• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terorisme Sebagai Upaya Komunikasi Polit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Terorisme Sebagai Upaya Komunikasi Polit"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Terorisme Sebagai Upaya Komunikasi Politik

Andrea Abdul Rahman Azzqy S.Kom., M.Si., M.Si(Han)., MCTS

Sebuah Opini

Upaya menentang terorisme tak ubahnya berperang melawan kelompok gerilya dengan lawan dan strategi lawan yang tak jelas. Meskipun Ganor (2002: 128-129) membedakan terorisme dan gerilya, substansi aktivitas yang dilakukan untuk kedua istilah itu mengarah pada hal yang sama: pencapaian tujuan politik. Kata teroris dan terorisme kemudian hadir tak lebih sebagai simplifikasi agar terdapat obyek yang diperangi dalam menentang kejahatan terhadap kemanusiaan. Ada hal yang menarik yang dapat diiukuti dari tujuan atau upaya terorisme dalam rangka mengejar kepentingan politiknya bisa jadi seragam dengan kepentingan yang dianut oleh media massa.

Pada sisi yang lain, nilai manfaat media massa pun diakui dan diterima. Ruang lingkup media terhadap akibat kekerasan terorisme, sebagai contoh, dipandang mampu memicu ketidaksukaan publik terhadap kelompok teroris. Selain itu, terbuka pula peluang bagi pemerintah dan media massa untuk bekerja sama menyusun strategi memerangi terorisme (Behm, 1991,: 247-242). Jadi di satu sisi media dan teroris mempunya sisi tujuan yang seragam dalam mencapai kepentingan komunikasi politik, tetapi media yang dapat dikatakan sebagai salah satu corong keberadaan teroris, malah mendorong publik untuk membenci terorisme.

(2)

Terlepas dari pandangan atas media massa dan terorisme itu sendiri dalam menggapai upaya politis mereka masing-masing, kita dapat mengambil salah satu contoh serangan teror di Eropa. Sejak 11 September 2001 pikiran kolektif masyarakat Al-Qaida adalah otak di balik semua serangan teror. Di Eropa, pikiran semacam itu menjadi mentah. Statistik menunjukkan peran ekstremis dalam serangan di Eropa, sangat terbatas. Ketakutan rakyat pada akhirnya menjadi sukses terbesar teroris. Bisa sangat dimengerti bahwa sejak serangan teror 11 September, semua teror diasosiasikan dengan Al-Qaida, kelompok-kelompok islam radikal, ataupun sel-sel teroris yang berasal dari Timur Tengah. Tapi pandangan seperti itu menjadi tidak tepat, kebanyakan serangan di Eropa bukan ulah teroris jihadis, melainkan separatis dan nasionalis. "Peristiwa tragis di Oslo Norwegia merupakan ujung puncak gunung es (the tip of the Iceberg). Tahun-tahun belakangan ada ratusan upaya serangan separatis - walaupun pada skala kecil. Selain itu ada sejumlah kecil serangan (tidak sampai sepuluh) yang dilakukan oleh kelompok muslim. Jadi kita harus berhenti mengaitkan terorisme dengan Islam. Itu bertentangan dengan angka-angka yang ada."

Juga jumlah total serangan di Eropa berkurang. Laporan Europol tahun 2010 menyebut terdapat 249 insiden, tiga darinya dilakukan kelompok jihadis. Jumlah serangan tahun 2006 mencapai 498. Sejak 2001 sekitar 350 orang tewas dalam aksi kekerasan menebar teror di Eropa. "Itu pun lebih sedikit ketimbang jumlah korban lalu lintas atau kekerasan domestik," menurut pengamat terorisme dan kontra-terorisme ‘Edwin Bakker’, karena serangan teroris pada tahun 1970an dan 1980an menelan lebih banyak korban dari sekarang. "Walaupun demikian, hampir setiap bulan ada insiden. Di Orly seseorang mulai menembak, 17 korban tewas, sebuah klab malam terbakar, menelan korban 30 jiwa, terjadi aksi penyanderaan dan sebagainya." Pendek kata, dampak setiap kali serangan kini mungkin lebih besar, tapi jumlah totalnya lebih sedikit.

(3)

Kembali Indonesia, sebuah aksi terorisme dapat dikatakan berhasil jika masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang menjadi target aksi terorisme itu merasa takut, khawatir, dan tidak aman. Namun, selama teror berupa ketakutan, kekhawatiran, dan rasa tidak aman itu tidak menyebar luas di masyarakat, aksi terorisme bisa jadi tidak mencapai tujuan yang mereka harapkan. Hal ini sudah disadari dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia (yang telah mengalami sejumlah aksi terorisme dan radikalisme) dengan mempopulerkan slogan “Kami Tidak Takut!” untuk melawan aksi terorisme dan mengdisinsentif terjadinya aksi-aksi terorisme di masa yang akan datang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pervious concrete berupa kuat tekan, permeabilitas, dan porositas dengan variasi A/C dan metode

Pengaruh Penerapan PSAK 72 terhadap Price Earning Ratio dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Kontrol (Studi pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di BEI Tahun

Sehingga menurut Snouck, dalam bidang agama Pemerintah Hindia Belanda hendaknya memberikan kebebasan kepada umat Islam Indonesia untuk menjalankan Agamanya sepanjang

easil penelitian mengenai pola asuh makan ditemukan bahwa sebagian besar batita mengalami ketidakseimbangan pemenuhan zat giziI kurangnya dukungan yang diberikan oleh pelaku

56 PT Sara Lee Body Care Indonesia Tbk PROD. 57 PT Unilever

Ari Prasetyo mengungkapkan, apabila dalam sebuah gendhing menggunakan pancer lebih dari satu, maka pada tabuhan pancer yang dimaksud adalah balungan maju kembar yang

Bentuk tersebut dapat dilihat dari kapasitas masyarakat yang menggambarkan kebutuhan masyarakat yang mendukung keluaran penelitian berupa bentuk-bentuk

Puji syukur penulis ucapkan atas karunia yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Jenis Perubahan Makna dan Faktor-Faktor