• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KEDUA TEORI SPIRAL KEHENINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN KEDUA TEORI SPIRAL KEHENINGAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KEDUA TEORI SPIRAL

KEHENINGAN DI INDONESIA

(STUDI KASUS GERAKAN SERIBU LILIN

UNTUK AHOK DI INDONESIA)

Era Orde Baru yang lengser tahun 1998. Selama Soeharto menjabat sebagai Presiden RI opini masyarakat tidak diperbolehkan. Masyarakat menjadi kaum minoritas tidak boleh menyampaikan opini mereka dalam bentuk apapun. Bahkan media juga hanya diperbolehkan menampilkan opini dan isu yang positif mengenai Pemerintahan Soeharto dan ‘Koleganya”. Lengsernya Orde baru ini karena bungkam masyarakat saat itu sudah tidak terbendung lagi, sehingga adanya kekuatan yang mendorong untuk menucul kepermukaan dan era Demokrasi dimulai.

Demokrasi membawa dampak yang luar biasa dalam kehidupan rakyat Indonesia. Aspirasi tidak terkekang lagi, media massa memiliki fungsi ganda. Tidak hanya sebagai penyalur informasi tetapi sekaligus sebagai “watch dog” atau dengan kata lain sebagai pengawas terhadap kinerja pemerintah. Masyarakat bebas mengomentari kebijakan dan kinerja pemerintah, bahkan aksi protes dengan cara demonstrasi sudah marak dan sepertinya menjadi hal yang lazim di Indonesia.

Salah satu bentuk kebebasan berpendapat adalah dengan pemilihan Kepala Daerah hingga Kepala Negara. Pilkada DKI Jakarta 2017 ini menyita perhatian public. Tidak hanya masyarakat Jakarta saja yang mengikuti uforia ini. Media massa nasional sangat intens memberitakan mengenai Pilkada DKI Jakata 2017 ini. Sangat jelas ketika siaran langsung Debat Cagub dan Cawagub DKI Jakarta ini menunjukkan Media yang Jawa Sentris.

Kacamata Spiral Keheningan

(2)

Untuk meminimalkan kemungkinan terisolasi, individu-individu itu mencari dukungan bagi opini mereka dari lingkungannya, terutama dari media massa.

Media juga digunakan oleh individu untuk mendapatkan opini publik. Orang mencari media untuk mengonfirmasikan pengamatan mereka dan kemudian menginterpretasikan pengamatan mereka sendiri melalui media. Neumann (1993) berpendapat hal ini diakibatkan karena individu merasakan ketidaksadaran pluralistik (pluralistic ignorance) Observasi personal tentang opini publik sering kali dapat terganggu dan tidak akurat.

Inilah yang kita lihat dalam kasus Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta. Ahok yang menjadi tersangka kasus penistaan agama dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun. Hal ini menimbulkan reaksi yang luar biasa dari masyarakat. Tidak hanya masyarakat Jakarta saja tetapi masyrakat luas. Setelah kalah dalam perhelatan Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok malah divonis 2 tahun penjara.

Ahok yang notabene non-Muslim dan etnis keturunan Tionghoa menjadi bagian dari kelompok minoritas. Mata dunia tertuju pada kasus tersebut. Selama beberapa pekan terakhir sebelum pemilihan, masyarakat disajikan dengan aksi demo yang menuntuk kasus penistaan untuk segera diusut tuntas.

Merasa bagian dari kaum yang bungkam, seringkali pendukung atau yang sealiran dengan Ahok merasa tidak dapat melakukan protes. Namun, teori spiral keheningan di sini berperan penting. Selama ini pemberitaan media massa nasional selalu memberitakan mengenai aksi demo yang menuntut penyelesaian kasus penistaan agama dan Ahok segera dihukum. Hampir tidak pernah ada pemberitaan dari sisi pro terhadap Ahok. Masyarakat disuguhkan informasi dan opini media yang menggambarkan bahwa banyak sekali yang kontra terhadap Ahok.

(3)

Gerakan 1000 lilin untuk Ahok ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa selama ini masyarakat yang pro terhadap Ahok ini tidak memiliki ruang dan dianggap sebagai kaum minoritas. Namun, jumlah yang pro ini ternyata jauh melebihi kelompok yang kontra terhadap Ahok. Selama ini yang tersorot oleh media dan yang terang-terangan menunjukkan sikap adalah yang kontra. Aksi diam akhinya tidak terbendung lagi. Namun, dengan cara yang unik dan mengundang simpati masyarakat luas.

Beberapa Asumsi

Seseorang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang sendiri dan berbeda dengan kebanyakan orang. Sudut pandang mereka yang masuk dalam sudut pandang minoritas tentunya tidak dikemukakan secara terbuka ketika berada dalam sebuah kelompok yang memiliki pendapat mayoritas1. Mayoritas dan minoritas di sini bukan mengenai jumlah orangnya, tetapi

pada jumlah pendapatnya. Ketika media lebih banyak mengangkat isu topik A, maka yang memiliki pendapat topik B akan menjadi kelompok minoritas.

Dalam fenomena 1000 lilin untuk Ahok ini, awalnya masyarakat yang pro terhadap Ahok dianggap sebagai pendapat Minoritas. Ketika media lebih banyak mengangkat memberitakan aksi penolakan Ahok, opini yang terbentuk di masyrakat adalah Penolakan terhadap Ahok. Media massa berperan penting dalam pembentukan opini.

Ketika pendapat minoritas ini sudah tidak terbendung lagi, dan opini yang diberitakan oleh media menjadi bias, maka opini mioritas semakin tidak terbendung lagi. Ketika dalam kelompok opini minoritas itu terdapat orang-orang yang dapat diandalkan dan memiliki pengaruh yang besar maka opini ini akan muncul ke permukaan.

Gerakan 1000 lilin untuk Ahok ini semakin diperkuat dengan sikap wakilnya, Djarot yang menyikapi keputusan pengadilan atas kasus Ahok dengan pidana 2 tahun penjara. Ketika sang pemimpin harus menjalani hukumnnya, maka secara de facto Djarot naik menjadi pejabat gubernur DKI menggantikan Ahok. Namun, dari ekspresi Djarot menunjukkan kesedihan bahkan mengajukan dirinya sebagai jaminan atas Ahok.

(4)

Di sini masyarakat menilai bahwa putusan hakim memang tidak tepat. Banyak dari kalangan publik figure seperti Band Slank, komposer Adi MS dan beberapa artis lainnya mendukung Ahok dan tidak menerima hasil keputusan hakim dengan 2 tahun penjara. Gerakan 1000 lilin untuk Ahok ini awalnya hanya diadakan di Jakarta saja, namun beberapa haria kemudian merebak ke berbagai daerah di Indonesia hingga beberapa negara tetangga seperti Belanda, Australia, Malaysia, dan beberapa negara lain.

Aksi ini semakin diperkuat dengan adanya pernyataan dukungan dari Negara belanda yang menuntut kasus ini untuk dipertimbangkan kembali mengenai putusan hakim terhadap Ahok.2 Opini yang dibentuk media bahwa Ahok terbukti bersalah dan layak dihukum menjadi

terpatahkan. Masyarakat sudah tidak bisa bungkam lagi, mereka merasa suara mereka masuk dalam kelompok mayoritas dan mereka memiliki anggota yang notabene publik figure. Ada kekuatan yang membuat opini minoritas ini menjadi opini mayoritas.

Kekuatan minoritas ini tidak terbendung lagi dan menimbulkan suatu gerakan besar yang menggerakkan minortas diberbagai daerah ikut melakukan gerakan yang sama. Adanya perasaan yang sama, opini yang sama maka aksi bungkam yang selama ini menjadi tidak tertahankan lagi. Aksi 1000 lilin untuk Ahok ini tidak serta merta langsung dan spontan. Tentunya kita tahu, awal mula gerakan-gerakan pendukung Ahok ini diawali dengan puluhan ribu karangan bunga untuk Badja (pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017).

Masyarakat mengancam individu-individu yang menyimpang dengan adanya isolasi. Rasa takut terhadap isolasi sangat berkuasa. Dalam hal ini, yang pro terhadap Ahok sebelum adanya gerakan 1000 lilin maupun karangan bunga, tidak disorot oleh media. Di sini media membangun opini yang menyimpang dari masyarakat. Media hanya menampilkan opini yang dibuat berdasarkan kepentingan kelompok tertentu dan owner.

(5)

Kesimpulan

Gerakan 1000 lilin ini membangkitkan semangat nasionalisme yang dinilai telah pudar di Indonesia. Penerapan Teori Spiral Keheningan yang digagaskan oleh Elisabeth Neouman ini dapat dilihat melalui gerakan 1000 lilin untuk Ahok. Selama ini masyarakat selalu diberikan opini yang bertolak belakang dengan apa yang terjadi. Media membentuk opini bahwa Kasus Ahok sangat krusial dan sebagian besar masyarakat Indonesia menuntuk Ahok untuk segera diproses hukum.

Namun, opini-opini yang teah dibangun oleh media ini akhinya terbukti tidak 100% benar. Selama ini media turut serta membungkam opini masyarakat karena opini tersebut dikategorikan dalam opini minoritas. Gerakan 1000 lilin ini menjadi tanda bahwa kebungkaman

masyarakat ini sudah tidak terbendung lagi. Masyarakat memiliki power yaitu dukungan dari orang-orang yang dianggap memiliki potensi di masyarakat.

Aksi ini semakin diperkuat dengan dukungan dunia internasional yang mendesak Indonesia untuk mengkaji kembali peraturan perundang-undangan. Media memiliki dampak yg awet dan mendalam terhadap opini publik Media massa bekerja secara berkesinambungan dengan menyuarakan opini mayoritas untuk membungkam opini minoritas khususnya mengenai isu-isu budaya dan sosial.3

Daftar Pustaka

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Humanika

McQuail, Denis. 2005. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari McQuail, Denis. 1987.

Santoso, Edi dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Littlejohn, Stephe W. dan Karen A. Foss. 2010. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Referensi

Dokumen terkait

Reaksi ini irreversibel dan mengikuti kinetika reaksi order 2, dengan konstanta kecepatan reaksi 1000 ft 3 /(lbmol.menit). Karena suhu operasi yang rendah, dianggap tidak

Hal ini karena, setelah Khalifah memerintahkan sesuatu, maka hukum syara’ pada diri seluruh kaum Muslim adalah yang diperintahkan oleh Imam tersebut dan yang lainnya tidak

Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan dalam hal ini terjadi difijsi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak dianggap

Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 1000 kata. Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan

Oleh karena itu, penelitian ini tidak jauh dengan kaum wanita, penelitian ini membedakan dengan mengambil objek sebuah kemasan kosmetik kecantikan untuk wanita yang

Akan tetapi gerakan feminis ini tidak terjadi di Kawasan Keraton Kasepuhan yang masih memegang teguh adanya suatu ruang sakral yang terlarang bagi kaum perempuan.. Ruang ini

seniman jalanan yang walaupun mendedikasi dirinya pada keindahan dianggap tidak lebih dari preman atau geng motor yang menandai wilayah kekuasaannya. Dalam gerakan ini,

Akan tetapi gerakan feminis ini tidak terjadi di Kawasan Keraton Kasepuhan yang masih memegang teguh adanya suatu ruang sakral yang terlarang bagi kaum perempuan.. Ruang ini hingga saat