commit to user
PENGARUH SUBSTITUSI METIONIN DENGAN BETAIN TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Peternakan
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh :
AMALIA NUR AINI
H0507018
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
PENGARUH SUBSTITUSI METIONIN DENGAN BETAIN TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh :
AMALIA NUR AINI
H0507018
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul pengaruh substitusi metionin dengan
betain terhadap performan ayam broiler jantan
Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya
skripsi ini telah mendapat bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Dr. Sc. Agr. Adi Ratriyanto, S.Pt., MP, selaku Pembimbing Utama dan
dosen penguji.
4. Bapak Ir. Sudiyono, MS, selaku Pembimbing Pendamping dan dosen penguji.
5. Ibu Ayu Intan Sari, S.Pt., M.Sc, selaku dosen penguji.
6. Bapak, Ibu dosen dan Staff Jurusan Peternakan atas bimbingan serta
dukungannya.
7. Bapak, Ibu beserta Keluargaku yang selalu memberi dukungan, doa dan
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman di Jurusan Peternakan 2007 atas kebersamaan, keceriaan dan
supportnya, serta pihak pihak yang belum disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
semua pihak.
Surakarta, Agustus 2012
commit to user
v
E. Cara Analisis Data ... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
A. Konsumsi Ransum ... 18
B. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 19
C. Konversi Ransum ... 20
D. Rasio Efisiensi Protein (REP) ... 21
V. KESIMPULAN ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Kebutuhan nutrien ayam broiler ... 12
2 Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (BK) ... 12
3 Susunan ransum basal fase starter dan fase finisher (as-fed) ... 12
4 Kandungan nutrien ransum basal fase starter dan fase finisher (%)
dalam BK ... 13
5 Program pemberian vaksin ... 13
6 Konsumsi ransum ayam broiler jantan (g/ekor/hari) ... 18
7 Pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler jantan
(g/ekor/hari) ... 19
8 Konversi ransum ayam broiler jantan (g/ekor/hari). ... 20
commit to user
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Analisis variansi rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan
(g/ekor/hari) ... 27
2 Analisis variansi rerata pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler jantan (g/ekor/hari) ... 28
3 Analisis variansi rerata konversi ransum ayam broiler jantan (g/ekor/hari). ... 30
4 Analisis variansi rerata rasio efisiensi protein (REP) ayam broiler jantan (g/ekor/hari). ... 32
5 Suhu luar dan dalam kandang harian selama penelitian ... 34
6 Lay out kandang penelitian ... 36
commit to user
viii
PENGARUH SUBSTITUSI METIONIN DENGAN BETAIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN
Amalia Nur Aini
H0507018
RINGKASAN
Gugus metil tidak dapat disintesis di dalam tubuh oleh unggas, sehingga
menjadi suatu komponen yang harus dipenuhi di dalam ransum. Aditif pakan
sebagai donor gugus metil yang potensial untuk digunakan dalam ransum ternak
antara lain betain, metionin dan kolin. Ketersediaan gugus metil dari bahan-bahan
tersebut untuk reaksi metilasi tidak setara, sehingga diperlukan aditif pakan yang
secara langsung digunakan sebagai donor gugus metil. Betain mempunyai
keasamaan peran dengan metionin sebagai donor gugus metil, betain berpotensi
untuk menurunkan kebutuhan metionin dalam ransum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi metionin
dengan betain terhadap performan ayam broiler jantan umur 42 hari. Pemeliharaan
ayam dilakukan di Mini Farm Program Studi Peternakan di Desa Jatikuwung,
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, selama 42 hari mulai tanggal
29 Juni sampai 9 Agustus 2011. Materi yang digunakan adalah Day Old Chick
(DOC) ayam broiler jantan sebanyak 160 ekor yang dibagi dalam empat macam
perlakuan dan lima ulangan, setiap ulangan terdiri dari delapan ekor ayam broiler
jantan. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan
Acak Lengkap.
Ransum basal tersusun dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung
ikan, onggok, L-Lysine HCl, DL-Methionine, kalsit, premix, garam dan betain
dalam bentuk betain anhidrous. Pada fase starter digunakan ransum standar yang
mengandung metionin 0,5 persen (P0), ransum rendah metionin (0,375 persen)
yang disubstitusi dengan betain 0,1 persen (P1), 0,2 persen (P2), dan 0,3 persen
(P3). Pada fase finisher digunakan standar yang mengandung metionin 0,39
persen (P0) ransum rendah mationin (0,29 persen) yang disubstitusi dengan betain
commit to user
ix
meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian (PBBH), konversi
ransum dan rasio efisiensi protein (REP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum, konversi ransum
dan REP tidak dipengaruhi oleh perlakuan, Sementara itu PBBH antara kontrol
dengan P1 dan P2 berbeda tidak nyata. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa substitusi betain sebesar 0,1 dan 0,2 persen dalam ransum
dapat menggantikan sebagian metionin berdasarkan performan ayam broiler
jantan.
commit to user
x
EFFECT OF SUBSTITUTION OF METHIONINE WITH BETAINE ON PERFORMANCE TRAITS OF MALE BROILERS
Amalia Nur Aini
H0507018
SUMMARY
Methyl group can not be synthesized by vertebrate animals including
poultry, so it becomes a component that has to be available in the diet. Feed
additives as potential methyl group donor to be use in animal feed, among others,
betaine, methionine and choline. Availability of methyl groups of these materials
for methylation reactions were not equal, so the feed additives that directly used
as a methyl donor was required. Betaine has the role of acidity with methionine as
methyl donor, betaine has the potential to reduce the need for methionine in the
ration.
This study aimed to determine the effect of substitution of methionine with
betaine on performance of male broiler chicken 42 days old. The experiment was
carried out in Mini Farm of the Department of Animal Science at the Village of
Jatikuwung, District of Gondangrejo, Karanganyar regency, for 42 days from June
29 until August 9, 2011. The material used were Day Old Chick (DOC) as much
as 160 male broiler chickens. Thew were divided into four treatments and five
replications, each replication consisted of eight male broiler chicken. The research
was carried out experimentally using Completely Randomized Design.
Basal ration composed of yellow corn, rice bran, soybean meal, fish meal,
onggok, L-Lysine HCl, DL-Methionine, limestone, premix, salt and betaine
(anhydrous betaine). The starter phase used a standard ration containing 0,5
percent methionine (P0), low feed methionine (0,375 percent) sepplemented with
0,1 percent (P1), 0,2 percent (P2), and 0,3 percent betaine ( P3). The finisher
phase used standard containing 0,39 percent methionine (P0), low methionine
feed (0,29 percent) supplemented with 0,1 percent betaine (P1), 0,2 percent (P2),
and 0,3 percent ( P3). The observed variables included feed consumption, average
commit to user
xi
The results showed that feed consumption, feed convertion ratio and
protein efficiency ratio were not affected by treatment. Meanwhile the weight gain
between control and P1 and P2 were not different. Based on these results it can be
concluded that the substitution of betaine of 0,1 and 0,2 percent in the ration can
partially replace methionine on performance of male broiler chicken.
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu aditif pakan yang memegang peranan strategis baik pada
saluran pencernaan maupun pada metabolisme adalah aditif sebagai donor
gugus metil (CH3) (Eklund et al., 2005; Ratriyanto, 2011). Hewan vertebrata
termasuk ayam, gugus metil tidak dapat disintesis di dalam tubuh sehingga
harus menjadi komponen yang harus dipenuhi di dalam ransum (Ratriyanto et
al., 2009). Gugus metil ini dibutuhkan dalam reaksi transmetilasi untuk
membentuk substansi-substansi yang penting dalam pertumbuhan seperti
karnitin, kreatin dan epinefrin (Kidd et al., 1997).
Kebutuhan nutrien pada usaha peternakan intensif sudah diketahui dengan
baik dan semua kebutuhan dapat dipenuhi melalui suplementasi nutrien yang
defisien, yaitu dengan suplementasi aditif pakan. Aditif paka nsebagai donor
gugus metil antara lain metionin, betain dan kolin. Ketersediaan gugus metil
dalam bahan-bahan tersebut untuk reaksi metilasi tidak setara. Sebagian besar
metionin diperlukan untuk sintesis protein, sementara kolin digunakan dalam
pembentukan membran sel dan neurotransmitter (Metzler-Zebeli et al., 2009;
Ratriyanto et al., 2009). Betain (trimetil glisin) dapat digunakan secara
langsung sebagai donor gugus metil, sedangkan metionin harus dikonversi
terlebih dahulu menjadi S-adenosilmetionin (SAM) hingga akhirnya menjadi
homosistein (Pillai et al., 2006; Ratriyanto et al., 2009).
Berdasarkan persamaan peran antara metionin dan betain sebagai donor
gugus metil, maka diharapkan betain dapat menggantikan peran metionin
sebagai donor gugus metil. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan sebuah usaha
untuk menyediakan donor gugus metil dalam ransum ayam broiler untuk
menggantikan peran metionin, yaitu dengan suplementasi ransum
menggunakan betain. Selain itu, secara ekonomis penggunaan betain
untuk menggantikan metionin dapat menghemat biaya ransum, dikarenakan
commit to user
(Rp.50.000/Kg). Pemberian betain ini diharapkan dapat mengahasilkan
performan yang setara dengan metionin serta dapat menghemat biaya ransum.
B. Rumusan Masalah
Kecukupan gugus metil dalam ransum ternak unggas merupakan suatu
hal yang harus diperhatikan. Hal ini karena gugus metil tidak disintetis oleh
hewan vertebrata, termasuk ternak unggas, sehingga gugus metil harus
dipenuhi dari ransum. Donor gugus metil yang potensial antar lain betain,
kolin, metionin dan asam folat. Sebagian besar metionin diperlukan untuk
sintesis protein dan respon imunitas, sedangkan kolin digunakan untuk
pembentukan membran sel dan neurotransmitter. Sementara itu betain dapat
digunakan secara langsung sebagai donor gugus metil.
Betain mempunyai berbagai fungsi baik pada saluran pencernaan
maupun metabolisme. Berdasarkan struktur kimiawinya betain mempunyai
tiga gugus metil (CH3) dan dapat melepaskan gugus metil yang dimilikinya
pada reaksi transmetilasi untuk mensintesis berbagai substansi metabolik
yang penting seperti karnitin, kreatin dan lesitin serta terlibat dalam
metabolisme protein dan energi. Adanya betain sebagai alternatif donor gugus
metil yang diperoleh melalui ransum dapat mengurangi penggunaan donor
gugus metil lainnya seperti metionin.
Metionin merupakan suatu asam amino esensial dengan g1`ugusan
sulfur yang diperlukan tubuh dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan
serta sintesis protein, sehingga suplementasi betain meningkatkan ketersediaan
metionin untuk sintesis protein dan respon imunitas, serta menurunkan
kebutuhan metionin oleh ternak.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi
commit to user D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang
substitusi metionin dengan betain pada usaha ternak ayam broiler sehingga
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Broiler
Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler adalah ayam
yang muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot
tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging baik dan banyak. Strain
Lohmann dari PT Multibreeder Adirama memiliki 3 kriteria standar kualitas
untuk Day Old Chick (DOC) yaitu platinum (berat DOC>37 g), Gold (berat
DOC antara 34-37 g) dan Silver (berat DOC 30-34 g). Bobot badan ayam
pada umur 42 hari mencapai 2,1 kg, dengan pertambahan bobot badan per
hari 64 g (Lohmann, 1999).
Murtidjo (1993) menyatakan bahwa ayam broiler adalah salah satu
strain ayam penghasil daging, ayam ini hasil dari budidaya teknologi yang
mempunyai karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat
sebagai penghasil daging, konversi ransum kecil dan siap dipotong pada usia
relatif muda serta menghasilkan karkas dengan serat lunak.
Rasyaf (1994) menyatakan bahwa ransum merupakan sumber utama
kebutuhan nutrien ayam broiler untuk keperluan hidup pokok dan
produksinya karena tanpa ransum yang sesuai dengan yang dibutuhkan
menyebabkan produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
B. Betain
Betain merupakan bahan alami yang banyak terdapat pada tumbuhan
dan jaringan hewan. Betain terdapat pada inverebrata yang hidup di perairan,
tanaman bit dan gandum (Kidd et al., 1997; Chendrimada et al., 2002).
Sumber utama betain adalah gula bit dan produk sampingnya seperti molase
(Eklund et al., 2005). Sebagai aditif pakan, betain juga terdapat dalam bentuk
yang sudah dimurnikan yaitu betain anhidrous, betain monohidrat dan betain
hidrokhlorid (Eklund et al., 2005). Struktur kimia betain dapat dilihat pada
Gambar 1.
commit to user
Gambar 1. Struktur kimia betain (Eklund et al., 2005).
Berdasarkan struktur kimianya betain mempunyai potensi
meningkatkan status nutrisi pada ternak tanpa mensuplai nutrien secara
langsung, tetapi mengoptimalkan penggunaan nutrien yang ada pada ransum.
Betain mempunyai berbagai peran baik pada saluran pencernaan maupun
metabolisme (Ratriyanto et al., 2009). Pada saluran pencernaan, betain
memiliki fungsi osmotik baik bagi sel epitel maupun mikroflora saluran
pencernaan, sehingga berpotensi meningkatkan kecernaan nutrien (Eklund et
al., 2005, Metzler-Zebeli et al., 2008). Sementara itu, pada tingkat
metabolisme, betain berfungsi sebagai donor gugus metil pada proses
transmetilasi untuk mensistesis karnitin dan kreatin serta terlibat dalam
metabolisme protein dan energi (Eklund et al., 2005). Oleh karena itu
penggunaan betain dapat mengurangi penggunaan donor gugus metil lainnya
seperti metionin dan kolin (Siljander-Rasi et al., 2003).
Ratriyanto et al. (2009) melaporkan bahwa kebutuhan betain bagi
ternak sangat dipengaruhi oleh kandungan donor gugus metil di dalam
ransum dan variasi osmotik didalam saluran pencernaan maupun organ
lainnya. Selanjutnya dinyatakan jika jumlah betain yang dibutuhkan tidak
dapat dicukupi oleh metabolisme, maka suplementasi betain pada ransum
sangat diperlukan untuk menjaga atau meningkatkan kesehatan dan
performan ternak
CH3
CH3
N+
-commit to user C. Metionin
Metionin merupakan asam amino esensial yang metabolitnya digunakan
dalam proses biologis fundamental termasuk deposisi protein dan sintesis
SAM. SAM dapat digunakan pada proses transmetilasi atau dimetabolisasi
menjadi spermidin dan spermin (Finkelstein, 1998). Metioni juga
memberikan sulfur (S) untuk sintesis sistein melalui reaksi dari homosistein
dan serin. Selain itu metionin juga berperan pada imunitas selular dan
humoral, dimana kebutuhan metionin untuk imunitas lebih banyak daripada
untuk pertumbuhan (Metzler-Zebeli et al., 2009)
Fungsi metionin untuk sintesis protein dan pembentukan SAM saling
berkompetisi terhadap metionin yang tersedia. Oleh karena itu adanya donor
gugus metil, atau menyediakan gugus metil yang diperlukan untuk
mengkonversi homosistein menjadi metionin. Akan tetapi potensi betain
untuk menggantikan sebagian metionin pada pakan belum konsisten
(McDevitt et al., 2000; Sun et al., 2008).
Beberapa studi pada unggas menunjukkan bahwa betain mempunyai
efektivitas yang sama dengan metionin berdasarkan parameter pertumbuhan
dan efisiensi pakan ayam broiler (Zhan et al., 2006; Sun et al., 2008) dan itik
fase starter yang diberi ransum defisien metionin (Wang et al., 2004).
Menurut Garcia et al. (1999), ketersediaan betain dibanding metionin sebesar
50-67% pada ayam broiler berdasarkan parameter berat badan dan konversi
ransum.
D. Performan Ayam Broiler
1. Konsumsi ransum
Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila
diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1999). Sedangkan menurut Tillman
et al. (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang
dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi
commit to user
temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum dapat
mempengaruhi konsumsi.
Bagi broiler jumlah konsumsi ransum yang banyak bukanlah
merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari
bahan ransum dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya
performan yang baik (Wahyu, 1991).
Penelitian terdahulu menunjukkansuplementasi betain sebesar 0,28
dan 0,02 persen dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi ransum
ayam broiler (Pillai et al., 2006; Konca et al., 2008). Sementara itu Sun
et al. (2008) menunjukkan bahwa suplementasi betain dapat
menggantikan hingga 25 persen dari total metionin dalam ransum dan
tidak mempengaruhi rata-rata konsumsi ransum harian ayam broiler.
2. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan didefisinikan
sebagai pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang,
jantung, dan semua jaringan tubuh yang lain (Anggorodi, 1979).
Pernyataan ini didukung oleh pernyataan dari Suparno (1994) bahwa
pertumbuhan adalah perubahan berat, bentuk dan komposisi tubuh suatu
makhluk hidup.
Periode pertumbuhan ayam broiler dibagi menjadi dua yaitu
periode starter dan periode finisher. Periode starter pada ayam broiler
dimulai sejak umur 1-21 hari dan periode finisher dimulai sejak umur 21
hari sampai panen (Rasyaf, 1996). Ayam broiler mengalami
pertumbuhan yang berlangsung cepat pada periode starter yang
kemudian pertumbuhan akan berlangsung melambat dan terjadi karena
penimbunan lemak tubuh (Wahju, 1997).
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa bertambahnya
suplementasi betain dengan taraf 0,05 persen menjadi 0,08 persen pada
commit to user
pertambahan bobot badan (El-Huseiny et al., 2007). Begitu juga dengan
suplementasi betain 0,07 persen atau 0,05 persen metionin (Attia et al.,
2005) dan 0,23 persen (Honarbakhsh et al., 2007).
3. Konversi Ransum
Konversi ransum mempunyai arti dan nilai ekonomis yang
menentukan bagi kepentingan usaha karena merupakan perbandingan
antara ransum yang dihabiskan dan pertambahan bobot badan yang
dihasilkan. Makin kecil angka konversi yang dihasilkan berarti semakin
baik. Konversi ransum perlu diperhatikan karena erat hubungannya
dengan biaya produksi karena dengan bertambah besarnya konversi
ransum berarti biaya produksi pada setiap satuan bobot badan akan
bertambah besar (Yunilas, 2005). Konversi ransum yang baik bernilai
kurang dari 2 (Blakely dan Blade, 1994).
Menurut Tillman et al. (1991) semakin banyak ransum yang
dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin
buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan
oleh berbagai faktor diantaranya mutu ransum, temperatur, lingkungan
dan tujuan pemeliharannya serta genetik.
Suplementasi betain 0,07 persen atau 0,05 persen metionin pada
ayam tipe pertumbuhan lambat dapat memperbaiki konversi ransum
dibandingkan dengan ransum basal yang defisien metionin. Pada
penelitian tersebut, aras metionin dapat diturunkan dari 0,42 menjadi
0,37 persen atau bahkan 0,32 persen dengan syarat ransumnya
disuplementasi betain (Attia et al., 2005). Sebaliknya menurut Konca et
al. (2008) pada ransum yang cukup metionin dengan suplementasi betain
sebesar 0,02 persen dalam ransum tidak mempengaruhi konversi ransum
ayam broiler.
4. Rasio Efisiensi Protein (REP)
Rasio Efisiensi Protein (REP) merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui kualitas protein yang diartikan sebagai pertambahan
commit to user
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lama waktu percobaan, dan kadar
protein ransum (Wahju, 1997). Dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin
bertambahnya umur akan menurunkan nilai REP karena konsumsi
ransum meningkat tetapi pertambahan bobot badan relatif tetap, sehingga
efisiensi protein menurun.
Pertambahan bobot badan ayam pedaging yang dihasilkan
merupakan gambaran kualitas ransum yang diberikan, prestasi tersebut
dapat digambarkan dengan meneliti imbangan efisiensi protein, yang
diukur melalui pertambahan bobot badan dan konsumsi protein.
Suplementasi metionin sintetis sebanyak 0,08 persen dan 0,12 persen
pada ransum menyebabkan nilai efisiensi penggunaan protein pada ayam
pedaging lebih tinggi daripada tanpa suplementasi metionin dan
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Mini Farm Program Studi Peternakan di
Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Analisis
proksimat dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pemeliharaan ternak ini
dilakukan selama 42 hari mulai tanggal 29 Juni 2011 sampai 9 Agustus 2011.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Ternak
Penelitian ini menggunakan 160 ekor Day Old Chick (DOC) ayam
broiler jantan strain New Lohmann (MB 202) grade Platinum yang
diproduksi PT. Multibreeder Adirama Indonesia Tbk. Rerata bobot DOC
45,17±6,32 g dan rerata bobot badan awal perlakuan adalah 146,07±2,37 g
dengan Coefficient of Variation (CV = 1,63%). Ayam broiler dibagi
menjadi empat perlakuan dan lima ulangan.
2. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari jagung
kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, onggok, L-Lysine HCl,
DL-Methionine, kalsit, premix, garam dapur (NaCl) dan betain dalam bentuk
betain anhidrous. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum dan
susunan ransum basal yang digunakan pada periode pemeliharaan fase
starter dan finisher dapat disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
commit to user Tabel 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler
No Nutrien Starter
commit to user
Tabel 4. Kandungan nutrien ransum basal rendah metionin fase starter dan finisher dalam BK
No Kandungan Nutrien Starter (%) Finisher (%) 1. Sumber: Hasil Perhitungan Berdasarkan Kandungan Bahan Ransum Tabel 2 dan Tabel 3
3. Vaksin dan Vitamin
Vaksin yang diberikan adalah ND B1, Gumboro dan ND La Sota dan
pemberian multivitamin yang diantaranya adalah Vita Stress dan Fortevit
produksi PT. Medion Bandung yang diberikan melalui air minum.
Program pemberian vaksin selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5
sebagai berikut:
Tabel 5. Program Pemberian Vaksin
No Vaksin Umur (hari) Cara Pemberian
1 ND B1 4 Melalui tetes mata
2 Gumboro 9 Air minum
3 ND La Sota 14 Air minum
4. Kandang dan peralatannya
Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang litter dengan ukuran
(1,0 x 0,8 x 0,5) m3. Bahan untuk sekat tiap kandang dari bambu dan untuk
litter dari sekam dengan ketebalan 5 cm dari alas kandang.
Peralatan kandang yang digunakan adalah :
a. Tempat ransum
Tempat ransum yang digunakan tempat ransum gantung terbuat
dari bahan plastik sebanyak 20 buah yang ditempatkan 1 buah pada
setiap petak kandang.
b. Tempat minum
Tempat minum yang digunakan tempat minum gantung terbuat
dari bahan plastik sebanyak 20 buah yang ditempatkan 1 buah pada
commit to user c. Termometer
Termometer yang digunakan adalah termometer ruang untuk
mengetahui suhu ruang kandang.
d. Lampu pijar
Lampu pijar yang digunakan adalah lampu pijar 25 watt
sebanyak 20 buah yang ditempatkan 1 buah untuk setiap petak
kandang dan cukup memberikan kehangatan yang merata.
e. Timbangan
Timbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
timbangan digital merk Camry EK 3651-05 kapasitas 5 kg dengan
kepekaan 1 gram untuk menimbang ransum dan ayam broiler,
timbangan digital AND kepekaan 0,001 gram untuk menimbang betain
dan merk Tanita kapasitas 2 kg dengan kepekaan 1 gram digunakan
untuk menimbang DOC.
C. Persiapan Penelitian
1. Persiapan kandang
Kegiatan yang dilakukan sebelum proses pemeliharaan adalah
pencucian lantai kandang, pengapuran lantai dan dinding kandang. Tempat
ransum dan tempat minum dicuci kemudian direndam dalam larutan
antiseptik dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Dinding kandang,
lantai, dan kandang petak didesinfeksi dengan Rodalon yang berdosis 1,5
ml Rodalon per liter air sebelum digunakan. Desinfeksi bertujuan untuk
menjaga sanitasi kandang dari mikrobia patogen. Sekam sebagai litter juga
didesinfeksi. Kandang brooder disiapkan untuk memelihara DOC sampai
umur satu minggu sebelum diberikan ransum perlakuan.
2. Persiapan ayam
Ayam sebanyak 160 ekor dibagi menjadi empat kelompok
perlakuan, tiap perlakuan terdiri dari lima ulangan, dan setiap ulangan
terdiri dari delapan ekor ayam. DOC yang baru datang diberi minum air
commit to user 3. Penentuan petak kandang
Penentuan petak kandang dilakukan untuk menentukan petak
perlakuan yaitu dengan cara acak pengundian. Ayam broiler yang berumur
satu minggu ditimbang beratnya. Ayam broiler diambil secara acak
kemudian dimasukkan ke dalam petak kandang perlakuan.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Macam Perlakuan
Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan empat perlakuan (P0, P1, P2 dan P3), masing–masing
perlakuan diulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari delapan ekor
ayam broiler. Sebanyak 25 persen dari kebutuhan metionin (0,125 persen
pada fase starter dan 0,10 persen pada fase finisher) disubstitusi dengan
beberapa level betain, sehingga metionin pada ransum perlakuan diberikan
sejumlah 75 persen dari kontrol. Adapun perlakuannya adalah sebagai
berikut :
Ransum perlakuan fase starter :
P0 : Ransum kontrol (0,5% metionin)
P1 : Ransum rendah metionin (0,375%) + 0,1% betain
P2 : Ransum rendah metionin (0,375%) + 0,2% betain
P3 : Ransum rendah metionin (0,375%) + 0,3% betain
Ransum perlakuan fase finisher:
P0 : Ransum kontrol (0,39% metionin)
P1 : Ransum rendah metionin (0,29%) + 0,1% betain
P2 : Ransum rendah metionin (0,29%) + 0,2% betain
P3 : Ransum rendah metionin (0,29%) + 0,3% betain
2. Pemberian ransum dan minum
Penelitian dilaksanakan selama 42 hari. Pada umur 1 sampai 7 hari,
ayam diberi ransum kontrol dan mulai umur 8 hari diberikan ransum
commit to user 3. Peubah penelitian
Peubah yang diamati adalah :
a. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah
ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum selama penelitian
yang dinyatakan dengan g/ekor/hari (Rasyaf, 1994).
Konsumsi ransum = ransum yang diberikan – sisa ransum
b. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan harian merupakan selisih bobot badan
awal dan bobot akhir selama penelitian yang dinyatakan dalam g/ekor
(Rasyaf, 1994).
÷eeu= eRȖRϜ a im− ȖRȖRϜ a a (/ Rm)
a Ϝt( ami)
c. Konversi ransum
Konversi ransum menurut Rasyaf (1994) yaitu dengan cara
membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot
badan selama penelitian.
Rls m imal t = al t alŶi Rl t (i/ Rm)
÷ee(/ Rm)
d. Ratio Efisiensi Protein (REP)
REP diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot
badan dibagi dengan konsumsi protein selama penelitian. Konsumsi
protein diperoleh dengan jalan persentase kandungan protein (dari hasil
analisis proksimat) dikalikan dengan konsumsi bahan keringnya
(Wahju, 2004).
E÷= ÷ mϜa Ȗa alȖRȖRϜ ȖaŶal
commit to user E. Cara Analisis Data
Semua data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis
menggunakan analisis variansi berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati.
Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai tengah
α
i = pengaruh suplementasi betain ke-iε
ij = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-jApabila hasil analisis data ditemukan adanya pengaruh maka
commit to user
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konsumsi Ransum
Rata-rata konsumsi ransum ayam broiler jantan yang diberi ransum
dengan substitusi betain pada P0 sampai P3 berturut-turut 0,1; 0,2 dan 0,3
persen selama penelitian ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Konsumsi ransum ayam broiler jantan yang mendapat substitusi betain (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
P0 143,45 135,56 137,46 144,35 139,36 140,04 P1 144,82 138,22 131,50 144,27 140,10 139,78 P2 140,29 141,34 142,12 139,85 140,87 140,89 P3 140,74 145,81 146,38 146,25 126,86 141,21
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa substitusi metionin dengan
betain tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan
bahwa substitusi metionin dengan betain dalam ransum dapat menghasilkan
konsumsi ransum yang setara dengan ransum perlakuan P0 yang mengandung
cukup metionin. Hal ini sesuai dengan Konca et al. (2008) dan Pillai et al.
(2006) yang melaporkan bahwa pada ransum yang cukup metionin dengan
suplementasi betain sampai 0,28 persen dalam ransum tidak mempengaruhi
konsumsi ransum ayam broiler.
Nutrien dalam ransum dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan hidup
pokok dan untuk keperluan produksi ternak (Tilman et al., 1998). Pendapat
tersebut diperkuat oleh Wahju (1997), bahwa selain konsumsi energi,
kecepatan pertumbuhan kesehatan, nutrien dan bentuk ransum terdapat faktor
lain yang mempengaruhi konsumsi ransum, yaitu faktor genetik. Ternak akan
mencapai performan yang optimum sesuai dengan genetiknya jika kebutuhan
commit to user B. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler jantan yang
mendapat substitusi betain pada P0 sampai P3 berturut-turut 0,1; 0,2 dan 0,3
persen ditunjukkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Pertambahan bobot badan ayam broiler jantan yang mendapat substitusi betain (g/ekor/hari).
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
Rata-rata yang diikuti superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa substitusi metionin
dengan betain berpengaruh (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan
harian. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 dan P2
menghasilkan pertambahan bobot badan yang setara dengan P0. Oleh karena
itu hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa betain dapat menghasilkan
performan yang setara dengan metionin dan juga sesuai dengan penelitian
Sun et al. (2008).
Perlakuan P0 menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan P3 menunjukkan bahwa pemberian betain pada
level yang tinggi menurunkan PBB. Betain sebagai donor gugus metil
memerlukan akseptor yang dapat menangkap gugus metil dari betain.
Rendahnya performan pertumbuhan yang disuplementasi betain 0,3 persen
diduga karena jumlah akseptor gugus metil lebih sedikit dibandingkan dengan
banyaknya donor gugus metil (Ratriyanto et al., 2009), sehingga harus
diekskresikan. Sementara itu betain merupakan senyawa yang mengandung N
sehingga memerlukan energi untuk mengekskresikannya. Oleh karena itu
tingginya suplementasi betain akan menyebabkan semakin banyak energi
yang digunakan untuk mengekskresikan betain dan berkurangnya energi yang
digunakan untuk pertumbuhan (Eklund et al., 2005). El-Huseiny et al. (2007)
commit to user
persen menjadi 0,08 persen pada ransum yang mengandung 0,33 persen
metionin dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Begitu juga dengan
suplementasi betain 0,07 persen atau 0,05 persen metionin (Attia, 2005) dan
0,23 persen (Honarbakhsh, 2007).
C. Konversi Ransum
Nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi dalam
penggunaan ransum, jika semakin tinggi nilai konversi menunjukkan bahwa
ransum yang digunakan kurang baik. Konversi ransum merupakan
perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot
badan yang dihasilkan. Nilai rataan konversi ransum ayam broiler jantan yang
mendapat substitusi betain pada P0 sampai P3 berturut-turut 0,1; 0,2 dan 0,3
persen ditunjukkan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Konversi ransum ayam broiler jantan yang mendapat substitusi betain (g/ekor/hari).
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
P0 2,47 2,33 2,19 2,32 2,12 2,29
P1 2,34 2,33 2,49 2,69 2,42 2,45
P2 2,42 2,38 2,70 2,40 2,54 2,49
P3 2,82 2,54 2,78 2,90 2,11 2,63
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa substitusi metionin
dengan betain tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Hal ini
menunjukkan bahwa substitusi metionin dengan betain dalam ransum dapat
menghasilkan konversi ransum yang setara dengan ransum perlakuan P0 yang
mengandung cukup metionin. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa betain
memiliki efektivitas yang setara dengan metionin berdasarkan konversi
ransum.
Penelitian ini sejalan untuk ransum yang cukup metionin dengan
suplementasi betain sebesar 0,02 persen dalam ransum tidak mempengaruhi
konversi ransum ayam broiler (Konca et al., 2008). Namun, Wang et al.
(2004) menunjukkan bahwa betain meningkatkan konversi ransum itik yang
commit to user
Menurut Yunilas (2005) makin kecil angka konversi yang dihasilkan
berarti semakin baik. Konversi ransum perlu diperhatikan karena erat
hubungannya dengan biaya produksi karena dengan bertambah besarnya
konversi ransum berarti biaya produksi pada setiap satuan bobot badan akan
bertambah besar.
D. Rasio Efisiensi Protein (REP)
Rasio efisiensi protein ayam broiler jantan dari hasil penelitian, pada
masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rasio efisiensi protein ayam broiler jantan yang mendapat substitusi betain (g/ekor/hari).
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
P0 1,96 2,07 2,20 2,07 2,28 2,12
P1 2,07 2,08 1,94 1,80 1,99 1,97
P2 2,00 1,94 1,79 2,01 1,90 1,93
P3 1,72 1,91 1,74 1,68 2,28 1,86
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa substitusi metionin dengan
betain tidak berpengaruh terhadap rasio efisiensi protein. Hal ini
menunjukkan bahwa substitusi metionin dengan betain dalam ransum dapat
menghasilkan rasio efisiensi protein yang setara dengan ransum perlakuan P0
yang mengandung cukup metionin. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
betain memiliki efektivitas yang setara dengan metionin berdasarkan rasio
efisiensi protein.
Menurut Aisjah et al. (2007) pertambahan bobot badan ayam pedaging
yang dihasilkan merupakan gambaran kualitas ransum yang diberikan.
Prestasi tersebut dapat digambarkan dengan meneliti imbangan efisiensi
protein, yang diukur melalui pertambahan bobot badan dan konsumsi protein.
Nilai REP dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lama waktu percobaan, dan
kadar protein ransum. Dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin bertambahnya
umur akan menurunkan nilai REP karena konsumsi ransum meningkat tetapi
pertambahan bobot badan relatif tetap, sehingga efisiensi protein menurun
commit to user V. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
substitusi betain sebesar 0,1 dan 0,2 persen dalam ransum dapat menggantikan
sebagian metionin berdasarkan performan ayam broiler jantan.