivasi masyarakat

lingkungan maupun pengunjung museum yakni dengan menggunakan secara

terpadu ketiga metode:

a. Metode Estetik

Untuk meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai artistik dari koleksi

museum

b. Metode Tematik dan Intelektual

Dalam rangka penyebarluasan informasi tentang guna, arti dan fungsi

koleksi museum

c. Metode Romantik

Untuk menggugah suasana penuh pengertian dan harmoni pengunjung

mengenai suasana dan kenyataan-kenyataaan sosial-budaya di antara

berbagai kondisi masyarakat (suku bangsa)

Setelah mengetahui kebijakan dan metode penyajian koleksi, rencana yang lebih

nyata dapat dituangkan dalam bentuk dan teknik pameran. Rencana bentuk pameran

tergantung dari faktor-faktor :

a. Persediaan lokasi dan dokumentasi foto serta data informasi mengenai

koleksi yang tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan

tema pameran sudah jelas, maka museum itu dapat saja meminjam koleksi

(36)

commit to user

b. Persediaan peralatan dan bahan serta tenaga yang akan mendukung

pelaksanaan dan penyebaran informasi

c. Biaya persiapan dan pelaksanaan untuk kegiatan pameran

d. Penyebaran publitas tentang rencana kegiatan pameran tersebut dalam

rangka mengumpulkan pengunjung bila pameran itu sudah dibuka untuk

umum

3. Metode penyajian

Penyajian koleksi museum yang paling tepat ialah dengan cara pameran. Untuk

menggelar pameran, perlu menguasai teknik pameran, yaitu suatu pengetahuan yang

meminta fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan artistik tersendiri, yang harus ada

pada setiap preparator (ahli teknik pameran). Preparator sebelumnya harus

berkonsultasi dahulu dengan kurator tentang segala informasi dan tujuan pemeran.

Jenis pameran ada tiga bentuk, yaitu :

a. Pameran tetap

Pameran yang memajang/memamerkan koleksi museum secara tetap

dengan skenario yang lengkap dengan tujuan waktu jangka lama (10 tahun).

Pada saat sekarang, ruangan-ruangan pameran tetap sebuah museum

terdiri dari 25-40 % dari jumlah koleksi yang dimiliki, karena setiap museum

selalu berusaha untuk memperluas koleksinya.

b. Pameran Khusus (temporer)

Disebut pameran temporer karena diselenggarakan untuk jangka waktu

yang singkat, biasanya antara 1 minggu-1 bulan, atau paling lama 3 bulan.

Disebut pameran khusus karena diselenggarakan secara khusus, misalnya

untuk peringatan atau ada topik/tema khusus. Pameran khusus dapat

mengangkat perubahan menarik dari realita sosial budaya di masyarakat,

biasanya dipamerkan dalam satu paket rangkaian kegiatan.

c. Pameran Keliling

Pameran keliling umumnya berupa suatu paket. Sejumlah benda koleksi

telah dihimpun dan terjaring dalam suatu desain pameran keliling, lengkap

dengan petunjuk tata ruang dan teknik pamerannya. Topiknya sudah jelas,

disertai label yang tinggal dipasang, dengan katalog pameran yang sudah

siap di edarkan. Pameran keliling ini juga dapat berarti pameran yang

(37)

commit to user

keliling, untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Misal

pameran untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil.

2.1.2 Semangat Jiwa Tempat (Spirit of Place)10

Tinjauan semangat jiwa tempat (Spirit of Place) ini mendeskripsikan bagaimana aspek-aspek jiwa

tempat dalam rancangan arsitektur dapat digali dari potensi setempat yang diangkat.

2.1.2.1. Genius Loci- Spirit of Place- Jiwa Tempat

Semangat jiwa tempat (Spirit of Place) merupakan pengistilahan dalam bahasa Indonesia dari

Spirit of Place, implikasi dalam konteks dunia arsitektur modern dari Genius Loci, sebuah

istilah/konsep mitologi kuno jaman Romasi bahwa sesuatu punya jiwa/ruh yang melindungi,

dahulu digambarkan sbagai ular. Genius Loci mempunyai implikasi terhadap place-making,

tergolong filosofis dari cabang phenomenology.

Spirit of Place mengacu pada sesuatu yang unik, yang membedakan dan memberi

karakteristik pada aspek tempat. Memperlihatkan jalinan kultur yang tek terlihat (cerita, seni,

memori, kepercayaan, sejarah, dll).

2.1.2.2. Penggalian Aspek Jiwa Setempat

Jiwa tempat itu sendiri dapat digali dari kekhasan karakter,identitas, semangat setempat

(lokal), yang dapat mengangkat dan membentuk sebuah keunikan.

a. The Structure of Place (Struktur kawasan dari suatu wilayah tempat)

• Gambaran situasi geografis wilayah (geographical situations)

• Kepekaan terhadap situasi setempat/kedudukan bangunan terhadap lingkungan

• Kontekstual terhadap iklim setempat (kualitas dan kuantitias pencahayaan, curah hujan dan temperatur)

• Kekhasan karakter dalam tipologi bangunan local (local building typology), tampilan fisik bangunan, langgam arsitektur, kualitas estetis local dan pola pemukiman

setempat (regional settlement pattern)

b. Representasi mental masyarakat (Mentality People’s) dan aktivitas maupun

kebiasaan-kebiasaan penduduknya (keseharian maupun sesaat/temporal)

       10

(38)

commit to user

Komponen ini mencakup ekspresi budaya yang dibentuk oleh interaksi dari lokasi fisik dan

kegiatan masyarakat di daerah itu dan artefak budaya lainnya yang dikenal masyarakat

akibat sejarah khusus, yaitu bagaimana suatu tempat berinteraksi dengan masyarakatnya.

c. Pemberdayaan Potensi Lokal (Potesi Masyarakat)

Penggunaan material lokal sebagai suatu bahan bangunan, keterampilan dan keahlian

lokal yang tercermin dari benda yang dihasilkan.

d. Simbol-kiasan-kenangan (suatu tempat akan memiliki makna khusus bagi

orang-orang yang mendapatkan pengalaman dari tempat tersebut)

Aspek yang kompleks sebagai akibat pengalaman dan reaksi masyarakat (pengalaman

mental) terhadap aspek-aspek fisik dan fungsional yang dibentuk oleh unsur-unsur visual

sebagai akibat interaksi antara nilai/nilai tertentu dan lokasi.

Penggalian jiwa tempat juga dapat melalui penelusuran sejarah yang bersumber dari

literatur dan informasi. Data dari hasil penelusuran secara verbal tetap harus disertai

dengan data otentik berupa peta dan foto sebab informasi dari informan mempunyai

kecenderungan bersifat kualitatif sera sangat dipengaruhi peta mental informan.

2.1.2.3. Bahasa Ungkapan Dan Penghayatan Gatra –Ruang Arsitektur11

Tinjauan mengenai bahasa ungkapan dan penghayatan gatra-ruang arsitektur adalah untuk

mendeskripsikan bahwa dalam berarsitektur terdapat unsur-unsur lain selain pemenuhan

wadah fungsi semata. Ada nilai, unsur maupun tuntutan lain yang lebih dari sekedar ”asal

berguna”. Tinjauan ini mengarah pada tuntutan kualitatif/pemograman performansi yang

nantinya bersama pemograman fungsional tersimpulkan dalam pemrogaman arsitektur

(rancangan).

a. Bahasa Ungkapan Arsitektur

Manusia tidak hanya berbahasa dengan cakap lidah, tetapi juga dengan gerakan tubuh.

Artinya mengungkapkan isi batin yang tersimpan, agar diketahui orang lain. Tubuh

manusialah yang menghubungkan yang serba dalam batin dengan alam semesta yang di

luar diri kita, khususnya yang berciri materi. Agar menjadi roh manusia yang sempurna,

manusia harus semakin menjadi badan. Dan tentulah sebaliknya juga, agar menjadi

badan manusia yang sempurna, manusia harus semakin menjadi roh.12 Ungkapan ini

dapat kita telaah dalam karya arsitektur. Dalam segenap karya pembangunan kita dapat

       11

Dikonstruksikan dari : YB. Mangunwijaya. Wastu Citra. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1992.

12

(39)

commit to user

membangun asal berdiri dan dapat dipakai. Namun ada unsur-unsur yang “lebih dari asal

berguna”. Seperti keindahan pada binatang (sayap kupu-kupu, tanduk rusa, bulu-bulu

cenderawasih dan sebagainya) tidak Cuma sekedar berbiologi semata. Misalnya tanduk

rusa yang tidak effisien dalam pertahanan diri dan tidak praktis. Para ahli biologi yakin,

ada sesuatu yang ”lebih” daripada aspek efisien-teknis dan fungsional, bahkan ada

unsur-unsur yang merupakan bayangan semacam ”murni” diri makhluk binatang.

Dalam berarsitektur, artinya berbahasa dengna ruang dan gatra, dengan garis dan

bidang, dengan bahan material dan suasana tempat berarsitektur dengan budaya.

Berarsitektur adalah berbahasa manusiawi dalam arti dengan citra unsur-unsurnya, baik

dengan bahan material maupun dengan bentuk serta komposisinya. Dalam karya

arsitektur kita juga menemukan nilai-nilai pengangkatan (nilai yang diangkat dari karya

arsitektur), sehingga selain unsur guna, ditemukan unsur citra dari budaya manusia.

Kata ”guna” menunjuk pada keuntungan, pemanfaatan (use, bahasa Inggris) yang

diperoleh. Pelayanan yang dapat kita dapat darinya. Seperti dalam karya arsitektur,

karena tata ruang, pengaturan fisik yang tepat dan efisie, kenikmatan (comfort) yang kita

rasakan. Guna dalam arti kata aslinya tidak hanya berarti manfaat, untung material

belaka, tetapi lebih dari itu memiliki ”daya” yang menyebabkan kita dapat hidup lebih

meningkat.

Sedangkan ”citra” menunjukan suatu ”bambaran” image, suatu kesan penghayatan yang

menangkap arti bagi seseorang. Citra tidak jauh dari ’guna’, tetapi lebih bertingkat

spiritual, lebih menyangkut derajat dan martabat manusia. Citra menunjuk pada tingkat

kebudayaan sedangkan guna lebih kepada keterampilan atau kemampuan.

Oleh Cing dalam Snyder (1979), dinyatakan sejak zaman Vitruvius tujuan-tujuan arsitektur

telah dinyatakan dalam pengertian kemantapan (firmness), komoditas (commodity) dan

kesenangan (delight), dipahami sebagai: nilai-nilai teknologi (technology), fungsi (function)

dan estetika (aesthetics). Kompleksitas dalam perkembangan waktu, arsitektur (dalam

skala bangunan atau building) didefinisikan memiliki empat komponen, yaitu bentuk,

(40)

commit to user

disebut arsitektur. Lalu oleh Rapoport (1990) dikemukakan sebagai nilai tambah yaitu

arsitektur merupakan wujud karya (rekayasa) budaya dan sosial sebagai lingkungan

binaan (built environment) guna memenuhi kegiatan wadah kegiatan (fungsi) didalam

menjalani hidup dalam pengertian yang luas yang berdasar pada tatanan yang dilandasi

oleh tata nilai yang dipilih manusia, baik individu maupun kelompok. Jadi jelas sudah, ada

bahasa ungkapan dalam berarsitektur selain adanya tuntutan fungsi dan teknologi

konstruksi semata.

b. Penghayatan Gatra-Ruang Arsitektur

Kajian pada kasus arsitektur Yunani yang dikenal mengolah atau bermain dengan

gatra-gatra (volume-volume) atau massa-massa materi. Berarti mengolah tektoon dan statika

bangunan, karena bahan pokonya batu alam dengan volume-volume yang penuh,

kompak, berat, keras dan padat. Bangsa Yunani dikenal dengan pencinta gatra, tertarik

pada penikmatan segala yang agung. Baru pada masa bangsa Romawi seni gatra itu

disempurnakan dengan seni ruang.

Berikutnya penghayatan gatra-ruang arsitektur juga dapat ditelaah dari karya arsitektur di

Mesir. Pada bangunan-bangunan piramida, kemurnian geometrik seperti yang

dimonumentalkan, memperlihatkan konstruksi dan konsekuensi ekstrem dari citarasa dari

disiplin matematika yang tidak mengenal kompromi. Namun oleh kepentingan sebagai

tempat tinggal harafiah bagi maharaja yang telah meninggal, maka makna itu lebih

daripada hanya manumen belaka. Ide monumental, memorial, datang dari manusia yang

sudah masuk dalam tahap penghayatan ontologism. Ekspresi bangunan-bangunan itu

memang hebat, meski mencitrakan kesederhanaan. Namun, ukuran-ukurannya yang

maha raksasa juga karena pembuatannya yang menunjukan teknik dan kecermatan yang

luar biasa serta nilai kosmis yang luhur, citra agung tetap terlihat dari massa yang

sederhana.

Ruang pada dasarnya terjadi karena adanya hubungan antara sebuah objek dan manusia

yang melihatnya. Hubungan ini mula-mula ditentukan oleh penglihatan, tetapi bila ditinjau

dari pengertian ruang secara arsitektur, maka hubungan tersebut dapat dipengaruhi juga

oleh penciuman, pendengaran dan perabaan. Sering terjadi bahwa ruang yang sama

mempunyai kesan atau suasana yang berbeda sama sekali, karena dipengaruhi oleh

(41)

commit to user

2.2. PRESEDEN

2.2.1 Museum Tsunami Aceh13

Museum tsunami aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami yang maha

daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008 yang menelan

korban lebih kurang 240,000 0rang.

Gedung Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yang sekaligus merangkap

panitia. Di antaranya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sebagai penyandang

anggaran bangunan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) sebagai penyandang

anggaran perencanaan, studi isi dan penyediaan koleksi museum dan pedoman pengelolaan museum),

Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)sebagai penyedia lahan dan pengelola museum,

Pemerintah Kotamadya Banda Aceh sebagai penyedia sarana dan prasarana lingkungan museum dan

Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)cabang NAD yang membantu penyelenggaraan sayembara prarencana

museum.

Menurut Eddy Purwanto sebagaiPenggagas Museum Tsunami Aceh dari BRR Aceh, Museum ini

dibangun dengan 3 alasan:

1. untuk mengenang korban bencana Tsunami

2. Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan

3. Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi.

Museum Tsunami Aceh dibangun di kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Masjid Raya Banda Aceh.

Adapun fungsi Museum Tsunami Aceh ini adalah :

1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran

tentang bencana tsunami.

2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.

       13

(42)

commit to user

3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya

pernah terjadi tsunami.

4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah

Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan jalur

yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa

bumi yang dapat memicu tsunami.

Berikut animasi komputer bangunan Museum Tsunami Aceh yang akan dibangun dengan konsep dan

design "Rumoh Aceh as escape hill" hasil maha karya Muhammad Ridwan Kamil yang kemudian

menjadi Mueum Tsunami Aceh.

Bangunan rumah tradisional masyarakat Aceh, berupa bangunan rumah panggung Aceh diambil

sebagai analogi dasar massa bangunan. Dengan konsep rumah panggung, bangunan ini juga dapat

berfungsi sebagai sebuah escape hill sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai

salah satu antisipasi lokasi penyelamatan jika seandainya terjadinya banjir dan bencana tsunami di

(43)

commit to user

Kemudian juga ada the hill of light, selain taman untuk evakuasi yang dipenuhi ratusan tiang, para

pengunjung dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hill di

ruang bawah tanah serta dilengkapi ruang pameran.Desain ini juga sarat dengan konten lokal. Tarian

saman sebagai cerminan Hablumminannas (konsep hubungan antar manusia dalam Islam) distilasi

(44)

commit to user

Dalam desain gambar diatas terlihat sebuah lorong sempit dan remang. Melalui lorong itu kita bisa

melihat air terjun di sisi kiri dan kanannya yang mengeluarkan suara gemuruh air. Lorong itu untuk

mengingatkan para pengunjung pada suasana tsunami. The light of God, sebuah ruang berbentuk

sumur silinder yang menyorotkan cahaya keatas sebuah lubang dengan tulisan arab “Allah” dan dinding

sumur silinder dipenuhi nama para korban.sangat mengandung nilai-nilai religi merupakan cerminan

(45)

commit to user

Dalam menyikapi konteks urban, bangunan didesain agar dapat berfungsi juga sebagai sebuah taman

kota. Lahan terbuka sebagai hasil bangunan yang diangkat di desain untuk dapat menyeimbangkan

skala manusia dan bangunan. Tampilan interior yang penuh pesona dengan mengetengahkan sebuah

tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita

warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam

mengatasi sesuatu.

2.2.2 Monumen Jogja Kembali (MONJALI)14

Museum Monumen Jogya Kembali, adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan

Republik Indonesia yang ada di kota Yogyakarta dan dikelola oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Museum yang berada di bagian utara kota ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.

Museum Monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi dengan ruang

perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan sejumlah 422 nama

pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai

dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: realia,

replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam

suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah

       14

Gambar

gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada dinding barat dan perjuangan diplomasi
Gambar 6.3 Analisis zonifikasi kelompok ruang
Gambar 6.5 Massa bangunan membujur timur-barat agar semua sisi dapat mendapatkan sinar matahari

Referensi

Dokumen terkait

westinghouse yang mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja,

Kilangan, Pauh dan Kuranji, Kota Padang ... Tabel 4.1 1 Klasifikasi Tanah Daerah Penelitian ... Tabel 4.12 Distribusi Macam Tanah Berdasarkan Daerah Penelitian ... Tabel 4.13

Sesuai dengan Berita Acara Pembukaan dan Evaluasi Dokumen Penawaran Harga (Sampul II) Nomor: BA-09/PPBJ/HI-L/2010 tanggal 07 Juni 2010 dan surat Kasubdit BMN I B

Dalam kesempatan tersebut Djoko juga mengimbau mereka yang ingin masuk UNAIR untuk tidak khawatir mengenai masalah biaya pendidikan di UNAIR karena biaya pendidikan yang

Iklan Baris Iklan Baris JAKARTA UTARA JAKARTA UTARA Rumah Dijual Rumah Dikontrakan JAKARTA PUSAT LAIN-LAIN JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA BARAT JAKARTA TIMUR

Dalam pemberian pelayanan asuhan kepada pasien diperlukan saling kerja sama antara pasien, keluarga dan tim medis jadi untuk menimbulkan kerja sama yang baik maka di perlukan

Garis – garis besar program kerja (GBPK) MAFARPA STF Bandung dan Stikes bhakti kencana, merupakan susunan program – program kegiatan organisasi dalam garis –

Penilaian merupakan bagian yang tidak terlepas dalam suatu proses pem-.. Melalui penilaian maka akan diketahui seberapa besar keberhasilan peserta didik dalam menguasai