• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL AUTOREGRESI SIMULTAN PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL AUTOREGRESI SIMULTAN PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENERAPAN MODEL AUTOREGRESI SIMULTAN

PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH

oleh

AGATHA KUMALA AJI YUANDA

M0108026

SKRIPSI

ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Sains Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ABSTRAK

Agatha Kumala Aji Yuanda, 2012. PENERAPAN MODEL AUTORE-GRESI SIMULTAN PADA KASUS DEMAM BERDARAH DI JAWA TENGAH. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

Model autoregresi simultan (SAR) merupakan model yang variabel bebas dan terikatnya mengikuti proses autoregresif. Proses autoregresif ditunjukkan dengan adanya hubungan ketergantungan antar sekumpulan lokasi. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan variabel bebas dan terikat diamati secara simult-an. Model SAR dapat digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi linear. Estimasi parameter model regresi linear biasanya menggunakanordinary least square (OLS), sedangkan modelSAR menggunakan

generalized least square (GLS) dengan menerapkan dekomposisi Cholesky pada matriks variansi-kovariansi.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model SAR pada kasus jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Jawa Tengah. Sebanyak 33 kabupaten/kota dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah merupakan daerah endemis DBD. Data dianalisis menggunakan model regresi dan model SAR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SAR tepat diterapkan dalam kasus DBD di Jawa Tengah tahun 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi jum-lah penderita DBD di Jawa Tengah adajum-lah kepadatan penduduk, persentase sam-pah terangkut, jumlah puskesmas, jumlah apotek, dan adanya efek spasial di an-tara daerah yang bersinggungan.

(3)

commit to user

ABSTRACT

Agatha Kumala Aji Yuanda, 2012. THE APPLICATION OFSIMULTANEOUS

AUTOREGRESSIVE MODEL IN CASE OFDENGUE HEMORRHAGIC FEVER

IN CENTRAL JAVA. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Ma-ret University.

A simultaneous autoregressive (SAR) model is a model which the indepen-dent and depenindepen-dent variables follow the autoregressive process. Autoregressive process could be indicated by the dependency relationships among a set of loca-tions. The relationship is shown by independent and dependent variable observed simultaneously. This model can be used to solve the heteroscedasticity problem in linear regression models. Parameter estimation of linear regression model usu-ally uses ordinary least square (OLS), while the SAR model uses generalized least square (GLS) by Cholesky decomposition application of the variance-covariance matrix.

The aim of this research is to apply the SAR model in the case of the disease dengue hemorrhagic fever (DHF) in Central Java. A total of 33 regencies/cities of 35 regencies/cities in Central Java is a dengue endemic area. Data were analyzed by a regression and SAR model.

The results showed that SAR model appropriate to dengue fever case in Central Java in 2010. The affect factors are the population density, percentage of waste transported, the number of public health center, the number of pharmacy, and the existence of spatial effect in the contiguous area.

(4)

commit to user

MOTO

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk

Bapak, ibu, dan adikku Gabriel Angga Aji Buwana,

(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Semoga damai dan berkat Tuhan kita Yesus Kristus selalu beserta kita.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah

melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada Bapak Irwan

Susanto, DEA selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Supriyadi Wibowo, M.Si

selaku Dosen Pembimbing II atas kesabarannya membimbing dan memotivasi

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

(7)

commit to user

Daftar Isi

JUDUL . . . i

PENGESAHAN . . . iii

ABSTRAK . . . iii

ABSTRACT . . . iv

MOTO . . . v

PERSEMBAHAN . . . vi

KATA PENGANTAR . . . vii

DAFTAR ISI . . . . ix

DAFTAR TABEL . . . . x

DAFTAR GAMBAR . . . . xi

I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah . . . 1

1.2 Perumusan Masalah . . . 3

1.3 Batasan Masalah . . . 3

1.4 Tujuan Penelitian . . . 3

1.5 Manfaat Penelitian . . . 4

II LANDASAN TEORI 5 2.1 Tinjauan Pustaka . . . 5

2.2 Landasan Teori . . . 6

2.2.1 Demam Berdarah . . . 6

2.2.2 Model Regresi . . . 6

(8)

commit to user

2.2.4 Koefisien Determinasi . . . 11

2.2.5 Metode Regresi Bertahap . . . 11

2.2.6 MetodeGeneralized Least Squares (GLS) . . . 11

2.2.7 Autokorelasi Spasial . . . 12

2.2.8 Matriks Pembobot Spasial . . . 13

2.2.9 Indeks Moran . . . 15

2.2.10 Model Autoregresi Simultan (SAR) . . . 17

2.2.11 Estimasi Parameter Model SAR . . . 18

2.2.12 Definisi Umum Koefisien Determinasi Nagelkerke . . . 19

2.3 Kerangka Pemikiran . . . 19

III METODE PENELITIAN 21 IV PEMBAHASAN 23 4.1 Deskripsi Umum Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 23

4.2 Model Regresi Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 24

4.3 Model SAR Demam Berdarah di Jawa Tengah . . . 28

V PENUTUP 35 5.1 Kesimpulan . . . 35

5.2 Saran . . . 35

DAFTAR PUSTAKA 36

(9)

commit to user

Daftar Tabel

4.1 Nilai estimasi parameter dan nilai t model regresi . . . 25

4.2 Hasil uji multikolinearitas . . . 27

(10)

commit to user

Daftar Gambar

2.1 Contoh autokorelasi spasial positif . . . 13

2.2 Contoh autokorelasi spasial negatif . . . 13

2.3 Contoh tidak ada autokorelasi spasial . . . 13

2.4 Ilustrasi daerah . . . 14

4.1 Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah . . . 23

(11)

commit to user

(12)

commit to user

Bab I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Penyakit demam berdarahdengue (DBD) masih merupakan salah satu ma-salah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderitanya

cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. World Health Orga-nization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Kesehatan RI [4]). Penyakit demam

berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dengan perantara nyamuk Aedes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan

la-ut. Penyakit DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Penyakit

ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953. Sedangkan di Indonesia

pertama ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta.

Menurut McMichael [7], perubahan iklim menyebabkan perubahan curah

hujan, suhu, kelembaban, dan arah udara sehingga berpengaruh terhadap

kese-hatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Ae-des, malaria, dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Masa-lah ini semakin kompleks dengan faktor pertambahan jumMasa-lah penduduk dan

fak-tor peningkatan mobilitas penduduk yang menyebabkan penyebaran virus DBD

semakin mudah dan luas. Hal ini terlihat dengan angka insiden (AI)/incident rate (IR) DBD yang terus meningkat dari tahun 1968 hingga tahun 2010.

Indonesia merupakan salah satu negara endemik DBD yang setiap tahun

selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) di berbagai kota dan setiap 5 tahun

(13)

commit to user

tahun 2004 dan kembali lagi terjadi KLB di 11 provinsi di Indonesia pada awal

tahun 2007. Angka kematian (AK)/case fatality rate (CFR) pada tahun-tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi. Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2010 memiliki CFR sebesar 1,29% sehingga masih berada di atas standar

CFR nasional yaitu kurang dari 1%. Dinas Kesehatan Jawa Tengah juga telah menetapkan 33 kabupaten/kota dari 35 daerah yang ada di Jawa Tengah sebagai

daerah endemis DBD. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan

selama 2010 terdapat 20.082 kasus DBD di Jawa Tengah dengan pasien yang

meninggal dunia sebanyak 260 orang (Kementerian Kesehatan RI [4]).

Suatu analisis model regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang

mem-pengaruhi kasus DBD merupakan hal penting dalam upaya mengatasi tingginya

kasus DBD yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Dalam analisis regresi,

faktor-faktor yang mempengaruhi kasus DBD disebut variabel bebas dan kasus DBD

disebut variabel terikat. Hukum I Geografi dalam Lee dan Wong [6] menyatakan

bahwa segala sesuatu saling berhubungan dengan yang lainnya dan sesuatu yang

berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan segala sesuatu yang

berjauhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kasus DBD juga tergantung pada

kondisi wilayah masing-masing. Kondisi suatu wilayah secara umum berkaitan

dengan kondisi di wilayah lain, terutama wilayah yang berdekatan sesuai dengan

Hukum I Geografi. Pola seperti ini dikenal dengan hubungan spasial. Oleh

karena itu, diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial

antar wilayah ke dalam model yang disebut dengan model regresi spasial.

Model autoregresi simultan (SAR) merupakan salah satu model regresi spa-sial. ModelSARmerupakan model regresi linear dengan penambahan komponen autoregresif baik pada variabel bebas maupun terikatnya (Tognelli dan Kelt [19]).

Menurut Meilisa [8], model SAR mengamati variabel terikat pada satu daerah dengan daerah lainnya secara simultan . Kebanyakan model regresi spasial hanya

memasukkan hubungan spasial antar wilayah pada variabel terikat. Namun,

(14)

commit to user

variasi spasial dan telah diterapkan dalam berbagai bidang seperti demografi,

ekonomi, dan geografi (Oliveira dan Song [10]). Dalam penelitian ini, model

SAR akan diterapkan dalam bidang kesehatan khususnya dalam kasus DBD di Provinsi Jawa Tengah.

1.2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasa-lahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah

1. bagaimana model autoregresi simultan pada kasus demam berdarah di Jawa

Tengah?

2. faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kasus demam berdarah di Jawa

Tengah?

1.3

Batasan Masalah

Penulis membatasi masalah dalam penelitian ini agar tidak meluas yaitu

data yang digunakan adalah data kasus demam berdarah di Jawa Tengah pada

tahun 2010. Selain itu, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks

pembobot spasial persinggungan Queen.

1.4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah

1. menentukan model autoregresi simultan pada kasus demam berdarah di

Jawa Tengah,

2. menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah di

(15)

commit to user

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat lebih memahami

model autoregresi simultan kasus demam berdarah di Jawa Tengah sebagai

perlu-asan aplikasi ilmu statistik dalam bidang kesehatan. Selain itu, diharapkan dapat

memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengambil

(16)

commit to user

Bab II

LANDASAN TEORI

Landasan teori ini terdiri dari tiga subbab yaitu tinjauan pustaka, landasan teori,

dan kerangka pemikiran.

2.1

Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang analisis spasial pada kasus demam berdarah telah

ba-nyak dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Puspitasari dan

Su-santo [12]. Puspitasari dan SuSu-santo [12] melakukan analisis spasial kasus demam

berdarah di Sukoharjo dengan menggunakan indeks Moran. Dalam penelitian

tersebut disarankan untuk memasukkan beberapa variabel guna mengetahui

fak-tor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya demam berdarah. Sari [15]

telah meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

penya-kit demam berdarah. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut adalah

kepadat-an penduduk, mobilitas penduduk, kepadatkepadat-an rumah, kelayakkepadat-an skepadat-anitasi rumah,

tingkat pendidikan, penghasilan, mata pencaharian, sikap hidup, golongan umur,

kebersihan lingkungan, dan tersedianya sarana pelayanan kesehatan.

Penelitian pemodelan spasial sebelumnya hanya menggunakan pengaruh

spasial dari variabel terikat, sedangkan pengaruh spasial pada variabel bebas

belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemodelan spasial

dengan pendekatan area dan menggunakan pengaruh spasial baik dari variabel

terikat maupun bebas. Model yang digunakan adalah model SAR. Model SAR

telah digunakan sebelumnya oleh Tognelli dan Kelt [19] untuk analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman spesies mamalia di Amerika Selatan.

(17)

commit to user

penelitian ini adalah model SAR diindikasikan lebih cocok digunakan daripada model OLS dan CAR.

2.2

Landasan Teori

Beberapa hal yang mendasari penelitian ini adalah definisi penyakit demam

berdarah, model regresi, pengujian hipotesis signifikansi parameter, metode

re-gresi bertahap, koefisien determinasi, metode generalized least squares (GLS), autokorelasi spasial, matriks pembobot spasial, indeks Moran, model

autoregre-si autoregre-simultan, estimaautoregre-si parameter model autoregreautoregre-si autoregre-simultan, dan definiautoregre-si umum

koefisien determinasi Nagelkerke.

2.2.1

Demam Berdarah

Demam berdarahdengue (DBD) adalah penyakit infeksi virusdengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae yang berukuran sangat kecil yaitu 35-45 nm. Terdapat 4 serotif yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.

Keempat serotif ditemukan di Indonesia dengan DEN 3 merupakan serotif yang

terbanyak dan dominan menyebabkan kasus yang berat (Sudoyo [18]).

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat

me-nimbulkan kejadian luar biasa (KLB)/ wabah. Penularan penyakit DBD terjadi

melalui perantara gigitan nyamukAedes aegypti. Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi (38-40◦C) secara mendadak selama 2-7 hari, sakit kepala, rasa

sa-kit pada otot, bintik-bintik merah pada kulit, pendarahan pada hidung dan gusi,

mudah timbul memar pada kulit, shock yang ditandai dengan rasa sakit pada perut, muntah, dan rasa dingin yang tinggi (Sudoyo [18]).

2.2.2

Model Regresi

Menurut Sembiring [16], regresi digunakan untuk mempelajari pola dan

(18)

commit to user

dengan yi adalah variabel terikat ke-i, β0 merupakan konstanta, xip merupakan

nilai variabel bebas ke-ppada pengamatan ke-i,βp adalah parameter regresi ke-p,

dan εi adalah eror yang berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variansi

σ2 atau dituliskanε

i ∼N(0, σ2).

Apabila model (2.1) dituliskan dalam bentuk matriks menjadi

y=Xβ+ε, (2.2)

dengany adalah vektor variabel terikat berukurann×1,X adalah matriks

varia-bel bebas berukurann×(q+ 1),β adalah vektor parameter berukuran (q+ 1)×1

dan εadalah vektor eror berukuran n×1 dengan elemen-elemennya

berdistribu-si normal dengan rata-rata nol dan varianberdistribu-si σ2I dengan I menyatakan matriks

identitas.

Salah satu metode estimasi parameter untuk regresi linear adalahOrdinary Least Squares (OLS). Konsep dari metode OLS adalah menaksir parameter re-gresi dengan meminimumkan jumlah kuadrat eror yang dituliskan sebagai

S(β) =εTε= (yXβ)T(yXβ)

=yTyβTXTyyT+βTXT

=yTyTXTy+βTXTXβ.

(2.3)

Estimasi parameter dengan metodeOLS diperoleh dengan menurunkan per-samaan (2.3) secara parsial terhadapβdan menyamakannya dengan nol sehingga

diperoleh

XT =XTy

ˆ

β = (XTX)−1XTy.

Dalam model regresi terdapat 3 asumsi yang harus dipenuhi.

1. Normalitas

(19)

commit to user

berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variansi konstan. Asumsi

ke-normalan dapat diketahui dengan uji Smirnov. Uji

Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

(a) mengurutkan nilai εi dari yang terkecil sampai yang terbesar dan

menghitung Fn(εi) yaitu distribusi frekuensi kumulatif pengamatan

berdasarkan banyak sampel,

(b) transformasi nilai εi menjadi zi dengan zi = (ε iε)

s dimana ε dan s

adalah rata-rata dan standar deviasi dari nilaiεi,

(c) menentukan fungsi distribusi frekuensi kumulatif relatif zi di bawah

H0 yaitu F0(εi),

(d) menghitung |Fn(εi)−F0(εi)| dan nilai statistik Kolmogorov-Smirnov

D=M aks|Fn(εi)−F0(εi)|,

(e) membandingkan nilai statistik D dengan Dtabel = D(α;n) dengan α

adalah tingkat signifikansi. Apabila D > Dtabel, maka eror tidak

ber-distribusi normal.

2. Non-multikolinearitas atau tidak terdapat hubungan linear yang kuat

di-antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Salah satu

cara untuk mendeteksi gejala multikolinearitas adalah dengan menghitung

nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance

kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10, maka hal tersebut menunjuk-kan bahwa terdapat multikolinearitas di antara variabel bebasnya (Gujarati

[3]). Rumus untuk Tolerance dan VIF yaitu T olerance= 1−R2,

dan

V IF = 1

T olerance.

3. Homoskedastisitas yaitu eror mempunyai variansi yang sama untuk setiap

pengamatan, V ar(εi) = σ2 untuk semua i. Homoskedastisitas dapat

(20)

commit to user

(a) melakukan regresi dan menghitung ε dan nilai estimasiy (ˆy),

(b) mengkuadratkan kedua variabel baru tersebut dan melakukan regresi

denganε2 sebagai variabel terikat dan ˆy2 sebagai variabel bebas,

(c) menghitung R2 dari model regresi tersebut dan mengkalikan dengan

jumlah pengamatan sehingga diperolehW =n×R2 denganW adalah

nilai statistik uji White. Untuk membedakan nilai R2 pada model regresi, nilaiR2 untuk ujiWhite ditulis dengan R2

ε,

(d) membandingkan hasil tersebut dengan tabel Chi-Square dengan dera-jat bebas satu. Jika nilai W hite < χ2

(α;1), maka asumsi

homoskedasti-sitas dipenuhi.

2.2.3

Pengujian Hipotesis Signifikansi Parameter

Pengujian hipotesis untuk signifikansi parameter dapat dilakukan dengan

uji t, uji F, maupun uji Wald. Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi

vari-abel terikat. Sedangkan uji F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat.

Pengujian signifikansi parameter dengan ujiF adalah (Sembiring [16])

1. H0 : β1, β2, . . . , βq = 0 (semua parameter regresi tidak signifikan

berpenga-ruh dalam model)

H1 : Minimal ada satuβp ̸= 0 (paling tidak terdapat satu parameter regresi

yang signifikan berpengaruh dalam model),

(21)

commit to user

denganRKRmenyatakan rata-rata kuadrat regresi,RKS menyatakan rata-rata

kuadrat eror, JKR menyatakan jumlah kuadrat regresi, dan JKS menyatakan

jumlah kuadrat eror.

Pengujian signifikansi parameter dengan ujit adalah (Sembiring [16])

1. H0 : βp = 0 (Parameter ke-p tidak signifikan berpengaruh dalam model)

H1 : βp ̸= 0 (Parameter ke-p signifikan berpengaruh dalam model),

2. tingkat signifikansi (α),

dengan ˆβp menyatakan estimasi parameter ke-p dan s( ˆβp) menyatakan standar

deviasi estimasi parameter ke-p.

Pengujian signifikansi parameter dengan ujiWald adalah (Anselin [1]) 1. H0 : βp = 0 (Parameter ke-p tidak signifikan berpengaruh dalam model)

H1 : βp ̸= 0 (Parameter ke-p signifikan berpengaruh dalam model),

2. tingkat signifikansi (α),

dengan ˆβp menyatakan estimasi parameter ke-pdanvar( ˆβp) menyatakan variansi

(22)

commit to user

2.2.4

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) merupakan besaran yang dapat menunjukkan

variansi dalam variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam

model regresi. Menurut Sembiring [16], koefisien determinasi biasanya dinyatakan

dalam bentuk persen dan dirumuskan sebagai

R2 =

dengan ˆyi adalah nilai estimasi dari variabel terikat ypada pengamatan ke-idan

¯

y adalah nilai rata-rata dari variabel terikat y.

Koefisien determinasi merupakan besaran non negatif dan besarnya

koefi-sien determinasi adalah 0 ≤R2 1. Nilai R2 makin mendekati 1 berarti makin

baik kecocokan model dengan data, tetapi sebaliknya jika R2 makin mendekati

nol berarti makin kurang baik kecocokan model dengan datanya.

2.2.5

Metode Regresi Bertahap

Menurut Sembiring [16], metode regresi bertahap merupakan suatu metode

untuk pemilihan model regresi terbaik. Metode bertahap merupakan gabungan

dari metode seleksi maju dan metode penyisihan yang diterapkan bergantian.

Metode regresi bertahap dilakukan dengan memasukkan variabel bebas

sa-tu per sasa-tu dimulai dari variabel yang memiliki korelasi terkuat terhadap variabel

terikat. Selanjutnya, variabel bebas yang masuk adalah variabel yang memiliki

korelasi terkuat terhadap variabel terikat dengan dikontrol variabel bebas yang

telah masuk. Dalam setiap tahap pemasukan variabel dievaluasi nilai uji F dan

R2 untuk mengoreksi apakah model yang dibangun baik atau tidak. Tahap

se-lanjutnya adalah menggunakan metode seleksi mundur, yaitu mengoreksi apakah

variabel bebas yang telah masuk perlu dipertahankan dalam model.

2.2.6

Metode

Generalized Least Squares

(GLS

)

(23)

commit to user

memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat efisiensi estimatornya tanpa

harus kehilangan sifat tak biasnya (Gujarati [3]). Sifat heteroskedastisitas sering

dialami oleh data cross-section yang biasanya merupakan data hasil rata-rata dari suatu wilayah. Menurut Rangelet al. [13], estimator untuk vektorβ dengan menerapkan metode GLS diberikan sebagai

ˆ

β = (XTC−1X)−1XTC−1y, (2.4)

dengan C merupakan matriks variansi-kovariansi antara eror. Dalam model

re-gresi pada persamaan (2.2) diasumsikan bahwaC =σ2I denganI adalah matriks

identitas dan σ2 adalah variansi antara eror. Apabila terjadi masalah

heteroske-dastisitas, maka

Matriks Ω pada persamaan (2.5) diperoleh dengan dekomposisi Cholesky

dari kovariansi eror (Rangel et al. [13]). Sehingga diperoleh Ω = LTL dengan matriks Ldiperoleh dengan dekomposisi Cholesky pada vektor eror. Vektor eror dengan dekomposisi Cholesky adalah

ε=L−1(yXβ). (2.6)

2.2.7

Autokorelasi Spasial

Menurut Anselin [1], autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel

dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau dapat juga diartikan suatu ukuran

kemiripan dari obyek di dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika

terdapat pola sistematik di dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat

autokorelasi spasial. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai

pengamatan pada daerah tertentu terkait oleh nilai pengamatan tersebut pada

daerah lain yang letaknya berdekatan (bertetangga).

(24)

(ge-commit to user

relasi spasial bernilai positif apabila dalam suatu daerah yang saling berdekatan

mempunyai nilai yang mirip sehingga akan terbentuk penggerombolan seperti

dalam Gambar 2.1. Autokorelasi spasial akan bernilai negatif apabila dalam

su-atu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang berbeda sehingga akan

membentuk pola seperti papan catur seperti dalam Gambar 2.2. Sedangkan jika

terdapat bentuk yang acak, maka menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial

seperti dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.1. Contoh autokorelasi spasial positif

Gambar 2.2. Contoh autokorelasi spasial negatif

Gambar 2.3. Contoh tidak ada autokorelasi spasial

2.2.8

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks

ketergantung-an spasial. Matriks ketergketergantung-antungketergantung-an spasial adalah matriks yketergantung-ang menggambarkketergantung-an

hubungan antar daerah. Pace dan Barry [11] menyatakan pembobot yang

diberi-kan pada suatu daerah tergantung pada kedekatan antar daerah. Kedekatan

(25)

commit to user

1 ,untuk daerah yang bersinggungan

0 ,untuk i=j dan daerah yang tidak bersinggungan.

(2.7)

Baris dalam matriks ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu

daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan

jumlah daerah bersinggungan yang dimiliki oleh daerah i dinotasikan sebagai

wi.= n

j=1

wij, (2.8)

denganwi. adalah total nilai baris ke-idanwij adalah nilai pada baris ke-ikolom

ke-j. Matriks pembobot spasial disebut juga dengan Row Standardized Matrix

yang dinotasikan dengan W. Nilaiwij merupakan nilai pada matriks pada baris

ke-i dan kolom ke-j yang dirumuskan sebagai

wij = wij wi.

. (2.9)

Matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi merupa-kan salah satu metode untuk menentumerupa-kan hubungan spasial, selain metode Rook

dan Bishop. Hubungan spasial antar daerah didefinisikan seperti langkah ratu pion pada permainan catur dimana daerah yang berhimpit ke arah kanan, kiri,

atas, bawah, dan diagonal mengindikasikan bahwa daerah tersebut saling

ber-dekatan dan dinyatakan sebagai tetangganya. Sebagai contoh, Gambar 2.4

me-nunjukkan contoh suatu daerah yang akan dibentuk matriks pembobot spasial

dengan metode persinggungan Queen.

1

3 5

2

4

(26)

commit to user

Matriks pembobot spasial persinggunganQueen dari Gambar 2.4 adalah

W =

MatriksW di atas dapat pula dinyatakan dalam bentukRow Standardized Matrix

sebagai

Indeks Moran adalah teknik dalam analisis spasial untuk menghitung

au-tokorelasi spasial dan merupakan ukuran dari korelasi atau hubungan antara

pengamatan yang saling berdekatan. Menurut Lee dan Wong [6], indeks Moran

dinyatkan dalam bentuk

dengan Im adalah indeks Moran, n adalah banyaknya pengamatan, ei adalah

nilai eror pada lokasi ke-i, ej adalah nilai eror pada lokasi ke-j, ¯e adalah nilai

rata-rata dari e pada n lokasi, wij adalah elemen matriks pembobot, dan W =

∑n i=1

∑n

j=1wij adalah jumlahan dari elemen matriks pembobot.

Nilai harapan dari statistik indeks Moran dirumuskan sebagai

E(Im) =

−1

n−1. (2.11)

Nilai harapan indeks Moran bernilai negatif karena didasarkan pada asumsi

(27)

commit to user

terdapat multikolinieritas. Uji hipotesis satu arah untuk autokorelasi adalah

H0 :Im = 0(Tidak ada autokorelasi spasial)

H1 :Im >0(Terdapat autokorelasi spasial positif)

H1 :Im <0(Terdapat autokorelasi spasial negatif).

Menurut Lee dan Wong [6], statistik uji dari indeks Moran diturunkan dalam

bentuk statistik normal standar. Hal ini didasarkan pada Teorema Limit Pusat

dimana untuk n yang besar dan variansi diketahui maka Z(Im) akan menyebar

normal standar, yaitu

dengan Im adalah indeks Moran, Z(Im) adalah nilai statistik uji indeks

Mo-ran, E(Im) adalah nilai harapan dari indeks Moran dan V ar(Im) adalah variansi

indeks Moran. Rumus untuk variansi indeks Moran adalah

V ar(Im) =

denganw.i adalah total nilai kolom ke-i pada matriks W.

Pengujian ini memiliki kriteria pengambilan keputusan tolak H0 jika nilai

|Z(Im)| > Zα dimana Zα diperoleh dari tabel normal standar dengan nilai

sig-nifikansi α. Jika nilai Z(Im) > Zα maka terdapat autokorelasi spasial positif.

(28)

commit to user

2.2.10

Model Autoregresi Simultan (

SAR

)

Secara sederhana Wall [20] menjelaskan bahwa model SAR adalah model spasial yang mengikuti proses autoregresif, yaitu ditunjukkan dengan adanya

hu-bungan ketergantungan antar sekumpulan lokasi. Huhu-bungan tersebut

ditunjuk-kan dengan lag pada variabel bebas dan terikat. Persamaan model SAR adalah y=Xβ+ρW(y−Xβ) +ε,

ε∼N(0, σ2I).

(2.13)

Dalam persamaan (2.13), y menyatakan vektor variabel terikat berukuran

n ×1, X menyatakan matriks variabel bebas berukuran n ×k, β menyatakan

vektor parameter berukuran k ×1, ρ menyatakan koefisien spasial autoregresif

dengan−1≤ρ≤1,W menyatakan matriks pembobot spasial berukurann×n,

dan ε menyatakan vektor eror dengan elemen-elemennya berdistribusi normal

dengan rata-rata nol dan variansi σ2I dengan I menyatakan matriks identitas.

Berdasarkan persamaan (2.13), apabila diketahui nilai variabel bebas X,

varia-bel terikat y, matriks pembobot spasial W, estimasi parameter β, dan ρ dapat

dihitung perubahan nilai untuk y yaitu

ˆ

y=Xβˆ+ ˆρW(y−Xβ).ˆ (2.14)

Selanjutnya, persamaan (2.14) memudahkan untuk menghitung eror model SAR

yaitu

ε=y−yˆ=y−Xβˆ−ρWˆ (y−Xβ)ˆ

= (I−ρWˆ )(y−Xβ).ˆ

(2.15)

Menurut Kissling dan Carl [5], modelSARmemiliki asumsi bahwa nilai va-riabel terikat di suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh nilai vava-riabel bebas

di wilayah tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai variabel bebas di semua

wilayah yang bersinggungan dengan wilayah tersebut atau merupakan tetangga

dari wilayah tersebut. Model SAR dapat digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas pada model regresi OLS. Model SAR memasukkan hubung-an spasial hubung-antar wilayah baik pada variabel terikat maupun variabel bebasnya

(29)

commit to user

2.2.11

Estimasi Parameter Model

SAR

Estimasi parameter pada model SAR diperoleh dengan menggunakan me-tode generalized least squares (GLS) yaitu suatu fungsi dari parameter yang meminimumkan jumlah kuadrat eror dengan menambahkan faktor penimbang

(Rangel et al. [13]). Metode GLS dapat mengatasi masalah heteroskedastisi-tas pada model yang diestimasi. Estimasi dengan metodeGLS untuk persamaan (2.13) dimulai dengan menerapkan dekomposisiCholesky pada persamaan (2.15), sehingga diperoleh

L−1 = (IρW). (2.16)

Matriks variansi-kovariansi antara eror pada model SAR diperoleh dengan me-masukkan (2.16) pada persamaan (2.5) sehingga

C =σ2[(I−ρW)T(IρW)]−1. (2.17)

Estimasi β untuk model SAR diperoleh dengan memasukkan (2.17) pada persa-maan (2.4), sehingga diperoleh

ˆ

β = (XTσ2[(I ρW)T(IρW)]X)−1XTσ2[(IρW)T(IρW)]y.

Nilai koefisien spasial autoregresif ρ diperoleh melalui pure lagged model yaitu

y=ρW y+ε. (2.18)

Estimasiρuntuk persamaan (2.18) dapat diperoleh dengan metode OLS. Jumlah kuadrat sesatan persamaan (2.18) dengan metode OLS adalah

S(ρ) = εTε= [yρW y]T[yρW y]

=yTyTyTW y+ρTyTWTW yρ.

(2.19)

Dengan menurunkan persamaan (2.19) secara parsial terhadap ρ dan

menyama-kannya dengan nol sehingga diperoleh

yTWTW yρˆ=yTW y

ˆ

(30)

commit to user

2.2.12

Definisi Umum Koefisien Determinasi Nagelkerke

Kegunaan koefisien determinasiR2 berkedudukan kuat pada analisis

regre-si. Berdasarkan definisi koefisien determinasi sebagai perbandingan variansi yang

dapat dijelaskan oleh model regresi menjadikan R2 sebagai ukuran keberhasilan

prediksi variabel terikat dari variabel-variabel bebas dalam model.

NilaiR2 yang berkaitan dengan variabel-variabel bebas untuk semua model

spasial berdasarkan metode GLS diperoleh dengan rumus umum Nagelkerke [9] untuk koefisien determinasi, dirumuskan sebagai

r2 = 1−exp

dengan n adalah jumlah pengamatan, l( ˆβ) adalah log-likelihood untuk model, dan l(0) adalah log-likelihood untuk model nol yang hanya mengandung suatu konstanta.

Model SAR merupakan salah satu model spasial yang perhitungan koefi-sien determinasinya menggunakan koefikoefi-sien determinasi Nagelkerke seperti pada

persamaan (2.20). Interpretasi koefisien determinasi Nagelkerke sama dengan

koefisien determinasi pada analisis regresi.

2.3

Kerangka Pemikiran

Mengacu pada tinjauan pustaka dapat disusun suatu kerangka pemikiran

yang mendasari penulisan ini. Dalam penelitian akan dibentuk model SARpada kasus DBD di Jawa Tengah Tahun 2010. Model SAR adalah model spasial yang berasal dari persamaan regresi linear yang mengikuti proses autoregresif dengan

variabel terikat pada satu daerah dengan daerah lainnya diamati secara simultan.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan mempelajari model SAR. Selanjutnya, mengambil kasus yang dapat diterapkan dalam model SAR yaitu jumlah penderita DBD di Jawa Tengah Tahun 2010 beserta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Untuk membentuk model SAR dimulai dengan membentuk model regresi dengan metode regresi bertahap. Kemudian dilakukan uji asumsi

(31)

ter-commit to user

hadap model regresi yang terbentuk dengan metode regresi bertahap. Apabila

model regresi yang terbentuk melanggar asumsi homoskedastisitas, maka dapat

dimodelkan dengan model autoregresi simultan untuk mengatasi masalah

hete-roskedastisitas. Selanjutnya, membentuk matriks pembobot spasial dengan

per-singgungan Queen terstandardisasi dan memastikan adanya autokorelasi spasial dengan menghitung indeks Moran dari model regresi. Langkah terakhir adalah

(32)

commit to user

Bab III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan

menggunakan data sekunder yang telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik

dalam buku Jawa Tengah Dalam Angka 2011 [2].

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah

1. mengambil data sekunder yang digunakan dalam penelitian,

2. menetapkan data jumlah penderita demam berdarah di Jawa Tengah tiap

kabupaten/kota pada tahun 2010 sebagai variabel terikat (y),

3. menetapkan variabel bebas. Berdasarkan penelitian Sari [15], dapat

dite-tapkan variabel bebas yaitu

(a) kepadatan penduduk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x1),

(b) rata-rata jumlah anggota keluarga tiap kabupaten/kota di Jawa

Te-ngah (x2),

(c) jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas dengan pendidikan

ter-tinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Dasar tiap kabupaten/kota di

Jawa Tengah (x3),

(d) persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak

tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x4),

(e) jumlah penduduk yang berumur 0-14 tahun tiap kabupaten/kota di

Jawa Tengah (x5),

(f) upah minimum tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x6),

(g) persentase sampah terangkut tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah

(33)

commit to user

(h) persentase sampah plastik tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah (x8),

(i) jumlah rumah sakit (x9), puskesmas (x10), dan apotek (x11) tiap

ka-bupaten/kota di Jawa Tengah.

4. melakukan analisis data yang meliputi

(a) memeriksa variabel yang berpengaruh terhadap jumlah penderita

de-mam berdarah dengan metode bertahap,

(b) menguji asumsi regresi dimana terjadi heteroskedastisitas sehingga

da-pat dilakukan pemodelan spasial untuk mengatasinya,

(c) membentuk matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstan-dardisasi,

(d) memeriksa adanya dependensi spasial dengan indeks Moran pada eror

model regresi,

(e) membentuk model SAR yang meliputi estimasi parameter, pengujian hipotesis signifikansi parameter, dan uji asumsi eror yang meliputi

normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas.

(34)

commit to user

Bab IV

PEMBAHASAN

4.1

Deskripsi Umum Demam Berdarah di Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Luas wilayah Provinsi

Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km2. Secara administrasi Jawa Tengah terbagi

menjadi 29 kabupaten dan 6 kota yang tersebar menjadi 573 kecamatan dan 8.576

desa/kelurahan. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010

ada-lah 32.382.657 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 995 jiwa/km2.

Peta administratif Provinsi Jawa Tengah disajikan dalam Gambar 4.1 yang

di-ambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah [2].

Gambar 4.1. Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah

Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk di

Provin-si Jawa Tengah, jumlah penyakit dan penyebarannya semakin bertambah.

(35)

commit to user

kasus DBD terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah kasus DBD yang tinggi di

Jawa Tengah terjadi di Kabupaten Kudus, Pati, Jepara dan Kota Semarang.

Per-bedaan jumlah kasus DBD tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah diduga

disebabkan oleh perbedaan keadaan sosial budaya, belum meratanya fasilitas dan

pelayanan kesehatan serta tidak maksimalnya partisipasi masyarakat dalam

ke-giatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di setiap kabupaten/kota Provinsi

Jawa Tengah.

4.2

Model Regresi Demam Berdarah di Jawa Tengah

Pembentukan modelSAR diawali dengan pemilihan variabel yang diguna-kan dalam model menggunadiguna-kan metode bertahap. Metode bertahap ini

dilaku-kan dengan memasukdilaku-kan satu per satu variabel bebas yang berkorelasi dengan

variabel terikat dengan mengevaluasi nilai F dan R2 pada setiap tahap untuk

mengoreksi apakah variabel bebas tersebut perlu dipertahankan atau tidak. Pada

metode regresi bertahap, variabel yang pertama dimasukkan adalah variabel yang

memiliki korelasi terkuat.

Dalam kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010, variabel pertama

yang mempunyai korelasi terkuat dengan variabel terikatnya adalah kepadatan

penduduk (x1) sebesar 0,862. Setelah evaluasi nilai F, diperoleh variabel kedua

yang masuk yang mempunyai korelasi terkuat dengan variabel terikat dan

varia-bel x1 sebagai variabel kontrol adalah persentase sampah terangkut (x8) sebesar

-0,524. Kemudian diikuti variabel jumlah apotek (x11) dan jumlah puskesmas

(x10) masing-masing sebesar -0,447 dan -0,475. Sehingga diperoleh model regresi

terbaik dengan memasukkan 4 variabel bebas yaitu kepadatan penduduk (x1),

persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan jumlah apotek

(x11). Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 2.

Dalam uji keseluruhan parameter model regresi diperoleh nilaiF =57,388.

Karena F = 57,388 > F(0,05;5;29) = 2,55 dapat disimpulkan bahwa minimal

ter-dapat satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam

(36)

ma-commit to user

ka perlu dilakukan uji t untuk masing-masing variabel. Nilai estimasi parameter

model regresi terbaik terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai estimasi parameter dan nilai t model regresi

Variabel bebas estimasi parameter t

Konstanta 1,228E-11 0,000

x1 1,129 13,751

x8 -0,339 -5,018

x11 -0,376 -4,284

x10 -0,263 -2,953

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh model regresi sebagai berikut

ˆ

y= 1,228E−11 + 1,129x1−0,339x8−0,376x11−0,263x10.

Dalam model regresi yang diperoleh, seluruh variabel bebas yaitu kepadatan

pen-duduk (x1), persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan

jum-lah apotek (x11) berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah

karena masing-masing variabel memiliki nilai |t|> t(0,025;29) = 2,045. Sedangkan

konstanta tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah

karena konstanta memiliki nilai|t|< t(0,025;30) = 2,045.

Interpretasi dari model tersebut adalah setiap penambahan satu satuan

ke-padatan penduduk proporsional dengan bertambahnya jumlah penderita DBD

sebesar 1,129. Setiap penambahan satu satuan persentase sampah terangkut

proporsional dengan berkurangnya jumlah penderita DBD sebesar 0,339. Setiap

penambahan satu satuan jumlah apotek proporsional dengan berkurangnya

jum-lah penderita DBD sebesar 0,376. Setiap penambahan satu satuan jumjum-lah

pus-kesmas proporsional dengan berkurangnya jumlah penderita DBD sebesar 0,263.

Model regresi yang terbentuk ini memiliki nilai R2 sebesar 0,884. Hal ini berarti

88,4% kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dapat dijelaskan oleh

kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah apotek, dan jumlah

(37)

commit to user

Setelah diketahui variabel bebas yang signifikan dalam model,

selanjut-nya dilakukan uji normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas untuk

mengetahui apakah model regresi tersebut memenuhi asumsi regresi.

1. Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah eror berdistribusi

nor-mal atau tidak. Untuk menguji apakah eror berdistribusi nornor-mal atau tidak

dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji hipotesisnya

adalah

(a) H0 : eror berdistribusi normal

H1 : eror tidak berdistribusi normal

(b) tingkat signifikansi (α)= 0,05

(c) daerah kritis

H0 ditolak jika D > Dtabel =D0,05;35 = 0,1498

(d) statistik uji

dari hasil perhitungan diperoleh nilaiD= 0,0734 yang terdapat dalam

Lampiran 3

(e) kesimpulan

Karena D = 0,0734 < 0,1498 dapat disimpulkan bahwa H0 tidak

ditolak yang berarti bahwa eror berdistribusi normal.

2. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi

yang kuat antara variabel bebas dalam model regresi. Hipotesis untuk

multikolinearitas adalah

H0: Tolerance ≥0,10 dan VIF ≤10 (Tidak terjadi multikolinearitas) H1: Tolerance <0,10 dan VIF >10 (Terjadi multikolinearitas).

Dengan menggunakan bantuan software SPSS, hasil pengujian terhadap multikolinearitas dapat ditunjukkan pada kolom Tolerance dan kolomVIF

(38)

commit to user

Tabel 4.2. Hasil uji multikolinearitas

No Variabel Tolerance VIF Kesimpulan

1 x1 0,571 1,751 Tidak terdapat multikolinearitas

2 x8 0,846 1,182 Tidak terdapat multikolinearitas

3 x11 0,499 2,003 Tidak terdapat multikolinearitas

4 x10 0,487 2,055 Tidak terdapat multikolinearitas

Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas

dalam model karena semua variabel memiliki nilaiTolerance lebih dari atau sama dengan 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10.

3. Homoskedastisitas

Homoskedastisitas dideteksi menggunakan uji White dengan uji hipotesis yaitu

(a) H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas (terdapat homoskedastisitas)

H1 : terdapat heteroskedastisitas

(b) tingkat signifikasi (α)= 0,05

(c) daerah kritis

H0 ditolak jika W =n×R2ε > χ2(α;1)= 3,841

(d) statistik uji

dengan software SPSS didapatkan nilai R2

ε = 0,359 (Lampiran 4)

sehingga diperoleh

W =n×Rε2 = 35×0,359 = 12,565

(e) kesimpulan

karena W = 12,565 >3,841, maka H0 ditolak yang artinya terdapat

heteroskedastisitas.

Adanya heteroskedastisitas mengakibatkan variansi eror tidak homogen dan

terdapat indikasi pengelompokan wilayah sehingga model regresi tidak dapat

(39)

commit to user

Jawa Tengah. Pemodelan spasial merupakan salah satu solusi dari masalah

hete-roskedastisitas. Pemodelan spasial diharapkan dapat menghilangkan

heteroske-dastisitas pada model regresi sehingga dapat digunakan untuk memodelkan kasus

jumlah penderita demam berdarah di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu model

spasial yang dapat diterapkan adalah model SAR.

4.3

Model

SAR

Demam Berdarah di Jawa Tengah

ModelSAR dibentuk berdasarkan 4 variabel bebas signifikan yang dipero-leh dari model regresi yaitu kepadatan penduduk (x1), persentase sampah

terang-kut (x8), jumlah apotek (x11), dan jumlah puskesmas (x10). Langkah awal untuk

membangun model SAR adalah dengan membentuk matriks pembobot spasial persinggunganQueen terstandardisasi sesuai dengan persamaan (2.7), (2.8), dan (2.9). Matriks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi secara lengkap terdapat dalam Lampiran 5. Kemudian diuji apakah terdapat

dependen-si spadependen-sial dengan menghitung nilai indeks Moran dari eror yang dihadependen-silkan model

regresi sesuai dengan persamaan (2.10). Uji hipotesis untuk indeks Moran adalah

1. H0 : tidak terdapat autokorelasi spasial

H1 : terdapat autokorelasi spasial positif, atau

H1 : terdapat autokorelasi spasial negatif

2. tingkat signifikansi (α)= 0,05

3. daerah kritis

H0 ditolak jika |Z(Im)|> Z0,05= 1,645

4. statistik uji

dengan bantuansoftware Spatial Analysis in Macroecology (SAM) versi 4.0 diperoleh nilaiZ(Im) = 2,097

5. kesimpulan

(40)

commit to user

Autokorelasi spasial positif mengindikasikan bahwa penyebaran kasus jumlah

pen-derita DBD di Jawa Tengah pada suatu daerah yang saling berdekatan akan

terbentuk penggerombolan (clustered).

Setelah diketahui bahwa terdapat dependensi spasial pada model, langkah

selanjutnya yaitu estimasi parameter untuk modelSAR. Nilai estimasi parameter untuk koefisien spasial autoregresif ρ diperoleh dari pure lagged model, sedang-kan estimasi parameter untuk β diperoleh dari model SAR. Estimasi parameter diperoleh dengan bantuan SAM versi 4.0. Hasil estimasi parameter-parameter tersebut terdapat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Nilai estimasi parameter, nilai Wald, dan nilai t model SAR

estimasi parameter Wald t

ρ -0,998 996004 -998

Konstanta 0,009 0,079 -0,299

x1 1,172 237,809 15,37

x8 -0,409 46,467 -6,788

x10 -0,329 13,665 -3,708

x11 -0,47 23,477 -4,837

Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh model jumlah penderita DBD di Jawa

Tengah pada tahun 2010 dengan model SAR yaitu ˆ

y =−0,998W[y−0,009−1,172x1+ 0,409x8+ 0,329x10+ 0,47x11]

+ 0,009 + 1,172x1−0,409x8 −0,329x10−0,47x11

denganW adalah matriks pembobot persinggungan Queen terstandardisasi. Selanjutnya dilakukan uji keseluruhan parameter modelSAR. Dengan ban-tuanSAM versi 4.0 diperoleh nilaiF =53,372. KarenaF = 53,372 > F(0,05;5;29) = 2,55 dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu parameter yang

berpenga-ruh secara signifikan terhadap kasus demam berdarah. Untuk mengetahui

para-meter mana yang signifikan, maka perlu dilakukan ujiW ald. Dari Tabel 4.3 dapat

(41)

commit to user

Sehingga variabel-variabel tersebut berpengaruh secara signifikan dalam model.

Sedangkan konstanta memiliki nilaiWald< χ2

(α,1) =3,841 menyebabkan konstanta

tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam model.

Hasil yang sama juga diperoleh pada saat menggunakan ujit. Berdasarkan

Tabel 4.3 diperoleh bahwa koefisien spasial autoregresif ρ, kepadatan penduduk

(x1), persentase sampah terangkut (x8), jumlah puskesmas (x10), dan jumlah

apotek (x11) berpengaruh secara signifikan dalam model karena memiliki nilai t

yang memenuhi |t|> t(0,025;29) = 2,045. Sedangkan konstanta tidak berpengaruh

secara signifikan karena memiliki nilai|t|<2,045. Nilaitsecara lengkap terdapat

dalam Lampiran 6.

Model SAR yang terbentuk merupakan model SAR untuk semua kabu-paten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Nilai jumlah penderita demam berdarah

berbeda untuk masing-masing kabupaten/kota tergantung pada nilai elemen

ma-triks W yang bersesuaian dengan kabupaten/kota tersebut. Setiap penambahan

1 satuan kepadatan penduduk akan proporsional menambah jumlah penderita

DBD sebesar 1,172. Setiap penambahan 1 satuan persentase sampah

terang-kut akan proporsional mengurangi jumlah penderita DBD sebesar 0,409. Setiap

penambahan 1 satuan jumlah apotek akan proporsional mengurangi jumlah

pen-derita DBD sebesar 0,47. Setiap penambahan 1 satuan jumlah puskesmas akan

proporsional mengurangi jumlah penderita DBD sebesar 0,329. Koefisien spasial

autoregresif dalam model bernilai−0,998 dan berpengaruh secara signifikan yang

berarti terdapat efek spasial pada beberapa daerah yang saling bersinggungan.

Adanya efek spasial ini akan mempengaruhi jumlah penderita DBD pada daerah

yang saling bersinggungan.

Nilai r2 yang diperoleh dari model SAR tersebut adalah 0,959. Hal ini berarti 95,9% kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dapat

dijelas-kan oleh kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,

jumlah apotek pada tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan disertai adanya

efek spasial yang akan mempengaruhi jumlah penderita DBD pada daerah yang

(42)

commit to user

kasus demam berdarah di Jawa Tengah tahun 2010 dijelaskan oleh variabel bebas

yang tidak diteliti/dimasukkan ke dalam model.

Selanjutnya dilakukan uji apakah model kasus DBD di Jawa Tengah dengan

menggunakan modelSARmemenuhi asumsi pada model regresi yaitu normalitas, non-multikolinearitas, dan homoskedastisitas.

1. Normalitas

(a) H0 : eror berdistribusi normal

H1 : eror tidak berdistribusi normal

(b) tingkat signifikansi (α)= 0,05

(c) daerah kritis

H0 ditolak jika D > Dtabel =D0,05;35 = 0,1498

(d) statistik uji

dari hasil perhitungan diperoleh nilaiD= 0,0845 yang terdapat dalam

Lampiran 7

(e) kesimpulan

karena D = 0,0845 < 0,1498 dapat disimpulkan bahwa H0 tidak

ditolak yang berarti bahwa eror berdistribusi normal.

2. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilaiVIF dantolerance un-tuk masing-masing variabel yang signifikan dalam model SAR. Uji mul-tikolinieritas untuk keempat variabel yaitu variabel x1, x8, x10, dan x11

didapatkan dari Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat multikolinieritas dalam model.

3. Homoskedastisitas

(a) H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas (terdapat homoskedastisitas)

H1 : terdapat heteroskedastisitas

(43)

commit to user

(c) daerah kritis

H0 ditolak jika W =n×R2ε > χ2(α;1)= 3,841

(d) Statistik Uji

dengan software SPSS didapatkan nilai R2

ε = 0,036 (Lampiran 8)

sehingga diperoleh

W =n×R2ε = 35×0,036 = 1,26

(e) kesimpulan

karenaW = 1,26<3,841, makaH0 tidak ditolak yang artinya asumsi

homoskedastisitas dipenuhi.

Dengan terpenuhinya ketiga asumsi tersebut, model SAR yang terbentuk merupakan model SAR pada kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Te-ngah pada tahun 2010. ModelSARtersebut dapat menghilangkan masalah hete-roskedastisitas dalam model regresi. Selain itu, model tersebut juga mempunyai

nilai r2 yang tinggi yaitu 95,9%. Dengan kata lain, modelSAR tepat diterapkan untuk memodelkan kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Tengah

pa-da tahun 2010 dengan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD

adalah kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,

jumlah apotek, dan disertai adanya efek spasial.

Sebagai contoh model SAR untuk masing-masing kabupaten/kota di Pro-vinsi Jawa Tengah diambil 1 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Klaten dan

Kota Surakarta. Kabupaten Klaten bersinggungan dengan Kabupaten

Mage-lang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Boyolali sehingga modelSAR untuk Kabupaten Klaten selain dipengaruhi oleh nilai-nilai kepadatan penduduk,

per-sentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah apotek di Kabupaten

Klaten, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai jumlah penderita demam berdarah,

ke-padatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah

apotek di Kabupaten Magelang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten

(44)

commit to user

nilai-nilai kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas,

dan jumlah apotek di Kota Surakarta, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kepadatan

penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan jumlah apotek

di Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.

Model SAR pada kasus jumlah penderita DBD di Provinsi Jawa Tengah juga dapat digunakan untuk menghitung estimasi jumlah penderita DBD pada

kabupaten/kota di Jawa Tengah apabila diketahui nilai jumlah penderita DBD,

kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah puskesmas, dan

jum-lah apotek baik dari kabupaten/kota tersebut maupun kabupaten/kota yang

ber-singgungan dengan kabupaten/kota yang diamati.

Sebagai simulasi, jika modelSARyang diperoleh diterapkan pada data BPS [2] tahun 2010 (data yang digunakan dalam model SAR tidak memperhitungkan waktu) yang meliputi variabel-variabel dalam model SAR, maka akan memberi-kan estimasi pada jumlah penderita DBD tahun 2010. Dalam perhitungan

anali-sis ini dibantu dengan software Minitab 16. Misalkan diambil 3 kabupaten/kota teratas dan 3 kabupaten/kota terbawah seperti pada Tabel 4.4. Hasil secara

lengkap terdapat dalam Lampiran 9.

Tabel 4.4. Hasil estimasi dan data asli jumlah penderita DBD

Kabupaten/kota Estimasi dengan model SAR Data asli Eror

Kabupaten Cilacap 296,143 254 -42,143

Kabupaten Purworejo 1340,61 1325 -15,615

Kabupaten Magelang 1148,47 1246 97,535

... ... ... ...

Kabupaten Kebumen 1275,01 1132 -143,013

Kabupaten Purbalingga 794,560 480 -314,560

Kabupaten Banjarnegara 433,338 445 11,662

Gambar 4.2 menunjukkan plot nilai jumlah penderita DBD dengan model

(45)

commit to user

Gambar 4.2. Plot hasil estimasi jumlah penderita DBD dan data aslinya

Dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa kedua garis yaitu hasil model SAR dan data aslinya mempunyai pola yang hampir sama. Oleh karena itu, model SAR

dikatakan dapat mewakili nilai jumlah penderita DBD di Jawa Tengah apabila

diketahui nilai jumlah penderita DBD, kepadatan penduduk, persentase sampah

terangkut, jumlah apotek, dan jumlah puskesmas baik dari daerah yang amati

(46)

commit to user

Bab V

PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa

1. Model autoregresi simultan (SAR) tepat diterapkan pada kasus demam berdarah di Jawa Tengah pada tahun 2010 dengan model sebagai berikut

ˆ

y =−0,998W[y−0,009−1,172x1+ 0,409x8+ 0,329x10+ 0,47x11]

+ 0,009 + 1,172x1 −0,409x8 −0,329x10−0,47x11

denganW adalah matriks pembobot spasial persinggunganQueen terstan-dardisasi, x1 adalah kepadatan penduduk, x8 adalah persentase sampah

terangkut, x10 adalah jumlah puskesmas, danx11 adalah jumlah apotek.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah di Provinsi Jawa

Tengah adalah kepadatan penduduk, persentase sampah terangkut, jumlah

puskesmas, jumlah apotek, dan disertai adanya efek spasial di antara daerah

yang bersinggungan.

5.2

Saran

Pada penelitian ini matriks pembobot spasial yang digunakan adalah

ma-triks pembobot spasial persinggungan Queen terstandardisasi. Matriks pembo-bot ini tidak melihat seberapa luas persinggungan antar daerah. Dalam analisis

spasial dimungkinkan suatu daerah yang memiliki persinggungan lebih besar

de-ngan daerah lain akan membawa pengaruh yang lebih besar daripada daerah yang

memiliki persinggungan lebih kecil. Oleh karena itu, apabila tertarik

mengem-bangkan skripsi ini dapat menggunakan matriks pembobot spasial yang dapat

Gambar

Gambar 2.1. Contoh autokorelasi spasial positif
Gambar 4.1. Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Nilai estimasi parameter dan nilai t model regresi
Tabel 4.2. Hasil uji multikolinearitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data profil vertikal harian rata-rata wilayah Indonesia (area average) hasil pengukuran sensor MLS satelit Aura dan

Analisis Dampak Positif Peembelajaran Daring Terhadap Kemandirian Siswa Sekolah Dasar: Skripsi, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Anak Usia

Selanjutnya pada Gambar 3 terlihat bahwa pertumbuhan berat awal rata-rata ikan kerapu lumpur sudah lebih besar di bandingkan berat ikan kerapu bebek dan

pembelajaran elastisitas dan hukum Hooke yang diajarkan melalui model PBL membantu mereka berpikir lebih kritis dalam pembelajaran; (8) kreativitas mereka meningkat,

Melalui model pembelajaran Problem-based Learning dan Project-based Learning pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematic) yang diintegrasikan

Hasil akhir penelitian ini adalah dibuatnya aplikasi pengaduan kehilangan kendaraan bermotor berbasis web dengan SMS Gateway untuk membantu pencarian data laporan

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk politik dakwah KH Muhammad Bin Muafi melalui perannya sebagai Ulama dan Umara. Penelitian

Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air bahan, dengan kadar air awal sebesar 90,42 % menjadi 24,19 % produk setelah dikeringkan selama 7 jam pengeringan, karena