• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Islam Tentang Filsafat dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pandangan Islam Tentang Filsafat dalam"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya kita masih diberikan kesehatan. Dan tak lupa kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW.

Makalah yang bertemakan Filsafat Islam dengan judul ”Islam Dalam Memandang Filsafat” dibuat atas dasar tugas yang diberikan dan merupakan kewajiban untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kendala-kendala. Namun, kendala-kendala itu dapat diatasi dengan baik.

Dengan dibuatnya makalah ini, semoga dapat bermanfaat sehingga menambah cakrawala berpikir dan pengetahuan pembaca.

Bandung, 15 Desember 2014

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...1

DAFTAR ISI...2

BAB I...3

1. Latar Belakang Masalah...3

2. Rumusan masalah...3

BAB II...4

1. Pengertian Agama...4

2. Pengertian Islam...5

3. Pengertian Filsafat...14

4. Sejarah Filsafat Masuk Ke Dunia Islam...15

5. Pandangan Para Ulama Tentang Filsafat...18

6. Pengertian Ilmu Pengetahuan...21

7. Hubungan Antara Filsafat, Ilmu, dan Agama...21

BAB III...24

1. Kesimpulan...24

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah

Melihat sejarah masuknya filsafat ke dunia islam melahirkan kemajuan – kemajuan sains di dunia islam. Kemajuan – kemajuan sains tersebut diperoleh melalui tokoh – tokoh terkenal seperti Ibnu Sina, Al – Kindi, Al – karabi, dll. Namun di sisi lain, banyak ulama yang berpendapat bahwa filsafat sangatlah berbahaya. Filsafat dapat merusak pemahaman dan akidah islam kita, karena dalam filsafat kita hanya mengedepankan logika saja. Sedangkan ilmu manusia itu terbatas. Hal tersebut menimbulkan

pertanyaan “ lantas bagaimana cara kita sebagai muslim memandang filsafat?”. Hal tersebut merupakan rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini.

2.

Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud agama?

2. Apa yang dimaksud dengan Islam?

3. Apa yang dimaksud dengan filsafat?

4. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?

5. Apa hubungan antara agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

1.

Pengertian Agama

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan

pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.

Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan

makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan

mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama

atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi

tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci.

Praktek agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa

atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan,

meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama

juga mungkin mengandung mitologi.

(5)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi".[10]. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan meliputi. Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu: menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan, dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan. Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup. Yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.

2.

Pengertian Islam

Islam (Arab: al-islām, ملسلا ) adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: هللا, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan, atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Aspek kebahasaan

Islam berasal dari kata Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang secara kebahasaan berarti

(6)

semuanya". Islam atau Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari fi'il (kata kerja), yaitu "aslama" bermakna telah selamat (kala lampau) dan "yuslimu" bermakna "menyelamatkan" (past continous tense).

Kata triliteral semitik 'S-L-M' menurunkan beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang berarti kedamaian.[7] Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama, yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.[8]

Aspek kemanusiaan

Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penyerahan diri kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."[9] Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."[10] Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.[11]

Kepercayaan

Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah" - yang berarti "Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah". Esensinya adalah prinsip keesaan Tuhan dan pengakuan terhadap kenabian Muhammad. Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, ia dapat dianggap telah menjadi seorang muslim dalam status sebagai mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).

Kaum Muslim percaya bahwa Allah mengutus Muhammad sebagai Nabi terakhir setelah diutusnya Nabi Isa 6 abad sebelumnya. Agama Islam mempercayai bahwa al-Qur'an dan Sunnah (setiap perkataan dan perbuatan Muhammad) sebagai sumber hukum dan peraturan hidup yang fundamental.[12] Mereka tidak menganggap Muhammad sebagai pengasas agama baru, melainkan sebagai penerus dan

(7)

Umat Islam juga meyakini al-Qur'an yang disampaikan oleh Allah kepada Muhammad. melalui perantara Malaikat Jibril adalah sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (Al-Baqarah 2:2). Di dalam al-Qur'an Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan al-al-Qur'an hingga akhir zaman.

Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk beriman dan meyakini kebenaran kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu sebelum Muhammad.[14] Umat Islam juga percaya bahwa selain al-Qur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.

Umat Islam meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah satu agama yang sama dengan (tauhid|satu Tuhan yang sama), dengan demikian tentu saja Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni) yang menjadikannya seorang muslim.[15][16] Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering direferensikan sebagai Ahli Kitab atau orang-orang yang diberi kitab.

Lima Rukun Islam

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rukun Islam

Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut umumnya digalakkan untuk memegang Lima Rukun Islam, yaitu lima pilar yang menyatukan Muslim sebagai sebuah komunitas.[17] Tambahan dari Lima Rukun, hukum Islam (syariah) telah membangun tradisi perintah yang telah menyentuh pada hampir semua aspek kehidupan dan kemasyarakatan. Tradisi ini meliputi segalanya dari hal praktikal seperti kehalalan, perbankan, jihad dan zakat.[18]

Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:

Mengucapkan dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Mendirikan salat wajib lima kali sehari.

Berpuasa pada bulan Ramadan. Membayar zakat.

(8)

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rukun Iman

Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara yaitu:

Iman kepada Allah

Iman kepada malaikat Allah

Iman kepada Kitab Allāh (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan suhuf) Iman kepada nabi dan rasul Allah

Iman kepada hari kiamat Iman kepada qada dan qadar Ajaran Islam

Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari empat mazhab yaitu Mazhab Syafi'i, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki. Islam adalah agama dominan sepanjang wilayah Timur Tengah atu negara-negara Arab, juga di sebagian besar Afrika Utara, Afrika Barat dan Asia Selatan serta Asia Tenggara. Komunitas besar juga ditemui di RRT yaitu Muslim Hui dan Muslim Xinjiang Uighur, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia. Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab,[19] 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, negara-negara Muslim terbesar berdasar populasi.[20]

Allah

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Allah dan Tauhid

Konsep Islam teologikal fundamental ialah tauhid, yaitu kepercayaan tentang keesaan Tuhan. Istilah Arab untuk Tuhan ialah Ilāh; kebanyakan ilmuwan[butuh rujukan] percaya kata Allah didapat dari

penyingkatan dari kata al- (si) dan ʾilāh' (dewa, bentuk maskulin), bermaksud "Tuhan" (al-ilāh'), tetapi yang lain menjejakkan asal usulnya dari bahasa Aram Alāhā.[21] Kata Allah juga adalah kata yang

digunakan oleh orang Kristen (Nasrani) dan Yahudi Arab sebagai terjemahan dari ho theos dari Perjanjian Baru dan Septuaginta. Yang pertama dari Lima Rukun Islam, tauhid dituangkan dalam syahadat

(pengakuan), yaitu bersaksi:

هلللوسردمحمهللالإهلإل

Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah —Syahadat

(9)

"Dia-lah Allah (Tuhan), Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." —Surah Al-Ikhlas

Nama "Allah" tidak memiliki bentuk jamak dan tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu. Dalam Islam sebagaimana disampaikan dalam al-Qur'an dikatakan:

"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat."

—Asy-Syu'ara' 42:11

Allah adalah Nama Tuhan (ilah) dan satu-satunya Tuhan sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia melalui al-Quran :

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku"

—Ta Ha 20:14

Pemakaian kata Allah secara linguistik mengindikasikan kesatuan. Umat Islam percaya bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah sama dengan Tuhan umat Yahudi dan Nasrani, dalam hal ini adalah Tuhan Ibrahim. Namun, Islam menolak ajaran Kristen menyangkut paham Trinitas dimana hal ini dianggap Politeisme.

Mengutip al-Qur'an, An-Nisa' 4:71:

"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agama dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikannya kepada Maryam dan (dengan tiupan ) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan janganlah kamu

mengatakan, "Tuhan itu tiga", berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara."

(10)

Dalam Islam, visualisasi atau penggambaran Tuhan tidak dapat dibenarkan, hal ini dilarang karena dapat berujung pada pemberhalaan dan justru penghinaan, karena Tuhan tidak serupa dengan apapun (Asy-Syu'ara' 42:11). Sebagai gantinya, Islam menggambarkan Tuhan dalam 99 nama/gelar/julukan Tuhan (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya sebagaimana terdapat pada al-Qur'an.

Al-Qur'an

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Al Qur'an

Al-Fatihah merupakan surah pertama dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui

perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur'an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.

Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril.

Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.

Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur'an yang ada saat ini pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.[22]

Al-Qur'an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung).[23] Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur'an, mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur'an

diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur'an yaitu lomba membaca Al-Qur'an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).

(11)

kedudukan sebagai komentar terhadap Qur'an ataupun bentuk usaha untuk mencari makna Al-Qur'an, tetapi bukan Al-Qur'an itu sendiri.

Nabi Muhammad S.A.W

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Muhammad dan hadits

Muhammad (570-632 M) adalah nabi terakhir dalam ajaran Islam dimana mengakui kenabiannya merupakan salah satu syarat untuk dapat disebut sebagai seorang muslim (lihat syahadat). Dalam Islam Muhammad tidak diposisikan sebagai seorang pembawa ajaran baru, melainkan merupakan penutup dari rangkaian nabi-nabi yang diturunkan sebelumnya.

Terlepas dari tingginya statusnya sebagai seorang Nabi, Muhammad dalam pandangan Islam adalah seorang manusia biasa. Namun setiap perkataan dan perilaku dalam kehidupannya dipercayai merupakan bentuk ideal dari seorang muslim. Oleh karena itu dalam Islam dikenal istilah hadits yakni kumpulan perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan Muhammad. Hadits adalah teks utama (sumber hukum) kedua Islam setelah Al Qur'an.

Sejarah

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Islam Masa sebelum kedatangan Islam

Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalan Sutera yang menghubungkan antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi. Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah. Masyarakat ini disebut pula Jahiliyah atau dalam artian lain bodoh. Bodoh di sini bukan dalam intelegensianya namun dalam pemikiran moral. Warga Quraisy terkenal dengan masyarakat yang suka berpuisi. Mereka menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan disaat berkumpul di tempat-tempat ramai.

Masa awal

Negara-negara dengan populasi Muslim mencapai 10% (hijau dengan dominan sunni, merah dengan dominan syi'ah) (Sumber - CIA World Factbook, 2004).

(12)

Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571 masehi). Ia dilahirkan di tengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan. Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib. Muhammad kemudian menikah dengan seorang janda bernama Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana.

As-Sabiqun al-Awwalun

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: As-Sabiqun al-Awwalun

Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, ia akhirnya

menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.

Pada tahun 622 Masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah, peristiwa itu menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam. Di Madinah,

Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang

dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.

Keunggulan diplomasi nabi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.

Khalifah Rasyidin

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Khulafaur Rasyidin

(13)

Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.

Masa kekhalifahan selanjutnya

Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan keturunan.

Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.

Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.

Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I. Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh Mustafa Kemal Pasha atau kemal attaturk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.

Demografi

Masjid Quba di Madinah, Arab Saudi.

Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat Muslim yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 18% hidup di negara-negara Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia

(14)

negara dapat dijumpai di Indonesia. Populasi Muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia.

Pertumbuhan Muslim sendiri diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tergolong cepat di dunia. [1]. Beberapa pendapat menghubungkan pertumbuhan ini dengan tingginya angka kelahiran di banyak negara Islam (enam dari sepuluh negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia adalah negara dengan mayoritas Muslim [2]. Namun belum lama ini, sebuah studi demografi telah menyatakan bahwa angka kelahiran negara Muslim menurun hingga ke tingkat negara Barat.

3.

Pengertian Filsafat

Falsafah berasal dari bahasa yunani yaitu dati kata philosophia. philo atau berarti cinta shopia berarti pengetahuan, kebijaksanaan. Philosopia artinya cinta kebijaksanaan.

Menurut riwayat, istilah Philosopos pertama kali digunakan oleh Pytagoras (abad ke 6 SM). Tetapi istilah falsafah dan failasuf (Philosophia dan philosophos) itu sendiri baru menjadi popurer dan lazim dipakai pada masa Socrates dan Plato (abad ke 5 SM).

Menurut al Farabi falsafah adalah

ةدوجوميهامبتادوجوملابملعلا

“Ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hekekat yang sbenarnya”. Menurut Nadim al Jisr falsafah adalah usaha-usaha fikiran untuk mengetahui semua prinsip pertama. Menurut Plato Filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli. Sedangkan menurut Aristoteles Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mengikuti kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan menurut Imanuel Khant Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang didalamnya tercakup masalah efistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.

(15)

terhadap golongan bid’ah yang dalam bidang akidah menyimpang dari mazhab salaf dan mazhab Ahlusunnah.

Sejalan dengan definisi di atas ‘Adhud al-Din al-Iji, juga mengetengahkan definisi bahwa Ilmu kalam adalah; “Ilmu yang memberikan kemampuan untuk menetapkan kaidah-kaidah agama dengan mengajukan argument- berargumen dan untuk melenyapkan syubhat (keragu-raguan).

Selain itu, Al-Taftazani mendefinisikan ilmu kalam dengan; “Ilmu yang berdasarkan kepada ka’idah-ka’idah syar’i tentang permasalahan akidah yang di peroleh melalui dalil-dalil yang sampai pada derajat yaqin.”

Jika ahlul kalam (mutakallimîn) menggunakan akal sebagai sandaran penetapan akidah, maka para ulama Ahlusunnah bermazhab salaf berpandangan bahwa dalam menetapkan pokok-pokok akidah Islam seyogyanya menerima penetapan tersebut tanpa campur tangan akal dan ijtihad, namun menerimanya berdasarkan tauqifiyah. Artinya, ia diterima secara apa adanya sesuai dengan apa Ayang diberitakan secara outentik dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Sementara posisi akal sebagai alat untuk memahami nash wajib tunduk kepada khabar tersebut dengan meyakini bahwa nash yang shahîh tidaklah mungkin bertentangan dengan akal yang sharîh (sehat).

4.

Sejarah Filsafat Masuk Ke Dunia Islam

Pengetahuan di bangun atas dasar pengenalan indrawi dan dengan adanya kekuatan rasio. Akan tetapi, kebenaran indrawi dan rasio belum menyentuh kebenaran esensi yang tetap karena fungsi esensi sesuatu dapat memegang cirri – cirri subtansinya yang pokok ketika terjadi perugbahan keadaan. Dari subtansi tersebut kemudian timbul kebenaran lahiriah yang indrawi dengan rohaniah yang esensi yang di hubungkan dengan berbagai pendekatan.

Jika kita melihat awan yang menebal itu pertanda akan turun hujan, dan jika ada orang yang sakit ia harus berobat. Hubungan – hubungan tersebut baru bisa di ketahui setelah mengerti adanya esensi sesuatu yakni susunan dan ciri – ciri yang khas .jika ia telah mengetahui esensi penyakit dan esensi obat, ia bisa mengetahui rahasia dan cara kerja obat tersebut terhadap badan yang sakit, dan mengetahui pula bahwa kedua permasalahan tersebut memiliki hubungan dan keseimbangan yang memungkinkan obat tesebut bisa menghilangkan rasa sakit dan dapat menyembuhkan si sakit tersebut atas perantara obat. Pengetahuan inilah yang menjadi empiris manusia.

Akan tetapi, siapakah yang menyembuhkan orang yang sakit? Apakah benar benar obat yang

membuatnya sembuh? Lalu darimana asalnya obat, dan siapa yang mula menciptakannya serta mengapa bisa menyembuhkan?. Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul, tetapi jawabannya belum di temukan. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan itu, kemudian lahirlah filsafat yang mencoba memikirkan secara kontemplatif tentang kebenaran hakiki dari segala sesuatu dan segala sesuatu yang benar – benar hakiki.[1]

Pertanyaan tidak terhenti di situ, bermula dari mana asal mula penyakit dan obat. Manusia pun mempertanyakan penggerak semua yang ada di ala mini? Yang tentu dialah yang menyembuhkan seluruh penyakit dan yang menjadikan sehat juga dari-Nya, demikian pula dengan obat, tentu dialah yang memilikinya. Dari semua ini kemudian banyaklah orang yunani, Persia, Romawi dan sebaginya mencari tahu. Dari kesemua itu kemudian muncullah seorang filosof dari agama islam pada abad

(16)

dan menghayati apa yang ada pada makna dari isi buku Aristoteles. Yang kemudian hari menimbulkan perkembangan yang pesat di dunia filsafat.[2]

Filsafat Islam adalah pengetahuan tentang segala yang ada dan harus di buktikan melalui metode atau cara yang digunakan untuk menyelidiki asas dan sebab suatu benda tersebut[3] berdasarkan pemikiran agama islam yang sesuai dengan al-quran dan al-hadits. Filsafat islam masuk dan di jumpai kaum

muslimin pada abad ke-8 M/ 2 H melalui filsafat Yunani. Kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah – daerah islam (Siriah, Persia, Mesopotamia dan Mesir) melalui ekspansi Alexander Agung. Alexsander datang dengan tidak menghancurkan perdaban dan kebudayaan Persia, bahkan sebaliknya ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Hal ini memunculkan pusat – pusat kebudayaan Yunani di daerah tersebut di antaranya filsafat kemudian pada masa Dinasti Bani Umayyah filsafat mulai

berpengaruh kepada kebudayaan arab. Seiring dengan zaman dan waktu, barulah pada masa Bani Abbasiyah kebudayaan Yunani berkembang semakin cepat terutama filsafat karena orang – orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur pemerintahannya. Dan pada zaman Al-Makmun melakukan penerjemahan naskah – naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa arab. Ketersediaan buku – buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan muslim untuk berkenalan denga ilmu pengetahuan dan filsafat. Dari wilayah – wilayah dari belahan timur tersebut terutama Baghdad, ilmu filsafat dalam islam mulai berkembang luas.[4]

Pada abad ke-4 H dengan dorongan dan bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa

pemerintahan khalifah Hakam II (350-366 H/ 937-953 M) di Andalusia Spanyol, filsafat islam belahan timur baru masuk secara besar – besaran ke dunia islam belahan barat tersebut (Spanyol).

Berkembangnya ilmu filsafat di dunia islam ini pada akhirnya telah melahirkan sejumlah filsof terkenal dari kalangan muslim. Meraka antara lain Al-Kindi, Ar-Rozi, Al-Farabi, Ibnu maskawaih,Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Mereka memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti Plato, Aritoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh pada ajaran Al-quran dan Al-hadits Rosulullah SAW.[5]

Al-Kindi

Nama aslinya abu Yusuf bi Ishak al-kindi, ia berasal dari Kindah di Yaman tetapi lahir di kufah di tahun 796 M. orang tuanya adalah Gubernur dari Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke Baghdad dan mendapat lindungan dari kahlifah Al –Makmun , di sana kemudian ia belajar ilmu pengetahuan dan pemikir islam. Tidak lama kemudian, Al-Kindi mengalami kemajuan pemikiran islam dan penerjemahan buku asing ke dalam bahasa arab, bahkan ia termasuk pelopornya. Bermacam – macam ilmu telah dikajinya terutama filsafat. Al-Kindi tidak banyak membicarakan persoalan – persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik dengan definisi – definisi dan penjelasan kata – kata serta lebih mengutamakan ketelitian pemakaian kata – kata dari pada menyalami problem – problem filsafat. [6] Bagi Al-Kindi filsafat merupakan pengetahuan tentang yang benar, di sinilah terlihat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yiang benar dan apa yang baik, filsafat itulah pula tujuannya.[7]

(17)

Kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam bagi Al-kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi mempunyai permualaan.[8]

Al-Farabi

Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, ia lahir di Wasij suatu desa di Farab tahun 870 M. sejak kecil, ia suka belajar dna ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam bidang bahasa. Setelah dewasa ia mulai belajar filsafat dan ilmu logika ke Baghdad, dan ia pula belajar ilmu pengetahuan yang lain. Al-Farabi adalah seorang filofsof islam yang pertama dengan sepenuh arti kata. Ia telah dapat menciptakan suatu system filsafat yang lengkap dan memainkan peranan yang penting dalam dunia islam sehingga ia mendapat gelar “guru kedua” (al-mu`allim ats-tsani) sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar “guru pertama” (al-muallim al-awwal). Al-Farabi memiliki gelar tersebut karena banyak yang berguru kepadanya di antaranya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan filosof – filosof lain yang datang sesudahnya.

Pada abad pertengahan, Al-Farabi menjadi sangat terkenal, sehingga orang – orang Yahudi banyak yang mempelajari karangan – karangannya dan di salin ke dalam bahasa ibrani. Sampai sekarang salinnan tersebut masih tersimpan di perpustakaan – perpustakaan Eropa.[9]

Ibnu Sina

Nama aslinya adalah Abu Ali Husein Ibnu Abdillah Ibnu Sina, ia lahir di Afsyana suatu tempat yang terletak di dekat Bukhara tahun 980 M. orang tuanya berkedudukan sebagai pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Samani. Semenjak kecil ia telah banyak mempelajari ilmu – ilmu kedokteran, hokum, filsafat dan lain – lain.

Seiring dengan perkembangannya, Ibnu Sina dalam pemikiran filsafatnya, pemikiran terpenting yang di hasilkan Ibnu Sina ialah filsafatnya tentang jiwa. Menurutnya, ada tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang tuhan timbul akal – akal dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa – jiwa dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudna timbul langit – langit.[10]

Ibnu Rusyd

Ia adalah Abul Walid Muhammad bin Ahmad ibnu Rusyd, lahir di Codova pada tahun 520 H. ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia. Ayahnya adalahl seorang hakim, dan neneknya yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd al-jadd” adalah kepala hakim di Cordova.

(18)

karena itu, ia hanya bermaksud mengabidkan hidupnya untuk menjelaskan filsafat Aristoteles dan pemikiran – pemikirannya yang sukar di pahami.[11]

Ibnu Rusyd menjelaskan filsafat Aristoteles neo-platonisme yang sukar dipahami tersebut. sehingga ibnu Rusyd terpengaruh dan ia mempunyai aliran filsafat sendiri. Dari alirannya filsafatnya, ibnu Rusyd mengatakan bahwa tiap muslimmesti percaya pada tiga dasar keagamaan yaitu: adanya tuhan, adanya rosul dan adanya pembangkitan. Hanya orang yang tidak pada salah satu dari ketiga dasar inilah yang boleh dicap kafir.[12]

Dengan demikian, filsafat islam berkembang melalui bangsa Yunani pada abad ke-8 M/ 2 H. Kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah – daerah islam (Siriah, Persia, Mesopotamia dan Mesir) melalui ekspansi Alexander Agung. Seiring dengan zaman dan waktu, pada masa Bani Abbasiyah kebudayaan Yunani berkembang semakin cepat terutama filsafat kerana orang – orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting dalam struktur pemerintahannya. Dan pada zaman Al-Makmun melakukan

penerjemahan naskah – naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa arab. Ketersediaan buku – buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan muslim untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat. Dari wilayah – wilayah dari belahan timur tersebut terutama Baghdad, ilmu filsafat dalam islam mulai berkembang luas.

Kemudian pada abad ke-4 H dengan dorongan dan bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan khalifah Hakam II (350-366 H/ 937-953 M) di Andalusia Spanyol, filsafat islam belahan timur baru masuk secara besar – besaran ke dunia islam belahan barat tersebut (Spanyol).

Berkembangnya ilmu filsafat di dunia islam ini pada akhirnya telah melahirkan sejumlah filsof terkenal dari kalangan muslim. Meraka antara lain Al-Kindi, Ar-Rozi, Al-Farabi, Ibnu maskawaih,Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Mereka memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti Plato, Aritoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh pada ajaran Al-quran dan Al-hadits Rosulullah SAW.

Dari semua pemikir islam, kebanyakan belajar dari filsafat Aristoteles, oleh karenanya banyak pemikir islam yang sepaham dengan ajaran Aristoteles dan kemudian di sandarkan pada agama islam.

5.

Pandangan Para Ulama Tentang Filsafat

Berikut ini pandangan ulama Ahlusunnah mazhab salaf lainnya tentang disiplin Ilmu Kalam; a. Pendapat dari Imam Mazhab yang empat;

1) Imam Abu Hanifah. Beliau terkenal sebagai imam fiqih yang banyak menggunakan ra’yu dalam ijtihadnya. Namun demikian, beliau ternyata juga mengkritik istilah-istilah filsafat yang biasa digunakan dalam Ilmu Kalam seperti; al-‘aradh dan al-ajsam. Beliau pernah ditanya oleh Nuh al-Jami’;

(19)

2) Imam Malik. Imam Malik berargumentasi bahwa seandainya ilmu kalam itu memiliki kebaikan, tentunya para sahabat dan tabi’in sebagai generasi terbaik (hadits; khairul qurûn) sudah

membicarakannya sebagaimana mereka membicarakan hukum dan syari’at.

Pendapat Imam Malik tersebut dinukil berdasarkan sebuah riwayat bahwa Abdurrahman ibn Mahdi berkata bahwa ia menamui Imam Malik dan disisinya ada seorang lelaki bertanya, maka beliau menjawab; “Barangkali engkau termasuk sahabatnya Amr ibn Ubaid (al-Mu’tazili). Semoga Allah melaknat Amr, karena ia membuat-buat bid’ah kalam ini. Seandainya kalam itu sebuah ilmu tentu para sahabat dan tabi’in telah membicarakannya sebagaimana mereka membicarakan hukum dan syari’at.” Imam Malik juga pernah memberikan pernyataan; “Kalam dalam agama Allah aku benci. Dan senantiasa penduduk negeri kami membenci kalam dan melarangnya.”

3). Imam al-Syafi’i. Beliau adalah ulama Ahlusunnah yang terkenal sangat keras fatwanya kepada para penikmat filsafat termasuk di dalamnya mutakallimîn. Beliau pernah berkata; “Jika seseorang diuji oleh Allah dengan semua dosa yang dilarang oleh Allah selain syirik, maka itu lebih baik baginya daripada diuji denga kalam. Sungguh saya telah mengetahui dari ahli kalam, sesuatu yang saya kira tidak seorang muslimpun mengatakan hal itu.” Pada kesempatan lain beliau juga berfatwa dengan fatwa yang terkenal yaitu; “Hukumku untuk ahli kalam adalah mereka dipukuli dengan pelepah kurma dan sandal, diarak di tengah-tengah masyarakat dan kabilah (keliling kota dan desa), sambil dikatakan; ini adalah balasan orang yang meninggalkan al-Qur’an dan al-Sunnah dan mengambil Ilmu Kalam.”

4). Imam Ahmad Ibn Hanbal. Pada masa Khalifah Al-Mutawakkil, beliau mengirim surat kepadanya dengan berkata; “Saya bukan ahli kalam (shâhib al-kalâm) dan saya tidak memandang kalam dalam hal ini, selain dari kitab Allah dan sunnah rasulnya serta apa yang berasal dari para sahabat atau tabi’in. Adapun selain itu maka kalam di dalamnya adalah tidak terpuji.”

Jika melihat sikap para ulama Ahlusunnah pada abad ke lima Hijriyah di Bagdad sebagai pusat peradaban Islam Daulah Abbasiyah, kita akan menemukan banyak diantara mereka yang memberikan kritikan terhadap pegiat ilmu kalam termasuk pula kepada kalangan Asy’ariyah sebagai faham terdekat dengan Ahlusunnah itu sendiri. Di dalam Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam menggambarkan keadaan tersebut dan menyebutkan diantara sikap yang diambil sejumlah ulama seperti Al-Imam Isma’il al-Anshari al-Hawari dimana ia mengkafirkan kelompok jahmiyah dan memberikan celaan berlebihan terhadap Asy’ariyah. Demikian halnya dengan ungkapan Al-Imam Muwaffaquddin Ibn Qudamah al-Maqdisi. Beliau turut memberikan pengingkaran secara tegas kepada kelompok-kelompok yang terlibat dalam ilmu kalam termasuk Asy’ariyah. Di dalam kitab Al-Munâzharah fî al-Qur’ân beliau menyebutkan; “Kami tidak mengetahui dalam ahli bid’ah suatu kelompok yang menyembunyikan maqalah dan tidak berani menampakkannya selain Zanadiqah dan Asy’ariyah.”. Diungkapkan pula oleh tokoh fiqih legendaris dari mazhab syafi’iyah Al-Imam Abu Hamid Al-Isfiraini al-Syafi’i yang bergelar Al-Syafi’i al-Tsalist (Syafi’i ke tiga) dari jajaran ulama abad ke 4 Hijriyah. Abu Hasan Al-Karji al-Syafi’i mengungkapkan pendapat Imam al-Isfiraini ini bahwa; “Sudah dimaklumi bahwa syaikh sangat benci kepada ahli kalam hingga beliau membedakan ushul fiqih Asy Syafi’i dan Ushul Al-Asy’ari. Hal itu disukai (diambil) dari beliau oleh Abu Bakar al-Zadzaqani dan ia (kitabnya) itu ada padaku.”

(20)

Setelah penulis menyebutkan pendapat imam yang empat tentang Ilmu Kalam, kini akan penulis sajikan pula analisa para ulama Ahlusunnah yang menyebutkan adanya ijma’ (kesepakatan) diantara mereka tentang larangan bergelut dan berkecimpung mempelajari disiplin ilmu ini. Diantaranya; 1) Imam Ibn Abdil Barr yang dikenal dengan julukan Hâfiz Maghrîb Abu Yusuf ibn Abdillah al-Andalusi (w. 463 H) berkata; “Ahli Fiqih dan Ahli Hadits dari semua penjuru negeri Islam berijma’ bahwa ahli kalam adalah ahli ahwa’ (pengikut hawa nafsu) dan zaigh (penyimpangan).”

2) Imam Baghawi Syafi’i pengarang kitab yang ma’ruf seperti Ma’âlim Tanzîl, Syarh al-Sunnah, Al-Tahdzîb fî Mazhâb (w. 516 H) berkata; “Para ulama Ahlusunnah telah bersepakat tentang dilarangnya jidal (perdebatan) dan khusumat (pertengkaran) dalam sifat-sifat Allah, dan bersepakat atas dilarangnya menyelami Ilmu Kalam dan mempelajarinya.”

Pendapat-pendapat di atas merupakan sebagian pendapat yang penulis sebutkan untuk memberikan gambaran bahwa disiplin ilmu kalam merupakan disiplin ilmu tersendiri dalam Islam. Sebagaimana diketahui keberadaan ilmu kalam sendiri mendapatkan banyak kritik dan tanggapan negatif secara terang-terangan. Bahkan boleh disimpulkan bahwa para ulama Ahlusunnah yang bermazhab salaf tampaknya tidak terkait dalam tradisi yang dikembangkan oleh mutkallimîn dalam menetapkan akidah. Banyak sekali sebab-sebab yang menyebabkan para ulama Ahlusunnah berkesimpulan seperti di atas. Mereka telah melakukan penelitian yang jauh ke depan serta memprediksi dampak-dampak yang ditimbulkan. Salah satu ulama kenamaan yang juga turut berkecimpung dalam ilmu kalam dan turut serta dalam mengembangkan faham Asy’ariyah namun memperingatkan secara keras akan akibat mempelajari ilmu kalam adalah Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali. Dalam kitab Al-Ihyâ’ beliau berkata; “Adapun bahaya ilmu kalam mantiq, yaitu akan memberikan kerancuan dan menggoyangkan akidah, serta menghilangkan penetapan aqidah. Itulah diantara bahaya pada permulaannya. Dan kembalinya dengan dalil diragukan. Dalam hal ini orang berbeda-beda. Ini bahayanya dalam keyakinan yang benar. Dan ilmu kalam mantiq punya bahaya yang lain dalam mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan mengokohkan keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana faktor-faktor pendorongnya akan bangkit dan bertambah kuat semangat mereka di atas ilmu kalam. Namun bahaya ini dengan

perantaraan fanatik yang muncul dari jidal (debat).” Hingga perkatan beliau;

“Adapun manfaat ilmu kalam, disangka bahwa faedahnya adalah menyingkap dan mengetahui hakekat sebenar-benarnya. Jauh, jauh sekali persangkaan itu. Dalam ilmu kalam tidak ada yang memenuhi tujuan yang mulia ini. Bahkan pengacauan dan penyesatan dalam ilmu kalam itu lebih banyak daripada

(21)

Pengaruh filsafat Yunani yang ada dalam ruang disiplin ilmu kalam ternyata menghasilkan kesangsian begitu mendalam dari sejumlah ulama kalam ternama di zamannya. Nama-nama mereka bahkan tercatat sebagai barisan ulama kalam yang mendebat aliran-aliran kalam lainnya yang telah jauh mengalami penyimpangan seperti Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, dan lain-lain. Di atas penulis telah menukil perkataan Imam al-Ghazali sebagi ulama yang pernah mengalami masa transisi keilmuan dari kegandrungan keapda filsafat serta ilmu-ilmu lain yang terkait dengannya hingga mengakhiri hidupnya dengan kecenderungan dalam hadits.

Dalam sejarah peradaban Islam, filsafat pernah diharamkan oleh para ulama. Alasannya kerena filsafat masih mengandung konsep-konsep asing yang bertentangan dengan Islam. Padahal Ibnu Taimiyyah yang termasuk diantara ulama penolak keras filsafat, ternyata juga menerima filsafat dengan pra syarat, yaitu asal berdasarkan pada akal dan berpijak pada kebenaran yang dibawa oleh para Nabi. Filsafat yang demikian beliau sebut al-falsafah as sahihah (filsafat yang betul) atau al falsafah-al haqiqiyah (filsafat yang sebenarnya). Imam Al Ghazzali sendiri sebenarnya juga tidak menolak filsafat tapi mengkritik cara pandang filosof. Jadi filsafat yang diharamkan dan ditolak oleh para ulama adalah filsafat yang memiliki konsep-konsep atau cara pandang yang bertentangan dengan Islam.

6.

Pengertian Ilmu Pengetahuan

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[1] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[2]

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu-ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

7.

Hubungan Antara Filsafat, Ilmu, dan Agama

A. Ilmu, Filsafat, dan Agama

Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Ada tiga jalan untuk mencari, menghampiri dan

menemukan kebenaran, yaitu : ilmu, filsafat dan agama. Ketiga cara ini mempunyai cara-cara tersendiri dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran. Ketiga institute termaksud itu mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung yang satu terhadap yang lainnya.

(22)

Ilmu pengetahuan itu ialah hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu system mengenai hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia, danjuga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental.

Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunujukkan sebab-sebab hal itu.

b. Filsafat

Filsafat ialah “ilmu istimewa” yang mecoba menjawab massalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa. Karena masalah masalah tersebut diluar atau diatas jangkauan ilmu

pengetahuan biasa.

Filsafat ialah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral sarwa-yang-ada :

Hakikat tuhan Hakikat alamsemesta Hakikat manusia

Serta sikap manusia bermaksud sebagai konsekuensi dari pada faham ( pemahamnanya) tersebut. Dalambukufilsafat agama karangan Dr. H Rosdjidi, filsafat adalah berfikir, menurut William temple filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.

c. Agama

Agama pada umumnya dipahami sebagai :

Satu system credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia.

Satu system siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu.

Satu system norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud diatas.

B. TITIK PERSAMAAN

Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.

Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia.

(23)

Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia atau pun tentang tuhan.

C. TITIK PERBEDAAN

Baik ilmu maupun filsafat, keduanya merupakan hasil dari sumber yang samayaitura’yu (akal, budi,rasio, reason, nous, rede, vertand, danvernunft) manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah SWT.

Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian.

Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan (mengembarakan atau mengelanakan )akal budi secara radikal (mengakar) dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia.

Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini ),

Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, reset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun filsafat, kedua-duanya nisbi (relative).

Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolute) karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh zatyanh Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha sempurna, yaitu Allah SWT.

(24)

BAB III

PENUTUP

1.

Kesimpulan

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan

pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.

Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan

makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan

mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama

atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.

Islam (Arab: al-islām, ملسلا ) adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri

sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: هللا, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan, atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli yang didalamnya terkandung ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu

(25)

(para fisuf) sesuai dengan jalan dengan titik tolak sang ahli filsafat itu. Agama memberikan jawaban tentang banyak soal sasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu, yang dipertanyakan (namun tidak terjawab secara bulat ) oleh filsafat.

(26)

Daftar Pustaka

Sudjatnika, Tenny. 2014. Pengantar Studi Islam: Dimensi Integrasi Ilmu Kehumanioraan.Bandung: Pustaka Kasidah Cinta

http://Insistnet.com/apa-itu-filsafat-islam

http://beritaislam.mywapblog.com/sejarah-perkembangan-filsafat-masuk-ke-d.xhtml

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Agama

Referensi

Dokumen terkait

Ahli waris pengganti akan mendapat bagian sebesar bagian ahli waris yang ia gantikan, artinya jika ahli waris pennganti itu menggantikan kedudukan anak laki-laki maka ia

Para filsuf Iluminasi memandang wahyu tidak hanya sumber otoritatif dalam urusan agama tapi juga pengalaman kasyaf sempurna dari Nabi Muhammad saw yang menjadi

Kebenaran dalam hokum islam dapat dilihat pada tiga sisi yaitu kebenaran yang dilandasi dengan filsafat yakni dengan menuntut ilmu pengetahuan untuk memahami, sedangkan

Sociological Jurisprudence adalah suatu aliran dalam filsafat hukum yang dipelopori oleh Eugen Ehrlich (Jerman),akan tetapi teryata berkembang di Amerika

Kekuatan Filsafat Perennial dan Islam tradisional terletak pada kandungan visi kebenaran universalnya, selain mampu mengeleminir potensi konflik yang sewaktu-waktu

Adapun yang dimaksud dengan sistem dalam istilah filsafat sistem adalah sebuah pendekatan filsafat sistem yang memandang bahwa penciptaan dan fungsi dari alam dan semua

Manusia tinjauan Islam Berbeda dengan teori filsafat dan psikologi dalam memaknai manusia, Islam memandang manusia sebagai kreasi terbaik Allah swt., makhluk yang diciptakan dalam

Landasan ini sejalan dengan landasan dari konsep Islam yang memandang bahwa nilai moralitas tersebut adalah sebuah hal yang dapat menunjukkan seorang terkait benar dan salahnya sebuah