commit to user
PENERAPAN MODEL AUTOREGRESI SIMULTAN
PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH
oleh
AGATHA KUMALA AJI YUANDA
M0108026
SKRIPSI
ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Sains Matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ABSTRAK
Agatha Kumala Aji Yuanda, 2012. PENERAPAN MODEL AUTORE-GRESI SIMULTAN PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.
Model autoregresi simultan (SAR) merupakan model yang variabel bebas dan terikatnya mengikuti proses autoregresif. Proses autoregresif ditunjukkan dengan adanya hubungan ketergantungan antar sekumpulan lokasi. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan variabel bebas dan terikat diamati secara simult-an. Model SAR dapat digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi linear. Estimasi parameter model regresi linear biasanya menggunakanordinary least square (OLS), sedangkan modelSAR menggunakan
generalized least square (GLS) dengan menerapkan dekomposisi Cholesky pada matriks variansi-kovariansi.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model SAR pada kasus jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Jawa Tengah. Sebanyak 33 kabupaten/kota dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah merupakan daerah endemis DBD. Data dianalisis menggunakan model regresi dan model SAR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SAR tepat diterapkan dalam kasus DBD di Jawa Tengah tahun 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi jum-lah penderita DBD di Jawa Tengah adajum-lah kepadatan penduduk, persentase sam-pah terangkut, jumlah puskesmas, jumlah apotek, dan adanya efek spasial di an-tara daerah yang bersinggungan.
commit to user
ABSTRACT
Agatha Kumala Aji Yuanda, 2012. THE APPLICATION OFSIMULTANEOUS
AUTOREGRESSIVE MODEL IN CASE OFDENGUE HEMORRHAGIC FEVER
IN CENTRAL JAVA. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Ma-ret University.
A simultaneous autoregressive (SAR) model is a model which the indepen-dent and depenindepen-dent variables follow the autoregressive process. Autoregressive process could be indicated by the dependency relationships among a set of loca-tions. The relationship is shown by independent and dependent variable observed simultaneously. This model can be used to solve the heteroscedasticity problem in linear regression models. Parameter estimation of linear regression model usu-ally uses ordinary least square (OLS), while the SAR model uses generalized least square (GLS) by Cholesky decomposition application of the variance-covariance matrix.
The aim of this research is to apply the SAR model in the case of the disease dengue hemorrhagic fever (DHF) in Central Java. A total of 33 regencies/cities of 35 regencies/cities in Central Java is a dengue endemic area. Data were analyzed by a regression and SAR model.
The results showed that SAR model appropriate to dengue fever case in Central Java in 2010. The affect factors are the population density, percentage of waste transported, the number of public health center, the number of pharmacy, and the existence of spatial effect in the contiguous area.
commit to user
MOTO
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk
Bapak, ibu, dan adikku Gabriel Angga Aji Buwana,
commit to user
KATA PENGANTAR
Semoga damai dan berkat Tuhan kita Yesus Kristus selalu beserta kita.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada Bapak Irwan
Susanto, DEA selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Supriyadi Wibowo, M.Si
selaku Dosen Pembimbing II atas kesabarannya membimbing dan memotivasi
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
Daftar Isi
JUDUL . . . i
PENGESAHAN . . . iii
ABSTRAK . . . iii
ABSTRACT . . . iv
MOTO . . . v
PERSEMBAHAN . . . vi
KATA PENGANTAR . . . vii
DAFTAR ISI . . . . ix
DAFTAR TABEL . . . . x
DAFTAR GAMBAR . . . . xi
I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah . . . 1
1.2 Perumusan Masalah . . . 3
1.3 Batasan Masalah . . . 3
1.4 Tujuan Penelitian . . . 3
1.5 Manfaat Penelitian . . . 4
II LANDASAN TEORI 5 2.1 Tinjauan Pustaka . . . 5
2.2 Landasan Teori . . . 6
2.2.1 Demam Berdarah . . . 6
2.2.2 Model Regresi . . . 6
commit to user
2.2.4 Koefisien Determinasi . . . 11
2.2.5 Metode Regresi Bertahap . . . 11
2.2.6 MetodeGeneralized Least Squares (GLS) . . . 11
2.2.7 Autokorelasi Spasial . . . 12
2.2.8 Matriks Pembobot Spasial . . . 13
2.2.9 Indeks Moran . . . 15
2.2.10 Model Autoregresi Simultan (SAR) . . . 17
2.2.11 Estimasi Parameter Model SAR . . . 18
2.2.12 Definisi Umum Koefisien Determinasi Nagelkerke . . . 19
2.3 Kerangka Pemikiran . . . 19
III METODE PENELITIAN 21 IV PEMBAHASAN 23 4.1 Deskripsi Umum Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 23
4.2 Model Regresi Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 24
4.3 Model SAR Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 28
V PENUTUP 35 5.1 Kesimpulan . . . 35
5.2 Saran . . . 35
DAFTAR PUSTAKA 36
commit to user
Daftar Tabel
4.1 Nilai estimasi parameter dan nilai t model regresi . . . 25
4.2 Hasil uji multikolinearitas . . . 27
commit to user
Daftar Gambar
2.1 Contoh autokorelasi spasial positif . . . 13
2.2 Contoh autokorelasi spasial negatif . . . 13
2.3 Contoh tidak ada autokorelasi spasial . . . 13
2.4 Ilustrasi daerah . . . 14
4.1 Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah . . . 23
commit to user
commit to user
Bab I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Penyakit demam berdarahdengue (DBD) masih merupakan salah satu ma-salah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderitanya
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. World Health Orga-nization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Kesehatan RI [4]). Penyakit demam
berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dengan perantara nyamuk Aedes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan
la-ut. Penyakit DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Penyakit
ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953. Sedangkan di Indonesia
pertama ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta.
Menurut McMichael [7], perubahan iklim menyebabkan perubahan curah
hujan, suhu, kelembaban, dan arah udara sehingga berpengaruh terhadap
kese-hatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Ae-des, malaria, dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Masa-lah ini semakin kompleks dengan faktor pertambahan jumMasa-lah penduduk dan
fak-tor peningkatan mobilitas penduduk yang menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan luas. Hal ini terlihat dengan angka insiden (AI)/incident rate (IR) DBD yang terus meningkat dari tahun 1968 hingga tahun 2010.
Indonesia merupakan salah satu negara endemik DBD yang setiap tahun
selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) di berbagai kota dan setiap 5 tahun
commit to user
tahun 2004 dan kembali lagi terjadi KLB di 11 provinsi di Indonesia pada awal
tahun 2007. Angka kematian (AK)/case fatality rate (CFR) pada tahun-tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi. Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2010 memiliki CFR sebesar 1,29% sehingga masih berada di atas standar
CFR nasional yaitu kurang dari 1%. Dinas Kesehatan Jawa Tengah juga telah menetapkan 33 kabupaten/kota dari 35 daerah yang ada di Jawa Tengah sebagai
daerah endemis DBD. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan
selama 2010 terdapat 20.082 kasus DBD di Jawa Tengah dengan pasien yang
meninggal dunia sebanyak 260 orang (Kementerian Kesehatan RI [4]).
Suatu analisis model regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang
mem-pengaruhi kasus DBD merupakan hal penting dalam upaya mengatasi tingginya
kasus DBD yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Dalam analisis regresi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kasus DBD disebut variabel bebas dan kasus DBD
disebut variabel terikat. Hukum I Geografi dalam Lee dan Wong [6] menyatakan
bahwa segala sesuatu saling berhubungan dengan yang lainnya dan sesuatu yang
berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan segala sesuatu yang
berjauhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kasus DBD juga tergantung pada
kondisi wilayah masing-masing. Kondisi suatu wilayah secara umum berkaitan
dengan kondisi di wilayah lain, terutama wilayah yang berdekatan sesuai dengan
Hukum I Geografi. Pola seperti ini dikenal dengan hubungan spasial. Oleh
karena itu, diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial
antar wilayah ke dalam model yang disebut dengan model regresi spasial.
Model autoregresi simultan (SAR) merupakan salah satu model regresi spa-sial. ModelSARmerupakan model regresi linear dengan penambahan komponen autoregresif baik pada variabel bebas maupun terikatnya (Tognelli dan Kelt [19]).
Menurut Meilisa [8], model SAR mengamati variabel terikat pada satu daerah dengan daerah lainnya secara simultan . Kebanyakan model regresi spasial hanya
memasukkan hubungan spasial antar wilayah pada variabel terikat. Namun,
commit to user
variasi spasial dan telah diterapkan dalam berbagai bidang seperti demografi,
ekonomi, dan geografi (Oliveira dan Song [10]). Dalam penelitian ini, model
SAR akan diterapkan dalam bidang kesehatan khususnya dalam kasus DBD di Provinsi Jawa Tengah.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasa-lahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah
1. bagaimana model autoregresi simultan pada kasus demam berdarah di Jawa
Tengah?
2. faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kasus demam berdarah di Jawa
Tengah?
1.3
Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah dalam penelitian ini agar tidak meluas yaitu
data yang digunakan adalah data kasus demam berdarah di Jawa Tengah pada
tahun 2010. Selain itu, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks
pembobot spasial persinggungan Queen.
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah
1. menentukan model autoregresi simultan pada kasus demam berdarah di
Jawa Tengah,
2. menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah di
commit to user
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat lebih memahami
model autoregresi simultan kasus demam berdarah di Jawa Tengah sebagai
perlu-asan aplikasi ilmu statistik dalam bidang kesehatan. Selain itu, diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengambil
commit to user
Bab II
LANDASAN TEORI
Landasan teori ini terdiri dari tiga subbab yaitu tinjauan pustaka, landasan teori,
dan kerangka pemikiran.
2.1
Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang analisis spasial pada kasus demam berdarah telah
ba-nyak dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Puspitasari dan
Su-santo [12]. Puspitasari dan SuSu-santo [12] melakukan analisis spasial kasus demam
berdarah di Sukoharjo dengan menggunakan indeks Moran. Dalam penelitian
tersebut disarankan untuk memasukkan beberapa variabel guna mengetahui
fak-tor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya demam berdarah. Sari [15]
telah meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
penya-kit demam berdarah. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut adalah
kepadat-an penduduk, mobilitas penduduk, kepadatkepadat-an rumah, kelayakkepadat-an skepadat-anitasi rumah,
tingkat pendidikan, penghasilan, mata pencaharian, sikap hidup, golongan umur,
kebersihan lingkungan, dan tersedianya sarana pelayanan kesehatan.
Penelitian pemodelan spasial sebelumnya hanya menggunakan pengaruh
spasial dari variabel terikat, sedangkan pengaruh spasial pada variabel bebas
belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemodelan spasial
dengan pendekatan area dan menggunakan pengaruh spasial baik dari variabel
terikat maupun bebas. Model yang digunakan adalah model SAR. Model SAR
telah digunakan sebelumnya oleh Tognelli dan Kelt [19] untuk analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman spesies mamalia di Amerika Selatan.
commit to user
penelitian ini adalah model SAR diindikasikan lebih cocok digunakan daripada model OLS dan CAR.
2.2
Landasan Teori
Beberapa hal yang mendasari penelitian ini adalah definisi penyakit demam
berdarah, model regresi, pengujian hipotesis signifikansi parameter, metode
re-gresi bertahap, koefisien determinasi, metode generalized least squares (GLS), autokorelasi spasial, matriks pembobot spasial, indeks Moran, model
autoregre-si autoregre-simultan, estimaautoregre-si parameter model autoregreautoregre-si autoregre-simultan, dan definiautoregre-si umum
koefisien determinasi Nagelkerke.
2.2.1
Demam Berdarah
Demam berdarahdengue (DBD) adalah penyakit infeksi virusdengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae yang berukuran sangat kecil yaitu 35-45 nm. Terdapat 4 serotif yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.
Keempat serotif ditemukan di Indonesia dengan DEN 3 merupakan serotif yang
terbanyak dan dominan menyebabkan kasus yang berat (Sudoyo [18]).
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
me-nimbulkan kejadian luar biasa (KLB)/ wabah. Penularan penyakit DBD terjadi
melalui perantara gigitan nyamukAedes aegypti. Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi (38-40◦C) secara mendadak selama 2-7 hari, sakit kepala, rasa
sa-kit pada otot, bintik-bintik merah pada kulit, pendarahan pada hidung dan gusi,
mudah timbul memar pada kulit, shock yang ditandai dengan rasa sakit pada perut, muntah, dan rasa dingin yang tinggi (Sudoyo [18]).
2.2.2
Model Regresi
Menurut Sembiring [16], regresi digunakan untuk mempelajari pola dan
commit to user
dengan yi adalah variabel terikat ke-i, β0 merupakan konstanta, xip merupakan
nilai variabel bebas ke-ppada pengamatan ke-i,βp adalah parameter regresi ke-p,
dan εi adalah eror yang berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variansi
σ2 atau dituliskanε
i ∼N(0, σ2).
Apabila model (2.1) dituliskan dalam bentuk matriks menjadi
y=Xβ+ε, (2.2)
dengany adalah vektor variabel terikat berukurann×1,X adalah matriks
varia-bel bebas berukurann×(q+ 1),β adalah vektor parameter berukuran (q+ 1)×1
dan εadalah vektor eror berukuran n×1 dengan elemen-elemennya
berdistribu-si normal dengan rata-rata nol dan varianberdistribu-si σ2I dengan I menyatakan matriks
identitas.
Salah satu metode estimasi parameter untuk regresi linear adalahOrdinary Least Squares (OLS). Konsep dari metode OLS adalah menaksir parameter re-gresi dengan meminimumkan jumlah kuadrat eror yang dituliskan sebagai
S(β) =εTε= (y−Xβ)T(y−Xβ)
=yTy−βTXTy−yTXβ+βTXTXβ
=yTy−2βTXTy+βTXTXβ.
(2.3)
Estimasi parameter dengan metodeOLS diperoleh dengan menurunkan per-samaan (2.3) secara parsial terhadapβdan menyamakannya dengan nol sehingga
diperoleh
XTXβ =XTy
ˆ
β = (XTX)−1XTy.
Dalam model regresi terdapat 3 asumsi yang harus dipenuhi.
1. Normalitas
commit to user
berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variansi konstan. Asumsi
ke-normalan dapat diketahui dengan uji Smirnov. Uji
Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
(a) mengurutkan nilai εi dari yang terkecil sampai yang terbesar dan
menghitung Fn(εi) yaitu distribusi frekuensi kumulatif pengamatan
berdasarkan banyak sampel,
(b) transformasi nilai εi menjadi zi dengan zi = (ε i−ε)
s dimana ε dan s
adalah rata-rata dan standar deviasi dari nilaiεi,
(c) menentukan fungsi distribusi frekuensi kumulatif relatif zi di bawah
H0 yaitu F0(εi),
(d) menghitung |Fn(εi)−F0(εi)| dan nilai statistik Kolmogorov-Smirnov
D=M aks|Fn(εi)−F0(εi)|,
(e) membandingkan nilai statistik D dengan Dtabel = D(α;n) dengan α
adalah tingkat signifikansi. Apabila D > Dtabel, maka eror tidak
ber-distribusi normal.
2. Non-multikolinearitas atau tidak terdapat hubungan linear yang kuat
di-antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Salah satu
cara untuk mendeteksi gejala multikolinearitas adalah dengan menghitung
nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance
kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10, maka hal tersebut menunjuk-kan bahwa terdapat multikolinearitas di antara variabel bebasnya (Gujarati
[3]). Rumus untuk Tolerance dan VIF yaitu T olerance= 1−R2,
dan
V IF = 1
T olerance.
3. Homoskedastisitas yaitu eror mempunyai variansi yang sama untuk setiap
pengamatan, V ar(εi) = σ2 untuk semua i. Homoskedastisitas dapat
commit to user
(a) melakukan regresi dan menghitung ε dan nilai estimasiy (ˆy),
(b) mengkuadratkan kedua variabel baru tersebut dan melakukan regresi
denganε2 sebagai variabel terikat dan ˆy2 sebagai variabel bebas,
(c) menghitung R2 dari model regresi tersebut dan mengkalikan dengan
jumlah pengamatan sehingga diperolehW =n×R2 denganW adalah
nilai statistik uji White. Untuk membedakan nilai R2 pada model regresi, nilaiR2 untuk ujiWhite ditulis dengan R2
ε,
(d) membandingkan hasil tersebut dengan tabel Chi-Square dengan dera-jat bebas satu. Jika nilai W hite < χ2
(α;1), maka asumsi
homoskedasti-sitas dipenuhi.
2.2.3
Pengujian Hipotesis Signifikansi Parameter
Pengujian hipotesis untuk signifikansi parameter dapat dilakukan dengan
uji t, uji F, maupun uji Wald. Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi
vari-abel terikat. Sedangkan uji F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel terikat.
Pengujian signifikansi parameter dengan ujiF adalah (Sembiring [16])
1. H0 : β1, β2, . . . , βq = 0 (semua parameter regresi tidak signifikan
berpenga-ruh dalam model)
H1 : Minimal ada satuβp ̸= 0 (paling tidak terdapat satu parameter regresi
yang signifikan berpengaruh dalam model),
commit to user
denganRKRmenyatakan rata-rata kuadrat regresi,RKS menyatakan rata-rata
kuadrat eror, JKR menyatakan jumlah kuadrat regresi, dan JKS menyatakan
jumlah kuadrat eror.
Pengujian signifikansi parameter dengan ujit adalah (Sembiring [16])
1. H0 : βp = 0 (Parameter ke-p tidak signifikan berpengaruh dalam model)
H1 : βp ̸= 0 (Parameter ke-p signifikan berpengaruh dalam model),
2. tingkat signifikansi (α),
dengan ˆβp menyatakan estimasi parameter ke-p dan s( ˆβp) menyatakan standar
deviasi estimasi parameter ke-p.
Pengujian signifikansi parameter dengan ujiWald adalah (Anselin [1]) 1. H0 : βp = 0 (Parameter ke-p tidak signifikan berpengaruh dalam model)
H1 : βp ̸= 0 (Parameter ke-p signifikan berpengaruh dalam model),
2. tingkat signifikansi (α),
dengan ˆβp menyatakan estimasi parameter ke-pdanvar( ˆβp) menyatakan variansi
commit to user
2.2.4
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) merupakan besaran yang dapat menunjukkan
variansi dalam variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam
model regresi. Menurut Sembiring [16], koefisien determinasi biasanya dinyatakan
dalam bentuk persen dan dirumuskan sebagai
R2 =
dengan ˆyi adalah nilai estimasi dari variabel terikat ypada pengamatan ke-idan
¯
y adalah nilai rata-rata dari variabel terikat y.
Koefisien determinasi merupakan besaran non negatif dan besarnya
koefi-sien determinasi adalah 0 ≤R2 ≤1. Nilai R2 makin mendekati 1 berarti makin
baik kecocokan model dengan data, tetapi sebaliknya jika R2 makin mendekati
nol berarti makin kurang baik kecocokan model dengan datanya.
2.2.5
Metode Regresi Bertahap
Menurut Sembiring [16], metode regresi bertahap merupakan suatu metode
untuk pemilihan model regresi terbaik. Metode bertahap merupakan gabungan
dari metode seleksi maju dan metode penyisihan yang diterapkan bergantian.
Metode regresi bertahap dilakukan dengan memasukkan variabel bebas
sa-tu per sasa-tu dimulai dari variabel yang memiliki korelasi terkuat terhadap variabel
terikat. Selanjutnya, variabel bebas yang masuk adalah variabel yang memiliki
korelasi terkuat terhadap variabel terikat dengan dikontrol variabel bebas yang
telah masuk. Dalam setiap tahap pemasukan variabel dievaluasi nilai uji F dan
R2 untuk mengoreksi apakah model yang dibangun baik atau tidak. Tahap
se-lanjutnya adalah menggunakan metode seleksi mundur, yaitu mengoreksi apakah
variabel bebas yang telah masuk perlu dipertahankan dalam model.
2.2.6
Metode
Generalized Least Squares
(GLS
)
commit to user
memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat efisiensi estimatornya tanpa
harus kehilangan sifat tak biasnya (Gujarati [3]). Sifat heteroskedastisitas sering
dialami oleh data cross-section yang biasanya merupakan data hasil rata-rata dari suatu wilayah. Menurut Rangelet al. [13], estimator untuk vektorβ dengan menerapkan metode GLS diberikan sebagai
ˆ
β = (XTC−1X)−1XTC−1y, (2.4)
dengan C merupakan matriks variansi-kovariansi antara eror. Dalam model
re-gresi pada persamaan (2.2) diasumsikan bahwaC =σ2I denganI adalah matriks
identitas dan σ2 adalah variansi antara eror. Apabila terjadi masalah
heteroske-dastisitas, maka
Matriks Ω pada persamaan (2.5) diperoleh dengan dekomposisi Cholesky
dari kovariansi eror (Rangel et al. [13]). Sehingga diperoleh Ω = LTL dengan matriks Ldiperoleh dengan dekomposisi Cholesky pada vektor eror. Vektor eror dengan dekomposisi Cholesky adalah
ε=L−1(y−Xβ). (2.6)
2.2.7
Autokorelasi Spasial
Menurut Anselin [1], autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel
dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau dapat juga diartikan suatu ukuran
kemiripan dari obyek di dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika
terdapat pola sistematik di dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat
autokorelasi spasial. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai
pengamatan pada daerah tertentu terkait oleh nilai pengamatan tersebut pada
daerah lain yang letaknya berdekatan (bertetangga).
(ge-commit to user
relasi spasial bernilai positif apabila dalam suatu daerah yang saling berdekatan
mempunyai nilai yang mirip sehingga akan terbentuk penggerombolan seperti
dalam Gambar 2.1. Autokorelasi spasial akan bernilai negatif apabila dalam
su-atu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang berbeda sehingga akan
membentuk pola seperti papan catur seperti dalam Gambar 2.2. Sedangkan jika
terdapat bentuk yang acak, maka menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial
seperti dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.1. Contoh autokorelasi spasial positif
Gambar 2.2. Contoh autokorelasi spasial negatif
Gambar 2.3. Contoh tidak ada autokorelasi spasial
2.2.8
Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks
ketergantung-an spasial. Matriks ketergketergantung-antungketergantung-an spasial adalah matriks yketergantung-ang menggambarkketergantung-an
hubungan antar daerah. Pace dan Barry [11] menyatakan pembobot yang
diberi-kan pada suatu daerah tergantung pada kedekatan antar daerah. Kedekatan
commit to user
1 ,untuk daerah yang bersinggungan
0 ,untuk i=j dan daerah yang tidak bersinggungan.
(2.7)
Baris dalam matriks ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu
daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan
jumlah daerah bersinggungan yang dimiliki oleh daerah i dinotasikan sebagai
wi.= n
∑
j=1
wij, (2.8)
denganwi. adalah total nilai baris ke-idanwij adalah nilai pada baris ke-ikolom
ke-j. Matriks pembobot spasial disebut juga dengan Row Standardized Matrix
yang dinotasikan dengan W. Nilaiwij merupakan nilai pada matriks pada baris
ke-i dan kolom ke-j yang dirumuskan sebagai
wij = wij wi.
. (2.9)
Matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi merupa-kan salah satu metode untuk menentumerupa-kan hubungan spasial, selain metode Rook
dan Bishop. Hubungan spasial antar daerah didefinisikan seperti langkah ratu pion pada permainan catur dimana daerah yang berhimpit ke arah kanan, kiri,
atas, bawah, dan diagonal mengindikasikan bahwa daerah tersebut saling
ber-dekatan dan dinyatakan sebagai tetangganya. Sebagai contoh, Gambar 2.4
me-nunjukkan contoh suatu daerah yang akan dibentuk matriks pembobot spasial
dengan metode persinggungan Queen.
1
3 5
2
4
commit to user
Matriks pembobot spasial persinggunganQueen dari Gambar 2.4 adalah
W =
MatriksW di atas dapat pula dinyatakan dalam bentukRow Standardized Matrix
sebagai
Indeks Moran adalah teknik dalam analisis spasial untuk menghitung
au-tokorelasi spasial dan merupakan ukuran dari korelasi atau hubungan antara
pengamatan yang saling berdekatan. Menurut Lee dan Wong [6], indeks Moran
dinyatkan dalam bentuk
dengan Im adalah indeks Moran, n adalah banyaknya pengamatan, ei adalah
nilai eror pada lokasi ke-i, ej adalah nilai eror pada lokasi ke-j, ¯e adalah nilai
rata-rata dari e pada n lokasi, wij adalah elemen matriks pembobot, dan W =
∑n i=1
∑n
j=1wij adalah jumlahan dari elemen matriks pembobot.
Nilai harapan dari statistik indeks Moran dirumuskan sebagai
E(Im) =
−1
n−1. (2.11)
Nilai harapan indeks Moran bernilai negatif karena didasarkan pada asumsi
commit to user
terdapat multikolinieritas. Uji hipotesis satu arah untuk autokorelasi adalah
H0 :Im = 0(Tidak ada autokorelasi spasial)
H1 :Im >0(Terdapat autokorelasi spasial positif)
H1 :Im <0(Terdapat autokorelasi spasial negatif).
Menurut Lee dan Wong [6], statistik uji dari indeks Moran diturunkan dalam
bentuk statistik normal standar. Hal ini didasarkan pada Teorema Limit Pusat
dimana untuk n yang besar dan variansi diketahui maka Z(Im) akan menyebar
normal standar, yaitu
dengan Im adalah indeks Moran, Z(Im) adalah nilai statistik uji indeks
Mo-ran, E(Im) adalah nilai harapan dari indeks Moran dan V ar(Im) adalah variansi
indeks Moran. Rumus untuk variansi indeks Moran adalah
V ar(Im) =
denganw.i adalah total nilai kolom ke-i pada matriks W.
Pengujian ini memiliki kriteria pengambilan keputusan tolak H0 jika nilai
|Z(Im)| > Zα dimana Zα diperoleh dari tabel normal standar dengan nilai
sig-nifikansi α. Jika nilai Z(Im) > Zα maka terdapat autokorelasi spasial positif.
commit to user
2.2.10
Model Autoregresi Simultan (
SAR
)
Secara sederhana Wall [20] menjelaskan bahwa model SAR adalah model spasial yang mengikuti proses autoregresif, yaitu ditunjukkan dengan adanya
hu-bungan ketergantungan antar sekumpulan lokasi. Huhu-bungan tersebut
ditunjuk-kan dengan lag pada variabel bebas dan terikat. Persamaan model SAR adalah y=Xβ+ρW(y−Xβ) +ε,
ε∼N(0, σ2I).
(2.13)
Dalam persamaan (2.13), y menyatakan vektor variabel terikat berukuran
n ×1, X menyatakan matriks variabel bebas berukuran n ×k, β menyatakan
vektor parameter berukuran k ×1, ρ menyatakan koefisien spasial autoregresif
dengan−1≤ρ≤1,W menyatakan matriks pembobot spasial berukurann×n,
dan ε menyatakan vektor eror dengan elemen-elemennya berdistribusi normal
dengan rata-rata nol dan variansi σ2I dengan I menyatakan matriks identitas.
Berdasarkan persamaan (2.13), apabila diketahui nilai variabel bebas X,
varia-bel terikat y, matriks pembobot spasial W, estimasi parameter β, dan ρ dapat
dihitung perubahan nilai untuk y yaitu
ˆ
y=Xβˆ+ ˆρW(y−Xβ).ˆ (2.14)
Selanjutnya, persamaan (2.14) memudahkan untuk menghitung eror model SAR
yaitu
ε=y−yˆ=y−Xβˆ−ρWˆ (y−Xβ)ˆ
= (I−ρWˆ )(y−Xβ).ˆ
(2.15)
Menurut Kissling dan Carl [5], modelSARmemiliki asumsi bahwa nilai va-riabel terikat di suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh nilai vava-riabel bebas
di wilayah tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai variabel bebas di semua
wilayah yang bersinggungan dengan wilayah tersebut atau merupakan tetangga
dari wilayah tersebut. Model SAR dapat digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas pada model regresi OLS. Model SAR memasukkan hubung-an spasial hubung-antar wilayah baik pada variabel terikat maupun variabel bebasnya
commit to user
2.2.11
Estimasi Parameter Model
SAR
Estimasi parameter pada model SAR diperoleh dengan menggunakan me-tode generalized least squares (GLS) yaitu suatu fungsi dari parameter yang meminimumkan jumlah kuadrat eror dengan menambahkan faktor penimbang
(Rangel et al. [13]). Metode GLS dapat mengatasi masalah heteroskedastisi-tas pada model yang diestimasi. Estimasi dengan metodeGLS untuk persamaan (2.13) dimulai dengan menerapkan dekomposisiCholesky pada persamaan (2.15), sehingga diperoleh
L−1 = (I−ρW). (2.16)
Matriks variansi-kovariansi antara eror pada model SAR diperoleh dengan me-masukkan (2.16) pada persamaan (2.5) sehingga
C =σ2[(I−ρW)T(I−ρW)]−1. (2.17)
Estimasi β untuk model SAR diperoleh dengan memasukkan (2.17) pada persa-maan (2.4), sehingga diperoleh
ˆ
β = (XTσ2[(I −ρW)T(I−ρW)]X)−1XTσ2[(I−ρW)T(I−ρW)]y.
Nilai koefisien spasial autoregresif ρ diperoleh melalui pure lagged model yaitu
y=ρW y+ε. (2.18)
Estimasiρuntuk persamaan (2.18) dapat diperoleh dengan metode OLS. Jumlah kuadrat sesatan persamaan (2.18) dengan metode OLS adalah
S(ρ) = εTε= [y−ρW y]T[y−ρW y]
=yTy−2ρTyTW y+ρTyTWTW yρ.
(2.19)
Dengan menurunkan persamaan (2.19) secara parsial terhadap ρ dan
menyama-kannya dengan nol sehingga diperoleh
yTWTW yρˆ=yTW y
ˆ
commit to user
2.2.12
Definisi Umum Koefisien Determinasi Nagelkerke
Kegunaan koefisien determinasiR2 berkedudukan kuat pada analisis
regre-si. Berdasarkan definisi koefisien determinasi sebagai perbandingan variansi yang
dapat dijelaskan oleh model regresi menjadikan R2 sebagai ukuran keberhasilan
prediksi variabel terikat dari variabel-variabel bebas dalam model.
NilaiR2 yang berkaitan dengan variabel-variabel bebas untuk semua model
spasial berdasarkan metode GLS diperoleh dengan rumus umum Nagelkerke [9] untuk koefisien determinasi, dirumuskan sebagai
r2 = 1−exp
dengan n adalah jumlah pengamatan, l( ˆβ) adalah log-likelihood untuk model, dan l(0) adalah log-likelihood untuk model nol yang hanya mengandung suatu konstanta.
Model SAR merupakan salah satu model spasial yang perhitungan koefi-sien determinasinya menggunakan koefikoefi-sien determinasi Nagelkerke seperti pada
persamaan (2.20). Interpretasi koefisien determinasi Nagelkerke sama dengan
koefisien determinasi pada analisis regresi.
2.3
Kerangka Pemikiran
Mengacu pada tinjauan pustaka dapat disusun suatu kerangka pemikiran
yang mendasari penulisan ini. Dalam penelitian akan dibentuk model SARpada kasus DBD di Jawa Tengah Tahun 2010. Model SAR adalah model spasial yang berasal dari persamaan regresi linear yang mengikuti proses autoregresif dengan
variabel terikat pada satu daerah dengan daerah lainnya diamati secara simultan.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan mempelajari model SAR. Selanjutnya, mengambil kasus yang dapat diterapkan dalam model SAR yaitu jumlah penderita DBD di Jawa Tengah Tahun 2010 beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk membentuk model SAR dimulai dengan membentuk model regresi dengan metode regresi bertahap. Kemudian dilakukan uji asumsi
ter-commit to user
hadap model regresi yang terbentuk dengan metode regresi bertahap. Apabila
model regresi yang terbentuk melanggar asumsi homoskedastisitas, maka dapat
dimodelkan dengan model autoregresi simultan untuk mengatasi masalah
hete-roskedastisitas. Selanjutnya, membentuk matriks pembobot spasial dengan
per-singgungan Queen terstandardisasi dan memastikan adanya autokorelasi spasial dengan menghitung indeks Moran dari model regresi. Langkah terakhir adalah
commit to user
Bab III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan
menggunakan data sekunder yang telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik
dalam buku Jawa Tengah Dalam Angka 2011 [2].
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah
1. mengambil data sekunder yang digunakan dalam penelitian,
2. menetapkan data jumlah penderita demam berdarah di Jawa Tengah tiap
kabupaten/kota pada tahun 2010 sebagai variabel terikat (y),
3. menetapkan variabel bebas. Berdasarkan penelitian Sari [15], dapat
dite-tapkan variabel bebas yaitu
(a) kepadatan penduduk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x1),
(b) rata-rata jumlah anggota keluarga tiap kabupaten/kota di Jawa
Te-ngah (x2),
(c) jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas dengan pendidikan
ter-tinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Dasar tiap kabupaten/kota di
Jawa Tengah (x3),
(d) persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x4),
(e) jumlah penduduk yang berumur 0-14 tahun tiap kabupaten/kota di
Jawa Tengah (x5),
(f) upah minimum tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x6),
(g) persentase sampah terangkut tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah
commit to user
(h) persentase sampah plastik tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x8),
(i) jumlah rumah sakit (x9), puskesmas (x10), dan apotek (x11) tiap
ka-bupaten/kota di Jawa Tengah.
4. melakukan analisis data yang meliputi
(a) memeriksa variabel yang berpengaruh terhadap jumlah penderita
de-mam berdarah dengan metode bertahap,
(b) menguji asumsi regresi dimana terjadi heteroskedastisitas sehingga
da-pat dilakukan pemodelan spasial untuk mengatasinya,
(c) membentuk matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstan-dardisasi,
(d) memeriksa adanya dependensi spasial dengan indeks Moran pada eror
model regresi,
(e) membentuk model SAR yang meliputi estimasi parameter, pengujian hipotesis signifikansi parameter, dan uji asumsi eror yang meliputi
normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas.
commit to user
Bab IV
PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Umum Demam Berdarah di Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Luas wilayah Provinsi
Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km2. Secara administrasi Jawa Tengah terbagi
menjadi 29 kabupaten dan 6 kota yang tersebar menjadi 573 kecamatan dan 8.576
desa/kelurahan. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010
ada-lah 32.382.657 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 995 jiwa/km2.
Peta administratif Provinsi Jawa Tengah disajikan dalam Gambar 4.1 yang
di-ambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah [2].
Gambar 4.1. Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah
Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk di
Provin-si Jawa Tengah, jumlah penyakit dan penyebarannya semakin bertambah.
commit to user
kasus DBD terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah kasus DBD yang tinggi di
Jawa Tengah terjadi di Kabupaten Kudus, Pati, Jepara dan Kota Semarang.
Per-bedaan jumlah kasus DBD tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah diduga
disebabkan oleh perbedaan keadaan sosial budaya, belum meratanya fasilitas dan
pelayanan kesehatan serta tidak maksimalnya partisipasi masyarakat dalam
ke-giatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di setiap kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah.
4.2
Model Regresi Demam Berdarah di Jawa Tengah
Pembentukan modelSAR diawali dengan pemilihan variabel yang diguna-kan dalam model menggunadiguna-kan metode bertahap. Metode bertahap ini
dilaku-kan dengan memasukdilaku-kan satu per satu variabel bebas yang berkorelasi dengan
variabel terikat dengan mengevaluasi nilai F dan R2 pada setiap tahap untuk
mengoreksi apakah variabel bebas tersebut perlu dipertahankan atau tidak. Pada
metode regresi bertahap, variabel yang pertama dimasukkan adalah variabel yang
memiliki korelasi terkuat.
Dalam kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010, variabel pertama
yang mempunyai korelasi terkuat dengan variabel terikatnya adalah kepadatan
penduduk (x1) sebesar 0,862. Setelah evaluasi nilai F, diperoleh variabel kedua
yang masuk yang mempunyai korelasi terkuat dengan variabel terikat dan
varia-bel x1 sebagai variabel kontrol adalah persentase sampah terangkut (x8) sebesar
-0,524. Kemudian diikuti variabel jumlah apotek (x11) dan jumlah puskesmas
(x10) masing-masing sebesar -0,447 dan -0,475. Sehingga diperoleh model regresi
terbaik dengan memasukkan 4 variabel bebas yaitu kepadatan penduduk (x1),
persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan jumlah apotek
(x11). Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 2.
Dalam uji keseluruhan parameter model regresi diperoleh nilaiF =57,388.
Karena F = 57,388 > F(0,05;5;29) = 2,55 dapat disimpulkan bahwa minimal
ter-dapat satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam
ma-commit to user
ka perlu dilakukan uji t untuk masing-masing variabel. Nilai estimasi parameter
model regresi terbaik terdapat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai estimasi parameter dan nilai t model regresi
Variabel bebas estimasi parameter t
Konstanta 1,228E-11 0,000
x1 1,129 13,751
x8 -0,339 -5,018
x11 -0,376 -4,284
x10 -0,263 -2,953
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh model regresi sebagai berikut
ˆ
y= 1,228E−11 + 1,129x1−0,339x8−0,376x11−0,263x10.
Dalam model regresi yang diperoleh, seluruh variabel bebas yaitu kepadatan
pen-duduk (x1), persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan
jum-lah apotek (x11) berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah
karena masing-masing variabel memiliki nilai |t|> t(0,025;29) = 2,045. Sedangkan
konstanta tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah
karena konstanta memiliki nilai|t|< t(0,025;30) = 2,045.
Interpretasi dari model tersebut adalah setiap penambahan satu satuan
ke-padatan penduduk proporsional dengan bertambahnya jumlah penderita DBD
sebesar 1,129. Setiap penambahan satu satuan persentase sampah terangkut
proporsional dengan berkurangnya jumlah penderita DBD sebesar 0,339. Setiap
penambahan satu satuan jumlah apotek proporsional dengan berkurangnya
jum-lah penderita DBD sebesar 0,376. Setiap penambahan satu satuan jumjum-lah
pus-kesmas proporsional dengan berkurangnya jumlah penderita DBD sebesar 0,263.
Model regresi yang terbentuk ini memiliki nilai R2 sebesar 0,884. Hal ini berarti
88,4% kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dapat dijelaskan oleh
kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah apotek, dan jumlah
commit to user
Setelah diketahui variabel bebas yang signifikan dalam model,
selanjut-nya dilakukan uji normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas untuk
mengetahui apakah model regresi tersebut memenuhi asumsi regresi.
1. Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah eror berdistribusi
nor-mal atau tidak. Untuk menguji apakah eror berdistribusi nornor-mal atau tidak
dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji hipotesisnya
adalah
(a) H0 : eror berdistribusi normal
H1 : eror tidak berdistribusi normal
(b) tingkat signifikansi (α)= 0,05
(c) daerah kritis
H0 ditolak jika D > Dtabel =D0,05;35 = 0,1498
(d) statistik uji
dari hasil perhitungan diperoleh nilaiD= 0,0734 yang terdapat dalam
Lampiran 3
(e) kesimpulan
Karena D = 0,0734 < 0,1498 dapat disimpulkan bahwa H0 tidak
ditolak yang berarti bahwa eror berdistribusi normal.
2. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi
yang kuat antara variabel bebas dalam model regresi. Hipotesis untuk
multikolinearitas adalah
H0: Tolerance ≥0,10 dan VIF ≤10 (Tidak terjadi multikolinearitas) H1: Tolerance <0,10 dan VIF >10 (Terjadi multikolinearitas).
Dengan menggunakan bantuan software SPSS, hasil pengujian terhadap multikolinearitas dapat ditunjukkan pada kolom Tolerance dan kolomVIF
commit to user
Tabel 4.2. Hasil uji multikolinearitas
No Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
1 x1 0,571 1,751 Tidak terdapat multikolinearitas
2 x8 0,846 1,182 Tidak terdapat multikolinearitas
3 x11 0,499 2,003 Tidak terdapat multikolinearitas
4 x10 0,487 2,055 Tidak terdapat multikolinearitas
Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas
dalam model karena semua variabel memiliki nilaiTolerance lebih dari atau sama dengan 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10.
3. Homoskedastisitas
Homoskedastisitas dideteksi menggunakan uji White dengan uji hipotesis yaitu
(a) H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas (terdapat homoskedastisitas)
H1 : terdapat heteroskedastisitas
(b) tingkat signifikasi (α)= 0,05
(c) daerah kritis
H0 ditolak jika W =n×R2ε > χ2(α;1)= 3,841
(d) statistik uji
dengan software SPSS didapatkan nilai R2
ε = 0,359 (Lampiran 4)
sehingga diperoleh
W =n×Rε2 = 35×0,359 = 12,565
(e) kesimpulan
karena W = 12,565 >3,841, maka H0 ditolak yang artinya terdapat
heteroskedastisitas.
Adanya heteroskedastisitas mengakibatkan variansi eror tidak homogen dan
terdapat indikasi pengelompokan wilayah sehingga model regresi tidak dapat
commit to user
Jawa Tengah. Pemodelan spasial merupakan salah satu solusi dari masalah
hete-roskedastisitas. Pemodelan spasial diharapkan dapat menghilangkan
heteroske-dastisitas pada model regresi sehingga dapat digunakan untuk memodelkan kasus
jumlah penderita demam berdarah di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu model
spasial yang dapat diterapkan adalah model SAR.
4.3
Model
SAR
Demam Berdarah di Jawa Tengah
ModelSAR dibentuk berdasarkan 4 variabel bebas signifikan yang dipero-leh dari model regresi yaitu kepadatan penduduk (x1), persentase sampah
terang-kut (x8), jumlah apotek (x11), dan jumlah puskesmas (x10). Langkah awal untuk
membangun model SAR adalah dengan membentuk matriks pembobot spasial persinggunganQueen terstandardisasi sesuai dengan persamaan (2.7), (2.8), dan (2.9). Matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi secara lengkap terdapat dalam Lampiran 5. Kemudian diuji apakah terdapat
dependen-si spadependen-sial dengan menghitung nilai indeks Moran dari eror yang dihadependen-silkan model
regresi sesuai dengan persamaan (2.10). Uji hipotesis untuk indeks Moran adalah
1. H0 : tidak terdapat autokorelasi spasial
H1 : terdapat autokorelasi spasial positif, atau
H1 : terdapat autokorelasi spasial negatif
2. tingkat signifikansi (α)= 0,05
3. daerah kritis
H0 ditolak jika |Z(Im)|> Z0,05= 1,645
4. statistik uji
dengan bantuansoftware Spatial Analysis in Macroecology (SAM) versi 4.0 diperoleh nilaiZ(Im) = 2,097
5. kesimpulan
commit to user
Autokorelasi spasial positif mengindikasikan bahwa penyebaran kasus jumlah
pen-derita DBD di Jawa Tengah pada suatu daerah yang saling berdekatan akan
terbentuk penggerombolan (clustered).
Setelah diketahui bahwa terdapat dependensi spasial pada model, langkah
selanjutnya yaitu estimasi parameter untuk modelSAR. Nilai estimasi parameter untuk koefisien spasial autoregresif ρ diperoleh dari pure lagged model, sedang-kan estimasi parameter untuk β diperoleh dari model SAR. Estimasi parameter diperoleh dengan bantuan SAM versi 4.0. Hasil estimasi parameter-parameter tersebut terdapat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Nilai estimasi parameter, nilai Wald, dan nilai t model SAR
estimasi parameter Wald t
ρ -0,998 996004 -998
Konstanta 0,009 0,079 -0,299
x1 1,172 237,809 15,37
x8 -0,409 46,467 -6,788
x10 -0,329 13,665 -3,708
x11 -0,47 23,477 -4,837
Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh model jumlah penderita DBD di Jawa
Tengah pada tahun 2010 dengan model SAR yaitu ˆ
y =−0,998W[y−0,009−1,172x1+ 0,409x8+ 0,329x10+ 0,47x11]
+ 0,009 + 1,172x1−0,409x8 −0,329x10−0,47x11
denganW adalah matriks pembobot persinggungan Queen terstandardisasi. Selanjutnya dilakukan uji keseluruhan parameter modelSAR. Dengan ban-tuanSAM versi 4.0 diperoleh nilaiF =53,372. KarenaF = 53,372 > F(0,05;5;29) = 2,55 dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu parameter yang
berpenga-ruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah. Untuk mengetahui
para-meter mana yang signifikan, maka perlu dilakukan ujiW ald. Dari Tabel 4.3 dapat
commit to user
Sehingga variabel-variabel tersebut berpengaruh secara signifikan dalam model.
Sedangkan konstanta memiliki nilaiWald< χ2
(α,1) =3,841 menyebabkan konstanta
tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam model.
Hasil yang sama juga diperoleh pada saat menggunakan ujit. Berdasarkan
Tabel 4.3 diperoleh bahwa koefisien spasial autoregresif ρ, kepadatan penduduk
(x1), persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan jumlah
apotek (x11) berpengaruh secara signifikan dalam model karena memiliki nilai t
yang memenuhi |t|> t(0,025;29) = 2,045. Sedangkan konstanta tidak berpengaruh
secara signifikan karena memiliki nilai|t|<2,045. Nilaitsecara lengkap terdapat
dalam Lampiran 6.
Model SAR yang terbentuk merupakan model SAR untuk semua kabu-paten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Nilai jumlah penderita demam berdarah
berbeda untuk masing-masing kabupaten/kota tergantung pada nilai elemen
ma-triks W yang bersesuaian dengan kabupaten/kota tersebut. Setiap penambahan
1 satuan kepadatan penduduk akan proporsional menambah jumlah penderita
DBD sebesar 1,172. Setiap penambahan 1 satuan persentase sampah
terang-kut akan proporsional mengurangi jumlah penderita DBD sebesar 0,409. Setiap
penambahan 1 satuan jumlah apotek akan proporsional mengurangi jumlah
pen-derita DBD sebesar 0,47. Setiap penambahan 1 satuan jumlah puskesmas akan
proporsional mengurangi jumlah penderita DBD sebesar 0,329. Koefisien spasial
autoregresif dalam model bernilai−0,998 dan berpengaruh secara signifikan yang
berarti terdapat efek spasial pada beberapa daerah yang saling bersinggungan.
Adanya efek spasial ini akan mempengaruhi jumlah penderita DBD pada daerah
yang saling bersinggungan.
Nilai r2 yang diperoleh dari model SAR tersebut adalah 0,959. Hal ini berarti 95,9% kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dapat
dijelas-kan oleh kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,
jumlah apotek pada tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan disertai adanya
efek spasial yang akan mempengaruhi jumlah penderita DBD pada daerah yang
commit to user
kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dijelaskan oleh variabel bebas
yang tidak diteliti/dimasukkan ke dalam model.
Selanjutnya dilakukan uji apakah model kasus DBD di Jawa Tengah dengan
menggunakan modelSARmemenuhi asumsi pada model regresi yaitu normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas.
1. Normalitas
(a) H0 : eror berdistribusi normal
H1 : eror tidak berdistribusi normal
(b) tingkat signifikansi (α)= 0,05
(c) daerah kritis
H0 ditolak jika D > Dtabel =D0,05;35 = 0,1498
(d) statistik uji
dari hasil perhitungan diperoleh nilaiD= 0,0845 yang terdapat dalam
Lampiran 7
(e) kesimpulan
karena D = 0,0845 < 0,1498 dapat disimpulkan bahwa H0 tidak
ditolak yang berarti bahwa eror berdistribusi normal.
2. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilaiVIF dantolerance un-tuk masing-masing variabel yang signifikan dalam model SAR. Uji mul-tikolinieritas untuk keempat variabel yaitu variabel x1, x8, x10, dan x11
didapatkan dari Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat multikolinieritas dalam model.
3. Homoskedastisitas
(a) H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas (terdapat homoskedastisitas)
H1 : terdapat heteroskedastisitas
commit to user
(c) daerah kritis
H0 ditolak jika W =n×R2ε > χ2(α;1)= 3,841
(d) Statistik Uji
dengan software SPSS didapatkan nilai R2
ε = 0,036 (Lampiran 8)
sehingga diperoleh
W =n×R2ε = 35×0,036 = 1,26
(e) kesimpulan
karenaW = 1,26<3,841, makaH0 tidak ditolak yang artinya asumsi
homoskedastisitas dipenuhi.
Dengan terpenuhinya ketiga asumsi tersebut, model SAR yang terbentuk merupakan model SAR pada kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Te-ngah pada tahun 2010. ModelSARtersebut dapat menghilangkan masalah hete-roskedastisitas dalam model regresi. Selain itu, model tersebut juga mempunyai
nilai r2 yang tinggi yaitu 95,9%. Dengan kata lain, modelSAR tepat diterapkan untuk memodelkan kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Tengah
pa-da tahun 2010 dengan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD
adalah kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,
jumlah apotek, dan disertai adanya efek spasial.
Sebagai contoh model SAR untuk masing-masing kabupaten/kota di Pro-vinsi Jawa Tengah diambil 1 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Klaten dan
Kota Surakarta. Kabupaten Klaten bersinggungan dengan Kabupaten
Mage-lang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Boyolali sehingga modelSAR untuk Kabupaten Klaten selain dipengaruhi oleh nilai-nilai kepadatan penduduk,
per-sentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah apotek di Kabupaten
Klaten, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai jumlah penderita demam berdarah,
ke-padatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah
apotek di Kabupaten Magelang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten
commit to user
nilai-nilai kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,
dan jumlah apotek di Kota Surakarta, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kepadatan
penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah apotek
di Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Model SAR pada kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Tengah juga dapat digunakan untuk menghitung estimasi jumlah penderita DBD pada
kabupaten/kota di Jawa Tengah apabila diketahui nilai jumlah penderita DBD,
kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan
jum-lah apotek baik dari kabupaten/kota tersebut maupun kabupaten/kota yang
ber-singgungan dengan kabupaten/kota yang diamati.
Sebagai simulasi, jika modelSARyang diperoleh diterapkan pada data BPS [2] tahun 2010 (data yang digunakan dalam model SAR tidak memperhitungkan waktu) yang meliputi variabel-variabel dalam model SAR, maka akan memberi-kan estimasi pada jumlah penderita DBD tahun 2010. Dalam perhitungan
anali-sis ini dibantu dengan software Minitab 16. Misalkan diambil 3 kabupaten/kota teratas dan 3 kabupaten/kota terbawah seperti pada Tabel 4.4. Hasil secara
lengkap terdapat dalam Lampiran 9.
Tabel 4.4. Hasil estimasi dan data asli jumlah penderita DBD
Kabupaten/kota Estimasi dengan model SAR Data asli Eror
Kabupaten Cilacap 296,143 254 -42,143
Kabupaten Purworejo 1340,61 1325 -15,615
Kabupaten Magelang 1148,47 1246 97,535
... ... ... ...
Kabupaten Kebumen 1275,01 1132 -143,013
Kabupaten Purbalingga 794,560 480 -314,560
Kabupaten Banjarnegara 433,338 445 11,662
Gambar 4.2 menunjukkan plot nilai jumlah penderita DBD dengan model
commit to user
Gambar 4.2. Plot hasil estimasi jumlah penderita DBD dan data aslinya
Dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa kedua garis yaitu hasil model SAR dan data aslinya mempunyai pola yang hampir sama. Oleh karena itu, model SAR
dikatakan dapat mewakili nilai jumlah penderita DBD di Jawa Tengah apabila
diketahui nilai jumlah penderita DBD, kepadatan penduduk, persentase sampah
terangkut, jumlah apotek, dan jumlah puskesmas baik dari daerah yang amati
commit to user
Bab V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa
1. Model autoregresi simultan (SAR) tepat diterapkan pada kasus demam berdarah di Jawa Tengah pada tahun 2010 dengan model sebagai berikut
ˆ
y =−0,998W[y−0,009−1,172x1+ 0,409x8+ 0,329x10+ 0,47x11]
+ 0,009 + 1,172x1 −0,409x8 −0,329x10−0,47x11
denganW adalah matriks pembobot spasial persinggunganQueen terstan-dardisasi, x1 adalah kepadatan penduduk, x8 adalah persentase sampah
terangkut, x10 adalah jumlah puskesmas, danx11 adalah jumlah apotek.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah di Provinsi Jawa
Tengah adalah kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah
puskesmas, jumlah apotek, dan disertai adanya efek spasial di antara daerah
yang bersinggungan.
5.2
Saran
Pada penelitian ini matriks pembobot spasial yang digunakan adalah
ma-triks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi. Matriks pembo-bot ini tidak melihat seberapa luas persinggungan antar daerah. Dalam analisis
spasial dimungkinkan suatu daerah yang memiliki persinggungan lebih besar
de-ngan daerah lain akan membawa pengaruh yang lebih besar daripada daerah yang
memiliki persinggungan lebih kecil. Oleh karena itu, apabila tertarik
mengem-bangkan skripsi ini dapat menggunakan matriks pembobot spasial yang dapat